Pengaruh Lingkungan Kerja, Budaya Organisasi, Dan Komitmen Terhadap Perilaku Etis Dinas Pasar Kabupaten Deli Serdang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan teori
2.1.1 Perilaku Etis
2.1.1.1. Pengertian Etika dan Perilaku Etis
Menurut Griffin dan Ebert (2006:58) pengertian etika merupakan
keyakinan mengenai tindakan yang benar dan yang salah, atau tindakan yang baik
dan yang buruk, yang mempengaruhi hal lainnya.Nilai-nilai dan moral pribadi
perorangan dan konteks sosial menentukan apakah suatu perilaku tertentu
dianggap sebagai perilaku etis atau tidak etis.
Menurut Griffin dan Ebert (2006:58) perilaku etis merupakan perilaku
yang sesuai degan norma social yang diterima secara umum. Perilaku etis
merupakan perilaku yang sesuai dengan norma-norma social yang diterima secara
umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan yang
membahayakan. Perilaku etis dari pegawai menunjukkan bagaimana pegawai
dapat berperilaku sesuai dengan norma dan peraturan yang berlaku didalam
perusahaan.
Pola perilaku etis dalam diri masing-masing individu berkembang
sepanjang waktu. Oleh karena itu, setiap orang akan menunjukkan perubahan
yang terus menerus terhadap perilaku etis. Perilaku akan dipengaruhi oleh
pengalaman pribadi, organisasi, lingkungan organisasi, dan masyarakat umum.
11
Perilaku etis seseorang juga sering kali mengacu pada apa yang diyakini.
Teori sikap dan perilaku dapat mempengaruhi individu untuk bertindak jujur,
tegas, adil tanpa dipengaruhi tekanan maupun permintaan diri.
Perilaku etis terbukti dapat memberikan manfaat yang besar terhadap
organisasi diantaranya perilaku etis dapat meningkatkan produktivitas rekan kerja,
perilaku etis juga mampu meningkatkan produktivitas manajer.Perilaku etis dapat
menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara
keseluruhan.Perilaku etis dapat mempertahankan pegawai dengan kualitas
performance yang baik, perilaku etis dapat mempertahankan stabilitas kinerja
organisasi, perilaku etis dapat membantu kemampuan organisasi untuk bertahan
dan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.
Sebagian besar perusahaan memiliki kode etik untuk mendorong para
pegawai berperilaku etis.Namun kode etik saja belum cukup sehingga pihak
pemikiran dan manajer perusahaan harus menetapkan standar etika yang tinggi
agar tercipta lingkungan pengendalian yang efektif dan efisien.
2.1.1.2.Prinsip – Prinsip Etis
Menurut Merssier, dkk (2005:386-387) terdapat beberapa prinsip-prinsip
etis antara lain:
1. Tanggung Jawab
Dalam mengemban tanggung jawabnya sebagai professional, pegawai
harus melaksanakan pertimbangan professional dan moral yang
senstitif dalam semua aktifitas mereka.
12
2. Kepentingan Publik
Pegawai harus menerima kewajiban untuk bertindak sedemikian rupa
agar dapat melayani kepentingan public serta menunjukkan komitmen
dan profesionalnya.
3. Integritas
Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan public, pegawai
harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan
tingkat integritas tinggi.
4. Objektifitas dan Independensi
Pegawai harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari konflik
kepentinggan dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya.
5. Keseksamaan
Pegawai harus dapat mempertahankan standart teknis dan etis profesi,
terus berusaha keras meningkatkan kompetensi dan mutu jasa yang
diberikan, serta melaksanakan tanggung jawab professional serta
sesuai dengan kemampuan terbaiknya.
6. Ruang Lingkup dan Sifat Jasa
Pegawai harus mempertimbangkan prinsip-prinsip kode perilaku
professional dalam menentukan ruang lingkup dan sifat jasa yang akan
disediakan.
13
2.1.1.3. Dimensi Perilaku Etis
Menurut Robbins& Judge (2008-152) dimensi perilaku etis pegawai dapat
dilihat dari hal-hal berikut ini:
1. Menghargai hubungan. Dengan menghargai hubungan antara sesame
rekan kerja, pegawai cendrung mempertimbangkan implikasi etis dari
tindakan-tindakan mereka terhadap individu lain. Seperti menghargai
pendapat orang lain, menghormati sesame rekan kerja, tidak mencela
ataupun menghina hasil kerja orang lain.
2. Kedisplinan. Keinginan yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti
atau mematuhi segala peraturan yang telah ditentukan. Kedisiplinan
pegawai dapat dilihat dari sikap taat pegawai pada peraturan yang
berlaku didalam perusahaan, tingkah laku pegawai didalam perusahaan
yang mencerminkan pegawai yang displin seperti bekerja dengan jujur,
tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan perusahaan,
menggunakan dan memelihara barang-barang milik perusahaan sebaikbaiknya, melakukan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan rasa tanggung jawab.
3. Kesetiaan terhadap organisasi. Kesetian pegawai terhadap organisasi
dapat menunjukkan seberapa besar loyalitas pegawai terhadap
organisasi dengan menjaga dan membela organisasi, mengutamakan
kepentingan organisasi, serta mampu menyimpan rahasia organisasi
dengan baik.
14
4. Kehadiran. Kehadiran merupakan keikutsertaan pegawai secara fisik
dan mental terhadap aktifitas kerja pada jam-jam efektif kerja.
Kehadiran dapat dilihat dari hadirnya pegawai setiap hari kerja,
ketepatan jam masuk dan pulangnya pegawai, dan tidak meninggalkan
kantor pada jam kerja
2.1.1.4. Ciri – Ciri Pegawai Yang Berperilaku Etis
1.Pegawai akan bekerja untuk membangun reputasi dan kredibilitas
dirinya, agar dirinya dihargai perusahaan. Pegawai sadar bahwa prestasi
dan karir kerja pegawai hanya akan berjalan baik, bila pegawai mampu
berdedikasi total kepada pekerjaan pegawai mereka.
2. Pegawai sangat loyal kepada pimpinan dan perusahaan.Pegawai juga
tidak pernah hitung-hitungan jam kerja. Apa pun kejadiannya, pegawai
akan mengutamakan tanggung jawab pekerjaannya secara maksimal.
3.Pegawai bergabung ke perusahaan dengan membawa misi dan visi
pribadi pegawai. yang pasti, mereka akan menggunakan perusahaan
sebagai kendaraan untuk memperbaiki kualitas hidup pegawai, baik itu
dari sisi finansial, maupun dari sisi status sosial pegawai.
4. Pegawai selalu fokus dan memiliki komitmen tinggi untuk
menjalankan semua rencana kerja perusahaan secara total dan
berkualitas. Pegawaiakan mendedikasikan dirinya untuk bekerja keras
mengejar target-target yang diberikan perusahaan.
15
5. Demi untuk keberhasilan perusahaan, pegawai selalu bekerja dengan
caramelakukan kolaborasi, koordinasi, komunikasi dengan atasan dan
bawahan pegawai
6. Pegawai selalu belajar hal-hal baru untuk bisa menghasilkan kinerja
melalui cara kerja yang unggul.
2.1.1.5.Karakteristik Kepribadian Yang Mempengaruhi Perilaku Etis
Menurut Griffin (2003) terdapat lima besar karakteristik kepribadian yang
mempengaruhi perilaku etis yaitu :
1. Keakuran (agreeableness) merupakan kemampuan seseorang
untuk memiliki hubungan baik dengan orang lain. Keakuran
menyebabkan sejumlah orang menjadi lembut, koperatif, mau
memaafkan, mau memahami, dan bersikap baik dalam berurusan
dengan orang lain. Individu yang sangat akur cendrung lebih
mampu membangun hubungan kerja yang baik dengan rekan kerja,
bawahan, manajer-manajer level lebih tinggi, sementara individu
yang kurang cendrung memiliki hubungan kerja yang buruk.
2. Kesungguhan (conscientiousness) merupakan jumlah tujuan yang
menjadi focus seseorang. Individu yang focus pada tujuan-tujuan
yang relative lebih sedikit pasa suatu waktu tertentu lebih
terorganisir, sistematis, hati-hati, komprehensif, bertanggung jawab
dan mempunyai disiplin diri dari saat bekerja meraih tujuan-tujuan
ini.
16
Individu yang lebih bersungguh-sungguh cendrung berkinerja lebih
baik dari pada individu yang kurang bersungguh-sungguh didalam
ragam pekerjaan.
3. Emosionalitas
negative
(negative
emotionality)
merupakan
individu dengan emosionalitas negative yang rentang, santai, dan
percaya diri. Sebaliknya individu yang memiliki emosionalitas
negative yang tinggi akan lebih tidak tenang, gelisah, reaktif, dan
moodnya bias sangat bergejolak. Individu yang memiliki
emosionalitas negative rendah menangani stress, tekanan, dan
ketegangan secara lebih baik.
4. Ekstroversi (extraversion) level kenyamanan seseorang terhadap
hubungan. Individu yang ekstrovert lebih mudah bergaul, suka
bicara, dan terbuka terhadap hubungan baru, sedangkan individu
introvert sulit bergaul, jarang berbicara, serta kurang terbuka
terhadap hubungan baru. Individu yang ekstrovert secara umum
memiliki kinerja lebih tinggi disbanding introvert.
5. Keterbukaan (openness) merupakan kekakuan keyakina dan
lingkup minat seseorang. Individu yang memiliki tingkat
keterbukaan tinggi mau menerima ide baru dan mau mengubah ide,
keyakinan dan sikap mereka sendiri setelah menerima informasi
baru.
17
2.1.2 Lingkungan Kerja
2.1.2.1. Pengertian Lingkungan Kerja
Menurut Nitisemito (2001:183) ”Lingkungan kerja adalah segala sesuatu
yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang diembankan.”Lingkungan kerja yang kondusif
memberikan rasa aman dan memungkinkan para pegawai untuk dapat berkerja
optimal.Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosi pegawai. Jika pegawai
menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka pegawai tersebut akan
betah di tempat kerjanya untuk melakukan aktivitas sehingga waktu kerja
dipergunakan secara efektif sehingga prestasi kerja pegawai juga tinggi.
Lingkungan kerja tersebut mencakup hubungan kerja yang terbentuk antara
sesama pegawai dan hubungan kerja antar bawahan dan atasan serta lingkungan
fisik tempat pegawai bekerja.
Menurut Cikmat dalam Nawawi (2003:292) menyatakan bahwa lingkungan
kerja adalah serangkaian sifat kondisi kerja yang dapat diukur berdasarkan
persepsi bersama dari para anggota organisasi yang hidup dan bekerjasama dalam
suatu organisasi. Lingkungan kerja mempengaruhi pegawai dalam melakukan
aktivitas meskipun lingkungan kerja tidak berdampak langsung pada proses bisnis
perusahaan.
Hal ini diperkuat oleh Sedarmayanti (2001:183), yang menyatakan bahwa
lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi,
18
lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta
pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar pegawai pada saat
bekerja, baik yang berbentuk fisik ataupun non fisik, langsung atau tidak
langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaanya saat bekerja.
2.1.2.2. Manfaat Lingkungan Kerja
Menurut Ishak dan Tanjung (2003:20), manfaat lingkungan kerja adalah
menciptakan
gairah
kerja,
sehingga
produktivitas
dan
prestasi
kerja
meningkat.Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orangorang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat.Yang
artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standard yang benar dan dalam skala waktu
yang ditentukan. Prestasi kerjanya akan dipantau oleh individu yang
bersangkutan, dan tidak akan menimbulkan terlalu banyak pengawasan serta
semangat juangnya akan tinggi.
2.1.2.3 Dimensi Lingkungan Kerja
Sedarmayanti (2001:21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis
lingkungan kerja terbagi 2 yakni:
1. Lingkungan Kerja Fisik
lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat
di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi pegawai baik secara
19
langsung maupun secara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat
dibagi dalam dua kategori, yakni:
a.Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan seperti:
pusat kerja, kursi, meja dan lain-lain.
b. Lingkungan perantara atau lingkungan urnum dapat juga disebut
lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia. misalnya:
temperatur,kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan,
getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain.
2. Lingkungan Kerja Non Fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang
berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun
hubungan
sesama
rekan
kerja,
ataupun
hubungan
dengan
bawahan.Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan
kerja yang tidak bisa diabaikan. Pernyataan tersebut diatas didukung juga
oleh Nawawi (2003:226) yang mengatakan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi lingkungan kerja adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan kerja fisik meliputi:
a. Keadaan bangunan
Keadaan bangunan, gedung atau tempat bekerja yang menarik
termasuk di dalamnya ruang kerja yang nyaman dan mampu
20
memberikan ruang gerak yang cukup bagi pegawai dalam
menjalankan pekerjaannya serta mengatur ventilasi yang baik
sehingga para pegawai merasa betah bekerja.
b. Tersedianya beberapa fasilitas
Fasilitas yang dimaksud yaitu:
1. Peralatan pekerja yang cukup memadai sesuai dengan jenis
pekerjaan masing-masing pegawai
2. Tempat istirahat, tempat olahraga berikut kelengkapannya,
kantin atau kafetaria, tempat ibadah, tempat pertemuan dan
sebagainya.
3. Sarana transportasi khusus antar jemput karyawan.
c. Letak gedung yang strategis
Lokasi gedung harus strategis sehingga mudah dijangkau dari
segala penjuru dengan kendaraan umum.
2. Lingkungan kerja Non fisik meliputi:
a. Adanya perasaan aman
Perasaan aman dari diri pegawai dalam menjalankanpekerjaannya
seperti: rasa aman dari bahaya yang mungkin timbul pada saat
menjalankan pekerjaannya, merasa aman dari pemutusan hubungan
kerja yang sewenang-wenang dan merasa aman dari segala macam
21
bentuk tuduhan sebagai akibat dari saling curiga diantara para
pegawai.
b. Adanya perasaan puas
Perasaan puas akan terwujud apabila kebutuhan pegawai dapat
terpenuhi baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan sosial.
Berdasarkan penjelasan dari para ahli tersebut, fasilitas kerja yang
merupakan bagian dari lingkungan kerja fisik sangat memberikan
dampak yang cukup signifikan terhadap kinerja pegawai.Maka dari
hal itu, untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal, fasilitas kerja
perlu diperhatikan dengan tujuan memberikan kenyamanan pada
lingkungan kerja.
2.1.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja
Kondisi dan suasana lingkungan kerja yang baik akan dapat tercipta
dengan adanya penyusunan tata letak secara baik dan benar sebagaimana yang
dikatakan oleh Sedarmayanti (2001:21) bahwa faktor yang dapat mempengaruhi
terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan
pegawai, diantaranya adalah:
1. Penerangan atau Cahaya di Tempat Kerja
Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya terhadap keselamatan
dan kelancaran kerja.Diperlukan cahaya yang terang tetapi tidak
menyilaukan.
Cahaya
yang
kurang
atau
terlalu
menyilaukan
22
akanmenghambat pekerjaan sehingga akan menjadi lamban, mengalami
kesalahan dan tidak efisiensi dalam pelaksanaan pekerjaan.
2. Temperatur di Tempat Kerja
Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai
temperatur
berbeda.Tubuh
manusia
selalu
berusaha
untuk
mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang
sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang
terjadi di luar tubuh.
3. Kelembaban di Tempat Kerja
Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara, dan
secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara
bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi
keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari
tubuhnya.
4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja
Dengan sirkulasi udara yang bagus akan membantu memberikan rasa sejuk
pada para pekerja sehingga pekerja dapat bekerja tanpa adanya gangguan
udara.
23
5. Kebisingan di Tempat Kerja
Pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan
agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga
produktivitas kerja meningkat.
6. Getaran Mekanis di Tempat Kerja
Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila
frekwensi alam ini beresonansi dengan frekuensi dari getaran mekanis.
7. Bau-bauan di Tempat Kerja
Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran,
karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi
terus menerus dapat mempengarubi kepekaan penciuman.
8. Tata Warna di Tempat Kerja
Pada
kenyataannya
tata
warna
tidak
dapat
dipisahkan
dengan
penataandekorasi, Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan
rasa senang, sedih, dan lain-lain karena warna dapat merangsang perasaan
manusia.
9. Dekorasi di Tempat Kerja
Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu
dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang saja tetapi berkaitan
24
juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan
lainnya untuk bekerja.
10.Musik di Tempat Kerja
Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana,
waktu dan
tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan
untuk bekerja.
11. Keamanan di Tempat Kerja
Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan
aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaanya.Salah satu upaya
untuk menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga
Satuan Petugas Keamanan.
2.1.3. Budaya Organisasi
2.1.3.1. Pengertian Budaya Organisasi
Budaya organisasi dapat didefenisikan sebagai perangkat sistem nilai-nilai
(values), keyakinan-keyakinan ( beliefs), asumsi-asumsi (assumptions), atau
norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota
suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah
organisasinya (Sutrisno 2010 : 2).
Menurut Mangkunegara (2005 :113) Budaya organisasi adalah seperangkat
asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam
25
organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk
mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.
Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan sosial yang tidak nampak,
yang dapat menggerakkan orang-orang dalam suatu organisasi untuk melakukan
aktivitas kerja.secara tidak sadar tiap-tiap orang di dalam suatu organisasi
mempelajari budaya yang berlaku di dalam organisasinya.
Budaya organisasi yang kuat mendukung tujuan-tujuan perusahaan,
sebaliknya yang lemah atau negatif menghambat atau bertentangan dengan tujuantujuan perusahaan.Dalam suatu perusahaan yang budaya organisasinya kuat, nilainilai bersama dipahami secara mendalam, dianut, dan diperjuangkan oleh
sebagian besar para anggota organisasi (pegawai perusahaan).
Menurut Deal & Kennedy (1982), Minerr (1990), Robbins (1990) (dalam
Sutrisno 2010 : 3) budaya yang kuat dan positif sangat pengaruh terhadap perilaku
dan efektivitas kinerja perusahaan dapat menimbulkan antara lain sebagai berikut:
1. Nilai-nilai
kunci
yang
saling
menjalin,
tersosialisasikan,
menginternalisasi, menjiwai pada para anggota,, dan merupakan
kekuatan yang tidak tampak
2. Perilaku-perilaku pegawai secara tak disadari terkendali dan
terkoordinasi oleh kekuatan yang informal dan tidak tampak.
3. Para anggota merasa komit dan loyal pada organisasi.
26
4. Adanya musyawarah dan kebersamaan atau kesertaan dalam hal-hal
yang berarti sebagai bentuk partisipasi, pengakuan, dan penghormatan
terhadap pegawai.
5. Semua kegiatan berorientasi atau diarahkan kepada misi atau tujuan
organisasi.
6. Para pegawai merasa senang, karena diakui dan dihargai martabat dan
kontribusinya, yang sangat rewarding.
7. Adanya koordinasi, intergrasi dan konseistensi yang menstabilkan
kegiatan-kegiatan perusahaan.
8. Berpengaruh kuat terhadap organisasi dalam tiga aspek: pengarahan
perilaku dan kinerja organisasi, penyebarannya pada para anggota, dan
kekuatannya, yaitu menekan para anggota untuk melaksanakan nilainilai budaya.
9. Budaya berpengaruh terhadap perilaku individual maupun kelompok.
2.1.3.2. Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Tika (2006:11), fungsi budaya organisasi adalah sebagai berikut:
1. Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi ataupun
kelompok lain. Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang
dimiliki oleh suatu organisasi yang tidak dimiliki oleh organisasi lain.
2. Sebagai perekat bagi pegawai dalam suatu organisasi.
Hal ini
merupakan bagian dari komitmen kolektif dari pegawai.Rasa bangga
sebagai sebagai karyawan dalam suatu organisasi.Para pegawai
27
mempunyai rasa memiliki, partisipasi dan rasa tanggung jawab atas
kemajuan perusahaan.
3.Mempromosikan stabilitas sistem sosial.Terlihat dari lingkungan kerja
yang positif, yang mendukung dimana konflik serta perubahan diatu
secara efektif.
4. Sebagai mekanisme kontrol dalam memandu dan membentuk
sikapserta perilaku pegawai. Mekanisme kontrol yang lebar, struktur
yang datar, diperkenalkannya tim-tim dan karyawan diberi kuasa oleh
organisasi, makna bernama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat
memastikan bahwa semua orang diarahkan kearah yang sama.
5. Sebagai integrator.Budaya organisasi berfungsi mempersatukan
kegiatan para anggota organisasi yang terdiri dari sekumpulan individu
yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda.
6.
Membentuk
perilaku
pegawai.Dimaksudkan
agar
pegawai
dapatmemahami bagaimana mencapai tujuan organisasi.
7. Sebagai sarana bagaimana menyelesaikan masalah-masalah pokok
organisasi. Masalah utama yang sering dihadapi oleh organisasi adalah
masalah
adaptasi
lingkungan
eksternal
inetgrasi
internal.Budaya
organisasi diharapkan dapat berfungsi mengatasi masalah-masalah
tersebut.
28
8. Sebagai alat komunikasi. Budaya organisasi apat berfungsi sebagai alat
komunikasi antara atasan atau bawahan begitu juga sebaliknya.
Budaya sebagai alat komunikasi tercermin dari aspek-aspek komunikasi
yang mencakup kata-kata dan perilaku.
2.1.3.3. Dimensi Budaya Organisasi
1. Budaya organisasi yang berwujud (tangible)
Budaya perusahaan yang berwujud terdiri atas cara-cara berperilaku,
berbicara, berdandan, serta simbol-simbol seperti logo perusahaan, lambang
merek, ritual, pahlawan, kegiatan seremonial, bahasa serta cerita-cerita
perkembangan organisasi.
Artefak adalah dimensi isi budaya organisasi yang dapat ditangkap
pancaindra.Ketika masuk ke dalam suatu organisasi, orang dapat melihat dan
merasakan dengan jelas artefak budaya organisasi. Termasuk dalam artefak
budaya suatu organisasi adalah :
a. Objek material : logo, produk, brosur, laporan tahunan dan benda seni
dari organisasi.
b. Rancangan fisik : arsitektur gedung, tata ruang kantor, dan tempat
parkir
c. Bahasa : kata-kata, kalimat, jenis bahasa (bahasa halus atau bahasa
pasar dan bahasa gerak tubuh.
29
d. Simbol-simbol : kata-kata, objek dan kondisi yang mempunyai arti
bagi organisasi. Misalnya logo, lambang dan bendera organisasi, tanda
pangkat, pakaian kebesaran, seragam dan sebagainya.
e. Peraturan, sistem-sistem, prosedur dan program-program, misalnya
faktor sumber daya manusia berhubungan dengan kompetensi, evaluasi
kinerja dan promosi, peraturan yang mengukur struktur, program
jaminan mutu dan sebagainya.
2. Budaya perusahaan Tidak Berwujud (Intangible)
Merupakan elemen budaya yang terdiri dari nilai-nilai dasar, norma,
asumsi, dan filsafat organisasi.
Menurut Wirawan (2007: 45) Nilai-nilai adalah merupakan pedoman atau
kepercayaan yang dipergunakan oleh orang atau organisasi untuk bersikap jika
berhadapan dengan situasi yang harus membuat pilihan. Nilai-nilai berhubungan
erat dengan moral dan kode etik yang menentukan apa yang harus dilakukan.
Individu dan organisasi yang mempunyai nilai kejujuran, integritas, dan
keterbukaan menganggap mereka harus bertindak jujur dan berintegritas tinggi.
Norma adalah peraturan, tatanan, ketentuan, standar, gaya, dan pola
perilaku yang menentukan perilaku yang dianggap pantas dan dianggap tidak
pantas dalam merespon sesuatu. Asumsi adalah dugaan yang dianggap benar dan
diterima sebagai dasar berpikir dan bertindak.Asumsi mempengaruhi persepsi,
perasaan, dan emosi anggota organisasi mengenai sesuatu.
30
2.1.3.4. Pembentukan dan Pemeliharaan Budaya Organisasi
Menurut Wahjono (2010:36) bahwa budaya organisasi diciptakan dan
ditegakkan oleh pendiri organisasi, namun ada kalanya budaya organisasi itu
lemah pada tahap awal maka kewajiban penerus untuk memperkuat dan merubah
budaya organisasi yang kuat dan cocok.
Budaya organisasi yang baik adalah kebiasaan yang memungkinkan setiap
anggota mampu menjadi manusia produktif, kreatif, bekerja dengan antusias dan
mampu merubah produk usang menjadi produk yang mempunyai nilai tambah
tinggi dengan inovasi yang unik atau mampu memahami setiap keinginan
pelanggan, memperlakukan pelanggan dengan baik, kebiasaan untuk selalu
memperhatikan keluhan konsumen dan menindak lanjutinya dengan perubahan
yang lebih baik. Secara umum pembentukan budaya organisasi melibatkan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Seorang pendiri mempunyai ide untuk mendirikan organisasi baru.
2. Pendiri menciptakan kelompok inti yang memiliki kesamaan visi.
3. Kelompok inti bergerak merealisasikan ide dan melengkapi segala
sesuatu hingga organisasi bisa berjalan dengan baik.
4. Pendiri kelompok inti secara bersama membangun kebiasaan yang
bertujuan untuk membangun dan membesarkan organisasi dengan
kebiasaan yang positif dan produktif.
31
2.1.4. Komitmen
2.1.4.1. Pengertian Komitmen
Menurut Luthans (2006:249) komitmen didefenisikan sebagai keinginan
kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, keinginan untukberusaha
keras sesuai keinginan organisasi dan sikap yang merefleksikan loyalitaskaryawan
pada organisasi. Mathis dan Jackson (2002:70) memberikan defenisikomitmen
sebagai
derajat
yang
mana
karyawan
percaya
dan
menerima
tujuantujuanorganisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan
organisasi,karena keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi
akanmemberikan pengaruh positif bagi kemajuan perusahaan, dan akan
menghasilkankinerja yang maksimal bagi karyawan.
Menurut Robins dan Coulter (2010 : 40) komitmen organisasi adalah
“derajat di mana seorang pegawai mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi
tertentu
beserta
tujuannya
dan
berkeinginan
untuk
mempertahankan
keanggotaannya di dalam organisasi tersebut”. Menurut Robbins dan Judge (2010
: 35) komitmen organisasi sebagai “sebagai suatu sikap yang merefleksikan
perasaan suka atau tidak suka dari pegawai terhadap organisasi”.
2.1.4.2. Dimensi Komitmen
Allen dan Mayer (dalam Herlina,2013:157) mengemukakan tiga dimensi
komitmen organisasi adalah sebagai berikut:Ketiga dimensi tersebut adalah
komitmen sebagai keterkaitan afektif pada organisasi (affective commitment),
komitmen sebagai biaya yang harus ditanggung jika meninggalkan atau keluar
32
organisasi (continuance commitment), dan komitmen sebagai kewajiban untuk
tetap dalam organisasi (normative commitment).
a. Komitmen Afektif. Mengacu pada keterikatan emosional, identifikasiserta
keterlibatan seorang pegawai pada suatu organisasi. Komitmen afektif pegawai
akan menjadi lebih kuat bila pengalamannya dalam suatu organisasi konsisten
dengan harapan – harapan dan memuaskan kebutuhan dasarnya dan sebaliknya.
Anggota organisasi dengan komitmen afektif yang tinggi akan terus menjadi
anggota dalam organisasi karena memang memiliki keinginan untuk itu (want to).
Komitmen afektif menunjukkan kuatnya keinginan pegawai untuk terus
bekerja bagi suatu organisasi karena ia memang setuju dengan organisasi itu dan
memang berkeinginan melakukannya. Pegawai yang mempunyai komitmen
afektif yang kuat tetap bekerja dengan instansi karena mereka menginginkan
untuk bekerja di instansi itu.Komitmen afektif adalah tingkat keterkaitan secara
langsung dengan organisasi berdasarkan seberapa baik perasaan mengenai
organisasi.
Komitmen
ini
muncul
dan
berkembang
oleh
dorongan
adanya
kenyamanan, keamanan, dan manfaat lain yang dirasakan dalam suatu organisasi
yang tidak diperolehnya dari tempat atau organisasi yang lain. Penyebab dari
komitmen afektif lebih banyak terkait dengan pengalaman dalam memuaskan
kebutuhan individu secara psikologis sehingga mereka merasa nyaman dan
kompeten dalam menjalankan peran mereka dalam pekerjaan.
33
Pegawai yang mempunyai komitmen afektif yang kuat tetap bekerja
dengan perusahaan karena mereka menginginkan untuk bekerja di perusahaan itu.
b. Komitmen
Berkelanjutan.
Komitmen
berdasarkan
kerugian
yang
berhubungan dengan keluarnya pegawai dari organisasi. Komitmen ini muncul
apabila pegawai tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji
dan keuntungan–keuntungan lain, atau karena pegawai tersebut tidak menemukan
pekerjaan lain. Hal ini mungkin karena kehilangan senioritas atas promosi atau
benefit.Konsep side – bets orientation yang menekankan pada sumbangan
pegawai yang sewaktu – waktu dapat hilang jika orang itu meninggalkan
organisasi. Anggota organisasi dengan komitmen berkelanjutan yang tinggi akan
terus menjadi anggota dalam organisasi karena pegawai merasa membutuhkan
organisasi (need to).
Komitmen
ini
berhubungan
dengan
dedikasi
anggota
dalam
melangsungkan kehidupan organisasi dan menghasilkan orang yang mau
berkorban dan berinvestasi pada organisasi.Tindakan meninggalkan organisasi
menjadi sesuatu yang beresiko tinggi karena orang merasa takut akan kehilangan
sumbangan yang mereka tanamkan pada organisasi itu dan menyadari bahwa
mereka tak mungkin mencari gantinya. Dapat didefinisikan sebagai keterkaitan
anggota psikologis pada organisasi karena biaya yang di tanggung sebagai
konsekuensi keluar dari organisasi. Anggota akan cenderung memiliki daya tahan
atau komitmen yang tinggi dalam keanggotaan jika pengorban akibat keluar dari
organisasi semakin tinggi.
34
c. Komitmen Normatif. Merupakan perasaan pegawai tentang kewajiban
yang harus diberikan kepada organisasi. Komponen normatif berkembang sebagai
hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban
yang dimiliki pegawai. Keinginan pegawai untuk tinggal dalam organisasi
berdasarkan pada tugas, loyalitas, dan kewajiban moral. Tipe ini mungkin berasal
dari kebudayaan individu atau etik kerja, karena mereka merasa bertanggung
jawab untuk tetap tinggal dalam organisasi. Perasaan loyalitas dan tugas
mendasari komitmen normatif yang mempengaruhi individu untuk tetap tinggal
dalam organisasi karena itu memang kewajiban mereka. Komitmen ini juga
menimbulkan perasaan kewajiban kepada pegawai untuk memberikan balasan
atas apa yang pernah diterimanya dari organisasi. Komitmen normatif berkaitan
dengan perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus
begitu, tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. Selain itu,
dapat timbul dari nilai – nilai dalam diri pegawai. Pegawai bertahan menjadi
anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi
merupakan hal yang seharusnya dilakukan.
Anggota organisasi dengan komitmen normatif yang tinggi akan terus menjadi
anggota dalam organisasi karena pegawai merasa harus tetap bertahan dalam
organisasi. Komitmen normatif juga dapat didefinisikan sebagai keterkaitan
anggota secara psikologis dengan organisasi karena kewajiban moral untuk
memelihara hubungan organisasi. Dalam kaitan ini sesuatu yang mendorong
anggota untuk tetap berada dan memberikan sumbangan pada keberadaan suatu
35
organisasi, baik materi maupun non materi, adalah adanya kewajiban moral, yang
mana seseorang merasa tidak nyaman dan bersalah jika tidak melakukan sesuatu.
2.1.4.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen
Komitmen pegawai pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui
proses yang cukup panjang dan bertahap. Menurut Sopiah (2008:163) komitmen
pegawai pada organisasi juga ditentukan oleh sejumlah faktor. Ada tiga faktor
yang mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu:
1. Ciri pribadi pekerja, termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan
variasi kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap pegawai.
2. Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi
dengan rekan kerja.
3. Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan
cara pekerja–pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaanya
mengenai organisasi.
Menurut Sopiah (2008:166) Komitmen pegawai, baik tinggi maupun
rendah akan berdampak pada :
1. pegawai itu sendiri, contohnya terhadap perkembangan karier pegawai
di organisasi / perusahaan.
2. Organisasi, pegawai yang berkomitmen tinggi pada organisasi akan
menimbulkan kinerja organisasi yang tinggi, tingkat absensi berkurang,
dan loyalitas pegawai.
36
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian terdahulu yang mendukung penelitian tentang pengaruh
lingkungan kerja, budaya organisasi,dan komitmen terhadap perilaku etis pegawai
Dinas Pasar Kabupaten Deli Serdang terangkum sebagai berikut:
Table 2.1
Hasil Penelitian Terdahulu
Nama
Peneliti
Mumford
(2007)
Purnamasa
ri (2008)
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Alat Analisis
Hasil
Pengaruh lingkungan
pada Pengambilan
Keputusan Etis: Iklim
dan factor yang
mempengaruhi
lingkungan
penelitian Integritas
(Environmental
Influences on Ethical
Decision Making:
Climate and
Environmental
Predictors of
Research Integrity
Pengaruh
lingkungan,
keputusan etis,
iklim, factor yang
mempengaruhi
lingkungan
Analisis regresi
linier
berganda
Pengaruh lingkungan
pada pengambilan
keputusan etis dan
iklim serta factor yang
mempengaruhi
lingkungan
kenyataanya
menghasilan
berpengaruh
signifikan terhadap
pengambilan
keputusan etis
Pengaruh Aspek
Individu,Organisasi
Dan Lingkungan
Terhadap Perilaku
Etis Akademik
Mahasiswa
Aspek individu,
organisasi,
lingkungan
,perilaku etis
Analisis regresi
linier
berganda
Pemgaruh aspek
individu, organisasi
dan lingkungan
berpengaruh
signifikan positif
terhadap perilaku etis.
37
Putra
(2010)
Setiawan
(2013)
Mariati
(2013)
Oemar
(2013)
Sumber:
Pengaruh Orientasi
Etika,Locus Of
Control dan Budaya
Organisasi Terhadap
Perilaku Etis Akuntan
(Studi Empiris pada
BUMN di kota
Padang)
Orientasi etika,
locus of control,
budaya organisasi,
perilaku etis
Analisis regresi
linier
berganda
Pengaruh orentai etika
locus of control dan
budaya
organisasi
berpengaruh
signifikan
positif
terhadap perilaku etis
pada Badan Usaha
Milik Negara yang ada
di kota Padang.
Pengaruh Budaya
Etis, Orentasi Etis
Terhadap Perilaku
Etis (Study Pada
Alumni STIE Musi
Palembang)
Budaya etis,
orentasi etis,
perilaku etis
Analisis regresi
linier
berganda
Pengaruh budaya etis,
berpengaruh
signifikan
terhadap
perilaku etis.
Pengaruh Locus Of
Control Dan
Komitmen Profesi
Terhadap Perilaku
Etis Auditor Pada
Situasi Konflik Audit
Locus of control,
komitmen profesi,
perilaku etis
Teknik non
probability
sampling
Pengaruh Locus of
control dan komitmen
mempunyai pengaruh
yang signifikan
terhadap perilaku etis
auditor pada situasi
konflik audit.
Pengaruh
Budaya
Organisasi,
Kemampuan Kerja
dan
Komitmen
Organisasi terhadap
Organizational
Citizenhsip Behavior
(OCB) Pegawai pada
BAPPEDA
Kota
Pekanbaru
Budaya organisasi,
kemampuan kerja,
komitmen
organisasi, OCB
Analisis regresi
linier
berganda
Pengaruh budaya
organisasi,
kemampuan kerja dan
komitmen organisasi
berpengaruh
signifikansi terhadap
organizational
citizenship behavior
Mumford(2007), Purnamasari(2008),
Mariati(2013), Oemar(2013)
Putra(2010),
Setiawan(2013),
38
2.3 Kerangka Konseptual
Organisasi atau perusahaan selalu mempunyai berbagai macam tujuan yang
hendak dicapai.Tanpa adanya kerjasama sulit bagi organisasi untuk mencapai
sukses.Karena jika sumber daya manusia yang ada dalam organisasi buruk, maka
tujuan organisasi tidak dapat tercapai sebagaimana yang telah direncanakan.Peran
sumber daya manusia dalam organisasi adalah menentukan keberhasilan
organisasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Mumford (2007),“ Pengaruh lingkungan pada
Pengambilan Keputusan Etis: Iklim dan factor yang mempengaruhiLingkungan
Penelitian Integritas (Environmental Influences on Ethical Decision Making:
Climate
and
Environmental
Predictors
of
Research
Integrity)Pengaruh
lingkungan pada kenyataannya menghasilkan lebih korelasi yang signifikan dan
beberapa korelasi substansial lebih besar dengan empat etis tindakan pengambilan
keputusan dari dimensi iklim.
Ketika hubungan antara lingkungan faktor pengalaman yang diperhitungkan,
mengatasi miskin ditemukan sangat berhubungan negatif dengan keputusan etis
yang melibatkan manajemen data, sedangkan kurangnya imbalan yang ditemukan
sangat negatif terkait dengan keputusan etis yang melibatkan praktek
profesional.Jadi tekanan kompetitif tidak mungkin kritis pengaruh pada keputusan
etis, tetapi sebaliknya, mengatasi miskin dan kurangnya penghargaan, rupanya
pengalaman lingkungan yang mengganggu kinerja individu cenderung dikaitkan
dalam keputusan etis berkaitan dengan manajemen data.
39
Penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari (2008), “ Pengaruh Aspek
Individu,Organisasi Dan Lingkungan Terhadap Perilaku Etis Akademik
Mahasiswa” Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa multidimensional etika,
sifat Machiavellian, lingkungan dan sanksi merupakan factor yang mempengaruhi
kecurangan akademi.
Multidimensi etika berpengaruh signifikan terhadap kecurangan akademik
hanya pada kelompok perempuan, sedangkan lingkungan berpengaruh positif
signifikan
terhadap
kecurangan
akademi
hanya
pada
kelompok
laki-
laki.Sedangkan untuk sifat manhiavellian dan sanksi dengan kecurangan akademi,
variable gender bukan merupakan variable moderating. Artinya tidak ada
perbedaan pengaruh sifat Machiavellian dan sanksi terhadap kecurangan akademi
antara laki-laki dan perempuan.
Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2010), “Pengaruh Orientasi
Etika,Locus Of Control dan Budaya Organisasi Terhadap Perilaku Etis Akuntan
(Studi Empiris pada BUMN di kota Padang)” penelitian ini menunjukkan bahwa
idealisme,locus of control dan budaya organisasi berpengaruh signifikan positif
terhadap perilaku etis akuntan, sedangkan relativisme tidak berpengaruh pada
perilaku etis akuntan pada Badan Usaha Milik Negara yang ada di kota Padang.
Penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2013), “ Pengaruh Budaya Etis,
Orentasi Etis Terhadap Perilaku Etis (Study Pada Alumni STIE Musi
Palembang)”, Data penelitian di analisis menggunakan uji regresi berganda. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa budaya etis dan orientasi etika idealisme
40
merpengaruhi terhadap perilaku etis alumni STIE Musi, namun orientasi etika
relativisme tidak berpengaruh.
Penelitian yang dilakukan oleh Mariati (2013), “ Pengaruh Locus Of Control
Dan Komitmen Profesi Terhadap Perilaku Etis Auditor Pada Situasi Konflik
Audit ”Sampel yang diambil menggunakan teknik non probability sampling, yaitu
Locus of control dan komitmen profesi diuji secara parsial dan simultan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perilaku etis auditor pada situasi
konflik audit.
Hasil penelitian secara parsial terhadap locus of control dan komitmen profesi
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perilaku etis.Sedangkan secara
simultan locus of control dan komitmen profesi secara bersama-sama berpengaruh
terhadap perilaku etis auditor.
Penelitian yang dilakukan oleh Oemar (2013), “ Pengaruh Budaya
Organisasi,
Kemampuan
Kerja
dan
Komitmen
Organisasi
terhadap
Organizational Citizenhsip Behavior (OCB) Pegawai pada BAPPEDA Kota
Pekanbaru ”. Pengujian hipotesis menggunakan tes statistikal yaitu analisis regresi
berganda. Dari hasil pengujian kausalitas didapatkan dengan cara mengamati hasil
dari signifikansi budaya organisasi, kemampuan bekerja dan komitmen organisasi
terhadap variabel OCB dengan tingkat kepercayaan 99%.
Kesimpulan penelitian ini adalah variabel budaya organisasi, kemampuan
bekerja dan komitmen organisasi memiliki pengaruh signifikan pada OCB PNS
41
dalam konteks Bappeda Kota Pekanbaru dan variabel budaya organisasi memiliki
pengaruh dominan pada OCB PNS.
Dari uraian pemikiran tersebut diatas dapat dijeleskan melalui variabel
pengaruh lingkungan kerja, budaya organisasi, & komitmen terhadap perilaku etis
pegawai dapat digambarkan seperti pada gambar dibawah ini.
Lingkungan kerja (X1)
)
Perilaku Etis
Budaya Organisaasi (X2)
(Y)
)
Komitmen (X3)
)
Sumber:
2.4
Mumford(2007), Purnamasari(2008), Putra(2010),
Mariati(2013), Oemar(2013)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Setiawan(2013),
Hipotesis
Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena,
atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Hipotesis merupakan
pernyataan penelitian tentang hubungan antara variabel-variabel dalam peneliti,
serta merupakan pernyataan yang paling spesifik (kuncoro,2009-59).
Hipotesis
adalah
jawaban
sementara
terhadap
rumusan
masalah
penelitian.Berdasarkan tinjauan diatas maka hipotesis yang akan diuji dalam
penelitian adalah :Lingkungan Kerja, Budaya Organisasi dan Komitmen
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Perilaku Etis pada pegawai Dinas
Pasar Kabupaten Deli Serdang.
42
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan teori
2.1.1 Perilaku Etis
2.1.1.1. Pengertian Etika dan Perilaku Etis
Menurut Griffin dan Ebert (2006:58) pengertian etika merupakan
keyakinan mengenai tindakan yang benar dan yang salah, atau tindakan yang baik
dan yang buruk, yang mempengaruhi hal lainnya.Nilai-nilai dan moral pribadi
perorangan dan konteks sosial menentukan apakah suatu perilaku tertentu
dianggap sebagai perilaku etis atau tidak etis.
Menurut Griffin dan Ebert (2006:58) perilaku etis merupakan perilaku
yang sesuai degan norma social yang diterima secara umum. Perilaku etis
merupakan perilaku yang sesuai dengan norma-norma social yang diterima secara
umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan yang
membahayakan. Perilaku etis dari pegawai menunjukkan bagaimana pegawai
dapat berperilaku sesuai dengan norma dan peraturan yang berlaku didalam
perusahaan.
Pola perilaku etis dalam diri masing-masing individu berkembang
sepanjang waktu. Oleh karena itu, setiap orang akan menunjukkan perubahan
yang terus menerus terhadap perilaku etis. Perilaku akan dipengaruhi oleh
pengalaman pribadi, organisasi, lingkungan organisasi, dan masyarakat umum.
11
Perilaku etis seseorang juga sering kali mengacu pada apa yang diyakini.
Teori sikap dan perilaku dapat mempengaruhi individu untuk bertindak jujur,
tegas, adil tanpa dipengaruhi tekanan maupun permintaan diri.
Perilaku etis terbukti dapat memberikan manfaat yang besar terhadap
organisasi diantaranya perilaku etis dapat meningkatkan produktivitas rekan kerja,
perilaku etis juga mampu meningkatkan produktivitas manajer.Perilaku etis dapat
menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara
keseluruhan.Perilaku etis dapat mempertahankan pegawai dengan kualitas
performance yang baik, perilaku etis dapat mempertahankan stabilitas kinerja
organisasi, perilaku etis dapat membantu kemampuan organisasi untuk bertahan
dan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.
Sebagian besar perusahaan memiliki kode etik untuk mendorong para
pegawai berperilaku etis.Namun kode etik saja belum cukup sehingga pihak
pemikiran dan manajer perusahaan harus menetapkan standar etika yang tinggi
agar tercipta lingkungan pengendalian yang efektif dan efisien.
2.1.1.2.Prinsip – Prinsip Etis
Menurut Merssier, dkk (2005:386-387) terdapat beberapa prinsip-prinsip
etis antara lain:
1. Tanggung Jawab
Dalam mengemban tanggung jawabnya sebagai professional, pegawai
harus melaksanakan pertimbangan professional dan moral yang
senstitif dalam semua aktifitas mereka.
12
2. Kepentingan Publik
Pegawai harus menerima kewajiban untuk bertindak sedemikian rupa
agar dapat melayani kepentingan public serta menunjukkan komitmen
dan profesionalnya.
3. Integritas
Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan public, pegawai
harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan
tingkat integritas tinggi.
4. Objektifitas dan Independensi
Pegawai harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari konflik
kepentinggan dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya.
5. Keseksamaan
Pegawai harus dapat mempertahankan standart teknis dan etis profesi,
terus berusaha keras meningkatkan kompetensi dan mutu jasa yang
diberikan, serta melaksanakan tanggung jawab professional serta
sesuai dengan kemampuan terbaiknya.
6. Ruang Lingkup dan Sifat Jasa
Pegawai harus mempertimbangkan prinsip-prinsip kode perilaku
professional dalam menentukan ruang lingkup dan sifat jasa yang akan
disediakan.
13
2.1.1.3. Dimensi Perilaku Etis
Menurut Robbins& Judge (2008-152) dimensi perilaku etis pegawai dapat
dilihat dari hal-hal berikut ini:
1. Menghargai hubungan. Dengan menghargai hubungan antara sesame
rekan kerja, pegawai cendrung mempertimbangkan implikasi etis dari
tindakan-tindakan mereka terhadap individu lain. Seperti menghargai
pendapat orang lain, menghormati sesame rekan kerja, tidak mencela
ataupun menghina hasil kerja orang lain.
2. Kedisplinan. Keinginan yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti
atau mematuhi segala peraturan yang telah ditentukan. Kedisiplinan
pegawai dapat dilihat dari sikap taat pegawai pada peraturan yang
berlaku didalam perusahaan, tingkah laku pegawai didalam perusahaan
yang mencerminkan pegawai yang displin seperti bekerja dengan jujur,
tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan perusahaan,
menggunakan dan memelihara barang-barang milik perusahaan sebaikbaiknya, melakukan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan rasa tanggung jawab.
3. Kesetiaan terhadap organisasi. Kesetian pegawai terhadap organisasi
dapat menunjukkan seberapa besar loyalitas pegawai terhadap
organisasi dengan menjaga dan membela organisasi, mengutamakan
kepentingan organisasi, serta mampu menyimpan rahasia organisasi
dengan baik.
14
4. Kehadiran. Kehadiran merupakan keikutsertaan pegawai secara fisik
dan mental terhadap aktifitas kerja pada jam-jam efektif kerja.
Kehadiran dapat dilihat dari hadirnya pegawai setiap hari kerja,
ketepatan jam masuk dan pulangnya pegawai, dan tidak meninggalkan
kantor pada jam kerja
2.1.1.4. Ciri – Ciri Pegawai Yang Berperilaku Etis
1.Pegawai akan bekerja untuk membangun reputasi dan kredibilitas
dirinya, agar dirinya dihargai perusahaan. Pegawai sadar bahwa prestasi
dan karir kerja pegawai hanya akan berjalan baik, bila pegawai mampu
berdedikasi total kepada pekerjaan pegawai mereka.
2. Pegawai sangat loyal kepada pimpinan dan perusahaan.Pegawai juga
tidak pernah hitung-hitungan jam kerja. Apa pun kejadiannya, pegawai
akan mengutamakan tanggung jawab pekerjaannya secara maksimal.
3.Pegawai bergabung ke perusahaan dengan membawa misi dan visi
pribadi pegawai. yang pasti, mereka akan menggunakan perusahaan
sebagai kendaraan untuk memperbaiki kualitas hidup pegawai, baik itu
dari sisi finansial, maupun dari sisi status sosial pegawai.
4. Pegawai selalu fokus dan memiliki komitmen tinggi untuk
menjalankan semua rencana kerja perusahaan secara total dan
berkualitas. Pegawaiakan mendedikasikan dirinya untuk bekerja keras
mengejar target-target yang diberikan perusahaan.
15
5. Demi untuk keberhasilan perusahaan, pegawai selalu bekerja dengan
caramelakukan kolaborasi, koordinasi, komunikasi dengan atasan dan
bawahan pegawai
6. Pegawai selalu belajar hal-hal baru untuk bisa menghasilkan kinerja
melalui cara kerja yang unggul.
2.1.1.5.Karakteristik Kepribadian Yang Mempengaruhi Perilaku Etis
Menurut Griffin (2003) terdapat lima besar karakteristik kepribadian yang
mempengaruhi perilaku etis yaitu :
1. Keakuran (agreeableness) merupakan kemampuan seseorang
untuk memiliki hubungan baik dengan orang lain. Keakuran
menyebabkan sejumlah orang menjadi lembut, koperatif, mau
memaafkan, mau memahami, dan bersikap baik dalam berurusan
dengan orang lain. Individu yang sangat akur cendrung lebih
mampu membangun hubungan kerja yang baik dengan rekan kerja,
bawahan, manajer-manajer level lebih tinggi, sementara individu
yang kurang cendrung memiliki hubungan kerja yang buruk.
2. Kesungguhan (conscientiousness) merupakan jumlah tujuan yang
menjadi focus seseorang. Individu yang focus pada tujuan-tujuan
yang relative lebih sedikit pasa suatu waktu tertentu lebih
terorganisir, sistematis, hati-hati, komprehensif, bertanggung jawab
dan mempunyai disiplin diri dari saat bekerja meraih tujuan-tujuan
ini.
16
Individu yang lebih bersungguh-sungguh cendrung berkinerja lebih
baik dari pada individu yang kurang bersungguh-sungguh didalam
ragam pekerjaan.
3. Emosionalitas
negative
(negative
emotionality)
merupakan
individu dengan emosionalitas negative yang rentang, santai, dan
percaya diri. Sebaliknya individu yang memiliki emosionalitas
negative yang tinggi akan lebih tidak tenang, gelisah, reaktif, dan
moodnya bias sangat bergejolak. Individu yang memiliki
emosionalitas negative rendah menangani stress, tekanan, dan
ketegangan secara lebih baik.
4. Ekstroversi (extraversion) level kenyamanan seseorang terhadap
hubungan. Individu yang ekstrovert lebih mudah bergaul, suka
bicara, dan terbuka terhadap hubungan baru, sedangkan individu
introvert sulit bergaul, jarang berbicara, serta kurang terbuka
terhadap hubungan baru. Individu yang ekstrovert secara umum
memiliki kinerja lebih tinggi disbanding introvert.
5. Keterbukaan (openness) merupakan kekakuan keyakina dan
lingkup minat seseorang. Individu yang memiliki tingkat
keterbukaan tinggi mau menerima ide baru dan mau mengubah ide,
keyakinan dan sikap mereka sendiri setelah menerima informasi
baru.
17
2.1.2 Lingkungan Kerja
2.1.2.1. Pengertian Lingkungan Kerja
Menurut Nitisemito (2001:183) ”Lingkungan kerja adalah segala sesuatu
yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang diembankan.”Lingkungan kerja yang kondusif
memberikan rasa aman dan memungkinkan para pegawai untuk dapat berkerja
optimal.Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosi pegawai. Jika pegawai
menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka pegawai tersebut akan
betah di tempat kerjanya untuk melakukan aktivitas sehingga waktu kerja
dipergunakan secara efektif sehingga prestasi kerja pegawai juga tinggi.
Lingkungan kerja tersebut mencakup hubungan kerja yang terbentuk antara
sesama pegawai dan hubungan kerja antar bawahan dan atasan serta lingkungan
fisik tempat pegawai bekerja.
Menurut Cikmat dalam Nawawi (2003:292) menyatakan bahwa lingkungan
kerja adalah serangkaian sifat kondisi kerja yang dapat diukur berdasarkan
persepsi bersama dari para anggota organisasi yang hidup dan bekerjasama dalam
suatu organisasi. Lingkungan kerja mempengaruhi pegawai dalam melakukan
aktivitas meskipun lingkungan kerja tidak berdampak langsung pada proses bisnis
perusahaan.
Hal ini diperkuat oleh Sedarmayanti (2001:183), yang menyatakan bahwa
lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi,
18
lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta
pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar pegawai pada saat
bekerja, baik yang berbentuk fisik ataupun non fisik, langsung atau tidak
langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaanya saat bekerja.
2.1.2.2. Manfaat Lingkungan Kerja
Menurut Ishak dan Tanjung (2003:20), manfaat lingkungan kerja adalah
menciptakan
gairah
kerja,
sehingga
produktivitas
dan
prestasi
kerja
meningkat.Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orangorang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat.Yang
artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standard yang benar dan dalam skala waktu
yang ditentukan. Prestasi kerjanya akan dipantau oleh individu yang
bersangkutan, dan tidak akan menimbulkan terlalu banyak pengawasan serta
semangat juangnya akan tinggi.
2.1.2.3 Dimensi Lingkungan Kerja
Sedarmayanti (2001:21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis
lingkungan kerja terbagi 2 yakni:
1. Lingkungan Kerja Fisik
lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat
di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi pegawai baik secara
19
langsung maupun secara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat
dibagi dalam dua kategori, yakni:
a.Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan seperti:
pusat kerja, kursi, meja dan lain-lain.
b. Lingkungan perantara atau lingkungan urnum dapat juga disebut
lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia. misalnya:
temperatur,kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan,
getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain.
2. Lingkungan Kerja Non Fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang
berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun
hubungan
sesama
rekan
kerja,
ataupun
hubungan
dengan
bawahan.Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan
kerja yang tidak bisa diabaikan. Pernyataan tersebut diatas didukung juga
oleh Nawawi (2003:226) yang mengatakan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi lingkungan kerja adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan kerja fisik meliputi:
a. Keadaan bangunan
Keadaan bangunan, gedung atau tempat bekerja yang menarik
termasuk di dalamnya ruang kerja yang nyaman dan mampu
20
memberikan ruang gerak yang cukup bagi pegawai dalam
menjalankan pekerjaannya serta mengatur ventilasi yang baik
sehingga para pegawai merasa betah bekerja.
b. Tersedianya beberapa fasilitas
Fasilitas yang dimaksud yaitu:
1. Peralatan pekerja yang cukup memadai sesuai dengan jenis
pekerjaan masing-masing pegawai
2. Tempat istirahat, tempat olahraga berikut kelengkapannya,
kantin atau kafetaria, tempat ibadah, tempat pertemuan dan
sebagainya.
3. Sarana transportasi khusus antar jemput karyawan.
c. Letak gedung yang strategis
Lokasi gedung harus strategis sehingga mudah dijangkau dari
segala penjuru dengan kendaraan umum.
2. Lingkungan kerja Non fisik meliputi:
a. Adanya perasaan aman
Perasaan aman dari diri pegawai dalam menjalankanpekerjaannya
seperti: rasa aman dari bahaya yang mungkin timbul pada saat
menjalankan pekerjaannya, merasa aman dari pemutusan hubungan
kerja yang sewenang-wenang dan merasa aman dari segala macam
21
bentuk tuduhan sebagai akibat dari saling curiga diantara para
pegawai.
b. Adanya perasaan puas
Perasaan puas akan terwujud apabila kebutuhan pegawai dapat
terpenuhi baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan sosial.
Berdasarkan penjelasan dari para ahli tersebut, fasilitas kerja yang
merupakan bagian dari lingkungan kerja fisik sangat memberikan
dampak yang cukup signifikan terhadap kinerja pegawai.Maka dari
hal itu, untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal, fasilitas kerja
perlu diperhatikan dengan tujuan memberikan kenyamanan pada
lingkungan kerja.
2.1.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja
Kondisi dan suasana lingkungan kerja yang baik akan dapat tercipta
dengan adanya penyusunan tata letak secara baik dan benar sebagaimana yang
dikatakan oleh Sedarmayanti (2001:21) bahwa faktor yang dapat mempengaruhi
terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan
pegawai, diantaranya adalah:
1. Penerangan atau Cahaya di Tempat Kerja
Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya terhadap keselamatan
dan kelancaran kerja.Diperlukan cahaya yang terang tetapi tidak
menyilaukan.
Cahaya
yang
kurang
atau
terlalu
menyilaukan
22
akanmenghambat pekerjaan sehingga akan menjadi lamban, mengalami
kesalahan dan tidak efisiensi dalam pelaksanaan pekerjaan.
2. Temperatur di Tempat Kerja
Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai
temperatur
berbeda.Tubuh
manusia
selalu
berusaha
untuk
mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang
sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang
terjadi di luar tubuh.
3. Kelembaban di Tempat Kerja
Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara, dan
secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara
bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi
keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari
tubuhnya.
4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja
Dengan sirkulasi udara yang bagus akan membantu memberikan rasa sejuk
pada para pekerja sehingga pekerja dapat bekerja tanpa adanya gangguan
udara.
23
5. Kebisingan di Tempat Kerja
Pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan
agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga
produktivitas kerja meningkat.
6. Getaran Mekanis di Tempat Kerja
Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila
frekwensi alam ini beresonansi dengan frekuensi dari getaran mekanis.
7. Bau-bauan di Tempat Kerja
Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran,
karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi
terus menerus dapat mempengarubi kepekaan penciuman.
8. Tata Warna di Tempat Kerja
Pada
kenyataannya
tata
warna
tidak
dapat
dipisahkan
dengan
penataandekorasi, Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan
rasa senang, sedih, dan lain-lain karena warna dapat merangsang perasaan
manusia.
9. Dekorasi di Tempat Kerja
Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu
dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang saja tetapi berkaitan
24
juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan
lainnya untuk bekerja.
10.Musik di Tempat Kerja
Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana,
waktu dan
tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan
untuk bekerja.
11. Keamanan di Tempat Kerja
Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan
aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaanya.Salah satu upaya
untuk menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga
Satuan Petugas Keamanan.
2.1.3. Budaya Organisasi
2.1.3.1. Pengertian Budaya Organisasi
Budaya organisasi dapat didefenisikan sebagai perangkat sistem nilai-nilai
(values), keyakinan-keyakinan ( beliefs), asumsi-asumsi (assumptions), atau
norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota
suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah
organisasinya (Sutrisno 2010 : 2).
Menurut Mangkunegara (2005 :113) Budaya organisasi adalah seperangkat
asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam
25
organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk
mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.
Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan sosial yang tidak nampak,
yang dapat menggerakkan orang-orang dalam suatu organisasi untuk melakukan
aktivitas kerja.secara tidak sadar tiap-tiap orang di dalam suatu organisasi
mempelajari budaya yang berlaku di dalam organisasinya.
Budaya organisasi yang kuat mendukung tujuan-tujuan perusahaan,
sebaliknya yang lemah atau negatif menghambat atau bertentangan dengan tujuantujuan perusahaan.Dalam suatu perusahaan yang budaya organisasinya kuat, nilainilai bersama dipahami secara mendalam, dianut, dan diperjuangkan oleh
sebagian besar para anggota organisasi (pegawai perusahaan).
Menurut Deal & Kennedy (1982), Minerr (1990), Robbins (1990) (dalam
Sutrisno 2010 : 3) budaya yang kuat dan positif sangat pengaruh terhadap perilaku
dan efektivitas kinerja perusahaan dapat menimbulkan antara lain sebagai berikut:
1. Nilai-nilai
kunci
yang
saling
menjalin,
tersosialisasikan,
menginternalisasi, menjiwai pada para anggota,, dan merupakan
kekuatan yang tidak tampak
2. Perilaku-perilaku pegawai secara tak disadari terkendali dan
terkoordinasi oleh kekuatan yang informal dan tidak tampak.
3. Para anggota merasa komit dan loyal pada organisasi.
26
4. Adanya musyawarah dan kebersamaan atau kesertaan dalam hal-hal
yang berarti sebagai bentuk partisipasi, pengakuan, dan penghormatan
terhadap pegawai.
5. Semua kegiatan berorientasi atau diarahkan kepada misi atau tujuan
organisasi.
6. Para pegawai merasa senang, karena diakui dan dihargai martabat dan
kontribusinya, yang sangat rewarding.
7. Adanya koordinasi, intergrasi dan konseistensi yang menstabilkan
kegiatan-kegiatan perusahaan.
8. Berpengaruh kuat terhadap organisasi dalam tiga aspek: pengarahan
perilaku dan kinerja organisasi, penyebarannya pada para anggota, dan
kekuatannya, yaitu menekan para anggota untuk melaksanakan nilainilai budaya.
9. Budaya berpengaruh terhadap perilaku individual maupun kelompok.
2.1.3.2. Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Tika (2006:11), fungsi budaya organisasi adalah sebagai berikut:
1. Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi ataupun
kelompok lain. Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang
dimiliki oleh suatu organisasi yang tidak dimiliki oleh organisasi lain.
2. Sebagai perekat bagi pegawai dalam suatu organisasi.
Hal ini
merupakan bagian dari komitmen kolektif dari pegawai.Rasa bangga
sebagai sebagai karyawan dalam suatu organisasi.Para pegawai
27
mempunyai rasa memiliki, partisipasi dan rasa tanggung jawab atas
kemajuan perusahaan.
3.Mempromosikan stabilitas sistem sosial.Terlihat dari lingkungan kerja
yang positif, yang mendukung dimana konflik serta perubahan diatu
secara efektif.
4. Sebagai mekanisme kontrol dalam memandu dan membentuk
sikapserta perilaku pegawai. Mekanisme kontrol yang lebar, struktur
yang datar, diperkenalkannya tim-tim dan karyawan diberi kuasa oleh
organisasi, makna bernama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat
memastikan bahwa semua orang diarahkan kearah yang sama.
5. Sebagai integrator.Budaya organisasi berfungsi mempersatukan
kegiatan para anggota organisasi yang terdiri dari sekumpulan individu
yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda.
6.
Membentuk
perilaku
pegawai.Dimaksudkan
agar
pegawai
dapatmemahami bagaimana mencapai tujuan organisasi.
7. Sebagai sarana bagaimana menyelesaikan masalah-masalah pokok
organisasi. Masalah utama yang sering dihadapi oleh organisasi adalah
masalah
adaptasi
lingkungan
eksternal
inetgrasi
internal.Budaya
organisasi diharapkan dapat berfungsi mengatasi masalah-masalah
tersebut.
28
8. Sebagai alat komunikasi. Budaya organisasi apat berfungsi sebagai alat
komunikasi antara atasan atau bawahan begitu juga sebaliknya.
Budaya sebagai alat komunikasi tercermin dari aspek-aspek komunikasi
yang mencakup kata-kata dan perilaku.
2.1.3.3. Dimensi Budaya Organisasi
1. Budaya organisasi yang berwujud (tangible)
Budaya perusahaan yang berwujud terdiri atas cara-cara berperilaku,
berbicara, berdandan, serta simbol-simbol seperti logo perusahaan, lambang
merek, ritual, pahlawan, kegiatan seremonial, bahasa serta cerita-cerita
perkembangan organisasi.
Artefak adalah dimensi isi budaya organisasi yang dapat ditangkap
pancaindra.Ketika masuk ke dalam suatu organisasi, orang dapat melihat dan
merasakan dengan jelas artefak budaya organisasi. Termasuk dalam artefak
budaya suatu organisasi adalah :
a. Objek material : logo, produk, brosur, laporan tahunan dan benda seni
dari organisasi.
b. Rancangan fisik : arsitektur gedung, tata ruang kantor, dan tempat
parkir
c. Bahasa : kata-kata, kalimat, jenis bahasa (bahasa halus atau bahasa
pasar dan bahasa gerak tubuh.
29
d. Simbol-simbol : kata-kata, objek dan kondisi yang mempunyai arti
bagi organisasi. Misalnya logo, lambang dan bendera organisasi, tanda
pangkat, pakaian kebesaran, seragam dan sebagainya.
e. Peraturan, sistem-sistem, prosedur dan program-program, misalnya
faktor sumber daya manusia berhubungan dengan kompetensi, evaluasi
kinerja dan promosi, peraturan yang mengukur struktur, program
jaminan mutu dan sebagainya.
2. Budaya perusahaan Tidak Berwujud (Intangible)
Merupakan elemen budaya yang terdiri dari nilai-nilai dasar, norma,
asumsi, dan filsafat organisasi.
Menurut Wirawan (2007: 45) Nilai-nilai adalah merupakan pedoman atau
kepercayaan yang dipergunakan oleh orang atau organisasi untuk bersikap jika
berhadapan dengan situasi yang harus membuat pilihan. Nilai-nilai berhubungan
erat dengan moral dan kode etik yang menentukan apa yang harus dilakukan.
Individu dan organisasi yang mempunyai nilai kejujuran, integritas, dan
keterbukaan menganggap mereka harus bertindak jujur dan berintegritas tinggi.
Norma adalah peraturan, tatanan, ketentuan, standar, gaya, dan pola
perilaku yang menentukan perilaku yang dianggap pantas dan dianggap tidak
pantas dalam merespon sesuatu. Asumsi adalah dugaan yang dianggap benar dan
diterima sebagai dasar berpikir dan bertindak.Asumsi mempengaruhi persepsi,
perasaan, dan emosi anggota organisasi mengenai sesuatu.
30
2.1.3.4. Pembentukan dan Pemeliharaan Budaya Organisasi
Menurut Wahjono (2010:36) bahwa budaya organisasi diciptakan dan
ditegakkan oleh pendiri organisasi, namun ada kalanya budaya organisasi itu
lemah pada tahap awal maka kewajiban penerus untuk memperkuat dan merubah
budaya organisasi yang kuat dan cocok.
Budaya organisasi yang baik adalah kebiasaan yang memungkinkan setiap
anggota mampu menjadi manusia produktif, kreatif, bekerja dengan antusias dan
mampu merubah produk usang menjadi produk yang mempunyai nilai tambah
tinggi dengan inovasi yang unik atau mampu memahami setiap keinginan
pelanggan, memperlakukan pelanggan dengan baik, kebiasaan untuk selalu
memperhatikan keluhan konsumen dan menindak lanjutinya dengan perubahan
yang lebih baik. Secara umum pembentukan budaya organisasi melibatkan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Seorang pendiri mempunyai ide untuk mendirikan organisasi baru.
2. Pendiri menciptakan kelompok inti yang memiliki kesamaan visi.
3. Kelompok inti bergerak merealisasikan ide dan melengkapi segala
sesuatu hingga organisasi bisa berjalan dengan baik.
4. Pendiri kelompok inti secara bersama membangun kebiasaan yang
bertujuan untuk membangun dan membesarkan organisasi dengan
kebiasaan yang positif dan produktif.
31
2.1.4. Komitmen
2.1.4.1. Pengertian Komitmen
Menurut Luthans (2006:249) komitmen didefenisikan sebagai keinginan
kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, keinginan untukberusaha
keras sesuai keinginan organisasi dan sikap yang merefleksikan loyalitaskaryawan
pada organisasi. Mathis dan Jackson (2002:70) memberikan defenisikomitmen
sebagai
derajat
yang
mana
karyawan
percaya
dan
menerima
tujuantujuanorganisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan
organisasi,karena keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi
akanmemberikan pengaruh positif bagi kemajuan perusahaan, dan akan
menghasilkankinerja yang maksimal bagi karyawan.
Menurut Robins dan Coulter (2010 : 40) komitmen organisasi adalah
“derajat di mana seorang pegawai mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi
tertentu
beserta
tujuannya
dan
berkeinginan
untuk
mempertahankan
keanggotaannya di dalam organisasi tersebut”. Menurut Robbins dan Judge (2010
: 35) komitmen organisasi sebagai “sebagai suatu sikap yang merefleksikan
perasaan suka atau tidak suka dari pegawai terhadap organisasi”.
2.1.4.2. Dimensi Komitmen
Allen dan Mayer (dalam Herlina,2013:157) mengemukakan tiga dimensi
komitmen organisasi adalah sebagai berikut:Ketiga dimensi tersebut adalah
komitmen sebagai keterkaitan afektif pada organisasi (affective commitment),
komitmen sebagai biaya yang harus ditanggung jika meninggalkan atau keluar
32
organisasi (continuance commitment), dan komitmen sebagai kewajiban untuk
tetap dalam organisasi (normative commitment).
a. Komitmen Afektif. Mengacu pada keterikatan emosional, identifikasiserta
keterlibatan seorang pegawai pada suatu organisasi. Komitmen afektif pegawai
akan menjadi lebih kuat bila pengalamannya dalam suatu organisasi konsisten
dengan harapan – harapan dan memuaskan kebutuhan dasarnya dan sebaliknya.
Anggota organisasi dengan komitmen afektif yang tinggi akan terus menjadi
anggota dalam organisasi karena memang memiliki keinginan untuk itu (want to).
Komitmen afektif menunjukkan kuatnya keinginan pegawai untuk terus
bekerja bagi suatu organisasi karena ia memang setuju dengan organisasi itu dan
memang berkeinginan melakukannya. Pegawai yang mempunyai komitmen
afektif yang kuat tetap bekerja dengan instansi karena mereka menginginkan
untuk bekerja di instansi itu.Komitmen afektif adalah tingkat keterkaitan secara
langsung dengan organisasi berdasarkan seberapa baik perasaan mengenai
organisasi.
Komitmen
ini
muncul
dan
berkembang
oleh
dorongan
adanya
kenyamanan, keamanan, dan manfaat lain yang dirasakan dalam suatu organisasi
yang tidak diperolehnya dari tempat atau organisasi yang lain. Penyebab dari
komitmen afektif lebih banyak terkait dengan pengalaman dalam memuaskan
kebutuhan individu secara psikologis sehingga mereka merasa nyaman dan
kompeten dalam menjalankan peran mereka dalam pekerjaan.
33
Pegawai yang mempunyai komitmen afektif yang kuat tetap bekerja
dengan perusahaan karena mereka menginginkan untuk bekerja di perusahaan itu.
b. Komitmen
Berkelanjutan.
Komitmen
berdasarkan
kerugian
yang
berhubungan dengan keluarnya pegawai dari organisasi. Komitmen ini muncul
apabila pegawai tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji
dan keuntungan–keuntungan lain, atau karena pegawai tersebut tidak menemukan
pekerjaan lain. Hal ini mungkin karena kehilangan senioritas atas promosi atau
benefit.Konsep side – bets orientation yang menekankan pada sumbangan
pegawai yang sewaktu – waktu dapat hilang jika orang itu meninggalkan
organisasi. Anggota organisasi dengan komitmen berkelanjutan yang tinggi akan
terus menjadi anggota dalam organisasi karena pegawai merasa membutuhkan
organisasi (need to).
Komitmen
ini
berhubungan
dengan
dedikasi
anggota
dalam
melangsungkan kehidupan organisasi dan menghasilkan orang yang mau
berkorban dan berinvestasi pada organisasi.Tindakan meninggalkan organisasi
menjadi sesuatu yang beresiko tinggi karena orang merasa takut akan kehilangan
sumbangan yang mereka tanamkan pada organisasi itu dan menyadari bahwa
mereka tak mungkin mencari gantinya. Dapat didefinisikan sebagai keterkaitan
anggota psikologis pada organisasi karena biaya yang di tanggung sebagai
konsekuensi keluar dari organisasi. Anggota akan cenderung memiliki daya tahan
atau komitmen yang tinggi dalam keanggotaan jika pengorban akibat keluar dari
organisasi semakin tinggi.
34
c. Komitmen Normatif. Merupakan perasaan pegawai tentang kewajiban
yang harus diberikan kepada organisasi. Komponen normatif berkembang sebagai
hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban
yang dimiliki pegawai. Keinginan pegawai untuk tinggal dalam organisasi
berdasarkan pada tugas, loyalitas, dan kewajiban moral. Tipe ini mungkin berasal
dari kebudayaan individu atau etik kerja, karena mereka merasa bertanggung
jawab untuk tetap tinggal dalam organisasi. Perasaan loyalitas dan tugas
mendasari komitmen normatif yang mempengaruhi individu untuk tetap tinggal
dalam organisasi karena itu memang kewajiban mereka. Komitmen ini juga
menimbulkan perasaan kewajiban kepada pegawai untuk memberikan balasan
atas apa yang pernah diterimanya dari organisasi. Komitmen normatif berkaitan
dengan perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus
begitu, tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. Selain itu,
dapat timbul dari nilai – nilai dalam diri pegawai. Pegawai bertahan menjadi
anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi
merupakan hal yang seharusnya dilakukan.
Anggota organisasi dengan komitmen normatif yang tinggi akan terus menjadi
anggota dalam organisasi karena pegawai merasa harus tetap bertahan dalam
organisasi. Komitmen normatif juga dapat didefinisikan sebagai keterkaitan
anggota secara psikologis dengan organisasi karena kewajiban moral untuk
memelihara hubungan organisasi. Dalam kaitan ini sesuatu yang mendorong
anggota untuk tetap berada dan memberikan sumbangan pada keberadaan suatu
35
organisasi, baik materi maupun non materi, adalah adanya kewajiban moral, yang
mana seseorang merasa tidak nyaman dan bersalah jika tidak melakukan sesuatu.
2.1.4.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen
Komitmen pegawai pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui
proses yang cukup panjang dan bertahap. Menurut Sopiah (2008:163) komitmen
pegawai pada organisasi juga ditentukan oleh sejumlah faktor. Ada tiga faktor
yang mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu:
1. Ciri pribadi pekerja, termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan
variasi kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap pegawai.
2. Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi
dengan rekan kerja.
3. Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan
cara pekerja–pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaanya
mengenai organisasi.
Menurut Sopiah (2008:166) Komitmen pegawai, baik tinggi maupun
rendah akan berdampak pada :
1. pegawai itu sendiri, contohnya terhadap perkembangan karier pegawai
di organisasi / perusahaan.
2. Organisasi, pegawai yang berkomitmen tinggi pada organisasi akan
menimbulkan kinerja organisasi yang tinggi, tingkat absensi berkurang,
dan loyalitas pegawai.
36
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian terdahulu yang mendukung penelitian tentang pengaruh
lingkungan kerja, budaya organisasi,dan komitmen terhadap perilaku etis pegawai
Dinas Pasar Kabupaten Deli Serdang terangkum sebagai berikut:
Table 2.1
Hasil Penelitian Terdahulu
Nama
Peneliti
Mumford
(2007)
Purnamasa
ri (2008)
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Alat Analisis
Hasil
Pengaruh lingkungan
pada Pengambilan
Keputusan Etis: Iklim
dan factor yang
mempengaruhi
lingkungan
penelitian Integritas
(Environmental
Influences on Ethical
Decision Making:
Climate and
Environmental
Predictors of
Research Integrity
Pengaruh
lingkungan,
keputusan etis,
iklim, factor yang
mempengaruhi
lingkungan
Analisis regresi
linier
berganda
Pengaruh lingkungan
pada pengambilan
keputusan etis dan
iklim serta factor yang
mempengaruhi
lingkungan
kenyataanya
menghasilan
berpengaruh
signifikan terhadap
pengambilan
keputusan etis
Pengaruh Aspek
Individu,Organisasi
Dan Lingkungan
Terhadap Perilaku
Etis Akademik
Mahasiswa
Aspek individu,
organisasi,
lingkungan
,perilaku etis
Analisis regresi
linier
berganda
Pemgaruh aspek
individu, organisasi
dan lingkungan
berpengaruh
signifikan positif
terhadap perilaku etis.
37
Putra
(2010)
Setiawan
(2013)
Mariati
(2013)
Oemar
(2013)
Sumber:
Pengaruh Orientasi
Etika,Locus Of
Control dan Budaya
Organisasi Terhadap
Perilaku Etis Akuntan
(Studi Empiris pada
BUMN di kota
Padang)
Orientasi etika,
locus of control,
budaya organisasi,
perilaku etis
Analisis regresi
linier
berganda
Pengaruh orentai etika
locus of control dan
budaya
organisasi
berpengaruh
signifikan
positif
terhadap perilaku etis
pada Badan Usaha
Milik Negara yang ada
di kota Padang.
Pengaruh Budaya
Etis, Orentasi Etis
Terhadap Perilaku
Etis (Study Pada
Alumni STIE Musi
Palembang)
Budaya etis,
orentasi etis,
perilaku etis
Analisis regresi
linier
berganda
Pengaruh budaya etis,
berpengaruh
signifikan
terhadap
perilaku etis.
Pengaruh Locus Of
Control Dan
Komitmen Profesi
Terhadap Perilaku
Etis Auditor Pada
Situasi Konflik Audit
Locus of control,
komitmen profesi,
perilaku etis
Teknik non
probability
sampling
Pengaruh Locus of
control dan komitmen
mempunyai pengaruh
yang signifikan
terhadap perilaku etis
auditor pada situasi
konflik audit.
Pengaruh
Budaya
Organisasi,
Kemampuan Kerja
dan
Komitmen
Organisasi terhadap
Organizational
Citizenhsip Behavior
(OCB) Pegawai pada
BAPPEDA
Kota
Pekanbaru
Budaya organisasi,
kemampuan kerja,
komitmen
organisasi, OCB
Analisis regresi
linier
berganda
Pengaruh budaya
organisasi,
kemampuan kerja dan
komitmen organisasi
berpengaruh
signifikansi terhadap
organizational
citizenship behavior
Mumford(2007), Purnamasari(2008),
Mariati(2013), Oemar(2013)
Putra(2010),
Setiawan(2013),
38
2.3 Kerangka Konseptual
Organisasi atau perusahaan selalu mempunyai berbagai macam tujuan yang
hendak dicapai.Tanpa adanya kerjasama sulit bagi organisasi untuk mencapai
sukses.Karena jika sumber daya manusia yang ada dalam organisasi buruk, maka
tujuan organisasi tidak dapat tercapai sebagaimana yang telah direncanakan.Peran
sumber daya manusia dalam organisasi adalah menentukan keberhasilan
organisasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Mumford (2007),“ Pengaruh lingkungan pada
Pengambilan Keputusan Etis: Iklim dan factor yang mempengaruhiLingkungan
Penelitian Integritas (Environmental Influences on Ethical Decision Making:
Climate
and
Environmental
Predictors
of
Research
Integrity)Pengaruh
lingkungan pada kenyataannya menghasilkan lebih korelasi yang signifikan dan
beberapa korelasi substansial lebih besar dengan empat etis tindakan pengambilan
keputusan dari dimensi iklim.
Ketika hubungan antara lingkungan faktor pengalaman yang diperhitungkan,
mengatasi miskin ditemukan sangat berhubungan negatif dengan keputusan etis
yang melibatkan manajemen data, sedangkan kurangnya imbalan yang ditemukan
sangat negatif terkait dengan keputusan etis yang melibatkan praktek
profesional.Jadi tekanan kompetitif tidak mungkin kritis pengaruh pada keputusan
etis, tetapi sebaliknya, mengatasi miskin dan kurangnya penghargaan, rupanya
pengalaman lingkungan yang mengganggu kinerja individu cenderung dikaitkan
dalam keputusan etis berkaitan dengan manajemen data.
39
Penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari (2008), “ Pengaruh Aspek
Individu,Organisasi Dan Lingkungan Terhadap Perilaku Etis Akademik
Mahasiswa” Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa multidimensional etika,
sifat Machiavellian, lingkungan dan sanksi merupakan factor yang mempengaruhi
kecurangan akademi.
Multidimensi etika berpengaruh signifikan terhadap kecurangan akademik
hanya pada kelompok perempuan, sedangkan lingkungan berpengaruh positif
signifikan
terhadap
kecurangan
akademi
hanya
pada
kelompok
laki-
laki.Sedangkan untuk sifat manhiavellian dan sanksi dengan kecurangan akademi,
variable gender bukan merupakan variable moderating. Artinya tidak ada
perbedaan pengaruh sifat Machiavellian dan sanksi terhadap kecurangan akademi
antara laki-laki dan perempuan.
Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2010), “Pengaruh Orientasi
Etika,Locus Of Control dan Budaya Organisasi Terhadap Perilaku Etis Akuntan
(Studi Empiris pada BUMN di kota Padang)” penelitian ini menunjukkan bahwa
idealisme,locus of control dan budaya organisasi berpengaruh signifikan positif
terhadap perilaku etis akuntan, sedangkan relativisme tidak berpengaruh pada
perilaku etis akuntan pada Badan Usaha Milik Negara yang ada di kota Padang.
Penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2013), “ Pengaruh Budaya Etis,
Orentasi Etis Terhadap Perilaku Etis (Study Pada Alumni STIE Musi
Palembang)”, Data penelitian di analisis menggunakan uji regresi berganda. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa budaya etis dan orientasi etika idealisme
40
merpengaruhi terhadap perilaku etis alumni STIE Musi, namun orientasi etika
relativisme tidak berpengaruh.
Penelitian yang dilakukan oleh Mariati (2013), “ Pengaruh Locus Of Control
Dan Komitmen Profesi Terhadap Perilaku Etis Auditor Pada Situasi Konflik
Audit ”Sampel yang diambil menggunakan teknik non probability sampling, yaitu
Locus of control dan komitmen profesi diuji secara parsial dan simultan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perilaku etis auditor pada situasi
konflik audit.
Hasil penelitian secara parsial terhadap locus of control dan komitmen profesi
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perilaku etis.Sedangkan secara
simultan locus of control dan komitmen profesi secara bersama-sama berpengaruh
terhadap perilaku etis auditor.
Penelitian yang dilakukan oleh Oemar (2013), “ Pengaruh Budaya
Organisasi,
Kemampuan
Kerja
dan
Komitmen
Organisasi
terhadap
Organizational Citizenhsip Behavior (OCB) Pegawai pada BAPPEDA Kota
Pekanbaru ”. Pengujian hipotesis menggunakan tes statistikal yaitu analisis regresi
berganda. Dari hasil pengujian kausalitas didapatkan dengan cara mengamati hasil
dari signifikansi budaya organisasi, kemampuan bekerja dan komitmen organisasi
terhadap variabel OCB dengan tingkat kepercayaan 99%.
Kesimpulan penelitian ini adalah variabel budaya organisasi, kemampuan
bekerja dan komitmen organisasi memiliki pengaruh signifikan pada OCB PNS
41
dalam konteks Bappeda Kota Pekanbaru dan variabel budaya organisasi memiliki
pengaruh dominan pada OCB PNS.
Dari uraian pemikiran tersebut diatas dapat dijeleskan melalui variabel
pengaruh lingkungan kerja, budaya organisasi, & komitmen terhadap perilaku etis
pegawai dapat digambarkan seperti pada gambar dibawah ini.
Lingkungan kerja (X1)
)
Perilaku Etis
Budaya Organisaasi (X2)
(Y)
)
Komitmen (X3)
)
Sumber:
2.4
Mumford(2007), Purnamasari(2008), Putra(2010),
Mariati(2013), Oemar(2013)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Setiawan(2013),
Hipotesis
Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena,
atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Hipotesis merupakan
pernyataan penelitian tentang hubungan antara variabel-variabel dalam peneliti,
serta merupakan pernyataan yang paling spesifik (kuncoro,2009-59).
Hipotesis
adalah
jawaban
sementara
terhadap
rumusan
masalah
penelitian.Berdasarkan tinjauan diatas maka hipotesis yang akan diuji dalam
penelitian adalah :Lingkungan Kerja, Budaya Organisasi dan Komitmen
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Perilaku Etis pada pegawai Dinas
Pasar Kabupaten Deli Serdang.
42