Pola Penggunaan Obat Pada Pasien Dispepsia Rawat Inap Tahun 2014 di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Penyakit tidak menular akhir-akhir ini merupakan penyebab morbiditas dan

mortalitas di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia
(Depkes, RI., 2006).
Menurut WHO (2004), proporsi kematian di dunia yang disebabkan oleh
penyakit tidak menular sebesar 60% dan proporsi kesakitan sebesar 47% dan
diperkirakan pada tahun 2020 proporsi kematian akan meningkat menjadi 73%
dan proporsi kesakitan menjadi 60% disebabkan oleh penyakit tidak menular. Di
Indonesia menurut hasil studi morbiditas pada Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) prevalensi penyakit tidak menular meningkat dari 15% pada tahun 1995
menjadi 18% pada tahun 2001 (WHO, 2007).
Perkembangan teknologi dan industri serta perbaikan sosio ekonomi telah
membawa perubahan perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungan
seperti pola konsumsi makanan yang tidak seimbang, kurangnya aktivitas fisik
dan meningkatnya polusi lingkungan. Perubahan tersebut telah memberi pengaruh

terhadap terjadinya peningkatan kasus-kasus penyakit tidak menular (DepKes,
RI., 2006).
Perubahan gaya hidup dan pola makan menjadi salah satu penyebab
terjadinya masalah pencernaan. Dispepsia merupakan salah satu masalah
pencernaan yang paling umum ditemukan. Kondisi ini dilaporkan sekitar 25%
populasi di dunia setiap tahun, namun sebagian besar penderita tidak mencari
pertolongan kesehatan. Meskipun demikian, dispepsia bertanggung jawab atas

1

Universitas Sumatera Utara

besarnya biaya perawatan kesehatan (pengobatan dan diagnosa). Gejala dispepsia
sangat bervariasi, baik dalam jenis gejala yang ada maupun intensitas gejala
tersebut dari waktu ke waktu. Gejala yang bisa dirasakan penderita seperti nyeri
ulu hati, perut kembung, mual, muntah, nafsu makan berkurang, sendawa dan rasa
cepat kenyang (Djojoningrat, 2005).
Dispepsia adalah keluhan umum yang disampaikan oleh individu-individu
dalam suatu populasi umum yang mencari pertolongan medis. Kata dispepsia
berasal dari bahasa Yunani yang berarti “pencernaan yang jelek”. Dispepsia

adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas, perasaan penuh, rasa
sakit atau rasa terbakar di perut (Medicastore, 2011).
Penderita dispepsia di Amerika diperkirakan mencapai 20% - 40% dari
pasien-pasien di klinik gastroenterologi dan 2% - 5% dari pusat kesehatan
masyarakat dan prevalensinya berkisar 12% - 45% (Jones, dkk., 2008).
Prevalensi dispepsia diperkirakan sekitar 21% di Inggris, namun hanya
sekitar 2% diantaranya yang kemudian datang ke dokter setiap tahunnya. Laporan
praktek gastroenterologi sekitar 40% penderita yang datang umumnya dengan
keluhan dispepsia. Di Asia Pasifik dispepsia juga merupakan keluhan yang cukup
banyak dijumpai, prevalensinya sekitar 10-20% dengan insidensi dispepsia pada
wanita dan pria sama (Kusumobroto, 2003).
Berdasarkan penelitian tentang gejala gastrointestinal, jeda antara jadwal
makan yang lama dan ketidakteraturan makan berkaitan dengan gejala dispepsia.
Pola makan yang tidak teratur umumnya menjadi masalah yang sering timbul
pada remaja perempuan (Sayogo, 2007).

2

Universitas Sumatera Utara


Selain itu, pola diet banyak dilaporkan secara konsisten pada remaja wanita
yang mencoba untuk melakukan diet. Angka kejadian dispepsia di masyarakat
luas tergolong tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada suatu
komunitas selama 6 bulan, tingkat keluhan dispepsia mencapai 38%, dimana pada
penelitian tersebut dinyatakan bahwa keluhan dispepsia banyak didapatkan pada
usia yang muda. Penelitian pada komunitas lain yang dilakukan oleh peneliti yang
sama selama 6 bulan mendapatkan angka keluhan dispepsia 41% (Jones, dkk.,
2008).
Dispepsia berada pada peringkat ke 10 dengan proporsi 1,5% untuk katagori
10 jenis penyakit terbesar pada pasien rawat jalan di seluruh rumah sakit di
Indonesia (DepKes, RI., 2003).
Tahun 2004, dispepsia menempati urutan ke 15 dari daftar 50 penyakit
dengan pasien rawat inap terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,3% dan
menempati urutan ke 35 dari daftar 50 penyakit penyebab kematian (DepKes, RI.,
2004).
Pada distribusi frekuensi penderita dispepsia rawat inap di RSUP.H Adam
Malik Medan dengan penderita yang paling banyak adalah kelompok umur >45
tahun, jenis kelamin perempuan, lama rawatan 50 tahun,
jenis kelamin perempuan, lama rawatan 5 hari (Harahap Y, 2009).
Penyakit dispepsia termasuk kedalam sepuluh penyakit terbesar berdasarkan

profil di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai. Pada tahun 2012
terdapat 261 pasien dispepsia dan pada tahun 2013 terdapat 342 pasien dispepsia.

3

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan penjelasan di atas maka dilakukan penelitian untuk mengetahui
pola penggunaan obat pada pasien dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai, yang menjadi gambaran
pengobatan semua pasien dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai.
1.2

Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pola penggunaan

obat pasien dispepsia pada tahun 2014 meliputi jenis kelamin, usia, lama
perawatan, jumlah obat perpasien, jenis obat (generik atau non generik), bentuk
sediaan, dan golongan obat untuk pasien dispepsia rawat inap di Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai?
1.3

Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini

adalah pola penggunaan obat pasien dispepsia rawat inap pada tahun 2014 di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai
berdasarkan jenis kelamin terbanyak perempuan, usia >45 tahun, jumlah obat
perpasien 2,73 R/, lama perawatan