Pola Penggunaan Obat Pada Pasien Dispepsia Rawat Inap Tahun 2014 di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai

(1)

POLA PENGGUNAAN OBAT

PADA PASIEN DISPEPSIA RAWAT INAP TAHUN 2014

DI RSUD Dr. TENGKU MANSYUR KOTA TANJUNG BALAI

SKRIPSI

OLEH:

AYU RUSLAINI NASUTION

NIM 101501014

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI


(2)

POLA PENGGUNAAN OBAT

PADA PASIEN DISPEPSIA RAWAT INAP TAHUN 2014

DI RSUD Dr. TENGKU MANSYUR KOTA TANJUNG BALAI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

AYU RUSLAINI NASUTION

NIM 101501014

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

POLA PENGGUNAAN OBAT

PADA PASIEN DISPEPSIA RAWAT INAP TAHUN 2014

DI RSUD Dr. TENGKU MANSYUR KOTA TANJUNG BALAI

OLEH:

AYU RUSLAINI NASUTION

NIM 101501014

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : 12 November 2015

Disetujui Oleh :

Pembimbing I,

Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 195111021977102001

Pembimbing II,

Khairunnisa, S.Si., M.Pharm, Ph.D., Apt. NIP 197802152008122001

Panitia Penguji,

Dr. Wiryanto, M.S., Apt. NIP 195110251980021001

Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 195111021977102001

Marianne, S.Si., M.Si., Apt. NIP 198005202005012006

Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt. NIP 197803142005011002

Medan, Desember 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan,


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, serta shalawat beriring salam untuk Rasullullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul Pola Penggunaan Obat Pada Pasien Dispepsia Rawat Inap Tahun 2014 Di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., Selaku Pejabat Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., dan Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm, Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing dan Bapak Khairul Fazri, SKM, M.Kes., selaku dosen pembimbing Lapangan yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Wiryanto, M.S., Apt., selaku ketua penguji, Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt., dan Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini, dan Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm, Ph.D., Apt., selaku dosen penasehat akademik yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.


(5)

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga tercinta, Ayahanda H. Syahril Nasution dan Ibunda Hj. Masni Sinambela dan juga kepada Nenek, Abang, Kakak dan Adik tercinta, Hj. Khairiah, H. Indra syahputra Nst, S.ST Pel., Rosmaini Nst, S.Pdi., Hendrik Nst, S.Kep., Ners., Azmi Nst, Mery Nst, Fajar Nst, Dara Nst, Romi Nst dan Iqbal Nst yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tak ternilai dengan apapun, motivasi, doa yang tulus serta pengorbanan baik materi maupun non-materi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat tercinta Harita, Kiki, Niza, Cereny, Fera, Asna, Tika, Yusi, Kak jesica, Bang riwandi dan Azizi, kepada pihak rumah sakit Ibu Teti, Rizky Mantondang dan seluruh staf rekam medis dan teman-teman mahasiswa/i Farmasi yang selalu mendoakan dan memberi semangat kepada penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Desember 2015 Penulis

Ayu Ruslaini Nasution NIM 101501014


(6)

POLA PENGGUNAAN OBAT

PADA PASIEN DISPEPSIA RAWAT INAP TAHUN 2014 DI RSUD Dr. TENGKU MANSYUR KOTA TANJUNG BALAI

ABSTRAK

Dispepsia merupakan salah satu masalah pencernaan yang paling umum ditemukan. Dispepsia menimbulkan rasa nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas, perasaan penuh, rasa sakit atau rasa terbakar di perut. Penelitian ini bertujuan mengetahui pola penggunaan obat pada pasien dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai.

Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif retrospektif, data diperoleh dari kartu rekam medik pasien dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai selama tahun 2014. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk persentase, nilai rata-rata dan tabel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama tahun 2014 terdapat 110 pasien rawat inap yang didiagnosa dispepsia. Penyakit dispepsia yang paling banyak pada pasien perempuan 63 orang (57,27%) dan pada usia > 45 tahun terdiri 65 orang (59,09%). Lama rawatan yang paling banyak selama 2 hari perawatan dengan jumlah pasien 66 orang (60%). Penggunaan obat perpasien yang paling banyak 169 R/ (56,14%) dan pada usia >45 tahun 175 R/ (58,13%). Jenis obat yang paling banyak digunakan adalah obat generik 298 R/ (99,004%). Sediaan obat yang paling banyak digunakan adalah sediaan injeksi 133 R/ (44,19%) dan golongan obat yang paling banyak digunakan adalah golongan antagonis reseptor H2 sebanyak 108 R/ (35,88%).

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan obat pada penyakit dispepsia pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai tahun 2014 diperoleh pasien terbanyak perempuan, usia >45 tahun dengan lama perawatan 2 hari, golongan obat yang paling banyak digunakan adalah golongan antagonis reseptor H2 ranitidin dan rute parenteral paling banyak digunakan dari pada bentuk sediaan lain.

Kata kunci : Dispepsia, Pasien rawat inap, Rumah Sakit Umum Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai.


(7)

PATTERN OF DRUG UTILIZATION

IN DYSPEPSIA PATIENTS HOSPITALIZED IN 2014 AT RSUD Dr. TENGKU MANSYUR TANJUNG BALAI

ABSTRACT

Dyspepsia is one of the most common digestive problems are found. Dyspepsia is a pain or discomfort in the upper abdomen, a feeling of fullness, pain or burning sensation in the stomach. This study aims to determine the pattern of drug utilization in dyspepsia inpatients at the Regional General Hospital Dr.Tengku Mansyur Tanjung Balai.

This study was conducted by retrospective descriptive method, using from the medical records of dyspepsia inpatients at the Regional General Hospital Dr.Tengku Mansyur Tanjung Balai during the period 2014. The data obtained were presented in percentage, average values and tables form.

The result revealed that during the period 2014 as many as 110 hospitalized patients diagnosed with dyspepsia. Dyspepsia most common in women patients 63 people (57.27%) and at the aged >45 years comprised 65 people (59.09%). Most long treatment for 2 days of treatment the number of patients 66 (60%). Use of medications per patient at most 169 R/ (56.14%) and the aged >45 years 175 R/ (58.13%). Type most widely used drug are generic drugs 298 R/ (99.004%). The preparation most widely used drug in the injection 133 R/ (44.19%) and the classes of drugs most widely used class of receptor antagonist H2 108 R/ (35.88%).

The conclusion of the study showed that the utilization dyspepsia patients hospitalized in the Regional General Hospital Dr. Tengku Mansyur Tanjung Balai period 2014 most patients obtained women, the aged >45 years with the duration of treatment 2 days, a class of drugs most widely used class of receptor antagonist H2 ranitidine and parenteral the most widely used of the other dosage forms. Keywords : Dyspepsia, patient hospitalization, General Hospital Dr. Tengku


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Karangka Pikir Penelitian ... 5

1.6 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Pengertian Obat ... 7

2.2 Pengertian Resep ... 7

2.3 Dispepsia ... 8

2.3.1 Definisi Dispepsia ... 8


(9)

2.3.2.1 Dispepsia Organik ... 9

2.3.2.2 Dispepsia Fungsional ... 12

2.3.3 Patofisiologi Dispepsia ... 12

2.3.4 Manifestasi Dispepsia ... 14

2.3.5 Pengobatan Dispepsia ... 15

2.3.5.1 Antacid ... 16

2.3.5.2 Antagonis reseptor H2 ... 16

2.3.5.3 Penghambat Pompa Proton ... 16

2.3.5.4 Antikolinergik ... 17

2.3.5.5 Sitoprotektif ... 17

2.3.5.6 Golongan Prokinetik ... 18

2.4 Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Jenis Penelitian ... 21

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 21

3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 21

3.3.1 Kriteria inklusi ... 21

3.3.2 Kriteria eksklusi ... 22

3.4 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

3.5 Definisi Operasional ... 22

3.6 Instrumen Penelitian ... 23

3.6.1 Sumber data ... 23


(10)

3.7 Variabel Penelitian ... 24

3.8 Langkah Penelitian ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 26

4.1.1 Karakteristik pasien dispepsia berdasarkan jenis kelamin ... 26

4.1.2 Karakteristik pasien dispepsia berdasarkan usia ... 27

4.1.3 Karakteristik pasien dispepsia berdasarkan lama perawatan ... 28

4.2 Persentase Penggunaan Obat Dispepsia Perpasien ... 29

4.2.1 Jenis kelamin ... 29

4.2.2 Usia ... 30

4.3 Persentase Penggunaan Jenis Obat Berdasarkan Generik dan Non Generik ... 30

4.4 Persentase Penggunaan Obat Berdasarkan Bentuk Sediaan ... 31

4.5 Persentase Penggunaan Obat Berdasarkan Golongan Obat ... 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

5.1 Kesimpulan ... 35

5.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 4.1 Karekteristik Pasien Dispepsia Berdasarkan Jenis Kelamin ... 26 4.2 Karekteristik Pasien Dispepsia Berdasarkan Usia ... . 27 4.3 Karekteristik Pasien Dispepsia Berdasarkan Lama Perawatan ... 28 4.4 Karakteristik Jumlah Penggunaan Obat Berdasarkan

Jenis Kelamin ... 29 4.5 Karakteristik Jumlah Penggunaan Obat Berdasarkan Usia ... ... 30 4.6 Karakteristik Penggunaan Obat Berdasarkan Generik dan Non Generik ... 31 4.7 Karakteristik Penggunaan Obat Berdasarkan Bentuk Sediaan

Obat ... 32 4.8 Karakteristik Penggunaan Obat Berdasarkan Golongan Obat


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian ... 5 1.2 Gambar Halicobacter Pylori ... 11


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Demografi Pasien Dispepsia Di RSUD Dr. Tengku

Mansyur Kota Tanjung Balai ... 38

2 Surat Penelitian dan Pembimbing II ... 67

3 Surat Permohonan Izin Penelitian/Pengambilan Data ... 68

4 Surat Ethical Clearence ... 69

5 Surat Izin Penelitian Rumah Sakit ... 70

6 Surat Pemberitahuan Selesai Penelitian ... 71


(14)

POLA PENGGUNAAN OBAT

PADA PASIEN DISPEPSIA RAWAT INAP TAHUN 2014 DI RSUD Dr. TENGKU MANSYUR KOTA TANJUNG BALAI

ABSTRAK

Dispepsia merupakan salah satu masalah pencernaan yang paling umum ditemukan. Dispepsia menimbulkan rasa nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas, perasaan penuh, rasa sakit atau rasa terbakar di perut. Penelitian ini bertujuan mengetahui pola penggunaan obat pada pasien dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai.

Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif retrospektif, data diperoleh dari kartu rekam medik pasien dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai selama tahun 2014. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk persentase, nilai rata-rata dan tabel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama tahun 2014 terdapat 110 pasien rawat inap yang didiagnosa dispepsia. Penyakit dispepsia yang paling banyak pada pasien perempuan 63 orang (57,27%) dan pada usia > 45 tahun terdiri 65 orang (59,09%). Lama rawatan yang paling banyak selama 2 hari perawatan dengan jumlah pasien 66 orang (60%). Penggunaan obat perpasien yang paling banyak 169 R/ (56,14%) dan pada usia >45 tahun 175 R/ (58,13%). Jenis obat yang paling banyak digunakan adalah obat generik 298 R/ (99,004%). Sediaan obat yang paling banyak digunakan adalah sediaan injeksi 133 R/ (44,19%) dan golongan obat yang paling banyak digunakan adalah golongan antagonis reseptor H2 sebanyak 108 R/ (35,88%).

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan obat pada penyakit dispepsia pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai tahun 2014 diperoleh pasien terbanyak perempuan, usia >45 tahun dengan lama perawatan 2 hari, golongan obat yang paling banyak digunakan adalah golongan antagonis reseptor H2 ranitidin dan rute parenteral paling banyak digunakan dari pada bentuk sediaan lain.

Kata kunci : Dispepsia, Pasien rawat inap, Rumah Sakit Umum Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai.


(15)

PATTERN OF DRUG UTILIZATION

IN DYSPEPSIA PATIENTS HOSPITALIZED IN 2014 AT RSUD Dr. TENGKU MANSYUR TANJUNG BALAI

ABSTRACT

Dyspepsia is one of the most common digestive problems are found. Dyspepsia is a pain or discomfort in the upper abdomen, a feeling of fullness, pain or burning sensation in the stomach. This study aims to determine the pattern of drug utilization in dyspepsia inpatients at the Regional General Hospital Dr.Tengku Mansyur Tanjung Balai.

This study was conducted by retrospective descriptive method, using from the medical records of dyspepsia inpatients at the Regional General Hospital Dr.Tengku Mansyur Tanjung Balai during the period 2014. The data obtained were presented in percentage, average values and tables form.

The result revealed that during the period 2014 as many as 110 hospitalized patients diagnosed with dyspepsia. Dyspepsia most common in women patients 63 people (57.27%) and at the aged >45 years comprised 65 people (59.09%). Most long treatment for 2 days of treatment the number of patients 66 (60%). Use of medications per patient at most 169 R/ (56.14%) and the aged >45 years 175 R/ (58.13%). Type most widely used drug are generic drugs 298 R/ (99.004%). The preparation most widely used drug in the injection 133 R/ (44.19%) and the classes of drugs most widely used class of receptor antagonist H2 108 R/ (35.88%).

The conclusion of the study showed that the utilization dyspepsia patients hospitalized in the Regional General Hospital Dr. Tengku Mansyur Tanjung Balai period 2014 most patients obtained women, the aged >45 years with the duration of treatment 2 days, a class of drugs most widely used class of receptor antagonist H2 ranitidine and parenteral the most widely used of the other dosage forms. Keywords : Dyspepsia, patient hospitalization, General Hospital Dr. Tengku


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit tidak menular akhir-akhir ini merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia (Depkes, RI., 2006).

Menurut WHO (2004), proporsi kematian di dunia yang disebabkan oleh penyakit tidak menular sebesar 60% dan proporsi kesakitan sebesar 47% dan diperkirakan pada tahun 2020 proporsi kematian akan meningkat menjadi 73% dan proporsi kesakitan menjadi 60% disebabkan oleh penyakit tidak menular. Di Indonesia menurut hasil studi morbiditas pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) prevalensi penyakit tidak menular meningkat dari 15% pada tahun 1995 menjadi 18% pada tahun 2001 (WHO, 2007).

Perkembangan teknologi dan industri serta perbaikan sosio ekonomi telah membawa perubahan perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungan seperti pola konsumsi makanan yang tidak seimbang, kurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya polusi lingkungan. Perubahan tersebut telah memberi pengaruh terhadap terjadinya peningkatan kasus-kasus penyakit tidak menular (DepKes, RI., 2006).

Perubahan gaya hidup dan pola makan menjadi salah satu penyebab terjadinya masalah pencernaan. Dispepsia merupakan salah satu masalah pencernaan yang paling umum ditemukan. Kondisi ini dilaporkan sekitar 25% populasi di dunia setiap tahun, namun sebagian besar penderita tidak mencari pertolongan kesehatan. Meskipun demikian, dispepsia bertanggung jawab atas


(17)

besarnya biaya perawatan kesehatan (pengobatan dan diagnosa). Gejala dispepsia sangat bervariasi, baik dalam jenis gejala yang ada maupun intensitas gejala tersebut dari waktu ke waktu. Gejala yang bisa dirasakan penderita seperti nyeri ulu hati, perut kembung, mual, muntah, nafsu makan berkurang, sendawa dan rasa cepat kenyang (Djojoningrat, 2005).

Dispepsia adalah keluhan umum yang disampaikan oleh individu-individu dalam suatu populasi umum yang mencari pertolongan medis. Kata dispepsia

berasal dari bahasa Yunani yang berarti “pencernaan yang jelek”. Dispepsia

adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas, perasaan penuh, rasa sakit atau rasa terbakar di perut (Medicastore, 2011).

Penderita dispepsia di Amerika diperkirakan mencapai 20% - 40% dari pasien-pasien di klinik gastroenterologi dan 2% - 5% dari pusat kesehatan masyarakat dan prevalensinya berkisar 12% - 45% (Jones, dkk., 2008).

Prevalensi dispepsia diperkirakan sekitar 21% di Inggris, namun hanya sekitar 2% diantaranya yang kemudian datang ke dokter setiap tahunnya. Laporan praktek gastroenterologi sekitar 40% penderita yang datang umumnya dengan keluhan dispepsia. Di Asia Pasifik dispepsia juga merupakan keluhan yang cukup banyak dijumpai, prevalensinya sekitar 10-20% dengan insidensi dispepsia pada wanita dan pria sama (Kusumobroto, 2003).

Berdasarkan penelitian tentang gejala gastrointestinal, jeda antara jadwal makan yang lama dan ketidakteraturan makan berkaitan dengan gejala dispepsia. Pola makan yang tidak teratur umumnya menjadi masalah yang sering timbul pada remaja perempuan (Sayogo, 2007).


(18)

Selain itu, pola diet banyak dilaporkan secara konsisten pada remaja wanita yang mencoba untuk melakukan diet. Angka kejadian dispepsia di masyarakat luas tergolong tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada suatu komunitas selama 6 bulan, tingkat keluhan dispepsia mencapai 38%, dimana pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa keluhan dispepsia banyak didapatkan pada usia yang muda. Penelitian pada komunitas lain yang dilakukan oleh peneliti yang sama selama 6 bulan mendapatkan angka keluhan dispepsia 41% (Jones, dkk., 2008).

Dispepsia berada pada peringkat ke 10 dengan proporsi 1,5% untuk katagori 10 jenis penyakit terbesar pada pasien rawat jalan di seluruh rumah sakit di Indonesia (DepKes, RI., 2003).

Tahun 2004, dispepsia menempati urutan ke 15 dari daftar 50 penyakit dengan pasien rawat inap terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,3% dan menempati urutan ke 35 dari daftar 50 penyakit penyebab kematian (DepKes, RI., 2004).

Pada distribusi frekuensi penderita dispepsia rawat inap di RSUP.H Adam Malik Medan dengan penderita yang paling banyak adalah kelompok umur >45 tahun, jenis kelamin perempuan, lama rawatan <14 hari (Sianturi C, 2006). Dan pada proporsi tertinggi karakteristi penderita dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Matha Friska Medan Tahun 2007 pasien terbanyak kelompok umur >50 tahun, jenis kelamin perempuan, lama rawatan 5 hari (Harahap Y, 2009).

Penyakit dispepsia termasuk kedalam sepuluh penyakit terbesar berdasarkan profil di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai. Pada tahun 2012 terdapat 261 pasien dispepsia dan pada tahun 2013 terdapat 342 pasien dispepsia.


(19)

Berdasarkan penjelasan di atas maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pola penggunaan obat pada pasien dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai, yang menjadi gambaran pengobatan semua pasien dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pola penggunaan obat pasien dispepsia pada tahun 2014 meliputi jenis kelamin, usia, lama perawatan, jumlah obat perpasien, jenis obat (generik atau non generik), bentuk sediaan, dan golongan obat untuk pasien dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah pola penggunaan obat pasien dispepsia rawat inap pada tahun 2014 di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai berdasarkan jenis kelamin terbanyak perempuan, usia >45 tahun, jumlah obat perpasien 2,73 R/, lama perawatan <5 hari, jenis obat generik, bentuk sediaan injeksi, dan Ranitidin golongan obat reseptor H2 yang banyak digunakan.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola penggunaan obat pasien dispepsia rawat inap pada tahun 2014 berdasarkan jenis kelamin, usia, lama perawatan, jumlah obat perpasien, jenis obat


(20)

(generik atau non generik), bentuk sediaan, dan golongan obat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai setiap bulannya.

1.5 Karangka Pikir Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang pasien dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai. Dalam hal ini yang merupakan parameter adalah jenis kelamin, usia, lama perawatan, jumlah obat perpasien, jenis obat (generik atau non generik), bentuk sediaan, golongan obat dan sebagai variabel pengamatan adalah pola penggunaan obat penyakit dispepsia. Adapun selengkapnya mengenai gambaran kerangka pikir peneliti ini ditunjukkan pada Gambar 1.1.

j

Gambar 1.1 Skema karangka pikir penelitian

Parameter Variabel Pengamatan

Jenis Kelamin Usia

Lama Perawatan Jumlah Obat Perpasien

Jenis Obat (generik atau non generik)

Bentuk Sediaan Golongan Obat

Pola Penggunaan Obat Penyakit Dispepsia


(21)

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi gambaran mengenai penggunaan obat pada pasien dispepsia di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai.

Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian bagi pemberi pelayanan kesehatan terutama dokter agar memberi pengobatan yang tepat sehingga dapat mendukung keberhasilan pengobatan penyakit dispepsia.

Hasil dari penelitian ini juga dapat dijadikan bahan kajian bagi apoteker untuk dapat mengetahui lebih jauh lagi apakah pola peresepan dan pengobatan terhadap pasien penyakit dispepsia sudah tepat, sehingga diperoleh efek terapi yang tepat membantu dan mempercepat pengobatan dispepsia.

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat membantu suatu hubungan yang sinergis antara peran dokter sebagai penyedia asuhan medis, apoteker sebagai penyedia asuhan kefarmasian dan pasien sebagai pengguna obat sehingga dapat membantu menanggulangi masalah dispepsia di Indonesia.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Obat

Obat merupakan semua bahan tunggal atau campuran bahan yang digunakan semua makhluk hidup untuk bagian dalam maupun bagian luar dalam menetapkan diagnosis, mencegah, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Berbagai pilihan obat saat ini telah tersedia, sehingga diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang cermat dalam memilih obat untuk suatu penyakit. penggunaan obat harus tepat agar memberikan manfaat klinik yang optimal (Syamsuni, 2006).

Dalam penggunaannya, obat akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam penggobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat dan obat akan bersifat racun apabila digunakan salah dalam penggobatan atau dengan dosis yang berlebihan, namun bila dosisnya kurang juga tidak memperoleh penyembuhan (Anief, 2004).

2.2 Pengertian Resep

Menurut Permenkes (2014), resep adalah permintaan tertulis dokter atau dokter gigi kepada apoteker, baik dalam bentuk paper atau electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat kepada pasien sesuai dengan peraturan yang berlaku (Menkes, RI., 2014).

Resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang artinya recipe yaitu ambillah, di belakang tanda ini biasanya baru tertera nama dan jumlah obat. Resep harus ditulis secara jelas dan lengkap, apabila resep tidak bisa dibaca dengan jelas dan


(23)

tidak lengkap, apoteker atau asisten harus menanyakannya kepada dokter penulis obat. Resep asli tidak boleh diberikan kembali setelah obatnya diambil oleh pasien, hanya dapat diberikan copy resep atau salinan resepnya (Syamsuni, 2006).

2.3 Dispepsia

2.3.1 Definisi Dispepsia

Menurut Almatsier tahun 2004, dispepsia merupakan istilah yang menunjukkan rasa nyeri atau tidak menyenangkan pada bagian atas perut. Kata dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti “pencernaan yang jelek” (Setyono, 2006).

Definisi dispepsia sampai saat ini disepakati oleh para pakar dibidang gastroenterologi adalah kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) rasa tidak nyaman atau nyeri yang dirasakan di daerah abdomen bagian atas yang disertai dengan keluhan lain yaitu perasaan panas di dada dan perut, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah dan banyak mengeluarkan gas asam dari mulut. Sindroma dispepsia ini biasanya diderita selama beberapa minggu atau bulan yang sifatnya hilang timbul atau terus-menerus (Djojoningrat, 2005).

Dispepsia adalah suatu istilah yang merujuk pada gejala abnormal di perut bagian atas. Istilah ini biasa pula digunakan untuk menerangkan berbagai keluhan yang dirasakan di abdomen bagian atas. Di antaranya adalah rasa nyeri ataupun rasa terbakar di daerah epigastrium (ulu hati), perasaan penuh atau rasa bengkak di perut bagian atas, sering sendawa, mual ataupun rasa cepat kenyang. Dispepsia sering juga dipakai sebagai sinonim dari gangguan pencernaan (Herman, 2004).


(24)

2.3.2 Klasifikasi Dispepsia

Penyebab timbulnya gejala dispepsia sangat banyak sehingga diklasifikasikan berdasarkan ada tidaknya penyebab dispepsia yaitu : (Herman, 2004).

2.3.2.1 Dispepsia Organik

Dispepsia organik adalah Dispepsia yang telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Dispepsia organik dapat digolongkan menjadi : (Djojoningrat, 2005)

a. Dispepsia Tukak

Keluhan penderita yang sering terjadi ialah rasa nyeri ulu hati. Berkurang atau bertambahnya rasa nyeri ada hubungannya dengan makanan. Hanya dengan pemeriksaan endoskopi dan radiologi dapat menentukan adanya tukak di lambung atau duodenum (Djojoningrat, 2005).

b. Refluks Gastroesofageal

Gejala yang klasik dari refluks gastroesofageal, yaitu rasa panas di dada dan meningkatnya asam terutama setelah makan (Djojoningrat, 2005).

c. Ulkus Peptik

Ulkus peptik dapat terjadi di lambung dan duodenum. Ulkus peptikum timbul akibat kerja getah lambung yang asam terhadap epitel yang rentan. Penyebab yang tepat masih belum dapat dipastikan (Djojoningrat, 2005).

Beberapa kelainan fisiologis yang timbul pada ulkus duodenum :

i. Jumlah sel parietal bertambah dengan produksi asam yang makin banyak. ii. Peningkatan kepekaan sel parietal terhadap asam lambung.


(25)

iii. Peningkatan respon lambung terhadap makanan

iv. Penurunan hambatan pelepasan asam lambung dari mukosa antrum setelah pengasaman lambung.

v. Pengosongan lambung yang lebih cepat dengan berkurangnya hambatan pengosongan akibat masuknya asam ke duodenum. Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya ulkus peptik antara lain merokok, penyakit hati kronik, penyakit paru kronik dan pankreatitis kronik. Gastritis atrofik kronik, refluks empedu dan golongan darah A merupakan predisposisi untuk ulkus lambung (Djojoningrat, 2005).

d. Penyakit Saluran Empedu

Sindroma dispepsia ini biasa ditemukan pada penyakit saluran empedu. Rasa nyeri dimulai dari perut kanan atas atau di ulu hati yang menjalar ke punggung dan bahu kanan (Djojoningrat, 2005).

e. Pankreatitis

Rasa nyeri timbul mendadak yang menjalar ke punggung. Perut terasa makin tegang dan kembung (Djojoningrat, 2005).

f. Dispepsia pada sindrom malabsorpsi

Pada penderita ini di samping mempunyai keluhan rasa nyeri perut, nausea, kembung, keluhan utama lainnya ialah timbulnya diare yang berlendir (Djojoningrat, 2005).

g. Dispepsia akibat obat-obatan

Banyak macam obat yang dapat menimbulkan rasa sakit atau tidak enak di daerah ulu hati tanpa atau disertai rasa mual dan muntah, misalnya obat


(26)

golongan NSAIDs, teofilin, digitalis, antibiotik oral (terutama ampisilin, eritromisin dan lain-lain) (Djojoningrat, 2005).

h. Gangguan Metabolisme

Diabetes Mellitus dengan neuropati sering timbul komplikasi pengosongan lambung yang lambat sehingga timbul keluhan nausea, vomitus, perasaan lekas kenyang. Hipertiroid mungkin menimbulkan keluhan rasa nyeri di perut dan vomitus, sedangkan hipotiroid menyebabkan timbulnya hipomotilitas lambung (Djojoningrat, 2005).

i. Dispepsia akibat infeksi bakteri Helicobacter pylori

Helicobacter pylori terlihat pada Gambar 2.1adalah sejenis kuman atau bakteri

gram negatif yang terdapat dalam lambung dan berkaitan dengan kanker lambung. Hal penting dari Helicobacter pylori adalah sifatnya menetap seumur hidup, selalu aktif dan dapat menular bila tidak dieradikasi. Helicobacter pylori ini diyakini merusak mekanisme pertahanan dan merusak jaringan.

Helicobacter pylori dapat merangsang kelenjar mukosa lambung untuk lebih

aktif menghasilkan gastrin sehingga terjadi hipergastrinemia (Rani, dkk., 2009).


(27)

2.3.2.2 Dispepsia Fungsional

Dispepsia fungsional dapat dijelaskan sebagai keluhan dispepsia yang telah berlangsung dalam beberapa minggu tanpa didapatkan kelainan atau gangguan struktural/organik/metabolik berdasarkan pemeriksaan klinik, laboratorium, radiologi dan endoskopi. Dalam konsensus Roma II, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai dispepsia yang berlangsung sebagai berikut : sedikitnya terjadi dalam 12 minggu, tidak harus berurutan dalam rentang waktu 12 minggu terakhir, terus menerus atau kambuh (perasaan sakit atau ketidaknyamanan) yang berpusat di perut bagian atas dan tidak ditemukan atau bukan kelainan organik (pada pemeriksaan endoskopi) yang mungkin menerangkan gejala-gejalanya (Djojoningrat, 2005). Gambaran klinis dari dispepsia fungsional adalah riwayat kronik, gejala yang berubah-ubah, riwayat gangguan psikiatrik, nyeri yang tidak responsive dengan obat-obatan dan dapat juga ditunjukkan letaknya oleh pasien, dimana secara klinis pasien tampak sehat. Beberapa hal yang dianggap menyebabkan dispepsia fungsional antara lain : a. Sekresi Asam Lambung

b. Infeksi Helicobakter pylori c. Dismotilitas Gastrointestinal d. Ambang Rangsang Persepsi e. Diet dan Faktor Lingkungan f. Psikologik

2.3.3 Patofisiologi


(28)

gangguan motorik, infeksi Helicobakter pylori, dismotilitas gastrointestinal, ambang rangsang persepsi, diet dan faktor lingkungan dan gangguan psikologik atau psikiatrik (Djojoningrat, 2009).

a. Sekresi asam lambung

Kasus dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung, baik sekresi basal atau dengan stimulasi pentagastrin yang rata-rata normal. Terjadinya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut (Djojoningrat, 2009).

b. Helicobacter pylori (Hp)

Peran infeksi H-pylori pada dispepsia fungsional belum sepenuhnya dimengerti dan diterima. Kekerapan infeksi H-pylori pada dispepsia fungsional sekitar 50% dan tidak berbeda makna dengan angka kekerapan infeksi H-pylori pada kelompok orang sehat. Mulai ada kecenderungan untuk melakukan eradikasi

H-pylori pada dispepsia fungsional dengan H-pylori positif yang gagal dengan

pengobatan konservatif baku (Djojoningrat, 2009).

c. Dismotilitas gastrointestinal

Dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan adanya hipomotilitas antrum sampai 50% kasus, harus dimengerti bahwa proses motilitas gastrointestinal merupakan proses yang sangat kompleks, sehingga gangguan pengosongan lambung tidak dapat mutlak menjadi penyebab dispepsia (Djojoningrat, 2009).


(29)

d. Ambang rangsang persepsi

Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi dan reseptor mekanik. Berdasarkan studi, pasien dispepsia dicurigai mempunyai hipersensitivitas viseral di duodenum, meskipun mekanisme pastinya belum dipahami. Hipersensitivitas viseral juga disebut-sebut memainkan peranan penting pada semua gangguan fungsional dan dilaporkan terjadi pada 30-40% pasien dengan dispepsia fungsional (Djojoningrat, 2009).

e. Diet dan Faktor Lingkungan

Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional (Djojoningrat, 2009).

f. Psikologis

Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah pemberian stimulus berupa stress. Kontroversi masih banyak ditemukan pada upaya menghubungkan faktor psikologis stress kehidupan, fungsi autonom dan motilitas (Djojoningrat, 2009). Tidak didapatkan kepribadian yang karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional ini, walaupun dalam sebuah studi dipaparkan adanya kecenderungan masa kecil yang tidak bahagia, pelecehan seksual, atau gangguan jiwa pada kasus dispepsia fungsional (Abdullah, dkk., 2012).

2.3.4 Manifestasi Klinis


(30)

a. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dispepsia), dengan gejala: i. Nyeri epigastrium terlokalisasi

ii. Nyeri hilang setelah makan iii. Nyeri saat lapar

b. Dispepsia dengan gejala dismotilitas (dysmotility-like dispepsia),dengan gejala: i. Mudah kenyang

ii. Perut cepat terasa penuh saat makan iii. Mual

iv. Muntah

v. Rasa kembung pada perut bagian atas vi. Rasa tidak nyaman bertambah saat makan

c. Dispepsia nonspesifik, tidak adanya keluhan yang bersifat dominan (Herman, 2004).

2.3.5 Pengobatan Dispepsia

Pasien dispepsia dalam melakukan pengobatan dengan menggunakan modifikasi pola hidup dengan melakukan program diet yang ditujukan untuk kasus dispepsia fungsional agar menghindari makanan yang dirasa sebagai faktor pencetus. Pola diet yang dapat dilakukan seperti makan dengan porsi kecil tetapi sering, makan rendah lemak, kurangi atau hindari minuman-minuman spesifik seperti: kopi, alcohol dll, kurangi dan hindari makanan yang pedas. Terapi untuk kasus dispepsia hingga sekarang belum terdapat regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan (Djojoningrat, 2009).


(31)

2.3.5.1 Antasida

Golongan antasida terdiri atas aluminium, magnesium, kalsium karbonat, dan natrium bikarbonat. Antasida berfungsi untuk meningkatkan pH asam lambung. Pemakaian antasida tidak dianjurkan secara terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis untuk mengurangi rasa nyeri. Penggunaan antasida yang mengandung magnesium akan menyebabkan diare sedangkan alumunium menyebabkan konstipasi dan kombinasi keduanya saling menghilangkan pengaruh sehingga tidak terjadi diare dan konstipasi (Katzung, 2004).

Mekanisme kerja antasida yaitu meningkatkan pH sejumlah asam tetapi tidak melalui efek langsung, atau menurunkan tekanan esophageal bawah (LES). Kegunaan antasida sangat dipengaruhi oleh rata-rata disolusi, efek fisiologi kation, kelarutan air, dan ada atau tidak adanya makanan (Katzung, 2004). 2.3.5.2 Antagonis reseptor H2

Golongan antagonis reseptor H2 terdiri atas simetidin, ranitidin, famotidin, nizatidin. Obat ini banyak digunakan untuk mengatasi dispepsia organik.

Mekanisme kerja antagonis reseptor H2 adalah menghambat sekresi asam lambung dengan melakukan inhibisi kompetitif terhadap reseptor H2 yang terdapat pada sel parietal dan menghambat sekresi asam lambung yang distimulasi oleh makanan, ketazol, pentagrastin, kafein, insulin, dan refleks fisiologi vagal (Katzung, 2004).

2.3.5.3 Penghambat pompa proton

Proton Pump Inhibitor (PPI) merupakan golongan obat yang bekerja


(32)

kelenjar sel parietal gastrik pada pH < 4. Obat yang berikatan dengan proton (H) secara cepat akan diubah menjadi sulfonamide, suatu proton pump inhibitor yang aktif. Golongan obat ini menghambat sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat termasuk dalam golongan penghambat asam adalah; omeperazole, lansoprazole dan pantoprazol.

Mekanisme kerja penghambat pompa proton adalah basa lemah netral mencapai sel parital dari darah dan berdifusi ke dalam sekretori kanalikuli, tempat obat terprotonasi dan terperangkap. Sulfanilamide berinteraksi secara kovalen dengan gugus sulfahidril pada sisi luminal tempat H+,K+ ATPase, kemudian terjadi inhibisi penuh dengan dua molekul dari inhibitor mengikat tiap molekul enzim (Katzung, 2004).

2.3.5.4 Antikolinergik

Kerja antikolinergik tidak sepesifik. Obat yang bekerja sepesifik adalah pirenzepin untuk menekan sekresi asam lambung (Monkemuller, dkk., 2006). 2.3.5.5 Sitoprotetif

Golongan pelindung mukosa terdiri atas sukralfat. Prostaglandin sintetik seperti sukralfat, misoprosol dan eprostil, selain bersifat sitoprotektif juga dapat menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal.

Mekanisme kerja sukralfat adalah membentuk kompleks ulser dengan eksudat protein seperti albumin dan fibrinogen pada sisi ulser dan melindunginya dari serangan asam, membentuk barier pada permukaan mukosa di lambung dan duodenum, serta menghambat aktivitas pepsin dan membentuk ikatan garam dengan empedu. Sukralfat sebaiknya dikonsumsi pada saat perut kososng untuk mencegah ikatan dengan protein dan fosfat (Monkemuller, dkk., 2006).


(33)

2.3.5.6 Golongan prokinetik

Obat yang termasuk golongan prokinetik; domperidon dan metoklopramid. Obat golongan ini efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofangitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung. Metoklopramid bekerja secara selektif pada sistem cholinergik tractus

gastrointestinal (efek gastropokinetik). Metoklopramid merangsang motilitas

saluran cerna bagian atas tanpa merangsang sekresi asam lambung, empedu atau pankreas. Domperidon merupakan golongan prokinetik, obat ini digunakan pada muntah akibat dispepsia fungsional (Monkemuller, dkk., 2006).

Dispepsia merupakan sindrom dari sekumpulan gejala yang menyertainya. Gejala yang timbul pada dispepsia diantaranya adalah mual yang merupakan gejala yang dominan terjadi setelah gejala nyeri. Dispepsia sering terjadi karena adanya hipersekresi asam lambung yang menyebabkan meningkatnya asam lambung menyebabkan rasa tidak enak pada perut berupa rasa mual. Obat-obatan yang diberikan banyak berfokus pada penanganan simtomatis dan penanganan pada sekresi asam lambung, golongan obat yang diberikan seperti; golongan prokinetik, sitoprotetif, penghambat pompa asam, antagonis reseptor H2, antikolinergik dan antasida.

2.4 Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur

RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai didirikan pada masa penjajahan Belanda tahun 1930 yang diberi nama Burgelyzke Zeiken. Setelah berselangnya waktu nama tersebut diubah menjadi Lanscape Hospital dan pada zaman kemerdekaan pada tahun 1945 nama rumah sakit diubah dengan nama


(34)

Tanjung Balai sesuai dengan keputusan Bapak Walikota diubah menjadi RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai dan salah satu Rumah Sakit tertua yang ada di Sumatera Utara yang terletak di Jl. May. Jend. Sutoyo No.39 Kecamatan Tanjung Balai Selatan.

RSUD Dr. Tengku Mansyur merupakan Rumah Sakit rujukan bukan hanya untuk masyarakat Kota Tanjung Balai, juga beberapa daerah disekitarnya seperti Kabupaten Asahan, Kabupaten Batubara, maupun Kabupaten Labuhan Batu. Kota Tanjung Balai mempunyai wilayah kerja efektif 6 (enam) kecamatan yang ada di Kota Tanjung Balai, dengan jumlah penduduk sekitar 158.599 jiwa yang terdiri dari 79.913 jiwa laki-laki dan 78.686 jiwa perempuan. Secara administrasi Kota Tanjung Balai dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Asahan dengan batas-batas sebagai berikut :

 Sebelah Utara dengan Kecamatan Tanjung Balai

 Sebelah Timur dengan Kecamatan Sei. Kepayang

 Sebelah Barat dengan Kecamatan Simpang Empat

Berdasarkan surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 303/Menkes/SK/IV/1987, telah ditetapkan Rumah Sakit Umum Tanjung Balai menjadi Rumah Sakit kelas C.

Sejak tahun 1987 secara bertahap telah ditetapkan 4 (empat) tenaga Dokter Spesialis Dasar (Penyakit Dalam, Obgyn, Bedah, dan Anak). Diiringi dengan pengadaan peralatan medis dan non medis serta sarana fisik yang bersumber dari dana APBD, APBN maupun bantuan dalam dan luar negeri. Pada saat ini luas Rumah Sakit ± 13.713 m² dengan jumlah Tempat Tidur (TT) 115 buah. Rumah Sakit telah berusaha semaksimal mungkin berbenah diri dalam berbagai aspek,


(35)

baik kualitas maupun kuantitas. Berbagai hal yang menjadi perhatian antara lain proses administrasi dan ketersediaan manajemen, bahan dan alat kesehatan, sarana dan prasarana sampai tingkat kenyamanan pasien dan pengunjung. Pada tahun 2010 RSUD Dr. Tengku Mansyur telah terakreditasi 5 (lima) jenis pelayanan dari Kemenkes RI.

RSUD kedepan berupaya untuk mencapai Akreditasi Versi 2012/ Joint Commition International (JCI) dan terus berusaha untuk berkembang lagi. Baik saran prasarana, sumber daya manusia, hingga acuan pelayanan kesehatan yang ada, dan saat ini sedang dilaksanakan pembangunan dengan sinergi dan bertahap gedung baru Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur dengan jumlah

tempat tidur yang ≥ 200 unit guna memenuhi standart sarana dan layanan Rumah Sakit Kelas B (Anonim, 2010).


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian bersifat deskriptif retrospektif. Deskriptif yaitu analisis yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai subjek penelitian, yang diarahkan pada penyajian informasi mengenai data yang diperoleh melalui proses penelitian dan retrospektif yaitu meneliti kebelakang dengan menggunakan data sekunder.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medik pasien rawat inap yang didiagnosis penyakit dispepsia dan menjalani pengobatan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai pada tahun 2014. Sampel penelitian adalah seluruh rekam medik pasien dispepsia yang termasuk dalam kriteria inklusi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai pada tahun 2014 sebanyak 110 pasien rawat inap.

3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.3.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

a. seluruh data rekam medik pasien dispepsia rawat inap pada tahun 2014 di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai. b. seluruh data rekam medik pasien rawat inap pasien dispepsia yang berusia

17 tahun – 45 tahun keatas di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai.


(37)

c. seluruh data rekam medik pasien rawat inap pasien dispepsia tanpa penyakit penyerta.

3.3.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

a. seluruh data rekam medik pasien dispepsia rawat inap yang tidak lengkap. b. seluruh data rekam medik pasien dispepsia rawat inap diluar tahun 2014.

3.4 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai. Rumah sakit tersebut dipilih karena belum ada dilakukan penelitian tentang pola penggunaan obat pada pasien dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai. Jangka waktu penelitian ini selama bulan Maret 2015 – April 2015 dan rekam medik pasien dispepsia yang berobat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai pada tahun 2014 sebanyak 110 pasien rawat inap.

3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. pola penggunaan obat dispepsia adalah gambaran tentang penggunaan obat dispepsia yang dinilai berdasarkan usia, jenis kelamin, lama perawatan, jumlah obat perpasien, jenis obat (generik atau non generik), bentuk sediaan, dan golongan obat yang diberikan.

b. usia adalah total lama waktu hidup objek sejak tanggal kelahiran hingga saat dilakukan pengobatan dispepsia di rumah sakit.


(38)

d. status penyakit adalah tingkat keparahan penyakit dispepsia.

e. bentuk sediaan obat adalah bentuk sediaan yang mengandung bahan berkhasiat, bahan tambahan yang diperlukan untuk formulasi obat, dengan dosis serta volume dan bentuk sediaan tertentu, langsung dapat digunakan untuk terapi.

3.6 Instrumen Penelitian 3.6.1 Sumber Data

Status rekam medik ( Medical Record ) dari penderita dispepsia yang berobat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai. 3.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperlukan secara retrospektif yaitu meneliti kebelakang dengan menggunakan data sekunder. Data yang dikumpulkan adalah data yang mengandung obat dispepsia dari data rekam medik pasien rawat inap penderita penyakit dispepsia di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai pada tahun 2014 dilakukan seleksi berdasarkan jenis kelamin, usia, lama perawatan, jumlah obat perpasien, jenis obat (generik atau non generik), bentuk sediaan, golongan obat.

3.6.3 Analisis Data

Berdasarkan lembar pengumpulan data dibuat rekapitulasi data-data yang diperoleh kedalam sebuah master tabel yang memuat nomor rekam medik, umur, jenis kelamin, lama perawatan, status pasien, pengobatan, dosis dan keterangan. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel, kemudian disajikan dalam persentase, nilai rata-rata dalam tabel.


(39)

3.7 Variabel Penelitian

Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah : a.Variabel Bebas

i. Jenis Kelamin ii. Usia

iii. Lama Perawatan iv. Jumlah Obat Perpasien

v. Jenis Obat ( generik atau non generik ) vi. Bentuk Sediaan

vii. Golongan Obat b.Variabel Terikat

Pola penggunaan obat Dispepsia

3.8 Langkah Penelitian

Langkah cara penggambilan data yang dilakukan untuk mengumpulkan data rekam medik pasien adalah :

a. meminta rekomendasi Dekan Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai.

b. menghubungi kepala bidang pendidikan dan penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai untuk mendapatkan izin melakukan penelitian, dengan membawa surat rekomendasi dari fakultas. c. menggumpulkan semua data rekam medik yang masuk dari bulan Januari 2014


(40)

d. memilih data rekam medik dan diperoleh sempel sebanyak 110 pada pasien rawat inap penyakit dispepsia.

e. mendata hasil berdasarkan jenis kelamin, usia, lama perawatan, jumlah obat perpasien, jenis obat, bentuk sediaan dan golongan obat dispepsia.


(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai yang dimulai dari bulan Maret 2015 – April 2015. Data diambil dari rekam medik pasien rawat inap penyakit dispepsia pada tahun 2014. Berdasarkan data rekam medik pasien tersebut diperoleh sebanyak 110 data pasien dispepsia rawat inap yang memenuhi kriteria inklusi sebagai objek penelitian yang meliputi jenis kelamin, usia, lama perawatan, jumlah obat perpasien, jenis obat (generik atau non generik), bentuk sediaan, golongan obat dispepsia yang diresepkan.

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian

4.1.1 Karakteristik Pasien Dispepsia Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap pola penggunaan obat pada pasien dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karekteristik Pasien Dispepsia Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Pasien Persentase (%)

1 Laki-Laki 47 42,73

2 Perempuan 63 57,27

Total 110 100

Berdasarkan Tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa dari 110 data rekam medik yang diteliti mayoritas pasien yang mengalami dispepsia adalah perempuan


(42)

laki. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2001-2004 dengan desain case series yang menemukan proporsi kejadian dispepsia lebih tinggi pada perempuan sebesar 63% (Sianturi C, 2006). Kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan daripada laki-laki dikarenakan timbulnya dispepsia sangat berhubungan dengan pola makan, gaya hidup, stres, obat penghilang nyeri maupun akibat infeksi oleh Helycobacter

pylori (Harahap Y, 2009).

4.1.2 Karakteristik Pasien Dispepsia Berdasarkan Usia

Pada penelitian ini pasien dispepsia dikelompokkan menjadi 2 kelompok

usia. Kelompok pertama dengan usia ≤ 45 tahun dan kelompok kedua dengan usia

> 45 tahun. Karakteristik penyakit dispepsia pasien rawat inap di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Karakteristik Pasien Dispepsia Berdasarkan Usia

No Usia Jumlah pasien Persentase (%)

1 ≤ 45 Tahun 45 40,91

2 > 45 Tahun 65 59,09

Total 110 100

Berdasarkan Tabel 4.2, dapat dilihat bahwa mayoritas pasien dispepsia terjadi pada pasien berusia > 45 tahun sebanyak 65 orang (59,09%) dan pasien

yang berusia ≤ 45 tahun terdiri dari 45 orang (40,91%). Hasil penelitian ini sesuai

dengan penelitian yang pernah dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2001-2004 dengan desain case series ditemukan distribusi frekuensi penderita dispepsia rawat inap di RSUP. H. Adam Malik Medan dengan penderita yang


(43)

paling banyak adalah kelompok umur >45 tahun yaitu 112 penderita (51,1%) (Sianturi C, 2006). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pada usia >45 tahun telah terjadi proses degenerasi di dalam organ tubuh, yang mana organ-organ tubuh mengalami penurunan daya kerja yang berdampak pada ketahanan tubuh sehingga tubuh mudah terserang penyakit (Wibawa, 2006).

4.1.3 Karakteristik Pasien Dispepsia Berdasarkan Lama Perawatan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap pola penggunaan obat pada penyakit dispepsia pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai yang paling lama dirawat adalah 5 hari dan yang paling cepat dirawat adalah selama 1 hari, dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Karekteristik Pasien Dispepsia Berdasarkan Lama Perawatan.

Berdasarkan lama perawatan pada pasien dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai pada tahun 2014, lama perawatan 2 hari (60%) merupakan persentase paling tinggi, diikuti dengan lama perawatan 1 hari (21,82%), lama perawatan 3 hari (11,82%), lama perawatan 5 hari (3,63%) dan lama perawatan 4 hari (2,73%). Penelitian ini menyebutkan

No Lama rawat Jumlah pasien Persentase pasien

(%) Hari x pasien

1 1 24 21,82 24

2 2 66 60 132

3 3 13 11,82 39

4 4 3 2,73 12

5 5 4 3,63 20

Total 110 100 227


(44)

dalam penggunaan obat-obat dispepsia didapat jumlah penggunaan obat paling banyak secara keseluruhan, terutama obat golongan proton pompa inhibitor yang dibutuhkan 2-5 hari terapi dengan dosis sekali sehari untuk mencapai penghambatan 70% dari proton pompa yang terlihat di steady state. Proton pompa inhibitor tidak dapat diubah, sekresi asam ditekan selama 24-48 jam atau lebih, sampai proton pompa baru disintesis dan dimasukkan ke dalam membran luminal sel parietal (Goodman dan Gilman, 2008).

4.2 Persentase Penggunaan Obat Dispepsia Perpasien 4.2.1 Jenis Kelamin

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pasien dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai, persentase jumlah penggunaan obat berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Karakteristik Jumlah Penggunaan Obat Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin

Jumlah Pasien

Jumlah R/

Rata-rata R/ Perpasien

Persentase (%)

1 Laki-laki 47 132 2,80 43,86

2 Perempuan 63 169 2,69 56,14

Total 110 301 2,73 100

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, total penggunaan obat pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai adalah sebanyak 301 R/ dengan rata-rata 2,73 R/ dimana mayoritas penggunaan resep perpasien pada pasien perempuan 169 R/ (56,14%).


(45)

4.2.2 Usia

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pasien dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai, persentase jumlah penggunaan obat berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Karakteristik Jumlah Penggunaan Obat Berdasarkan Usia

No Usia Jumlah

Pasien

Jumlah R/

Rata-rata R/ Perpasien

Persentase (%) 1 < 45

Tahun 45 126 2,8 41,87

2 > 45

Tahun 65 175 2,70 58,13

Total 110 301 2,73 100

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, total penggunaan obat pada pasien dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai adalah sebanyak 301 R/ dengan rata-rata 2,73 R/ dimana mayoritas penggunaan resep perpasien pada pasien dispepsia berusia > 45 tahun dengan jumlah pasien 65 orang dan 175 R/ (58,13%) .

4.3 Persentase Penggunaan Jenis Obat Berdasarkan Generik dan Non Generik

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap penggunaan jenis obat generik dan non generik pada pasien dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai, didapati mayoritas obat yang diresepkan merupakan obat generik 298 R/ (99,004%) dan obat non generik 3 R/ (0,996%), dapat dilihat pada Tabel 4.6.


(46)

Tabel 4.6 Karakteristik Penggunaan Obat Berdasarkan Generik dan Non Generik

Obat Generik Obat Non Generik

Jumlah R/ Persentase (%) Jumlah R/ Persentase (%)

298 99,004 3 0,996

Obat generik merupakan obat program pemerintah yang penggunaannya diberlakukan melalui SK Menteri Kesehatan Nomor 085/Menkes/Per.1/1989 tanggal 28 Januari 1989, peraturan ini sangat bermanfaat sebab harga generik yang murah dapat meringankan beban masyarakat dalam hal kebutuhan obat serta dapat meningkatkan pelayanan kesehatan untuk mereka yang membutuhkan. Pemerintahan juga mewajibkan kepada semua fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah untuk menuliskan resep obat generik (Sumantomo, 2006). Hasil penelitian diperoleh bahwa penggunaan obat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai lebih banyak menggunakan obat generik dari pada menggunakan obat non generik, hal ini dikarenakan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai merupakan rumah sakit pemerintah yang harus mengikuti Peraturan Menteri Kesehatan yang mengharuskan penggunaan obat generik.

4.4 Persentase Penggunaan Obat Dispepsia Berdasarkan Bentuk Sediaan Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap penggunaan obat pada penyakit dispepsia pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai berdasarkan bentuk sediaan adalah mayoritas obat yang digunakan dalam bentuk sediaan injeksi sebanyak 133 (44,19%), bentuk


(47)

sediaan sirup sebanyak 100 (33,22%) dan bentuk sediaan tablet/kapsul sebanyak 68 (22,59%). Dapat dilihat pada Tabel 4.7

Tabel 4.7 Karakteristik Penggunaan Obat Dispepsia Berdasarkan Bentuk Sediaan Obat

No Bentuk Sediaan Obat Jumlah R/ Persentase %

1 Injeksi 133 44,19

2 Tablet/Kapsul 68 22,59

3 Sirup 100 33,22

Jumlah 301 100

Berdasarkan hasil penelitian, bahwa dapat dilihat perbedaan bentuk sediaan obat yang paling banyak dan bentuk sediaan yang sedikit digunakan. Bentuk sediaan yang paling banyak digunakan adalah bentuk sediaan injeksi, dikarenakan bentuk sediaan ini memiliki keuntungan yaitu efeknya timbul lebih cepat dan teratur pemakaiannya dibandingkan dengan pemberian per oral, dapat diberikan pada penderita yang tidak kooperatif dan tidak sadar, serta sangat berguna dalam keadaan darurat (Surahman, dkk., 2008). Data diatas dapat dilihat bahwa rute pemberian yang paling banyak digunakan selain bentuk sediaan injeksi adalah sedian oral. Pada umumnya penggunaan obat secara oral lebih banyak digunakan dibandingkan dengan sediaan topikal, karena penggunaan obat melalui oral adalah yang paling menyenangkan, murah, penggunaannya mudah dan paling aman (Anief, 2004).

4.5 Persentase Penggunaan Obat Dispepsia Berdasarkan Golongan Obat Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap penggunaan obat pada


(48)

Kota Tanjung Balai, mayoritas pasien menerima obat yang paling banyak digunakan berdasarkan golongan obat adalah golongan antagonis reseptor H2 sebanyak 108 R/ (35,88%), antasida sebanyak 107 R/ (35,55%), prokinetik atau antiemetik sebanyak 64 R/ (21,27%), proton pump inhibitor sebanyak 21 R/ (6,98%) dan sitoprotektif sebanyak 1 R/ (0,33%). Dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Karakteristik Penggunaan Obat Dispepsia Berdasarkan Golongan Obat

No Golongan Obat Jumlah R/ Persentase (%)

1 Antasida 107 35,55

2 Antagonis Reseptor H2

(Ranitidine) 108 35,88

3 Proton Pump Inhibitor

(Lansoprazole) 21 6,98

4

Prokinetik (Metoclopramid, Domperidon)

64 21,27

5 Sitoprotektif

(Sucralfat) 1 0,33

Total 301 100

Obat-obat yang lazim digunakan adalah: penghambat Histamin2 (H2-Blocker), antasida, penghambat Pompa Proton, kombinasi antibiotik (eradikasi H.pylori). Kombinasi dengan obat: proteksi mucosa (sucralfat, rebamipide, fucoidan), prokinetik, antispasmodik serta anti-cemas dan psikoterapi digunakan dan bersifat individual (Ratnasari N, 2012).

Menurut Willian dan Walkins tahun 2010, Untuk penggunaan obat ranitidin dan antasida sering dijadikan terapi kombinasi pada pengobatan gastritis, dikarenakan kombinasi ranitidin dan antasida berperan dalam menetralkan asam lambung sehingga dapat mengurangi keluhan nyeri yang dialami pasien (Wardaniati I, 2011).


(49)

Telah banyak obat yang beredar yang bertujuan mengobati penyakit dispepsia. Di samping itu kepada penderita tetap dianjurkan mengatur pola makannya dan menghindari faktor-faktor yang dapat memperparah penyakitnya. Penggunaan obat penghambat H2 (Ranitidin) bertujuan untuk mengurangi sekresi asam, antasid digunakan untuk menetralkan asam yang tersekresi dan sukralfat untuk melapisi daerah inflamasi atau ulserasi sehingga dapat mempercepat penyembuhan (Herman, 2004).


(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel sebanyak 110 dari data rekam medik dengan jumlah pasien dispepsia rawat inap yang paling banyak terjadi pada pasien perempuan 63 orang dengan usia yang paling banyak terjadi pada usia > 45 tahun terdiri 65 orang, persentase lama perawatan paling tinggi selama 2 hari perawatan dengan jumlah pasien 66 orang, jumlah penggunaan obat perpasien yang paling banyak pada pasien perempuan 169 R/ dan jumlah penggunaan obat perpasien yang paling banyak pada usia > 45 tahun 175 R/, jenis obat generik yang paling banyak digunakan 298 R/, bentuk sediaan injeksi yang paling banyak digunakan 133 R/ dan golongan antagonis reseptor H2 (Ranitidine) 108 R/ yang paling banyak digunakan untuk pengobatan dispepsia.

5.2 Saran

Kepada peneliti selanjutnya sebaiknya dapat melakukan penelitian terhadap pola penggunaan obat pada pasien dispepsia rawat inap atau rawat jalan di rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya, dan dapat mengetahui lebih jauh lagi apakah pola peresepan dan pengobatan terhadap pasien dispepsia sudah tepat, sehingga diperoleh efek terapi yang tepat membantu dan mempercepat pengobatan dispepsia.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (2004). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 56.

Anonim, (2010). Sekilas Informasi RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjung Balai. www.rumah-sakit.findthebest.co.id/1/129/RS-Bprsu-Dr-Tengku-Mansyur. Diakses tanggal 22 agustus 2015.

DepKes RI. (2003). Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. www.depkes.go.id

DepKes RI. (2004). Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. www.depkes.go.id

DepKes RI. (2006). Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. www.depkes.go.id

Djojoningrat D. (2005). Dispepsia Fungsional. Majalah Kedokteran Indonesia, vol. 55, No.3 Halaman. 219-220.

Djojoningrat D. (2009). Pendekatan Klinis Penyakit Gastrointestinal. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi V. Halaman. 441-531.

Goodman dan Gilman (2008). Manual of Pharmacology and Therapeutics. The Mc Graw-Hill Companies. Halaman 623.

Harahap Y. (2009). Karakteristik Penderita Dispsia Rawat Inap Di RS Martha

Friska Medan Tahun 2007. Skripsi FKM Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Herman, R.B, (2004). Fisiologi Pencernaan Untuk Kedokteran, Andalas Universitas Press, Padang.

Jones R., dan Lydeard S. (2008), Prevalence Of Symtoms Of Dyspepsia In The

Community, Departement Of Primary Medical Care, University Of

Sauthampton. (online), (http;lib.bioinfo.pl/med) Diakses 02 Januari 2015. Katzung, B.G. (2004). Farmakologi Dasar Dan Klinik. Salemba Medika. Jakarta.

Halaman 542, 544, 546.

Kusumobroto H. (2003). Pendekatan Terkini Penderita Dengan Dispepsia Pusat

Gastrohepatologi. FK UNAIR RSUD Sutomo Surabaya. Pertemuan ilmiah

tahunan PAPDI Surakarta.


(52)

Menteri Kesehatan RI. (2014). Standart Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Halaman: 3.

Monkemuller K, Malfertheiner P. (2006), Drug Treatment Of Functional

Dyspepsia. World Journal of Gastroenterology; 12(17): 2694-2700.

Rani A.A, Fauzi A. (2009), Infeksi Halicobacter Pylori Dan Penyakit

Gastroduodenal. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi V.

Halaman. 503-504.

Ratnasari N. (2012), Dispepsia Kronis. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Jan-Feb 2012. Mediaefkagama. Yogyakarta: FK UGM. Halaman 22.

Sayogo S. (2007), Giji Remaja Putri, Yayasan Pengembangan Medik Indonesia, FKUI. Jakarta.

Setyono J. (2006). Karakteristik Pasien Dispepsia di RSUD. Prof. DR. Margono

Soekarjo Purwokerto. Jurnal Keperawatan Sudirman. Vol. 1. No. 1.

Sianturi C. (2006), Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RSUP. H.

Adam Malik Medan Tahun 2001-2004. Skripsi FKM Universitas Sumatera

Utara, Medan.

Sumantomo B. (2006). Perbandingan Bioavaibilitas Dalam Sediaan Generik dan Paten Secara In Vitro. Skripsi. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Surahman E., Mandalas, E., dan Kardinah, E.I. (2008). Evalusi Penggunaan Sediaan Farmasi Intravena Untuk Penyakit Infeksi Salah Satu Rumah Sakit Swasta Di Kota Bandung. Majalah Ilmu Kefarmasian. 5(1): 31. Syamsuni, H.A. (2006). Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman

14, 18-19.

Wardaniati I. (2011), Gambaran Terapi Kombinasi Ranitidin Dengan Sukralfat dan Ranitidin Dengan Antasida Dalam Pengobatan Gastritis Di SMF Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ahmad Mochtar Bukit Tinggi. Artikel Pascasarjana Universitas Andalas Padang.

WHO. (2007). Scaling Up Prevention and Control of Non-Communicable Disease. The SEANET-NCD Meeting, 22-26 Oktober 2007, Phuket, Thailand. Http://www.searo.who.int/

Wibawa, D.N. (2006). Penanganan Dispepsia Pada Lanjut Usia. Ilmu Penyakit Dalam FK Uhud/RS Sanglah, Denpasar.


(53)

NO Rekam

Medik BULAN UMUR L/P

RAWAT

INAP STATUS DIAGNOSA PENGOBATAN DOSIS KET

1 319167 Januari 56 L 2 Hari PJKMU Dispepsia INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam SEMBUH

LANSOPRAZOLE 1 x 1 tab

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

2 319281 Januari 17 P 2 Hari UMUM Dispepsia IUFD NaCl 0,9 % SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C I

LANSOPRAZOLE 1 x 1 tab

DOMPERIDONE 3 x 1 tab

3 319698 Januari 48 P 3 Hari JKS Dispepsia O2 2-3 HR/I SEMBUH

IUFD NaCl 0,9 %

INJ. RANITIDINE 1 Amp/

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

INJ.

METOCLOPRAMID

1 amp / 8 jam

VIT.B COMPLEK 1 x 1 tab

PARACETAMOL 3 x 500

mg

4 319878 Januari 28 L 1 Hari UMUM Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp / 8

jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

STROCAIN TAB 3 x 1 tab


(54)

NO Rekam

Medik BULAN UMUR L/P

RAWAT

INAP STATUS DIAGNOSA PENGOBATAN DOSIS KET

Diet Makan Lemak

5 319919 Januari 19 P 1 Hari JKS Dispepsia O2 1-3 HR/L SEMBUH

IUFD NaCl 0,9 %

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam METOCLOPRAMID

TAB 3 x 1 tab

VIT.B COMPLEK 3 x 1 tab

6 313761 Januari 51 P 2 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA TAB 3 x 1 tab

LANSOPRAZOLE 1 x 1 tab

7 319348 Januari 43 L 1 Hari UMUM Dispepsia IUFD RL 20gtt/i SEMBUH

RANITIDINE TAB 2 x 1 tab

ANTASIDA SIRUP 3 x C I

METOCLOPRAMID

TAB 3 x 1 tab

8 320054 Januari 56 P 1 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 Amp/

12 jam


(55)

NO Rekam

Medik BULAN UMUR L/P

RAWAT

INAP STATUS DIAGNOSA PENGOBATAN DOSIS KET

INJ.

METOCLOPRAMID

1 amp / 8 jam

9 320388 Januari 55 P 2 Hari UMUM Dispepsia IUFD RL Cor 1

Tetes SEMBUH

Lanjut RL 20 gtt/i

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

INJ.

METOCLOPRAMID

1 amp / 8 jam

LANSOPRAZOLE 1 x 1 tab

DOMPERIDONE 3 x 1 tab

10 320587 Januari 21 L 2 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

RANITIDINE TAB 2 x 1 tab

ANTASIDA SIRUP 3 x C I

METOCLOPRAMID

TAB 3 x 1 tab

11 319313 Januari 50 P 2 Hari PJKMU Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA TAB 3 x 1 tab


(56)

NO Rekam

Medik BULAN UMUR L/P

RAWAT

INAP STATUS DIAGNOSA PENGOBATAN DOSIS KET

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam METOCLOPRAMID

TAB 3 x 1 tab

13 322100 Februari 45 L 2 Hari ASKES Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

LANSOPRAZOLE 1 x 1 tab

14 322074 Februari 49 P 2 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

LANSOPRAZOLE 1 x 1 tab

15 321898 Februari 49 P 2 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

LANSOPRAZOLE 1 x 1 tab

16 320817 Februari 35 L 1 Hari UMUM Dispepsia IUFD RL Cor 1

Tetes SEMBUH

Lanjut RL 20 gtt/i

INJ. RANITIDINE 1 amp /


(57)

NO Rekam

Medik BULAN UMUR L/P

RAWAT

INAP STATUS DIAGNOSA PENGOBATAN DOSIS KET

INJ.

METOCLOPRAMID

1 amp / 8 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

INJ. KALNEX 250 mg /

12 jam

17 322457 Februari 47 P 2 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 Amp/

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

LANSOPRAZOLE 1 x 1 tab

18 320802 Februari 51 P 2 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 Amp/

12 jam INJ.

METOCLOPRAMID

1 amp / 8 jam

LANSOPRAZOLE 2 x 1 tab

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

19 320715 Februari 41 P 4 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam INJ.

METOCLOPRAMID

1 amp / 8 jam


(58)

NO Rekam

Medik BULAN UMUR L/P

RAWAT

INAP STATUS DIAGNOSA PENGOBATAN DOSIS KET

20 322580 Maret 55 P 2 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

METOCLOPRAMID

TAB 3 x 1 tab

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

21 322693 Maret 70 L 1 Hari ASKES Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

INJ.

METOCLOPRAMID

1 amp / 8 jam

PARACETAMOL 3 x 1 tab

22 322868 Maret 51 P 1 Hari BPJS Dispepsia O2 1-2 HR/L SEMBUH

IUFD RL 20 gtt/i

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

PARACETAMOL 3 x 500

mg

23 322999 Maret 44 P 3 Hari BPJS Dispepsia IUFD D10% 20 gtt/i SEMBUH

BETAHISTIN TAB 3 x 1 tab

RANITIDIN TAB 2 x 1 tab

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

24 323193 Maret 52 P 2 Hari BPJS Dispepsia IUFD D10% 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp/


(59)

NO Rekam

Medik BULAN UMUR L/P

RAWAT

INAP STATUS DIAGNOSA PENGOBATAN DOSIS KET

25 323393 Maret 39 L 3 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam INJ.

METOCLOPRAMID

1 amp / 8 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C I

VIT.B COMPLEK 3 x 1 tab

26 323456 Maret 55 L 2 Hari UMUM Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp / 8

jam

VIT.B COMPLEK 3 x 1 tab

METOCLOPRAMID

TAB 3 x 1 tab

ANTASIDA TAB 3 x 1 tab

27 323659 Maret 58 P 1 Hari UMUM Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam METOCLOPRAMID

TAB 3 x 1 tab

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

28 323664 Maret 75 P 1 Hari UMUM Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /


(60)

NO Rekam

Medik BULAN UMUR L/P

RAWAT

INAP STATUS DIAGNOSA PENGOBATAN DOSIS KET

INJ. ZANTADINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

29 323810 Maret 64 P 4 Hari BPJS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp/

12 jam INJ.

METOCLOPRAMID

1 amp / 8 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

VIT.B COMPLEK 3 x 1 tab

30 324132 Maret 48 P 1 Hari ASKES Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

DOMPERIDONE 3 x 1 tab

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

INJ.

METOCLOPRAMID

1 amp / 8 jam

PARACETAMOL 3 x 1 tab

BETAHISTIN TAB 3 x 1 tab

31 324280 Maret 49 P 3 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

INJ. KALNEX 1 amp /


(61)

NO Rekam

Medik BULAN UMUR L/P

RAWAT

INAP STATUS DIAGNOSA PENGOBATAN DOSIS KET

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

32 324794 April 55 P 3 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

DOMPERIDONE 3 x 1 tab

METOCLOPRAMID

TAB 3 x 1 tab

33 324892 April 31 L 2 Hari JKS Dispepsia IUFD NaCl 0,9 % 20

gtt/i SEMBUH

INJ. KETOROLAC 1 amp

(K/P)

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam INJ.

METOCLOPRAMID

1 amp / 8 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

34 324722 April 43 L 2 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 Amp/

12 jam INJ.

METOCLOPRAMID

1 amp / 8 jam


(62)

NO Rekam

Medik BULAN UMUR L/P

RAWAT

INAP STATUS DIAGNOSA PENGOBATAN DOSIS KET

35 325316 April 25 L 2 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam METOCLOPRAMID

TAB 3 x 1 tab

PARACETAMOL 3 x 500

mg

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

36 325457 April 31 P 2 Hari PJKMU Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

AMOXICILIN 3 x 1 tab

PARACETAMOL 3 x 1 tab

37 325815 April 58 P 3 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 Amp/

12 jam INJ.

METOCLOPRAMID

1 amp/ 8 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C I

38 325934 April 50 P 3 Hari BPJS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam


(63)

NO Rekam

Medik BULAN UMUR L/P

RAWAT

INAP STATUS DIAGNOSA PENGOBATAN DOSIS KET

39 326275 Mei 31 P 1 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

BETAHISTIN TAB 3 x 1 tab

40 326296 Mei 53 P 3 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

41 326775 Mei 52 L 2 Hari JKS Dispepsia O2 1-2 HR/L SEMBUH

IUFD RL 20 gtt/i

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

42 326808 Mei 53 P 2 Hari BPJS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

LANSOPRAZOLE 1 x 1 tab

43 327480 Mei 27 L 2 Hari BPJS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam


(64)

NO Rekam

Medik BULAN UMUR L/P

RAWAT

INAP STATUS DIAGNOSA PENGOBATAN DOSIS KET

INJ.

METOCLOPRAMID

1 amp / 8 jam

44 327552 Mei 44 L 1 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

INJ.

METOCLOPRAMID

1 amp / 8 jam

45 327866 Mei 46 L 2 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

LANSOPRAZOLE 1 x 1 tab

DOMPERIDONE 3 x 1 tab

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

46 327884 Mei 51 P 2 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

47 327898 Mei 47 P 2 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

LANSOPRAZOLE 1 x 1 tab


(65)

NO Rekam

Medik BULAN UMUR L/P

RAWAT

INAP STATUS DIAGNOSA PENGOBATAN DOSIS KET

48 328448 Juni 57 L 2 Hari PJKMU Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

INJ. KETOROLAC 1 amp

(K/P)

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

PARACETAMOL 3 x 1 tab

49 328528 Juni 56 L 1 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

PARACETAMOL 3 x 1 tab

50 328555 Juni 50 P 1 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

DULCOLAC 2 x 1 tab

51 329060 Juni 54 P 2 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam INJ.

METOCLOPRAMID

1 amp / 12 jam


(66)

NO Rekam

Medik BULAN UMUR L/P

RAWAT

INAP STATUS DIAGNOSA PENGOBATAN DOSIS KET

52 329290 Juni 40 P 3 Hari JKS Dispepsia O2 2-4 e/i (K/P) SEMBUH

IUFD RL 20 gtt/i

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

ALPRAZOLAM 1 x 0.5

mg

53 329691 Juni 48 P 1 Hari BPJS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C I

54 329776 Juni 54 P 2 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

PARACETAMOL 3 x 1 tab

VIT.B COMPLEK 3 x 1 tab

55 330045 Juli 55 L 5 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

1 amp / 12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

VIT.B COMPLEK 3 x 1 tab

INJ.

METOCLOPRAMID

1 amp / 8 jam


(67)

NO Rekam

Medik BULAN UMUR L/P

RAWAT

INAP STATUS DIAGNOSA PENGOBATAN DOSIS KET

56 330173 Juli 25 L 2 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

57 330201 Juli 66 L 3 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

METOCLOPRAMID

TAB 3 x 1 tab

58 330477 Juli 48 P 2 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

KALTROPEN SUPP (k/p)

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

59 330465 Juli 64 L 2 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

PARACETAMOL 3 x 500

mg METOCLOPRAMID


(68)

NO Rekam

Medik BULAN UMUR L/P

RAWAT

INAP STATUS DIAGNOSA PENGOBATAN DOSIS KET

60 330668 Juli 21 L 2 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

LANSOPRAZOLE 1 x 1 tab

METOCLOPRAMID

TAB 3 x 1 tab

61 330876 Juli 56 L 1 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

62 330877 Juli 53 P 1 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

METOCLOPRAMID

TAB 3 x 1 tab

63 330973 Juli 40 P 2 Hari JKS Dispepsia O2 2-4 e/i (K/P)

IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

INJ. KETOROLAC 1 amp

(K/P)


(69)

NO Rekam

Medik BULAN UMUR L/P

RAWAT

INAP STATUS DIAGNOSA PENGOBATAN DOSIS KET

64 331076 Juli 18 L 1 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

INJ. KETOROLAC 1 amp

(K/P)

65 331669 Agustus 64 P 2 Hari PJKMU Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam INJ.

METOCLOPRAMID

1 amp / 8 jam KALTROPAM

SUPP (k/p)

66 332118 Agustus 58 P 3 Hari JKS Dispepsia IUFD NaCl 0.9 % 20

gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

VIT.B COMPLEK 3 x 1 tab

67 332146 Agustus 17 L 2 Hari BPJS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /


(70)

NO Rekam

Medik BULAN UMUR L/P

RAWAT

INAP STATUS DIAGNOSA PENGOBATAN DOSIS KET

AMOXICILIN 3 x 500

mg

LANSOPRAZOLE 1 x 1 tab

DOMPERIDONE 3 x 1 tab

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

68 332232 Agustus 53 P 2 Hari UMUM Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

INJ. NOVALGIN 1 amp / 8

jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II

METOCLOPRAMID

TAB 3 x 1 tab

69 332472 Agustus 52 P 1 Hari UMUM Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x 1 tab

70 332493 Agustus 49 P 2 Hari JKS Dispepsia IUFD RL 20 gtt/i SEMBUH

INJ. RANITIDINE 1 amp /

12 jam INJ.

METOCLOPRAMID

1 amp / 8 jam

ANTASIDA SIRUP 3 x C II


(1)

67

LAMPIRAN 2 : Surat Judul Penelitian Dan Pembimbing II


(2)

(3)

69 LAMPIRAN 4 : Surat Ethical Clearence


(4)

(5)

71

LAMPIRAN 6 : Surat Pemberitahuan Selesai Penelitian


(6)