Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Kartu Kredit Orang Lain

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Perkembangan dunia Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang
semakin pesat telah membawa perubahan di segala sektor kehidupan manusia.
Teknologi modern memungkinkan manusia untuk melakukan berbagai hal
sepanjang hari. Jenis-jenis pekerjaan yang sebelumya menuntut kemampuan fisik
yang cukup besar, kini relatif sudah bisa digantikan oleh perangkat mesin-mesin
otomatis. Seperti yang kita ketahui, teknologi kini telah merembes dalam
kehidupan manusia, bahkan dari kalangan atas hingga menengah kebawah
sekalipun.

Kartu kredit merupakan salah satu aspek dalam kehidupan masyarakat
modern sebagai pengganti alat pembayaran secara konvensional dan memiliki
prestige tersendiri. Kartu Kredit atau Credit Card merupakan sebuah gaya hidup

dan bagian dari komunitas manusia untuk dapat dikategorikan modern dalam tata
kehidupan sebuah kota yang beranjak menuju metropolitan atau kosmopolitan.
Sebuah gaya hidup yang apabila tidak diikuti membuat tertinggal dari pesatnya
perkembangan kehidupan, akan tetapi disisi lain akan terbawa arus yang semakin

deras ke pusaran kehidupan yang melupakan identitas dirinya. 1

1

Dr. Johannes Ibrahim, S.H., M.H., Kartu Kredit - Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan,
PT Refika Aditama, Bandung, 2004, hal. 1

1
Universitas Sumatera Utara

2

Dewasa ini setiap orang menginginkan segala sesuatu yang dimiliki
haruslah yang praktis dan ekonomis terutama dalam hal sistem pembayaran atau
transaksi dan salah satu solusinya adalah dengan pembayaran tagihan dengan
kartu kredit atau dengan internet banking, yang telah banyak disediakan bank
nasional dan bank swasta di Indonesia.
Penggunaan fasilitas perbankan seperti kartu kredit tidak lepas dari fungsi
bank dalam bidang ekonomi yang berfungsi sebagai lembaga financial
intermediary yang artinya, di satu sisi bank dapat melakukan penghimpunan dana


dari masyarakat, dan di sisi lain bank dapat melakukan penyaluran dana yang
dihimpun dari masyarakat kepada masyarakat itu sendiri. Jadi kartu kredit
merupakan salah satu kartu yang diterbitkan oleh bank yang kegunaannya sebagai
alat pembayaran ditempat-tempat seperti pasar, swalayan, hotel, restoran, tempat
hiburan, dan tempat lainnya, penggunaan berbagai jenis kartu kredit disebabkan
beberapa faktor yaitu untuk kenyamanan, kemudahan, dan unsur praktis bagi
penggunaannya.

Maka pada saat memberikan fasilitas kartu kredit kepada

nasabahnya harus bertujuan untuk hal yang lebih baik bagi si pengguna kartu
kredit, sehingga terjadi unsur kepercayaan dari bank bahwa nasabah kredit dapat
melakukan prestasinya atau mampu mengembalikan kredit sesuai dengan waktu
yang diperjanjikan. 2
Kartu kredit digolongkan dalam kredit jangka pendek yang saat ini
diminati masyarakat karena bunga yang dibebankan sangat ringan yaitu tidak
lebih dari 5% (lima persen). Sedangkan bagi bank dengan memberikan kredit

2


http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=131&Itemid=131

Universitas Sumatera Utara

3

jangka pendek maka memperkecil resiko yang akan dihadapi oleh bank seperti
macetnya pembayaran tagihan atau kredit macet.
Mekanisme perolehan kartu kredit tidak sulit karena hanya memerlukan
kartu identitas dan slip gaji lalu mengisi formulir yang disediakan oleh bank.
Setelah itu bank melakukan analisa kelayakan pemberian kredit yang
meliputi survey, lalu mengecek dengan melakukan blacklist yang dikeluarkan oleh
bank Indonesia serta melakukan crosscheck terhadap bank lain selaku sesama
penerbit kartu kredit lain agar pemohon hanya memiliki satu kartu kredit dari
penerbit kartu kredit. Seiring dengan penggunaan kartu kredit yang makin
meningkat

dari


tahun

ke

tahun

tidak

menutup

kemungkinan

timbul

penyalahgunaan kartu kredit orang lain dengan berbagai modus yang
menimbulkan kerugian tidak saja bagi bank tetapi juga bagi masyarakat pengguna
kartu kredit itu sendiri, hal itu dapat berakibat terjadinya kredit macet yang dapat
mengganggu sistem perbankan nasional dan melemahkan nilai tukar mata uang
Indonesia terhadap mata uang asing. 3
Penggunaan kartu kredit dapat memberikan kemanfaatan atau menjurus ke

arah pola hidup konsumtif. Selain itu, perkembangan kartu kredit menciptakan
modus operandi bagi berbagai kejahatan dengan menggunakan sarana kartu
kredit. Banyak oknum-oknum tak bertanggung jawab yang menyalahgunakan
kecanggihan teknologi dalam bertransaksi ini dan menjadikan kartu kredit ini
sebagai sarana yang dapat dipergunakan untuk mengambil keuntungan yang
bukan merupakan haknya.

3

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

4

Para pelaku kejahatan dengan dengan modus kartu kredit sudah semakin
modern dan mempunyai jaringan luas, bahkan dari media informasi yang pernah
diketahui bahwa jaringan ini telah sampai ke luar negeri. Serta teknik maupun
peralatan dan bahan baku pembuat kartu palsu dijaringan ini telah saling bertukar
informasi dan saling jual beli bahan baku guna pemalsuan. Para pelaku kejahatan

Kartu

Kredit

mempunyai

mesin

pembuat

kartu.

Mesin enconding data

pada magnetic stripe kartu sesuai dengan data yang terekam pada kartu asli. Kartu
ini sering dipakai untuk membuat tanda pengenal ID card, kartu anggota, dan lainlain. Bahan bakunya bisa dibeli dari luar negeri maupun dari bank di dalam negeri
yang kemudian dicetak sesuai aslinya ataupun menyerupai. 4
Adanya penyalahgunaan kartu kredit maka kejahatan yang ditimbulkan
akan memiliki


nilai

Penyalahgunaan

kartu

yang strategis,
kredit

juga

selain
bersifat

bersifat

kejahatan Nasional.

kejahatan


lintas

Negara

atau Transnasional, karena kartu kredit yang diterbitkan di Indonesia dapat juga
digunakan diluar negeri asalkan penggunaannya ditempat pembayaran yang
memiliki logo yang sama dengan logo penerbit kartu kredit tersebut. Sebagai
contoh, warga Negara Indonesia yang pergi ke Negara Jerman, disana dia
menggunakan kartu kredit Mastercard untuk membayar transaksi jual beli pada
mesin EDC (Electronic Draft Capture) yang berlogo Mastercard setelah itu
pelaku langsung membuang kartu kreditnya atau tidak membayar tagihan atas
kartu kreditnya sehingga perbuatan pelaku dapat merugikan Negara Jerman
karena mata uang yang beredar tidak dapat kembali sebagaimana mestinya dan

4

http://mediatorinvestor.wordpress.com/artikel/kejahatan-kartu-atm-kartu-kredit/

Universitas Sumatera Utara


5

menjadi kredit macet. Hal inilah yang dimaksud kejahatan kartu kredit yang
bersifat lintas Negara atau Transnasional.5
Dengan melihat meningkatnya kejahatan dalam tindak pidana kartu kredit
yang pelakunya terdiri dari satu orang atau segolongan masyarakat yang memiliki
tingkat kepintaran yang tinggi dengan pemanfaatan teknologi yang canggih, oleh
karena itu pelaku kejahatan tersebut sudah sepantasnya dijatuhi hukuman pidana
maksimum

sebagaimana

yang

diancamkan

oleh

peraturan


perundang-

undangannya agar setimpal dengan tindak pidana yang dilakukannya. 6
Dalam tugas akhir yang berjudul “Pertanggungjawaban Pidana Pelaku
Tindak Pidana Penyalahgunaan Kartu Kredit Orang Lain” ini Penulis
berusaha mencoba untuk mencari tahu bentuk pertanggungjawaban pidana yang
akan diterapkan dan dijatuhkan kepada pelaku kejahatan penyalahgunaan kartu
kredit orang lain.

B. Permasalahan

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah :

1. Apa sajakah yang termasuk bentuk-bentuk penyalahgunaan kartu kredit?
2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana pelaku penyalahgunaan kartu
kredit orang lain?

5

http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=131&Itemid=131,

Op.Cit.
6
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan identifikasi permasalahan diatas, maka dapat disimpulkan
yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini. Adapun yang menjadi tujuan
dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui apa-apa saja perbuatan yang tergolong ke dalam
kejahatan dan tindak pidana penyalahgunaan kartu kredit.
2. Untuk mengetahui bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban yang akan
diberikan sebagai sanksi kepada pelaku tindak pidana penyalahgunaan
kartu kredit.

Adapun yang menjadi manfaat penulisan skripsi ini tidak dapat dipisahkan
dari tujuan penulisan seperti yang telah diuraikan diatas, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum
pidana, khususnya yang berkaitan dengan kartu kredit.
b. Dapat

memberikan

masukan

kepada

masyarakat,

lembaga

pemerintahan, aparat penegak hukum dan semua yang berkaitan
dengan penegakan hukum terhadap tindak pidana penyalahgunaan
kartu kredit serta pertanggungjawaban pidananya.

Universitas Sumatera Utara

7

2. Manfaat Praktis

a. Dapat dijadikan pedoman dan bahan rujukan bagi para mahasiswa,
masyarakat, praktisi hukum, pemerintah dan pihak lain dalam
penelitian yang berkaitan dengan sistem pertanggungjawaban pidana
dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia tentang tindak
pidana penyalahgunaan kartu kredit.
b. Dapat memberi masukan bagi para pembentuk undang-undang, aparat
penegak hukum maupun pihak lain dalam penentuan penerapan
pertanggungjawaban pidana dalam peraturan perundang-undangan di
Indonesia tentang tindak pidana penyalahgunaan kartu kredit.

D. Keaslian Penulisan
“Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyalahgunaan
Kartu Kredit Orang Lain” yang diangkat menjadi judul dalam penulisan skripsi ini
belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Hal ini
sejalan dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh Perpustakaan Universitas
Cabang FH USU / Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum FH USU, pada
tanggal 11 Maret 2013 mengenai keaslian judul dari penulisan skripsi ini. Namun
ada beberapa judul skripsi yang memiliki sedikit kesamaan dengan skripsi ini
yang ditemukan pada Perpustakaan Universitas Cabang FH USU / Pusat
Dokumentasi dan Informasi Hukum FH USU, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

8

1. Kajian Hukum Pidana dan Kriminologi Tentang Penyalahgunaan Kartu
Kredit (Credit Card Fraud), (Berlin Anto Gulo, 990200021)

2. Kejahatan

yang

Berkaitan

dengan

Kartu

Kredit

dan

Upaya

Penanggulangannya (Rosvelin Rominar Sormin, 040200254)

3. Peranan Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) dalam Menanggulangi
Tindak Pidana yang Berhubungan dengan Kartu Kredit (Studi di Asosiasi
Kartu Kredit Indonesia), (Putri Sinaga, 050200242)

4. Pemalsuan Kartu Kredit Dikaitkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana dan PAsal 35 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan

Transaksi Elektronik (ITE), (Archiman Simbolon,

060200012)
5. Kelemahan-Kelemahan Pasal 263 KUHP Terhadap Kejahatan Kartu
Kredit dan Upaya Penanggulangannya , (Halimatussakdiah, 920200070)

Dengan demikian jika dilihat dari permasalahan serta tujuan yang ingin
dicapai dari penulisan skripsi ini, maka penulis dapat mengatakan bahwa skripsi
ini adalah hasil karya yang berasal dari pemikiran penulis.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Tanggung Jawab” adalah
keadaan wajib menanggung segala sesuatu (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut,

Universitas Sumatera Utara

9

dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya).

7

Pidana adalah kejahatan (tentang

pembunuhan, perampokan, dan sebagainya). 8

Selanjutnya pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban dan
pidana, merupakan ungkapan-ungkapan yang terdengar dan digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, dalam moral, agama dan hukum. Tiga hal ini berkaitan
dengan yang lain, dan berakar pada suatu keadaan yang sama, yaitu adanya suatu
pelanggaran terhadap sistem aturan-aturan. Pertanggungjawaban pidana berkaitan
dengan persoalan keadilan.

Pertanggungjawaban

pidana

lahir

dengan

diteruskannya

celaan

(verwijtbaarheid) yang objektif terhadap perbuatan yang dinyatakan sebagai
tindak pidana berdasarkan hukum pidana yang berlaku, yang secara subjektif
kepada pembuat yang memenuhi persyaratan untuk dapat dikenai pidana karena
perbuatan tersebut. Dasar dari adanya tindak pidana adalah asas legalitas,
sedangkan dasar dapat dipidananya pembuat adalah asas kesalahan. Ini berarti
bahwa pembuat tindak pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan
dalam melakukan tindak pidana tersebut. Kapan seseorang dikatakan mempunyai
kesalahan dalam melakukan tindak pidana tersebut, merupakan hal menyangkut
masalah pertanggungjawaban pidana. Seseorang mempunyai kesalahan bilamana
melakukan tindak pidana, dilihat dari segi kemasyarakatan. Ia dapat dicela oleh
karena perbuatan tersebut. 9

7

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1991, hal. 1006
Ibid, hal. 776
9
Penjelasan Pasal 31 RUU KUHP 1999-2000, hal. 22
8

Universitas Sumatera Utara

10

Pada waktu membicarakan pengertian perbuatan pidana, telah diajukan
bahwa dalam istilah tersebut tidak termasuk pertangungjawaban. Perbuatan pidana
hanya menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan dengan suatu pidana.
Apakah orang yang melakukan perbuatan kemudian juga dijatuhi pidana,
sebagaimana telah diancamkan, ini tergantung dari soal apakah dalam melakukan
perbuatan ini dia mempunyai kesalahan, sebab azas pertanggungjawaban dalam
hukum pidana ialah : tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (Geen straf zonder
schuld; Actus non facit reum nisi mens sir rea ). Azas ini tidak tersebut dalam
hukum tertulis tapi dalam hukum yang tak tertulis yang juga di Indonesia berlaku.
Pertanggungjawaban tanpa adanya kesalahan dari pihak yang melanggar,
dinamakan leer van het materiele feit (fait materiele). Dahulu dijalankan atas
pelanggaran tapi sejak adanya arrest susu dari H. R. 1916 Nederland, hal itu
ditiadakan. 10
Kesalahan dalam pengertian seluas-luasnya, yang dapat disamakan dengan
pengertian pertanggungjawaban dalam hukum pidana, didalamnya terkandung
makna dapat dicelanya si pembuat atas perbuatannya. Jadi apabila dikatakan
orang bersalah melakukan sesuatu tindak pidana, maka itu berarti bahwa ia dapat
dicela atas perbuatannya.

Kesalahan dalam arti bentuk kesalahan (schuldvorm) dapat juga dikatakan
kesalahan dalam arti yuridis, yang berupa :

1. Kesengajaan
2. Kealpaan

Unsur-unsur kesalahan (dalam arti yang seluas-luasnya), ialah :

a. Adanya kemampuan bertanggungjawab si pembuat; keadaan jiwa si
pembuat harus normal.

10

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hal. 153

Universitas Sumatera Utara

11

b. Hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya, yang berupa
kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa); ini disebut bentuk-bentuk
kesalahan.
c. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak adanya alasan
pemaaf. 11

Menurut Prof. Moeljatno orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan
(dijatuhi pidana) kalau tidak melakukan perbuatan pidana. 12

Untuk memberikan gambaran tentang apa yang dimaksud dengan
pertanggungjawaban pidana (kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya), berikut
ini disampaikan pengertian tentang “kesalahan dari berbagai pandangan/doktrin
dalam hukum pidana :

a. Simons

Menurut Simons, kesalahan adalah keadaan batin (psychis) yang tertentu dari
si pembuat dan hubungan antara keadaan batin (dari si pembuat) tersebut
dengan perbuatannya yang sedemikian rupa, sehingga si pembuat dapat
dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.13

11

Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Alumni, Bandung, 1985, hal. 89
Ibid, hal. 155
13
Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektif Pembaharuan, UMM Pres,
Malang, 2009, hal. 222
12

Universitas Sumatera Utara

12

Berdasarkan batasan tentang kesalahan yang diberikan Simons tersebut dapat
disimpulkan bahwa untuk adanya kesalahan terdapat dua syarat yang harus
dipenuhi, yaitu : 14
1) Untuk adanya “kesalahan” harus ada juga “keadaan batin” yang
tertentu dari si pembuat.
2) Untuk adanya “kesalahan” juga harus ada hubungan antara keadaan
batin si pembuat dengan perbuatannya yang sedemikian rupa, sehingga
si pembuat dapat dicela atas perbuatannya.

b. Karni
Menurut Karni, yang menggunakan istilah “salah dosa” untuk menyebut
istilah “kesalahan” mengatakan, bahwa pengertian salah dosa mengandung
celaan. Celaan ini menjadi dasar tanggung jawab menurut hukum pidana.
Selanjutnya

dikatakan,

bahwa

jika

perbuatan

dapat

dan

patut

dipertanggungjawabkan atas si pembuat, si pembuat harus boleh dicela karena
perbuatannya itu, perbuatan itu mengandung perlawanan hak, perbuatan itu
harus dilakukan baik dengan sengaja maupun dengan salah. 15

14
15

Ibid.
Ibid, hal. 223

Universitas Sumatera Utara

13

c. Jonkers
Menurut Jonkers didalam keterangan tentang “schuldbergri” membuat
pembagian atas tiga bagian dalam pengertian kesalahan, yaitu : 16

1) Kesengajaan atau kealpaan (opzet of schuld);
2) Sifat melawan hukum (de wederrechttelijkheid);
3) Kemampuan bertanggungjawab (de toerekenbaarheid).

d. Vos

Vos memandang pengertian kesalahan mempunyai tiga tanda khusus,
yaitu: 17

1) Kemampuan bertanggungjawab dari orang yang melakukan perbuatan
(toerekeningsvatbaarheid van de dader).
2) Hubungan batin tertentu dari orang yang berbuat, yang perbuatannya
itu dapat berupa kesengajaan atau kealpaan.
3) Tidak terdapat dasar alasan yang menghapus pertanggungjawaban bagi
si pembuat atas perbuatannya.

2. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam
hukum pidana Belanda yaitu “strafbaar feit”. Di dalam Kitab Undang-undang

16
17

Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Yogyakarta, 1992, hal. 136
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

14

Hukum Pidana tidak terdapat penjelasan mengenai apa sebenarnya yang
dimaksud dengan strafbaar feit itu sendiri. Biasanya tindak pidana
disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa Latin yakni kata
delictum. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tercantum sebagai berikut :18

“Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena
merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana .”

Dalam KUHP tidak diberikan defenisi terhadap istilah tindak pidana
atau strafbaar feit. Karenanya, para penulis hukum pidana telah memberikan
pendapat mereka masing-masing untuk menjelaskan tentang arti dari istilah
tersebut.
Istilah “Peristiwa Pidana” atau “Tindak Pidana” adalah sebagai
terjemahan dari istilah bahasa belanda “strafbaar feit”. Dalam Bahasa
Indonesia disamping istilah “peristiwa pidana” untuk terjemahan strafbaar feit
atau delict dikenal juga beberapa terjemahan lain untuk pengertian Tindak
Pidana, Perbuatan Pidana, Perbuatan yang boleh dihukum, dan Perbuatan yang
dapat dihukum.19

Beberapa Sarjana telah berusaha untuk memberikan perumusan
tentang pengertian dari peristiwa pidana, diantaranya :

18

Teguh Prasetyo, Hukum Pidana , ed.1, cet.4, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hal. 47
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-pokok Hukum Pidana , cet ke-1, Pradnya
Paramita, Jakarta, 2004, hal 37.

19

Universitas Sumatera Utara

15

1. D. Simons
Perumusan peristiwa pidana menurut Prof. Simons adalah “Een
Strafbaargelesetelde, onrechtmatige, met schuld in verband standee
handeling van een teorekeningvatbar person”. Adapun maksud dari

perumusan tersebut adalah salah dan melawan hukum yang diancam
pidana dan dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab.
Perumusan Simons tersebut menunjukkan perbuatan manusia tidak hanya
een doen (perbuatan) akan tetapi juga een nalaten atau niet doenn

(melakukan atau tidak berbuat).20

Unsur-unsur lain ialah perbuatan manusia itu harus melawan hukum
(wederchtelijk), perbuatan itu diancam dengan pidana (strafbaargestelede)
oleh undang-undang, harus dilakukan oleh seseorang yang mampu
bertanggungjawab (toerekeningsvarbaar ), dan pada perbuatan itu harus
terdapat kesalahan (schuld) si pelaku.

2. Pompe

Menurut Pompe, perkataan strafbaar feit itu secara teoritis dapat
dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib
hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah
dilakukan oleh seseorang pelaku, dimana penjatuhan terhadap pelaku

20

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

16

tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya
kepentingan umum.21

3. Van Hamel

Perumusan perbuatan pidana atau tindak pidana yang dikemukakan
Van Hamel hampir sama dengan apa yang dikemukakan oleh Simons. Van
Hamel menguraikan makna kesalahan (schuld) lebih tegas lagi.
Menurutnya kesalahan meliputi juga kesengajaan, kealpaan, serta kelalaian
dan kemampuan bertanggungjawab. Van Hamel juga menyatakan bahwa
istilah strafbaarfeit

tidak tepat, tetapi dia menggunakan istilah

strafwaardig feit (peristiwa yang bernilai atau patut dipidana).22

4. Moeljatno
Moeljatno cenderung lebih suka menggunakan kata “perbuatan
pidana” daripada kata “tindak pidana”. Menurut beliau kata “tindak
pidana” dikenal karena banyak digunakan dalam perundang-undangan
untuk menyebutnya suatu “perbuatan pidana”.23
Moeljatno berpendapat bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan
yang dilarang oleh aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi)
berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.
Larangannya ditujukan pada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian
21

P.A.F.Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia , PT.Citra Aditya Bakti, Bandung,
1997, hal.1.
22
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, loc.cit
23
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, cetakan V, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hal.56.

Universitas Sumatera Utara

17

yang ditimbulkan oleh kelakuan orang) sedangkan ancaman pidananya
ditujukan kepada orang yang menimbulkan keadaan atau kejadian tersebut.

Atas pendapat Van Hamel dan Simons, Moeljatno menunjukkan
perbedaan antara pengertian perbuatan pidana dan strafbaar feit terletak
pada ada tidaknya kelakuan, akibat dan kesalahan didalamnya.24 Van
Hamel memberikan pengertian perbuatan pidana dan strafbaarfeit sebagai
kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan
hokum dan patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Pendapatnya
tentang strafbaarfeit terdiri dari kelakuan tanpa akibat, sedangkan
Moeljatno menekankan bahwa perbuatan pidana terdiri dari kelakuan dan
akibat. Simons memberikan pengertian strafbaarfeit paling lengkap
dengan menyebutkan sebagai suatu perbuatan yang diancam dengan
hukuman, bertentangan dengan hukum, dilakukan oleh orang bersalah dan
orang itu dapat bertanggungjawab atas perbuatannya. Moeljatno tidak
sependapat dengan Simons yang memasukkan kesalahan dalam pengertian
perbuatan pidana. Menurut Moeljatno, kesalahan seharusnya berada diluar
perbuatan pidana, yaitu keadaan batin pelaku dan hubungan batin pelaku
dengan perbuatannya untuk dapat tidaknya mempertanggungjawabkan
perbuatannya.25

24
25

Ibid, hal.54.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

18

5. E. Utrecht

Utrecht menerjemahkan strafbaar feit dengan istilah peristiwa pidana
yang sering juga ia sebut dengan delik, karena peristiwa itu suatu
perbuatan handelen, atau doen-positif atau suatu melalaikan nalatennegatif, mauupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan
atau melalaikan itu). Peristiwa pidana merupakan suatu peristiwa hukum
(rechtsfeit), yaitu peristiwa kemasyarakatan yang membawa akibat yang
diatur oleh hukum.26

6. R. Soesilo

R. Soesilo menyebutkan bahwa tindak pidana yaitu sesuatu perbuatan
yang dilarang atau diwajibkan oleh Undang-undang yang apabila
dilakukan atau diabaikan, maka orang yang melakukan atau mengabaikan
itu diancam dengan hukuman.27

3. Pengertian Kartu Kredit

Kartu kredit merupakan alat pembayaran pengganti uang tunai yang
dapat digunakan oleh konsumen untuk ditukarkan dengan barang dan jasa
yang diinginkannya di tempat-tempat yang dapat menerima pembayaran
dengan menggunakan kartu kredit (merchant).28

26

Utrecht, 2000, Rangkaian Kuliah Hukum Pidana I, Surabaya Pustaka Mas, hal.251.
Hamdan, Tindak Pidana , Pustaka bangsa press, Medan, 2005, hal.9.
28
Subagyo, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya , ed.2, cet.2, (Yogyakarta : Bagian Penerbitan
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN,2005), hlm.39.

27

Universitas Sumatera Utara

19

Pengertian kartu kredit dalam pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Inonesia
Nomor 7/52/PBI/2005 sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 10/8/PBI/2008 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Dengan Menggunakan Kartu, yaitu : 29
“Kartu Kredit adalah Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu
yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban
yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi
pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai dimana
kewajiban pembayaran pemegang kartu dipebuhi terlebih dahulu oleh
acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan
pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang
disepakati baik secara sekaligus (charge card) ataupun secara
angsuran.”

Kartu kredit bukanlah suatu alat pembayaran seperti halnya wesel dan
cek karena dengan mengunakan Kartu Kredit sebagai pelaksanaan
pembayaran tidaklah terjadi suatu pemindahan dana dari pemegang kartu
kepada penerima pembayaran (dalam hal ini outlets). Kartu kredit berbeda
dengan cek dan wesel, tidaklah diatur dalam undang-undang dan kartu kredit
tidak bisa dipindah-alihkan.30

Mengenai pengertian kartu kredit ini masih belum ada kesepakatan
dari para ahli, oleh karena itu dikemukakan beberapa pendapat mengenai kartu
kredit yang dikemukakan oleh para ahli hukum dan praktisi sebagai berikut :

29

www.google.com, kartu kredit sebagai alat pembayaran
Wahyono Hardjo, Kartu Kredit dalam Kaitannya dengan Sistem Pembayaran, Pro Justitia
Nomor 1 Tahun X Januari 1992, hal. 65

30

Universitas Sumatera Utara

20

a. Kartu kredit adalah salah satu alat pembayaran paling muktahir
setelah cek dan giro yang bersifat tidak tunai. Kartu kredit dibuat
dari plastik dengan ukuran standar tertentu dan berisikan data
nomor kartu yang terekam dalam magnetic stripe pada bagian
belakang kartu. Pada bagian depan kartu terdapat nama dan nomor
pemegang kartu yang dicetak timbul, juga terdapat tanggal masa
berlaku kartu tersebut. Nomor pemegang kartu biasanya terdiri dari
12-16 digit dan unik untuk setiap bank dan pemegang kartu.31
b. Kartu Kredit adalah alat pembayaran penganti uang tunai atau
cek.32
c. Kartu Kredit adalah kartu atau sejenis kartu yang merupakan
fasilitas kredit dapat digunakan untuk membayar barang dan atau
jasa di tempat-tempat yang sudah ditentukan.33
d. Kartu Kredit adalah Kartu yang umumnya dibuat dari bahan plastik
dengan dibubuhkan identitas dari pemegang dan penerbitnya, yang
memberikan hak terhadap siapa kartu kredit diisukan untuk
menandatangani tanda pelunasan pembayaran harga dari jasa atau
barang yang dibeli di tempat-tempat tertentu, seperti toko, hotel,
restoran, penjualan tiket, pengangkutan dan lain-lain. Selanjutnya
membebankan kewajiban kepada penerbit kartu kredit untuk

31

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1972 Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
32
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Bahan Penataran Dosen Hukum Dagang, UGM, Yogyakarta,
1996, hal. 2
33
Sri Redjeki Hartono, Aspek Hukum Penggunaan Kartu Kredit , Badan Pembinaan Hukum
Nasional, Departemen Kehakiman, Jakarta, 1994, hal. 36

Universitas Sumatera Utara

21

melunasi harga barang dan jasa. Kemudian kepada penerbitnya
diberikan hak untuk menagih kembali pelunasan harga tersebut
dari pihak pemegang kartu kredit plus biaya-biaya lainnya, seperti
bunga, biaya tahunan, uang pangkal, denda dan sebagainya.34
e. Kartu Kredit adalah alat pembayaran pengganti uang tunai atau
cek.35
f. Kartu kredit adalah suatu kartu yang memberikan hak kepada
pemegangnya atas penunjukan dari kartu itu dan dengan
menandatangani formulir rekening pada suatu perusahaan dapat
memperoleh barang-barang atau jasa tanpa perlu membayar secara
langsung.36
g. Kartu Kredit adalah kartu khusus yang diakui sebagai alat
pembayaran pengganti uang tunai ditempat-tempat tertentu
(disebut Merchant) bahkan dapat digunakan untuk mengambil
uang tunai dengan batasan tertentu pada bank penerbit (issuer
bank), yang biasa disebut dengan cash advance.37

h. Kartu Kredit adalah suatu fasilitas kredit yang diberikan oleh Bank
sebagai penerbit (issuer ) kepada pemegang kartu kredit (card
holder ) sehingga pemegang kartu tersebut bisa mengunakannya

34

Munir Fuady, Hukum tentang Pembiayaan dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1995, hal. 218-219
35
Simorangkir, Seluk-Beluk Bank Komersial, Aksara Persada Indonesia, Jakarta, 1986, hal. 120
36
Thomas Suyanto, dkk, Lalu Lintas Pembayaran Dalam dan Luar Negeri , Jilid 1, Intermedia,
Jakarta, 1988, hal. 88
37
Wijanarko, Perkembangan Penggunaan Credit Card di Indonesia .

Universitas Sumatera Utara

22

untuk berbelanja di tempat-tempat yang terdaftar dapat menerima
kartu kredit tersebut (merchant).38
i.

Richard E. Speidel dalam bukunya Mariam Darus Badrulzaman
menyatakan bahwa :39
“Today consumers and even businessmen often „pay“ for goods
(and services) by use of credit card. Some credit cards are issued
by department stores or by gasoline companies and the like, and
may only be used to purchase specified goods or services at
specified places”. “other credit cards are more widely useable the
“T and E” card for travel; and entertainment such American
Express and Dinner’s club are illustrative. Here the full amount
charges is due upon receipt of the bill. Most widely usable of all
are the general “all purpose” bank credit cards (lender cards)
such as “Bank American Card” and “Master Charge”.
Dengan terjemahan secara bebas, bahwa sekarang para konsumen
dan para pelaku bisnis sering menggunakan kartu kredit untuk
membayar barang-barang (dan jasa). Beberapa kartu kredit
dikeluarkan oleh toko-toko serba ada atau perusahaan-perusahaan
minyak dan sejenisnya, dan hanya dapat digunakan untuk membeli
barang atau jasa tertentu di tempat tertentu. Kartu kredit lainnya
dapat lebih luas dipakai untuk ”T dan E” (perjalanan dan Hiburan)
seperti American Express dan Dinner’s Club. Disini seluruh
tagihan akan ditagih pada saat jatuh tempo rekening. Penggunaan
yang paling dipakai adalah jenis kartu kredit umum seperti ”Bank
American Card” dan ”Master Charge”.

Dari beberapa pengertian kartu kredit tersebut di atas, dapat kita
gambarkan adanya pembayaran yang terjadi secara kredit. Artinya pengusaha
melayani pemegang kartu kredit akan menerima uang dari emiten dengan
potongan harga tertentu, sedangkan pemegang kartu-kartu kredit itu baru
kemudian melakukan pembayaran, meskipun dia sudah menerima barang atau
38

Alidamar Dinau, Kartu Kredit Bukan Sekedar Status Simbul, Mandar Maju, Bandung, 1989, hal.
26
39
Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya , Alumni,
Bandung, 1981, hal.148

Universitas Sumatera Utara

23

jasa. Tetapi tidak semua kartu kredit pengertiannya demikian karena ada kartu
kredit tertentu yang pemegangnya harus memenuhi kewajiban membayar
dengan segera, dalam arti jumlah yang dibelanjakan itu akan dikurangkan
langsung pada rekeningnya oleh emiten tanpa tenggang waktu bahkan
langsung pada rekeningnya oleh emiten tanpa tenggang waktu bahkan dapat
dikatan bahwa kartu kredit itu adalah debet card (ada uang ada barang yang
sebenarnya adalah pembayaran secara spontan) Dengan demikian aspek
terpenting digunakannya kartu kredit dalam fungsi tersebut yaitu telah
memberikan suatu substitusi cara pembayaran diluar atau disamping alat
pembayaran yang sah (uang kertas dan logam) dan surat berharga seperti cek.

F. Metode Penelitian

Pengumpulan data dan informasi untuk penulisan skripsi ini telah
dilakukan melalui pengumpulan data-data yang diperlukan untuk dapat
mendukung

penulisan

skripsi

ini

dan

hasil

yang

diperoleh

dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Untuk dapat merampungkan penyajian
skripsi ini agar dapat memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah diperlukan data
yang relevan dengan skripsi ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan
itu, maka penulis menerapkan metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif (yuridis normatif)

Universitas Sumatera Utara

24

yakni merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada berbagai
peraturan perundang-undangan tertulis dan berbagai literatur yang
berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi (law in book). Penelitian
yuridis normatif ini disebut juga dengan penelitian doktrinal (doctrinal
research) atau hukum dikonsepkan sebagai kaedah atau norma yang

merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap pantas.40

2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder.
Data sekunder adalah data yang meliputi peraturan perundang-undangan,
buku-buku, situs internet, putusan pengadilan dan bahan lainnya yang
berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

3. Metode Pengumpulan Data
Data yang ada dalam penulisan skripsi ini dikumpulkan melalui cara
studi kepustakaan yang berarti mempelajari dan menganalisa buku-buku,
peraturan

perundang-undangan,

serta

putusan

perkara

No.771

K/Pid/2009 dan putusan perkara No. 2145 K/Pid/2006, juga sumbersumber bacaan lain yang terkait dengan permasalahan dalam penulisan
skripsi ini.

40

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:
PT.RajaGrafindo Persada, 2006), hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

25

4. Analisis Data
Data primer dan sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian
dianalisa secara kualitatif. Analisis data kualitatif adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya

menjadi

satuan

yang

dapat

dikelola,

mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini adalah terbagi dalam beberapa Bab antara lain,
sebagai berikut :

BAB I

: Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara

lain memuat Latar Belakang, Pokok Permasalahan, Tujuan dan Manfaat
Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II

: Pada bab ini penulis akan membahas tentang pengertian,

sejarah dan perkembangan kartu kredit di Indonesia serta prosedur dan
mekanisme penggunaannya dan berbagai bentuk kejahatan dalam modus operandi
penyalahgunaan kartu kredit.

BAB III

: Pada bab ini penulis akan membahas tentang ketentuan-

ketentuan didalam dan diluar KUHP yang dapat dijadikan sebagai dasar

Universitas Sumatera Utara

26

penerapan kejahatan kartu kredit serta beberapa contoh kasus dan bentuk
pertanggungjawaban pidananya terhadap tindak pidana penyalahgunaan kartu
kredit.

BAB IV

: Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan

kesimpulan dan saran, dimana dalam bab ini penulis mengemukakan hal-hal yang
dianggap penting dari pembahasan tentang permasalahan yang ada didalam skripsi
ini, dan memberikan saran-saran yang dianggap perlu dalam penulisan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara