Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pancasila dan Transformasi Religiositas Sipil di Indonesia

PANCASILA DAN TRANSFORMASI
RELIGIOSITAS SIPIL DI INDONESIA

DISERTASI

OLEH:

TEDI KHOLILUDIN
762008003

Promotor:
Prof. John A. Titaley, Th.D
Prof. Ir. Kutut Suwondo
Dr. David Samiyono MTS, MSLS

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2014

i


ii

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis
menyatakan bahwa disertasi ini tidak berisi materi
yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau
diterbitkan. Demikian juga disertasi ini tidak berisi
satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi
yang terdapat dalam referensi yang dijadikan sebagai
bahan rujukan.

Deklarator

Tedi Kholiludin
762008003

iii


MOTTO
“. . . call Him Allah, call Him Jehovah, call Him Ahura Mazda, call Him Isvara,
names are many but He is one. We see the Sun from different places, but He
stands the same unchanging Light in heaven, shining on all alike”

(Annie Besant)

iv

ABSTRAK
Nama
NIM
Prodi
Judul

: Tedi Kholiludin
: 762008003
: Program Doktor Sosiologi Agama
: Pancasila dan Transformasi Religiositas Sipil di Indonesia


Latar Belakang utama penelitian ini adalah kenyataan bahwa Indonesia
adalah negara majemuk yang dibingkai dengan Pancasila. Pancasila diharapkan
dapat menjaga keragaman bangsa Indonesia baik agama, etnis maupun budayanya.
Tentu saja diperlukan sebuah formulasi pemahaman yang tepat terhadap Pancasila
agar ia dapat tetap bisa memerankan fungsinya dalam menjaga keragaman itu. Di
sisi lain, ekspresi keberagamaan bangsa Indonesia juga harus dalam kerangka
menjaga keragaman agama tersebut. Pemahaman terhadap Pancasila sebagai citacita bersama pada gilirannya berhadapan dengan kekayaan religiositas masyarakat.
Dari latar belakang itu, muncul tiga pertanyaan penelitian. (i) Apakah
manifestasi dari cita-cita bersama dalam konstitusi bangsa Indonesia merefleksikan
apa yang disebut sebagai ide religiositas sipil dan apa yang membedakannya dengan
agama sipil? (ii) Bagaimana ekspresi religiositas sipil yang dijabarkan dalam sebuah
masyarakat yang pluralis dari sudut pandang agama? (iii) Sebagai dasar negara,
bagaimana Pancasila dipahami, kaitannya dengan transformasi religiositas sipil
dalam menghadapi kemajemukan identitas primordial bangsa Indonesia?
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yakni data yang disajikan
dalam bentuk verbal bukan dalam bentuk angka. Untuk mendapatkan data yang
dibutuhkan peneliti menggunakan metode library research atau studi kepustakaan
yaitu usaha untuk memperoleh data dengan cara mendalami, mencermati, menelaah
dan mengidentifikasi pengetahuan yang ada dalam kepustakaan (sumber bacaan,
buku referensi atau hasil penelitian lain. Selain dengan menggunakan sumber

kepustakaan, penulis juga melakukan penggalian data melalui wawancara kepada
informan yang terkait dengan tema penelitian.
Berdasarkan penelaahan yang telah dilakukan maka ada tiga kesimpulan yang
didapatkan. Pertama, berbeda halnya dengan konsep agama sipil yang telah
terformulasikan secara sistematis, gagasan tentang religiositas sipil masih
merupakan bahasan baru yang belum pernah dikaji secara komprehensif. Kajian
tentang religiositas sipil dalam karya ini diturunkan dari ide agama sipil. Bellah
menuturkan bahwa agama sipil merupakan dimensi keagamaan yang bersifat publik
(public religious dimension). Dimensi keagamaan yang bersifat publik itu dapat kita
cermati dalam keyakinan, simbol dan ritualnya. Jika kita mencermati apa yang oleh
Bellah sampaikan tentang pengertian civil religion ini, maka tuturan tentang
ekspresi agama sipil itu sesungguhnya koheren dengan dimensi religiositas.
Menggambarkan tentang apa yang disebut religiositas itu sendiri tidaklah mudah.
Religiositas merupakan konsep yang kompleks. Religiositas sinonim dengan kata
religiousness, orthodoxy, faith, belief, piousness, devotion, dan holiness. Religiositas
dengan demikian bisa kita maknai dari dua aspek, internal dan eksternal. Aspek
internal agama bisa kita pahami sebagai religious consciousness. Aspek eksternalnya

v


adalah ekspresi dari apa yang diyakini itu dalam kehidupan keseharian yang itu bisa
dilihat dari pola, tindakan, tingkah laku yang sesuai dengan apa yang mereka yakini
itu. religiositas sipil hendak penulis maknai sebagai kesadaran bahwa kehadiran
mereka dalam satu bangsa itu harus menghargai sesamanya, menyadari adanya
identitas kebudayaan dan agama yang plural, membangun masyarakat beradab
yang tercermin dalam sikap dan perilaku mereka di kehidupan keseharian.
Kedua, simbol-simbol kenegaraan dalam perspektif agama sipil biasanya
dilakukan dengan menelaah terhadap formasi negara itu. Hal tersebut dimulai
dengan menyisir dasar negara, simbol-simbol negara seperti bendera kebangsaan,
hingga ritus-ritus kenegaraan yang menjadi sumber integrasi bagi seluruh
komponen warga negara.
Perspektif religiositas sipil tidak hanya melihat dinamika simbolik dalam
formasi negara. Religiositas sipil berusaha untuk memotret model keberagamaan
seperti apa yang yang memungkinkan segala perbedaan di di masyarakat bisa
dirawat dan dihargai. Penulis mengajukan teorema seperti yang disinggung, Cobb,
yakni transformasi, atau tepatnya religiositas sipil. Prinsip dasar dari transformasi
adalah dalam komitmennya yang kuat terhadap keberimanannya, seseorang
haruslah terbuka kepada yang lain. Orientasi keberagamaan tidak hanya sekedar
beromantisme pada sejarah kejayaan sebuah agama di masa silam. Agama harus
menjadi living values yang senantiasa berdialektika dengan realitas, termasuk di

dalamnya keyakinan-keyakinan yang berbeda. Keterbukaan terhadap tradisi lain
bukan sekedar membuka diri tetapi mengakui bahwa ada praktek atau ajaran yang
baik dan penting untuk diderivasi dari tradisi keagamaan yang lain. Religiositas sipil
yang transformatif inilah yang harus dikembangkan dalam kehidupan berbangsa
dengan menjadikan Pancasila sebagai milestone. Prinsip dasar dari transformasi
sangat berharga dalam melakukan transformasi agama-agama dalam kontes
keindonesiaan.
Ketiga, untuk dapat menjamin keberlangsungan kehidupan yang plural, baik
dari sisi agama maupun budaya, maka Pancasila harus dipahami dalam kerangka
kesadaran bersama tentang keharusan menjaga pluralitas, kemajemukan. Penulis
menyebut bahwa Pancasila itu sebagai milestone bangsa Indonesia. Titik tonggak
yang mengawali komitmen akan menjaga keutuhan bangsa dengan segala kekayaan
perbedaan yang terkandung di dalamnya. Titik inilah yang merupakan kisah
bersama saat mereka yang berbeda itu menyepakati satu janji untuk hidup dalam
teritori yang disepakati. Kisah ini yang menjadi rujukan jika pada suatu waktu ada
kelompok tertentu yang hendak keluar dari milestone atau kisah bersama itu.
Pancasila menjadi semacam personal experience, pengalaman intim antar komponen
bangsa untuk tetap menghargai kebhinekaan. Menjaga agar Pancasila tetap semua
buat semua.


vi

KATA PENGANTAR

Kajian terhadap Pancasila selalu menjadi tema menarik di berbagai disiplin
ilmu sosial. Studi ini memotret Pancasila dari aspek sosiologis dengan
menyandarkan pada diskursus agama sipil. Bahasan Pancasila dari sudut pandang
agama sipil bukan sesuatu yang betul-betul baru. Ada beberapa kajian yang sudah
mencoba memaparkan hal tersebut. Karya ini ada dalam kerangka melanjutkan
diskusi tersebut, tetapi dengan memperluas cakupan diskursus, tidak hanya agama
sipil tetapi religiositas sipil.
Penulis memahami bahwa Pancasila yang ditawarkan Soekarno di sidang
BPUPKI-PPKI ada dalam latar belakang yang sangat spesifik, yakni tarikan
kepentingan untuk mencari dasar bagi sebuah negara. Dasar negara itu, diharapkan
bisa mengayomi keragaman identitas primordial bangsa Indonesia; agama, suku,
ras, budaya dan bahasa.
Khusus terhadap keragaman agama, Soekarno memberikan fondasi
beragama dalam konteks Indonesia. Soekarno misalnya menyebut bahwa dalam
beragama, bangsa Indonesia hendaknya menganut prinsip tiada egoisme-agama.
Inilah hakikat dari toleransi beragama. Soekarno juga menyinggung kata berTuhan

sendiri-sendiri, . Bangsa Indonesia, kata Soekarno hendaknya masing-masing
meyakini Tuhan sesuai dengan interpretasinya, keyakinannya. Tidak ada
pemaksaan dalam menghayati makna ketuhanan disini. Masing-masing individu
memiliki hak yang sama dalam memaknai Yang Kuasa sesuai dengan persepsinya.
Prinsip kebebasan beragama karenanya harus tetap berada dalam kerangka
menghormati keyakinan keagamaan orang lain. Toleransi beragama merupakan
sikap sejati bangsa Indonesia, yang oleh Soekarno disebut, berTuhan secara
kebudayaan. Diatas segala ragam ekspresi keberagamaan bangsa Indonesia itu,
prinsip
semua buat semua
adalah bingkai universalnya. Manifestasi
keberagamaan bangsa Indonesia mestilah dibangun di atas fondasi persatuan
bangsa Indonesia.
Pemahaman terhadap Pancasila seperti inilah yang hendak penulis
gambarkan dalam karya ini. Pertanyaan selanjutnya adalah keberagamaan seperti
apa yang bisa bersesuaian dengan interpretasi Pancasial seperti yang penulis
gambarkan?
Penulis, mengutip Cobb, mengenalkan prinsip beragama yang disebut
transformasi atau tepatnya transformasi religiositas sipil. Prinsip dasar dari
transformasi adalah dalam komitmennya yang kuat terhadap keberimanannya,

seseorang haruslah terbuka kepada yang lain. Orientasi keberagamaan tidak hanya
sekedar beromantisme pada sejarah kejayaan sebuah agama di masa silam. Agama
harus menjadi living values yang senantiasa berdialektika dengan realitas, termasuk
di dalamnya keyakinan-keyakinan yang berbeda. Keterbukaan terhadap tradisi lain
bukan sekedar membuka diri tetapi mengakui bahwa ada praktek atau ajaran yang
baik dan penting untuk diderivasi dari tradisi keagamaan yang lain. Religiositas sipil
yang transformatif inilah yang harus dikembangkan dalam kehidupan berbangsa
dengan menjadikan Pancasila sebagai milestone. Prinsip dasar dari transformasi
vii

sangat berharga dalam melakukan transformasi agama-agama dalam kontes
keindonesiaan.
Hampir 5 tahun lamanya penulis bergulat dengan teori-teori besar dalam
kajian sosiologi agama di program doktoral dan satu tahun di program master. Dari
pikiran Karl Marx, Max Weber dan Emile Durkheim, diskusi difokuskan pada
persoalan agama dan negara yang kemudian disempitkan menjadi wacana agama
sipil. Agar memiliki kontribusi terhadap realitas masyarakat dimana kita berpijak,
maka Pancasila dijadikan sebagai unit analisis.
Dengan langkah yang serba tergopoh-gopoh, akhirnya penulis sekarang
berada di ujung cerita. Dalam langkah yang serba terbatas ini, izinkan penulis

mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Prof John Titaley yang tidak
hanya menjadi promotor tetapi juga teman diskusi yang hangat. Banyak pikiran
briliannya yang penulis transformasikan dalam studi ini. Kepada Dr. David
Samiyono, penulis juga haturkan terima kasih.
Kalaulah penulis harus bersedih, itu karena salah satu promotor, Prof Ir.
Kutut Suwondo tidak sempat menikmati karya akhir ini. Prof Kutut meninggal
sebelum karya ini selesai penulis rampungkan. Padahal, masih banyak hal yang
ingin penulis gali dari guru besar yang terkenal sebagai peneliti tekun itu.
Penghargaan tiada tara penulis sampaikan kepada Harjanto K.Halim MSc,
Direktur PT. Marimas dan Ketua Komunitas Pecinan Semarang untuk Pariwisata
(Kopi Semawis). Tanpanya bantuannya, saya tidak mungkin bisa menyelesaikan
studi Master dan Doktoral. Juga kepada donatur lainnya, Pak Sudamek dan lain-lain.
Tak lupa penulis haturkan terima kasih pula pada Dr. H. Abu Hafsin MA
sekeluarga baik dalam kapasitasnya sebagai teman diskusi maupun sebagai orang
tua penulis di Semarang. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada temanteman di Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA), komunitas kecil tempat penulis
berdiskusi dan bertukar ide. Kepada Munif Ibnu, terima kasih telah mengedit karya
ini. Juga kepada Dessy Meigawati, teman hidup penulis yang setia dalam duka dan
suka.
Terakhir, kepada yang terkasih orang tua penulis dan seluruh keluarga yang
telah memberikan dukungan sekaligus cucuran keringat serta doanya. Merekalah

yang dalam kepolosannya sebagai orang kampung, berhasrat besar hadirnya salah
seorang anggota keluarga yang bisa setapak lebih maju. Sekali lagi terima kasih
banyak.

viii

DAFTAR ISI

JUDUL .............................................................................................................................. i
PENGESAHAN

ii

DEKLARASI...................................................................................................................... iii
MOTTO ............................................................................................................................. iv
ABSTRAK .......................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ix

BAB I. PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.

Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Pembatasan Masalah
Telaah Pustaka
Signifikansi
Metodologi Penelitian
Kerangka Teori
Sistematika Penulisan

(1)
(8)
(8)
(9)
(9)
(11)
(12)
(13)
(13)

BAB II. AGAMA SIPIL DAN RELIGIOSITAS SIPIL: KAJIAN TEORITIK
A. Formulasi Awal Agama Sipil: JJ. Rousseau dan Durkheim
A.1 Agama Sipil dalam Pandangan Rousseau
A.2 Teori Agama Sipil Durkheim
A.3 Perbandingan Rousseau dan Durkheim
B. Agama Sipil Amerika: Robert N. Bellah
C. Agama Sipil Pasca Bellah: Shank dan Coleman
D. Agama Sipil, Agama Politik dan Nasionalisme
E. Agama Sipil dan Transformasi Religiositas Sipil

(16)
(16)
(23)
(28)
(30)
(47)
(52)
(58)

BAB III. AGAMA, NEGARA DAN SEKULARISME
A. Beberapa Pengertian Tentang Agama
(70)
B. Agama Sebagai Fenomena Sosial: Konsepsi Marx, Weber dan
Durkheim
(77)
C. Agama dan Negara: Antara Sekularisasi dan Desekularisasi (100)

ix

BAB IV. PANCASILA, AGAMA SIPIL DAN LAPISAN BUDAYA
A. Yang Maha Kuasa di Alinea Tiga: Kajian Terhadap
Pembukaan UUD 1945
(113)
B. Pancasila Sebagai Agama Sipil: Integrasi, Legitimasi
dan Suara Kenabian
(126)
C. Pancasila dalam Analisis Budaya
(142)
D. Pancasila, Nasionalisme dan Tiga Lapis Budaya
(150)
BAB V. NARASI-NARASI TENTANG PANCASILA: DARI SOEKARNO,
SOEHARTO HINGGA GUS DUR
A. Tentang Ideologi dan Identitas Naratif
B. Narasi Pancasila di Era Soekarno
C. Narasi Pancasila di Era Soeharto
D. Narasi Pancasila Gus Dur: Theologizing Pancasila

BAB VI. PANCASILA DAN TRANSFORMASI RELIGIOSITAS SIPIL:
SEBUAH ANALISIS
A. Pancasila sebagai Milestone Pluralitas Bangsa Indonesia:
Sebuah Proses Transformasi
B. Transformasi Pancasila dalam Religiositas Sipil:
Merawat Pluralisme, Menjamin Kebebasan Beragama
C. Transformasi Pancasila dalam Religiositas Sipil:
Teori Sekularisasi, Privatisasi dan Pasar
D. Pancasila Sebagai Kekuatan Integratif:
Peluang dan Tantangan
BAB VII. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran-saran
C. Penutup

(161)
(166)
(177)
(191)

(202)
(211)
(211)
(230)

(251)
(256)
(257)

APENDIKS
AGAMA SIPIL DAN GERAKAN NASIONALISME (1900-1947): STUDI TENTANG
GERAKAN TEOSOFI
A. Peranan Elit Jawa, Pergerakan Kebangsaan dan
Identitas Pribumi Baru
(258)
B. Teosofi dalam Konteks Indonesia:
Ide dan Perkembangannya
(275)
C. Gerakan Teosofi dan Pengaruhnya terhadap
Pergerakan Nasional
(295)
D. Teosofi Sebagai Agama Sipil Gerakan Kebangsaan
(309)
DAFTAR PUSTAKA

(319)
x

xi