Pengaruh Pembelajaran Problem Based Lear

0

TUGAS MATAKULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN
BAHASA & SASTRA

PENGARUH PEMBELAJARAN PROBLEM
BASED LEARNING TERHADAP HASIL
BELAJAR

NAMA

: FARIZAN

NIM.

: 2014940007

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
UNIVERSITAS DR. SOETOMO
SURABAYA

2015

1

Pengaruh Pembelajaran Problem Based Learning
Terhadap Hasil Belajar
Abstrak
Strategi problem based learning adalah suatu strategi pembelajaran yang
mengajak siswa untuk belajar dari permasalahan yang ada khususnya yang
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
penggunaan strategi problem based learning, mengetahui hasil belajar siswa
dengan menggunakan strategi pembelajaran problem based learning, serta
mengetahui ada atau tidaknya pengaruh strategi pembelajaran problem based
learning terhadap hasil belajar siswa.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan jenis penelitian
eksperimen semu. Populasinya adalah seluruh siswa kelas VIII yang berjumlah 3
kelas, sedangkan sampel adalah 2 kelas. Instrumen tes yang digunakan untuk
mengetahui hasil belajar siswa adalah tes hasil belajar siswa dan angket.
Dalam penelitian ini skor rata-rata siswa kelompok eksperimen adalah 7,125
dengan standard deviasi 1,159 dan skor rata-rata siswa kelompok kontrol 6,0375

dengan standard deviasi 0,983. Dari hasil perhitungan didapat harga t hitung = 4,53 dan
ttabel = 1,991 berarti thitung

¿

ttabel maka hipotesis diterima. Sedangkan dari data

angket mengenai respon siswa didapat bahwa yang menjawab setuju untuk
penggunaan strategi problem based learning sebanyak 60% sedangkan yang
menjawab setuju untuk penggunaan strategi konvensional sebanyak 37,5%. Dengan
perkataan lain data menunjukkan bahwa strategi problem based learning mempunyai
pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar siswa di MTs. Tarbiyah
Islamiyah Sungai Guntung.
Kata kunci: Problem Based Learning, Hasil Belajar

2

Latar Belakang Masalah
Menurut Erman (dalam Tugiman, 2013 : 1), matematika sebagai salah satu
mata pelajaran yang merupakan ilmu dasar (basic science) mempunyai peran yang

penting dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Materi pelajarn matematika yang diajarkan di sekolah berperan dalam melatih
siswa berpikir logis, kritis dan praktis, serta bersikap positif dan berjiwa kreatif.
Karena pentingnya peranan matematika dalam kehidupan, maka dalam kurikulum
pendidikan di Indonesia, matematika diajarkan disemua jenjang pendidikan dari
Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Pelajaran
matematika menempati urutan pertama dalam jumlah jam pelajaran, hal ini
menunjukkan pentingnya pelajaran matematika bagi para siswa di berbagai
jenjang pendidikan (Soepriyanto dalam Tugiman, 2013: 2).
Tujuan pertama pembelajaran matematika (Depdiknas, dalam Nizarwati
2009: 57) adalah agar siswa dapat memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien dan tepat. Sejalan dengan tujuan di atas, siswa diharapkan
dapat mengaplikasikan konsep matematika yang telah mereka dapatkan dalam
menghadapi masalah-masalah matematika yang disajikan.
Kenyataan menunjukkan bahwa matematika masih dianggap sebagai
pelajaran yang berhitung yang rumit dan terlalu banyak rumus. Selain itu, objek
matematika yang abstrak juga dianggap sebagai faktor yang menyebabkan siswa
mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan konsep matematika ke dalam
permasalahan sehari-hari yang disajikan. Selain permasalahan di atas, peneliti

juga menemukan permasalahan lain di lapangan. Peneliti melakukan pengamatan
terhadap siswa kelas VIII MTs Tarbiyah Islamiyah Sungai Guntung, dan dari hasil
wawancara dengan guru bahwa setiap hasil ulangan kompetensi dasar, para siswa
masih mengalami kesulitan dalam memahami soal-soal berbentuk masalah
realistik dan open ended serta kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan yang
disajikan sesuai dengan konsep yang telah diajarkan. Kurangnya pengaplikasian
konsep matematis berdampak pada hasil belajar siswa yang diperoleh kurang
memuaskan.
3

Kelemahan siswa dalam mengaplikasikan konsep matematis dalam
permasalahan yang disajikan dikarenakan para siswa cenderung pasif dalam
mengikuti proses pembelajaran matematika di dalam kelas. Mereka cenderung
merasa takut dan cemas saat mengemukakan pendapatnya, bahkan para siswa
takut untuk bertanya mengenai hal yang kurang ia pahami. Selain itu, guru juga
selalu menerapkan pembelajaran yang masih bersifat konvensional. Sehingga,
siswa tidak mendapatkan pengelaman belajar yang mengembangkan kemampuan
pengaplikasian konsep ke dalam permasalahan yang nyata. Guru hanya
memamaprkan konsep-konsep dasar matematika dalam bentuk abstrak, sehingga
siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep tersebut dan mengaitkannya

dalam permasalahan di kehidupan sehari-hari. Berikut salah satu solusi
permasalahan yang diberikan siswa, saat disajikan permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari.
Soal:
Sebuah tangga yang panjangnya 6 M bersandar pada sebuah tiang listrik. Jarak
ujung bawah tangga terhadap tiang listrik adalah 3 M. Tinggi tiang listrik yang
dapat dicapai tangga adalah: ...

Gambar 1
Solusi Jawaban Siswa 1

4

Gambar 2
Solusi Jawaban Siswa 2
Dari solusi siswa di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa siswa
mengalami kesulitan menerapkan konsep yang ia dapat ke dalam solusi
permasalahan. Selain itu, siswa yang lain mengalami kesulitan yakni
ketidakpahaman siswa akan soal yang disajikan.
Lemahnya strategi pembelajaran yang dilakukan oleh para guru membuat

kemampuan matematis siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan
dengan kontekstual juga mengalami kemunduran.
Strategi pembelajaran konvensional yang dipakai selama ini menurut
Traffers dalam Tim PLPG UNIMED, lebih menekankan pada menghafal konsep
dari prosedur matematika guna menyelesaikan soal-soal. Guru memberikan
konsep dan prinsip matematika secara langsung kepada siswa. Pembelajaran lebih
tertuju pada pemberian informasi pelatihan simbol-simbol matematika dan latihan
penerapan algoritma matematika (Tim PLPG UNIMED: 7)
Menurut Feiter dan Van der Akker dalam Tim PLPG UNIMED (Tim
PLPG UNIMED: 7) menyatakan, guru sangat bergantung pada metode kuliah,
siswa yang pasif, jawaban yang benar yang diterima, sedikit tanya jawab, dan
siswa mencatat dari papan tulis.
Kedua pendapat di atas menekankan bahwa pembelajaran yang terjadi
selama ini berpusat pada guru (teacher oriented), dan tidak berorientasi pada
pemahaman siswa. Paradigma yang digunakan dalam pembelajaran matematika di
sekolah selama ini lebih menekankan pada peranan pendidik yang mengajar dari
pada peserta didik yang belajar. Pendidik belum berupaya secara maksimal
5

memampukan peserta didik memahami berbagai konsep dan prinsip matematika

serta kurang menunjukkan konsep dan prinsip tersebut dalam memecahkan
masalah.
Untuk mengatasi masalah di atas, peneliti melakukan penelitian tentang
strategi pembelajaran yang dapat digunakan oleh pendidik pada mata pelajaran
matematika untuk mendapatkan hasil pembelajaran yang lebih baik. Dari berbagai
strategi yang ada, di antaranya strategi eskpositori, strategi inkuiri, strategi
contextual teaching learning, dan strategi kooperatif, peneliti mencoba
menggunakan strategi problem based learning yang menuntut para siswa dapat
mengaktualisasi teori pythagoras dalam kehidupan nyata.
Strategi problem based learning merupakan strategi pembelajaran dengan
menghadapkan siswa pada permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan
dalam belajar atau dengan kata lain siswa belajar melalui permasalahanpermasalahan (Wena, 2009: 91).
Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif
untuk proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu peserta didik
untuk memeroses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun
pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini
cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Trianto,
2010: 92)
Pada strategi pembelajaran berbasis masalah, kelompok-kelompok kecil
peserta didik bekerja sama memecahkan suatu masalah yang telah disepakati oleh

peserta didik dan pendidik. Pembelajaran dimulai dengan mengajukan
permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerja sama di antara
peserta didik. Guru hanya berperan sebagai pemandu untuk menguraikan rencana
pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan. Pendidik memberi contoh
mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan agar tugas-tugas
tersebut dapat diselesaikan dengan tuntas.
Salah satu materi yang peneliti kemukakan dalam penelitian ini adalah
teorema pythagoras, yang materinya banyak berkaitan dengan kehidupan nyata.
Dalam materi ini banyak simbol dan rumus pythagoras yang harus dikuasai

6

peserta didik untuk diaplikasikan dalam memecahkan berbagai masalah dalam
kehidupan sehari-hari.
Kajian Teoritis
1. Hakikat Strategi Pembelajaran
Salah satu kemampuan dan keahlian profesional utama
yang harus dimiliki oleh para pendidik adalah kemampuan
bidang pendidikan dan keguruan, khususnya terkait dengan
strategi pembelajaran. Seorang pendidik tidak hanya dituntut

untuk menguasai mata pelajaran yang akan diajarkannya, tetapi
juga harus menguasai dan mampu mengajarkan pengetahuan
dan keterampilan tersebut kepada para peserta didik.
Guru sebagai komponen penting dari tenaga kependidikan,
memiliki tugas

utama

melaksanakan proses

pembelajaran.

Dalam melaksanakan pembelajaran guru diharapakan paham
tentang pentingnya penggunaan strategi pembelajaran yang
nantinya

bertujuan

keberhasilan


dalam

untuk

memeroleh

mencapai

tujuan

kesuksesan

dan

pembelajaran

yang

diinginkan.
Pengertian strategi pembelajaran dapat dikaji dari dua kata

pembentuknya, yaitu strategi dan pembelajaran. Strategi berarti
cara dan seni menggunakan sumber daya untuk mencapai
tujuan tertentu. Sedangkan menurut Degeng dalam Wena (2009:
2), pembelajaran berarti upaya membelajarkan siswa. Dengan
demikian strategi pembelajaran berarti cara dan seni untuk
menggunakan

semua

sumber

belajar

dalam

upaya

membelajarkan siswa.
Kemp yang dikutip dari Sanjaya (2008: 126) berpendapat
bahwa

strategi

pembelajaran

adalah

suatu

kegiatan

pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran

dapat

dicapai

secara

efektif

dan

efisien.

Strategi belajar menurut Rustam dalam Trianto (2010:
7

135), merupakan pola kegiatan pembelajaran berurutan yang
diterapkan dari waktu ke waktu dan diarahkan untuk mencapai
suatu hasil belajar siswa yang diinginkan.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
strategi pembelajaran adalah suatu usaha yang dilakukan oleh
pendidik

dalam

menyampaikan

informasi

tentang

materi

pelajaran kepada peserta didik untuk mendapatkan respon positif
dalam menerima dan mengaplikasikannya pada kehidupan
nyata.
Penggunaan

strategi

pembelajaran

perlu,

untuk

mempermudah proses pembelajaran sehingga dapat mencapai
hasil

yang

optimal.

Tanpa

strategi

yang

jelas,

proses

pembelajaran tidak akan terarah sehingga tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan sulit tercapai secara optimal, dengan kata
lain pembelajaran tidak dapat berlangsung secara efektif dan
efisien.
Walaupun secara teoritis seorang guru telah paham
tentang

langkah-langkah

operasional

suatu

strategi

pembelajaran, namun belum tentu seorang guru akan mampu
berhasil

menerapkan

strategi

tersebut

dalam

pelaksanaan

pembelajaran di kelas. Keberhasilan guru menerapkan suatu
strategi pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan guru
menganalisis kondisi pembelajaran yang ada, seperti tujuan
pembelajaran, karakteristik siswa, kendala sumber belajar dan
karakteristik

bidang

studi.

Hasil

analisis

terhadap

kondisi

pembelajaran tersebut dapat dijadikan pijakan dasar dalam
menentukan strategi pembelajaran yang akan digunakan (Wena,
2009: 14)
a. Strategi Problem Based Learning, Konsep Dasar dan Penerapannya.
Menurut

Sanjaya

(2008:

214),

strategi

pembelajaran

berbasis masalah (problem based learning) diartikan sebagai

8

rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada
proses penyelesaian masalah secara ilmiah. Sedangkan menurut
pandangan

Arends

berdasarkan

dalam

masalah

Trianto

(2010:

merupakan

92),

suatu

pengajaran
pendekatan

pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang
autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka
sendiri,

mengembangkan

inkuiri

dan

keterampilan

berpikir

tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan percaya
diri.

Trianto

(2010:

92)

menambahkan

juga

bahwa

pada

pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang
efektif

untuk

pembelajaran

proses

berpikir

tingkat

tinggi.

Pembelajaran ini membantu siswa untuk memeroses informasi
yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan
mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya.
Untuk

mengimplementasikan

strategi

problem

based

learning, guru perlu memilih bahan pelajaran yang memiliki
permasalahan yang dapat dipecahkan. Permasalahan tersebut
dapat diambil dari buku teks atau dari sumber lainnya seperti
peristiwa yang terjadi di lingkungan tempat tinggal, sekolah dan
peristiwa-peristiwa lainnya.
Savoie dan Hughes yang dikutip dalam Wena (2009: 9192), menyatakan bahwa strategi belajar berbasis masalah
memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut:
1) Belajar dimulai dengan suatu permasalahan
2) Permasalahan yang diberikan harus berhubungan
dengan dunia nyata siswa
3) Mengorganisasikan
pembelajaran

di

permasalahan, bukan di seputar disiplin ilmu
4) Memberikan tanggung jawab yang besar

seputar
dalam

membentuk dan menjalankan secara langsung proses
belajar mereka sendiri
5) Menggunakan kelompok kecil

9

6) Menuntut siswa untuk mendemonstrasikan apa yang
telah dipelajarinya dalam bentuk produk dan kinerja.
Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)
tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi
sebanyak-banyaknya

kepada

peserta

didik.

Pembelajaran

berbasis masalah dikembangkan untuk membantu para peserta
didik mengembangkan kemampuan intelektualnya, kemampuan
berpikir, dan pemecahan masalah yang peserta didik temui
dalam kehidupan sehari-hari.
Tabel 1
Sintaks Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Wena, 2009 :
67-68)
Tahap
Tingkah Laku Guru
Tahap-1
Guru
menjelaskan
tujuan
Orientasi
siswa pembelajaran, menjelaskan logistik
pada masalah
yang
dibutuhkan,
mengajukan
fenomena atau demonstrasi atau
cerita
untuk
memunculkan
masalah, memotivasi siswa untut
terlibat dalam pemecahan masalah
yang dipilih.
Tahap-2
Guru membantu siswa untuk
Mengorganisasi
mendefinisikan
dan
siswa untuk belajar mengorganisasikan tugas belajar
yang
berhubungan
dengan
masalah tersebut.
Tahap-3
Guru mendorong siswa untuk
Membimbing
mengumpulkan
informasi
yang
penyelidikan
sesuai, melaksanakan eksperimen
individual maupun untuk mendapatkan penjelasan
kelompok
dan pemecahan masalah.
Tahap-4
Guru membantu siswa dalam
Mengembangkan
merencanakan dan menyiapkan
dan
menyajikan karya yang sesuai seperti laporan,
hasil karya
video, dan model serta membantu
mereka berbagi tugas dengan
temannya.
Tahap-5
Guru membantu siswa untuk
Menganalisis
dan melakukan refeleksi atau evaluasi
mengevaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan
proses
proses-proses
yang
mereka

10

pemecahan
masalah

gunakan.

b. Kelebihan dan Kekurangan Strategi

Problem Based

Learning
Strategi problem based learning dinilai memiliki berbagai
kelebihan

dan

kekurangan.

Menurut

Nata

(2009:

250),

kelebihan dan kekurangan strategi problem based learning
adalah sebagai berikut:
1) Kelebihan Strategi Problem Based Learning
a. Dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi relevan
dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja;
b. Dapat membiasakan para siswa menghadapi
memecahkan
selanjutnya
menghadapi

masalah
dapat

secara

mereka

masalah

terampil,

gunakan

yang

dan
yang

pada

sesungguhnya

saat
di

masyarakat kelak;
c. Dapat merangsang pengembangan kemampuan berpikir
secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses
pembelajarannnya,

para

siswa

banyak

melakukan

proses mental dengan menyoroti permasalahan dari
berbagai aspek.
2) Kekurangan Strategi Problem Based Learning
a. Sering
terjadi
kesulitan
dalam

menemukan

permasalahan yang sesuai dengan tingkat berpikir para
siswa;
b. Sering

memerlukan

dibandingkan

waktu

dengan

konvensional;
c. Sering
mengalami

yang

lebih

menggunakan

kesulitan

dalam

banyak
metode

perubahan

kebiasaan belajar dari yang semula belajar dengan
mendengar, mencatat dan menghafal informasi yang
disampaikan

guru,

menjadi

belajar

dengan

cara

11

mencari data, menganalisis, menyusun hipotesis, dan
memecahkannya sendiri.
Metode Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang telah dibahas
maka jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperimental)
dengan rancangan penelitian menggunakan model posttest control group design,
dimana sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Siswa pada kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan strategi
problem based learning. Sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan
seperti halnya pada kelas eksperimen, tetapi perlakuan seperti biasanya, dalam hal
ini menggunakan strategi konvensional.
Adapun bentuk rancangan yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut:

Kelas
Eksperimen
Kontrol

Tabel 2
Rancangan Penelitian
Treatment
Post Test
X
T
T

Dengan ketentuan :
X= Perlakuan yang akan diberikan pada kelas eksperimen yaitu problem based
learning
T = Test yang diberikan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen (post test)
(Syaodih, 2009: 204).
Hasil dan Pembahasan
Dari analisa data tes hasil belajar siswa (post test) di kelas eksperimen dan
di kelas kontrol, diperoleh nilai rata-rata untuk kelas eksperimen adalah
X́ 1=7,125

dengan varians

diperoleh nilai rata-rata

2
S 1 =1,343 , sedangkan pada kelas kontrol

X́ 2=6,0375

dengan varians

2
S 2 =0,967 . Dari data

tersebut diperoleh bahwa nilai rata-rata tes hasil belajar siswa di kelas eksperimen
lebih tinggi dibandingkan tes hasil belajar siswa di kelas kontrol.
Dari data angket yang telah disebar oleh peneliti di kedua
kelas yakni kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah proses
pembelajaran berakhir, didapatlah hasil sebagai berikut:

12

Data angket di kelas ekperimen menunjukkan bahwa yang
menjawab sangat setuju (SS) sebanyak 10 orang, setuju (S)
sebanyak 24 orang, kurang setuju (KS) sebanyak 6 orang, dan
tidak setuju (TS) tidak ada.
Sedangkan data angket di kelas kontrol menunjukkan
bahwa yang menjawab sangat setuju (SS) tidak ada, setuju (S)
sebanyak 15 orang, kurang setuju (KS) sebanyak 18 orang, dan
tidak setuju (TS) sebanyak 7 orang.
Tabel 3
Tabel Persentase Jawaban Angket Siswa
Persentase Angket (%)
Kelas
Kelas Kontrol
Eksperimen
25%
0%
60%
37,5%%
15%
45%%
0%
17,5%

Jawaban
Angket
Sangat Setuju
Setuju
Kurang Setuju
Tidak Setuju
Dari

hasil

pembelajaran

perhitungan

yang

untuk

menggunakan

kelas

strategi

VIII-1

dengan

problem

based

Lo=0.0558 , setelah membandingkan

learning, diperoleh bahwa

harga Lo ini dengan harga Liliefors untuk N = 40 dan taraf nyata
∝=0.05 , diperoleh harga

Ltabel =

0,866
=0,139 . Ternyata
√ 40

Lo < Ltabel

berarti sampel berasal dari populasi berdistribusi normal.
Dari hasil perhitungan untuk kelas VIII-2 dengan pembelajaran
yang tanpa menggunakan strategi problem based learning
(konvensional),

diperoleh

bahwa

Lo=−0.0422 ,

setelah

membandingkan dengan harga Lo ini dengan harga Liliefors untuk N = 40 dan
taraf nyata
Lo < Ltabel

∝=0.05 , diperoleh harga

Ltabel =

0,866
=0,139 . Ternyata
√ 40

berarti sampel berasal dari populasi berdistribusi normal.

Dari hasil perhitungan untuk hasil belajar siswa dengan
menggunakan strategi problem based learning dan untuk hasil
13

siswa dengan tanpa menggunakan strategi problem based
learning (konvensional) diperoleh

harga Fhitung = 1,705. Setelah

membandingkan harga Fhitung dengan Ftabel diperoleh

Fhitung