Konstruksi Komunitas Kewarganegaraan dal PGSD

Sekolah Dasar

Mohammad Imam Farisi

Jurusan Pendidikan IPS, FKIP Universitas Terbuka UPBJJ-UT Surabaya, Kampus C Unair Surabaya 60115 imamfarisi@ut.ac.id

Abstrak Bahasa Indonesia

Komunitas-kewarganegaraan adalah paradigma baru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai pendidikan demokrasi. Sebuah paradigma yang mencitakan individu mengerti makna kehadirannya sebagai bagian dari komunitas dan memberikan makna kultural terhadap cita-cita kewarganegaraan sesuai dengan status legalnya sebagai warga negara. Studi ini mengkaji individu, komunitas, dan negara sebagai unsur-unsur komunitas-kewarganegaraan sebagaimana dikonstruksi di dalam buku- buku teks IPS-SD kelas I-VI secara kualitatif-interpretatif menggunakan analisis konten Holsti dan fenomenologi-hermeneutik Ricoeur. Hasil analisis menunjukkan bahwa status dan peran individu, komunitas, dan negara secara pedagogis dikonstruksi berdasarkan ideologi “tertib sosial” dan “tipe ideal”. Penggunaan simbol, semboyan, pesan, tujuan, dan cita-cita bersama, serta penghadiran sejarah sebagai justifikasi- ideologis, melahirkan sebuah konstruksi komunitas-kewarganegaraan sebagai “imagined community”. Masalah-masalah demokrasi seperti konflik, isu-isu kontemporer, kontroversial, dan problem krusial di “wilayah tabu” sebagai realitas sosial sama sekali tidak diungkap karena dianggap dapat mengganggu tertib sosial dan tipe ideal yang dicitrakan. Buku-buku teks IPS akhirnya hanya menjadi bagian dari proses penciptaan “budaya bisu, non-partisipatif” dengan kontrol ketat dari negara, dan belum menjadi wahana pedagogis bagi proses transformasi masyarakat demokratis. Kata Kunci: konstruksi pedagogis, komunitas-kewarganegaraan, buku teks, ilmu

pengetahuan sosial

Abstrak Bahasa Inggris

Community-civics is a new paradigm of Social Studies as a democratic education. It aspires to individuals to understand the meaning of his presence as a part of the community and to give a cultural meaning to the citizenship ideals in accordance with their legal status as a citizen. This study examines qualitatively of individuals, communities, and nations as elements of community-civics as constructed in the social studies textbooks of grade I-VI. The analysis showed that the status and role of the individual, community, and state are pedagogically constructed based on the ideology of social order and ideal type. The use of the symbols, slogans, messages, goals, common ideals, and history as ideological justification, it has created a construction of community-civics as an imagined community. The problems of democracy such as conflicts, contemporary controversial issues, and crucial problems in closed areas as part of the social reality was not explored, because it can disrupt the social order and the ideal type being imaged. So, the social studies textbooks just to be part of the process of creating a culture of silence or non-participatory under a strict control of the state, and were not a pedagogical vehicle for the transformation process of democratic society. Keywords: pedagogical construction, community-civics; text books, social science

education

Pendahuluan

teks juga sering mereka kesankan lebih “Sekolah

adalah laboratorium banyak memuat konten yang bersifat demokrasi, tempat individu mendapatkan “memorizing and regurgitating” untuk haknya mendapatkan latihan menjadi keperluan menyelesaikan tes (Haydey, et warga negara yang baik” (Field & al ., 2010: 14; Zhang & Kenny, 2010; Hunt Nearing, 2007). IPS-SD adalah salah satu & Metcalf, 1955); dan lebih banyak wahana sistemik pendidikan demokrasi, memaparkan materi umum yang berlaku dan bertujuan untuk mendidik warga pada semua sekolah atau daerah negara Indonesia yang demokratis, dan (Kemendiknas, 2007). bertanggung jawab, serta warga dunia

Namun, secara teoretik, buku teks yang cinta damai (Winataputra, 2001), juga memiliki kedudukan dan peran melalui kajian terintegrasi fakta, konsep, penting dan strategis sebagai referensi dan generalisasi yang berkaitan dengan bagi siswa untuk memperoleh pemikiran realitas, fenomena, dan/atau isu-isu sosial dan pengertian awal tentang konsep- dari berbagai perspektif ilmu-ilmu sosial, konsep baru yang akan dipelajari yang

psikologis, (Haydey, Zakaluk, & Straw, 2010:13). pedagogis, dan sosial budaya (Puskur, Bahkan, buku teks juga dipandang 2006). Buku teks merupakan salah satu determinan penting tentang apa yang wahana sistemik dan pedagogis untuk itu, siswa pikirkan dan pelajari tentang selain sebagai salah satu bahan dan konsep, keterampilan dan sikap (Kolovou, sumber belajar merupakan acuan wajib Heuvel-Panhuizen, & Bakker, 2009). bagi pendidik dan peserta didik dalam Apalagi jika konten

dikemas

secara

buku teks pembelajaran (Permendiknas nomor 2, diintegrasikan ke dalam proses-proses 2008).

belajar yang konstruktivistik, seperti Buku teks sering dinisbatkan pada ketika

didik melakukan pembelajaran yang tidak konstruktivistik eksperimen, pemecahan masalah, dan atau tradisional (Thirteen Ed Online, lain-lain (Karaduman dan Gültekin, 2007; 2004). Cakupan isinya pun dirasakan Schreurs, 2009; Hsu & Wang, 2012). Di siswa sangat padat, ekstensif, menyita Indonesia penggunaan buku teks juga waktu belajar, kurang konektivitas antar- bersifat universal, dan secara empirik topik atau ada distansi antar-konten memiliki kedudukan dan peran “sentral” (Blaik-Hourani, 2011), dan tidak selalu daripada kurikulum dan standar isi, karena dapat dan ingin belajar konten dari buku sudah menjabarkan standar isi dan teks (Pressley et al., 2004:423). Isi buku kurikulum (Depdiknas, 2007; Lorsbach &

peserta

Tobin, 1992; Nichol & Dean, 2003; Jia, cara-cara persuasif dan pedagogis, yang 2010).

tidak jarang menampilkan citra yang bisa Melihat signifikansinya, sangat menyesatkan, stereotipe, dan ahistoris disayangkan bahwa selama ini analisis tentang proses transformasi keilmuan dan evaluasi buku teks, termasuk buku yang sesungguhnya (Kuhn, 2001; Hunt & teks IPS-SD di Indonesia hanya fokus Metcalf, 1955). pada

Dalam kaitan ini, analisis buku teks kelayakannya dari “standar isi” (Farisi, meniscayakan perlunya model-model 2012; Muljono, 2007). Sementara, analisis kualitatif, yang dipandang lebih historisitas buku teks sekolah—terutama mampu memberikan kemampuan analisis buku-buku teks IPS—tak dapat dipisahkan yang lebih dalam, luas, dengan deskripsi dari dinamika perjuangan, kepentingan, hasil yang juga lebih kaya dan beragam dan tujuan-tujuan keilmuan, ideologi, dibandingkan analisis kuantitatif (Pingel, politik, sosial, budaya, dan/atau ekonomi 2010; Nicholls, 2003). Walaupun, pada oleh rejim politik dan/atau kelompok- akhirnya pilihan metodologis sangat kelompok kepentingan tertentu, akademisi bergantung

tujuan, pijakan dan/atau non-akademisi (Mulder, 1997; epistemologis dan ontologis peneliti Crawford, 2003a-b; Wenzeler, 2003; (Nicholls, 2005). Nicholls, 2005; Repoussi & Tutiaux-

pada

Studi ini menganalisis secara Guillon, 2010; Ruminiati, 2010; Khine, kualitatif konstruksi pedagogis buku teks 2013). Pergulatan kepentingan ini, IPS-SD tentang unsur-unsur komunitas- bagaimanapun akan melahirkan buku- kewarganegaraan (individu, komunitas, buku teks yang tidak hanya memuat dan negara), serta relasi ketiganya dalam standar-standar isi, atau tujuan-tujuan konteks hak, kewajiban dan peran-peran kurikuler yang diharapkan, melainkan masing-masing bagi pencapaian tujuan juga

tujuan-tujuan ‘kurikuler bersama masyarakat demokratis. Dalam tersembunyi’ berupa nilai-nilai, yang IPS, hal ini dikenal dengan konsep akhirnya akan mempengaruhi harapan, “komunitas-kewarganegaraan” sikap, opini, bahkan menjadi ideologi community-civics ). Sebuah paradigma siswa bila kelak ia dewasa (Setyowati & baru dalam IPS yang lebih fokus pada Jatiningsih, 2007). Realitas buku teks upaya mendidik siswa sebagai warga seperti itu memang tak dapat dihindari, masyarakat-bangsa-negara lebih berparti- karena buku teks memang menyajikan sipasi-aktif melalui peran-peran sosialnya sebuah konstruksi tentang realitas dengan dalam berbagai realitas, isu dan/atau tujuan-tujuan ‘kurikuler bersama masyarakat demokratis. Dalam tersembunyi’ berupa nilai-nilai, yang IPS, hal ini dikenal dengan konsep akhirnya akan mempengaruhi harapan, “komunitas-kewarganegaraan” sikap, opini, bahkan menjadi ideologi community-civics ). Sebuah paradigma siswa bila kelak ia dewasa (Setyowati & baru dalam IPS yang lebih fokus pada Jatiningsih, 2007). Realitas buku teks upaya mendidik siswa sebagai warga seperti itu memang tak dapat dihindari, masyarakat-bangsa-negara lebih berparti- karena buku teks memang menyajikan sipasi-aktif melalui peran-peran sosialnya sebuah konstruksi tentang realitas dengan dalam berbagai realitas, isu dan/atau

kehidupan adalah: (1) analisis struktural sistem komunitasnya,

dalam

dengan memberikan pemikiran subjek; (2) interpretasi atas pengalaman langsung yang beragam refleksi peneliti-penafsir; (3) interpretasi dalam berbagai konteks kehidupan eksistensial. Kerangka pemikiran atau komunitas dari yang terdekat (keluarga) paradigma yang digunakan sebagai “alat hingga terjauh (dunia) (Dunn, 2004; 2007; analisis” atas gagasan yang terungkap di Rueben, 1997). Kajian difokuskan pada dalam buku teks (controlling ideas) konstruksi pedagogis: (1) individu, dan adalah

komunitas- perannya sebagai warga masyarakat- kewarganegaraan” dari Dunn (2004; negara dalam berpartisipasi aktif terhadap 2007) yang difokuskan pada aspek kehidupan komunitas, sekarang dan konstruksi pedagogis konten buku-buku mendatang; (2) komunitas, dan maknanya teks IPS-SD,

“teori

mencakup individu, bagi individu peserta didik sebagai warga masyarakat, dan negara, serta relasi masyarakat-negara;

negara- ketiganya dalam konteks hak, kewajiban pemerintah , serta peran dan tanggung dan peran-peran masing-masing bagi jawabnya di dalam menjaga, melindungi, pencapaian tujuan bersama komunitas- atau melestarikan individu dan komunitas kewarganegaraan. (Dunn, 2007; 2004; Saxe, 1991; Rueben,

Sumber data adalah enam buku teks 1997).

elektronik IPS-SD kelas I-VI SD/MI yang Analisis

menggunakan metode diunduh dari http://bse.kemdikbud.go.id/. kualitatif atau ”interpretif” (Gall, Gall, & Keenam buku yang dianalisis adalah Borg, 2003) dengan dua pendekatan, karya-karya Muh.

Nursa’ban dan yaitu: analisis isi (content analysis), dan Rusmawan (kelas 1—3); Suranti dan Eko fenomenologi-hermeneutik (hermeneutics Setiawan S (k.4-6). Keenam buku teks phenomenology )

(1991). PIPS-SD tersebut telah dinilai oleh Badan Prosedur analisis isi adalah: (1) unitisasi Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan data; (2) identifikasi dan analisis gagasan ditetapkan sebagai buku teks pelajaran tekstual; (3) kodifikasi, klasifikasi, dan yang memenuhi syarat kelayakan untuk kategorisasi

Ricoeur

berdasarkan unit-unit digunakan dalam proses pembelajaran analisis; (4) konstruksi logika-logika melalui Peraturan Menteri Pendidikan internal dan makna-makna esensial; (5) Nasional Nomor 22 tahun 2007, Nomor deskripsi kualitatif pesan-pesan tekstual.

34 dan 69 tahun 2008. Sedangkan

prosedur

analisis

fenomenologi-hermeneutik

Ricoeur

Individu : Hidup rukun dan harmonis

seni dan budaya yang dimiliki, prestasi

“di dalam” dan “bersama” komunitas

yang diraih, dan lingkungan indah Konstruksi

individu ciptaan-Nya” adalah karakteristik penting merupakan unsur pertama komunitas- individu beragama (1:70-3:5-4:25-5:71). kewarganegaraan yang diharapkan dapat Individu-ekonomi adalah

tentang

makhluk memberikan nilai-nilai edukatif kepada produktif dan konsumtif, penghasil dan peserta didik sebagai ‘clientele’ tentang pengguna barang dan jasa atau layanan satus, dan makna peran serta atau untuk memenuhi kebutuhan pribadi, partisipasinya di dalam kehidupan komunitas dan negara. Kerja keras, komunitas dan negara (Dun, 2004).

disiplin, dan jujur adalah ciri-ciri Buku teks mengkonstruksi individu semangat kerja yang tinggi yang harus dalam empat status, makhluk pribadi, dimiliki individu-ekonomi, karena pada sosio-kultural, ekonomi, dan beragama. dasarnya “semua pekerjaan itu baik” Individu-pribadi dinyatakan ‘unik, dengan (3:43-44). kekhasan

sosio-kultural adalah primordialnya, seperti nama lengkap dan pemilik identitas kekerabatan yang panggilan, kekerabatan, ciri-ciri fisik, mencirikan statusnya di dalam kehidupan umur,

identitas-identitas

Individu

pengalaman, hobi, koleksi, komunitas keluarga-kerabat, atau dokumen, kesenangan,

atau komunitas pertemanan dan sekolah. kebiasaan (k-1) *) . Keunikan individu- Individu tak bisa hidup sendirian terpisah

adat,

pribadi ini dipandang sebagai prinsip dari komunitasnya, melainkan harus utama untuk menumbuhkan sikap saling bekerja sama dengan orang lain, dan menghormati adanya perbedaan bagi menghargai keberbedaan sosial dan terciptanya keteraturan, keharmonisan, budaya individu lain. Individu adalah dan kerukunan antar-individu di dalam makhluk yang dianugerahi rasa-cipta seni

komunitas. Individu-beragama adalah dan budaya” (5:71), tetapi dalam sosok yang mengakui bahwa segala mengekspresikan rasa-ciptanya tidak identitas, kemampuan, aktivitas, dan/atau boleh menurut egonya, melainkan harus prestasi yang dimiliki dan diraih bukanlah tunduk pada etika, norma aturan sosial karena dirinya, melainkan karena-Nya. yang diakui dan dijunjung tinggi oleh “Bersyukur atas kemampuan rasa-cipta

komunitas. Kasih sayang, kerja sama, gotong royong, dan suka rela adalah ciri khas utama individu sosial-budaya,

Indonesia. Setiap individu juga berhak peran individu yang berujung pada atas tujuan masing-masing, tetapi apapun pertengkaran, konflik, atau pengingkaran tujuannya, harus larut dan tunduk pada atas perintah atau aturan sosial pun harus tujuan bersama, hidup damai, teratur, dihindari, termasuk membantah perintah rukun dan harmonis, “rukun itu indah” ayah atau ibu (1:56). Perbedaan dan (1:59). Tujuan bersama juga menetapkan keberagaman individu bukan untuk peran dan tanggung jawab individu dipertentangkan, atau menjadi sumber terhadap komunitas dan negara. Damai, pertengkaran, melainkan wahana untuk teratur, rukun dan harmonis bukan sesuatu menciptakan “hidup rukun, saling yang “given”, melainkan berkembang menghormati perbedaan”. Individu harus secara sosio-kultural-historis melalui saling membantu, menghargai, berbagi proses pembiasaan dan pembudayaan suka, dan patuh, saling mengasihi dalam sejak individu hidup di dalam komunitas segala perbedaan dan keberagaman suku, keluarga (k-1) dan dikukuhkan oleh adat, bahasa, atau kebiasaan (1:44-61). ideologi negara “Bhinneka Tunggal Ika Kalaupun relasi antar-individu sering kali Tan Hana Dharma Mangrwa” (k-4).

‘tidak sama-sederajat’, tujuan bersama Konstruksi pedagogis individu dan komunitas harus tetap dicapai dengan tanggung jawab sosialnya menciptakan membangun relasi-relasi sosial dalam hidup damai, teratur, rukun dan harmonis keserasian,

keselarasan, dan di atas merupakan bentuk penundukan keseimbangan hak dan kewajiban. ego-pribadi atau distorsi personalitas atas Pertentangan atau konflik—apapun bentuk nama “tertib sosial” (Hechter & Horne, dan tingkatannya—distigmasi sebagai 2003; Mulder, 2000; Frank, 1944). “wilayah tabu”. Bagi individu yang Egoisme individu dipandang potensial mencoba

kritis dengan merugikan diri sendiri, orang lain dan melanggar tertib-sosial akan mendapat komunitasnya (1:20-21, 26-28). Pada sanksi adat atau sosial, “dicemooh” tingkat negara-bangsa, egoisme yang (3:42), “dikucilkan dari pergaulan berlebihan bahkan bisa melahirkan masyarakat”

bersikap

(4:95). Pengecualian ‘chauvinisme’ . Sebuah sikap yang dibolehkan dan ditoleransi, jika komunitas dipandang

sangat membahayakan, berkonsensus untuk melakukan perubahan menimbulkan persaingan, pertentangan, yang diyakini “lebih baik”, atau bahkan penjajahan, dan karenanya harus perubahan itu sebagai sebuah keniscayaan dijauhi, dihindari (4:133). Egoisme atas sosial yang tidak bisa dihindari (4:95-96). nama perbedaan identitas, status, dan

Tanggung jawab individu adalah tak bisa diubah/digantikan oleh ayah. menjaga,

mengembangkan, dan Namun, secara sosio-biologis individu, mewujudkan tujuan hidup bersama, komunitas,

negara bisa melalui peran-peran sosialnya di dalam bersepakat/tidak bahwa “ayah mencari kehidupan komunitas. Setiap peran harus nafkah,

dan

menyekolahkan, mendidik “fungsional”—sesuai fungsinya secara anaknya, “ibu mengurus keluarga, anak nyata—bukan “simbolis”, yang secara berperan belajar dan menghormati orang evolutif meluas dari komunitas terkecil tua” (2:44, 47-48). Dalam kondisi tertentu (keluarga) hingga komunitas terluas atau dalam konteks pelaksanaan “peran (masyarakat global) (k.1—k.6). Buku teks bersama”, peran warisan tersebut bisa mengkonstruksi tujuh peran individu digantikan/diubah berdasarkan ‘kesetaraan dalam kemunitas-kewarnegaraan, yaitu: jender’. “ibu bisa bekerja membantu ayah warga negara, pekerja, konsumen, anggota atau sebaliknya, dan perempuan juga ada keluarga, teman, pribadi, dan anggota yang menjadi presiden, PM, kanselir” (k- kelompok sosial (cf. Superka & Hawke, 2). 1982a,b). Ketujuh peran sosial individu

Konstruksi peran individu berbasis tersebut harus dilaksanakan dengan baik jender terutama perbedaan(bias)-jender, dan penuh tanggung jawab berdasarkan juga banyak diungkap oleh sejumlah ‘tertib sosial’ yang sudah ditetapkan dan peneliti dalam berbagai aspek pendidikan disepakati oleh komunitas, agar tercipta di sekolah (Markhamah, Suwandi & keharmonisan.

Sudirdjo, 2006; Jatiningsih dkk., 2002; Setyowati

Jatiningsih, 2007). Setiap peran individu bersifat

Konstruksi ini tidak hanya menjadi ‘khierarkis’, berdasarkan status, hak dan

wacana akademik, melainkan sudah kewajiban individu (2:44). Peran juga

memasuki wacana epistemologis-teologis bersifat ‘jender’, berdasarkan kodrat

yang bersifat dekonstruktif atas status eksistensial dan sosio-biologis individu.

ontologis perempuan (Fadlan, 2011; Kodrat eksistensial individu menegaskan

Zakariya, 2011). Dalam kaitan ini, bias- bahwa komunitas atau negara tidak bisa

jender dalam buku-buku teks IPS-SD bisa mengubah dan mengintervensi kodrat

dimaknai negatif dan/atau positif. yang sudah dinisbatkan kepada individu,

Pemaknaan negatif bias-jender muncul “Ibu hamil, melahirkan dan menyusui

dan semangat anak” (2:56) adalah kodrat ilahiah yang

dari

pandangan

egalitarianisme individu (Suryadi & Idris,

2004; Jatiningsih, dkk., 2002; Setyowati

& Jatiningsih, 2007). Bahwa bias-gender kontroversial yang dapat menjadi bahan telah mendekonstruksi perempuan secara berpikir kritis-reflektif, yang menuntut ontologis dalam peran-peran domestik siswa untuk memberikan pertimbangan yang kemudian melahirkan ketidakadilan faktual atau nilai, merumuskan asumsi- gender secara struktural (Fadlan, 2011). asumsi atau hipotesis-hipotesis, dan Dekonstruksi

kemudian mengujinya secara terbuka (Hunt & ‘mendiskursif’—merelasi

ini

antara Metcalf, 1966; Dewey, 2010). pengetahuan dan kekuasaan (Marhumah,

Resiprositas sosial atau pertukaran 2011) dalam pandangan sosio-biologis peran juga mewarnai konstruksi peran dan budaya patriarkhis masyarakat petani individu. Buku teks mengkonstruksi dua (Ruminiati, 2010; Cherlin, 2010), tetapi tipe resiprositas sosial peran individu hal ini tidak berlaku pada masyarakat dalam komunitas. Keduanya dikonstruksi pesisir (Mulyadi, 2011; Ekaningdyah, berdasarkan

prinsip egalitarian, 2005). Bahwa memiliki anak laki-laki komunitarian, dan kepercayaan, tetapi merupakan keharusan sebagai penerus tidak selalu menuntut kepatuhan resmi, keturunan dan kekuatan ekonomi, melainkan bisa luwes, jujur, ikhlas, “banyak anak banyak rezeki” (4:203). eksplisit untuk kemaslahatan atau Bias-jender, apapun alasannya, dipandang keuntungan bersama kedua belah pihak tidak mendukung upaya sosialisasi jender (cf. Stafford, 2008). Pertama, resiprositas yang egalitarian (Jatiningsih, dkk., peran sosial individu dilandasi oleh 2002:28). Dalam kasus-kasus tertentu— kepercayaan, kejujuran, kasih-sayang, dan seperti sunat perempuan—dipandang keikhlasan antar-individu baik dalam sebagai bentuk pelanggaran hak asasi komunitas keluarga maupun komunitas perempuan (Zamroni, 2011). Di sisi lain, sekitar. “Ibu melahirkanku, menyuapi dan perspektif bias-jender ini bisa dimaknai menggendongku waktu kecil, menyiapkan ‘positif’, dalam konteks pengembangan seragamku,

menyiapkan sarapanku, IPS-SD sebagai wahana pendidikan menemani aku makan siang sore harinya, demokrasi yang sehat, yang dicirikan oleh dan menemaniku belajar”, karena itu dialog terbuka tentang isu-isu publik “aku sangat sayang ibu, aku sering (Harwood & Hahn, 1990; Dewey, 1964), membantu ibu, membereskan rumah, aku dan penguatan otonomi guru di dalam juga taat pada ibu” (1:39). “Sesama kelas (Lunstrum, 1965). Dalam IPS, tetangga harus saling menolong. jika kita konstruksi bias-jender juga merupakan berbuat baik pada hari ini, suatu saat kita salah

satu dari

konten

isu-isu akan ditolong” (2:70). Kedua, resiprositas isu-isu akan ditolong” (2:70). Kedua, resiprositas

hingga royong atas dasar sukarela, dan saling global—sebagai “actual civic situations” menguntungkan secara personal dan (Dun, 2004:1). komunal secara timbal-balik, bukan motif-

teks IPS-SD, motif

Buku-buku

untuk mengkonstruksi komunitas dalam tujuh mempercepat penyelesaian pekerjaan, tipe: keluarga, pertemanan, sekolah, menghemat

ekonomi,

melainkan

tenaga, mempererat sekitar/tetangga, kota, suku bangsa, dan persaudaraan, dan terciptanya rasa aman global.

komunitas pada (2:76-77). Ada tiga pola dalam prinsipnya memiliki tujuan dan peran resiprositas ini. Pola pertama, ‘one-to-one sama, membantu individu membangun reciprocity ’, resiprositas peran antar dua kehidupan kolektif dalam kerukunan, individu untuk saling meringankan keharmonisan,

Ketujuh

ketenangan, dan pekerjaan, seperti saling membantu antar- kedamaian, dalam segala keberagaman tetangga yang membutuhkan (k.2—k3). yang dimiliki oleh individu-individu Sinoman dan sambatan termasuk pola ini anggotanya. Komunitas dikonstruksi buku (Pribadhi, 2011; Hastowiyono. 2005). teks dalam dua tujuan yang bersifat Pola kedua, ‘one-to-many reciprocity’, komplmenter.

Pertama , komunitas resiprositas

peran individu untuk sebagai “real community ”, bentuk komunitas, seperti ronda malam atau kehidupan kolektif individu sebagai ruang siskamling untuk keamanan lingkungan” sosial, budaya, ekonomi, dan politik bagi (2:74; 3:31); kerja bakti membersihkan individu untuk melaksanakan peran-peran jalan kampung (3:30). Pola ketiga, ‘many- sosialnya secara nyata untuk mencapai to-one reciprocity ’, resiprositas peran tujuan bersama. Kedua, komunitas sebagai komunitas untuk individu, seperti “gotong ‘tipe ideal’ bagi kehidupan kolektif royong membantu salah seorang warga individu sebagai organisasi kosmis yang terkena musibah” (2:73; 3:29).

‘masyarakat

yang dibangun berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai

etik ’

Komunitas: Tipe Ideal Kehidupan

dasar tertentu yang disepakati bersama

Kolektif Individu

yang dicitrakan bersama (Weber, 2005; Konstruksi

tentang komunitas Madjid, 1992); atau “komunitas etik” yang merupakan unsur kedua komunitas- menekankan kerjasama dan dan saling kewarganegaraan yang diharapkan dapat hormat antara warga negara dan bangsa tentang komunitas Madjid, 1992); atau “komunitas etik” yang merupakan unsur kedua komunitas- menekankan kerjasama dan dan saling kewarganegaraan yang diharapkan dapat hormat antara warga negara dan bangsa

pemandangan alam sekitar yang nyaman, Keluarga adalah komunitas pertama segar, dan indah (3:bab-1). bagi individu, mengenal anggota keluarga

adalah komunitas inti (ayah, ibu, adik, dan kakak) dan teman-sebaya-sepermainan

Pertemanan

individu- kerabat dekat (kakek, nenek, paman, dan individu untuk memenuhi kebutuhan bibi) yang memiliki hubungan sedarah- sosialisasinya, juga untuk bertukar sekandung-sesaudara. Keluarga adalah pengalaman, mengembangkan kesamaan tempat

kali kesenangan, hobi, koleksi, dokumen, dan bersosialisasi, mengenalkan dirinya; dan kebiasaan. Sekolah adalah komunitas mengenal

individu

pertama

individu-individu lain; ketiga bagi individu untuk mendapatkan mendapatkan

pengasihan dan pendidikan, mengembangkan kesenangan, pengayoman; mendapatkan kasih sayang; hobi, juga bersoalisasi dengan individu- mempelajari kebiasaan, budaya, dan individu lain lebih luas, termasuk dengan tatakrama

kehidupan komunitas guru dan individu-individu lainnya (3:8). (kepatuhan, ketaatan, dan rasa hormat); Di sekolah individu juga dapat memenuhi dan mendapatkan kehidupan sosial rukun, kebutuhan ekonomi dan sekolahnya harmonis, tenang, dan damai. “Kita harus melalui kantin dan koperasi sekolah (3:52- rukun dalam keluarga, walaupun setiap 53). Komunitas sekitar terdiri dari anggota keluarga memiliki keberbedaan komunitas sekitar-pedesaan, terdiri dari hobi, agama, bahasa, dan suku. Karena para tetangga dengan asal-usul, kebiasaan, rukun membuat hidup kita menjadi dan pekerjaan yang relatif homogen; dan tenang” (1:55-60). Penyataan bahwa komunitas sekitar-perkotaan (miskin dan “rumah tempat berteduh dan berlindung kaya), terdiri dari para tetangga dengan dari binatang buas” (3:7) dapat dipandang asal-usul, kebiasaan, dan pekerjaan yang sebagai metafora yang mengkiaskan peran sangat heterogen (4:33). Kedua tipe sebuah

‘mikro-kosmos’ komunitas- komunitas sekitar menjadi lingkungan keluarga bagi siapapun individu yang sosial bagi individu untuk lebih mengharapkan kerukunan, keharmonisan, mengembangkan

dan memperluas ketenangan, dan kedamaian. Siapapun kebutuhan-kebutuhan

pribadi dan yang akan membangun rumah harus sosialnya, namun secara sosial, budaya, senantiasa menjaga keseimbangan dengan ekonomi, dan demografis keduanya ‘makro-kosmos’, dengan memilih lahan berbeda. Keduanya juga memiliki yang baik, hidup rukun, damai, dan hubungan fungsional terutama dalam pribadi dan yang akan membangun rumah harus sosialnya, namun secara sosial, budaya, senantiasa menjaga keseimbangan dengan ekonomi, dan demografis keduanya ‘makro-kosmos’, dengan memilih lahan berbeda. Keduanya juga memiliki yang baik, hidup rukun, damai, dan hubungan fungsional terutama dalam

ekonomi komunitas sekitar yang bertumpu Komunitas

sekitar-desa pada sumber daya alam dan padat karya menyediakan ruang bagi individu untuk juga menyediakan bagi individu ruang belajar dan berpartisipasi aktif di dalam interaksi-komunikasi langsung secara berbagai aktivitas kolektif seperti kerja lebih intensif (3: 37-46). Komunitas sama, kerja bakti, tolong-menolong, sekitar-desa juga dihadapkan pada gotong-royong, dan siskamling untuk berbagai peristiwa alam seperti gunung mencapai tujuan bersama komunitas. meletus, gempa bumi, banjir, angin topan, Selain itu, aktivitas-aktivitas tersebut erosi, dan lahan kritis yang disebabkan banyak memberikan manfaat bagi oleh alam atau perbuatan manusia (6:97- individu,

seperti mempercepat 116) yang menuntut tanggung jawab dan penyelesaian

pekerjaan, menghemat peran individu, masyarakat, dan negara tenaga, memperoleh keuntungan timbal- untuk mengatasinya. balik, dan saling mengenal baik identitas

Komunitas sekitar digambarkan dan karakteristik masing-masing bagi sebagai kelompok individu dengan terciptanya rasa persaudaraan yang erat, heterogenitas asal-usul dan kebiasaan dan rasa aman bagi komunitas secara (4:33) yang berurbanisasi ke kota untuk keseluruhan

khas mendapatkan penghidupan yang lebih kepribadian bangsa Indonesia” (2:67-77). layak. Di dalam komunitas sekitar (kota- Makna terpenting dari aktivitas-aktivitas miskin) individu harus belajar dan hidup kolektif

sebagai

“ciri

adalah dengan berbagai persoalan, seperti menundukkan ego-pribadi atau distorsi perumahan kumuh dan padat, lingkungan personalitas ke dalam tatanan tertib sosial kurang

bagi

individu

serta bagaimana (Hechter & Horne, 2003; Mulder, 2000; mengatasinya (4:204), dan ‘kehidupan Frank, 1944). Konstruksi lingkungan alam keras’ para pedagang kaki lima (PKL), dan

sehat,

buatan yang menyuguhkan pedagang asongan, atau warung (4:151). “keindahan, keteduhan, dan kesegaran Sementara komunitas sekitar(kota-kaya) panorama

mengitari hidup di rumah-rumah permanen yang kehidupan komunitas sekitar-desa (3:2-7) dibangun dari semen atau beton dengan memberikan wahana pedagogis bagi bentuk rumah disesuaikan dengan selera individu untuk berperan serta dalam masing-masing. Di dalam komunitas memelihara,

alam”

yang

melestarikan, dan sekitar (kota-kaya) individu belajar dan menjaganya dari kerusakan akibat hidup dengan aktivitas ekonomi non- melestarikan, dan sekitar (kota-kaya) individu belajar dan menjaganya dari kerusakan akibat hidup dengan aktivitas ekonomi non-

saling bangsa di dunia, dan membuka diri mengunjungi, karena cara bersilaturahmi bergaul dengan bangsa lain di dunia. komunitasnya menggunakan berbagai Kemajuan teknologi informasi (internet), perangkat komunikasi seperti surat, telekomunikasi, dan transportasi yang telegram, telepon, kartu lebaran, email, telah membentuk, mengembangkan, dan dan pesan singkat tertulis (SMS) (4:96). menyatukan

atau

budaya

mereka meemberikan Buku

teks juga mengungkap pembelajaran bagi individu tentang arti permasalahan sosial komunitas kota, globalisasi. Di dalam komunitas global ini seperti arus urbanisasi yang tinggi, pula, individu belajar tentang hubungan persebaran penduduk tidak merata, kerja sama dan persahabatan dengan kualitas penduduk yang rendah yang penduduk di seluruh dunia dan melakukan hanya menghadirkan peran negara (4:199- perdagangan bebas tanpa dibatasi oleh 208), sementara apa peran individu dan peran dan batas-batas antarnegara. komunitas sama sekali tidak diungkap.

Individu juga bisa mengenal, belajar, dan Suku-bangsa adalah komunitas menyebarkan nilai-nilai dan budaya tempat individu bersosialisasi, mengenal tertentu dari/ke seluruh dunia (6:119-127). dan belajar lebih jauh tentang keragaman

Untuk membangun kolektivitas dan budaya seperti senjata tradisional, pakaian kohesivitas individu, dan menghindarkan adat, lagu daerah, tarian daerah, rumah komunitas situasi “keos” yang dapat adat, alat musik, seni pertunjukan, upacara mengganggu ketertiban sosial, setiap adat, dan kebiasaan; serta bagaimananya komunitas memiliki “tipe ideal”, yaitu menghargai dan menjaga kelestariannya. sebuah ‘thoughtful pictures’ bagi setiap Di dalam komunitas suku bangsa ini pula, tujuan, nilai, emosi, sikap dan kebiasaan individu belajar dan hidup dalam satuan- individu

tentang keteraturan, satuan kerukunan hidup suku bangsanya, keharmonisan, kerukunan, dan kedamaian seperti Gampong Aceh, Beo NTT, Nagari kehidupan komunitas yang dicitrakan. Minangkabau, Rumah Panjang Minahasa, Nilai-nilai budaya komunitas yang atau Rumah Jejer Bugis-Makassar (4:86- terdapat di dalam budaya silaturahmi, adat tentang keteraturan, satuan kerukunan hidup suku bangsanya, keharmonisan, kerukunan, dan kedamaian seperti Gampong Aceh, Beo NTT, Nagari kehidupan komunitas yang dicitrakan. Minangkabau, Rumah Panjang Minahasa, Nilai-nilai budaya komunitas yang atau Rumah Jejer Bugis-Makassar (4:86- terdapat di dalam budaya silaturahmi, adat

dan kesatuan, sangat penting bagi individu, bagi melainkan khasanah dan kekuatan untuk terciptanya kohesi komunitas yang kuat, membangun

keutuhan komunitas. sekaligus menjadi instumen budaya untuk Keberagaman diakui mempunyai potensi membentuk dan melestarikan “kepatuhan terjadi perpecahan, namun kearifan setiap penduduk terhadap lingkungan tempat komunitas untuk menghindari segala hal tinggalnya”(4:95-96). ”Sanksi sosial, yang dapat memicu perpecahan, konflik seperti pengucilan dari pergaulan atau

pertentangan, dengan masyarakat bagi siapapun yang melanggar mengedepankan sikap saling menghargai, kebiasaan

atau adat istiadat di sangat dihargai (4:75). lingkungannya” (4:95) juga merupakan

Melalui pedagogi tentang tipe ideal peran penting tipe ideal komunitas.

ini, secara ideologis, buku-buku teks IPS- SD ingin menegaskan bahwa eksistensi

Hidup berdampingan tanpa individu dalam komunitas mempunyai permusuhan, dan saling menghargai potensi

dapat menggangu tradisi masing-masing juga merupakan keteraturan, kerukunan dan keharmonisan tipe ideal komunitas tentang prinsip- (cf. Mulder, 2000). “Banyaknya penduduk prinsip dasar kerukunan hidup bersama. dan suku bangsa mempunyai potensi Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma terjadi

yang

perpecahan. Kita harus Mangrwa, walaupun berbeda-beda tetapi menghindari segala hal yang memicu tetap satu juga (k.4—k.5) merupakan tipe perpecahan Negara Kesatuan Republik ideal komunitas lainnya yang diklaim Indonesia (NKRI), sesuai cita-cita awal sebagai prasasti sejarah tentang kerukunan pendirian bangsa ini. Persatuan harus hidup antar-komunitas suku bangsa di diutamakan meskipun kita berbeda-beda. Indonesia. Bagi komunitas, keberagaman Keanekaragaman yang dimiliki komunitas sosial-budaya yang disebabkan oleh letak Indonesia bukan merupakan penghalang kultur historis wilayah, perbedaan untuk mewujudkan persatuan dan lingkungan dan bentang alam, kepercayaan kesatuan” (4:75-76). Otonomi daerah— dan kebudayaan, serta keterikatan setiap sebagai evolusi keberagaman individu dan komunitas pada wilayah tempat

komunitas

konteks politik kenegaraan—juga harus tunduk kepada otoritas politik negara (pemerintah pusat).

dalam

Negara: Melindungi Individu dan

individu dan komunitas atas elemen-

Komunitas

kebutuhan hidup Konstruksi

elemen

(kesehatan, merupakan unsur ketiga komunitas- perlindungan terhadap hidup dan hak kewarganegaraan yang diharapkan dapat milik, rekreasi, pendidikan, keindahan memberikan nilai-nilai edukatif kepada warga negara, kemakmuran, komunikasi, peserta didik sebagai ‘clientele’ tentang transportasi, migrasi, dana sosial, dan satus, peran (operasi dan mekanisme perbaikan (Dunn, 2004; 2007) merupakan kerja) negara-pemerintah di dalam peran dan tanggung jawab utama negara. melindungi tujuan dan kebaikan bersama “Orang dikatakan makmur apabila (Dun, 2004).

tentang

negara individu/masyarakat

sebagian besar kebutuhannya telah Negara dikonstruksi sebagai bentuk terpenuhi” (5:90). evolusi dari bangsa dalam konstruksi

Berbagai fasilitas, program, badan sebagai kesatuan masyarakat politik yang usaha yang disediakan negara-pemerintah otonom dengan wilayah, kekuasaan, untuk memenuhi berbagai kebutuhan warga negara, dan segala atribut dan individu dan komunitas adalah: bidang simbol-simbol kedaulatannya, undang- pendidikan :

sekolah, perpustakaan, undang dasar, bendera, lambang, lagu, gerakan orang tua asuh, wajib belajar 9 bahasa, mata uang, dan tentara. Sebagai tahun, kelompok belajar paket, BOS entitas masyarakat politik, negara (Bantuan Operasional Sekolah), kartu merupakan transformasi genetik dari pelajar, ijazah, rapor, kantin dan koperasi kerajaan-kerajaan nusantara (k.4—k.5) sekolah (k.1-k.4); perdagangan-industru: yang sarat dengan sejarah perjuangan, toko, pasar (tradisional dan moderen) (k.1, perlawanan, dan perjuangan merebut dan k.6), koperasi (4:165-173); Tempat menegakkan kedaulatan. Peran dan Pelelangan Ikan (TPI), industri otomotif tanggung jawab negara di dalam seperti PT INKA, PT PAL, PT Dirgantara melindungi tujuan dan kebaikan bersama Indonesia, dan PT Krakatau Steel (4:152); adalah

menjaga perbankan : uang (kartal, giral), Bank terpenuhinya hak-hak individu dan Indonesia, ATM (3:61-69); transportasi: komunitas, serta keutuhan keduanya pelabuhan bongkar muat barang dan sebagai unsur-unsur dalam kehidupan transportasi antarpulau (3:6); PT Angkasa komunitas-kewarganegaraan.

melindungi

dan

Berbagai Pura, PT Pelni, PT Jakarta Lloyd, PT fasilitas, program, badan usaha negara Gesuri Lloyd, (4:194-195), fasilitas yang disediakan untuk memenuhi hak-hak transportasi darat, laut, dan udara (4:153); Berbagai Pura, PT Pelni, PT Jakarta Lloyd, PT fasilitas, program, badan usaha negara Gesuri Lloyd, (4:194-195), fasilitas yang disediakan untuk memenuhi hak-hak transportasi darat, laut, dan udara (4:153);

Untuk membangun kohesivitas lingkungan beserta hukum dan perundang- individu dan komunitasnya dan mencapai undangannya,

Badan Pengendalian tujuan nasional, negara menggunakan Lingkungan (BPL), program perlindungan politik sejarah sebagai instrumen untuk terhadap tanah dan air (reboisasi), dan membangun pencitraan secara simbolis udara, (6:108-111); pertanian: pupuk dan ideologis tentang nasionalisme. (3:9), irigasi, waduk (4:31-32); program Sebuah ikhtiar politik sejarah yang juga intensifikasi pertanian--bibit unggul, lazim digunakan diberbagai negara di pengolahan tanah, pengairan, dan pasca dunia (Crawford, 2003a-b; Wenzeler, panen (4:183); rekreasi: tempat-tempat 2003; Nicholls, 2005; Repoussi & wisata (k.1); olah raga: lapangan sepak Tutiaux-Guillon, 2010; Khine, 2013),

bola (k.1); informasi dan komunikasi: **) walaupun penyajian sejarah di dalam telepon umum (k.1), SKSD (Sistem buku-buku teks IPS-SD sangat naratif dan

Komunikasi Satelit Domestik) Palapa bertumpu pada metode kronologis, beserta (4:188), TVRI (4:190); layanan publik: tokoh-tokoh, dan bukti-bukti historisnya balai desa, kantor polisi (k.1); kesehatan: (cf. Mulder, 2000). Bukti-bukti sejarah puskesmas, rumah sakit (k.1-k4); yang dikonstruksi untuk tujuan tersebut kependudukan :

sensus penduduk, adalah: (1) ideologi Bhinneka Tunggal Keluarga Berencana (KB), Norma Ika—Sumpah Palapa —kepahlawanan dan Keluarga Kecil dan Bahagia Sejahtera patriotisme bangsa sebagai khasanah dan (NKKBS), transmigrasi, pemerataan pembuktian

peran sejarah bagi pembangunan (4:201-206), akta kelahiran, pembentukan

negara (k-4). KTP, surat keluarga; dan hak milik: surat (2) Rembug Nasional—olahraga, jambore, kepemilikan tanah (sertifikat) (2:2-8); aksi sosial-keagamaan, diskusi budaya— konservasi budaya: museum, pemugaran dan

nasional yang atau perbaikan bangunan bersejarah merata; dan simbol-simbol, sejarah, dan (4:123); dan penanganan masalah- sumpah kebangsaan merupakan instrumen- masalah sosial: kemiskinan, kejahatan,

pembangunan

kependudukan, dan lingkungan hidup kependudukan, dan lingkungan hidup

eksploratif, dan strategis nasional Merah Putih, lagu kebangsaan (Novenanto, 2013). Dalam kaitan ini, bisa Indonesia Raya, bahasa nasional bahasa dipahami mengapa di dalam buku-buku Indonesia, uraian sejarah perjuangan teks,

‘dihadirkan dalam bangsa Indonesia dalam memperoleh ketakhadiran’ (presence in absence atau kemerdekaan, Sumpah Pemuda (4:76); absence of a presence ). Negara hanya upacara bendera, membangkitkan sikap dihadirkan melalui ‘penanda’ (signifier) kepahlawanan dan patriotisme (4:129).

negara

atau ‘jejak (trace) (cf. Nugraha, 2011; Di sisi lain, upaya negara untuk Derrida, 1997) berupa simbol, pesan, membangun citra simbolis dan ideologis ideologi, tujuan, cita-cita bersama. Bisa melalui eksplorasi warisan sejarah tentang dipahami pula, mengapa negara dipersepsi nasionalisme, persatuan dan kesatuan, individu atau kolektif sebagai “komunitas sangat rentan bagi lahirnya “budaya bisu” terbayang” (imagined community) yang (culture of silence). Suatu konstruksi baru dirasakan kehadirannya, ketika budaya

belum individu atau kelompok dihadapkan pada sepenuhnya mampu mengucapkan “logos” situasi krisis, anomali atau bahkan mereka sendiri, dan berbicara secara revolusi (Anderson, 2001). Dalam konteks otentik sebagai subjek (Collins, 1999:87). ini pula, kehadiran buku-buku teks IPS- Hal ini bisa terjadi, karena politik sejarah SD sesungguhnya hanya

dimana

manusia

medium cenderung

menempatkan masa-kini pewarisan ideologi “negara teater” dari sebagai realitas yang dicengkeram oleh sebuah “dunia imajiner” (Mulder, 1997), masa-lalu yang diidealkan sebagai “taken bukan sebagai wahana pedagogis bagi

terciptanya transformasi demokratis.

Menghadapi kehidupan komunitas individualisme, materialisme, pergaulan global, negara membangun ideologi dan bebas, dan minum-minuman keras, harus citra tentang “bangga terhadap produksi dibatasi, dihindari, dan ditolak (6:117- dalam negeri” dan “keunggulan kompetitif 128). bangsa”.

dikonstruksi secara simbolis sebagai hasil Penutup

kerja, kreativitas, dan prestasi bangsa Konstruksi buku-buku teks IPS-SD yang secara kualitas memiliki daya saing tentang

unsur-unsur komunitas- dengan produksi luar negeri. “Jangan kewarganegaraan, individu, komunitas, khawatir untuk memakai produk dalam dan negara, serta relasi ketiganya dalam negeri. Banggalah memakai barang- konteks hak, kewajiban dan peran-peran barang produksi dalam negeri, karena masing-masing, merupakan konstruksi selain harganya cukup murah, juga “tipe ideal” yang ‘dipilih dan diorganisasi’ memberi kesempatan kepada generasi secara pedagogis berdasarkan fakta, bangsa untuk berkarya” (5:90). Negara konsep, dan generalisasi dari berbagai juga mensinergikan antara nilai-nilai konten ilmu-ilmu sosial. Tujuannya global dan nilai-nilai kebangsaan secara adalah mewariskan pengetahuan, nilai, “ko-eksistensial”.

budaya sikap, dan kebiasaan yang secara turun global adalah nilai-nilai yang dianut, temurun dari generasi ke generasi dengan diakui, dan disepakati oleh seluruh kontrol ketat oleh simbol, pesan, ideologi, masyarakat di dunia seperti giat bekerja, tujuan,

Nilai-nilai

bersama yang disiplin, tanggung jawab, berorientasi ke merefleksikan peran dan tanggung jawab masa depan, dan menghargai waktu. negara. Nilai-nilai kebangsaan adalah nilai-nilai

cita-cita

Individu dan perannya sebagai khas yang menjadi kepribadian suatu warga komunitas-negara dimungkinkan bangsa yang berfungsi sebagai paradigma berpartisipasi aktif di dalam kehidupan nilai bagi masyarakat-bangsa di dalam komunitas-kewarganegaraan, tetapi harus menerima atau menolak efek samping larut dan tunduk pada tujuan bersama, nilai-nilai global. Setiap budaya global yaitu hidup teratur, rukun dan harmonis. masuk masuk harus disikapi secara Ego-pribadi atau distorsi personalitas selektif dan hati-hati. Sementara, budaya individu harus tunduk pada tatanan “tertib global yang tidak sesuai dengan sosial” agar tidak merugikan diri sendiri, kepribadian, dasar, dan pandangan hidup orang lain dan komunitasnya. Individu bangsa Indonesia, seperti kekerasan, sebagai warga negara yang baik adalah Individu dan perannya sebagai khas yang menjadi kepribadian suatu warga komunitas-negara dimungkinkan bangsa yang berfungsi sebagai paradigma berpartisipasi aktif di dalam kehidupan nilai bagi masyarakat-bangsa di dalam komunitas-kewarganegaraan, tetapi harus menerima atau menolak efek samping larut dan tunduk pada tujuan bersama, nilai-nilai global. Setiap budaya global yaitu hidup teratur, rukun dan harmonis. masuk masuk harus disikapi secara Ego-pribadi atau distorsi personalitas selektif dan hati-hati. Sementara, budaya individu harus tunduk pada tatanan “tertib global yang tidak sesuai dengan sosial” agar tidak merugikan diri sendiri, kepribadian, dasar, dan pandangan hidup orang lain dan komunitasnya. Individu bangsa Indonesia, seperti kekerasan, sebagai warga negara yang baik adalah

kehidupan komunitas-kewarganegaraan. Komunitas dan negara bagi individu Namun, patut disayangkan terhadap adalah kehidupan kolektif faktual dan masalah-masalah tersebut buku-buku teks ideal tentang keteraturan, keharmonisan, lebih banyak menghadirkan peran negara, kerukunan, dan kedamaian hidup individu daripada peran individu dan komunitas. secara kolektif. Peran keduanya bekerja Realitas ini dikuatkan oleh temuan bahwa sama melindungi individu agar tidak konstruksi tentang individu secara memasuki ruang konflik, pertentangan, eksplisit hanya terdapat di dalam buku- atau tabu. Karena itu, bisa dipahami buku teks IPS-SD kelas I-III tentang mengapa konten-konten yang terkait individu, keluarga, teman, sekolah, dan dengan “problems of democracy”, seperti lingkungan sekitar/tetangga, sementara di peran kontrol individu dan komunitas kelas-kelas selanjutnya ‘sangat implisit’. (organisasi atau lembaga masyarakat) ‘Ketidakhadiran’ individu secara eksplisit terhadap negara-pemerintah; konflik- di luar komunitas keluarga, pertemanan, konflik sosial, isu-isu atau masalah sekolah, dan lingkungan sekitar, di satu kontroversial, serta masalah-masalah sisi, menyebabkan kekosongan citra krusial yang berada di “wilayah tabu” individu, dan menyulitkan peserta didik (closed areas) seperti isu tentang seks, melakukan identifikasi atas diri, peran dan patriotisme, ras, ekonomi, moral, agama, tanggung jawabnya di dalam kehidupan dan hubungan atar-suku sebagai potret komunitas kota, suku bangsa, dan global. realitas kehidupan sosial, yang memiliki Di sisi lain, ketidakhadiran individu juga signifikansi

tinggi terhadap menegaskan bahwa negara memandang pengembangan kemampuan berpikir peran-peran individu dalam komunitas kritis-reflektif dan wahana pedagogis bagi luas kurang penting, dan bisa digantikan terciptanya transformasi demokratis agak oleh kehadiran korporasi atau perusahaan terabaikan.

swasta besar di bidang jasa, perdagangan, Deskripsi perilaku-perilaku individu industri, perhubungan, komunikasi, dan atau komunitas, dan meningkatnya swasta besar di bidang jasa, perdagangan, Deskripsi perilaku-perilaku individu industri, perhubungan, komunikasi, dan atau komunitas, dan meningkatnya

wadah usaha bersama, koperasi. Spring CA: ETC Publications.

Dengan konstruksi seperti itu, buku- Blaik-Hourani, R. 2011. Constructivism

buku teks PIPS-SD belum menjadi and Revitalizing Social Studies. The

wahana sosio-pedagogis

History Teacher, 44(2), 227-250. pembentukan pribadi siswa sebagai warga

bagi

Cherlin, A. 2010. Public and Private masyarakat-negara dengan kebiasaan

Families, An Introduction. NY: berpikir dan berperilaku ilmiah yang

McGraw-Hill Companies, Inc. kritis, kreatif dan mandiri. Realitas ini Crawford, K. 2003a. The Role and

menegaskan bahwa buku-buku teks IPS- Purpose of Textbooks. International Journal of Historical Learning,

SD merupakan bagian dari proses Teaching and Research , 3(2), 5-10. penciptaan “budaya bisu” dengan kontrol

Crawford. K. 2003b. Culture Wars: ketat dari negara yang masih bernuansa

Serbian History Textbooks and the “otoritatif”.

Construction of National Identity. International Journal of Historical

Learning, Teaching and Research ,

Daftar Pustaka

3(2), 43-52.

Niiniluoto, I. 2011. The Open Society and Depdiknas. (2007). Naskah Akademik Its

Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Reflections on Democracy and

Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Market Economy, dalam G. (IPS) . Badan Penelitian dan

Brennan, (Ed). The Tampere Club Pengembangan-Pusat Kurikulum, Series: Preconditions of Democracy ,

Depdiknas.

vol.2, 1-16. Derrida, J. 1997. Of Grammatology.

Dokumen yang terkait

MOTIF MENONTON VIDEO DOES "DIARY OF ERIX SOEKAMTI" DI YOUTUBE (Studi pada Anggota Aktif Komunitas Kamtis Malang)

5 35 23

Konstruksi Media tentang Kontroversi Penerimaan Siswa Baru di Kota Malang (Analisis Framing pada Surat Kabar Radar Malang Periode 30 Juni – 3 Juli 2012)

0 72 56

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANAK PUNK DENGAN ORANG TUA KANDUNG (Studi pada Anak Komunitas Punk Jalan Sigura-Gura Malang)

1 31 15

Konstruksi realitas pada media cetak: analisis framing pemberitaan insiden Monas di Koran Tempo dan Republika edisi Juni 2008

2 42 116

Profil Pasien Usia Lanjut dengan Pneumonia Komunitas di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Tahun 2013 - 2014

0 19 97

Konstruksi Makna Mengaji Dalam Program Acara Magrib Mengaji di Radio MQ FM Bandung ( Studi Fenomenologi Konstruksi Makna Mengaji Dalam Program Acara Magrib Mengaji Bagi Pendengar di Radio MQ FM Bandung di Komplek Purnawirawan TNI-AU ( PEPABRI ) di Kabupat

3 88 162

Pola komunikasi kaum sosialita di lingkungan masyarakat Kota Bandung : (studi deskriptif pola komunikasi kaum sosialita di Komunitas ABSOLVE Bandung)

0 14 1

Kewarganegaraan

0 12 16

Konstruksi Makna Gaya Blusukan (studi Fenomenologi Tentang Konstruksi Makna Gaya Blusukan Gubenur Joko Widodo Bagi Masyarakat Jakarta Pusat)

1 65 112

Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Skinhead (studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Orang TUa Dengan Anak Sebagai Komunitas Skinhead Dalam Berinteraksi Di Kota Bandung)

0 33 98