HUBUNGAN ANTARA KADAR MALONDIALDEHID PAD

HUBUNGAN ANTARA KADAR MALONDIALDEHID PADA LENSA
TERHADAP PATOFISIOLOGI KATARAK SENILIS

Sebagai Karya Tulis Ilmiah dalam Sriwijaya Medical Scientific Olympiade

Disusun oleh :

Herdinta Yudaristy

04101401115

Lina Wahyuni Hrp

04111001093

Dosen Pembimbing:
dr. Ella Amalia

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG

2012

i

LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Tulisan : Hubungan antara Kadar Malondialdehid pada Lensa terhadap
Patofisiologi Katarak Senilis
2. Penulis :
a. Nama Lengkap
NIM
Jurusan
Universitas/Institut/Politeknik
Alamat Rumah dan No Tel./HP

Alamat email
b.

Nama Lengkap
NIM
Jurusan

Universitas/Institut/Politeknik
Alamat Rumah /HP
Alamat email

3. Dosen Pendamping
a . Nama Lengkap dan Gelar
b . NIP
c. Jurusan/Fakultas
d . Alamat email

: Herdinta Yudaristy
: 04101401115
: Pendidikan Dokter Umum
: Universitas Sriwijaya
: Jl. Putri Kembang Dadar No. 333
Tanjung Pulai, Bukit Besar, 30137,
Palembang / 085669242554
: [email protected]
: Lina Wahyuni HRP
: 04111001093

: Pendidikan Dokter Umum
: Universitas Sriwijaya
: Jl. Letnan Yasin Kosan JK No. 9, 30139,
Palembang/ 085382728383
: [email protected]

: dr. Ella Amalia
: 19841014 201012 2007
: Fakultas Kedokteran
: [email protected]

Palembang, 7 September 2011
Menyetujui,
Pembantu Dekan III
FK Universitas Sriwijaya

(dr. Theodorus, M.Med.Sc)
NIP. 196009151989031005

Dosen Pendamping,


(dr. Ella Amalia)
NIP. 19841014 201012 2007

ii

ABSTRAK
Berdasarkan Survey Kesehatan Indera tahun 1993-1996, katarak
merupakan penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia yaitu sebesar 52% dari
total 1,5% penduduk Indonesia yang mengalami kebutaan(1). Katarak adalah
setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat keduaduanya.
Ada banyak mekanisme yang memberi kontribusi dalam progresivitas
kekeruhan lensa. Salah satu mekanisme yang diduga berperan dalam proses
pengeruhan lensa adalah penumpukan radikal bebas.
Radikal bebas merupakan agen pengoksidasi kuat yang dapat merusak
sistem pertahanan tubuh dengan akibat kerusakan sel dan penuaan dini karena
elektron yang tidak berpasangan selalu mencari pasangan elektron dalam
makromolekul biologi. Protein lipid dan DNA dari sel manusia merupakan
sumber pasangan elektron yang baik. Stres oksidatif (oxidative stress),

menunjukkan adanya produksi radikal bebas yang berlebihan melebihi kapasitas
perlindungan antioksidan.
Malondialdehid sebagai hasil utama peroksidasi lipid akibat stres oksidatif
MDA merupakan produk akhir dari peroksidasi lipid, dan biasanya digunakan
sebagai biomarker biologis untuk menilai stres oksidatif. Adanya hubungan antara
radikal bebas dengan antioksidan pada katarak senilis, yaitu peningkatan MDA
dan penurunan antioksidan enzimatis dan non-enzimatis. Hal ini menunjukkan
bahwa adanya peningkatan radikal bebas dan penurunan kadar antioksidan pada
penderita katarak.

Kata Kunci : Stres oksidatif, Radikal Bebas,

Biomarker

Biologis,

Malondialdehid (MDA), Katarak

iii


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya tulis yang
berjudul Hubungan antara Kadar Malondialdehid pada Lensa terhadap
Patofisiologi Katarak Senilis. Penulisan ini dibuat dalam rangka mengikuti lomba
Sriwijaya Medical Scientific Olympiade tahun 2012.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan arahan dari seluruh dosen,
khususnya dosen pembimbing, yaitu dr. Ella Amalia dan para dosen yang telah
membantu dalam penyempurnaan karya ilmiah ini. Dengan tangan-tangan terbuka
penulis menerima berbagai saran, kritik, dan arahan dari pembaca khususnya
rekan-rekan mahasiswa.
Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai pihak baik secara moral
maupun spiritual, penulis ucapkan terima kasih. Semoga karya ilmiah ini dapat
berguna bagi kita semua.

Palembang, September 2012


Penulis

iv

DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul............................................................................................... i
Lembar Pengesahan ...................................................................................... ii
Abstrak .......................................................................................................... iii
Kata Pengantar .............................................................................................. iv
Daftar Isi........................................................................................................ v
Daftar Gambar ............................................................................................... vii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan ............................................................................ 2
1.4. Manfaat Penulisan .......................................................................... 2

BAB 2 TELAAH PUSTAKA

2.1. Proses Degeneratif .......................................................................... 3
2.1.1. Radikal Bebas ...................................................................... 3
2.1.2. Stres Oksidatif ...................................................................... 4
2.2. Malondialdehid ............................................................................... 6
2.3. Katarak Senilis ................................................................................ 7
2.3.1. Definisi ................................................................................. 7
2.3.2. Gejala dan Tanda Katarak ................................................... 9
2.3.3. Klasifikasi Katarak .............................................................. 9
2.3.4. Stadium ................................................................................ 10
2.3.5. Etiologi ................................................................................ 10
2.3.6. Faktor Risiko ....................................................................... 11

BAB 3 METODE PENULISAN
3.1. Sifat Penulisan ................................................................................ 14

v

3.2. Perumusan Masalah ........................................................................ 14
3.3. Sumber dan Jenis Data.................................................................... 14
3.4. Metode Pengumpulan Data............................................................. 14

3.5. Metode Analisis dan Pemecahan Masalah ..................................... 14
3.6. Penarikan Simpulan ........................................................................ 15

BAB 4 ANALISIS DAN SINTESIS
4.1. Hubungan MDA dengan Stress Oksidatif ........................................ 16
4.2. Pengaruh Kadar MDA terhadap Katarak Senilis........................ .... 17
4.3. Radikal bebas dan lensa.................................................................. 19

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ................................................................................... 21
5.2. Saran ............................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 22
DAFTAR RIWAYAT HIDUP…………………………………………….. 26

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hubungan antioksidan dan ROS (Reactive Oxygen Species).

Gambar 2. Struktur kimia Propanedial/Malondialdehid.
Gambar 3. Inisiasi peroksidasi lemak oleh CCl3O2•
Gambar 4. Tahap propagasi peroksidasi lemak
Gambar 5. Tahap terminasi peroksidasi lemak oleh vitamin E
Gambar 6. Katarak
Gambar 7. Proses pembentukan serat lensa primer dan nukleus embrionik.

vii

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Kebutaan merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan
penurunan kualitas sumber daya manusia. Tidak hanya menurunkan produktivitas
penyandangnya namun juga membebani keluarga dan orang-orang sekitarnya.
Berdasarkan Survey Kesehatan Indera tahun 1993 – 1996, penyebab kebutaan
terbanyak di Indonesia adalah katarak, yaitu sebesar 52%.(1).
Sebagian besar katarak timbul pada usia tua sebagai akibat pajanan terus
menerus terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya seperti merokok,

radiasi ultraviolet, dan peningkatan kadar gula darah. Katarak jenis ini disebut
katarak senilis (katarak yang terkait dengan usia).
Patofisiologi terjadinya katarak senilis cukup rumit dan belum diketahui
secara pasti. Ada banyak mekanisme yang memberi kontribusi dalam
progresivitas kekeruhan lensa. Salah satu mekanisme yang diduga berperan dalam
proses pengeruhan lensa adalah penumpukan radikal bebas.
Radikal bebas akan menimbulkan reaksi patologis dalam jaringan lensa dan
senyawa toksis lainnya sehingga terjadi reaksi oksidatif. Reaksi oksidatif akan
mengganggu struktur protein lensa sehingga terjadi cross link antar dan intra
protein dan menambah jumlah high molecular weight protein sehingga terjadi
agregasi protein tersebut, kemudian akan menimbulkan kekeruhan lensa yang
disebut katarak. Salah satu turunan dari radikal bebas adalah malondialdehid.
Malondialdehid merupakan senyawa alami yang bertindak sebagai penanda
terjadinya stres oksidatif. Tingginya kadar Malondialdehid pada lensa dapat
memengaruhi tejadinya katarak. Dengan demikian, penulisan ini bertujuan untuk

viii

menganalisis hubungan antara kadar malondialdehid pada lensa terhadap
patofisiologi katarak senilis.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kadar Malondialdehid dalam keadaan stres oksidatif?
2. Bagaimana kadar Malondialdehid lensa pada penyakit katarak?
3. Apa bagian dari lensa mata yang paling banyak mengandung
malondialdehid dan turunan dari radikal bebas lainnya pada penyakit
katarak?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui kadar Malondialdehid dalam keadaan stres oksidatif.
2. Mengetahui kadar Malondialdehid lensa pada penyakit katarak.
3. Mengetahui cara mengukur kadar Malondialdehid lensa mata.
1.4 Manfaat
1. Mencegah peningkatan angka kejadian penyakit katarak.
2. Sebagai ilmu pengetahuan mengenai kadar Malondialdehid lensa dan
hubungannya dengan risiko terjadinya penyakit katarak.

ix

BAB 2
TELAAH PUSTAKA

2.1. Proses Degeneratif
2.1.1. Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan atom atau gugus atom apa saja yang
memiliki satu atau lebih elektron tak berpasangan. Karena jumlah elektron
ganjil, maka tidak semua elektron dapat berpasangan sehingga sifatnya
sangat reaktif. Jika jumlahnya sedikit, radikal bebas dapat dinetralkan oleh
sistem enzimatik tubuh, namun jika berlebihan akan memicu efek patologis.
Radikal bebas merupakan agen pengoksidasi kuat yang dapat merusak
sistem pertahanan tubuh dengan akibat kerusakan sel dan penuaan dini
karena elektron yang tidak berpasangan selalu mencari pasangan elektron
dalam makromolekul biologi. Protein lipid dan DNA dari sel manusia
merupakan sumber pasangan elektron yang baik. Radikal bebas yang
berasal dari oksigen diklasifikasikan sebagai Reactive Oxigen Species
(ROS), termasuk radikal superoksida (O2-), radikal hidroksil (OH+) dan
radikal hidrogen peroksida (H2O2). Enzim yang berperan dalam peningkatan
produksi ion superoksid termasuk rantai transport elektron mitokondria,
NAD(P)H Oxidase, dan Xanthin Oxidase, serta e NOS (2).
Perusakan sel oleh radikal bebas reaktif didahului oleh kerusakan
membran sel, dengan rangkaian proses sebagai berikut:

x



Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen membran
(enzim-enzim membran, komponen karbohidrat membran plasma),




sehingga terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor.
Oksidasi gugus tiol pada komponen membran oleh radikal bebas yang
menyebabkan prose transpor lintas membran terganggu.
Reaksi peroksidasi lipid dan kolestrol membran yang mengandung
asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA = Poly unsaturated Fatty Acid).
Hasil peroksidasi lipid membran oleh radikal bebas berefek langsung
terhadap kerusakan membran sel, antara lain dengan mengubah
fluiditas, cross-linking, struktur dan fungsi membran serta kematian sel.

2.1.2. Stres Oksidatif
Secara terminologi, stres oksidatif (oxidative stress) menunjukkan
adanya produksi radikal bebas yang berlebihan melebihi kapasitas
perlindungan antioksidan. Stres oksidatif dianggap sebagai keadaan dimana
terjadi ketidakseimbangan antara prooksidan dengan antioksidan, produksi
radikal bebas melebihi kemampuan penghambat radikal alamiah atau
mekanisme scavenging (pembersih). Radikal bebas adalah substansi yang
mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan. Di dalam tubuh,
ROS secara konstan diproduksi dan dieliminasi, selama sel masih memiliki
pertahanan endogen melawan zat oksidan tersebut. Diduga bahwa kadar
ROS yang rendah berperan dalam fisiologi signaling antar sel secara
normal, atau penting untuk memelihara homeostasis. Sedangkan produksi
ROS yang berlebihan atau terjadinya kerusakan perlindungan terhadap ROS
menimbulkan stres oksidatif, sehingga mengakibatkan terjadinya beberapa
kelainan patologis (2).

xi

Gambar 1. Hubungan antioksidan dan ROS (Reactive Oxygen Species ).
Stres oksidatif menyebabkan gangguan oksidasi lemak, protein,
dan DNA. ROS dapat memicu proses peroksidasi terhadap lipid. Peroksidasi
lipid mengakibatkan gangguan pada fluiditas dan permiabilitas membran,
kerusakan membran sel dan organela, kerusakan sitoskeleton, hambatan
pada metabolisme sel dan gangguan transpor ion. Kerusakan mitokondria
juga dapat terjadi menyebabkan produksi ROS bertambah. Oksidasi protein
oleh radikal bebas membentuk karbonil grup atau disulfid, dan juga sebagai
reduktan, menyebabkan formasi S-H dari ikatan S-S. Kerusakan pada
protein, terutama bentuk enzim, akan mengganggu fungsinya

(3)

. Peroksida

lipid tidak saja bertanggung jawab terhadap perusakan jaringan tubuh in
vivo, sehingga mempercepat proses degenerasi. Peroksidasi terhadap lipid
dalam

membran

sel

akan

sangat

mengganggu

fungsi

membran,

menimbulkan kerusakan yang ireversibel terhadap fluiditas dan elastisitas
membran, yang dapat menyebabkan ruptur membran sel. Untuk mengetahui
terjadinya peroksida lipid salah satunya adalah dengan mengukur kadar
MDA (4).

xii

2.2. Malondialdehid (MDA)

Gambar 2. Struktur kimia Propanedial/Malondialdehid.
Malondialdehid sebagai hasil utama peroksidasi lipid akibat stres
oksidatif MDA merupakan produk akhir dari peroksidasi lipid, dan biasanya
digunakan sebagai biomarker biologis untuk menilai stres oksidatif

(4)

. Pada

proses peroksidasi lipid, selain MDA terbentuk juga radikal bebas yang lain,
tetapi radikal bebas tersebut mempunyai waktu paruh yang pendek sehingga sulit
diperiksa dalam laboratorium

(5)

. Pengukuran kadar MDA serum dapat dilakukan

dengan Test thiobarbituric acidreactive subtance (TBARS) yang berdasar
pemeriksaan reaksi spektrofotometrik (6).
Peroksidasi lipid dalam bahan pangan akan terdekomposisi menjadi
aldehid, keton dan khususnya malondialdehid. Senyawa-senyawa karbonil ini
akan bereaksi dengan gugus amino protein melalui rekasi amino-karbonil dan
pembentukan basa Schiff. Reaksi malondialdehid dengan rantai samping lisil akan
mengakibatkan cross-linking dan polimerisasi protein. Reaksi ini berdampak pada
menurunnya nilai gizi protein dan dapat menimbulkan off-flavour

(7)

.

Karbon tetraklorida di metabolisme di dalam sel mikrosomal membran.
Tahap pertama diubah oleh sitokrom P-450 menjadi radikal bebas reaktif yang
dapat menyebabkan nekrosis hepatoselular. Ketika ikatan enzim CCl4 menerima
satu elektron, selanjutnya diuraikan menjadi CCl3 dan Cl. Radikal CCl3 tidak
dapat melanjutkan serangkaian reaksi P450. CCl3 akan menginisiasi reaksi rantai
di sekeliling lemak yang tidak tersaturasi di retikulum endoplasma. CCl3
kemudian bereaksi dengan anion superoksida (O2-) dan membentuk CCl3OO•
yang lebih reaktif yang akan menginisiasi terjadinya peroksidasi lemak.(2)

xiii

CCl3• + O2  CCl3O2•

CCl3O2• + L CCl3O2H + L•

Gambar 3. Inisiasi peroksidasi lemak oleh CCl3O2•
Tahap propagasi terjadi ketika O2 ditambahkan untuk membentuk radikal peroksil
lemak (LOO•) dan peroksidasi lemak (LOOH).

L• + O2  LOO•

LOO• + LH  LOOH + L•
Gambar 4. Tahap propagasi peroksidasi lemak
Pada tahap degradasi terjadi penyususnan kembali elektron tunggal yang
membentuk malondialdehyde (MDA). Malondialdehyde (MDA) dapat ditemukan
dalam darah dan urin yang digunakan sebagai indikator radikal bebas. (2)
Terminasi adalah tahap akhir dari peroksidasi lemak dapat dilakukan oleh
vitamin E dan antioksidan lain dengan memberikan satu elektron untuk
membentuk produk nonradikal. Produk nonradikal ini bersifat stabil sehingga
tidak dapat mempropagasi reaksi rantai peroksidasi lemak. (2)
LOO• + L•  LOOH + LH
Atau

L• + Vit E  LH + Vit E•

Vit E• + L•  LH + Vit Eox
Gambar 5. Tahap terminasi peroksidasi lemak oleh vitamin E

2.3. Katarak Senilis
2.3.1 Definisi
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa
atau terjadi akibat kedua-duanya.(2). Kelainan ini dapat menyebabkan
gangguan penglihatan dari ringan sampai berat (kebutaan)(8). Lensa katarak
memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan protein, peningkatan

xiv

proliferasi, dan kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa. Secara
umum, edema lensa bervariasi sesuai perkembangan katarak.

(2)

. Sebagian

besar katarak timbul pada usia tua akibat pajanan kumulatif terhadap
pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya seperti merokok, radiasi UV,
dan peningkatan kadar gula darah(9). Biasanya kekeruhan mengenai kedua
mata dan berjalan progresif ataupun dapat mengalami perubahan dalam
waktu lama. Katarak senilis merupakan kekeruhan lensa yang terjadi pada
usia lanjut.

Gambar 6. Katarak

2.3.2. Gejala dan Tanda katarak
Katarak dapat menyebabkan hilangnya penglihatan tanpa rasa
nyeri, menyebabkan rasa silau, dan dapat mengubah kelainan refraksi(9).
Pada

bayi,

katarak

dapat

mengakibatkan

ambliopia

(kegagalan
xv

perkembangan penglihatan normal) karena pembentukan bayangan pada
retina buruk(9).
Katarak mungkin terjadi tanpa gejala dan ditemukan secara
kebetulan pada saat pemeriksaan mata. Katarak kadang-kadang tidak
menimbulkan rasa sakit tetapi mengganggu penglihatan, seperti penglihatan
menjadi kabur, penglihatan bagian sentral hilang sampai menjadi buta. (10)
Salah satu keluhan dini pada katarak adalah keluhan silau atau
tidak tahan terhadap cahaya terang, seperti sinar matahari langsung atau
sinar lampu kendaraan bermotor dari arah depan. Keluhan silau bervariasi
tergantung lokasi dan besarnya kekeruhan pada lensa. Kekeruhan kecil yang
terjadi di daerah pupil akan dirasakan sangat mengganggu. Apabila
kekeruhan lensa menjadi semakin parah maka penglihatan jarak jauh dan
dekat mulai terganggu. Keluhan lain dapat berupa penglihatan berkabut,
penglihatan bewarna menjadi tumpul dan penglihatan ganda(10).
Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam
sampai kekeruhan cukup padat, yaitu pada tingkat matur atau hipermatur
yang menyebakan kebutaan. (11)

2.3.3. Klasifikasi katarak
Tiga tipe utama katarak senilis, adalah :
1.

Katarak nuklear

Beberapa derajat nuklear sklerosis dan penguningan dikatakan
normal pada pasien dewasa setelah melewati usia menengah. Secara umum,
kondisi ini hanya sedikit mengganggu fungsi penglihatan. Sklerosis dan
penguningan dalam jumlah yang berlebihan disebut katarak nuklear, yang
menyebabkan kekeruhan sentral(12). Bila sudah lanjut, nukleus bewarna
coklat (katarak brunescent dan konsistensinya keras(12).
2.

Katarak kortikal

Perubahan komposisi ion kepada korteks lensa dan perubahan
hidrasi pada serabut lensa menyebabkan kekeruhan kortikal. Gejala katarak
kortikal yang sering dijumpai alah silau

akibat sumbeer cahaya fokal,

xvi

seperti lampu mobil(12). Monokular diplopia bisa juga dijumpai. Tanda
pertama pembentukan katara kortikal terlihat dengan slitlamp sebagai
vakuola dan celah air di korteks anterior atau posterior.
3.

Katarak posterior subkapsular

Katarak posterior subkapsular (posterior subcapsular cataract =
PSCs) sering dijumpai pada pasien yang lebih muda daripada katarak
nukelar atau kortikal. PSCs berlokasi di lapisan kortikal posterior dan
biasanya aksial. Indikasi pertama pembentukan PSC adalah kialauan warna
yang samar pada lapisan kortikal posterior yang terlihat dengan slitlamp.
Pasien sering mengeluhkan silau dan penglihatan jelek pada kondisi cahaya
terang karena PSC menutupi pupil ketika miosis akibat cahaya terang,
akomodasi, atau miotikum(12). Penglihatan dekat lebih jelek daripada
penglihatan jauh. Beberapa pasien juga mengalami monokular diplopia.
2.3.4. Stadium
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras
akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.
Katarak senilis secara klinik dibedakan dalam 4 stadium, yaitu insipien,
imatur, matur dan hipermatur.
2.3.5. Etiologi
Penyebab katarak senilis sampai sekarang belum diketahui secara
pasti. Tetapi, seiring dengan menigkatnya usia, maka lensa seseorang akan
mengalami perubahan – perubahan yaitu bertambahnya tekanan dan
ketebalan lensa, serta berkurangnya kekuatan akomodasi dari lensa.
Cristalin atau protein lensa dirubah oleh modifikasi dan agregasi bahan
kimia menjadi molekul protein. Hasil dari terjadinya agregasi protein ini
menyebabkan berfluktuasinya indeks refraksi, penghamburan cahaya, serta
lensa menjadi kurang transparan. Adanya modifikasi bahan kimia pada
protein nuklear lensa juga dapat memproduksi pigmen secara progresif.

xvii

2.3.6. Faktor Risiko
Katarak bersifat multifaktorial dan belum diketahui secara pasti.
Berbagai faktor risiko yang dianggap berhubungan dengan terjadinya
katarak antara lain :
1.

Umur
Proses normal ketuaan mengakibatkan lensa menjadi keras dan

keruh, keadaan ini disebut sebagai katarak senil, yang sering ditemukan
terjadi mulai usia 40 tahun ke atas. Dengan meningkatnya umur maka
ukuran lensa akan bertambah dengan timbulnya serat-serat lensa yang baru.
Serat-serat yang terbentuk lebih dahulu akan terdorong kearah tengah
membentuk nukleus. Nukleus ini akan memadat dan mengalami dehidrasi
sehingga terjadi skelrosis. Sklerosis in menyebabkan lensa tidak elastis,
menjadi kompak dan kesanggupan untuk berakomodasi menjadi turun(13).
Seiring bertambahnya usia lensa berkurang kebeningannya, keadaani ini
akan berkembang dengan bertambah beratnya katarak. Pada golongan usia
60 tahun hampir 2/3-nya mulai mengalami katarak(13).
2.

Gender
Ada indikasi bahwa penderita katarak wanita lebih meningkat

dibanding laki-laki terutama usia di atas 65 tahun. Tetapi belum ada
penjelasan yang mendasari. Mungkin karena umur harapan hidup wanita
lebih lama dibanding kaum pria. (13)
3.

Penyakit Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks

refraksi, dan amplitudo akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula
darah, maka meningkat pula kadar glukosa dalam akuos humor. Oleh karena
glukosa dari akuos masuk ke dalam lensa dengan cara difusi, maka kadar
glukosa dalam lensa juga meningkat. Sebagian glukosa tersebut dirubah
oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol yang tidak dimetabolisme tapi
tetap berada dalam lensa.(12)

xviii

4.

Nutrisi
Walaupun defisiensi nutrisi dapat menyebabkan katarak pada

hewan, tapi etiologi ini sulit untuk dipastikan pada manusia

(12)

. Beberapa

penelitian mendapatkan bahwa mulitivitamin, vitamin A, vitamin C, vitamin
E, niasin, tiamin, tiboflavin, beta karoten, dan peningkatan protein
mempunyai efek protektif terhadap perkembangan katarak. Lutein dan
zeaxantin adalah satu-satunya karotenoid yang dijumpai dalam lensa
manusia, dan penelitian terakhir menunjukkan adanya penurunan risiko
katarak dengan penignkatan frekuensi asupan makanan tinggi lutein (bayam,
brokoli). Dengan memakan bayam yang telah dimasak lebih dari dua kali
dalam seminggu dapat menurunkan risiko katarak. (12)
5.

Merokok
Individu yang merokok 20 batang atau lebih jenis sigaret dalam

sehari mempunyai risiko 2 kali lebih banyak mengalami katarak.(13)
Merokok dan mengunyak tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan
dihubungkan

dengan

penurunan

kadar

antioksidan,

askorbat

dan

karotenoid(15).
Merokok menyebabkan penumpukan molekul berpigmen – 3
hydroxykhynurinine dan chromophores, yang menyebabkan terjadinya
penguningan warna lensa. Sianat dalam rokok juga menyebabkan terjadinya
karbamilasi dan denaturasi protein(13).
6.

Obat-obatan
Obat-obatan jenis tertentu dapat menstimulasi pembentukan

katarak, di antaranya : Amiodarone (obat untuk jantung), Chlopromazine
(sedatif), kortikosteroid (penanganan radang akut dan kronis), lovastatin
(penurun

kolesterol),

Phenytoin

(antiseizure,

pengobatan

epilepsi).

Penggunaan obat kortikosteroid sebagai faktor risiko perkembangan katarak
sub capsular poseterior (14).
7.

Sinar UV
Sinar ultraviolet dari matahari dapat mempercepat kekeruhan pada

lensa mata(13). Seseorang dengan pekerjaan sehari-hari sering terpapar sinar

xix

ultraviolet meningkatkan faktor risiko katarak(13). Bukti epidemiologi
menunjukkan bahwa paparan dengan waktu yang lama radiasi ultraviolet,
dihubungkan dengan peningkatan risiko dari katarak sub kapsular(13).
Berbagai penelitian telah berhasil membuktikan adanya hubungna antara
radiasi ultra violet yang berasal dari sinar matahari dan kejadian katarak (13).
Hasil penelitian ilmu dasar seperti biokimia, fotokimia dan histologi sangat
menunjang konsep bahwa radiasi ultra violet dapat mempercepat proses
terjadinya katarak (13).
Sinar ultra violet akan diserap oleh protein lensa terutama sama
amino aromatik, yaitu triptofan, fenil alanin dan tirosin sehingga
menimbulkan reaksi foto kimia dan menghasilkan fragmen molekul yang
disebut radikal bebas, seperti anion superoksida, hidroksil dan spesies
oksigen reaktif seperti hidrogen peroksida yang semuanya bersifat toksis (13).
Selanjutnya radikal bebas ini akan menimbulkan reaksi patologis
dalam jaringan lensa dan senyawa toksis lainnya sehingga terjadi reaksi
oksidatif pada gugus sulfhidril protein. Reaksi oksidatif akan mengganggu
struktur protein lensa sehingga terjadi cross link antar dan intra protein dan
menambah jumlah high molecular weight protein sehingga terjadi agregasi
protein tersebut, kemudian akan menimbulkan kekeruhan lensa yang disebut
katarak.
8.

Trauma Mata
Trauma pada mata dapat mengakibatkan katarak pada semua umur,

pukulan keras, tembus, sayatan, panas tinggi atau bahan kimia dapat
mengakibatkan kerusakan lensa yang disebut katarak traumatika. Trauma
katarak dapat meliputi sebagian atau seluruh lensa. Pada beberapa kasus
kapsul lensa pecah oleh kekuatan luka tumpul(13).

xx

BAB 3
METODE PENULISAN

3.1. Sifat Penulisan
Karya tulis ilmiah ini bersifat kajian pustaka untuk mengetahui hubungan
antara kadar Malondialdehida lensa pada penyakit katarak.

3.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah ditentukan berdasarkan permasalahan yang terdapat
pada masyarakat mengenai penyakit katarak.

3.3. Sumber dan Jenis Data
Data-data yang dipergunakan dalam penyusunan karya tulis ini berasal
dari berbagai literatur pepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang
dibahas. Beberapa jenis referensi utama yang digunakan adalah: (1) buku
pelajaran kedokteran (2) jurnal ilmiah kedokteran edisi cetak dan non-cetak (3)
artikel ilmiah bersumber dari internet.

3.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penulisan ini dilakukan dengan metode studi
pustaka (literature review) berdasarkan permasalahan, baik melalui informasi
digital maupun non digital dari sumber pustaka sebagai berikut:
1. Jurnal-jurnal kesehatan
2. Buku ajar atau referensi pustaka
3. Informasi internet yang relevan dan valid

3.5. Metode Analisis dan Pemecahan Masalah
Metode analisis data pustaka dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu:
1. Metode eksposisi, yaitu dengan memaparkan data dan fakta yang ada
sehingga pada akhirnya dapat dicari korelasi antara data-data tersebut.

xxi

2. Metode analitik, yaitu melalui proses analisis data atau informasi
dengan memberikan argumentasi melalui berpikir logis dan yang selanjutnya
diambil suatu kesimpulan.

3.6. Penarikan Simpulan
Simpulan didapatkan setelah merujuk kembali pada rumusan masalah,
tujuan penulisan, serta pembahasan. Simpulan yang ditarik merepresentasikan
pokok bahasan karya tulis, serta didukung dengan saran praktis sebagai
rekomendasi lebih lanjut.

xxii

BAB 4
ANALISIS dan SINTESIS

4.1. Hubungan MDA dengan Stres Oksidatif
Stres oksidatif adalah keadaan jumlah radikal bebas di dalam tubuh
melebihi kapasitas tubuh untuk menetralisirnya. Akibatnya intesitas proses
oksidasi sel-sel tubuh normal menjadi semakin tinggi dan menimbulkan
kerusakan yang lebih banyak. Penumpukan radikal bebas ini akan menimbulkan
berbagai reaksi salah satunya adalah peroksidasi lipid.
Peroksidasi lipid adalah mekanisme dari trauma sel, baik pada tumbuhan
ataupun hewan, dengan demikian peroksidasi lipid digunakan sebagai indikator
dari stres oksidatif pada sel dan jaringan. Endoperoksida lipid yang berasal dari
asam lemak tak jenuh ganda, bersifat tak stabil dan terurai membentuk beberapa
senyawa komplek, termasuk senyawa karbonil reaktif, terutama malondialdehyde
(MDA). Sehingga pengukuran MDA sering digunakan sebagai indikator
peroksidasi lipid jaringan (16).
MDA (Malonildialdehid) terbentuk dari asam lemak tidak jenuh jamak
(PUFA) yang mengalami proses peroksidasi menjadi peroksida lipid yang
kemudian mengalami dekomposisi (17).
Asam lemak tidak jenuh ganda mudah sekali teroksidasi oleh radikal
bebas atau senyawa-senyawa reaktif lainnya seperti H2O2. Reaksi lipid
peroksidasi dimulai dengan keluarnya atom hidrogen dari asam lemak tidak jenuh
ganda. Radikal lipid yang terbentuk kemudian bereaksi dengan oksigen
membentuk radikal peroksil. Akan terjadi reaksi rantai radikal, ketika radikal
peroksil ini menarik atau mengeluarkan atom hidrogen dari molekul asam lemak
yang lain. Terdapatnya logam transisi seperti Fe akan memulai pembentukan
radikal lebih lanjut. Salah satu akibat penting peroksidasi lipid adalah
pembentukan senyawa-senyawa aldehida. Rantai reaksi ini terus berlanjut apabila

xxiii

radikal-radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan molekul-molekul lain
disekitarnya.
Sehingga dapat dipahami bahwa pada kondisi stres oksidatif, dapat
terjadi peroksidasi lipid yang dapat mengakibatkan terjadinya reaksi rantai dan
akhirnya membentuk MDA (Malondialdehid)(18).

4.2. Pengaruh Kadar MDA terhadap Katarak Senilis
Proses degenerasi mengakibatkan peningkatan jumlah protein lensa yang
tidak larut, walaupun lensa tetap jernih. Konversi protein yang larut menjadi tidak
larut dalam air terjadi secara alamiah pada maturasi serabut lensa. Hal ini
berkaitan dengan terjadinya penurunan glutation dan peningkatan glutation
disulfida (12).
Radikal bebas pada lensa dihasilkan oleh proses metabolisme sel dan dapat
juga akibat pengaruh luar seperti radiasi. Struktur dan komposisi biokimiawi lensa
mampu menyerap sinar ultraviolet yang bersifat sitotoksin. Keseimbangan antara
ketersediaan antioksidan dan terbentuknya radikal bebas mempunyai arti penting
dalam menjaga lingkungan di dalam sel. Apabila ketersediaan antioksidan tidak
mampu menetralisir radikal bebas, akan timbul stres oksidatif yang berujung pada
kerusakan membran sel, lisosom, mitokondria, DNA, maupun serabut lensa.
Peroksidasi lipid membran plasma serabut lensa dianggap sebagai faktor yang
berperan dalam timbulnya katarak. Pada proses peroksidasi lipid, bahan
teroksidasi akan mengambil atom H dari asam lemak tidak jenuh sehingga
terbentuk radikal asam lemak dan seterusnya dengan oksigen akan terbentuk
radikal peroksi lipid. Reaksi ini dapat memperbanyak rantai, yang menyebabkan
pembentukan lipid peroksida (LOOH), serta akhirnya terjadi hasil utama
pemecahan berupa malondialdehida (MDA). Malondialdehid dihipotesiskan
mampu bereaksi silang dengan lipid membran.
Tekanan oksigen dalam lensa relatif rendah, dengan demikiran reaksi
radikal bebas mungkin tidak melibatkan molekul oksigen. Radikal bebas dapat
bereaksi langusng dengan molekul-molekul DNA, dan menimbulkan kerusakan.
Kerusakan tersebut sebagian dapat diperbaiki, tetapi sebagian bersifat pemanen.

xxiv

Radikal bebas dapat juga merusak protein maupun lipid membran sel pada bagian
korteks lensa. Kerusakan dalam serabut lensa mengakibatkan polimerisasi dan
ikatan silang antara lipid dan protein, serta akhirnya terjadi peningkatan jumlah
protein lensa yang tidak larut air (12).
Tingginya kadar radikal bebas dalam tubuh dapat ditunjukkan oleh
rendahnya aktivitas dari enzim antioksidan dan tingginya kadar malondialdehid
(MDA). Adanya hubungan antara radikal bebas dengan antioksidan pada katarak
senilis, yaitu peningkatan MDA dan penurunan antioksidan enzimatis dan nonenzimatis. Hal ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan radikal bebas dan
penurunan kadar antioksidan pada penderita katarak.
Malondialdehid

(MDA)

terbentuk

dari

peroksidasi

lipid

(lipid

peroxidation) pada membran sel yaitu reaksi radikal bebas (radikal hidroksi)

dengan Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA). Reaksi tersebut terjadi secara
berantai, akibat akhir dari reaksi rantai tersebut akan terbentuk hidrogen
peroksida. Hidrogen peroksida tersebut dapat menyebabkan dekomposisi
beberapa produk aldehid yang bersifat toksik terhadap sel dan berbeda panjang
rantainya, antara lain MDA, yang merupakan salah satu aldehid utama yang
terbentuk. (19)
Untuk pengukuran kadar MDA pada lensa, pertama lensa harus diambil
dengan jalan operasi. Pada sel epitel lensa, sel di homogenisasi dengan air suling
dan di sentrifus dengan kecepatan 12.000 pada suhu 4°C selama 30 menit(20).
Kemudian barulah kadar malondialdehid dapat diukur dengan menggunakan
cairan dari proses tersebut. Pengukuran kadar MDA dilakukan dengan dasar
reaksi MDA dengan asam tiobarbiturat (TBA) yang membentuk senyawa
berwarna MDA-TBA2 dan mengabsorbsi sinar dengan panjang gelombang 532534 nm. Senyawa berwarna tersebut dapat diukur konsentrasinya berdasarkan
absorbansi warna yang terbentuk, dengan membandingkannya pada absorbansi
warna larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya menggunakan
spektrofotometer(20).
Senyawa bewarna yang dihasilkan didasarkan pada reaksi kondensasi
antara satu molekul MDA dengan dua molekul TBA pada kondisi asam. Hasilnya

xxv

adalah pigmen berwarna merah yang dapat diukur pada panjang gelombang 532
nm. Jumlah MDA yang terdeteksi menggambarkan banyaknya peroksidasi lipid
yang terjadi(20).

4.3. Radikal Bebas dan Lensa

Gambar 7. Proses pembentukan serat lensa primer dan nukleus embrionik.
Timbulnya katarak yang terkait dengan usia (senilis) merupakan proses
yang disebabkan oleh banyak faktor yang meliputi faktor dari dalam dan luar yang
terjadi secara akumulasi. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi secara berulang-

xxvi

ulang melalui berbagai reaksi biokimia, sehingga terjadi efek merusak kejernihan
lensa (Chylack 1984).
Lensa manusia atau nama lengkapnya lensa kristalin manusia sebetulnya
sudah terbentuk pada 25 hari sejak kehidupan di dalam kandungan yang tidak
lain merupakan penonjolan otak bagian depan. Penonjolan ini kemudian akan
berkembang membentuk gelembung pada hari ke-33, dan untuk selanjutnya
terjadi pembentukan serabut lensa primer yang bergabung sebagai nukleus
embrional. Epitel lensa daerah ekuator memanjang dan mengalami multiplikasi
cepat membentuk serabut lensa sekunder, kemudian membentuk nukleus fetalis
pada minggu ke-7. Pada saat lahir, berat lensa 90 mg dan terus meningkat 2 mg
per tahun sesuai dengan bertambahnya usia akibat pembentukan serabut lensa
baru. Pada usia 40 tahun serabut lensa menjadi berkurang, dan mulai umur ini
untuk melihat dekat perlu kaca mata baca. Pada usia 60 tahun nukleus lensa
mengalami sklerosis dan

perubahan warna, hal ini serig dikelirukan sebagai

katarak.
Kekeruhan lensa dapat terjadi sejak di dalam kandungan disebut katarak
kongenital. Sejak bayi lahir bisa tampak lensa berwarna putih yang dapat terjadi
pada satu mata maupun dua mata. Katarak kongenital terjadi pada I di antara 2000
kelahiran hidup (Hilles dan Killy,1994). Katarak kongenital kedua mata dapat
terjadi akibat penyakit keturunan atau infeksi ibu hamil akibat rubella, virus
sitomegali, varisela, sifilis, dan tosoplasmosis pada usia kehamilan 1-2 bulan.
Selain itu dapat juga disebabkan oleh cacat mata dan akibat reaksi toksis misalnya
steroid, dan akibat radiasi. Katarak pada satu mata dapat disebabkan oleh
beberapa kelainan mata bawaan, trauma, dan infeksi rubella.
Lensa katarak mempunyai tanda karakteristik berupa degenerasi hidrofik,
denaturasi protein, nekrosis, dan gangguan susunan serabut lensa (Vaughan et al,
1992). Penambahan usia akan mengakibatkan lensa menjadi berat dan tebal,
lepisan baru serabut lensa membentuk korteks dan akhirnya nukleus menjadi
tertekan dan mengeras.

xxvii

BAB 5
SIMPULAN dan SARAN

5.1. Kesimpulan
1. Stres oksidatif terjadi ketika terjadi ketidakseimbangan antara
jumlah radikal bebas dan antioksidan di dalam tubuh.
2. Malondialdehid adalah hasil dari stres oksidatif.
3. Proses degeneratif mengakibatkan peningkatan jumlah protein
lensa yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya katarak.
4. Malondialdehid dapat digunakan sebagai marker pada proses
degeneratif pada lensa.
5. Peningkatan

kadar

Malondialdehid

berpengaruh

terhadap

progresivitas penyakit katarak.
5.2. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai peningkatan kadar
Malondialdehid pada lensa terhadap terjadinya penyakit katarak.
2. Pentingnya kepedulian masyarakat dalam menjaga pola dan gaya
hidup untuk meminimalisir faktor risiko terjadinya penyakit
katarak.
3. Perlunya kajian ulang terhadap penyakit katarak dan kadar
Malondialdehid pada lensa.

xxviii

DAFTAR PUSTAKA

1. 1,5% Penduduk Indonesi Mengalami Kebutaan. Available from :
http://www.depkes.go.id/index.php?option= news&task= viewarticle&sid32
33. Diakses 15 Agustus 2012

2. Rush, J.W.E., Denniss, S.G., Graham, D.A. 2005. Vascular Nitric Oxide
and Oxidative Stress: Determinants of Endothelial Adaptations to
Cardiovascular Disease and to Physical Activity. Can J Appl Physiol

30(4): 442-474.
3. Siswonoto, Susilo. Hubungan Kadar Malondialdehid Plasma dengan
Keluaran Klinis Stroke Iskemik Akut. [Tesis]. Semarang: Program Pasca
Sarjana Magister Ilmu Biomedik Dan Program Pendidikan Dokter
Spesialis

I

Universitas

Diponegoro;

2008.

Available

http://eprints.undip.ac.id/18745/1/Susilo_Siswonoto.pdf.

Diakses

from:
22

Agustus 2012
4. Suryohudoyo,

P.

Kapita

Selekta

Ilmu

Kedokteran

Molekuler.

Perpustakaan Nasional RI. Jakarta. Penerbit CV Sagung Seto;2000. hal:
31-47.
5. Cherubini, A., Ruggiero, C., Polidori, M.C., Mecocci, P. Potensial marker
of oxidative stress in stroke. Free Radic Biol Med ;2005.
6. Suwandi, Trijono, Pemberian Ekstrak Kelopak Bunga Rosela Menurunkan
Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah. [Tesis].
Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana; 2012. Available
from:

http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-420-116968620-

tesis%20trijono.pdf. Diakses 22 Agustus 2012
7. Apryanto A. 2002. Pengaruh Pengolahan Nilai Gizi. Makalah Seminar
Online

Kharisma

ke-2.

Available

http://www.kharisma.de/files/home/makalah_anton.pdf.

from
Diakses

:
15

Agustus 2012

xxix

8. Tana L. Determinan Kejadian Katarak di Indonesia. Riset Kesehatan
Dasar 2007. [Laporan penelitian]. Jakarta. 2009.
9. James,Bruce dkk. Lecture Notes : Oftalmologi . Jakarta : Erlangga. 2005.
10. Tana,L. Faktor Risiko dan Upaya Pencegahan Katarak pada Kelompok
Pekerja. Media Litbang Kesehatan Volume XVI Nomor 1, 2006, hal 45-49
11. Hollow F, Moran D, cataract, The Ultraviolet Risk Factor, The lancet;
1981 : 1249-1250
12. Hutasoit,H. Prevalensi Akibat Kebutaan di Kabupaten Tapanuli Selatan.
[Tesis]. Medan: Bagian Ilmu Penyakit Mata FK USU, 2009, hal 6,12
13. Pujiyanto, TI, Faktor-Faktor yang Berisiko Terhadap Kejadian Katarak
Senilis. [Tesis]. Semarang; Program Pasca Sarjana FK UNDIP, 2004, hal
16-20
14. Robert G Cumming, Use of Inhaled Corticosteroids and The Risk of
Cataract, The New England Journal of Medicine, 1997, P 5-10
15. Taylor A. Nutritional and Environmental Influences on Risk for Cataract
in Duane’s Clinical of Ophthalmology. Volume 1. Lippincot Williams &
Wilkins; 2004.
16. Mc Kee, T., Mc Kee, J.R. Aerobic metabolism II: electron transport and
oxidative phosphorylation In: Biochemistry the molecular basis of life. 3rd
ed. McGraw-Hill, NY 10020. 2003. p 319-326.
17. Price, S.A. dan Lorraine M.W. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. EGC. Jakarta. 2006. Hal 253

18. Winarsi,H, Pembentukan Senyawa Oksigen Reaktif dan Radikal Bebas, in
:

Antioksidan

Alami

&

Radikal

Bebas.Yogyakarta:

Penerbit

Kanisius;2007; 5 :26-42.
19. Putri,Dini,R. Efek Antioksidan Fraksi Larut Etil Asetat Ekstrak Etanol
Daun Jambu Biji Pada Kelinci yang dibebani Glukosa. Available from :
http://www.etd.eprints.ums.ac.id./6090/I/KI00050059.pdf.

diakses

12

Agustus 2012
20. Goyal M M, etc, A Potential Correlation Between Systemic Oxidative

Stress And Intracellular Ambiance Of The Lens Epithelia In Patients With

xxx

Cataract. Journal of Clinical andDiagnostic Research [serial online] 2010
February

[cited:

2010

February

1];

3:2061-2067.

Available

fromhttp://www.jcdr.net/back_issues.asp?issn= 0973-709x&year= 2010
&month= February &volume= 4&issue= 1&page= 2061-2067 &id= 532.

Diakses 22 Agustus 2012

xxxi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Herdinta Yudaristy

NIM

: 04101401115

Fakultas

: Kedokteran

Jurusan / Angkatan

: Pendidikan Dokter Umum FK Unsri/ 2010

Alamat

: Jl. Putri Kembang Dadar No. 333 Tanjung Pulai,
Bukit Besar, Palembang

Nomor HP

: 085669242554

Alamat e-mail

: [email protected]

Karya-Karya yang Pernah Dibuat:


Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Manusia Dusun III Desa Ibul



Besar 1 dalam Pengolahan Pempek Cajuput tahun 2011



Lingkungan sebagai Media Pembelajaran Alternatif



Pembuatan Bioetanol



pada Pengobatan dan Pencegahan Preeklampsia



baku kontrasepsi pria



Sayangi Ginjal Anda!



dalam Mempelajari Anatomi



Pembuatan Replika Kepala Berbahan Dasar Sampah yang Ramah

Pengolahan Rumput Gajah dan Rumput Shittake sebagai Bahan Baku

Efek Antiinflamasi Ekstrak Jahe sebagai Terapi Herbal Alternatif

Analisis Potensi Tanaman Pare (Momordica charantia ) sebagai bahan

Obesitas

Gakumi (Gantungan Kunci Anatomi) Solusi Kegundahan Mahasiswa

Boneka Tangan Negeri Higiena :

Sarana Edukasi Cuci Tangan

Sebelum Makan Setelah Memegang Uang

xxxii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Lina Wahyuni Hrp

NIM

: 04111001093

Fakultas

: Kedokteran

Jurusan / Angkatan

: Pendidikan Dokter Umum FK Unsri/ 2011

Alamat

: Jl. Letnan Yasin Kosan JK No. 9, 30139,
Palembang

Nomor HP
Alamat e-mail

: 085382728383
: [email protected]

Karya-Karya yang Pernah Dibuat:




Tali Pengikat Hati



Mahalnya Air



Payo ke Palembang







Ikhlas = Difraksi
Please Don’t Waste Your Food
Let’s Aim for the Sky
Indonesia ditangan Kita

xxxiii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA TULIS

Judul Karya Tulis : Hubungan antara Kadar Malondialdehid pada Lensa terhadap
Patofisiologi Katarak Senilis

Nama Penulis :
1. Lina Wahyuni HRP
2. Herdinta Yudaristy

Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa memang benar
karya tulis dengan judul yang tersebut di atas merupakan karya orisinal dan
belum pernah dipublikasikan dan/atau dilombakan di luar kegiatan Sriwijaya
Medical Scientific Olympiade di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

tahun 2012.
Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenarnya, dan apabila terbukti
terdapat pelanggaran di dalamnya, maka kami siap untuk didiskualifikasi dari
kompetisi ini sebagai bentuk tanggung jawab kami.

Palembang, 7 September 2012

Penulis 1,

Penulis 2,

Lina Wahyuni HRP

Herdinta Yudaristy

04111001093

04101401115

xxxiv