Laporan Ilmu Pangan Dasar doc
Laporan Ilmu Pangan Dasar
Dosen:
Zulfiana Dewi, SKM., MP
Hj. Sari Novita, Sp., MP
Rahmani,STP,MP
Disusun Oleh: Kelompok 6
Aulia Puteri Sarinande
Fahrurrahman
M.Caeshar wahyu efendi
POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
Jurusan D 3 Gizi
2013/2014
Praktikum 5
Judul Penelitian : Pengamatan mutu daging dan karkas unggas
Hari / tanggal : Selasa, 22 Oktober 2013
Tempat
Dosen
Kelompok
:
Laboratorium ITP/Ilmu Pangan Dasar dan Lanjut
: Zulfiana Dewi, SKM., MP
Hj. Sari Novita, SP., MP
Rahmani, STP,MP
: VI
DAFTAR ISI
Kata pengantar...........................................................................................
Daftar isi.....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
1. 2. Tujuan Praktikum
1. 2. 1 Tujuan Umum
1. 2. 2 Tujuan Khusus
BAB II METODE PRAKTIKUM
2. 1. Alat
2. 2. Bahan
2. 3. Cara kerja
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3. 1. Data hasil pengamatan
3. 2. Pembahasan
3.2.1 Warna
3.2.2 Keempukan
3.2.3 Juiciness
3.2.4 Lemak
BAB IV KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, atas berkat rahmat dan karunianya kami dapat
menyelesaikan laporan ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Zulfiana Dewi, SKM, M.P sebagai Dosen Pembimbing Ilmu
Pangan Dasar,
2. Hj. Sari Novita,SP., M.P
sebagai Dosen Pembimbing Ilmu
Pangan Dasar,
3. Rahmani,STP,MP sebagai Dosen Pembimbing Ilmu Pangan
Dasar, dan
4. Rekan-rekan kami yang membantu
Mohon maaf apabila mempunyai kekurangan dalam laporan ini ,
kami meminta saran dan kritik pembaca agar laporan lebih bermanfaat
lagi untuk pembaca.Terimakasih
Banjarbaru, Oktober 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daging merupakan salah satu jenis hasil ternak yang hampir tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai bahan pangan, daging merupakan
sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup lengkap. Sama halnya
dengan bahan pangan hewani lainnya seperti, susu, telur dan lain-lain, daging
bersifat mudah rusak akibat proses mikrobiologis, kimia dan fisik bila tidak
ditangani dengan baik. Dengan demikian dalam proses pemotongan sampai
pengolahan perlu diperhatikan supaya menghasilkan daging yang berkualitas.
1.2 Tujuan Praktikum
1.2.1. Tujuan Umum
Mengamati struktur daging, lemak yang ada pada daging dan daya serap air
1. 2.2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui kadar lemak serta daya serap daging
BAB II
METODE PRAKTIKUM
2.1 Alat
1. Pisau
2. Timbangan
3. Talenan
4. Panci
5. Tempat daging
2.2 Bahan:
1. Daging sapi
2.3 Cara kerja
Prosedur kerja praktikum Pengamatan daging ini adalah:
1. Warna
Catat warna daging dari masing-masing jenis daging dan nyatakan secara
relatife dengan member tanda positif (+) untuk merah dan tanda negatif (-) untuk
warna daging keunguan/kebiruan. Pengamatan dilakukan juga terhadap daging
yang sudah direbus selama 15 menit.
2. Lemak
Catat jumlah lemek dari masing-masing jenis daging, nyatakan dalam persen
(%)
3. Keempukan
Keempukan daging dinyatakan secara relatif dengen member tanda positif (+)
dengan cara daging di pijit.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3. 1 Data hasil pengamatan
a) Warna
Sebelum dimasak
: (+) Merah
Setelah dimasak
: Coklat ke abu-abuan
Sebelum dimasak
Sesudah dimasak
b) Lemak (%)
Lemak : 38 gram
c) Keempukan
Sebelum
Sesudah
: (+)
: Lebih keras dari pada sebelum dimasak
3.2 Pembahasan
Daging merupakan salah satu jenis hasil ternak yang hampir tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai bahan pangan, daging merupakan
sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup lengkap.
3.2.1
Warna
Merupakan sifat kualitas yang penting tidak hanya bagi industri daging tetapi
juga bagi konsumen rumah tangga. Bagi industri daging bahwa penampilan fisik
daging yang diterima oleh konsumen pada tingkat eceran memberikan tingkat
penerimaan yang tinggi (Cross, dkk., 1986). Bagi konsumen persepsi paling awal
pada saat akan membeli daging dan menjadi pertimbangan utama adalah warna.
Cross, dkk (1986) menyatakan bahwa ketika mempertimbangkan gambaran
spesifik dari penampilan fisik daging, penelitian menunjukkan bahwa warna
daging merupakan faktor kualitas yang lebih berpengaruh bagi pemilihan
konsumen. Konsumen mengkaitkan antara warna dengan kesegaran daging
(Adams dan Huffman, 1972), dimana melalui pembelajaran lewat penelitian
dinyatakan bahwa warna daging segar adalah merah cerah (bright red) dan
penyimpangan dari warna ini menjadikan daging tersebut tidak diterima (Urbain,
1952).
Pigmen prinsipal pada jaringan otot yang berhubungan dengan warna
adalah pigmen darah hemoglobin, terutama dalam aliran darah, dan mioglobin
yang terdapat dalam sel. Sekitar 20 -30% dari total pigmen yang ada dalam ternak
hidup adalah hemoglobin (Fox, 1966). Fungsi biologis dari hemoglobin adalah
mengangkut oksigen dari paru-paru ke sel-sel otot melalui sistem peredaran darah,
sedang fungsi mioglobin adalah mengikat oksigen pada dinding sel untuk
digunakan pada metabolisme pemecahan secara berurutan dari beberapa
metabolit, seperti yang ada pada siklus asam trikarboksilat.
Persepsi
terhadap
warna
daging,
mentah
atau
telah
dimasak,
mempengaruhi keputusan konsumen dalam memilih daging dan produk
olahannya. Daging dengan warna menyimpang dianggap sebagai daging
berkualitas rendah.
Mioglobin merupakan pigmen utama daging dan konsentrasinya akan
mempengaruhi intensitas warna merah daging. Perbedaan kadar miglobin
menyebabkan
perbedaan
intensitas
warna
daging.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi kadar mioglobin adalah spesies, jenis kelamin, umur dan aktifitas
fisik hewan. Hal ini menjelaskan kenapa daging sapi lebih merah dari daging babi
dan daging babi lebih merah dari daging ayam; atau mengapa daging hewan
jantan, hewan tua dan/atau daging paha lebih merah dari hewan betina, hewan
muda dan/atau daging dada.
Warna daging juga dipengaruhi oleh kondisi penanganan dan penyimpanan.
Jenis kemasan, serta suhu dan lama waktu penyimpanan bisa mempengaruhi
warna daging. Hal ini disebabkan oleh terjadinya perubahan kondisi oksidasi
mioglobin yang menyebabkan perubahan warna daging.
Ketika daging segar dipotong, maka warna awal yang terlihat adalah warna
merah keunguan dari mioglobin. Setelah beberapa saat terpapar dengan oksigen
diudara, maka permukaan daging segar tersebut akan berubah warna menjadi
merah terang karena terjadinya oksigenasi mioglobin menjadi oksimioglobin.
Permukaan daging yang mengalami kontak dengan udara untuk waktu lama, akan
berwarna coklat, karena oksimioglobin teroksidasi menjadi metmioglobin.
Walaupun perubahan warna ini normal sepanjang bau daging masih khas daging
segar, tetapi mengindikasikan bahwa daging sudah agak lama terekspos dengan
udara sehingga sebaiknya segera dibekukan jika tidak langsung dimasak. Jika
daging berwarna coklat dan baunya tidak lagi khas daging segar, maka kondisi ini
menunjukkan bahwa daging tersebut sudah disimpan di refrigerasi untuk waktu
yang lama. Penyimpangan bau merupakan tanda bahwa daging sudah mulai rusak
(busuk) dan hendaknya tidak dikonsumsi.
Jenis kemasan akan mempengaruhi warna daging segar. Daging tenderloin
sapi, yang dikemas dalam kemasan vakum akan memiliki warna merah keunguan.
Penyebabnya adalah ketiadaan oksigen didalam kemasan vakum. Jika daging
dikeluarkan dari kemasan vakum dan kontak dengan udara, warna permukaan
daging akan menjadi merah terang sementara bagian dalam tetap berwarna merahkeunguan karena oksigen tidak bisa berpenetrasi ke bagian dalam daging. Disini
terlihat bahwa warna merah dan merah-keunguan merupakan warna alami daging
segar.
Daging sapi yang digiling dan dikemas dalam wadah yang ditutup dengan
film yang permeabilitas oksigennya baik, umumnya berwarna merah terang.
Daging giling yang berada dibagian dalam berwarna merah-keunguan. Jika daging
dibagian dalam ini dikontakkan dengan udara, maka warnanya akan berubah
menjadi merah terang.
Pemasakan daging pada suhu diatas 80oC menyebabkan pigmen terdenaturasi
dan warna daging berubah menjadi coklat keabuan yang merupakan warna khas
daging segar yang dimasak. Pada pengolahan daging menggunakan garam nitrit
(proses kuring), misalnya pada sosis dan kornet, reaksi nitrit dengan mioglobin
menghasilkan nitrosomioglobin yang ketika dipanaskan (dimasak) pada suhu di
atas 65oC akan menghasilkan warna merah muda yang stabil.
Warna gelap pada daging berhubungan dengan daya ikat air (water holding
capacity) yang lebih tinggi dari normal. Dengan tingginya daya ikat air tersebut,
menyebabkan keadaan serabut otot menjadi lebih besar dan lebih banyak cahaya
yang diserap dari yang dipantulkan oleh permukaan daging, hal ini yang
menyebabkan daging terlihat lebih gelap .
Laju penurunan pH otot yang cepat dan ekstensif akan mengakibatkan : (1)
warna daging menjadi lebih pucat, (2) daya ikat protein daging terhadap cairannya
menjadi lebih rendah, dan (3) permukaan potongan daging menjadi basah karena
keluarnya cairan permukaan potongan daging yang disebut drip atau weep
(Forrest et al. 1975). Sebaliknya pada pH ultimat yang tinggi, daging berwarna
gelap dan permukaan potongan daging menjadi sangat kering karena cairan
daging terikat secara erat oleh proteinnya (Soeparno 2005).
3.2.2
Keempukan (Tenderness)
Keempukan daging sangat mempengaruhi persepsi konsumen dalam menilai
mutu daging. Kesan empuk melibatkan tiga aspek berikut: kemudahan penetrasi
gigi ke dalam daging, kemudahan pengunyahan daging menjadi potonganpotongan yang lebih kecil dan jumlah residu (sisa) yang tertinggal setelah
pengunyahan.
Spesies, umur dan jenis kelamin hewan akan menentukan tekstur dagingnya.
Daging dengan tekstur yang halus lebih mudah empuk dibandingkan dengan yang
teksturnya kasar. Inilah sebabnya mengapa daging sapi butuh waktu lebih lama
untuk mengempukannya dibandingkan daging babi, domba atau ayam.
Peningkatan ukuran serabut otot dengan meningkatnya umur menyebabkan
tekstur daging dari hewan yang lebih tua akan menjadi lebih kasar dan keempukan
akan menurun. Dari jenis kelamin secara umum diketahui bahwa daging hewan
jantan memiliki tekstur yang lebih kasar dari daging hewan betina. Daging (otot)
yang banyak bergerak, misalnya daging dibagian betis, akan memiliki tekstur
lebih kasar dan menjadi kurang empuk jika dibandingkan dengan daging (otot)
yang terletak pada bagian yang jarang digerakkan, misalnya daging dari bagian
punggung. Peningkatan jumlah jaringan ikat didalam daging akan menurunkan
keempukan daging sementara keberadaan lemak marbling akan meningkatkan
keempukannya.
Proses pelayuan (aging) adalah salah satu cara yang umum dilakukan untuk
mengempukan daging. Pelayuan dilakukan dengan menyimpan daging didalam
refrigerator yang suhunya terkendali, selama 2 – 4 minggu, yang memberi
kesempatan pada enzim yang ada didalam daging untuk memutus protein daging
(miofibril) dan jaringan ikat sehingga daging menjadi lebih empuk. Di jasa boga,
proses pengempukan daging ini dapat dilakukan dengan menambahkan enzim
protease kedalam daging.
Peningkatan keempukan daging selama proses pelayuan, antara lain
disebabkan oleh kerja enzim-enzim proteolitik terhadap protein fibrus otot,
termasuk elemen-elemen kontraktil. Menurut Soeparno (2005) keempukan dan
tekstur daging kemungkinan besar merupakan penentu yang paling penting pada
kualitas daging
Komponen daging yang mempengaruhi keempukan daging adalah jaringan
ikat, serabut otot, lemak (lemak intramuskular = marbling). Faktor lain yang
mempengaruhi keempukan daging adalah umur ternak, jumlah jaringan ikat, cara
penanganan daging sebelum dan setelah penyembelihan, serta cara pemasakan
daging. Keempukan daging banyak ditentukan setidak-tidaknya oleh tiga
komponen daging, yaitu struktur miofibrilar dan status kontraksinya. kandungan
jaringan ikat dan tingkat ikatan silangnya dan daya ikat air oleh protein daging
serta jus daging.
Pemasakan dapat meningkatkan atau menurunkan keempukan daging,
tergantung
pada
suhu
dan
waktu
pemasakan.
Suhu
pemasakan
akan
mempengaruhi kealotan protein miofibrilar sementara lama waktu pemasakan
akan mempengaruhi proses pelunakan kolagen (protein didalam jaringan ikat).
Selama pemasakan, denaturasi dan pengkerutan protein miofibrilar yang
terjadi pada suhu 40 – 45oC dan terus meningkat pada suhu 60oC menyebabkan
kekerasan daging meningkat. Sebaliknya, protein kolagen yang ada didalam
jaringan ikat akan mengalami pemecahan menjadi gelatin dan meningkatkan
keempukan daging pada pemasakan diatas suhu 65oC. Oleh karena itu, untuk
memperoleh daging yang empuk, perhatikan karakteristik daging yang akan
dimasak. Pemasakan daging sebaiknya dilakukan pada suhu internal yang tidak
terlalu tinggi, dengan waktu singkat jika daging hanya mengandung sedikit
jaringan ikat dan waktu yang lebih lama jika jaringan ikat lebih tinggi.
3.2.3
Juiciness
Juiciness atau kesan juicy produk daging dipengaruhi oleh jumlah air yang
dapat dipertahankan untuk tetap berada di dalam daging setelah dimasak; dan
produksi saliva (air ludah) pada saat pengunyahan. Daya ikat air (WHC) daging
akan mempengaruhi seberapa besar air yang dapat dipertahankan didalam produk
sementara kadar lemak marbling akan membantu merangsang pembentukan
saliva.
WHC adalah kemampuan daging untuk mempertahankan kandungan air
(bebas)nya pada saat mendapat tekanan dari luar, seperti proses pemanasan,
penggilingan atau pengepressan. Daging dengan karakteristik WHC yang baik
biasanya akan menghasilkan produk dengan karakter juiciness yang baik.
Denaturasi protein daging karena penurunan pH daging beberapa waktu setelah
penyembelihan, akan menyebabkan turunnya WHC daging. Akibatnya, daging
tidak mampu mempertahankan air daging selama proses pemasakan dan produk
yang dihasilkan akan terasa kering (airnya hilang selama pengolahan) dan hambar
(komponen flavor larut air terbuang bersama air yang keluar). Proses pelayuan
(aging) daging dapat meningkatkan WHC daging sehingga juicinessnya dapat
ditingkatkan.
WHC dapat berubah karena pemasakan dan menyebabkan pengaruh pada
juiciness produk. Peningkatan suhu pemasakan akan meningkatkan denaturasi
protein sehingga WHC menurun dan karakter juicy produk juga berkurang.
Marbling adalah istilah populer untuk lemak intramuskuler. Secara visual,
marbling terlihat sebagai butiran lemak putih yang tersebar diantara daging. Pada
Gambar 1 dapat dilihat kondisi marbling daging sapi. Juiciness meningkat ketika
kadar marbling meningkat. Marbling yang meleleh pada saat pemasakan dan
pelepasannya selama pengunyahan bersama-sama dengan sebagian air bebas
daging akan meningkatkan sensasi jus daging. Secara tidak langsung, lemak juga
berpengaruh pada juiciness dengan menghambat penguapan air daging selama
pemasakan.
Dari penelitian juga disebutkan adanya korelasi antara kadar marbling dengan
kelezatan (palatabilitas) daging secara keseluruhan. Jika kandungan lemak
marbling kurang dari 3%, palatabilitas menurun dan daging tidak diterima
konsumen. Kandungan marbling yang tinggi (lebih dari 7.3%) ternyata juga
memberikan persepsi negatif terkait dengan peningkatan konsumsi lemak dan
hubungannya dengan penyakit jantung koroner, kegemukan dan kanker.
3.2.4
Lemak
Seperti makanan lain dari hewan, daging sapi mengandung kolesterol dan
lemak
jenuh yang meningkatkan jumlah kolesterol yang beredar dalam darah,
meningkatkan risiko penyakit jantung. Untuk mengurangi risiko penyakit jantung,
Pedoman USDA / Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Diet untuk Amerika
merekomendasikan membatasi jumlah kolesterol dalam diet Anda tidak lebih dari
300 mg sehari. Pedoman ini juga menyarankan untuk membatasi jumlah lemak
yang Anda konsumsi tidak lebih dari 30 persen dari total kalori, sambil memegang
konsumsi lemak jenuh lebih dari dari 10 persen dari total kalori (kalori dari lemak
jenuh dihitung sebagai bagian dari total kalori dari Makan).
Peningkatan risiko beberapa jenis kanker. Sebuah diet tinggi lemak daging
sapi telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker usus besar dan rektum.
Penyakit karena makanan. Daging dimasak tidak benar terkontaminasi dengan E.
coli O157: H7 telah dikaitkan dengan sejumlah korban jiwa di beberapa bagian
Amerika Serikat. Selain itu, daging yang terkontaminasi dengan bakteri lain,
virus, atau parasit menimbulkan masalah khusus bagi orang dengan sistem
kekebalan yang lemah: sangat muda, sangat tua kemoterapi kanker pasien, dan
orang dengan HIV. Memasak daging untuk suhu internal 140 ° F harus
menghancurkan Salmonella dan Campylobacter jejuni; 165 ° F, organisme E. coli,
dan 212 ° F, Listeria monocytogenez
BAB IV
KESIMPULAN
Karakteristik kualitas daging dijelaskan melalui persepsi manusia dalam
menilai kualitas berdasarkan organ panca indera. Warna, keempukan, flavor, dan
citarasa merupakan sifat kualitas daging yang mendapat pertimbangan oleh
konsumen. Keempukan merupakan karakter kualitas yang paling utama bagi
penilaian konsumen (64 %), bersama dengan kebasahan meningkat menjadi > 80
%. Warna merupakan persepsi awal dari konsumen pada saat pemilihan daging.
Sejumlah variasi diamati pada sifat-sifat kualitas daging yang pada dasarnya
disebabkan oleh komponen penyusun otot baik sebelum maupun setelah
pemotongan ternak. Penelitian-penelitian yang mengarah kepada komponen
penyususn otot sangat terbuka untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang
terjadi pada sifat-sifat kualitas daging.
DAFTAR PUSTAKA
http://ilmupangan.blogspot.com/2011/04/karakteristik-mutu-daging.html
http://cinnatalemien-eabustam.blogspot.com/2009/03/kualitas-daging.html
http://cinnatalemien-eabustam.blogspot.com/2009/03/kualitas-daging.html
http://jagastamina.blogspot.com/2012/07/manfaat-dan-khasiat-daging-sapi.html
Dosen:
Zulfiana Dewi, SKM., MP
Hj. Sari Novita, Sp., MP
Rahmani,STP,MP
Disusun Oleh: Kelompok 6
Aulia Puteri Sarinande
Fahrurrahman
M.Caeshar wahyu efendi
POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
Jurusan D 3 Gizi
2013/2014
Praktikum 5
Judul Penelitian : Pengamatan mutu daging dan karkas unggas
Hari / tanggal : Selasa, 22 Oktober 2013
Tempat
Dosen
Kelompok
:
Laboratorium ITP/Ilmu Pangan Dasar dan Lanjut
: Zulfiana Dewi, SKM., MP
Hj. Sari Novita, SP., MP
Rahmani, STP,MP
: VI
DAFTAR ISI
Kata pengantar...........................................................................................
Daftar isi.....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
1. 2. Tujuan Praktikum
1. 2. 1 Tujuan Umum
1. 2. 2 Tujuan Khusus
BAB II METODE PRAKTIKUM
2. 1. Alat
2. 2. Bahan
2. 3. Cara kerja
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3. 1. Data hasil pengamatan
3. 2. Pembahasan
3.2.1 Warna
3.2.2 Keempukan
3.2.3 Juiciness
3.2.4 Lemak
BAB IV KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, atas berkat rahmat dan karunianya kami dapat
menyelesaikan laporan ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Zulfiana Dewi, SKM, M.P sebagai Dosen Pembimbing Ilmu
Pangan Dasar,
2. Hj. Sari Novita,SP., M.P
sebagai Dosen Pembimbing Ilmu
Pangan Dasar,
3. Rahmani,STP,MP sebagai Dosen Pembimbing Ilmu Pangan
Dasar, dan
4. Rekan-rekan kami yang membantu
Mohon maaf apabila mempunyai kekurangan dalam laporan ini ,
kami meminta saran dan kritik pembaca agar laporan lebih bermanfaat
lagi untuk pembaca.Terimakasih
Banjarbaru, Oktober 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daging merupakan salah satu jenis hasil ternak yang hampir tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai bahan pangan, daging merupakan
sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup lengkap. Sama halnya
dengan bahan pangan hewani lainnya seperti, susu, telur dan lain-lain, daging
bersifat mudah rusak akibat proses mikrobiologis, kimia dan fisik bila tidak
ditangani dengan baik. Dengan demikian dalam proses pemotongan sampai
pengolahan perlu diperhatikan supaya menghasilkan daging yang berkualitas.
1.2 Tujuan Praktikum
1.2.1. Tujuan Umum
Mengamati struktur daging, lemak yang ada pada daging dan daya serap air
1. 2.2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui kadar lemak serta daya serap daging
BAB II
METODE PRAKTIKUM
2.1 Alat
1. Pisau
2. Timbangan
3. Talenan
4. Panci
5. Tempat daging
2.2 Bahan:
1. Daging sapi
2.3 Cara kerja
Prosedur kerja praktikum Pengamatan daging ini adalah:
1. Warna
Catat warna daging dari masing-masing jenis daging dan nyatakan secara
relatife dengan member tanda positif (+) untuk merah dan tanda negatif (-) untuk
warna daging keunguan/kebiruan. Pengamatan dilakukan juga terhadap daging
yang sudah direbus selama 15 menit.
2. Lemak
Catat jumlah lemek dari masing-masing jenis daging, nyatakan dalam persen
(%)
3. Keempukan
Keempukan daging dinyatakan secara relatif dengen member tanda positif (+)
dengan cara daging di pijit.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3. 1 Data hasil pengamatan
a) Warna
Sebelum dimasak
: (+) Merah
Setelah dimasak
: Coklat ke abu-abuan
Sebelum dimasak
Sesudah dimasak
b) Lemak (%)
Lemak : 38 gram
c) Keempukan
Sebelum
Sesudah
: (+)
: Lebih keras dari pada sebelum dimasak
3.2 Pembahasan
Daging merupakan salah satu jenis hasil ternak yang hampir tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai bahan pangan, daging merupakan
sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup lengkap.
3.2.1
Warna
Merupakan sifat kualitas yang penting tidak hanya bagi industri daging tetapi
juga bagi konsumen rumah tangga. Bagi industri daging bahwa penampilan fisik
daging yang diterima oleh konsumen pada tingkat eceran memberikan tingkat
penerimaan yang tinggi (Cross, dkk., 1986). Bagi konsumen persepsi paling awal
pada saat akan membeli daging dan menjadi pertimbangan utama adalah warna.
Cross, dkk (1986) menyatakan bahwa ketika mempertimbangkan gambaran
spesifik dari penampilan fisik daging, penelitian menunjukkan bahwa warna
daging merupakan faktor kualitas yang lebih berpengaruh bagi pemilihan
konsumen. Konsumen mengkaitkan antara warna dengan kesegaran daging
(Adams dan Huffman, 1972), dimana melalui pembelajaran lewat penelitian
dinyatakan bahwa warna daging segar adalah merah cerah (bright red) dan
penyimpangan dari warna ini menjadikan daging tersebut tidak diterima (Urbain,
1952).
Pigmen prinsipal pada jaringan otot yang berhubungan dengan warna
adalah pigmen darah hemoglobin, terutama dalam aliran darah, dan mioglobin
yang terdapat dalam sel. Sekitar 20 -30% dari total pigmen yang ada dalam ternak
hidup adalah hemoglobin (Fox, 1966). Fungsi biologis dari hemoglobin adalah
mengangkut oksigen dari paru-paru ke sel-sel otot melalui sistem peredaran darah,
sedang fungsi mioglobin adalah mengikat oksigen pada dinding sel untuk
digunakan pada metabolisme pemecahan secara berurutan dari beberapa
metabolit, seperti yang ada pada siklus asam trikarboksilat.
Persepsi
terhadap
warna
daging,
mentah
atau
telah
dimasak,
mempengaruhi keputusan konsumen dalam memilih daging dan produk
olahannya. Daging dengan warna menyimpang dianggap sebagai daging
berkualitas rendah.
Mioglobin merupakan pigmen utama daging dan konsentrasinya akan
mempengaruhi intensitas warna merah daging. Perbedaan kadar miglobin
menyebabkan
perbedaan
intensitas
warna
daging.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi kadar mioglobin adalah spesies, jenis kelamin, umur dan aktifitas
fisik hewan. Hal ini menjelaskan kenapa daging sapi lebih merah dari daging babi
dan daging babi lebih merah dari daging ayam; atau mengapa daging hewan
jantan, hewan tua dan/atau daging paha lebih merah dari hewan betina, hewan
muda dan/atau daging dada.
Warna daging juga dipengaruhi oleh kondisi penanganan dan penyimpanan.
Jenis kemasan, serta suhu dan lama waktu penyimpanan bisa mempengaruhi
warna daging. Hal ini disebabkan oleh terjadinya perubahan kondisi oksidasi
mioglobin yang menyebabkan perubahan warna daging.
Ketika daging segar dipotong, maka warna awal yang terlihat adalah warna
merah keunguan dari mioglobin. Setelah beberapa saat terpapar dengan oksigen
diudara, maka permukaan daging segar tersebut akan berubah warna menjadi
merah terang karena terjadinya oksigenasi mioglobin menjadi oksimioglobin.
Permukaan daging yang mengalami kontak dengan udara untuk waktu lama, akan
berwarna coklat, karena oksimioglobin teroksidasi menjadi metmioglobin.
Walaupun perubahan warna ini normal sepanjang bau daging masih khas daging
segar, tetapi mengindikasikan bahwa daging sudah agak lama terekspos dengan
udara sehingga sebaiknya segera dibekukan jika tidak langsung dimasak. Jika
daging berwarna coklat dan baunya tidak lagi khas daging segar, maka kondisi ini
menunjukkan bahwa daging tersebut sudah disimpan di refrigerasi untuk waktu
yang lama. Penyimpangan bau merupakan tanda bahwa daging sudah mulai rusak
(busuk) dan hendaknya tidak dikonsumsi.
Jenis kemasan akan mempengaruhi warna daging segar. Daging tenderloin
sapi, yang dikemas dalam kemasan vakum akan memiliki warna merah keunguan.
Penyebabnya adalah ketiadaan oksigen didalam kemasan vakum. Jika daging
dikeluarkan dari kemasan vakum dan kontak dengan udara, warna permukaan
daging akan menjadi merah terang sementara bagian dalam tetap berwarna merahkeunguan karena oksigen tidak bisa berpenetrasi ke bagian dalam daging. Disini
terlihat bahwa warna merah dan merah-keunguan merupakan warna alami daging
segar.
Daging sapi yang digiling dan dikemas dalam wadah yang ditutup dengan
film yang permeabilitas oksigennya baik, umumnya berwarna merah terang.
Daging giling yang berada dibagian dalam berwarna merah-keunguan. Jika daging
dibagian dalam ini dikontakkan dengan udara, maka warnanya akan berubah
menjadi merah terang.
Pemasakan daging pada suhu diatas 80oC menyebabkan pigmen terdenaturasi
dan warna daging berubah menjadi coklat keabuan yang merupakan warna khas
daging segar yang dimasak. Pada pengolahan daging menggunakan garam nitrit
(proses kuring), misalnya pada sosis dan kornet, reaksi nitrit dengan mioglobin
menghasilkan nitrosomioglobin yang ketika dipanaskan (dimasak) pada suhu di
atas 65oC akan menghasilkan warna merah muda yang stabil.
Warna gelap pada daging berhubungan dengan daya ikat air (water holding
capacity) yang lebih tinggi dari normal. Dengan tingginya daya ikat air tersebut,
menyebabkan keadaan serabut otot menjadi lebih besar dan lebih banyak cahaya
yang diserap dari yang dipantulkan oleh permukaan daging, hal ini yang
menyebabkan daging terlihat lebih gelap .
Laju penurunan pH otot yang cepat dan ekstensif akan mengakibatkan : (1)
warna daging menjadi lebih pucat, (2) daya ikat protein daging terhadap cairannya
menjadi lebih rendah, dan (3) permukaan potongan daging menjadi basah karena
keluarnya cairan permukaan potongan daging yang disebut drip atau weep
(Forrest et al. 1975). Sebaliknya pada pH ultimat yang tinggi, daging berwarna
gelap dan permukaan potongan daging menjadi sangat kering karena cairan
daging terikat secara erat oleh proteinnya (Soeparno 2005).
3.2.2
Keempukan (Tenderness)
Keempukan daging sangat mempengaruhi persepsi konsumen dalam menilai
mutu daging. Kesan empuk melibatkan tiga aspek berikut: kemudahan penetrasi
gigi ke dalam daging, kemudahan pengunyahan daging menjadi potonganpotongan yang lebih kecil dan jumlah residu (sisa) yang tertinggal setelah
pengunyahan.
Spesies, umur dan jenis kelamin hewan akan menentukan tekstur dagingnya.
Daging dengan tekstur yang halus lebih mudah empuk dibandingkan dengan yang
teksturnya kasar. Inilah sebabnya mengapa daging sapi butuh waktu lebih lama
untuk mengempukannya dibandingkan daging babi, domba atau ayam.
Peningkatan ukuran serabut otot dengan meningkatnya umur menyebabkan
tekstur daging dari hewan yang lebih tua akan menjadi lebih kasar dan keempukan
akan menurun. Dari jenis kelamin secara umum diketahui bahwa daging hewan
jantan memiliki tekstur yang lebih kasar dari daging hewan betina. Daging (otot)
yang banyak bergerak, misalnya daging dibagian betis, akan memiliki tekstur
lebih kasar dan menjadi kurang empuk jika dibandingkan dengan daging (otot)
yang terletak pada bagian yang jarang digerakkan, misalnya daging dari bagian
punggung. Peningkatan jumlah jaringan ikat didalam daging akan menurunkan
keempukan daging sementara keberadaan lemak marbling akan meningkatkan
keempukannya.
Proses pelayuan (aging) adalah salah satu cara yang umum dilakukan untuk
mengempukan daging. Pelayuan dilakukan dengan menyimpan daging didalam
refrigerator yang suhunya terkendali, selama 2 – 4 minggu, yang memberi
kesempatan pada enzim yang ada didalam daging untuk memutus protein daging
(miofibril) dan jaringan ikat sehingga daging menjadi lebih empuk. Di jasa boga,
proses pengempukan daging ini dapat dilakukan dengan menambahkan enzim
protease kedalam daging.
Peningkatan keempukan daging selama proses pelayuan, antara lain
disebabkan oleh kerja enzim-enzim proteolitik terhadap protein fibrus otot,
termasuk elemen-elemen kontraktil. Menurut Soeparno (2005) keempukan dan
tekstur daging kemungkinan besar merupakan penentu yang paling penting pada
kualitas daging
Komponen daging yang mempengaruhi keempukan daging adalah jaringan
ikat, serabut otot, lemak (lemak intramuskular = marbling). Faktor lain yang
mempengaruhi keempukan daging adalah umur ternak, jumlah jaringan ikat, cara
penanganan daging sebelum dan setelah penyembelihan, serta cara pemasakan
daging. Keempukan daging banyak ditentukan setidak-tidaknya oleh tiga
komponen daging, yaitu struktur miofibrilar dan status kontraksinya. kandungan
jaringan ikat dan tingkat ikatan silangnya dan daya ikat air oleh protein daging
serta jus daging.
Pemasakan dapat meningkatkan atau menurunkan keempukan daging,
tergantung
pada
suhu
dan
waktu
pemasakan.
Suhu
pemasakan
akan
mempengaruhi kealotan protein miofibrilar sementara lama waktu pemasakan
akan mempengaruhi proses pelunakan kolagen (protein didalam jaringan ikat).
Selama pemasakan, denaturasi dan pengkerutan protein miofibrilar yang
terjadi pada suhu 40 – 45oC dan terus meningkat pada suhu 60oC menyebabkan
kekerasan daging meningkat. Sebaliknya, protein kolagen yang ada didalam
jaringan ikat akan mengalami pemecahan menjadi gelatin dan meningkatkan
keempukan daging pada pemasakan diatas suhu 65oC. Oleh karena itu, untuk
memperoleh daging yang empuk, perhatikan karakteristik daging yang akan
dimasak. Pemasakan daging sebaiknya dilakukan pada suhu internal yang tidak
terlalu tinggi, dengan waktu singkat jika daging hanya mengandung sedikit
jaringan ikat dan waktu yang lebih lama jika jaringan ikat lebih tinggi.
3.2.3
Juiciness
Juiciness atau kesan juicy produk daging dipengaruhi oleh jumlah air yang
dapat dipertahankan untuk tetap berada di dalam daging setelah dimasak; dan
produksi saliva (air ludah) pada saat pengunyahan. Daya ikat air (WHC) daging
akan mempengaruhi seberapa besar air yang dapat dipertahankan didalam produk
sementara kadar lemak marbling akan membantu merangsang pembentukan
saliva.
WHC adalah kemampuan daging untuk mempertahankan kandungan air
(bebas)nya pada saat mendapat tekanan dari luar, seperti proses pemanasan,
penggilingan atau pengepressan. Daging dengan karakteristik WHC yang baik
biasanya akan menghasilkan produk dengan karakter juiciness yang baik.
Denaturasi protein daging karena penurunan pH daging beberapa waktu setelah
penyembelihan, akan menyebabkan turunnya WHC daging. Akibatnya, daging
tidak mampu mempertahankan air daging selama proses pemasakan dan produk
yang dihasilkan akan terasa kering (airnya hilang selama pengolahan) dan hambar
(komponen flavor larut air terbuang bersama air yang keluar). Proses pelayuan
(aging) daging dapat meningkatkan WHC daging sehingga juicinessnya dapat
ditingkatkan.
WHC dapat berubah karena pemasakan dan menyebabkan pengaruh pada
juiciness produk. Peningkatan suhu pemasakan akan meningkatkan denaturasi
protein sehingga WHC menurun dan karakter juicy produk juga berkurang.
Marbling adalah istilah populer untuk lemak intramuskuler. Secara visual,
marbling terlihat sebagai butiran lemak putih yang tersebar diantara daging. Pada
Gambar 1 dapat dilihat kondisi marbling daging sapi. Juiciness meningkat ketika
kadar marbling meningkat. Marbling yang meleleh pada saat pemasakan dan
pelepasannya selama pengunyahan bersama-sama dengan sebagian air bebas
daging akan meningkatkan sensasi jus daging. Secara tidak langsung, lemak juga
berpengaruh pada juiciness dengan menghambat penguapan air daging selama
pemasakan.
Dari penelitian juga disebutkan adanya korelasi antara kadar marbling dengan
kelezatan (palatabilitas) daging secara keseluruhan. Jika kandungan lemak
marbling kurang dari 3%, palatabilitas menurun dan daging tidak diterima
konsumen. Kandungan marbling yang tinggi (lebih dari 7.3%) ternyata juga
memberikan persepsi negatif terkait dengan peningkatan konsumsi lemak dan
hubungannya dengan penyakit jantung koroner, kegemukan dan kanker.
3.2.4
Lemak
Seperti makanan lain dari hewan, daging sapi mengandung kolesterol dan
lemak
jenuh yang meningkatkan jumlah kolesterol yang beredar dalam darah,
meningkatkan risiko penyakit jantung. Untuk mengurangi risiko penyakit jantung,
Pedoman USDA / Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Diet untuk Amerika
merekomendasikan membatasi jumlah kolesterol dalam diet Anda tidak lebih dari
300 mg sehari. Pedoman ini juga menyarankan untuk membatasi jumlah lemak
yang Anda konsumsi tidak lebih dari 30 persen dari total kalori, sambil memegang
konsumsi lemak jenuh lebih dari dari 10 persen dari total kalori (kalori dari lemak
jenuh dihitung sebagai bagian dari total kalori dari Makan).
Peningkatan risiko beberapa jenis kanker. Sebuah diet tinggi lemak daging
sapi telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker usus besar dan rektum.
Penyakit karena makanan. Daging dimasak tidak benar terkontaminasi dengan E.
coli O157: H7 telah dikaitkan dengan sejumlah korban jiwa di beberapa bagian
Amerika Serikat. Selain itu, daging yang terkontaminasi dengan bakteri lain,
virus, atau parasit menimbulkan masalah khusus bagi orang dengan sistem
kekebalan yang lemah: sangat muda, sangat tua kemoterapi kanker pasien, dan
orang dengan HIV. Memasak daging untuk suhu internal 140 ° F harus
menghancurkan Salmonella dan Campylobacter jejuni; 165 ° F, organisme E. coli,
dan 212 ° F, Listeria monocytogenez
BAB IV
KESIMPULAN
Karakteristik kualitas daging dijelaskan melalui persepsi manusia dalam
menilai kualitas berdasarkan organ panca indera. Warna, keempukan, flavor, dan
citarasa merupakan sifat kualitas daging yang mendapat pertimbangan oleh
konsumen. Keempukan merupakan karakter kualitas yang paling utama bagi
penilaian konsumen (64 %), bersama dengan kebasahan meningkat menjadi > 80
%. Warna merupakan persepsi awal dari konsumen pada saat pemilihan daging.
Sejumlah variasi diamati pada sifat-sifat kualitas daging yang pada dasarnya
disebabkan oleh komponen penyusun otot baik sebelum maupun setelah
pemotongan ternak. Penelitian-penelitian yang mengarah kepada komponen
penyususn otot sangat terbuka untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang
terjadi pada sifat-sifat kualitas daging.
DAFTAR PUSTAKA
http://ilmupangan.blogspot.com/2011/04/karakteristik-mutu-daging.html
http://cinnatalemien-eabustam.blogspot.com/2009/03/kualitas-daging.html
http://cinnatalemien-eabustam.blogspot.com/2009/03/kualitas-daging.html
http://jagastamina.blogspot.com/2012/07/manfaat-dan-khasiat-daging-sapi.html