Melatih siswa berpikir kreatif kritis da

TUGAS PSIKOLOGI PENDIDIKAN
LA64

Disusun Oleh Kelompok 1:
Afifah Azizah – 1701358105
Indahwaty – 1701300590
Marsha Safinatus – 1701368951
Novidia Aresta – 1701330050
Reistamy Meilanda – 1701300590
Yobi Yusdita – 1701359972

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
JAKARTA
2015

1. Seandainya anda adalah guru TK, bagaimana cara mengembangkan sisi kreatif dari anakanak?
Menurut Ormrod, kreativitas adalah proses pembelajaran dimana seorang individu dapat
mengaplikasikan informasi yang dipelajari ke dalam situasi baru. Proses tersebut dapat
menghasilkan perilaku baru yang orisinil sehingga individu dapat menghasilkan suatu ide
produktif yang sesuai dengan budaya. Individu yang kreatif memiliki kemampuan untuk berpikir
tentang sesuatu yang baru dengan cara yang tidak biasa sehingga dapat menghasilkan solusi yang

unik untuk suatu masalah.
Ketika kita berpikir secara kreatif, kita biasanya memulai dengan satu ide dan
membentuk keterkaitan antar skema sehingga dapat menghasilkan suatu ide baru dan orisinil.
Tipe peimikiran yang seperti ini disebut dengan divergent thinking dimana kita dapat
menghasilkan banyak jawaban untuk satu permasalahan. Jadi ketika guru ingin membantu
mengembangkan sisi kreatif dari anak-anak, ia harus dapat bisa mengembangkan divergent
thinking dari anak tersebut. Namun guru juga harus dapat menyesuaikan strategi pengembangan
tersebut terhadap umur anak.
Kemampuan kognitif pada anak di tahapan early childhood (umur 3-7 tahun):



Anak-anak dapat merepresentasikan dunia mereka dengan kata-kata dan gambar.
Pemikiran secara simbolis meningkat dan anak-anak dapat merepresentasikan obyek



yang tidak secara langsung hadir dihadapan mereka (object permanence).
Anak-anak sudah dapat membentuk konsep tentang benda-benda sehingga dapat




mengorganisasikan benda-benda ke dalam kelompok sebagai cara untuk mengingat.
Anak-anak sudah dapat menggunakan rehearsal (proses penggulangan informasi secara



mental ataupun verbal), namun hal tersebut jarang dilakukan.
Proses pembelajaran dan menyimpan informasi ke dalam memori dihasilkan oleh
aktivitias seperti bercerita tentang suatu peristiwa, mendengarkan cerita dan aktif dalam
membuat hal-hal yang kreatif.

Agar dapat membimbing murid dalam berpikir lebih kreatif, guru dapat menggunakan strategi
sebagai berikut:


Melibatkan murid ke dalam aktivitas yang menggunakan pemikiran kreatif dalam proses






pembelajaran sehari-hari.
Menujukkan ke murid bahwa pemikiran dan perilaku kreatif dihargai.
Mendorong berpikir kreatif dengan cara melakukan aktivitas dalam kelompok.
Menyediakan lingkungan yang merangsang kreativitas.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan pembelajaran di luar ruang kelas, seperti
mengadakan field trips ke taman safari dan wahana bermain (outbound).

Anak-anak

yang

mendapat

lingkungan

mengembangkan sikap kreatif





pendidikan

dan akan lebih

yang

antusias

baik
untuk

akan

mampu

bereksplorasi,

bereksperimen, berimajinasi, serta berani mencoba dan mengambil resiko.

Mencoba untuk membebaskan murid dan tidak mengontrol mereka.
Mendorong motivasi internal ketimbang memberikan motivasi eksternal seperti hadiah
yang pada akhirnya akan melemahkan sisi kreatif dari murid.
Mengajukan higher-level question yang dapat memicu pemikiran murid.
“Bagaimana cara kamu untuk sampai ke kampung halaman yang cukup jauh?”
Higher-level question adalah pertanyaan yang menuntut siswa untuk menggunakan
informasi yang ia pernah pelajari sebelumnya ke dalam suatu situasi baru.
Dengan demikian, murid dapat menggunakan divergent thinking untuk menemukaan



jawaban dari pertanyaan tersebut.
Menyediakan waktu untuk bereksperimen karena dengan cara ini murid dapat
mengembangkan pemikiran kreatif mereka.
Untuk mengenalkan murid kepada alat musik dan membebaskan mereka dalam
bereksperimen, guru dapat memberikan aktivitas seperti memilihi alat musik yang
menurut mereka mirip dengan suara karakter yang ada di dalam buku belajar dan harus
memberikan alasan mengapa memilih alat musik tersebut.

2. Seandainya anda adalah guru SD, bagaimana cara mendorong siswa-siswi anda untuk

dapat berpikir secara kritis?
Berpikir kritis adalah proses mengevaluasi secara akurat dan mencari tahu kredibilitas
dari sebuah informasi. Proses tersebut biasanya melibatkan individu untuk berpikir secara
reflektif dan produktif terhadap suatu fakta. Guru harus bisa mendorong siswa untuk dapat
berpikir kritis sehingga mereka tidak hanya menyerap informasi begitu saja sebelum
memprosesnya. Proses berpikir secara kritis akan terjadi ketika anak yakin bahwa pemahaman
terhadap suatu topik dapat berubah seiring munculnya bukti baru. Dengan demikian, guru harus
memberikan pembelajaran yang lebih fleksibel dan tidak menuntut murid untuk menghafal buku
pelajaran secara detail.
Kemampuan kognitif pada anak di tahapan middle and late childhood (umur 7-10 tahun):
 Anak sudah dapat menalar secara logis mengenai kejadian konrete

dan

mengklasifikasikan obyek ke dalam set yang berbeda.
Kemapuan untuk mengklasifikasikan obyek ke dalam kategori disebut inclusion dimana
anak memahami bahwa satu obyek dapat secara bersamaan menjadi anggota suatu


kategori.

Anak dapat membedakan perspektif diri sendiri dan perspektif orang lain – mereka sudah
dapat mengerti bahwa orang lain memiliki pemahaman yang berbeda dengan dirinya
namun, gagasan terhadap dirinya belum tentu tepat.









Anak dapat melakukan proses reversibilitas secara konrete.
Contoh: 7 – 4 =3, ia dapat tahu bahwa 4 + 3 = 7, namun ia harus mencatat proses
tersebut.
Anak mampu melakukan percakapan yang panjang mengenai topik-topik yang konrete
dan dapat mengambil pengetahuan yang diuraikan oleh lawan bicara.
Anak mampu mengkonstruksikan certia yang memiliki plot dan hubungan sebab akibat.
Anak sudah memiliki kreativitas linguistik dimana ia dapat memainkan kata-kata
Seperti permainan kata berikut:

“Pak polisi numpang tanya, atas nama, buah-buahan yang dimulai dengan huruf A…”
Anak mengalami peningkatan dalam penggunaan pembayangan visual sebagai strategi
pembelajaran.

Agar dapat mendorong siswa-siswi dalam berpikir secara kritis, guru dapat menggunakan strategi
seperti:


Menanyakan tidak hanya apa yang terjadi namun juga menanyakan bagaimana dan



mengapa suatu peristiwa dapat terjadi.
Melatih siswa dalam penggunaan fakta-fakta yang dapat mendukung suatu pernyataan.
Hal tersebut bisa dilakukan degan memberi tugas term paper kepada siswa dimana ia




harus membahas suatu topik secara mendetail dan mendalam.

Mengajarkan siswa untuk menggunakan akal sehat ketimbang emosi dalam perdebataan.
Memberikan pemahaman kepada siswa bahwa terdapat lebih dari satu penjelasaan yang



baik.
Meminta siswa untuk mengevaluasi informasi yang diberikan ketika ada temannya yang



maju untuk presentasi.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba menghubungkan beberapa hal
yang dipelajari untuk meningkatkan pemahaman

3. Seandainya anda adalah guru SMA, bagaimana cara anda dapat mendampingi atau
menjadi fasilitator untuk siswa-siswi dalam proses problem solving?
Problem solving menggunakan pengetahuan dan ketrampilan yang sudah ada untuk
mengatasi suatu masalah, situasi yang meresahkan dan untuk menjawab suatu pertanyaan. Ketika
kita memiliki suatu tujuan, kita menggunakan proses tersebut untuk mencari cara yang tepat agar
dapat


mencapai

tujuan

tersebut.

Dalam

pemecahan

masalah,

siswa

harus

dapat

mengidentifikasikan sebuah masalah. Kemudian, siswa baru bisa mengembangkan strategi

pemecahan masalah yang baik serperti menggunakan algorithm dan heuristic.
Algorithm adalah strategi yang menjamin solusi dalam suatu masalah dimana ada tahapan
sistematis yang harus dilakukan sedangkan heuristic adalah strategi yang menghasilkan suatu
solusi namun tidak menjamin keakuratan dari solusi tersebut. Sehingga, guru harus menjadi
fasilitator yang baik untuk para siswanya agar mereka tidak membuat keputusan yang salah.

Dengan demikian, guru sudah mengasah ketrampilan siswa dalam pemecahan masalah yang
dapat digunakan dalam kehidupan siswa tersebut.
Kemampuan kognitif pada remaja (umur 11-19 tahun):
 Remaja dapat menalar secara abstrak, idealis dan logis dimana mereka dapat secara


verbal menjelaskan sebuah pertanyaan secara abstrak. Jika A=B dan B=C, maka A=C
Penalaran ilmiah akan semakin meningkat sehingga remaja dapat mengembangkan
hipotesis untuk memecahkan masalah dan secara sistematis mencapai kesimpulan (proses



ini disebut hypothetical-deductive reasoning).
Memiliki kemampuan untuk memahami bahasa kiasan seperti metafora, peribahasa dan



hiperbola.
Memiliki kemampuan yang lebih besar dalam penggunaan strategi atau prosedur yang
lebih spontan, seperti perencanaan, pertimbangan alternative dan pemantauan kognitif.

Strategi yang dapat digunakan oleh guru agar dapat menjadi fasilitator dalam proses problem
solving adalah sebagai berikut:


Menyusun proses pembelajaran di dalam kelas dimana siswa diminta untuk menjelaskan



prosedur dan strategi yang akan digunakan dalam situasi-situasi khusus.
Meminta siswa untuk memberikan contoh penggunaan algorithm pada suatu masalah dan



menjelaskan setiap tahapan yang digunakan.
Membantu siswa dalam memahami mengapa algorithm yang digunakan itu relevan



dengan cara mengidentifikasikan kesalahan dalam tahapan yang digunakan.
Meminta siswa mengrefleksikan solusi untuk masalah mereka dan menanyakan apakah
solusi tersebut sudah tepat.