LEMBAGA INFORMAL PENDIDIKAN ISLAM KLASIK

LEMBAGA INFORMAL PENDIDIKAN ISLAM KLASIK
Telaah atas Eksistensi Perpustakaan Islam
Adi Fadli1
Abstrak: Semua orang tahu tentang perpustakaan, minimal definisi
lahiriyahnya, akan tetapi apabila diajukan sebuah pertanyaan, apakah ia
mengetahui tentang perpustakaan klasik? Hal tersebut menjadi soal dan
bahkan para sarjana pun belum tentu dapat menjawabnya. Oleh karenanya
tulisan ini akan berusaha mengungkap eksistensi Perpustakaan Islam Klasik.
Tentunya kajian ini merupakan telaah pustaka dengan memakai kaca mata
historis deskriptif, dengan harapan dapat menumbuhkembangkan al-wa’yu attarikhi (kesadaran sejarah) untuk dapat membangun peradaban masa depan
yang lebih gemilang.
Hasilnya, data sejarah membuktikan bahwa perpustakaan klasik bukan
hanya sekedar kumpulan dan tumpukan kertas dan buku dalam sebuah
ruangan dan bangunan besar, namun ia merupakan pusat dan bahkan jantung
pendidikan Islam. Ia tidak saja merupakan ruang baca saja, namun adalah
ruang kerja intelektual bagi para cendekiawan, ruang diskusi, ruang terjemah,
ruang research dan bahkan menjadi ruang musik untuk mengurai ketegangan
urat syaraf.
Perpustakaan Islam klasik terbuka bagi semua orang dan tidak
membatasi jumlah koleksi yang dapat dipinjam, bahkan memberi makan
dengan gratis dengan sumber dana dari wakaf dan pemerintah. Akan tetapi

juga sebagai wahana penyebarluasan sebuah ideologi tertentu yang sebagain
besar bertujuan untuk melegitimasi sebuah kekuasaan.
Kata Kunci: Pusat, Pendidikan, Islam, Pemerintah

1

Dosen IAIN Sunan Ampel Mataram

Lembaga Informal Pendidikan Islam Klasik

2

Pendahuluan
Buku akan diam selama anda membutuhkan kesunyian dan
keheningan; akan fasih berbicara kapan pun anda menginginkan wacana; ia
tidak pernah menyela anda jika anda sedang berbicara, tetapi jika anda merasa
kesepian maka ia akan menjadi teman yang baik. Ia adalah teman yang tidak
pernah mencurangi atau memuji anda; dan ia adalah teman dan bahkan
saudara yang tidak pernah membosankan anda. Begitulah ketika al-Ja>
hiz (159

– 255 H) seorang penyair Arab masa ‘Abbashiah menggambarkan tentang
pentingnya buku dalam goresan bait syairnya2.
Sebelum ditemukan kertas, orang Mesir telah menemukan bahan tulis
berupa papyrus, terbuat dari sejenis rumput yang tumbuh di sepanjang sungai
Nil. Selain itu, kulit kambing, biri-biri, sapi yang disebut parchment
digunakan pula untuk menulis, sebagaimaan juga tanah liat. Keadaan ini
mendorong orang-orang Islam membutuhkan teknologi pembuatan kertas yang
ditemukan oleh orang Cina.3
Ketika kertas semakin populer di wilayah kekuasaan Islam, maka
pencatatan-pencatatan pun mulai dilakukan pada kertas yang dijilid menjadi
sebuah buku. Walaupun orang Islam telah mengenal pembuatan buku, namun
buku masih merupakan barang mewah yang sangat mahal. Hanya orang-orang
kaya sajalah yang dapat memilikinya.
Bagi umat Islam, buku memiliki nilai moril yang sangat tinggi. Mereka
sangat mencintai buku dan memuliakannya. Perhargaan yang tinggi terhadap
buku mendorong mereka mengumpulkan banyak buku dan mendirikan
perpustakaan. Oleh karena itu, tulisan ini bermaksud mengungkap bagaimana
perkembangan perpustakaan masa klasik dalam kaitannya sebagai lembaga
informal (pusat) pendidikan Islam, mencakup jenis-jenis beserta
pengelolaannya dan faktor apa sajakah yang mempengaruhi kemajuan dan

kemundurannya?
Kajian ini tentunya merupakan telaah pustaka dengan menggunakan
kaca mata historis deskriptif. Diharapkan dari tulisan ini akan
menumbuhkembangkan al-wa’yu al-ta>
ri>
khi>(kesadaran sejarah) bahwa kita
mempunyai sejarah masa lalu sebagai cermin menatap/merencanakan masa
depan yang lebih baik. (QS. al-Hashr: 18)
2

Muhammad ibn Abdurrahma>
n, al-Adabu al-‘Arabi wa Ta>
rikhuhu (Saudi Arabia.: Maktabah
al-Ma>
lik Fahd al-Wathaniyah, 1994), 118-119.
3
Bayard Dodge, Muslim Education ini medieval Times ( Washington: The Middle East
Institute, 1962), 14. dan Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan (Jakarta: Gramedia,
1993), 20.


El-HIKAM, Vol. 1, No. 1, Maret 2008

Lembaga Informal Pendidikan Islam Klasik

3

Perpustakaan sebagai Pusat Pendidikan
Perpustakaan adalah kumpulan buku atau bangunan fisik tempat
dikumpulkannya buku dan disusun menurut sistem tertentu untuk kepentingan
pemakai dan bukan untuk dijual. Berbeda dengan toko buku (sekarang) yang
bertujuan mencari untung, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa fungsi
perpustakaan sebagai tempat muzakarah pun sama dengan toko buku pada
zaman klasik. Selain sebagai tempat penyimpanan, muza>
karah, perpustakaan
juga digunakan untuk penelitian, pendidikan, informasi dan kultural.4
Sebagaimana perpustakaan moderen, perpustakaan klasik pun
menyimpan ribuan bahkan jutaan buku dari berbagai disiplin. Perpustakaan
Kordova pada masa Khalifah al-Hakam II (961-976 M) memiliki koleksi
400.000 volume yang terdiri dari 44 jilid.5 Perpustakaan al-Aziz (976-990)
Khalifah Dinasti Fa>

timiyah, terdiri dari 100.000 volume.6 Perpustakaan
Madrasah al-Mustanshiriyyah yang didirikan pada tahun 1234 M, terdiri dari
8000 jilid.7
Laporan-laporan di atas menunjukkan betapa besarnya perhatian umat
Islam terhadap buku. Mereka menyadari betapa pentingnya peran buku dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban. Di samping menyediakan banyak
buku, perpustakaan juga menyediakan fasilitas-fasilitas lain yang mendukung
fungsi dari perpustakaan tersebut. Olga Planto seorang sarjana Portugis
mengilustrasikan bahwa pada perpustakan Syi>
ra>
z, Kordova dan Kairo
didirikan bangunan-bangunan yang khusus dengan bentuk khusus pula.
Bangunan-bangunan ini dilengkapi dengan kamar-kamar dan ruang-ruang
yang banyak untuk berbagai macam keperluan, seperti ruang baca, ruang
untuk menyalin buku, ruang untuk meneliti, bahkan ada disediakan ruang
musik yang digunakan sebagai tempat melepas kepenatan.8

4

Ibid, 12

Robert Hillenbrond, The Ornament of the World Medieval Cordova as a Cultural Cetre
dalam The Legacy of Muslim Spain I. edited by Salma Khadra jayyu>
si. Leiden (New York:
Koln, EJ Brill, 1994),120.
6
Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat; Deskripsi Analisis Abad
Keemasan Islam. terj. Joko S. Kahar dan Supriyono Abdullah (Surabaya.: Risalah Gusti,
1996), 95.
7
Johannes Pedersen, The Arabic Book, terj. Alwiyah Abdurrahman (Bandung: Mizan, 1996),
152.
8
Ahmad Shalabi>
, Sejarah Pendidikan Islam. terj. Mukhtar yahya dan Sanusi Latif (Jakarta:
Bulan Bintang, 1973), 141
5

El-HIKAM, Vol. 1, No. 1, Maret 2008

Lembaga Informal Pendidikan Islam Klasik


4

Buku-buku pada perpustakaan disusun menurut subyeknya dan
diletakkan dengan cara ditidurkan, yang satu diletakkan di atas yang lainnya.
Buku-buku yang berharga mahal atau belum dijilid diletakkan dalam kopor
kecil seberat buku itu pula. Untuk memudahkan pemakaian buku-buku, maka
tiap-tiap perpustakaan menyediakan daftar-daftar buku yang tersusun rapi.
Setiap lemari buku terdapat kertas yang dituliskan nama dan nomor buku yang
berada dalam masing-masing lemari. Daftar-daftar ini juga berisi keterangan
tentang halaman-halaman yang telah hilang atau bagian buku yang sudah tidak
ada lagi.9
Perpustakaan sebagai pusat pendidikan biasanya terbuka bagi semua
orang. Di perpustakaan ini para cendekiawan belajar, berdiskusi, melakukan
riset dan menerjemahkan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab.
Di samping menyediankan buku-buku, perpustakaan juga memenuhi
kebutuhan sehari-hari, seperti makan bagi para pelajar yang masuk ke
dalamnya. Jika ada yang datang dari negeri lain sedang ia miskin, akan diberi
sejumlah buku dan uang serta disediakan tempat tinggal, sebagaimana terjadi
pada perpustakaan Da>

r al-‘Ilmi>yang didirikan oleh ‘Abd al-Qa>
sim Ja’far ibn
10
Muhammad ibn Hamda>
n al-Mausu>
li>di Mausu>
l.
Berbeda dengan perpustakaan pada masa moderen yang membatasi
jumlah buku yang dipinjam, perpustakaan masa klasik bebas meminjamkan
bukunya kepada para pembaca sebanyak buku yang mereka inginkan, bahkan
terkadang mecapai ratusan buku untuk satu pelajar. Walaupun begitu ada kode
etik tertentu dalam meminjamkan buku, antara lain harus hati-hati
menggunakan buku, dilarang menulis catatan pada pinggir halaman buku,
dilarang meminjamkan buku-buku tersebut untuk jaminan bagi urusan pribadi
dan semua buku yang dipinjamkan harus dikembalikan dalam waktu
tertentu.11
Walaupun demikian harus diakui bahwa pendirian perpustakaan tidak
terlepas dari interes politik. Perpustakaan Bait al-Hikmah yang giat melakukan
penerjemahan literatur-literatur Yunani dan Persia menandai adanya
pengambilalihan sebuah warisan kultural yang dapat melegitimasi kekuasan

khalifah. Disamping fungsi yang semestinya dijalani oleh sebuah

9

Ibid, 145.
Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat; Deskripsi Analisis Abad
Keemasan Islam., 89.
11
Ibid, 95.

10

El-HIKAM, Vol. 1, No. 1, Maret 2008

Lembaga Informal Pendidikan Islam Klasik

5

perpustakaan, juga membawa pesan-pesan atau menyebarluaskan pemikiranpemikiran filsafat yunani guna mengokohkan ideologi penguasa.12
Demikian juga perpustakaan Da>

r al-Hikmah yang didirikan oleh alHa>
kim, seorang Kalifah Dinasti Fa>
timiyyah di Kairo, dibangun dengan tujuan
menandingi Bait al-Hikmah di Baghdad. Pepustakaan yang dikunjungi oleh
banyak cendekiawan dari berbagai negeri dimanfaatkan oleh khalifah untuk
menyebarluaskan faham Syi’ah yang dianutnya kepada rakyat.13
Jadi perpustakaan klasik mempunyai fungsi yang sangat kompleks,
disamping sebagai tempat penyimpanan buku-buku atau khazanah keilmuan,
tempat riset, diskusi, sebagai pusat pendidikan, penerjemahan, juga sebagai
wahana penyebarluasan sebuah ideologi tertentu yang sebagian besar
bertujuan untuk melegimitasi sebuah kekuasan.
Pengelolaan Perpustakaan
Sebagaimana perpustakaan masa moderen, perpustakaan Islam masa
klasik pun telah terorganisir dengan baik. Untuk mendukung fungsi-fungsinya,
perpustakaan memiliki beberapa petugas yang bekerja di dalamnya, yaitu: 14
1. Pemimpin Perpustakaan
Pemimpin perpustakaan bertugas memimpin perpustakaan, baik secara
administratif maupun secara ilmiah. Oleh karena itu seorang pemimpin
perpustakaan tidak hanya dituntut mampu memimpin perpustakaan
secara manajerial saja, namun juga harus memiliki kemampuan

intelektual.
2. Penerjemah
Penerjemah bertugas menerjemah buku berbahasa Yunani, Suryani,
Qibti, Persia dan India ke dalam bahasa Arab. Para penerjemah ini
memiliki kontribusi yang besar bagi perkembangan perpustakaan.
3. Penyalin
Penyalin bertugas menyalin naskah-naskah dan buku-buku dengan
tujuan untuk memperbanyak jumlah buku. Kegiatan ini dilakukan
karena belum ditemukannya mesin cetak pada saat itu. Mereka harus
hati-hati dalam menyalin sebuah buku, agar tidak terjadi distorsi
makna pada buku.
4. Penjilid
12

Ira Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, terj. Ghufron A. Masadi (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1999), 89.
13
Bayard Dodge, Muslim Education ini medieval Times, 17
14
Ahmad Shalabi>
, Sejarah Pendidikan Islam, 150.

El-HIKAM, Vol. 1, No. 1, Maret 2008

Lembaga Informal Pendidikan Islam Klasik

6

Penjilid bertugas melakukan penjilidan atas naskah-naskah ataupun
salinan-salinan untuk dijadikan buku-buku baru yang tertata rapi.
5. Pembantu (munawil)
Pembantu bertugas pada unit pelayanan perpustakaan, misalnya
membantu para pengunjung untuk menemukan buku yang dibutuhkan
oleh mereka.
Adapun sumber keuangan perpustakaan yang digunakan untuk
merenovasi bangunan, mendatangkan buku-buku baru, membayar gaji
pegawai dan lainnya disamping berasal dari wakaf, juga dari subsidi
pemerintah.Ibn Abbad tidak saja
mengizinkan penggunaan secara bebas perpustakaannya, tetapi juga
memberi 1000 dirham (1 dirham seharga 5 gram perak dan 1 dinar seharga 4
gram emas murni sekarang) dan seperangkat pakaian kepada setiap
cendekiawan untuk menggiatkan aktivitas keilmuan. Perpustakaan milik
penyair Ibn Hamdan telah dibuka untuk semua mahasiswa dan kertas
diberikan secara gratis kepada para cendekiawan miskin. Orang-orang yang
belajar di tempat ini menerima beasiswa Qa>
di>di Nishapur, Ibn Hibba>
n (w.
965) menghibahkan rumah dan perpustakaanya untuk mahasiswa asing dan
menyediakan upah untuk perawatannya.15
Khalifah al-Ma’mu>
n (813-833) membayar 500 dinar perbulannya
untuk sekelompok penerjemah. Dia juga memberikan emas kepada Hunain ibn
Isha>
q seberat buku-buku yang telah ia terjemahkan ke dalam bahasa Arab.16
Khalifah al-Ha>
kim (996-1021M) mendirikan perpustakaan Da>
r alHikmah pada tahun 1005 M. yang dibuka untuk umum. Perpustakaan ini
dihiasi dengan karpet pada dinding dan lantainya. Selain buku, disediakan pula
kertas, pena dan tinta untuk umum. Lembaga ini didatangi oleh berbagai kelas
dalam masyarakat yang ingin membaca, menulis dan mendapat pelajaran. Para
petugas diberi gaji dan para ilmuan pun diberi gaji untuk melakukan studi di
lembaga tersebut. Menurut al-Maqrizi>anggaran belanja perpustakaan tersebut
mencapai 257 dinar pertahun.17 Khalifah al-Hakam II (961-976) mendirikan
perpustakaan besar di Kordova yang terbuka untuk semua orang. Para pelajar
dan cendekiawan yang menuntut ilmu menerima bantuan finansial dari
khalifah Umayyah di Spayol terutama pada masa Abd al-Rahman II dan al-

15

Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, 90-91.
Manzoor Ahmad Hanafi, A Survey of Muslim Institutions and Culture (New Delhi:. Kitab
Bhayan, 1992), 179.
17
Johanes Pedersen, The Arabic Book, 101.
16

El-HIKAM, Vol. 1, No. 1, Maret 2008

Lembaga Informal Pendidikan Islam Klasik

7

Hakim II mengirimkan utusan ke wilayah kekuasaan Islam di Timur untuk
membeli dan mengumpulkan buku-buku.18
Penghargaan orang Islam terhadap ilmu pengetahuan dan kecintaan
yang besar terhadap buku, serta kedermawanan mereka dalam pengelolaan
perpustakaan mengalami perkembangan pesat, sehingga perpustakaan benarbenar menjadi jantung pendidikan.
Jenis-Jenis Perpustakaan
Shalabi> membagi perpustakaan Islam klasik menjadi 3, yaitu
perpustakaan umum, semi umum dan pribadi (khusus).19
Perpustakaan umum biasanya didirikan di masjid, madrasah, dan
perguruan tinggi. Perpustakaan ini didirikan untuk membantu orang-orang
yang ingin mempelajari bebagai macam ilmu pengetahuan. Bait al-Hikmah di
Bagdad, perpustakaan Dar al-Hikmah di Kairo, perpustakaan Da>
r al-‘Imi atau
Khiza>
nah al-Kutb di Naisabur, yang didirikan oleh Abu>Nas}r ibn ad-Dashi>
r
yang merupakan hasil wakafnya sendiri.20 Perpustakaan Ibn Sawwa>
r di
Bashrah yang didirikan oleh Abu Ali ibn Sawwar, perpustakaan kitab-kitab
wakaf di masjid al-Zaidi di Bagdad, dan perpustkaan sekolah di Irak,
Khurasan, Suriah dan Mesir.21
Perpustakaan semi umum, didirikan oleh khalifah-khalifah dan rajaraja untuk mendekatkan diri pada pengetahuan atau untuk memperlihatkan
bahwa mereka adalah ahli ilmu pengetahuan, tidak semua orang dapat masuk
di perpustakaan ini, kecuali mereka yang memiliki kedudukan tinggi dalam
masyarakat dan memperoleh izin masuk, yang termasuk dalam kategori ini
antara lain perpustakaan al-Na>
s}ir li Di>
nilla>
h dan perpustakaan al-Mu’tas}im
22
Billah.
Perpustakaan pribadi (khusus), didirikan oleh para ulama’ dan
sastrawan khusus untuk kepentingan mereka, dan yang termasuk dalam
kategori perpustakaan ini antara lain: perpustakaan al-Fath ibn Khaqqa>
n wazi>
r
dari khalifah al-Mutawakkil, perpustakaan Hunain ibn Isha>
q dan lain
sebagainya.23

18

Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, 93
Shalabi>
, Sejarah Pendidikan Islam, 169.
20
Abdurrahma>
n al-Bagda>
di>
, Sistem Pendidikan di Masa Khalifah Islam (Bangil: al-Izzah,
1996), 110
21
Shalabi>
, Sejarah Pendidikan Islam, 180
22
Ibid, 183
23
Ibid, 190
19

El-HIKAM, Vol. 1, No. 1, Maret 2008

Lembaga Informal Pendidikan Islam Klasik

8

Kemunduran Perpustakaan Klasik
Setelah mengalami puncak kejayaannya, perpustakaan Islam pun
akhirnya mengalami kemunduran. Kondisi-kondisi yang mengenai
kemunduran perpustakaan Islam masa klasik bermacam-macam. Perpustakaan
Islam di Tripoli (1109) telah dihancurkan oleh tentara perang Salib atas
komando seorang rahib yang tidak senang saat menemukan sedemikian
banyak al-Qur’an di dalamnya. Perpustakaan Sultan Nu>
h ibn Mans}u>
r terbakar
seluruhnya setelah Ibn Sina menyelesaikan penelitiannya di perpustakaan
tersebut. Ketika kelompok bangsa Mongol menjarah Bagdad (1258), mereka
membakar perpustakaan yang ada di kota tersebut.24
Perdana menteri Abu>al-Farra>
j membawa dari perpustakaan al-Ha>
kim
di Kairo tahun 1068 M buku yang diangkut sebanyak 25 ekor onta beban dan
menjualnya 1.000.000 dinar untuk menggaji tentaranya. Beberapa bulan
kemudian, buku-buku tersebut jatuh ke tangan tentara-tentara Turki yang telah
menaklukkan khalifah dan menjarah istananya. Mereka merobek sampul buku
dari kulit yang mahal itu untuk dibuat sepatu, kertas-kertasnya dibakar,
sedangkan beberapa yang lain dilemparkan ke dalam air atau dibuang. Jumlah
buku yang dikumpulkan dalam tumpukan besar, lalu angin sedikit demi sedikit
menerbangkan pasir sehingga gundukan buku itu berubah menjadi bukit dan
terkenal dengan sebutan bukit buku.25
Ketika kerajaan Fa>
timiyah ditaklukkan Sala>
huddi>
n al-Ayu>
bi>
, maka
kitab-kitab yang tidak sealiran dengan madhab Ahl al-Sunnah
dimusnahkannya, sebagian lagi diberikan kepada al-Qad}i>al-Fa>
dil Imaduddin
al-Isfahani, sedangkan sisanya diperintahkan kepada Shu>
rah, pegawai
perpustakaan itu untuk menjualnya, setelah beberapa tahun lamanya barulah
semua buku itu habis terjual.26
Kegemerlapan perpustakaan Kordova menjadi suram di bawah putra
dan penerus al-hakam II, Hisha>
m II, karena pemimpin nasional yang berkuasa
penuh yakni Haji>
b al-Mansu>
r yang ingin menarik hati para ilmuan ortodok,
memperbolehkan mereka mengeluarkan dan membakar buku-buku di
perpustakaan yang tidak mereka sukai, seperti karya-karya filsafat, astronomi
dan lainnya yang termasuk peninggalan Hellenistik yang selalu merupakan
duri dalam daging bagi orang-orang Sunni Ortodok.27
Pada 1011 M ketika Kordova terperangkap dalam peperangan dengan
bangsa Barbar, menteri Wad}ih menjual bagian utama dari perpustakaan
24

Nakosteen, Kontribusi Islam, 97
Johanes Pedersen, The Arabic Book, 153
26
Shalabi>
, Sejarah Pendidikan, 187
27
Pedersen, The Arabic Book, 158
25

El-HIKAM, Vol. 1, No. 1, Maret 2008

Lembaga Informal Pendidikan Islam Klasik

9

dengan tujuan mendapatkan uang untuk membiayai perang, sedangkan sisanya
dirusak oleh musuh.28 Unsur-unsur politik tampaknya banyak berpengaruh
dalam kemunduran perpustakaan Islam masa Klasik. Walaupun telah terjadi
penghancuran terhadap perpustakaan, namun semangat untuk mendirikan
perpustakaan masih tetap ada sampai sekarang, meskipun tidak semegah dan
segemerlap pada masa lalu.
Penutup
Perpustakaan Islam masa klasik mengalami kemajuan bersamaan
dengan kemajuan peradaban Islam itu sendiri. Kemajuan ini terlihat dengan
banyak didirikannya perpustakaan Islam masa klasik yang mempunyai koleksi
ribuan dan bahkan jutaan buku, juga perpustakaan ini, baik yang bersifat
umum, semi umum atau pribadi(khusus) telah menjadi pusat pendidikan yang
mendukung terwujudnya zaman keemasan Islam.
Kemajuan perpustakaan Islam masa klasik juga dipengaruhi oleh
kepedulian yang besar umat Islam terhadap ilmu pengetahuan yang didukung
sepenuhnya oleh pemimpin/negara mereka. Adapun kemunduran perpustakaan
dalam masa klasik lebib banyak dipengaruhi oleh faktor pertikaian politik dan
ideologi yang terjadi pada saat itu.
Kebanggaan terhadap masa lalu yang gemilang dengan peradaban
emas yang ditinggalkan (termasuk perpustakaan) tidaklah cukup untuk
memuaskan nafsu intelektual kita sekarang apabila hanya disikapi dengan
berdiam diri, berpangku tangan dan tidak menjadikan seluruh potensi fikir dan
fisik ini menjadi kreatif. Sepertinya bijak menyikapi sejarah dan segala
masalah merupakan solusi alternatif, disamping kerja dan usaha maksimal
dengan menggunakan semua potensi yang ada untuk membangun peradaban
masa depan yang lebih gemilang. Bukankah perpustakaan itu mencerdaskan?!
Apabila tidak, maka layak untuk dipersoalkan kembali.

28

Ibid

El-HIKAM, Vol. 1, No. 1, Maret 2008

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

MOTIVASI BERTINDAK KRIMINAL PADA REMAJA(STUDI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK BLITAR)

3 92 22

ANALISIS VALIDITAS BUTIR SOAL UJI PRESTASI BIDANG STUDI EKONOMI SMA TAHUN AJARAN 2011/2012 DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN JEMBE

1 50 16

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

JUDUL INDONESIA: IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA METRO\ JUDUL INGGRIS: IMPLEMENTATION OF INCLUSIVE EDUCATION IN METRO CITY

1 56 92

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA NO. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

6 67 59