Perubahan Paradigma Pendidikan Tinggi Vo (1)

Perubahan Paradigma Pendidikan Tinggi Vokasi menyambut
Revolusi Industri 4.0
Iwan Harianton, B.Sc., M.Eng
Dosen Senior Politeknik Manufaktur Negeri Bandung
Pengampu Mata Kuliah Proses dan Sistem Manufaktur
Jl. Kanayakan No. 21 – Bandung 40135
Telp: +62 22 2500241, Fax: +62 22 2502649
Abstrak
Paradigma Pendidikan Tinggi Vokasi di Indonesia tengah menjalani
proses transformasi dimulai dengan UU No. 14/2005 tentang Guru dan
Dosen, UU No.12/2012 tentang Sistem Pendidikan Tinggi, Perpres No.
8/2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, serta enam
Kebijakan Pemerintah Jokowi untuk pendidikan tinggi nasional. Pada
awalnya perubahan paradigma tersebut dipengaruhi oleh tekanan
agenda globalisasi yang akan dimulai tahun 2020. Dalam
perjalanannya, Revolusi Industri 4.0 memberikan kontek teknologi
penguat yang bermula dari sebuah proyek dalam strategi teknologi
canggih pemerintah Jerman yang mengutamakan komputerisasi pabrik.
Perwujudan utama, revolusi industri 4.0 menghasilkan “pabrik cerdas”
dengan struktur moduler, sistem siber fisik mengawasi proses fisik,
menciptakan salinan dunia fisik secara virtual, dan membuat keputusan

yang tidak terpusat melalui Internet untuk segala dimana sistem siberfisik berkomunikasi melalui komputasi awan termasuk layanan internal
dan lintas organisasi melalui rantai nilai. Revolusi industri ini terus
bergerak merambah pada setiap sendi kehidupan yang kita kenali
melalui produk-produk smart phone, smart homes, smart car, smart
factories, smart city, dan berlanjut hingga smart nations. Pendidikan
Tinggi Vokasi sebagai salah satu elemen penting pada pergerakan
pembangunan dengan misi utama untuk menyediakan tenaga kerja
profesional, otomatis berhadapan dengan tantangan yang sama,
sehingga perubahan paradigma terlihat secara jelas dan difasilitasi
pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang mengikat dalam
menguatkan tenaga ahli industri profesional berwawasan global.
PENDAHULUAN
Arus globalisasi tidak mungkin
dibendung masuk ke Indonesia.
Disertai dengan perkembangan
teknologi yang semakin canggih,
dunia kini memasuki era revolusi
industri 4.0, yakni menekankan
pada pola digital economy,
artificial intelligence, big data,

robotic, dan lain sebagainya atau
dikenal
dengan
fenomena
disruptive
innovation.
Menghadapi tantangan tersebut,
pengajaran di perguruan tinggi

pun dituntut untuk berubah,
termasuk dalam menghasilkan
dosen berkualitas bagi generasi
masa
depan
[1].
Menurut
Kemristekdikti,
perubahan
diperlukan pada empat bidang
pembelajaran

di
Pperguruan
tinggi
mencakup
reorientasi
kurikulum, pembelajaran daring,
inovasi
dengan
menerapkan
teknologi digital, dan penerapan
teknologi melalui manajemen
inovasi yang didorong kearah
aplikasi
industri.
Untuk
itu
1/8

perubahan dalam bidang sumber
daya manusia menjadi sangat

penting,
mencakup
pengembangan kapasitas dosen
dan tutor dalam pembelajaran
daring. Sehingga dosen ini
perannya juga sebagai tutor,
pengembangan
infrastruktur
proses
pembelajaran
MOOC
(Massive Open Online Course),
teaching industry, dan e-library
yang sebenarnya sudah berjalan.

menyusun
dan
menetapkan
kebijakan yang mendorong pihak
industri

agar
bekerjasama
dengan perguruan tinggi. 4).
Mengembalikan
nilai-nilai
Pancasila
dalam
kehidupan
berbangsa dan bernegara. 5).
meminta kepada DPR, DPD, dan
pemerintah
bersama
MPR
mengadakan
pertemuan
bersama atau joint session untuk
menyusun garis besar haluan
negara.
6).
menetapkan

kelompok kerja (pokja) sesuai
dengan dinamika perkembangan
di era revolusi Industri 4.0, di
antaranya pokja pembangunan
ekonomi
nasional,
pokja
penguatan demokrasi Pancasila,
pokja pendidikan tinggi berdaya
saing,
pokja
kepemimpinan
nasional
yang
cerdas
dan
berkarakter,
dan
pokja
ketahanan pangan.


Pada faktor daya saing, yang
dipublikasikan oleh Harvard’s
researcher
global
competitiveness index [2] pada
World Economic Forum 20172018,
Indonesia
menempati
posisi ke-36, naik Lima peringkat
dari tahun sebelumnya pada
posisi ke-41 dari 137 negara.
Tahun ini global competitiveness
index Thailand di peringkat 32,
Malaysia 23, dan Singapura 3.
Beberapa penyebab Indonesia
masih dibawah ketiga negara
Asean
tersebut,
karena

lemahnya higher education and
training, science and technology
readiness, dan innovation and
business sophistication.

Kebijakan
industri
nasional
dalam rangka menghadapi era
revolusi
industri
4.0
telah
dikeluarkan
oleh
Menteri
Perindustrian Airlangga Hartarto
[4] meliputi empat langkah
strategis yaitu 1). agar angkatan
kerja di Indonesia terus belajar

dan meningkatkan keterampilannya
untuk
memahami
penggunaan teknologi internet
of things (IoT) 2). pemanfaatan
teknologi digital untuk memacu
produktivitas dan daya saing
bagi
industri
kecil
dan
menengah. 3). industri nasional
dapat menggunakan teknologi
digital
seperti
Big
Data,
Autonomous
Robots,
Cyber

security, Cloud computing, dan
Augmented Reality. 4). inovasi
teknologi
melalui
pengembangan startup dengan
memfasilitasi tempat inkubasi
bisnis.

Kebijakan
pemerintah
Joko
Widodo
disampaikan
oleh
Menteri Ristekdikti [3] yang
dirumuskan
bersama
dalam
forum
Rektor

dan
Direktur
Politeknik, berhasil menetapkan
6 (enam) kebijakan penting yaitu
1). Mendorong perguruan tinggi
untuk melakukan inovasi dan
riset produk penunjang daya
saing bangsa. 2). Mendorong
Kemristekdikti
melakukan
debirokratisasi kelembagaan dan
deregulasi
perizinan
bagi
pembentukan prodi-prodi pbaru
serta terobosan baru untuk
menjawab persoalan era disrupsi
inovasi. 3). meminta pemerintah
2/8

Paradigma masa lalu yang
menjadi
landasan
pengembangan
pendidikan
tinggi vokasi kedepan adalah
mendekatkan Politeknik dengan
mitra Industrinya seperti yang
digagas Harianton and Surjana
[5]
merekomen-dasikan
pengembangan teaching factory
berbasis Lean and Green Kaizen
Model
sebagai
implementasi
Teaching Factory pada KKNI level
3-5. Secara Nasional Kokok [6]
telah
berhasil
menjadikan
Teaching Factory dan Dual
System
(3-2-1)
sebagai
pendekatan pendidikan tinggi
vokasi
dengan
program
Revitalisasi.

REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Dalam perjalanannya, revolusi
industri telah terjadi sebanyak 4
kali, dari masing-masing revolusi
dapat digambarkan seperti pada
gambar
1
yang
memiliki
milestone yang berbeda sesuai
dengan penciptaan teknologi
skala besar yang berpengaruh
pada
kehidupan
dan
pengembangan
ekonomi
mendunia [7].

Dengan adanya revolusi industri
4.0 dimana industri nasional dan
multinasional juga berada pada
posisi menghadapi tantangan
serupa, Pendidikan Tinggi Vokasi
perlu segera mengintegrasikan
IoT
dalam
kurikulum
yang
ditawarkannya
mengingat
mahasiswa
pada
umumnya
sudah
ter-expose
dengan
teknologi cerdas begitu juga
dengan industri pada waktunya
3-5
tahun
kedepan
akan
memerlukan
sumber
daya
manusia yang juga kompeten
pada
bidangnya
dengan
keunggulan mengelola fasilitas
IoT.

Gambar 1. Revolusi industri ke 1
– ke 4
Revolusi industri 1.0 ditandai
dengan usaha manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya
melalui teknologi mekanisasi
produksi yang dimungkinkan
karena tersedianya energi uap
dan berakhir dengan tuntutan
standarisasi
produk
dan
peralatan yang terkendala dalam
perang
Dunia
I.
Revolusi
industri
2.0
terjadi
saat
ditemukannya teknologi produksi
masal bagi industri otomotif
yang diperlukan dalam jumlah
banyak sehingga Henry Ford
menggagas
sistem
produksi
masal fleksibel dengan otomasi
mekanisasi
alat
produksi.

Begitu juga dengan metoda
pembelajaran
yang
dapat
dilakukan jarak jauh untuk mata
kuliah
dengan
sasaran
pengembangan
kecerdasan
cognitif
dan
sebagian
kecerdasan motoris. Sebagian
kecerdasan motoris lainnya dan
kecerdasan affective disiapkan
dengan
teknologi
interaktif
berbasis
IoT
apabila
memungkinkan.
3/8

Revolusi
industri
ke
3.0
terjadi
saat
ditemukannya
teknologi komputer modern dan
digital
untuk
meningkatkan
kualitas produk dengan sentuhan
teknologi digital CAD/CAM/CAE
dan
styling
dan
dibarengi
dengan
pengelolaan
lantai
pabrik
yang
Lean
dengan
persaingan
pada
level
pemborosan menuju zero waste.
Akhirnya,
pada
revolusi
industri 4.0 terjadi karena
pengembangan teknologi digital
pada sistem komputasi dan
jaringan luas yang menghasilkan
produk cerdas pada kapasitas
komputasi awan yang mampu
meng-handle data besar melalui
jaringan Internet untuk segala
(IoT) lihat video pada slide 9 s/d
15.

Kunci teknologi yang berdampak
besar
pada
perubahan
paradigma
pendidikan
tinggi
vokasi
adalah
masuknya
teknologi komputer, internet,
database skala besar, peralatan
cerdas, terkoneksi area luas, dan
dapat
bekerjasama
memanfaatkan
teknologi
dimanapun
yang
terkoneksi
jaringan internet dan berbasis
world wide web.
TEKNOLOGI IoT dan
KARAKTER
Gambaran perubahan paradigma
perlu dibarengi dengan antisipasi
perubahan
teknologi
dan
perangkat
pendukung
IoT
dimana dunia PTV dan Industri
berangkat
pada
periode
bersamaan.
Industri-industri
yang terimbas gelombang IoT
diuraikan oleh Nate William [9]
yang tergambar pada gambar 2
dengan tiga layer cerdas yaitu:

Kohler
and
Weiz
[8]
mendefinisikan Revolusi Industri
4.0 sebagai sebuah pendekatan
untuk mengendalikan proses
produksi
on-line
dengan
menyediakan sinkronisasi aliran
produksi untuk produk khusus
maupun standar. Trappey et.al.,
[9] menguraikan revolusi industri
4.0 sebagai konsep umum yang
memungkinkan
proses
manufaktur dengan sarana taktis
cerdas dengan memanfaatkan
teknologi IoT, komputasi awan
dan produk cerdas berbasis
teknologi komputasi data besar.

Gambar 2. Tiga layer teknologi
cerdas
1. Layer cerdas infrastruktur
termasuk IoT, Mobile device,
Cloud computing, dan Big
data.
2. Layer cerdas applications
termasuk
intelligent
automation, cognitif system,
deep learning, robotic, social,
dan machine vision.
3. Layer cerdas level Industri
termasuk pendidikan, energi,
keuangan,
health
care,

Sehingga, dapat kita pahami
bahwa revolusi industri 4.0
dipicu
oleh
perkembangan
teknologi digital pada teknologi
komputasi awan yang mampu
mengolah data besar pada
sistem jaringan internet global
pada seluruh sendi kehidupan
masyarakat
dunia
dengan
produk cerdas.
4/8

transportasi,
home
technology,
retailer,
manufakturing, media, hukum,
advertising,
dirgantara,
pertanian, dan otomotif.

Perubahan Paradigma PTV di
Indonesia sepertinya masih akan
menyelesaikan
sisa
Revolusi
Industri
3.0
dan
ditambah
dengan
tantangan
revolusi
industri 4.0

Ketiga layer IoT secara teknologi
memiliki
7-character
interkoneksitas yang mengubah
data menjadi human value
diuraikan oleh Nate Williams
mencakup:
Connectivity: Alat dan mesin,
sensor harus terhubung dengan
jaringan
internet,
Things:
peralatan pengolah atau proses
dengan sensor-sensornya saling
terhubung,
Data:
adalah
pengikat alat pada internet
sebagai syarat untuk analisa
cerdas,
Communication:
hubungan
parameter
proses
dengan
data
yang
dapat
dianalisa,
Intelligence:
kapasitas
cerdas
dalam
menganalisa
data
yang
terhubung
melalui
aplikasi
kecerdasan
buatan,
Action:
sebagai tindak lanjut kecerdasan
untuk diambil keputusan baik
manual
maupun
otomatis
sebagai
karakter
terpenting,
Ecosystem: perspektif IoT dari
teknologi lainnya, komunitas,
berupa capaian dan gambaran
dimana IoT mewujudkan nilai.

Sisa paradigma revolusi industri
3.0 bagi PTV umumnya masih
diproses
melalui
rintisan
kerjasama industri dalam:
1. Menguasai standarisasi produk
industri, pada saat ini hanya
beberapa PTV yang sudah
menjalin
kerjasama
aktif
dengan industri.
2. Menguatkan
pemilihan
alternatif
proses,
yang
memerlukan
ketersediaan
teknologi yang beragam,
3. Menerapkan
lean
produksi
dengan
mengeliminasi
7wastes yang hanya bisa terjadi
kalau kerjasama produksi.
Tantangan revolusi industri 4.0
yang akan terjadi saat industri
memasuki tantangan serupa:
1. Integrasi
teknologi
digital
dalam
kurikulum
program
Diploma,
2. Menguatkan
fasiitas
yang
terkoneksi secara global IoT,
3. Pembelajaran
daring,
memanfaatkan teknologi maju
terkoneksi
global
melalui
kerjasama.

PERUBAHAN PARADIGMA
Perubahan paradigma PT Vokasi
pada
bidang
manufaktur
dipengaruhi oleh pola pikir
akademisi untuk memasukkan
teknologi komputer dan IoT
sebagai kompetensi lulusannya,
karena sudah dapat dipastikan
bahwa
Industri
sebagai
pengguna lulusan PT Vokasi akan
mensyaratkan
kualifikasi
tersebut dalam protofolio tenaga
kerjanya, terlebih pada era 2020.

Perubahan Paradigma PT
Vokasi (PTV)
Persyaratan revolusi industri 3.0
di pendidikan tinggi vokasi
Indonesia yang telah diteliti oleh
penulis selama menjadi staf
teknis pengembangan politeknik
sepertinya masih belum tuntas,
sehingga lulusan politeknik level
Ahli Madya belum sepenuhnya
diterima
secara
global.
5/8

Pendidikan Ahli Madya harus
menguasai
standar
produk,
menguasai alternatif teknologi,
menguasi
penyusunan
spesifikasi teknis dan proses
produksinya
dengan
indikasi
waste minimal atau zero waste.
POLMAN yang dianggap memiliki
pendidikan Ahli Madya paling
maju pada bidang manufaktur
juga
belum
memasukkan
pembelajaran waste elimination
pada
kurikulum
dasarnya,
sementara
Politeknik
lain
standarisasi saja masih belum
konsisten diterapkan apalagi
alternatif metoda yang terbatasi
oleh keragaman teknologi, dan
tentunya masih sangat jauh dari
integrasi 7-waste dalam proses
pembelajaran keahlian karena
kerjasama
industrinya masih
sangat minimal.

komputer
&
jaringan
komunikasi lokal dan luas.
Perubahan pola ujian masuk
sebagai programnya,
2. Kesediaan
media
pembelajaran
produktif,
melalui kerjasama riset atau
pengembangan
produk
dengan industri. Diperlukan
perubahan pola manajemen
PTV
mejadi
manajemen
korporasi yang kuat,
3. Profil lulusan dan kurikulum
yang
di
desain
untuk
memanfaatkan IoT bersama
mitra industri. Penyesuaian
kompetensi teknologi digital
yang kuat pada lulusannya.
Perubahan Paradigma PTV
Proses
Proses pendidikan menentukan
ketercapaian
profil
lulusan
dengan
kualifikasi
unggulan
teknologi
IoT,
diantaranya
mengubah:

Memadukan
ketertinggalan
konten keilmuan revolusi industri
3.0 dan tantangan revolusi
industri 4.0 menjadi landasan
perubahan
paradigma
pendidikan
tinggi
vokasi
kedepan.
Sebagai
gambaran
awal pemikiran terkonsolidasi
dari
penelitian
ini
bahwa
politeknik perlu dengan sengaja
melakukan
perubahan
paradigma dari konsep pemilihan
mahasiswa, proses pembelajaran
dan
pengantaran
karir
lulusannya.
Ketiga
unsur
perubahan paradigma tersebut
diuraikan berikut ini:

1. Pendekatan
pendidikan
berbasis
profesi
dengan
kerjasama dengan Industri
seperti teaching factory atau
dual system, dimana media
pembelajaran
merupakan
produk
nyata
yang
dimanfaatkan industri,
2. Menggunakan
fasilitas
teknologi
yang
terkoneksi
jaringan lokal maupun jaringan
luas
melalui
kerjasama
pengoperasian fasilitas lab
berbasis IoT,

Perubahan Paradigma PTV
Input
Pada era revolusi industri 4.0
sekurangnya ada tiga perubahan
paradigma terhadap input:

3. Peningkatan
kandungan
teknologi kecerdasan buatan
berbasis kontrol elektronik
pada kurikulumnya,
4. Dosen
dengan
kualifikasi
tambahan pada teknologi IoT
serta kemampuan komunikasi

1. Profil calon mahasiswa dalam
hal penguasaan bahasa dan
persyaratan dasar teknologi
6/8

dengan minimal satu bahasa
Asing yang diakui PBB,

Sekolah-sekolah
Menengah
SMU/SMK, menyiapkan bridging
course pada area IoT bagi calon
mahasiswa,
serta
verifikasi
kurikulum berbasis IoT kepada
industri mitra (Industry Advisory
Board).

5. Pembelajaran
daring
bagi
kuliah-kuliah pengembangan
kecerdasan intelektual dan
kecerdasan motoris terbatas,
6. Pengelolaan
manajemen
dengan
kewenangan
terdesentralisasi
dan
pengambilan
keputusan
berbasis data yang ter sistem.

2. Metodologi aspek PROSES:
Pengembangan
perangkat
kurikulum
beserta
metoda
pembelajaran
aktif
berbasis
industri termasuk pembelajaran
daring,
pembelajaran
dalam
bahasa asing, dan menyiapkan
fasilitas
teknologi
yang
terkoneksi
dengan
sistem
jaringan
luas.
Ka.
Lab
menyiapkan fasilitas lab. Yang
terkoneksi IoT dan layar monitor,
sehingga bisa dipergunakan oleh
Dosen untuk pembelajaran jarak
jauh.
Sistem
pembelajaran
berbasis
industri
(teaching
industry/teaching
factory)
dimana fasilitas lab digunakan
untuk mengeksekusi pesanan
industri yang terukur spasifikasi,
waktu,
harga
dan
kinerja
produknya
yang
dijalankan
dengan sistem produksi efektif
dan efisien. Dosen memfasilitasi
mahasiswa
tidak
hanya
menghasilkan
produk
sesuai
standar mutunya, tetapi juga
menerapkan
7-waste
dalam
prosesnya. Pranata Laboratorium
Pendidikan (PLP) menyiapkan
eksekusi program tridharma di
lab dan mendata pemakaian
mesin serupa dengan praktek
industri terukur dengan tool
Overall Equipment Effectiveness
(OEE).
Begitu
juga
aspek
manajemen
akademik
perlu
bertransformasi menjadi unit
pendukung
yang
berpegang
pada konsep pelayanan prima
berbasis data besar dan daring
pada rantai pertambahan nilai.

Perubahan Paradigma PTV
Output
Revolusi
industri
4.0
menghasilkan
lulusan
sekurangnya dengan 4 karakter
berikut:
1. Lulusan yang kompeten pada
keahliannya
masing-masing
dengan
memanfaatkan
teknologi cerdas berbasis IoT,
2. Lulusan dengan kecakapan
memanfaatkan data besar dan
melakukan komunikasi on line
dan
mampu
melakukan
simulasi virtual,
3. Lulusan
yang
memiliki
kemampuan
memanfaatkan
teknologi IoT pada keahlian
unggulannya.
4. Memiliki soft skills yang tinggi
terutama inisiatif, inovatif,
produktif, dan berkepribadian
agile.
METODOLOGI
Langkah aksi konkrit untuk
mewujudkan paradigma baru ini
memberikan gambaran pada
pengelola
PTV
untuk
mewujudkannya
secara
sistematis.
Metodologi
dirumuskan untuk tiga aspek
operasional berikut ini:
1. Metodologi aspek INPUT:
Mengenalkan paradigma baru
berkaitan dengan muatan IoT
dalam bentuk leaflet kepada
7/8

3. Metodologi aspek OUTPUT:
Perubahan paradigma terhadap
lulusan
dan
produk
yang
dihasilkan
melalui
teaching
factory/teaching industry juga
diperlukan memasuki era baru,
era global dengan disruptive
innovation. Sehingga, PTV perlu
menguatkan perhatian kepada
lulusannya dan memasukkannya
sebagai salah satu stake holder
yang
dapat
menunjang
pengembangan PTV dan alumni
itu sendiri. Beberapa contoh baik
telah dirintis oleh beberapa
institusi maju dalam bentuk
Graduate Development Center
(GDC), Graduate Career Center
(GCC),
Graduate
Placement
Center (GPC), dan lainnya yang
intinya PTV membuka jalur
komunikasi dua arah untuk
saling menguatkan.

Revolusi
industri
4.0
telah
menjadi kenyataan bagi semua
praktisi industri, yang berimbas
sangat kuat terhadap dunia
pendidikan terutama pendidikan
tinggi vokasi yang sarat akan
teknologi
industri
dan
pembangunan
daya
saing
bangsa.
Kesadaran
akan
perlunya transformasi akibat
perubahan
paradigma
yang
terurai
menjadi
konsekwensi
bersama semua pihak baik
pemerintah, industri dan dunia
pendidikan itu sendiri.
Reformasi yang sedang berjalan
di dunia pendidikan di Indonesia
amat menolong para praktisi PTV
untuk
dapat
berhasil
mensejajarkan diri dengan PTV
sejenis secara global, hanya
perlu
diperhatikan
bahwa
perubahan ini sangat ditentukan
keberhasilannya
oleh
satuan
kerja terdepan karena praktisi
PTV itu sendiri yang memahami
secara dalam akan gap yang ada
menuju PTV berwawasan IoT;
dimulai
dengan
penguatan
kerjasama industri, membangun
fasilitas teknologi yang produktif
dan terukur, serta ditunjang
inovasi dan riset dosen pada
produk-produk berdaya saing
bersama industri mitra.

HASIL DAN BAHASAN
Perubahan
paradigma
PTV
menyambut era Revolusi Industri
4.0 tentunya belum menjadi
kenyataan dan belum ada hasil.
Paradigma
baru
merupakan
pemikiran terkonsolidasi untuk
menghadapi masa depan yang
lebih
terukur
sebagai
alat
manajemen
resiko.
Dengan
mengubah paradigma, maka
semua unsur cerdas pada PTV
akan merespon positif terhadap
tantangan
masa
depan,
terutama tantangan yang berat
sebagaimana halnya dengan
revolusi industri 4.0 yang dikenal
dengan disruptive innovation.

Teknologi digital, IoT, big data,
artificial intelligence, cyber-fisik,
augmented
reality,
Cloud
computing akan menjadi kata
kunci
dalam
rencana
aksi
mencapai
perwujudan
paradigma
dalam
dunia
pendidikan terlebih pada PT
Vokasi.

Dengan
orasi
rekayasa
ini
diharapkan aspek-aspek konkrit
dapat
diwujudkan
sesegera
mungkin,
sebelum
resiko
kehilangan masa depan menjadi
realitas.

REFERENSI
[1].Kemristekdikti, “Era Revolusi
Industri
4.0,
Saatnya
Generasi Millennial Menjadi

KESIMPULAN DAN SARAN
8/8

Dosen Masa Depan”, Bloger
Dikti, Selasa 30 januari 2018.
[2].Harvard’s report,
Global
competi-tiveness index pada
World
Economic
Forum,
Report 2017-2018
[3].Kemristekdikti:
Revolusi
Industri
4.0
tidak
bisa
dihindari, Republika.co.id, 13
Maret 2018.
[4].Kemenperin, “Empat Strategy
Indonesia Masuk Revolusi
Industri
4.0”,
Bloger
Kemmenperin,
Jakarta
5
Maret 2018.
[5].Iwan Harianton and Agus
Srjana S., “Pengembangan
Model
Teaching
Factory
dalam Kampus di Politeknik
Manufaktur Negeri Bandung
berbasis Konsep Lean and
Green Kaizen Model”, Steman
National Seminar, Bandung
2016.
[6].Kokok
H.
D.,
“Teaching
Factory and Dual System
sebagai pendekatan wajib di
Politeknik penerima Bantual
Revitalisasi”, Jakarta 2017.
[7].Dradjad Irianto, “Industry 4.0:
The Challenges of Tomorrow”,
Seminar
Nasional
Teknik
Industri, Batu Malang 2017.
[8].Kohler
and
Weiz,
“An
approach
to
control
production
process
by
providing
real
time
synchronization of flows and
enabling unitary & customize
production”, 2016.
[9].Tappey, et.al., “A general
concept
enabling
manufacturing with clements
of tactical intelligence using
advanced IoT, cloud & big
datatechnology”, 2016.
[10]. Nate Williams, Keep calm
and automate to unlock the
opportunity in the vertical

Internet of Things, Allianz
Global, September 2017.
[11]. Charles Moller, “The Vision
of
the
Forth
Industrial
Revolution”,
Aalborg
University, Denmark 2017.
[12]. Steffen
Wischmann,
“Smart machines will work
hand
in
hand
with
employees”,
German
Programmes
and
Mechanism – Autonomous
systems in the context of
Industry
4.0

Federal
initiatives
in
Germany,
2014.
[13]. Prof Dr Ir Egbert-Jan Sol,
“Government, Industry and
Institutions
must
show
leadership”, Director Smart
Industry Program Office,
2014.
[14]. Prof. Tullio Tolio, “The aim
is to create a long lasting
Italian
manufacturing
community”,
Fabbrica
Intelligence – An Italian
mechanism, President of the
Scientific
Technical
Committee
Cluster
Intelligent Factories, 2014.
[15]. Dirk
Slama,
“Things
become intelligent, and this
will change everything”,
Bosch
Member
of
the
Industrial
Internet
Consortium
Steering
Committee, 2014.
[16]. Denis Barrier, “… more
reactive, less time, less
space”,
Interactive
Communication and Data
management on the Shop
Floor – An overview of the
complete line and process,
Bosch Rexroth, Germany
2013.
[17]. Keith Jackson, “People will
always be the important in
an M4 factory”, Meggitt
9/8

Modular
Modifiable
Manufacturing (M4), 2013.
[18]. David Thomas, “We will
understand and Anticipate
customers needs”, Siemen
Congleton, 2013
[19]. Christian Prasse, “SMEs
may miss out on Business
opportunities”,
German
Study on SME Readiness for
Industry 4.0, Fraunholer IML,
2013.
[20]. Thorsten
Hulsmann,
“People are the key”, Skills
for Industry 4.0, New Ways
of Learning for Industry 4.),
Fraunholer
IML
and
GlobalGate 2013.
[21]. Susan Reiblein, “Build a
plan for your cloud journey”,
Secure
Cloud

Data
security in MoD relevent
environments.
Hewlett
Packard Enterprise, 2013

[22]. Lina Huertas, “Assess the
business benefit, not just
the latest technologycal
solution”, Diagnostic Tools,
Self-check
and
Demonstrator
Environments,
Manufacturing
Technology
Center, 2014.
[23]. Ben Sheridan, “Delivering
standards
will
require
international partnerships”,
Standards in the UK – Where
we are. BSI 2013.
[24]. Deloitte: White Paper on
Swiss
Manufacturing
Industry Challenges and
prospects
in
global
competition,
December
2012.
[25]. Deloitte:
Innovation
reinvented, Challenges and
solution for Switzerland’s
manufacturing
industry,
September 2013.

10/8