PENETAPAN HARGA PERSENTASE KRITIS PENAMB (1)

ARTIKEL ILMIAH
PENETAPAN HARGA PERSENTASE KRITIS PENAMBAHAN ALKOHOL 70% TERHADAP
SEDIAAN KRIM AIR DALAM MINYAK (w/o)

Oleh :
WAHYU KUSUMANING WARDHANI
061311133175

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017

CRITICAL PERCENTAGES BY ADDING ALCOHOL 70%
TOWARD WATER IN OIL CREAM

Wahyu Kusumaning Wardhani1), Moch. Lazuardi2), Boedi Setiawan3)
Kedokteran Dasar Veteriner, 3)Departemen Klinik Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga

1)Mahasiswa, 2)Departemen


ABSTRACT
This study was conducted to determine the smallest volume of alcohol 70% which can cause water in
oil cream unstable. Water in oil cream formulated by dissolving the water phase consisted of distilled water
and natrii biboras into the oil phase consisted of parafinnum liquidum and cera alba with temperature 75ºC on
water bath. Water in oirl cream divided into tree treatment group, group A with addition of alcohol 70% 0.030
ml, group B with addition of alcohol 70% 0.040 ml and group C with addition of alcohol 70% 0.050 ml. Probit
regression analysis obtained 0.034 ml is the smallest volume of alcohol 70% which can cause water in oil
cream unstable. Based on organoleptic observations obtained most stable formulation are group A with
characteristic homogeneous white, no rancidity and cracking also soft and oily testure. pH of group A is 8.
Based on microscopic observations water phase and oil phase of group A strongly bound.

Key words: Water in oil cream, cream instability, alcohol 70%

CRITICAL PERCENTAGES BY ADDING ALCOHOL 70%
TOWARD WATER IN OIL CREAM

Wahyu Kusumaning Wardhani1), Moch. Lazuardi2), Boedi Setiawan3)
Kedokteran Dasar Veteriner, 3)Departemen Klinik Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga


1)Mahasiswa, 2)Departemen

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui volume terkecil alkohol 70% yang dapat menyebabkan
krim air dalam minyak tidak stabil. Formulasi sediaan krim air dalam minyak dengan menlarutkan fase air
yang terdiri dari akuades dan natrii biboras ke dalam fase minyak yang terdiri dari paraffinnum liquidum dan
cera alba dengan temperature 75ºC diatas tangas air. Sediaan krim air dalam minyak dibagi atas tiga kelompok
perlakuan , kelompok A dengan penambahan alkohol 70% 0.030 ml, kelompok B dengan penambahan alkohol
70% 0.040 ml dan kelompok C dengan penambahan alkohol 70% 0.050 ml. Analisis regresi probit
menunjukkan bahwa volume terkecil alkohol 70% yang dapat menyebabkan sediaan krim air dalam minyak
tidak stabil adalah 0.034 ml. Analisis organoleptis menunjukkan bahwa kelompok A paling stabil dengan
karakteristik homogen berwarna putih, tidak ada penurunan pH, sediaan tidak pecah dengan tekstur lembut dan
berminyak. pH sediaan kelompok A ialah 8. Sediaan kelompok A secara mikroskopis tampak sangat terikat
kuat.

Kata kunci: Krim air dalam minyak, instabilitas krim, alkohol 70%
Pendahuluan
Penyakit kulit banyak terjadi baik pada hewan besar (ruminansia, kuda, babi) maupun pada hewan
kesayangan seperti anjing dan kucing. Penyakit kulit tidak bisa dianggap ringan, karena kulit merupakan

pelindung organ-organ yang lebih dalam, mempertahankan keseimbangan cairan elektrolit, mengatur suhu
tubuh, sebagai organ sensoris, serta menjaga estetika atau penampilan atas hewan (Triakoso, 2016).
Penyakit kulit dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu nutrisi, viral, bakterial, fungal, parasitik,
imunologis, dan neoplatik (Triakoso, 2016). Infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans dan kapang
dermatofit seperti Trichophyton mentagrophytes pada manusia dan hewan masih sangat sering terjadi
(Kusumaningtyas, 2008). Terapi penyakit kulit dapat dilakukan secara topikal atau sistemik. Obat topikal kulit
dapat berupa krim, salep, pasta dan obat cair. Pemilihan bentuk obat topikal dipengaruhi jenis kerusakan kulit,
daya kerja yang dikehendaki, kondisi penderita, dan daerah kulit yang diobati.Obat kulit digunakan untuk
mengatasi gangguan fungsi dan struktur kulit (Triakoso, 2016).Menurut Farmakope Indonesia III, krim adalah
sediaan setengah padat, berupa emulsi.

Krim merupakan salah satu sediaan setengah padat yang dipakai untuk mengobati penyakit kulit,
karena memberikan efek dingin, nyaman, dan tidak mengiritasi kulit pengguna (Anief, 2012). Pembuatan
sediaan krim didasarkan pada prinsip saponifikasi, dari suatu asam lemak tinggi dengan suatu basa dan
dikerjakan dalam suasana panas yaitu temperatur 70ºC - 80ºC (Dirjen POM, 1995). Kestabilan krim
bergantung pada komposisi kedua fase serta proses saponifikasi. Kestabilan krim dapat dinilai melalui teori
Oriented Wedengane yang menjelaskan tentang bahan pengikat antar fase air dan fase minyak yang
membentuk suatu keseimbangan yang disebut dengan Hidrofilik Lipofilik Balance System (Ansel, 2008).
Sediaan krim yang baik dapat dilihat dari berhasilnya bahan aktif sediaan krim tersebut masuk ke dalam
lapisan kulit. Masuknya bahan aktif ke dalam lapisan kulit bergantung pada pelarut (Anief, 2012).

Alkohol sering digunakan sebagai pelarut baik metanol, etanol maupun isopropanol.Alkohol memiliki
karakteristik tidak berwarna, volatil, dan dapat bercampur dengan air (Rowe et al., 2009). Alkohol yang
digunakan untuk pelarut obat-obatan, kosmetik, antiseptik ialah etanol (John et al, 2011).
Sediaan krim yang stabil merupakan suatu hal yang harus diperhatikan, mengingat pembuatan krim
bertujuan untuk pengobatan luar yang harus memperhatikan kenyamanan pasien. Formulasi yang tidak stabil
dapat dideteksi dengan pengamatan pada perubahan penampilan fisik, warna, bau, dan tekstur dari formulasi
tersebut, sedangkan perubahan kimia yang terjadi dapat dipastikan melalui analisis kimia (Ansel, 2008). Selain
itu, uji kestabilan sediaan krim dapat dilihat dari homogenitas fisik, nilai pH, viskositas, kapasitas sebar, tipe
krim (Colipa, 2004).
Diketahui bahwa salah satu ketidakstabilan sediaan krim ialah akibat penambahan alkohol, sementara
hingga saat ini belum diketahui batas instabilitas krim dengan jumlah penambahan alkohol tertentu. Demikian
pula jenis derivat alkohol yang dipakai, termasuk tingginya ikatan metil OH. Apabila mampu diketahui batas
rusak sediaan krim terhadap penambahan alkohol, maka dapat diketahui pula volume yang dapat digunakan
untuk melarutkan bahan aktif tersebut (Lazuardi, 2016).
Berkaitan dengan latar belakang di atas, maka akan dilakukan penelitian nilai kritis jumlah alkohol
yang menyebabkan ketidakstabilan krim, agar dapat diketahui kondisi dimana kestabilan sediaan krim secara
optimum.

Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember – Januari 2017 di Laboratorium Farmasi Veteriner

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Pemeriksaan Spektrofotometer infra merah di
Laboratorium Analisis Farmasi Universitas Airlangga.
Bahan penelitian menggunakan bahan dasar basis krim meliputi white beeswax pellet, paraffin
liquidum, natrii biborax, aquadest, serta alkohol 70%.
Alat yang digunakan selama penelitian adalah glove, masker, kertas pH, gelas ukur 100 ml, beaker
glass 100 ml, gelas pengaduk, kaca arloji 6 cm, cawan uap 50 ml, mortir 10 cm, pipet ukur 10 ml, cover glass,
object glass cekung, pipet ukur 5 ml, timbangan analitik (neraca O’Hauss), pot krim, sudip, mikroskop,
inkubator, waterbath.
Penelitian ini terdiri dari tiga kelompok perlakuan dengan enam ulangan pada setiap perlakuan yaitu
kelompok A dengan penambahan alkohol 70% 0.030 ml, kelompok B dengan penambahan alkohol 70% 0.040
ml serta kelompok C dengan penambahan alkohol 70% 0.050 ml.
Pembuatan basis krim
Pembuatan basis krim diawali dengan pemisahan bahan fase minyak (Cera alba, paraffin liquidum)
dengan bahan fase air (aquadest, natrii biborax). Bahan dengan fase minyak yang terdiri paraffin liquid dan
cera alba diletakkan pada cawan uap dan dipanaskan di atas water bath hingga tercampur rata atau homogen,
kemudian untuk bahan fase air natrii biboras dicampurkan ke dalam beaker yang berisi air aquades yang sudah
mendidih di atas water bath dan aduk hingga rata, selanjutnya fase minyak dan fase air dicampurkan dengan
menuangkan larutan fase air yang ada di dalam beaker glass secara perlahan ke dalam cawan uap yang berisi
larutan fase minyak dilakukan diatas waterbath sehingga pada saat pencampuran dilakukan akan terjadi proses
penyabunan (saponifikasi), ketika proses penyabunan berlangsung sediaan krim tetap diaduk sampai homogen.

Krim yang telah diaduk homogen pada cawan uap diatas waterbath dimasukkan kedalam mortir dan
digerus sampai krim homogen dan mengental, kemudian sediaan basis krim dimasukkan pada setiap wadah
sama banyak (satu gram) dan dilakukan uji organoleptis, uji pH, dan Spektrofotometer InfraRed (IR).
Setelah pembuatan basis krim dilakukan uji pada suhu ruang dengan menyimpan sediaan basis krim
pada incubator dengan suhu ruang selama 7 hari, dilakukan observasi kestabilan basis krim setiap hari dengan

pemeriksaan homogenitas, nilai pH, dan pemeriksaan organoleptis yang terdiri dari pemeriksaan warna, bau,
dan tekstur krim.
Pemberian Alkohol 70% terhadap Krim (w/o)
Alkohol 70% diteteskan terhadap sediaan krim w/o menggunakan mikro pipet. Berikut volume
alkohol 70% yang ditambahkan pada sediaan krim w/o :
Tabel 3.1 Tabel Jumlah Alkohol yang ditambahkan
Sediaan Krim
(Satu sampel memiliki massa satu mg)
Kelompok Kontrol
Kelompok A
Kelompok B
Kelompok C

Volume Alkohol 70%

(ml)
0.030
0.040
0.050

Uji stabilitas dengan uji di percepat
Sampel sediaan krim dengan tambahan alkohol 70% disimpan pada suhu 48ºC dan 8ºC secara
bergantian selama siklus (1 siklus 12 jam pada suhu 48ºC dan 12 jam pada suhu 8ºC dalam inkubator). Setiap
satu siklus dilakukan observasi dengan pemeriksaan organoleptis (warna, bau, tekstur) , pemeriksaan
homogenitas menggunakan mikroskop, pemeriksaan pH, dan pemeriksaan dengan Spektrofotometer infrared
pada siklus terakhir (Mollet & Grubenmann., 2001).
Hasil dan Pembahasan
Hasil dari pengamatan sediaan krim pada tahap inkubasi pada suhu ruang dan uji dipercepat dilakukan
dengan melakukan penilaian atau scoring dengan melihat lima kriteria krim yang dikatakan baik (Colipa,
2004) yaitu warna sediaan putih, bau khas cacao, tekstur berminyak dan lembut, homogen atau tidak terjadi
pemisahan masing-masing fase dan nilai pH 4,5-8 yang diubah dalam bentuk skoring .
Pengamatan secara organoleptis dilakukan untuk mengetahui tampilan fisik sediaan krim w/o yang
dibuat. Secara organoleptis sediaan krim air dalam minyak (w/o) dinyatakan baik dengan melihat lima aspek
sebagai berikut :
a. Warna : putih

b. Aroma : tidak beraroma dan tidak tengik
c. pH : 8

d. Bentuk : setengah padat, lunak dan berminyak
e. Homogenitas : tidak pecah atau tidak kriming
Penilaian terhadap hasil pengamatan secara organoleptis sediaan krim air dalam minyak (w/o)
dilakukan dengan skoring, dimana sediaan krim air dalam minyak (w/o) yang baik memiliki nilai lima (5) yang
berarti sediaan tersebut memiliki semua aspek sesuai kriteria yang dimana setiap kriteria bernilai satu (1), jika
sediaan krim air dalam minyak (w/o) tidak memiliki salah satu atau beberapa aspek dari kriteria yang
ditentukan maka nilai sediaan krim air dalam minyak akan berkurang sesuai jumlah aspek yang tidak dimiliki.

Tabel 4.1 akan menunjukkan hasil pengamatan terhadap sediaan krim air dalam minyak (w/o)
selama tiga siklus (1 siklus = 12 jam pada 48ºC dan 12 jam pada 8ºC) :
Tabel 4.1 Rata-Rata dan Simpangan Baku Nilai Organoleptis Sediaan Krim Air dalam Minyak
(w/o) Kelompok Perlakuan
Siklus
(1 siklus = 12 jam pada 48ºC dan 12
jam pada 8ºC)

Kelompok Perlakuan

(x̅ ± SD)

A
B
C
(0.030 ml)
(0.040 ml)
(0.050 ml)
5.00ᵇ ± 0
5.00ᵇ ± 0
5.00ᵇ ± 0
I
4.60ᵃᵇ ± 0.52
4.00ᵃᵇ ± 0.89
3.50ᵇ ± 0.55
II
4.30ᵃ ± 0.52
3.50ᵃ ± 0.55
3.50ᵃ ± 0.55
III

ᵃᵇͨ Superskrip berbeda pada kolom yang sama, menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan (p 0.05). Kelompok perlakuan B pada siklus I tampak berbeda nyata dengan siklus III sebesar 0.024 (p
< 0.05) tetapi tidak berbeda nyata dengan siklus II sebesar 0.063 (p > 0.05). Kelompok C menunjukkan
perbedaan yang nyata pada setiapsiklus (p < 0.05).
Tabel 4.1 menjelaskan bahwa kerusakan atau ketidakstabilan krim air dalam minyak (w/o)
dikarenakan suhu ekstrim yang digunakan pada uji dipercepat selama tiga siklus (1 siklus = 12 jam pada 48ºC
dan 12 jam pada 8ºC) yang mempengaruhi pecahnya fase air dengan fase minyak sehingga sediaan krim air
dalam minyak (w/o) tidak homogen.
pH normal untuk kulit menurut SNI 16-4399-1996 yaitu 4.5 – 8. Perubahan pH sediaan selama
penyimpanan menandakan kurang stabilnya sediaan selama penyimpanan. Ketidak stabilan ini dapat merusak

produk selama penyimpanan atau penggunaan. Perubahan bilai pH akan terpengaruh oleh media yang
terdekomposisi oleh suhu hingga saat pembuatan atau penyumpanan yang menghasilkan asam atau basa, asam
atau basa ini yang mempengaruhi pH (Young et al., 2002).
Sediaan krim air dalam minyak (w/o) yang tampak tidak homogen atau mengalami pecah disebabkan
oleh fase air dan fase minyak dalam sediaan sudah terpisah atau dengan kata lain tidak terikat kuat. Fase air
dan fase minyak yang terpisah diakibatkan korpuskel krim tidak seimbang sehingga tidak terjadinya proses
penyabunan (saponifikasi) pada sediaan krim (Lazuardi, 2016).
Uji spektrofotometri infra merah (IR) dilakukan untuk sediaan krim w/o tanpa perlakuan (Kelompok
Kontrol), penambahan alkohol 70% 0.030 ml (Kelompok A), penambahan alkohol 70% 0.040 ml (Kelompok
B), serta penambahan alkohol 70% 0.050 ml (Kelompok C).

Hasil uji spektrofotometri menunjukkan bahwa gugus fungsi yang terkandung dalam sediaan krim air
dalam minyak (w/o) pada kelompok kontrol, kelompok A, kelompok B serta kelompok C tidak memiliki
perbedaan. Perbedaan yang dapat dilihat adalah luas kurva gugus O-H pada bilangan gelombang 3000 cmˉ¹ 4000 cmˉ¹ yang dimana kelompok kontrol memiliki luas sebesar 2.09 cm², kelompok A memiliki luas sebesar
1.30 cm², kelompok B memiliki luas sebesar 1.10 cm² dan kelompok C memiliki luas sebesar 0.6 cm², hal
tersebut menunjukkan bahwa semakin meningkat volume alkohol 70% yang diberikan maka luas daerah gugus
O-H semakin kecil.
Bilangan gelombang 4000 cmˉ¹ – 3000 cmˉ¹ adalah daerah komposisi air (H – O –H) dengan
rekonstruksi ikatan HOˉ – H+ stretching, artinya pada saat radiasi elektromagnetik sampai ke bagian matriks
krim komponen ion OH tarik menarik dengan H+ sehingga menghasilkan persen transmitan berbeda – beda
tergantung dari volume air (Winarno, 2010).
Tabel 4.2 terlihat jelas perbedaan luas area gugus O-H pada setiap perlakuan, dapat dilihat bahwa
semakin meningkat volume alkohol 70% yang ditambahkan pada sediaan krim air dalam minyak (w/o)
semakin kecil luas area kurva gugus O-H. Hal ini dikarenakan peningkatan volume alkohol 70% terhadap
sediaan krim air dalam minyak (w/o) mempengaruhi ikatan atau stretchingpada gugus O-H, sehingga terjadi
lepasnya kompomen air dengan minyak pada setiap kelompok perlakuan (Winarno, 2010). Terpisahnya ikatan

air dengan minyak menyebabkan proses saponifikasi pada sediaan krim air dalam minyak (w/o) terhenti,
berhentinya proses saponifikasi inilah yang menghasilkan sediaan krim tidak stabil atau rusak.
Tabel 4.3 Analisis Regresi Probit terhadap Jumlah Sampel Sediaan Krim Air dalam Minyak (w/o) yang Rusak
pada Kelompok Perlakuan
Kelompok Perlakuan
Siklus
(1 siklus = 12 jam pada 48ºC dan 12 jam pada 8ºC)
I
II
III
0
2
4
A
(0.030 ml)
0
4
6
B
(0.040 ml)
0
6
6
C
(0.050 ml)
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa penambahan alkohol 70% sebanyak 0.030 ml (kelompok A), 0.040 ml
(kelompok B), 0.050 ml (kelompok C) pada siklus I belum merusak sediaan. Penambahan alkohol 70%
sebanyak 0.030 ml (kelompok A) pada siklus II belum merusak setengah dari banyaknya pengulangan atau
sebesar dua sampel, namun pada siklus III sampel yang rusak melebihi setengah dari banyaknya pengulangan
atau sebesar empat sampel. Penambahan alkohol 70% sebanyak 0.040 ml (kelompok B) pada siklus II sampel
yang rusak melebihi setengah dari banyaknya pengulangan atau sebesar empat sampel, sedangkan pada siklus
III semua sampel rusak atau sebesar enam sampel. Penambahan alkohol 70% sebanyak 0.050 ml (kelompok C)
pada siklus II semua sampel rusak atau sebesar enam sampel. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan krim air
dalam minyak (w/o) tetap stabil apabila ditambahkan alkohol 70% sebanyak 0.030 ml (kelompok A) dan
penambahan alkohol 70% sebanyak 0.040 ml (kelompok B) serta 0.050 ml (kelompok C) menyebabkan
sediaan krim tidak stabil.
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa semakin meningkat volume alkohol yang ditambahkan pada sediaan
krim air dalam minyak (w/o) dan semakin lama siklus pada uji dipercepat maka semakin banyak jumlah
sediaan krim air dalam minyak (w/o) yang rusak atau tudak stabil serta semakin menurunnya kualitas sediaan
krim air dalam minyak (w/o).
Rusaknya sediaan krim air dalam minyak (w/o) dapat dikarenakan suhu ekstrim pada uji dipercepat
yang dapat menyebabkan fase air dalam sediaankrim air dalam minyak (w/o) menguap, namun pada penelitian
ini wadah untuk sediaan krim menggunakan pot yang bertutup sehingga komponen air tidak menguap dan
tidak menyebabkan sediaan krim air dalam minyak (w/o) menjadi kering.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa sediaan krim air dalam
minyak (w/o) yang baik berwarna putih, tidak beraroma tengik, memiliki pH 8, berbentuk setengah padat,
bertekstur lunak dan berminyak dengan volume terkecil alkohol 70% yang dapat menyebabkan 50% sedian
krim air dalam minyak (w/o) rusak atau tidak stabil ialah 0.034 ml.

Daftar Pustaka
Agral, O. 2013.Formulasi dan Uji Kelayakan Sediaan Krim Anti Inflamasi Getah Tanaman Patah Tulang
(Euphorbia tricucalli L.). Jurnal Ilmiah Farmasi Universitas Samratulangi.
Allen, L. V. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients, Sixt Edition.Rowe R., C., Shekey, P. J., Queen, M.
E., (Editor). London. Pharmaceutical Press and American Pharmacists Assosiation. 17 – 19.
Anief, M. 2012, Farmasetika.Yogyakarta.Gajah Mada University Press.
Ansel, H. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta. Universitas Indonesia Press.
Asmara, A. 2012.Vehikulum dalam Dermatoterapi Topikal.MDVI.
Ayu, P. 2016. Identifikasi dan Prevalensi Kejadian Ringworm pada Sapi Bali. Jurnal Veteriner.
Bernatoniene, J., Masteikova, R., Davalgiene, J., Peciura, R., Gauryliene, R., Bernatoniene, R. 2011. Topical
Application of Calendula Officinalis (L); Formulation and Evaluation of Hydrophilic with Antioxidant
Activity.Journal of Medical Plants Research.
Bhide, M. and Nitave, S. 2015.Formulation and Evaluation of Polyherbal Cosmetic Cream.World Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences.
Colipa Guidelines. 2004. Guidelines For The Stability Testing of Cosmetic Product. The European Cosmetics
Association.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dipahayu, D. 2014. Formulasi Krim Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar Ungu (Ipoema batatas (L.)
Lamk) Sebagai Anti Aging.Pharm Sci. 166- 179.
Dorland, Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Gholib, D. 2010. Penyakit Kulit oleh Kapang Dermatofit (Ringworm) pada Kelinci. Balai Penelitian Veteriner.
Hana, H. 2013. Physical Stability and Activity of Cream W/O Etanolic Fruit Extract of Mahkota Dewa
(Phaleria macrocarpha (scheff.)Boerl) as A Sunscreen.Trad.Med J.
Irianto, K. 2006. Mikrobiologi. Bandung. CV. Yrama Widya.
Kayati, S. 2012. Kelainan Kulit Anjing Jalanan pada Beberapa Lokasi di Bali. Buletin Veteriner Udayana.

Kusantati, H., dkk. 2008. Tata Kecantikan Kulit Jilid 3. Jakarta. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan.
Lachman, L. et al. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta. Universitas Indonesia Press
Lazuardi, M. 2016. Bagian Umum Ilmu Farmasi Veteriner. Bogor. Ghalia Indonesia.
Mollet, H. and Grubermann, A. 2001.Formulation Thechnology : Emulsions, Suspensions, Solid Form, 261 –
262, Wiley – Vch, Toronto.
Puspa, A. 2013. Formulasi Krim Ekstrak Etanol Daun Lamun (Syringodium isoetifolium). Jurnal Ilmiah
Farmasi Universitas Sam Ratulangi.
Syamsuni.2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Triakoso, N. 2016. Ilmu Penyakit Dalam Veteriner. Surabaya. PT. Revka Petra Media.
Wade, Ainley, and Paul J. Weller. 2000. Handbook of Pharmaceutical Recipients, sixth edition. Washington.
American Pharmaceutical Association.
Winarti, L. 2013. Diktat Kuliah Formulasi Sediaan Semisolid (Formulasi Salep, Krim, Gel, Pasta dan
Suppositoria) Semester VI. Jember. Fakultas Farmasi Universitas Jember.