PENINGKATAN BERPIKIR KRITIS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO PADA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

(1)

ABSTRACT

INCREASING OF STUDENT'S CRITICAL THINGKING BY USING PORTOFOLIO LEARNING MODEL ON CIVIC EDUCATION

By

DWIPA FREDY PUTRI

Classroom action research aims to determine the planning and implementation of civic education using portofolio learning model and observation of students' critical thinking. Observation tool used camera and video. Data collection techniques obtained from observation, field notes, test sheets, and camera. Processing techniques and data analysis using descriptive analysis. Results of classroom action research, cycle I using newspaper media showed activities of teachers and students' critical thinking in the unfavorable category. Cycle II using newspaper media, and Internet also shows yet reached the expected indicators on students' critical thinking. Cycle III there is increase students' critical thinking using newspaper media, internet and related officials in using portofolio learning model. Students are able to analyze, correlate and evaluate all problem aspects, perform centering on issues, gather and organize information, verify information, determine the reason of answer, remembering and connecting with the previous study, draw conclusions, analyze and reflect on it naturally.


(2)

ABSTRAK

PENINGKATAN BERPIKIR KRITIS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO PADA PENDIDIKAN

KEWARGANEGARAAN

Oleh

DWIPA FREDY PUTRI

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mengetahui perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan menggunakan model pembelajaran portofolio serta pengamatan berpikir kritis siswa. Alat pengamatan yang digunakan kamera dan video. Teknik pengumpulan data diperoleh dari observasi, catatan lapangan, lembar tes, dan kamera. Teknik pengolahan dan analisis data menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian tindakan kelas, siklus I menggunakan media surat kabar menunjukkan kegiatan guru dan berpikir kritis siswa dalam kategori kurang baik. Siklus II menggunakan media surat kabar, dan internet juga menunjukkan belum mencapai indikator yang diharapkan pada berpikir kritis siswa. Siklus III terjadi peningkatan berpikir kritis siswa menggunakan media surat kabar, internet dan pejabat terkait dalam penggunaan model pembelajaran portofolio. Siswa sudah dapat menganalisis, menghubungkan dan mengevaluasi semua aspek permasalahan, melakukan pemusatan pada bagian permasalahan, mengumpulkan dan mengatur informasi, memeriksa kebenaran informasi, menentukan alasan dari jawaban, mengingat dan menghubungkan dengan pembelajaran yang terdahulu, menarik kesimpulan, serta menganalisis dan merefleksinya secara alami.


(3)

PEMBELAJARAN PORTOFOLIO PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

(Tesis)

Oleh

DWI PA FRE DY PUTRI

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

PEI{INGKATAN BERPIKIR

KRITIS

SISWA MENGGUNAKAI{ MODET

PEMBETAJARAN PORTOFOTIO PADA

MATA

PELAJAMN

PENDIDIIGN

KEIIARGANEGARAAN

Oleh

DWIPA FREDY

PUTRI

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

MAGISTER PENDI DIKAN IPS

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

2014


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Alur Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ... 76 2. Diskusi Kelompok Kecil Waktu Mengidentifikasi Masalah Pada

Siklus I ... 106 3. Kegiatan Peserta Didik Dalam Membuat Portofolio Kelas Pada

Siklus I ... 109 4. Hasil Portofolio Kelas Siklus I ... 110 5. Kegiatan peserta didik waktu show-case pada siklus I ... 111 6. Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik

Siklus I ... 122 7. Diskusi Kelompok Kecil Waktu Mengidentifikasi Masalah Pada

Siklus II ... 130 8. Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik

Siklus II ... 140 9. Wawancara Peserta Didik Dengan Petugas Kecamatan ... 154 10. Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik

Siklus III ... 166 11. Prosentase Peningkatan Pertumbuhan Kemampuan Berpikir Kritis

Peserta Didik Setiap Siklus ... 188 12. Peningkatan Skor Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Persiklus

Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Portofolio ... 190 13. Peningkatan Kemampuan Guru Setiap Siklus ... 197 14. Hasil Penelitian Siklus I, II, dan III Dalam Desain PTK ... 198 15. Hasil Tindakan dan Pertumbuhan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta


(6)

JtIduITesis

:

PENINGI(ATAN BERPIKIR KRITIS SISUTTA MENGGUNAKAN MODEL PEMBEWARAN PORTOFOUO PADA MATA PEIAIAMN PENDIDIKAN KEWARGANEGARMN

ilama

Mahasisan

: DWIPA

FREDY PUTRI t{o. Pokok Mahasiswa

:

1123031011

Program Studi Fakultas

i.l

:;'r

.:'

i

\i

MENwruJUr

:::

1. Komisi Fembimbing

Mffi

.9gqryl

g_., s.Pd.,

slr.,

u.lvt.

Dr

.

traw{nduntoro,

M.S.

198603 1

003

NIp 19560323 198.t03 t 003

2. Ketua Program Pascasarjana

'

H. Pargito,

M.Pd.


(7)

MENGESAHKAN

1. Tim

Penguji

Ketua

:

Dr. R. Gunawan S., S.Pd., S.E.,

Seketaris

:

Dr. Irawan Suntoro, M.S.

PengujiAnggota

:

I.

Prof. Dr. Sudjarwo,

M.S.

il.

Dr. H. Pargito,

M.Pd.

Keguruan dah Ilmu Pendidilen

wBapng,Rahman,

M.si.

196m3ffi 198503 1003

Program Pascasarjana

.

Sudjarwo, M.S.

198103

I

002

fuH-$

ffi*1

f;;ffiI

4.

Tanggal Lulus Ujian :

l0luni

ZAI/.


(8)

LEMBAR PER}IYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya, bahwa:

l.

Tesis dengan judul *PENTNGKATAIY BERPTKTR

KRrrrs

srswA

MENGGI}NAKAIY

MODEL

PEMBELAJARAN PORTOFOLIO

PAI}A

MATA

PELAJARAN

PENDIDIKAN KEWARGAI\-trGARAAN" adalah karya saya sendiri dan saya,tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan

cara yang tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut plagiatisme.

2.

I{ak intelektual atas karya

ilmiah

ini

diserahkan sepenuhnya kepada Universitas Lampung.

Atas pernyataan

ini,

apabila dikemudian

hari temyata ditemukan

adanya hetidakbenaran, saya bersedia rnenanggung akibat dan sanksi yang diberikan hcpada saya. Saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang

bcriaku.

Bandar Lampung, Juni 2014 Pembuat Pernyataan,

DWIPA FREDY PUTRI I{PM 1123031011


(9)

MOTO

Hidup adalah perjuangan demi mencapai kebahagiaan,

maka bertekadlah dan berusahalah untuk maju dan berhasil karena

kebahagiaan yang terindah yang dapat diberikan kepada keluarga

adalah kesuksesan....

(Dwipa Fredy Putri)


(10)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur dan bahagia atas segala rahmat yang diberikan Allah SWT, peneliti persembahkan tesis ini kepada orang-orang tersayang berikut ini.

1. Suamiku tercinta Ratu Tegar Prasasmita, A.Md. yang selalu ada disaat peneliti susah dan senang, terima kasih untuk suamiku atas motivasi, nasihat, perhatian, kesabaran dan pengorbananmu.

2. Kedua orang tuaku tersayang Mama Ratna Juwita dan Papa Fredy Victory Bey yang selalu mendoakan dan mendidikku untuk menjadi orang yang rajin, sabar, ikhlas dan selalu bersyukur atas limpahan rahmat dari Allah SWT sehingga peneliti bisa seperti sekarang ini.

3. Terimakasih saudara-saudaraku yang telah memberikan motivasi dan mendoakan peneliti hingga selesainya tesis ini.


(11)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Palembang pada tanggal 23 Februari 1987, merupakan anak kelima dari enam bersaudara pasangan dari Bapak Fredy Victory Bey dan Ibu Ratna Juwita.

Peneliti menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 506 Palembang diselesaikan pada tahun 1999, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Palembang pada tahun 2002, Pendidikan Menengah Atas di SMA Muhammadiyah 1 Bandar Lampung pada tahun 2005. Selanjutnya peneliti kuliah S1 FKIP PKn di Universitas Lampung selesai pada tahun 2009.

Peneliti diangkat menjadi PNS pada bulan Desember 2009 di SMK Negeri 4 Bandar Lampung. Menikah dengan Ratu Tegar Prasasmita, A.Md. pada tanggal 9 November 2012.

Pada tahun 2011 peneliti melanjutkan S2 di Universitas Lampung pada program studi Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan sosial pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.


(12)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Tesis dengan judul “Peningkatan Berpikir Kritis Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Portofolio Pada Pendidikan Kewarganegaraan” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Peneliti menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti berterima kasih kepada semua pihak baik secara langsung maupun secara tidak langsung yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil dalam menyelesaikan tesis ini. Secara khusus pada kesempatan ini peneliti menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hi. Sugeng P. Herianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Bapak Prof. Dr. Hi. Sudjarwo, M.S., selalu Direktur Pascasarjana Universitas Lampung dan sekaligus sebagai Pembimbing Akademik dan Pembahas I yang bersedia untuk membimbing, memberi masukan, saran dan menyumbangkan pemikirannya hingga tesis ini semakin baik.


(13)

3. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.S., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Bapak Dr. Hi. Pargito, M.Pd., Selaku Ketua Program Pascasarjana Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung, sekaligus Pembahas II yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik yang membangun demi kesempurnaan tesis ini.

5. Bapak Dr. Hi. R. Gunawan. S, S.Pd, S.E, M.M., selaku Pembimbing I yang bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi motivasi, saran dan ide-ide hingga tesis ini selesai.

6. Bapak Dr. Irawan Suntoro, M.S., selaku Pembimbing II yang telah memberikan saran, kritik dan waktunya untuk membimbing peneliti untuk menyelesaikan tesis ini.

7. Bapak dan Ibu dosen Program Pascasarjana Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung yang dengan tulus dan ikhlas memberikan ilmu dan pengalamannya kepada peneliti.

8. Ibu Dra. Septiana, M.M., selaku Kepala SMK Negeri 4 Bandar Lampung yang telah memberikan ijin penelitian dan juga mendoakan penulis hingga selesainya tesis ini.

9. Orang tuaku papa Fredy Victory Bey dan mama Ratna Juwita yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian dan motivasi sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis ini.

10. Suamiku Ratu Tegar Prasasmita, A.Md., yang selalu sabar, ikhlas dan pengertian sehingga peneliti dapat bangkit dari rasa malas dalam menyelesaikan tesis ini.


(14)

11. Seluruh sahabatku di Magister Pendidikan IPS angkatan 2011, serta rekan sekerjaku Ibu Amelia Vidyastuti, M.Pd., yang telah membantu dan memberikan saran kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

12. Seluruh peserta didikku di SMK Negeri 4 Bandar Lampung yang telah banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga tesis yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Bandar Lampung, Juni 2014


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Fokus Masalah ... 8

1.3 Rumusan Masalah ... 9

1.4 Tujuan Penelitian ... 9

1.5 Kegunaan Penelitian ... 10

1.6 Ruang Lingkup ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar dan Pembelajaran ... 14

2.2 Teori Belajar Konstruktivisme ... 22

2.3 Kaitan teori belajar dengan kemampuan berpikir kritis ... 27

2.4 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 28

2.5 Model Pembelajaran Portofolio ... 43

2.6 Pendidikan Kewarganegaraan ... 53

2.7 Ilmu Pengetahuan Sosial Kaitan Dengan PKn ... 63

III. METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ... 74

3.2 Prosedur Penelitian Tindakan ... 75

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ... 87

3.4 Subjek dan Objek Penelitian ... 87

3.5 Operasional/Skenario Penelitian ... 88

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 88

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 89

3.8 Desain Operasional ... 90

3.9 Indikator Keberhasilan Berpikir Kritis ... 90

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinjauan Umum Lokasi Penelitian ... 94

4.2 Deskripsi Pembelajaran PKn Pra Penelitian ... 99

4.3 Deskripsi Hasil Penelitian ... 102

1. Hasil Penelitian Siklus I ... 102

a. Perencanaan ... 102


(16)

c. Observasi ... 112

d. Refleksi ... 124

e. Rekomendasi Siklus I ... 126

2. Hasil Penelitian Siklus II ... 126

a. Perencanaan ... 126

b. Pelaksanaan ... 128

c. Observasi ... 135

d. Refleksi ... 144

e. Rekomendasi Siklus II ... 147

3. Hasil Penelitian Siklus III ... 147

a. Perencanaan ... 147

b. Pelaksanaan ... 149

c. Observasi ... 158

d. Refleksi ... 169

e. Rekomendasi Siklus III ... 172

4.4 Pembahasan ... 172

1. Siklus I ... 172

2. Siklus II ... 177

3. Siklus III ... 182

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 207

5.2 Saran ... 209 DAFTAR PUSTAKA


(17)

Tabel Halaman 1. Kegiatan Siswa Pada Saat Diskusi Kelompok Mata Pelajaran PKn

Kelas X AP2 di SMKN 4 Bandar Lampung Tahun 2013/2014 ... 2

2. Aktivitas Siswa Yang Kurang Relevan di Kelas X AP2 SMKN 4 Bandar Lampung Tahun 2013/2014 ... 4

3. Kisi-Kisi Instrumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan Model Pembelajaran Portofolio (IPKG 1) ... 80

4. Kategori dan Penskoran RPP ... 80

5. Kisi-Kisi Instrumen Pelaksanaan Model Pembelajaran Portofolio ... 83

6. Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis ... 85

7. Daftar Sarana dan Prasarana di SMK Negeri 4 Bandar Lampung ... 98

8. Jumlah Siswa SMK Negeri 4 Bandar Lampung ... 99

9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I ... 115

10. Hasil Observasi Kemampuan Guru Dalam Model Pembelajaran Portofolio Dengan Media Surat Kabar Siklus I ... 119

11. Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Siklus I ... 121

12. Hasil Observasi Kemampuan Berpikir Kritis Tiap Indikator Siklus I ... 122

13. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II ... 136

14. Hasil Observasi Kemampuan Guru Dalam Model Pembelajaran Portofolio Dengan Media Surat Kabar Dan Internet Siklus II ... 137

15. Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Siklus II ... 140

16. Hasil Observasi Kemampuan Berpikir Kritis Tiap Indikator Siklus II ... 141

17. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus III ... 160

18. Hasil Observasi Kemampuan Guru Dalam Model Pembelajaran Portofolio Dengan Media Surat Kabar, Internet Dan Pejabat Terkait Siklus III ... 163

19. Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Siklus III ... 166

20. Hasil Observasi Kemampuan Berpikir Kritis Tiap Indikator Siklus III ... 167

21. Rekapitulasi Nama-Nama Peserta Didik Yang Mencapai Batas KKM Atau ≥75 Pada Siklus I ... 175

22. Rekapitulasi Nama-Nama Peserta Didik Yang Belum Mencapai Batas KKM Atau ≤75 Pada Siklus I ... 176

Tabel Halaman 23. Rekapitulasi Nama-Nama Peserta Didik Yang Mencapai Batas KKM Atau ≥75 Pada Siklus II ... 178

24. Rekapitulasi Nama-Nama Peserta Didik Yang Belum Mencapai Batas KKM Atau ≤75 Pada Siklus II ... 179 25. Rekapitulasi Nama-Nama Peserta Didik Yang Mencapai Batas KKM


(18)

Atau ≥75 Pada Siklus III ... 183 26. Rekapitulasi Nama-Nama Peserta Didik Yang Belum Mencapai Batas

KKM Atau ≤75 Pada Siklus III ... 184 27. Data Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik

Persiklus ... 187 28. Persentase Peningkatan Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Setiap

Siklus ... 188 29. Rekapitulasi Perkembangan Penyusunan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) Setiap Siklus ... 191 30. Kemampuan Guru Dalam Proses Pembelajaran PKn Menggunakan

Model Pembelajaran Portofolio Setiap Siklus ... 195 31. Hasil Tindakan dan Pertumbuhan Kemampuan Berpikir Kritis


(19)

I. PENDAHULUAN

Pembahasan dalam bab ini akan difokuskan pada beberapa subbab yang terdiri dari latar belakang masalah, fokus masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan ruang lingkup penelitian. Untuk lebih jelasnya pembahasan untuk tiap subbab sebagai berikut.

1.1 Latar Belakang Masalah

Kegiatan pembelajaran disekolah dituntut keaktifan peserta didik dalam menggali potensi diri agar dapat meningkatkan kecerdasan, keterampilan dan kemampuan berpikir kritis. Untuk itu, diperlukan suasana belajar yang menyenangkan agar peserta didik tidak merasakan bosan, jenuh, dan mata pelajaran yang diajarkan tidak terkesan monoton dan tidak menarik selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam menciptakan kondisi tersebut maka guru perlu menguasai sedalam-dalamnya tentang materi yang akan disampaikan baik metode dan teknik mengajar.

Hal tersebut sesuai dengan tujuan mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagai berikut ini.

1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menangggapi isu kewarganegaraan.

2. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggungjawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.


(20)

3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.

4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. (Kurikulum KTSP, 2006).

Berdasarkan pengamatan awal selama mengajar pelajaran pendidikan kewarganegaraan di SMKN 4 Bandar Lampung khususnya kelas X AP2 (Administrasi Perkantoran), peserta didik kurang dalam menunjukkan kemampuan berpikir kritis mereka seperti yang tertera pada Tabel 1.1 berikut ini.

Tabel 1. Kegiatan Siswa Pada Saat Diskusi Kelompok Mata Pelajaran PKn Kelas X AP2 di SMKN 4 Bandar Lampung Tahun 2013/2014

No Kegiatan Siswa Dalam Pembelajaran

Jumlah Siswa

No Absen Peserta Didik Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Siswa kurang mampu dalam memberikan penjelasan materi yang ditanyakan guru Siswa kurang mampu menganalisis

pertanyaan

Siswa kurang mampu dalam mempertahankan argumen

Siswa kurang mampu dalam menentukan alasan dari jawaban Siswa kurang mampu dalam mengingat dan menghubungkan dengan pembelajaran terdahulu

Siswa kurang mampu membuat kesimpulan materi 28 7 11 14 22 22 1,2,3,5,6,7,9,10,11,12, 14,15,16,19,23,24,26 ,27,28,29,30,31,32,35, 36,37,38,40 1,2,3,5,9,15,16 1,2,3,5,7,9,12,15,16,32, 35 1,2,3,4,5,6,7,9,14,15,16 ,30,32,35 1,2,3,4,5,6,7,9,10,12,14 ,15,16,26,27,30,31,32, 35,36,37,38 1,2,3,4,5,6,7,9,10,12,14 ,15,16,26,27,30,31,32, 35,36,37,38 70% 17,5% 27,5% 35% 55% 55%


(21)

Data tersebut menunjukkan bahwa pada saat diskusi kelas masih ada peserta didik yang kurang serius dalam pembelajaran PKn seperti: peserta didik kurang mampu dalam memberikan penjelasan materi yang ditanyakan guru sebanyak 28 orang, hal itu ditujukan pada saat guru memberikan pertanyaan mengenai materi tentang minggu lalu peserta didik banyak yang tidak dapat menjawab dengan alasan sudah lupa dengan materi yang diberikan, peserta didik kurang mampu menganalisis pertanyaan sebanyak 7 orang, hal itu ditujukan pada saat diskusi tanya jawab antar peserta didik masih ada peserta didik yang kurang paham akan pertanyaan yang diberikan kepada mereka, peserta didik kurang mampu dalam mempertahankan argumen sebanyak 11 orang, hal itu ditujukan pada saat diskusi masih ada peserta didik yang menganggap diskusi kelas biasa sehingga mereka tidak mau untuk mempertahankan argumen, peserta didik kurang mampu dalam menentukan alasan dari jawaban sebanyak 14 orang, hal itu ditujukan pada saat diskusi peserta didik tidak dapat membuktikan kebenaran dari jawaban mereka, peserta didik kurang mampu dalam mengingat dan menghubungkan dengan pembelajaran terdahulu sebanyak 22 orang, hal itu ditujukan pada saat diskusi masih banyak peserta didik yang kesulitan dalam menghubungkan materi dengan pengalaman mereka dan peserta didik kurang mampu membuat kesimpulan materi sebanyak 22 orang, hal itu ditujukan pada saat akhir pembelajaran peserta didik masih banyak yang kesulitan dalam mengutarakan pendapat mereka.


(22)

Peserta didik di kelas X AP2 juga menunjukkan aktivitas yang kurang relevan dalam pembelajaran seperti yang tertera pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Aktivitas Siswa Yang Kurang Relevan di Kelas X AP2 SMKN 4 Bandar Lampung Tahun 2013/2014

No

Aktivitas yang tidak relevan dalam

pembelajaran

Jumlah Siswa

No Absen Peserta Didik Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5.

Siswa tidak dapat menjawab pertanyaan mengenai materi yang dilontarkan oleh guru Diskusi kelompok pasif

Nilai akhir PKn siswa rendah

Siswa tidak dapat memanfaatkan buku di perpustakaan Pada saat bel masuk beberapa siswa masih berada diluar kelas

28 13 29 5 3 1,2,3,5,6,7,9,10,11,12, 14,15,16,19,23,24,26 ,27,28,29,30,31,32,35, 36,37,38,40 1, 2, 4, 5, 7, 9, 11, 14,

26, 30, 31, 32, 35 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 11,

14, 15, 16, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 34, 35, 36, 38,

39, 40 2, 5, 6, 16, 30

10, 15, 19

16,67

25

45

13,33

11,67

Total 100%

Data tersebut menunjukkan bahwa saat guru bertanya mengenai materi yang telah dijelaskan sebelumnya, 28 orang peserta didik tidak dapat menjawab. Sebaliknya, saat guru meminta peserta didik untuk bertanya, mereka cenderung diam. Banyak peserta didik beralasan bahwa mereka sudah lupa dengan materi yang telah diberikan.

Pada saat guru meminta peserta didik berdiskusi kelompok untuk menganalisa permasalahan 13 orang peserta didik cenderung pasif atau tidak bisa menjelaskan.


(23)

Hal tersebut kurangnya keinginan peserta didik untuk membaca berita/artikel sehingga pemahaman siswa sangat kurang.

Faktor lain dari aktivitas peserta didik yang tidak relevan tersebut bahwa pada saat diberikan latihan berupa menganalisis soal hampir semua hasil jawaban mereka sama. Hal tersebut dikarenakan peserta didik tidak memiliki buku penunjang akan tetapi mereka hanya mengandalkan LKS saja. Padahal, fasilitas buku di perpustakaan SMKN 4 Bandar Lampung terutama buku paket PKn cukup lengkap hanya saja kebanyakan peserta didik malas untuk meminjam. Ada 5 orang peserta didik yang terlihat bermain-main apabila berada di perpustakaan. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik tidak bisa memanfaatkan waktu dengan baik apabila berada di perpustakaan sehingga peserta didik tidak bisa memeriksa kebenaran suatu informasi yang diberikan.

Faktor lain juga pada saat bel masuk ada 3 orang peserta didik yang belum masuk ke kelas. Mereka lebih menyukai berlama-lama diluar kelas hingga setengah jam berlalu baru mereka masuk kedalam kelas. Hal tersebut menunjukkan adanya rasa kejenuhan peserta didik berada didalam kelas.

Akibat, aktivitas peserta didik yang tidak serius dalam kegiatan pembelajaran tersebut, maka akan berdampak pada prestasi peserta didik pada saat ujian semester.

Berdasarkan permasalahan tersebut, bahwa peserta didik cenderung kurang mampu dalam berpikir kritis. Hal ini tentu saja menjadi tugas guru untuk dapat mengajarkan keterampilan berpikir kritis. Salah satu upaya untuk memecahkan


(24)

masalah yang timbul dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan tersebut diperlukan metode dan model pembelajaran yang dapat menstimulus peserta didik untuk berpartisipasi secara aktif dalam mengemukakan pendapat atau pemikirannya dan metode yang sifatnya memberi keleluasaan peserta didik untuk mengeksplorasi diri sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Begitu pentingnya suatu model pembelajaran, maka dalam penyajiannya dibutuhkan suatu model pembelajaran yang menarik untuk diciptakan, sehingga akan menciptakan suasana pembelajaran yang tidak membosankan dan dapat memacu peserta didik untuk berpikir kritis.

Berbagai model pembelajaran dapat diterapkan oleh seorang guru untuk menciptakan suasana kelas yang menarik dan menyenangkan hingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Tanpa adanya model pembelajaran yang menarik maka suasana belajar yang diharapkan akan sukar untuk dicapai. Oleh karena itu, peneliti merasa perlu dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau disebut pula dengan istilah Classroom Action Research sebagai upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Pendekatan dari segi metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah “Metode Pembelajaran Kontekstual dengan Model Pembelajaran Berbasis Portofolio”.

Alasan peneliti menggunakan model portofolio karena sebelumnya sudah ada yang meneliti menggunakan model ini. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa “Model Pembelajaran Portofolio dianggap dapat meningkatkan daya kritis siswa yang dalam hal ini terlihat dari keterampilan intelektual siswa dalam berpikir


(25)

kritis pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan seperti keterampilan dalam memecahkan masalah sosial (Sanjaya, 2006: 216).”

Salah satu upaya untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap pembelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah dengan menggunakan model portofolio. Melalui model pembelajaran portofolio, peserta didik dapat meningkatkan daya kritisnya yang hal ini terlihat dari seberapa dalam peserta didik mampu memecahkan masalah sosial yang dilakukan melalui analisis ilmiah terhadap isu-isu strategis yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara seperti; norma hukum dan peraturan, sistem hukum dan peradilan nasional kemudian hak dan kewajiban warga negara serta kekuasaan dan politik dalam pemerintahan yang terkait dengan penyelesaian masalah sosial budaya yang berkembang dimasyarakat.

Penulis dalam melakukan tindakan kelas ini menggunakan model pembelajaran berbasis portofolio dengan tujuan dari penerapan model pembelajaran ini mampu memaksimalkan tujuan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan karena model portofolio merupakan salah satu upaya yang dilakukan guru dengan cara memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide mereka dan mengajak peserta didik untuk belajar menggunakan strategi mereka sendiri dengan begitu peserta didik dapat mengembangkan potensi yang ada dalam diri mereka masing-masing.

Hal tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan nasional bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya


(26)

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003).

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian tindakan kelas dan sekaligus ingin menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi peserta didik. Maka, judul penelitian ini adalah “Peningkatan Berpikir Kritis Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Portofolio Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Kelas X AP2 di SMK Negeri 4 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014”.

1.2 Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, fokus masalah penelitian ini adalah pembelajaran PKn menggunakan model pembelajaran berbasis portofolio untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas X AP2 di SMKN 4 Bandar Lampung Tahun 2013-2014. Sub fokus masalah tersebut dijabarkan sebagai berikut ini.

1. Perencanaan pembelajaran PKn menggunakan model pembelajaran portofolio pada peserta didik kelas X AP2 di SMKN 4 Bandar Lampung.

2. Pelaksanaan pembelajaran PKn menggunakan model pembelajaran portofolio pada peserta didik kelas X AP2 di SMKN 4 Bandar Lampung.

3. Pembahasan kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan model pembelajaran portofolio pada peserta didik kelas X AP2 di SMKN 4 Bandar Lampung.


(27)

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan sub fokus penelitian, dirumuskan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran PKn menggunakan model pembelajaran portofolio pada peserta didik kelas X AP2 di SMKN 4 Bandar Lampung ?

2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran PKn menggunakan model pembelajaran portofolio pada peserta didik kelas X AP2 di SMKN 4 Bandar Lampung ?

3. Bagaimanakah kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan model pembelajaran portofolio pada peserta didik kelas X AP2 di SMKN 4 Bandar Lampung ?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Mengetahui perencanaan pembelajaran PKn menggunakan model pembelajaran portofolio pada peserta didik kelas X AP2 di SMKN 4 Bandar Lampung.

2. Mengetahui pelaksanaan pembelajaran PKn menggunakan model pembelajaran portofolio pada peserta didik kelas X AP2 di SMKN 4 Bandar Lampung. 3. Mengetahui kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan model

pembelajaran portofolio pada peserta didik kelas X AP2 di SMKN 4 Bandar Lampung.


(28)

1.5 Kegunaan Penelitian

Kegunaan hasil penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan terutama untuk peserta didik kelas X AP2 di SMKN 4 Bandar Lampung. Secara khusus dapat diuraikan manfaat hasil penelitian ini sebagai berikut.

1.5.1 Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang wawasan keilmuan dan juga dapat memberikan sumbangan konsep-konsep baru bagi ilmu pengetahuan terutama pengembangan konsep pendidikan kewarganegaraan. Disamping itu, peneliti akan memperoleh pengalaman berpikir dalam memecahkan persoalan pendidikan dan pengajaran.

1.5.2 Kegunaan Praktis 1.5.2.1Kegunaan Bagi Penulis

Memperluas wawasan dan memperoleh pengalaman berpikir dalam memecahkan persoalan yaitu mengenai bagaimana penerapan model pembelajaran berbasis portofolio untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan.

1.5.2.2Kegunaan Bagi Guru

Diharapkan melalui penelitian ini para guru mengenal model pembelajaran berbasis portofolio sehingga termotivasi untuk berani melakukan inovasi pembelajaran dalam rangka menemukan strategi PAIKEM sebagai upaya


(29)

meminimalisir kelemahan peserta didik dan memaksimalkan kemampuan berpikir kritis mereka.

1.5.2.3Kegunaan Bagi Peserta Didik

Dapat meningkatkan motivasi, keterampilan dan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam proses belajar di kelas sehingga peserta didik dapat terlibat aktif dan dapat meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.

1.5.2.4Kegunaan Bagi Sekolah

Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi peningkatan kualitas pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di SMKN 4 Bandar Lampung.

1.6 Ruang Lingkup

Ruang lingkup ini akan dijabarkan pada ruang lingkup penelitian dan ruang lingkup ilmu. Untuk mengetahui kedudukan keilmuan dalam cakupan pendidikan IPS, rincian lengkapnya sebagai berikut.

1.6.1 Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan pembatasan masalah, maka ruang lingkup penelitian ini didasarkan pada kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas X AP2 di SMKN 4 Bandar Lampung Tahun 2013-2014 dengan menggunakan model pembelajaran portofolio.


(30)

1.6.2 Ruang Lingkup Ilmu

Ruang lingkup kajian ilmu IPS sebagai pelajaran dan pendidikan disiplin ilmu yang bersumber dari kehidupan sosial masyarakat sudah seharusnya memiliki landasan dalam pengembangan, baik sebagai mata pelajaran maupun disiplin ilmu.

Pendidikan IPS di Indonesia baru diperkenalkan di tingkat sekolah pada awal tahun 1970-an kini semakin berkembang sejalan dengan perkembangan pemikiran tentang Social Studies di Negara-negara maju dan tingkat permasalahan social yang semakin kompleks.

Ada lima tradisi social studies, seperti: (1) IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (social studies as citizenship transmission); (2) IPS sebagai ilmu-ilmu social (social studies as social sciences); (3) IPS sebagai penelitian mendalam (social studies as reflective inquiry); (4) IPS sebagai kritik kehidupan sosial (social studies social criticism); (5) IPS sebagai pengembangan pribadi individu (social studies as personal development of the individual) (Sapria, 2009: 13).

IPS sebagai transmisi kewarganegaraan artinya pendidikan berdasarkan nilai-nilai pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral sehingga menciptakan warganegara yang cerdas, terampil, serta berkarakter yang baik. IPS sebagai ilmu-ilmu sosial artinya pengkajian tentang gejala dan masalah sosial serta kemampuan yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya. IPS sebagai penelitian mendalam artinya untuk mengetahui masalah sosial yang ada dalam masyarakat seperti penyebab terjadi permasalahan tersebut serta


(31)

dampak yang ditimbulkan. IPS sebagai kritik kehidupan sosial artinya menuntut masyarakat lebih peka dalam menanggapi isu-isu yang ada dalam masyarakat serta dapat mengambil keputusan secara reflektif. IPS sebagai pengembangan pribadi individu artinya dengan IPS diharapkan dapat membentuk sikap, motivasi serta kecakapan masyarakat dalam menyikapi pengaruh kehidupan sosial.

Merujuk pada lima tradisi ini, maka kajian dan implementasi IPS bukan hanya dikembangkan di tingkat sekolah melainkan juga di tingkat perguruan tinggi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa istilah PIPS sebagai pendidikan disiplin ilmu adalah PIPS yang dikaji dan dikembangkan secara ontologism, epistemology, dan aksiologis di perguruan tinggi baik pada jenjang S1, S2, dan S3.

Dalam kajian ilmu IPS terdapat 10 tema utama yang berfungsi sebagai mengatur alur untuk kurikulum social di setiap tingkat sekolah. Kesepuluh tema tersebut terdiri dari, (1) budaya, (2) waktu, kontinuitas dan perubahan, (3) orang, tempat dan lingkungan, (4) individu, pengembangan dan identitas, (5) individu, kelompok dan lembaga, (6) kekuasaan, wewenang dan pemerintahan, (7) produksi, distribusi, dan konsumsi, (8) sains, teknologi dan masyarakat, (9) koneksi global dan (10) cita-cita dan praktek warganegara (National Council for The Social Studies, 1994: 19).

Letak tema dalam pembelajaran IPS kaitannya dengan PKn diatas menunjukkan pada tema kesepuluh tentang cita-cita dan praktek warganegara yang merupakan bagian daripada pendidikan kewarganegaraan. Didalam praktek warganegara siswa diharapkan dapat berpikir kritis dan demokratis serta dapat mengembangkan tujuan utama PKn seperti: civics knowledge, civics skills dan civics values.


(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pembahasan dalam bab ini akan difokuskan pada beberapa subbab yang berupa belajar dan pembelajaran, teori belajar konstruktivisme, kaitan teori belajar konstruktivisme dengan kemampuan berpikir kritis menggunakan model pembelajaran portofolio, kemampuan berpikir kritis siswa, model pembelajaran portofolio, pendidikan kewarganegaraan, dan IPS kaitan dengan PKn. Untuk lebih jelasnya pembahasan tiap subbab akan diuraikan sebagai berikut.

2.1 Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Belajar

Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Setiap orang, baik disadari maupun tidak disadari selalu melaksanakan aktivitas belajar. Kegiatan harian yang dimulai dari bangun tidur sampai dengan tidur kembali akan selalu diwarnai oleh aktivitas belajar. Dengan belajar, manusia dapat mengembangkan potensi-potensi yang dibawanya sejak lahir. Aktualisasi potensi ini sangat berguna bagi manusia untuk dapat menyesuaikan diri demi pemenuhan kebutuhannya.

Menurut R. Gagne (1989) dalam Susanto (2013: 1) belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat


(33)

pengalaman. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dua konsep ini menjadi terpadu dalam satu kegiatan dimana terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta siswa dengan siswa pada saat pembelajaran berlangsung.

Bagi Gagne, belajar dimaknai sebagai suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Selain itu, Gagne juga menekankan bahwa belajar sebagai suatu upaya memperoleh pengetahuan atau keterampilan melalui instruksi. Instruksi yang dimaksud adalah perintah atau arahan dan bimbingan dari seorang pendidik atau guru. Selanjutnya, Gagne dalam teorinya yang disebut The domains of learning, menyimpulkan bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia dapat dibagi menjadi lima kategori sebagai berikut ini.

1. Keterampilan motoris (motor skill): keterampilan yang diperlihatkan dari berbagai gerakan badan, misalnya menulis, menendang bola, bertepuk tangan, berlari, dan loncat.

2. Informasi verbal: informasi ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan otak atau inteligensi seseorang, misalnya seseorang dapat memahami sesuatu dengan berbicara, menulis, menggambar, dan sebagainya yang berupa simbol yang tampak (verbal).

3. Kemampuan intelektual: selain menggunakan simbol verbal, manusia juga mampu melakukan interaksi dengan dunia luar melalui kemampuan intelektualnya, misalnya mampu membedakan warna, bentuk, dan ukuran. 4. Strategi kognitif: Gagne menyebutnya sebagai organisasi keterampilan


(34)

mengingat dan berpikir. Kemampuan kognitif ini lebih ditujukan ke dunia luar, dan tidak dapat dipelajari dengan sekali saja memerlukan perbaikan dan latihan terus-menerus yang serius.

5. Sikap (attitude), sikap merupakan faktor penting dalam belajar karena tanpa kemampuan ini belajar tak akan berhasil dengan baik. Sikap seseorang dalam belajar akan sangat memengaruhi hasil yang diperoleh dari belajar tersebut. Sikap akan sangat tergantung pada pendirian, kepribadian, dan keyakinannya, tidak dapat dipelajari atau dipaksakan, tetapi perlu kesadaran diri yang penuh.

Adapun menurut Burton (1993: 4) dalam Susanto (2013: 3) belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu lain dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Sementara menurut E.R. Hilgard (1962), belajar adalah suatu perubahan kegiatan reaksi terhadap lingkungan. Perubahan kegiatan yang dimaksud mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku, dan ini diperoleh melalui latihan (pengalaman). Hilgard menegaskan bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembiasaan, pengalaman dan sebagainya.

Kingsley membagi hasil belajar menjadi tiga macam, meliputi: (1) keterampilan dan kebiasaan; (2) pengetahuan dan pengertian; dan (3) sikap dan cita-cita. Sedangkan Djamarah dan Zain (2002: 120) menetapkan bahwa hasil belajar telah tercapai apabila telah terpenuhi dua indikator sebagai berikut.

1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.


(35)

2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus telah dicapai oleh siswa baik secara individu maupun kelompok.

Hamalik (2003) dalam Susanto (2013: 3) menjelaskan bahwa belajar adalah memodifikasi atau memperteguh perilaku melalui pengalaman (learning is defined as the modificator or strengthening of behavior through experiencing). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan merupakan suatu hasil atau tujuan. Dengan demikian, belajar itu bukan sekadar mengingat atau menghapal saja, namun lebih luas dari itu merupakan mengalami. Hamalik juga menegaskan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu atau seseorang melalui interaksi dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku ini mencakup perubahan dalam kebiasaan (habit), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). Perubahan tingkah laku dalam kegiatan belajar disebabkan oleh pengalaman atau latihan.

Adapun pengertian belajar menurut Winkel (2002) dalam Susanto (2013: 4) adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat relatif konstan dan berbekas. Perubahan ini terjadi dari tidak tahu menjadi tahu dan mampu menggunakannya dalam materi lanjut atau dalam kehidupan sehari-hari.

Definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya. Oleh sebab itu apabila


(36)

setelah belajar peserta didik tidak ada perubahan tingkah laku yang positif dalam arti tidak memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah maka dapat dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna.

2.1.2 Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku dimanapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda.

Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik. Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut) ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an” menjadi “pembelajaran”,


(37)

yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar (KBBI).

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku dimanapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif ), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.

Menurut Lefrancois (1988: 370) dalam Yamin (2011: 70) pembelajaran (instruction) merupakan persiapan kejadian-kejadian eksternal dalam suatu situasi belajar dalam rangka memudahkan pelajar belajar, menyimpan (kekuatan mengingat informasi), atau mentransfer pengetahuan dan keterampilan.


(38)

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU No.20/2003, Bab I Pasal Ayat 20).

Pendapat lain menurut Miarso (2004: 545) dalam Yamin (2011: 70) pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain. Usaha tersebut dapat dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kemampuan atau kompetensi dalam merancang dan atau mengembangkan sumber belajar yang diperlukan. Dapat pula dikatakan bahwa pembelajaran adalah usaha yang dilakukan oleh pendidik atau orang dewasa lainnya untuk membuat pelajar dapat belajar dan mencapai hasil belajar yang maksimal.

Kesimpulannya, bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa komponen, sebagai berikut.

1. Siswa, seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.

2. Guru, seseorang yang bertindak sebagai pengelola, katalisator, dan peran lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.


(39)

3. Tujuan, pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik, afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.

4. Materi pelajaran, Segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

5. Metode, cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.

6. Media, bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa.

7. Evaluasi, cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya.

2.1.3 Ciri - ciri Pembelajaran

Berikut ini ada lima ciri-ciri pembelajaran yang efektif, seperti dibawah ini. 1. Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan.

2. Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran, aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian. 3. Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa

dalam menganalisis informasi.

4. Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir; serta


(40)

5. Guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru (Kauchak, 1998).

2.2 Teori Belajar Konstruktivisme

Teori belajar konstruktivistik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru kepikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.

Adapun perkembangan kognitif itu dipengaruhi oleh tiga dasar, yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Asimilasi adalah perpaduan data baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif terhadap situasi baru, dan ekuilibrasi adalah penyesuaian kembali yang secara terus menerus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi.


(41)

Jadi teori ini menegaskan bahwa pengetahuan itu mutlak diperoleh dari konstruksi/pembentukan pemahaman dalam diri seseorang terhadap bahan yang mereka pelajari dan juga melalui pengalaman yang diterima oleh pancaindra.

2.2.1 Tokoh-tokoh Aliran Konstruktivisme

Teori ini berkembang dari beberapa teori psikologi kognitif seperti teori Piaget, dan teori Brunner. Berikut ini penjelasan dari teori-teori tersebut.

1. Teori Piaget

Menurut Piaget perkembangan kognitif sebagian besar bergantung pada seberapa besar anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip-prinsip Piaget dalam pengajaran diterapkan dalam program-program yang menekankan; pertama, pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman-pengalaman nyata dan pemanipulasian langsung alat, bahan, atau media belajar yang lain. Kedua, peranan guru sebagai seseorang yang mempersiapkan lingkungan yang memungkinkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar yang luas.

Perkembangan kognitif bukan merupakan akumulasi dari kepingan informasi yang terpisah, namun lebih merupakan pengkonstruksian oleh siswa suatu kerangka mental untuk memahami lingkungan mereka. Guru seharusnya menyediakan diri sebagai model dengan cara memecahkan masalah tersebut dan membicarakan hubungan antara tindakan dan hasil. Guru seharusnya hadir sebagai nara sumber, dan seharusnya bukan menjadi penguasa kelas yang memaksakan jawaban yang benar. Siswa harus bebas membangun pemahaman


(42)

mereka sendiri. Pendidik juga harus belajar dari siswa. Mengamati siswa selama aktivitas meraka dan mendengarkan secara seksama pertanyaan mereka yang banyak mengungkapkan minat dan tingkat belajar mereka. Solusi siswa terhadap masalah dan pertanyaan mereka mencerminkan pandangan mereka.

2. Teori Brunner

Belajar penemuan (discovery learning) dari Jerome Brunner adalah model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan kepada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan konstruktivisme. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka menemukan konsep dan prinsip untuk diri mereka sendiri.

Pada pengembangan model pengajaran kurikulum berbasis kompetensi, teori konstruktivisme ini banyak memberikan sumbangan terhadap pengembangan model pembelajaran kooperative dan model pembelajaran berdasarkan masalah.

2.2.2 Aplikasi Teori Belajar Konstruktivisme

Adapun unsur penting yang harus diperhatikan dalam lingkungan pembelajaran konstruktivis, seperti berikut ini.

1. Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa

Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan. Siswa didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Oleh karena itu


(43)

pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan awal siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa.

2. Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna

Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa benar-benar dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang dan melakukan pembelajaran. Hal ini dapat terlihat dari usaha-usaha untuk mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, penggunaan sumber daya dari kehidupan sehari-hari, dan juga penerapan konsep.

3. Adanya lingkungan sosial yang kondusif

Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama siswa maupun dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa untuk bekerja dalam berbagai konteks sosial.

4. Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri

Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Oleh karena itu siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan belajarnya.

5. Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah

Sains bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori), namun juga mencakup proses dan sikap. Oleh karena itu pembelajaran sains juga harus bisa melatih dan


(44)

memperkenalkan siswa tentang “kehidupan” ilmuwan. Pembelajaran kontruktuvisme merupakan pembelajaran yang cukup baik dimana siswa dalam pembelajaran terjun langsung tidak hanya menerima pelajaran yang pasti seperti pembelajaran behavioristik. Misalnya saja pada pelajaran PKn, tentang tolong menolong dan siswa ditugaskan untuk terjun langsung dan terlibat mengamati suatu lingkungan bagaimana sikap tolong menolong terbangun. Dan setelah itu guru memberi pengarahan yang lebih lanjut. Hal tersebut membuat siswa lebih mamahami makna ketimbang konsep.

2.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Teori Konstruktivistik

Adapun kelebihan dan kekurangan dalam teori konstruktivistik dijabarkan sebagai berikut ini.

1. Kelebihan Teori Belajar Konstruktivistik

Pemecahan masalah dan penemuan memberikan pengetahuan yang dapat bertahan lama, mudah diingat. Dapat meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir. Memberikan motivasi siswa untuk belajar secara terus menerus sampai pertanyaan mereka terjawab.

2. Kekurangan Teori Belajar Konstruktivistik

Membutuhkan pemahaman guru yang konvensional yang menekankan belajar untuk mendapatkan jawaban yang benar, sehingga menghilangkan kreativitas siswa dalam mengungkapkan pendapatnya. Sulit membangun kesadaran


(45)

pemahaman siswa untuk belajar. Belajar memecahkan masalah dan penemuan memerlukan waktu sehingga akan mengganggu struktur pembelajaran bidang lain.

Berbagai macam teori belajar telah dikemukakan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa teori belajar konstruktivisme yang paling cocok dengan kemampuan berpikir kritis siswa karena siswa dapat bebas dalam menggali pengetahuan serta dapat mengkonstruksi pengalaman mereka sendiri. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

2.3 Kaitan Teori Belajar Konstruktivisme Dengan Kemampuan Berpikir Kritis Menggunakan Model Portofolio

Alasan peneliti menggunakan teori belajar konstruktivisme dengan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam model pembelajaran portofolio karena dalam teori ini peserta didik dapat mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga peserta didik menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Teori konstruktivisme juga menekankan peserta didik untuk membentuk dan membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya serta menggali pengetahuan peserta didik untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis mereka yang telah diupayakan pendidik dengan berbagai pendekatan seperti: media surat kabar, internet, dan wawancara dengan pejabat terkait.


(46)

2.4 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa 2.4.1 Berpikir Kritis

Berpikir tidak terlepas dari aktivitas manusia karena berpikir merupakan ciri yang membedakan antara manusia dengan makhluk hidup lainnya. Berpikir pada umumnya didefinisikan sebagai proses mental yang dapat menghasilkan pengetahuan. Keterampilan berpikir dikelompokkan menjadi keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Berpikir ternyata mampu mempersiapkan peserta didik berpikir pada berbagai disiplin serta dapat dipakai untuk pemenuhan kebutuhan intelektual dan pengembangan potensi peserta didik.

Berpikir kritis adalah suatu kegiatan melalui cara berpikir tentang ide atau gagasan yang berhubung dengan konsep yang diberikan atau masalah yang dipaparkan. Berpikir kritis juga dapat dipahami sebagai kegiatan menganalisis idea atau gagasan kearah yang lebih spesifik, membedakannya secara tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji, dan mengembangkannya ke arah yang lebih sempurna. Berpikir kritis berkaitan dengan asumsi bahwa berpikir merupakan potensi yang ada pada manusia yang perlu dikembangkan untuk kemampuan yang optimal.

Menurut Ennis (1981) dalam Susanto (2013: 121), berpikir kritis adalah suatu berpikir dengan tujuan membuat keputusan masuk akal tentang apa yang diyakini atau dilakukan. Berpikir kritis merupakan kemampuan menggunakan logika. Logika merupakan cara berpikir untuk mendapatkan pengetahuan yang disertai pengkajian kebenaran berdasarkan pola penalaran tertentu. Selanjutnya, Ennis menyebutkan ada enam unsur dasar dalam berpikir kritis, yang disingkat dengan


(47)

FRISCO, yaitu focus (fokus), reason (alasan), inference (menyimpulkan), situation (situasi), clarity (kejelasan), dan overview (pandangan menyeluruh).

Menurut Halpen (1966) dalam Susanto (2013: 122), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran. Berpikir kritis merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju.

Pendapat senada dikemukakan Anggelo (1955: 6) dalam Susanto (2013: 122), berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.

Menurut Tapilouw (1997) dalam Susanto (2013: 122), berpikir kritis merupakan cara berpikir disiplin dan dikendalikan oleh kesadaran. Cara berpikir ini mengikuti alur logis dan rambu-rambu pemikiran yang sesuai dengan fakta atau teori yang diketahui. Tipe berpikir ini mencerminkan pikiran yang terarah.


(48)

Berpikir kritis dapat diinterpretasikan dalam berbagai cara. Fister (1995) dalam Susanto (2013: 122) misalnya, mengemukakan bahwa proses berpikir kritis adalah menjelaskan bagaimana sesuatu itu dipikirkan. Belajar berpikir kritis berarti belajar bagaimana bertanya, kapan bertanya, dan apa metode penalaran yang dipakai. Seorang siswa hanya dapat berpikir kritis atau bernalar sejauh ia mampu menguji pengalamanya, mengevaluasi pengetahuan, ide–ide, dan mempertimbangkan argument sebelum mencapai suatu justifikasi yang seimbang. Menjadi seorang pemikir yang kritis juga meliputi pengembangan sikap–sikap tertentu, seperti keinginan untuk bernalar, keinginan untuk ditantang, dan hasrat untuk mencari kebenaran.

Pada prinsipnya, orang yang mampu berpikir kritis adalah orang yang tidak begitu saja menerima atau menolak sesuatu. Mereka akan mencermati, menganalisis, dan mengevaluasi informasi sebelum menentukan apakah mereka menerima atau menolak informasi. Jika belum memiliki cukup pemahaman, maka mereka juga mungkin menangguhkan keputusan mereka tentang informasi itu. Dalam berpikir kritis siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji kendala gagasan, pemecahan masalah, dan mengatasi masalah serta kekurangannya.

Baron dan Sternberg (1987: 10) dalam Susanto (2013: 123) mengemukakan lima kunci dalam berpikir kritis, yaitu: praktis, refleksi, masuk akal, keyakinan, dan tindakan. Proses berpikir dapat dikelompokan dalam berpikir dasar dan kompleks. Berpikir dasar merupakan gambaran dari proses berpikir rasional yang mengandung sejumlah langkah dari sederhana menuju yang kompleks. Aktivitas


(49)

berpikir rasional, meliputi menghafal, membayangkan, mengelompokan, menggeneralisasi, membandingkan, mengevaluasi, menganalisis, mensinteris, mendekdusi, dan menyimpulkan.

Fisher (1995) dalam Susanto (2013: 123) membagi strategi berpikir kritis ke dalam tiga jenis, yaitu: strategi efektif, kemampuan makro, dan keterampilan mikro. Ketiga jenis strategi ini satu sama lain saling berkaitan. Pertama, strategi efektif bertujuan untuk meningkatkan berpikir independen dengan sikap menguasai atau percaya diri; misalnya, saya dapat mengerjakannya sendiri.siswa harus didorong untuk mengembangkan kebiasaan selfquestioning seperti: apa yang saya yakini? bagimana saya dapat meyakininya? Apakah saya benar- benar menerima keyakinan ini? untuk mencapainya, siswa perlu suatu pendamping yang mengrahkan pada saat mengalami kebuntuan, memberikan motivasi pada saat mengalami kejenuhan dan sebagainya, misalnya guru.

Kedua, kemampuan makro adalah proses yang terlibat dalam berpikir, mengorganisasikan keterampilan dasar yang terpisah pada saat urutan yang diperluas dari pikiran, tujuannya tidak untuk menghasilkan suatu keterampilan- keterampilan yang saling terpisah, tetapi terpadu dan mampu berpikir komprehensif.

Ketiga , keterampilan mikro adalah keterampilan yang menekankan pada kemampuan global. Guru dalam melakukan pembelajaran harus memfasilitasi siswa dalam mengembangkan proses berpikir kritis, melakukan tindakan yang merefleksikan kemampuan, dan disposisi seperti yang direkomendasikan.


(50)

Klasifikasi berpikir kritis menurut Ennis dibagi ke dalam dua bagian, yaitu aspek yang berkaitan dengan materi pelajaran. Pertama, yang berkaitan dengan aspek umum, terdiri atas aspek sebagai berikut.

1. Aspek kemampuan (abilities) yang meliputi: (a) memfokuskan pada suatu isu spesifik; (b) menyimpan maksud utama dalam pikiran; (c) mengklasifikasi dengan pertanyaan–pertanyaan; (d) menjelaskan pertanyaan–pertanyaan; (e) memperhatikan pendapat siswa, baik salah maupun benar, dan mendiskusikannya; (f) mengkoneksikan pengetahuan sebelumnya dengan yang baru; (g) secara tepat menggunakan pernyataan dan symbol; (h) menyediakan informasi dalam suatu cara yang sistematis, menekankan pada urutan logis; (i) kekonsistenan dalam pertanyaan– pertanyaan.

2. Aspek disposisi (disposition), yang meliputi: (a) menekankan kebutuhan untuk mengidentifikasikan tujuan dan apa yang harus dikerjakan sebelum menjawab; (b) menekankan kebutuhan untuk mengidentifikasikan informasi yang diberikan sebelum menjawab; (c) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari informasi yang diperlukan; (d) memberikan kesempatan kepada siswa untuk menguji solusi yang diperoleh; dan (e) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan informasi dengan menggunakan tabel, grafik, dan lain–lain.


(51)

Kedua, aspek yang berkaitan dengan materi pelajaran, meliputi: konsep, generalisasi, dan algoritme, serta pemecahan masalah. Berikut ini merupakan indikator–indikator dari masing–masing aspek berpikir kritis yang berkaitan dengan materi pelajaran, seperti berikut ini.

1. Memberikan penjelasan sederhana, yang meliputi: (a) memfokuskan pertanyaan; (b) menganalisis pertanyaan; (c) bertanya dan menjawab tentang suatu penjelasan atau tantangan.

2. Membangun keterampilan dasar, yang meliputi: (a) mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya; (b) mengamati dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.

3. Menyimpulkan, yang meliputi: (a) mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi; (b) menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi; (c) membuat dan menentukan nilai pertimbangan.

4. Memberikan penjelasan lanjut, yang meliputi: (a) mendefinisikan istilah dan pertimbangan definisi dalam tiga dimensi; (b) mengidentifikasi dengan orang lain.

5. Mengatur strategi dan taktik yang meliputi: (a) menentukan tindakan; (b) berinteraksi dengan orang lain.

Pengembangan kemampuan berpikir kritis yang optimal mensyaratkan kelas yang interaktif. Agar pembelajaran dapat interaktif, maka desain pembelajarannya harus menarik sehingga siswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran yang mengembangkan keterampilan berpikir kritis lebih melibatkan siswa sebagai pemikir, bukan seorang yang diajar. Adapun pengajar


(52)

berperan sebagai mediator, fasilitator, dan motivator yang membantu siswa dalam belajar dan bukan mengajar.

Keterampilan berpikir kritis perlu dikembangkan dalam diri siswa karena melalui keterampilan berpikir kritis, siswa dapat lebih mudah memahami konsep, peka akan masalah yang terjadi sehingga dapat memahami dan menyelesaikan masalah, dan mampu mengaplikasikan konsep dalam situasi yang berbeda. Pendidikan perlu mengembangkan peserta didik agar memiliki keterampilan hidup, memiliki kemampuan bersikap dan berperilaku adaptif dalam menghadapi tantangan dan tuntutan kehidupan sehari–hari secara efektif. Pengembangan keterampilan berpikir kritis dalam proses pembelajaran memerlukan keahlian guru. Keahlian dalam memilih media yang tepat merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa.

Model pembelajaran yang selama ini dilakukan secara konseptual dapat dikembangkan untuk lebih menekankan pada peningkatan menumbuhkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis yang sesuai dengan tingkat perkembangan usianya. Menurut sutisyana (1997) dalam Susanto (2013: 127) kemampuan berpikir kritis siswa dapat ditumbuhkembangkan melalui proses mengamati, membandingkan, mengelompokan, menghipotesis, mengumpulkan data, menafsirkan, menyimpulkan, menyelesaikan masalah, dan mengambil keputusan.

Dalam proses pembelajaran, misalnya dalam pembelajaran IPS, dapat dijadikan sarana yang tepat dalam menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa. Karena dalam pembelajaran IPS banyak konsep atau masalah yang ada di lingkungan


(53)

siswa, sehingga dapat dijadikan suatu objek untuk dapat menumbuhkan cara berpikir kritis siswa.

Untuk dapat menumbuhkan berpikir kritis siswa dapat diterapkan suatu bentuk latihan-latihan yang mengacu pada pola pikir siswa. Latihan–latihan ini dapat dilakukan secara kontinu, intensif, serta terencana sehingga pada akhirnya siswa akan terlatih untuk dapat menumbuhkan cara berpikir yang lebih kritis.

Upaya untuk menumbuhkan berpikir kritis siswa merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan guru. Dalam proses pembelajaran guru harus dapat melahirkan cara berpikir yang lebih kritis pada siswa. Guru dapat memberikan kesempatan dan dukungan kepada siswa untuk dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritisnya dengan memberikan metode pembelajaran yang sesuai diharapkan dan dapat membantu siswa menumbuhkan pengetahuan keterampilan nalar yang nantinya dapat berpengaruh pada kemampuan untuk berpikir kritis. Guru harus dapat mengembangkan suasana kelas dimana siswa berpartisipasi selama proses belajar berlangsung. Kegiatan kelas yang mengacu pada aktivitas siswa adalah dengan mengisi lembar kerja atau dengan mengadakan tanya jawab yang dikembangkan guru. Hal ini dapat berupa mengingat kembali informasi yang telah disampaikan. Pemahaman secara luas atau mendalami tersebut dapat melatih siswa dalam mengembangkan berpikir kritisnya.

Dalam kaitannya dengan pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa, hakikat pembelajaran yang dilakukan guru berarti interaksi langsung antara guru dengan siswa, guru dalam pembelajaran dapat berperan sebagai mediator antara siswa dengan apa yang dipelajarinya.guru bukan hanya memberi informasi saja tetapi


(54)

juga dapat memberi petunjuk agar siswa dapat berpikir secara kritis sehingga siswa mampu menyelesikan setiap permasalahan yang muncul dalam kehidupanya. Savage dan Amstrong mengembangkan empat pendekatan yang dapat mendorong siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajarannya, yaitu: 1) kemampuan berpikir kreatif (creative thinking); 2) kemampuan berpikir kritis (critical thinking); 3) kemampuan memecahkan masalah (problem solving); 4) kemampuan mengambil keputusan (decision making).

Upaya yang dapat dilakukan guru dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dapat dikembangkan melalui pembelajaran yang bersifat student- centered, yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa ini, guru memberikan kebebasan berpikir dan keleluasan bertindak kepada siswa dalam memahami pengetahuan serta dalam menyelesaikan masalahnya. Guru tidak lagi mendoktrin siswa untuk menyelesaikan masalah hanya dengan cara–cara baru. Dalam hal ini, siswa diberi kesempatan untuk mengkontruksi pengetahuan oleh dirinya sendiri, tidak hanya menunggu transfer dari guru.

Untuk mengajarkan atau melatih siswa agar mampu berpikir kritis harus ditempuh melalui beberapa tahapan. Tahapan–tahapan ini sebagaimana yang dikemukakan oleh arief (2004) dalam Susanto (2013: 129), sebagai berikut.

1. Keterampilan menganalisis, yaitu suatu keterampilan menguraikan sebuah struktur kedalam komponen–komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah


(55)

memahami sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau memerinci globalitas tersebut kedalam bagian- bagian yang lebih kecil dan terperinci. Kata–kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis, diantaranya: menguraikan, mengidentifikasi, menggambarkan, menghubungkan, dan memerinci.

2. Keterampilan menyintesis, yaitu keterampilan yang berlawanan dengan keterampilan menganalisis, yakni keterampilan menggabungkan bagian– bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadukan semua informasi yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide- ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam bacaannya.

3. Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah, merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehingga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini bertujuan agar pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep–konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru.

4. Keterampilan menyimpulkan, yaitu kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan pengertian atau pengetahuan yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai pengertian atau pengetahuan (kebenaran) baru yang lain. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap agar sampai kepada suatu formula baru yaitu sebuah simpulan.


(56)

5. Keterampilan mengevaluasi atau menilai. Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai criteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pengajaran keterampilan berpikir kritis ini adalah bahwa keterampilan tersebut harus dilakukan melalui latihan yang sesuai dengan tahap perkembangan kognitif anak. Suprapto (2008) dalam Susanto (2013: 130) mengemukakan tahapan tersebut, sebagai berikut.

1. Identifikasi komponen–komponen procedural, yakni siswa diperkenalkan pada keterampilan dan langkah–langkah khusus yang diperlukan dalam keterampilan tersebut. Ketika mengajarkan keterampilan berpikir, siswa diperkenalkan pada kerangka berpikir yang digunakan untuk menuntun pemikiran siswa.

2. Instruksi dan pemodelan langsung, yakni guru memberikan instruksi dan pemodelan secara eksplisit, misalnya tentang kapan keterampilan tersebut dapat digunakan. Instruksi dan pemodelan ini dimaksudkan supaya siswa memiliki gambaran singkat tentang keterampilan yang sedang dipelajari, sehingga instruksi dan pemodelan ini harus relative ringkas.

3. Latihan terbimbing, yakni dimaksudkan untuk memberikan bantuan kepada anak agar nantinya bisa menggunakan keterampilan tersebut secara mandiri. Dalam tahapan ini, guru memegang kendali atas kelas dan melakukan pengulangan–pengulangan.


(57)

4. Latihan bebas, yaitu dengan cara guru mendesain aktivitas sedemikian rupa sehingga siswa dapat melatih keterampilannya secara mandiri, misalnya berupa pekerjaan rumah (PR). Latihan mandiri (PR) tidak berarti sesuatu yang menantang, melainkan sesuatu yang dapat melatih keterampilan yang telah diajarkan.

Antara kemampuan berpikir kreatif, kemampuan berpikir kritis, dan kemampuan memecahkan masalah saling berhubungan satu sama lain. Dengan adanya kemampuan berpikir kreatif akan melahirkan ide–ide baru dalam menghadapi masalah. Adapun untuk menguji kebenaran diperlukan keterampilan berpikir kritis. Dalam memecahkan masalah yang dihadapi diperlukan keterampilan berpikir kreatif dan kritis, sehingga dapat mengambil keputusan secara reflektif. Pengambilan keputusan yang dilakukan dapat bermanfaat bagi kehidupan dalam masyarakat, bangsa, dan Negara sebagai komunitas.

Menurut Dewey (1909: 9) dalam Fisher (2009: 2) berpikir kritis adalah pertimbangan yang aktif, persistent (terus-menerus) dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungannya. Sedangkan menurut Glaser (1941: 5) dalam Fisher (2009: 3) yang mengembangkan gagasan Dewey mendefinisikan berpikir kritis sebagai: (1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; dan (3) semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut.


(1)

208 3. Tahap kemampuan berpikir kritis, bahwa melalui penggunaan model pembelajaran portofolio dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Hasil dari jumlah peserta didik yang mempunyai kemampuan berpikir kritis jika dilihat dari pencapaian KKM pada setiap siklus terdapat peningkatan. Kelas X AP2 di SMKN 4 Bandarlampung berjumlah 40 orang untuk siklus I hanya ada 16 orang peserta didik yang mencapai nilai ≥ 75, pada siklus I ini baik dari jumlah maupun dari skor peserta didik belum mencapai indikator yang diharapkan karena masih banyak peserta didik yang memiliki skor dengan rentang nilai dibawah rata-rata. Siklus II ada 20 orang peserta didik yang mencapai nilai ≥ 75. Siklus II ini jumlah dan skor peserta didik juga masih belum mencapai indikator yang diharapkan dikarenakan masih ada peserta didik yang memiliki skor dengan kategori rendah maka penelitian dilanjutkan pada siklus berikutnya. Siklus III ada 35 orang peserta didik yang mencapai nilai ≥ 75 dengan hasil observasi menunjukkan bahwa di siklus III jumlah peserta didik yang mempunyai kemampuan berpikir kritis telah mencapai indikator yang diharapkan yaitu ≥75%, dan peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir kritis dengan kategori rendah sudah tidak ada lagi melainkan sudah berada pada kategori sedang dan tinggi sehingga penelitian tindakan ini dihentikan. Peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik baik dari segi jumlah peserta didik maupun dari jumlah skor yang diperoleh peserta didik pada siklus III membuktikan bahwa penggunaan model pembelajaran portofolio dengan media surat kabar, internet dan pejabat terkait dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas X AP2 di SMK Negeri 4 Bandar lampung.


(2)

209 5.2 Saran

Berdasarkan penelitian kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan model pembelajaran portofolio, didapatlah saran sebagai berikut ini.

1. Masukan bagi para peserta didik dalam model pembelajaran portofolio diharapkan dapat menganalisis, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari permasalahan, dapat melakukan pemusatan pada bagian permasalahan, dapat mengumpulkan dan mengatur informasi, dapat memeriksa kebenaran suatu informasi, dapat menentukan alasan dari suatu jawaban, dapat mengingat dan menghubungkan dengan pembelajaran yang terdahulu, dapat menarik kesimpulan dengan baik serta dapat menganalisis dan merefleksinya secara alami.

2. Masukan bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran khususnya pembelajaran pendidikan kewarganegaraan untuk dapat menerapkan model pembelajaran portofolio agar pembelajaran lebih optimal serta dapat memperhatikan peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Guru dalam melaksanakan proses pembelajaran hendaknya harus melibatkan peserta didik secara aktif agar peserta didik merasa lebih dihargai dan diperhatikan sehingga akan meningkatkan perilaku peserta didik dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Guru dalam melaksanakan proses pembelajaran hendaknya berperan sebagai fasilitator dan motivator yang mampu memberikan pengalaman belajar bagi peserta didik sehingga peserta didik memiliki rasa tanggung jawab dalam melaksanakan proses pembelajaran.


(3)

210 3. Pihak sekolah terutama kepala sekolah dan wakil kepala sekolah bidang kurikulum hendaknya dapat sering memantau kegiatan belajar mengajar (KBM) dikelas seperti melakukan supervisi dan pelatihan bagi para guru agar terjadinya keseragaman dalam menerapkan metode dan model pembelajaran.

4. Pemerintah diharapkan dapat lebih peduli dalam meningkatkan pendidikan terutama kinerja guru seperti dengan melakukan sosialisasi ke setiap sekolah dan workshop bagi para guru.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abimaba, Pawit. 2013. Penggunaan Literasi Kritis Dalam Pembelajaran Untuk Membentuk Karakter Dan Revitalisasi Nilai Pancasila Pada Siswa SMP Negeri 4 Baradatu (Tesis). Universitas Lampung: Lampung

Achmad, Arief. 2007.Memahami Berpikir Kritis. (Online),

(http://researchengines.com /1007arief3.html), diakses 24 Mei 2012. Afifah. 2012. Teori Belajar Humanistik dan Konstruktivistik, (Online),

(http://afifahchen.wordpress.com/2012/03/16/teori-belajar-humanistik-dan-konstruktivistik/), diakses 14 Januari 2013.

Amstrong, Jocelyin. 2009. Pearson Social Studies Discovering Diversity. Pearson Education New Zaeland. 172 halaman.

Arip. 2011. Teori Belajar Behaviorisme, Kognitivisme dan Konstruktivisme. (Online), (http://antonizonzai.wordpress.com/2011/02/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitivisme-dan-konstruktivisme/), diakses 14 Januari 2013.

Banks. James A., 1990. Teaching Strategies For the Social Studies, University of Washington. Seattle. p.506

Barnes, Donald L. Arlene B. Burgdorf. 1969. New Approaches to Teaching Elementary Social Studies. USA. Minneapolis. p.280

Brophy. J. Jennet Alleman, dan Barbara Knighton. 2009. Inside Social Studies Classroom. Rout ladge. New York. 300 hlm.

Brophy, Jere and Janet Alleman. 1996. Powerfull Social Studies for Elematary Students. Michigan State University. USA. p. 242

Clarck, Leonard. H. 1973. Teaching Social Studies in Secondary School: A Hand Book. Macmillen London. 417 hlm.

Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Praktik Belajar Kewarganegaraan. Copyright Center for Civic Education Indonesia.


(5)

Fisher, Alec. 2009. Berpikir Kritis (Sebuah Pengantar). Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama. 2-10 hlm.

Hasanudin. 2012. Teori Belajar Humanistik dan Penerapannya dalam Pembelajaran. (Online),

(http://hasanudin18.wordpress.com/2012/02/09/teori-belajar-humanistik-dan-penerapannya-dalam-pembelajaran/), diakses 14 Januari 2013. Hunt, Maurice P. and Lawrence E. Metcalf. 1955. Teaching High School Social

Studies. USA, by Harper & brother. p. 471

Jarolimek. John and Walker C Parker. 1990. Social Studies in Elementary Education. University of Washington. Macmillan Publishing Company. P.454

Kurniawan, Benny. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan. Tangerang: Jelajah Nusa.

Pargito. 2009. Penelitian Tindakan Bagi Guru dan Dosen. Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja.

Rahmat. 2010. Pengukuran Ketrampilan Berpikir Kritis. (Online),

(http://gurupembaharu.com /home/?p=3462), diakses 18 Mei 2012. Sadanah. 2013. Penggunaan Model Pembelajaran Portofolio Dalam Upaya

Menumbuhkan Konsep Diri dan Kreativitas Peserta Didik Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (Tesis). Universitas Lampung: Lampung

Sanjaya. 2006. Penggunaan Model Portofolio Sebagai Upaya Meningkatkan Daya Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran PKn. (Online).

(http://images.mrheri.multiply.multiplycontent.com/attachment/pengguna anmodelportofoliosebagaiupayameningkatkandayakritissiswapadamatape lajaranpkn) , diakses 14 Februari 2013.

Sapriya.2009.http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web& cd=2&ved=0CC4QFjAB&url=http%3A%2F%2Frepository.upi.edu%2F operator%2Fupload%2Fs_pgsd_0603822_chapter2.pdf&ei=WBYdUfmd IJCurAfyxIDIAg&usg=AFQjCNHJcebwESVz-0KqYaKG0Aa5JF18Og), diakses 14 Februari 2013

Saxe,David Warren. 1953. Social Studies for The Elementary Teacher. Boston. USA. By. Allyn and Bacon. Inc. p. 226

Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. (Online), (http://dc276.4shared.com/doc/IEqYwkOA/preview.html), diakses 14 Januari 2013.


(6)

Sudjana. 2003. Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan Pkn. (Online). (http://www.sekolahdasar.net/2011/09/hakekat-pendidikan-kewarganegaraan-pkn.html). Diakses 14 Februari 2013

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Sutrisno, Joko. 2010. Menggunakan Ketrampilan Berpikir untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran. (Online),

(http://www.scribd.com/doc/54977805/artikel-erlangga), diakses 18 Mei 2012.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003.

Wahab.1990.(http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web& cd=3&ved=0CDUQFjAC&url=http%3A%2F%2Frepository.upi.edu%2F operator%2Fupload%2Fs_pkn_045140_chapter1.pdf&ei=LRQdUfqQK YT9rAewi4DABQ&usg=AFQjCNFmELxIeC2RQdDbmVbm_pRTeRC OQ), diakses 14 Februari 2013

Wibowo, S. Agung. 2010. Dilema Mengajarkan Isi atau Cara Berpikir. (Online), (http://agung1971.wordpress.com/2010/03/29/dilema-mengajar-isi-atau-cara-berpikir/), diakses 18 Mei 2012

Woolever, Roberta M and Kathryn P. Scott. 187. Actives Learning in Social Studies. Printed in United State Of America. p. 480

Winataputra, Udin S. Dkk. 2007. Materi dan Pembelajaran PKn SD. Jakarta: Universitas Terbuka.


Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran learning cycle 5e terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di salah satu SMP di Tangerang.

6 24 248

PENINGKATAN BERPIKIR KRITIS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

0 6 118

PENINGKATAN BERPIKIR KRITIS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO PADA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

0 6 117

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEAKTIFAN SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Keaktifan Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Dalam Pembelajaran Matematika (PT

0 5 16

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEAKTIFAN SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Keaktifan Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Dalam Pembelajaran Matematika (PT

0 3 14

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA.

0 2 111

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI PEMBELAJARAN DEMOKRASI DALAM MENUMBUHKAN BERPIKIR KRITIS SISWA :Studi Naturalistik Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Menengah Atas Pasundan 3 Cimahi.

0 1 47

PENGEMBANGAN BERPIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MENGGUNAKAN PROJECT CITIZEN :Studi Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis di Universitas Kristen Satya Wacana.

2 19 111

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BERBASIS PORTOFOLIO.

3 13 114

KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI ASAM BASA

0 0 13