Upaya Mengokohkan Pilar Perubahan Menuju

JICMI 2013: Upaya Mengokohkan
Pilar Perubahan Menuju Indonesia dan
Dunia yang Lebih Baik
Pada tanggal 14-15 Desember 2013 Hizbut Tahrir Indonesia, sebagai gerakan
intelektual dan politik yang memiliki jaringan Internasional, akan menggelar
konferensi bernama: Jakarta International Conference of Muslim Intellectuals
(JICMI) 2013. Tema besar konferensi tingkat dunia tersebut bertajuk: The End of
Capitalism and The Prospects of Islamic Civilization Under Khilafah (Berakhirnya
Abad Kapitalisme dan Prospek Peradaban Islam dalam Naungan Khilafah). Beberapa
kalangan memiliki persepsi berbeda-beda tentang konferensi ini, sebagai berikut:
Pertama, kelompok yang menolak diadakannya konferensi ini, mereka ini biasanya
para intelektual dan akademisi sekuler-libaral yang sudah menghamba tsaqafah Barat,
lucunya mereka merasa khawatir dengan kebangkitan Peradaban Islam, sebagai
sebuah peradaban gemilang yang terbukti dan teruji belasan Abad, namun tidak
merasa terganggu dengan peradaban Kapitalisme yang semakin hari semakin bobrok
dan dehumanisasi. Jika mereka menolak peradaban Islam karena mis-persepsi dan
mis-interpretasi, disitulah tugas pengemban dakwah menjelaskan dengan argumentasi
dan uslub terbaik. Adapun jika mereka terbukti ‘ikhlas’ menentang Islam, terbukti
pula memang memiliki niat jahat, urusannya terserah Allah swt.
Kedua, kelompok wait and see, yakni mereka yang memberi dukungan hanya jika
menguntungkan, jika sudah banyak, dan jika tidak mengganggu ‘nafkah’ mereka di

dunia akademik/profesi yang sedang dijalani. Kalangan ini merupakan ‘korban’ yang
mesti diselamatkan, mereka hanya perlu diberi ‘siraman rohani’, pemahaman tentang
hakikat hidup di dunia yang mesti terikat dengan syariat, dan balasan pahala bagi
kontributor perjuangan Islam, termasuk azab neraka bagi yang menghalangi
kebangkitan Peradaban Islam. Bisa jadi awalnya mereka tetap pragmatis, namun lama
kelamaan dengan kontak intensif mereka akan tercerahkan. Atau mungkin saja lain di
mata lain di hati, secara zhahir ‘seolah’ menolak, namun secara substansial dan batin
mengakui, sehingga ini hanya tinggal menunggu waktunya saja, ketika mereka
mendapat taufik dari Allah swt.
Ketiga, kalangan yang mendukung secara penuh, mereka adalah intelektual yang
memahami kerusakan yang ditimbulkan peradaban ‘monster’ Kapitalisme, dan ingin
mencari solusi - jalan keluarnya. Meskipun sebelumnya ada yang hanya memahami
kerusakan tanpa memiliki solusi, akan tetapi dengan opini dakwah hal tersebut
insyaAllah bisa tertangani, sehingga mereka akhirnya memiliki solusi yang jitu untuk
memperbaiki negeri muslim ini. Mereka dari kalangan beragam, ada yang berprofesi
sebagai dosen, ada juga professor sekaligus ulama (sesuai pengalaman pribadi ketika
kuliah), ada juga praktisi dan professional sekaligus akademisi, ada pula politikus
yang merangkap seorang akademisi, bahkan intelektual merangkap seorang jurnalis.
Sungguh kalangan ini bisa mempengaruhi konstelasi perubahan di dunia Islam secara


umum, dan di Indonesia secara khusus. Pendapat, analisis dan argumen mereka
senantiasa didengar umat, bahkan tak terkecuali kalangan Militer pun menimba ilmu
dan mendengarkan pendapat mereka, demikian halnya dengan insan pers yang selalu
meminta analisis kaum intelektual. Kaum intelektual inilah yang kelak akan mendapat
pahala besar dari Allah swt, karena berkontribusi membangun pilar peradaban Islam,
dengan mendukung JICMI 2013, konferensi intelektual terbesar dan paling serius
semenjak runtuhnya payung peradaban Islam, yakni Khilafah Islamiyyah.
Dengan demikian JICMI 2013 ini tidak bertujuan untuk menciptakan ‘kelas’ dan
‘elitis’ tertentu di masyarakat. Namun, Justru JICMI bertujuan untuk menyeru para
intelektual, dengan uslub yang memang mampu dipahami oleh mereka. Dan mengajak
kaum intelektual bergabung dan bersinergi dengan pilar-pilar perubahan yang lainnya,
untuk mengokohkan pilar perubahan menuju Indonesia dan Dunia yang lebih baik.
Oleh: Yan S. Prasetiadi, M.Ag
Akademisi, Tinggal di Purwakarta Jawa Barat
Anggota Panitia Daerah JICMI wilayah IV (Karawang, Cikampek, Subang &
Purwakarta)