TRANSFORMASI PERTANIAN YANG DILAKUKAN OL

TRANSFORMASI PERTANIAN YANG DILAKUKAN
OLEH JEPANG KEPADA INDONESIA SAAT
KEPENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA

MOCHAMMAD ADAM MAULANA
121511333031

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I
PENDAHULUAN
a. Latang Belakang
Pecahnya perang dunia dua dan masuknya militer Jepang ke wilayah asia tenggara,
termasuk Indonesia, menyebabkan perubahan besar-besaran pada ekonomi wilayah Jawa.
Komoditi-komoditi yang dibutuhkan untuk keperluan militer Jepang merupakan hal yang
wajib disediakan oleh masyarakat dari negara-negara yang berada di bawah
kependudukan Jepang saat itu. Komoditi-komiditi tersebut antara lain adalah ; yute,
kapas, jarak, dan lain-lain. Jepang sangat bertekat agar negaranya masih menjadi negara
yang “relevan” di mata politik dunia saat itu. Salah satunya cara agar Jepang bisa menjadi

seperti itu adalah dengan memanfaatkan sumber daya alam negara-negara lain, termasuk
Indonesia. Banyak usaha-usaha yang dilakukan Jepang agar kekayaan alam yang ada
pada negara-negara yang dikuasainya bisa dimanfaatkan dengan baik, salah satunya
adalah dengan memperbaiki pertanian Indonesia, meningkatkan produksi bahan pangan
dan sandang.
b. Rumusan Masalah
1. Usaha apa yang dilakukan oleh Jepang untuk meningkatkan produksi bahan pangan di
Indonesia?
2. Bagaimanakah hasil dari usaha-usaha tersebut?
3. Tanaman apa yang harus ditanam oleh petani Indonesia untuk memenuhi kebutuhan
sandang Jepang?
4. Bagaimanakah produksi pertanian perkebunan di tanah Jawa selama masa
pendudukan Jepang?
5. Bagaimanakah pendapat penulis mengenai transformasi pertanian Indonesia yang
dilakukan oleh Jepang?
c. Tujuan
1. Mengetahui usaha-usaha yang dilakukan oleh Jepang untuk meningkatkan produksi
bahan pangan di Indonesia
2. Mengetahui hasil dari usaha-usaha tersebut
3. Mengetahui Tanaman apa yang harus ditanam oleh petani Indonesia untuk memenuhi

kebutuhan sandang Jepang
4. Mengetahui produksi pertanian perkebunan di tanah Jawa selama masa pendudukan
Jepang
5. Mengetahui pendapat penulis mengenai transformasi pertanian Indonesia yang
dilakukan oleh Jepang

BAB II
ISI
A. Usaha Peningkatan Produksi Bahan Pangan

Pada saat kependudukan Jepang di Indonesia, Jepang melakukan usaha agar produksi
bahan pangan di negara yang dikuasainya bisa menhasilkan sebanyak-banyaknya. Hal ini
diperuntukkan untuk keperluan militer mereka, mengingat Jepang pada masa itu adalah
bagian dari kubu Axis pada saat perang dunia dua berlangsung. Usaha-usaha tersebut meliputi
;
1. Pengenalan bibit baru
Pada masa pemerintahan Indonesia, produksi padi di Jawa bisa dibilang sangatlah
sedikit, hal ini membuat Jepang sangat frustasi. Orang Jawa terbiasa menggunakan bibit
padi yang disebut dengan bibit cere dan bibit bulu. Bibit cere adalah bibit padi yang
berkualitas rendah namun menghasilkan cukup banyak padi. Sedangkan bibit bulu adalah

bibit padi yang berkualitas tinggi, namun menghasilkan sedikit padi. Pada masa
kependudukan Jepang di Indonesia, penanaman bibit bulu ditekan dikarenakan tingkat
produktivitasnya rendah dan digantikan oleh bibit cere. Namun tidak lama kemudian,
Jepang memperkenalkan bibit baru persilangan bibit padi Jepang dan Taiwan yang
disebut dengan bibit borai. Bibit ini memiliki produktivias yang tinggi dan dianjurkan
oleh pemerintahan Jepang agar ditanam oleh petani Indonesia. Pemerintah Jepang hingga
membagikan bibit jenis borai ini secara gratis kepada petani Indonesia.
2. Inovasi Teknik
Sebelum perang, orang Jawa menanam padinya di sawah secara acak, tidak ada aturan
khusus yang diperuntukkan untuk letak penanaman padi. Namun kebiasaan ini berubah
saat kependudukan Jepang, cara penanaman padi orang Jawa sebelumnya terbukti tidak
efektif. Jepang memperkenalkan teknik penanaman padi dengan pemberian jarak sekitar
20cm setiap bibitnya. Hal ini membuat produksi padi lebih banyak. Jepang mewajibkan
petani Jawa untuk mengikuti cara bertanam mereka. Pemerintah Jepang menyebarluaskan
informasi ini dengan cara mengirim ahli-ahli pertanian mereka ke desa-desa dan
melakukan sebuah demonstrasi pertanian.
Tidak hanya itu, Jepang juga melarang petani Indonesia melakukan tumpang sari,
yaitu menanam dua jenis tanaman pada satu lahan. Karena kebutuhan komoditi Jepang
pada masa itu sangatlah spesifik, mereka tidak ingin menyia-nyiakan lahan untuk
ditanamni komoditi yang tidak mereka butuhkan. Selain itu, Jepang juga mempromosikan

pupuk alami, yaitu pupuk kompos. Pupuk yang terbuat dari kotoran hewan dan daun-

daunan. Jepang juga memperkenalkan alat tani baru yang disebut dengan ganzume,
kepada petani Indonesia agar proses bertaninya lebih efektif.
Namun sayangnya, anjuran-anjuran teknik pertanian Jepang yang disebutkan diatas
adalah perintah yang bersifat sangat kaku. Perintah-perintah ini biasanya diturunkan
kepada seorang kepala desa yang nantinya akan menyampaikan kepada petani langsung.
Hal ini menyebabkan banyak petani-petani yang membenci kepala desa mereka. Hingga
ada kasus ekstrim yang terjadi di kecamatan Manisrenggo, kabupaten Klaten yang terjadi
pembunuhan kepala desa oleh petani dikarenakan perbedaan pendapat masalah bertani.
3. Perluasan Areal Tanam
Selain pengefektifan produksi, pemerintah Jepang juga memakai cara konvensional ini
utnuk meningkatkan produksi bahan pangan. Perluasan areal tanam dilakukan dengan
cara-cara sebagai berikut ;
a. Irigrasi dan Drainase
Proyek terbesar irigrasi yang pernah dilakukan pemerintah Jepang di tanah Jawa pada
saat itu adalah Selokan Yoshiro di Yogyakarta. Sementara untuk drainase adalah proyek
pembangunan terowongan Neyama di Kediri. Proyek-proyek ini membutuhkan banyak
sekali romusha (buruh paksa). Untuk proyek drainase di Kediri sendiri membutuhkan
20.000 romusha dan F. 750 ribu.

b. Pembabatan Hutan
Pemerintah Jepang juga melakukan pembabatan hutan untuk peningkatan produksi
bahan pangannya mereka. Proyek terbesar pembabatan hutan terjadi di Pusaka Negara,
yang terletak di sebelah timur Kabupaten Subang. Proyek ini juga menghasilkan sebuah
desa yang bernama Desa Yamada, yang sekarang berganti nama menjadi Desa Jatireja.

c. Pengalihan Tanah
Usaha perluasan areal tanam untuk peningkatan bahan pangan Jepang adalah dengan
pengalihan tanah dari perkebunan menjadi persawahan. Sekitar 46.000 hektar kebun teh,
20.000 hektar kebun kopi dikonversi menjadi areal persawahan. Produksi gula juga
menurun hingga 37% pada tahun 1944 karena masalah ini.

4. Pendidikan
Jepang juga memberikan semacam pendidikan kepada orang-orang Indonesia yang
diperuntukkan khusus untuk mengembangkan pertanian Indonesia. Ada beberapa cara
yang dilakukan oleh Jepang, yaitu ;
a. Mengirim pejabat-pejabat dan insinyur-insinyur pribumi untuk menghadiri
upgrading, baik itu mengembalikan mereka ke sekolah pertanian atau mengikuti
pelatihan-pelatihan atau kursus-kursus yang diadakan oleh pemerintah Jepang.
Beberapa mata pelajaran yang diajarkan saat upgrading ialah ;

 Politik pertanian dalam pemerintahan balatentara Dai Nippon
 Memajukan hasil sayuran-sayuran
 Tanaman padi “Hoorai”
 Apakah gunanya pupuk?
 Hal tanaman kapan di daerah selatan
 Semangat Nippon
 Arti peperangan Asia Timur Raya
 Dan lain-lain
b. Mendirikan Noumin Doujou, yaitu tempat petani untuk berlatih bercocok tanam
lebih efektif lagi. Noumin Doujou didirikan oleh pemerintah daerah dan biasanya
memiliki peraturan sendiri-sendiri.
c. Adanya Shidouin, yaitu orang yang berpengetahuan lebih mengenani ilmu
bercocok tanam yang dikirimkan ke desa-desa untuk membantu petani lebih
efektif bertani. Shidouin bisa dari lulusan Noumin Doujou ataupun ahli pertanian
langsung dari Jepang.
5. Propaganda
Berbagai macam propaganda juga dilakukan oleh Jepang agar rakyat Indonesia percaya
dan tunduk kepada mereka. Propaganda tersebut meliputi ;
a. Menjadikan hasil panen tiap daerah sebagai lomba. Daerah yang
menghasilkan panen banyak akan diberikan hadiah, namun begitu juga

dengan sebaliknya.
b. Melibatkan pemuka agama seperti kyai dan ustad-ustad agar membujuk
petani bekerja lebih giat lagi.
c. Meninggikan citra petani dengan menciptakan lagu “Terima Kasih Kepada
Petani”. Di Jepang sendiri, petani memiliki kasta tertinggi setelah
golongan Samurai.
6. Hasil Kampanye

Jepang berusahan keras sekali untuk meningkatkan produksi bahan pangan di Jawa.
Berbagai macam usaha dilakukan oleh mereka, mulai dari pengenalan bibit baru hingga
sampai berpropaganda. Namun, usaha-usaha tersebut sia-sia. Jumlah produksi bahan
pangan di Pulau Jawa dan Madura pada masa kependudukan Jepang tiap tahunnya malah
menurun. Dari tahun 1942 ke tahun 1945, produksi padi menurun 33%, jagung menurun
55%, singkong menurun 62%, dan kacang menurun 69%. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu ;
a. Iklim Jawa yang tidak mendukung karena berlangsung kemarau panjang saat itu.
b. Banyak tenaga kerja yang disisihkan untuk selain kepentingan pertanian, seperti
romusha dan untuk keperluan perang.
c. Kelangkaan sapi untuk membajak sawah dikarenakan kewajiban Jepang untuk agar
tiap desa menyerah dua ekor sapi ke Pemerintah Jepang tiap minggunya.

d. Maraknya hama tikus.
e. Memburuknya infrastruktur karena Jepang lebih mementingkan pembangunan yang
bersifat propaganda.
f. Terjadinya banjir dan tanah longsor karena pembabatan hutan.
g. Kegagalan konversi perkebunan ke persawahan karena kurangnya pengaliran air.
h. Kurangnya semangat kerja petani.
B. Penanaman Jenis-Jenis Tanaman Baru
Bahan sandang merupakan hal kedua yang paling dibutuhkan oleh Jepang setelah
pangan. Oleh karena itu, mereka memerintahkan petani untuk menanam tanamantanaman baru seperti kapas yang digunakan untuk pakaian mereka, yute-rosela dan rami
yang digunakan untuk membuat kain goni, dan juga tanaman Jarak yang digunakan untuk
pelumas oleh militer Jepang. Penanaman tanaman Jarak sangatlah urgent pada masa itu,
hingga sampai rakyat biasa diperintahkan untuk menanam tanaman jarak di halaman
rumah mereka.
C. Menurunnya Pertanian Perkebunan : Kasus Gula
Produksi pertanian perkebunan di Indonesia dibawah kependudukan Jepang menurun
drastis. Hal ini dikarenakan komoditi hasil perkebunan seperti gula bukan merupakan
komoditi yang diperlukan secara besar-besaran oleh Jepang pada masa itu. Angka
menurunnya produksi gula di Jawa pada masa kependudukan Jepang di Indonesia bisa
dilihat di tabel dari “NEFIS Periodiek no. 2” berikut ;
Produksi Gula di Jawa Selama Pendudukan Jepang


Tahun
1942
1943
1944
1945

Perkebunan
85
51
47
13

Indeks
100
60
55
15

Produksi (ton)

1.325.802
683.911
496.804
84.245

Indeks
100
52
37
6

D. Pendapat penulis mengenai transformasi pertanian di Indonesia oleh Jepang
Selama masa kependudukan Jepang di Indonesia, Jepang telah melakukan banyak
sekali hal yang bersifat tidak manusiawi. Seperti memaksa orang-orang Indonesia untuk
menjadi romusha atau kerja paksa, dan banyak hal lain yang bersifat memaksa.
Kebanyakan dari masyarakat Indonesia akan memandang Jepang sebagai pendindas kejih
yang tidak tahu rasa kemanusiaan akan hal ini. Namun, dibalik semua kekejihan yang
dilakukan oleh Jepang kepada negara yang ia tindas, ia juga memberikan sesuatu yang
bisa dibilang bersifat positif. Salah satunya adalah teknik bercocok tanam yang Jepang
ajarkan saat masa kependudukan mereka di Indonesia ini. Meskipun tidak semua bersifat

positif, karena ada sebagian yang bersifat memaksa, namun, karena Jepang telah
mengajarkan kepada petani-petani Indonesia bagaiamana cara bercocok tanam yang lebih
efektif, petani-petani Indonesia mampu menghasilkan produksi bahan pangan yang lebih
banyak daripada sebelumnya. Tentu saja hal ini dinikmati oleh Jepang sendiri pada
awalnya, akan tetapi, saat Jepang telah enyah dari tanah Indonesia, rakyat Indonesia
sendirilah yang akan menikmati hal ini. Kita tidak dapat sepenuhnya memandang suatu
fenomena, dalam hal ini adalah penjajahan Jepang terhadap Indonesia, sebagai hal yang
hanya bersifat negatif saja. Karena seburuk-buruknya fenomena, selalu ada sisi positifnya
juga dibaliknya.

BAB III
KESIMPULAN
a. Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan yang ada di atas, dapat disimpulkan bahwa pada masa
pendudukan Jepang di Indonesia, petani-petani di tanah Jawa menerima pengaruh besar
dari Jepang. Karena saat itu adalah saat di mana perang dunia pecah dan Jepang
merupakan salah satu negara yang terlibat, ia ingin mendapatkan sumber daya yang dapat
membantunya memenangkan peperangan. Salah satu cara untuk mendapatkan sumber
daya tersebut adalah dari memanfaatkan sumber daya negara-negara sekitar, termasuk
Indonesia. Jepang merubahan pertanian-pertanian di Indonesia, khususnya Jawa. Mulai
dari pertanian pangan, sandang, hingga perkebunannya. Hal ini bukan merupakan hal
yang sepenuhnya negatif saja. Meskipun bersifat memaksa, fakta bahwa Jepang

mengajarkan petani-petani Indonesia cara bercocok tanam yang efektif tidak bisa dihapus.
Hal ini bisa dibilang merupakan hal yang bersifat positif.

Daftar Pustaka
Kurasawa, Aiko. 1993. Mobilisasi dan Kontrol: Studi tentang Perubahan Sosial di
Pedesaan Jawa, 1942-1945. Jakarta ; Gramedia Widasarana Indonesia.