Analisis Simbol dalam Upacara Kematian Masyarakat Suku Hokkian di Kota Medan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bangsa Tionghoa terdiri dari 56 suku bangsa. Suku Hokkian yang berasal dari provinsi
Fujian adalah salah satu suku yang paling banyak berimigrasi di Indonesia khususnya Medan.

Suku Hokkian juga merupakan suku yang pertama kali datang ke kota Medan. Suku Hokkian
yang berimigrasi ke Indonesia, kini telah menjadi warga negara Indonesia. Sesuai Pasal 2 UU
Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia bahwa “orang Tionghoa
yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup
nasional”.
Awal kedatangan suku Hokkian ke Sumatera Utara adalah sebagai kuli kontrak dan buruh
kebun bangsa Belanda. Setelah bangsa Belanda tidak lagi berkuasa di Indonesia khu susnya
Sumatera Utara, perkebunan Belanda tersebut mereka ambil alih dan dikerjakan oleh suku
Hokkian untuk memenuhi nafkah mereka.

Sama seperti setiap suku ataupun bangsa yang ada di dunia ini, masyarakat Tionghoa
memiliki budaya sendiri. Suku Hokkian sebagai salah satu suku bangsa Tionghoa , juga
memiliki adat dan budayanya sendiri. Setiap proses kehidupan mereka dinyatakan dalam

berbagai upacara budaya misalnya, kelahiran, perkawinan, maupun kematian.
Upacara kematian salah satu budaya masyarakat Tionghoa yang erat kaitannya dengan
kepercayaan masyarakat Tionghoa . Upacara kematian juga dilaksanankan sebagai bentuk
penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal. Apabila upacara kematian dijalankan

Universitas Sumatera Utara

sesuai dengan ritual keagamaan yang benar, masyarakat Tionghoa percaya bahwa mereka
sebagai keturunan dari orang yang meninggal tidak akan diganggu oleh roh orang yang telah
meninggal.

Pelaksanaan upacara kematian yang dilaksanakan dengan tata cara tradisi yang lengkap di
percaya akan meringankan penderitaan orang meninggal. Upacara kematian juga dianggap
sebagai upacara pengantar roh ke surga melalui doa-doa yang dipanjatkan. Ritual yang
panjang dan penuh makna membuat ritual upacara kematian terasa sangat sakral.

Prosesi upacara kematian dilaksanakan dengan memakai atribut, yaitu sepasang lampion
putih, simbol kekerabatan (pakaian, pangkat, slempang, dan topi), dupa ( hio ), uang akhirat
(Gincua), dan lainnya. Tiap atribut memiliki fungsi dan makna masing-masing. Misalnya,
sepasang lampion putih, apabila salah satu dari kedua lampu lampion tersebut tidak menyala,

artinya pasangan dari orang yang meninggal tersebut masih hidup. Tetapi jika kedua lampu
lampion menyala, artinya pasangan dari orang yang meninggal tersebut telah meninggal
mendahului dia. Lampu lampion sebelah kiri adalah pihak laki-laki, dan lampu lampion
sebelah kanan adalah pihak perempuan. Sepasang lampion memiliki makna sebagai penerang
jalan orang yang meninggal untuk jalan menuju surga. Uang akhirat (Gincua ) yang dipercayai
sebagai uang yang akan dipakai orang meninggal di alam baka. Dalam pelaksanaan upacara
kematian uang akhirat akan dibakar, dan dipersembahkan kepada orang yang meninggal uang
akhirat yang terdiri dari emas atau perak, ukurannya besar atau kecil, menjadi penentu besar
kecilnya nominal dari uang tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Simbol kekerabatan merupakan salah satu atribut yang digunakan dalam upacara kematian
yang memiliki fungsi dan makna untuk menyatakan hubungan kekerabatan antara orang yang
meninggal dengan keluarga orang yang meninggal. Hubungan kekerabatan dalam keempat
simbol ini dapat di lihat dari warna yang digunakan.

Simbol dalam konsepnya dapat mewakili segala gagasan, tindakan dan komunikasi yang
kongkrit. Pada umumnya simbol melambangkan pengertian yang tersirat, sehingga membuat
kesan misteri dam magis. Kesan seperti itulah yang menjadi tantangan bagi manusia untuk

menggungkapkan makna di balik simbol tersebut. Fungsi simbol itu sendiri sebagai pengganti
suatu objek yang ingin ditampilkan dengan cara yang lain (Zeffry, 1999:25).
Seperti halnya simbol yang digunakan dalam kehidupan manusia sehari-hari, seperti
rambu-rambu lalu lintas memiliki fungsi dan makna sendiri. Begitu juga dalam upacara
budaya, khususnya dalam penelitian ini simbol yang digunakan dalam upacara kematian
masyarakat Tionghoa memiliki fungsi dan makna yang menyatakan hubungan kekerabatan
masyarakat Tionghoa antara orang yang meninggal dengan keluarga dari orang yang
meninggal. Simbol dalam upacara kematian ini dipakai oleh keluarga dari orang yang
meninggal.
Pemakaian simbol dalam upacara kematian masyarakat Tionghoa hingga saat ini masih
dilaksanakan. Hanya saja pada umumnya masyarakat Tionghoa cenderung hanya mengetahui
apa saja jenis simbol kekerabatan tersebut, tetapi kurang memahami apa makna dan fungsi
dari simbol tersebut. Terutama untuk kaum muda masyarakat Tionghoa saat ini. Hal ini dapat
dilihat pada setiap upacara kematian kaum muda masyarakat Tionghoa hanya mengikuti
tradisi yang ada tanpa mengetahui makna dipakainya simbol pakaian, pangkat, topi, dan

Universitas Sumatera Utara

selempang tersebut.


Menurunnya eksistensi upacara kematian dilihat dari kurangnya

pemahaman dan minat kaum muda masyarakat Tionghoa saat ini.
Berdasarkan uraian di atas penulis hanya berbicara mengenai upacara kematian. Penulis
memfokuskan penilitian pada simbol yang digunakan atau dikenakan dalam upacara
kematian, yaitu 孝服 Xiàofú (pakaian), 纱

Shābù (pangkat), 帽子 Màozi (topi), 窗扇

Chuāngshàn (selempang). Selain menganalisis fungsi dari keempat simbol yang digunakan di
dalam upacara kematian, penulis juga akan mendeskripsikan bentuk simbol tersebut
berdasarkan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif serta menggunakan teori fungisional
dan semiotik untuk menganalisis fungsi dan makna simbol yang digunakan dalam upacara
kematian masyarakat suku Hokkian di kota Medan.

1.2 Batasan Masalah

Menghindari batasan yang terlalu luas dan dapat mengaburkan penelitian, maka
penulis mencoba membatasi ruang lingkup penelitian pada kajian Simbol yang digunakan
dalam upacara kematian masyarakat Tionghoa suku Hokkian di kota Medan. Penulis

melakukan penelitian di kota Medan kecamatan Medan Area tepatnya di persemayaman
Angsapura jalan Waja No 2-4 Asia. Pemilihan tempat di persemayaman Angsapura
didasarkan karena, dari ketiga persemayaman yang ada di kota Medan, persemayaman
Angsapura kental terhadap kepercayaan Budha, dan lokasinya terletak di lingkungan
masyrakat Tionghoa.

Universitas Sumatera Utara

1.3.Rumusan Masalah
Simbol yang menyatakan hubungan kekerabatan dalam upacara kematian masyarakat
Tionghoa merupakan salah satu atribut yang digunakan masyarakat Tionghoa dalam upacara

kematian yang terdiri dari beberapa jenis dan memiliki fungsi dan makna sendiri. Berkaitan
dengan latar belakang di atas permasalahan yang akan di angkat dalam skripsi ini:
1. Bagaimana jenis simbol yang digunakan dalam upacara kematian masyarakat Tionghoa suku
Hokkian ?

2. Bagaimana fungsi dan makna simbol yang digunakan dalam upacara kematian masyarakat
Tionghoa suku Hokkian ?


1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin di capai penulis dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mendeskripsikan jenis-jenis simbol yang digunakan dalam upacara kematian
masyarakat Tionghoa suku Hokkian .
2. Untuk mendeskripsikan fungsi dan makna simbol yang digunakan dalam upacara kematian
masyarakat Tionghoa suku Hokkian .

Universitas Sumatera Utara

1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat terbagi menjadi dua yaitu:
1.5.1

Manfaat teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian skripsi ini yaitu diharapkan dapat memperkaya
khasanah tentang upacara-upacara budaya masyarakat Tionghoa, serta diharapkan juga dapat
menjadi referensi bagi penelitian lanjutan tentang budaya, khususnya budaya Tionghoa.

1.5.2


Manfaat praktis
Manfaat praktis dari penelitian skripsi ini yaitu diharapkan dapat menambah

pemahaman pemerhati budaya tentang simbol-simbol yang digunakan dalam upacara
kematuan masyarakat Tionghoa.
Penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat bagi masyarakat Tionghoa,
Khususnya generasi muda masyarakat Tionghoa untuk lebih memahami makna dan fungsi
dari setiap upacara budaya masyarakat Tionghoa .

Universitas Sumatera Utara