d ips 0809451 chapter3

(1)

AB III

METODE PENELITIAN

Tujuan umum penelitian ini adalah mengembangkan model pembelajaran IPS di SMP berbasis nilai budaya lokal batik klasik (IBNBBK) yang dapat memperkuat jati diri bangsa. Pada hakekatnya tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan kebenaran praktek dan manfaat model pembelajaran IPS berbasis nilai budaya lokal batik klasik yang bersifat situasional dan kondisional, dan tidak berpretensi ke arah pembentukan generalisasi. Tujuan operasional penelitian ini untuk memperoleh kebenaran pengalaman (empirik) yang bersifat situasional dari para guru dalam pengembangan model pembelajaran IPS di kelas yang efektif dan stabil di SMP Surakarta. Program pembelajaran IBNBBK dirancang dengan spesifikasi pada integrasi nilai budaya lokal seni batik klasik dalam pembelajaran IPS untuk penguatan jati diri bangsa. Dengan menggunakan teori dekonstruksi, nilai simbolisme dalam motif-motif batik klasik yang mengandung keluhuran budi pekerti direaktualisasikan kembali menjadi nilai-nilai edukatif yang dapat digunakan sebagai sarana penguatan karakter dan jati diri bangsa.

Sebagaimana dikemukakan Clifford Geertz (1973: 89) bahwa kebudayaan merupakan pola dari pengertian atau makna-makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbol-simbol dan ditransmisikan secara historis. Lebih lanjut dijelaskan Geertz (1973) bahwa kebudayaan itu merupakan sistem mengenai konsepsi-konsepsi yang diwariskan dalam bentuk simbolik, yang dengan cara ini manusia dapat


(2)

berkomunikasi, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan dan sikapnya terhadap kehidupan.

Untuk mengkonstruksi model pembelajaran IBNBBK dalam pandangan postmodernism mengenai kurikulum sebagai sebuah praksis dapat digunakan empat unsur R, yaitu richness, recursions, relations, dan rigor yang dikembangkan Doll (1993: 176-183). Model pembelajaran IBNBBK yang dikembangkan dengan model pembelajaran kooperatif dan klarifikasi serta dikemas dalam turnamen merupakan salah satu upaya untuk mengembangankan peserta didik menjadi seperti apa yang dia inginkan. Melalui transmisi dan komunikasi secara kritis, nilai-nilai budaya batik klasik diciptakan kembali (dekonstruksi) menjadi nilai-nilai pendidikan karakter. Integrasi nilai-nilai budaya lokal seni batik klasik dalam pembelajaran IPS juga merupakan upaya untuk memenuhi pembelajaran IPS yang powerfull and meaningfull, yakni ditandai oleh pembelajaran yang terintegrasi, berbasis nilai, aktif, menantang, dan bermakna.

A. Desain Penelitian

Berdasarkan pada tujuan yang akan dicapai dan masalah penelitian yang harus dipecahkan serta sifat dan analisis data yang diperlukan maka penelitian ini dilaksanakan melalui pendekatan gabungan atau kombinasi antara pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang bersifat komplementer (Thomas, 2003:6). Karena itu perbedaan karakter dari dua pendekatan tersebut justru memberikan asas manfaat.

Secara historis pemikiran tentang pendekatan gabungan ini mulai populer dikembangkan sekitar tahun 1959, yakni pada penelitian yang dilakukan oleh


(3)

Campbell dan Fisk yang kemudian dikenal dengan multi method - multi trait

approach. Penelitian ini dengan prosedur pengumpulan data gabungan, yakni survei

dan wawancara yang melahirkan metode "between method" (Creswelt, 1994). Penggunaan pendekatan gabungan pada penelitian ini didasari oleh aspek terbatasnya cakupan penelitian dan permasalahan penelitian (Creswell, 1994: 173; Branen, 2002:10). Pendekatan gabungan menurut Creswell (1994:177) ada tiga model desain penelitian, yakni (l) two phase design; (2) dominant - less dominant

design; dan (3) mixed-methodology design.

Sehubungan dengan penelitian ini maka berdasar tujuan penelitian dan sifat data yang dikumpulkan digunakan model two phase design. Model two phase design

memungkinkan secara teoritis maupun praktis untuk pengembangan dua desain pada posisi saling melengkapi (complement), setara (equal), dan dilaksanakan secara berurutan (sequent). Penerapan pendekatan gabungan semata-mata untuk efektivitas pelaksanaan prosedur dan hasil penelitian.

Menurut Richey & Nelson (1996), penelitian ini termasuk jenis penelitian pengembangan (developmental research), yakni penelitian yang berorientasi pada pengembangan suatu produk yang proses pengembangannya dideskripsikan secara teliti dan produk yang diperoleh dievaluasi. Produk yang dikehendaki dalam penelitian ini adalah sebuah model pembelajaran IPS berbasis nilai budaya lokal batik klasik untuk penguatan jati diri bangsa. Pendekatan penelitian dan pengembangan dipandang tepat karena tujuannya adalah mengembangkan model


(4)

pembelajaran yang efektif dan adaptabel sesuai kondisi dan kebutuhan nyata di sekolah.

Research and development (R & D) yang dikembangkan oleh Borg dan Gall

(1989: 781-802), berdasarkan pada data lapangan, hasil uji lapangan, dan revisi. R & D meliputi tahapan-tahapan berupa cycle hingga diperoleh definisi objektif, mirip

siklus “classroom action research spiral” (Hopkins, 1993:48) yang merupakan “involves teachers using methods to study classroom problems” (McMillan dan Schumacher, 2001: 20). Ditekankan oleh Borg dan Gall (1989: 783) model yang dikembangkan hendaknya “real-life”, efisien, dan realistik objektif dalam rangkaian

model pelajaran (Borg dan Gall, 1989: 797).

Borg dan Gall (1989:784-785) mengembangkan sepuluh langkah strategi dalam penelitian pengembangan, yaitu (1) Research and information collecting,

yaitu studi pendahuluan, pengumpulan data awal di lapangan, studi literatur, observasi kelas, mempersiapkan rancangan kegiatan dan penelitian. Langkah ini dilakukan dengan prasurvey mengawali R & D. (2) Planning, adalah langkah perumusan tujuan, pengembangan model pembelajaran sebagai educational product, merumuskan keterampilan dan menentukan pokok-pokok pengembangan bahan pembelajaran, serta uji coba tahap awal. (3) Develop preliminary form of product,

adalah pengembangan draf awal model yang ingin dihasilkan, menyiapkan perlengkapan dan instrumen pembelajaran, handbook, dan instrumen evaluasi. (4)

Preliminary field testing adalah uji coba lapangan awal terbatas. Data wawancara, observasi dan angket dikumpulkan lalu dianalisis. Langkah ke empat ini untuk


(5)

mendapatkan data kualitatif awal dari model hipotetik yang akan diujicobakan pada langkah berikutnya. (5) Main product revision adalah merevisi protipe yang telah diujicobakan. Revisi model hipotetik didasarkan hasil uji coba lapangan awal. (6)

Main field testing adalah uji coba lapangan utama. Data kuantitatif berupa skor atau

nilai yang diperoleh subyek penelitian pada pretest dikumpulkan, lalu dibandingkan dengan data kelompok kontrol. (7) Operasional product revision adalah merevisi prototipe secara operasional menggunakan informasi dan data yang terkumpul melalui uji coba lapangan tahap pertama, sehingga pada tahap selanjutnya dapat meningkatkan dan menyempurnakan produk penelitian. (8) Operational field testing- uji coba model secara operasional atau uji coba empirik. Data wawancara, observasi, dan angket dikumpulkan lalu dianalisis. Pada langkah ini ditentukan draf akhir model untuk disebarluaskan (diseminasikan); (9) Final product revision-tahap revisi akhir dari prototipe (model yang dihasilkan). Revisi dilakukan memperhatikan masukan dan saran-saran dari monitoring, wawancara dengan guru, dan observasi langsung terhadap pelaksanaan uji coba. (10) Dissemination and implementation.

Untuk kepentingan disertasi ini peneliti menyederhanakan tahap-tahap penelitian dan pengembangan menjadi tiga tahap, yakni sebagai berikut.

1. Penelitian Pendahuluan (pra-survey)

Tahap penelitian pendahuluan merupakan kegiatan research and information

collecting memiliki dua kegiatan utama, yaitu studi literatur (kajian pustaka dan hasil penelitian terdahulu) dan studi lapangan. Hasil dari kegiatan ini adalah


(6)

diperolehnya profil implementasi sistem pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan atau obyek pembelajaran yang hendak ditingkatkan mutunya.

2. Pengembangan Model

Tahap pengembangan sebagai gabungan tahap planning and development of the preliminary form of product mengandung kegiatan-kegiatan; penentuan tujuan, menentukan kualifikasi pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian dan pengembangan (peneliti dan guru), merumuskan bentuk partisipasi pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian dan pengembangan, menentukan prosedur kerja, dan uji kelayakan. Hasil dari kegiatan ini adalah diperolehnya draft desain model yang siap untuk diujicobakan. Tahap uji lapangan mengandung tahap-tahap preliminary field testing, main product revision, main field testing, dan product revision memiliki kegiatan utama, yaitu uji coba, baik uji coba terbatas (preliminary field test) maupun uji coba lebih luas (main field test). Di samping itu, tahap ini mengandung pula kegiatan untuk merevisi terhadap hasil setiap uji coba model sistem pembelajaran. Kegiatan uji coba dilakukan secara siklis (desain, implementasi, evaluasi, dan penyempurnaan) sampai ditemukan model sistem pembelajaran yang siap untuk divalidasikan.

3. Pengujian Efektivitas Model

Tahap validasi terdiri atas kegiatan operational field testing dan final product

revision dengan tujuan untuk menguji model melalui kuasi eksperimen dengan


(7)

Hasil eksperimentasi menjadi bahan pertimbangan dalam membuat rekomendasi tentang efektivitas dan adaptabilitas model IBNBBK di sekolah.

B. Implementasi Tahap-tahap Penelitian

Implementasi langkah-langkah penelitian dan pengembangan model IBNBBK adalah sebagai berikut.

1. Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan merupakan kegiatan research and information collecting

memiliki dua kegiatan utama, yaitu studi literatur (kaji pustaka dan hasil penelitian terdahulu) dan studi lapangan. Aspek-aspek yang diteliti dalam studi pendahuluan ini meliputi kondisi guru, dan peserta didik, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), proses belajar mengajar IPS yang sedang berlangsung sekarang ini.

Kondisi guru yang menjadi fokus penelitian pendahuluan ini adalah latar belakang guru, kemampuan dan kinerja guru, kemampuan guru dalam merencanakan pengajaran, kegiatan guru dalam pembelajaran, materi pembelajaran IPS, metode, media pembelajaran IPS, dan evaluasi pembelajaran IPS.

Kondisi peserta didik yang menjadi fokus penelitian ini adalah kesan-kesan selama mengikuti pelajaran IPS, pendapat peserta didik tentang guru IPS, dan pendapat peserta didik tentang nilai-nilai budaya batik klasik. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), yakni proses belajar mengajar IPS yang sedang berlangsung sekarang ini. Adapun langkah-langkah yang dilakukan yakni sebagai berikut.


(8)

Studi kepustakaan merupakan langkah awal dalam penelitian ini, dimaksudkan untuk mengumpulkan landasan teoritik guna pengembangan model. Paradigma penelitian pengembangan ini adalah Postmodernisme dengan teori

utamanya “dekonstruksi” dari Derrida. Selain itu juga digunakan teori belajar dan model pembelajaran yang relevan untuk pengembangan model pembelajaran IPS berbasis nilai budaya lokal batik klasik untuk penguatan jati diri bangsa.

Pada studi kepustakaan juga dikaji beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan, yang dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai persoalan-persoalan pembelajaran IPS di sekolah. Selain itu, juga diperlukan untuk lebih memperhatikan kesimpulan, saran, dan rekomendasi berdasarkan temuan-temuan hasil penelitian.

Uraian mengenai hasil studi kepustakaan selengkapnya telah disajikan pada bab II, yang sekaligus juga berfungsi sebagai landasan teori. Dengan demikian pada bab ini hanya disajikan bahasan singkat landasan teori dan studi kepustakaan yang digunakan sebagai dasar pengembangan model IBNBBK.

2. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data melalui angket berkenaan dengan kondisi umum pembelajaran IPS di kota Surakata dan pengamatan yang berkenaan dengan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran IPS berbasis nilai budaya lokal batik klasik untuk menguatkan jati diri bangsa.

Berdasarkan dokumen Dikspora Surakarta, diketahui bahwa di Kota Surakarta terdapat 70 SMP, terdiri dari 27 SMP Negeri; 2 SMP SBI; dan 43 SMP


(9)

swasta, terdiri dari 18 SMP Islam, 9 SMP Kristen, 6 SMP Katholik, dan 10 SMP swasta umum.

Untuk mendukung penelitian ini, dilakukan observasi di beberapa sekolah antara lain di SMP Negeri 9, SMP Negeri 10, SMP Negeri 7, SMP Negeri 3, SMP Negeri 19, SMP Muhammadiyah 2, SMP Batik, dan SMP Kristen 1. Observasi dilakukan terhadap proses pembelajaran IPS di kelas, di perpustakaan, dan kegiatan sekolah secara umum yakni pada waktu jam masuk sekolah dan jam berakhirnya pembelajaran keseluruhan. Hal ini dimaksudkan untuk melihat pelaksanaan pembelajaran IPS dan budaya sekolah yang ditanamkan kepada peserta didik, berkaitan dengan pendidikan budi pekerti dan karakter.

Wawancara dan pengisian angket terbuka dilakukan pada siswa SMP untuk mengetahui: (1) Kesan selama mengikuti pembelajaran IPS; (2) Pendapat siswa tentang guru IPS: (3) Pendapat siswa tentang pelajaran IPS; (4) Kesan siswa terhadap seni batik klasik sebagai salah satu keunggulan budaya Surakarta.

Wawancara dan pengisian angket yang bersifat terbuka untuk guru meliputi: (1) profil guru IPS; (2) kemampuan dan kinerja guru; (3) kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran IPS; (4) kegiatan belajar mengajar mengajar IPS; (5) Pengembangan materi IPS berkaitan dengan integrasi nilai-nilai budaya batik klasik yang menjadi muatan lokal di Surakarta; (6) metode dan media pembelajaran IPS; (6) evaluasi pembelajaran IPS.

Wawancara juga dilakukan dengan Kepala Sekolah meliputi permasalahan (1) latar belakang guru-guru IPS; (2) pengembangan materi IPS dengan


(10)

mengintegrasikan budaya lokal di Surakarta; (3) kegiatan peningkatan kemampuan guru dalam melakukan inovasi pembelajaran IPS agar menarik dan bermakna; (4) kebijakan terhadap pembelajaran IPS terpadu; dan (5) pembelajaran IPS yang berlangsung di sekolah selama ini berkaitan dengan keharusan mengintegrasikan pendidikan karakter dalam pembelajaran.

Selain itu juga dilakukan studi dokumentasi, berupa kajian terhadap kurikulum mata pelajaran IPS SMP, buku teks yang digunakan, serta perangkat pembelajaran, untuk menentukan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang akan dipilih untuk mengintegrasikan model pembelajaran yang dikembangkan. Hal-hal yang ingin diketahui dari perangkat pembelajaran yang sudah dibuat guru.

Sedangkan identifikasi RPP difokuskan pada: (1) Perumusan Tujuan Pembelajaran, yang meliputi: (a) kejelasan rumusan (operasional); (b) kelengkapan cakupan rumusan; (c) kesesuaian dengan kompetensi dasar. (2) Pemilihan dan pengorganisasian materi pembelajaran yang meliputi : (a) Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran; (b) Kesesuaian dengan karakteristik peserta didik; (c) Keruntutan dan sistemaika materi; (d) Kesesuaian materi dengan alokasi waktu. (3) Pemilihan Sumber Belajar/ Media pembelajaran yang meliputi: (a) Kesesuaian sumber/media pembelajaran dengan tujuan; (b) Kesesuaian sumber/media pembelajaran dengan materi; (c) Kesesuaian sumber/media pembelajaran dengan karakteristik peserta didik; (4) Metode pembelajaran, yang meliputi (a) Kesesuaian strategi dan metode pembelajaran dengan tujuan pembelajaran; (b) Kesesuaian strategi dan metode


(11)

pembelajaran dengan materi pembelajaran; (c) Kesesuaian strategi dan metode pembelajaran dengan karakteristis peserta didik; (d) Kesesuaian alokasi waktu dengan tahapan pembelajaran. (5) Penilaian Hasil Belajar, yang meliputi: (a) Kesesuaian teknik penilaian dengan tujuan pembelajaran; (b) Kejelasan prosedur penilaian; (c) Kelengkapan instrumen (soal, kunci jawaban/ pedoman penskoran).

Fokus utama dari studi pendahuluan analisis RPP adalah untuk mengungkap apakah RPP yang selama ini sudah mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal Surakarta yakni nilai-nilai yang bersumber motif batik klasik yang diajarkan kepada peserta didik. Dari hasil studi pendahuluan dilakukan diskusi dengan guru untuk menyusun model awal atau draft model pembelajaran IPS dengan mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal Surakarta, yakni batik klasik. Dengan demikian penyusunan model awal dilakukan secara kolaboratif, kemitraan antara guru dengan peneliti yang diarahkan kepada pengembangan rencana pembelajaran IPS berbasis nilai budaya lokal batik klasik untuk penguatan jati diri bangsa. Pada tahap awal uji coba model dikembangkan di SMPN 19 di Kota Surakarta.

3. Pengolahan Data Penelitian Pendahuluan

Analisis data dimulai dengan mengumpulkan dan menelaah seluruh data yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu dari pengamatan, wawancara, dan foto dibantu oleh alat pencatat maupun perekaman. Langkah berikutnya, rnengadakan reduksi data yakni menyeleksi, menfokuskan, menyederhanakan, mengabstraksikan, dan mentransformasikan data mentah dengan tujuan agar mudah dipahami. Selanjutnya dilakukan kodifikasi, istilah lain adalah pemrosesan satuan (Lincoln dan


(12)

Guba, 1985) berdasarkan satuan instrumen penelitian, data diberikan kode-kode tertentu berdasarkan jenis dan sumbernya. Setelah itu dilakukan interpretasi terhadap keseluruhan data untuk memudahkan dalam menentukan atau mendefinisikan kategori data, perumusan sejumlah hipotesis mengenai hasil, dan rencana tindakan yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Berdasarkan prosedur pengkodean, peneliti selanjutnya mengadakan kategorisasi data. Kategori adalah salah satu kumpulan dari seperangkat data yang disusun atas dasar pikiran, intuisi, pendapat, atau kriteria tertentu (Lincoln dan Guba, 1985). Dalam penelitian ini sistem kategorisasi dan pengkodean disusun berdasarkan tiga aspek unit data, yaitu (1) latar konteks kelas, (2) proses pembelajaran, dan (3) aktivitas atau tindakan (Bogdan dan Biklen, 1990).

Penafsiran data yang berhubungan dengan penelitian kelas ini meliputi fakta dan informasi tentang: latar belakang guru, kemampuan dan kinerja guru, kemampuan guru merencanakan pengajaran, kegiatan guru dalam pembelajaran, materi, metode, media, dan evaluasi pembelajaran IPS. Kondisi peserta didik yang menjadi fokus penelitian ini adalah kesan-kesan selama mengikuti pelajaran IPS, pendapat peserta didik tentang guru IPS, dan pendapat peserta didik tentang nilai-nilai budaya batik klasik.

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh gambaran bahwa para guru responden mengakui: (1) pelajaran IPS selain untuk memberikan pengetahuan juga untuk mengembangkan kepribadian dan memperkuat jati diri bangsa, karena itu guru IPS bertanggung jawab terhadap pembentukan karakter dan sikap kebangsaan


(13)

peserta didik; (2) pembelajaran IPS yang meaningfull dan powerfull yakni pembelajaran yang bermakna, terintegrasi, menantang, aktif dan berbasis nilai, selama ini belum berjalan sebagaimana seharusnya karena pelaksanaan pembelajaran IPS masih berorientasi pada target materi dalam kurikulum. Pembelajaran berlangsung monoton dan lebih berpusat pada guru serta kurang mengintegrasikan lingkungan sosial budaya peserta didik dalam pembelajaran. Untuk itu guru dengan peneliti sebagai mitra mengembangkan materi pembelajaran dalam kurikulum dengan dasar empat R, yakni Richnes, relation, recurcion dan

rigor; (3) Pengembangan KTSP harus mengintegrasikan keunggulan lokal dalam

pembelajaran agar peserta didik tidak lepas dari konteks lingkungan sosial budayanya. Batik klasik sebagai keunggulan budaya Surakarta dan menjadi muatan lokal pendidikan di Surakarta. Batik sebagai budaya intangible mengandung nilai-nilai edukatif yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran IPS dan merupakan solusi untuk menciptakan pembelajaran IPS berbasis nilai dan sebagai implementasi integrasi karakter dan budaya dalam IPS; (4) guru mitra selama ini kesulitan dalam menyusun dan mengembangkan RPP yang mengintegrasikan karakter dan budaya, karena itu dengan diskusi dan pendampingan dari peneliti sebagai mitra disepakati bahwa pembelajaran IPS berbasis pada nilai budaya lokal batik klasik akan dikembangkan dengan model pembelajaran kooperatif dan klarifikasi nilai.

Dengan demikian para guru mendukung gagasan pengembangan model IBNBBK dan bersedia mengimplementasikan dalam pembelajaran di kelas. Pada awalnya guru mitra kurang yakin pada kemampuanya untuk mengembangkan RPP


(14)

dan melaksanakan pembelajaran “IBNBBK”. Selama ini guru-guru IPS Surakarta menggunakan RPP yang disusun oleh MGMP IPS Surakarta. Mereka belum pernah mengembangkan RPP pembelajaran IPS khusus yang mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal (batik klasik) yang dapat menguatkan karakter dan jati diri bangsa. Setelah berdiskusi dengan peneliti dan adanya keharusan memasukan nilai karakter budaya dalam pembuatan RPP dan dalam pelaksanaan pembelajaran IPS di kelas, para guru menjadi termotivasi untuk segera melaksanakan pembelajaran IBNBBK.

1) Instrumen Penelitian Pendahuluan

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif maka instrumen penelitian untuk pengumpulan data pada fase pertama bergantung pada peneliti sebagai alat atau instrumen pengumpul data. Dengan dasar pertimbangan tersebut maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sebagai instrumen utama (Wiriaatmadja, 2005). Untuk memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data digunakan alat bantu berupa catatan lapangan, tape recorder, dan kamera (Hopkin , 1993; Madya, 1994; Moleong, 1997).

Catatan lapangan digunakan untuk mencatat segala kejadian dan peristiwa selama komunikasi interaktif berlangsung dalam proses pembelajaran IPS di dalam kelas sekaligus merupakan internal validity dari penelitian ini (Wiriaatmadja, 2005). Alat perekam (Hopkins, 1993) untuk melengkapi catatan lapangan dan menangkap atmosfer dari komunikasi interaktif di dalam kelas dan bila perlu digunakan pula sebagai pelengkap dalam proses wawancara dengan persetujuan


(15)

guru sebagai patner dalam penelitian. Kamera untuk merekam peristiwa penting dalam kegiatan di kelas sekaligus mendukung instrumen penelitian lainnya.

Pedoman wawancara, secara informal dengan peserta didik yang dilakukan secara terencana tetapi tidak terstruktur untuk menggali dan memperjelas hal-hal yang tidak diperoleh dalam komunikasi interaktif di dalam maupun di luar kelas.

2) Triangulasi Data

Untuk mendapatkan validitas data dilakukan dengan beberapa teknik, yakni dengan triangulasi data dan sumber. Selain itu juga dengan bantuan dari para ahli Teknologi Pembelajaran untuk memberi penilaian RPP IPS selama ini. Hal ini dimaksudkan untuk mempertajam dan untuk koreksi maupun untuk memperolah masukan dan kritikan sehingga data hasil infomasi benar-benar telah teruji kebenarannya.

3) Pengolahan Data Penelitian Pendahuluan

Pengolahan data hasil penelitian eksploratif dilakukan dengan teknik analisis model interaktif (Miles dan Huberman, 1984). Analisis interaktif meliputi tahapan : (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) sajian data, dan (4) verifikasi/ menarik kesimpulan. Analisis dilakukan terus menerus dari awal pengumpulan data sampai dengan betul-betul diperolehnya data hasil penelitian yang lengkap. Proses analisis terjadi secara interaktif, yang menguji antar komponen secara siklus yang berlangsung dalam waktu cukup lama, sehingga diperoleh hasil penjelasan yang


(16)

benar-benar tuntas dan mendalam. Mekanisme analisis yang mencerminkan keterkaitan antar tahapan dapat dilihat pada bagan berikut ini.


(17)

Bagan: 3.1 Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif (Miles & Huberman, 1984)

2. Pengembangan Model IBNBBK

Tahap pengembangan model merupakan tahap penyusunan draf model, uji coba terbatas, uji coba lebih luas, dan finalisasi model.

a. Penyusunan Draf Model

Penyusunan draf model berpijak pada landasan teori hasil kajian kepustakaan, memadukan kesesuaian karakteristik model yang akan dikembangkan dengan karakter bidang studi IPS serta kondisi pembelajaran IPS pada jenjang SMP. Dasar penyusunan yang digunakan adalah landasan filosofis model, pedagogis, teoritis dan empiris atau kelayakan implementatif. Lima komponen pembelajaran sebagaimana dikemukakan Joyce (2011) menjadi acuan dalam menyusun model awal, yakni (1) Sintaks, (2) Sistem Sosial, (3) Prinsip Reaksi, (4) Sistem Pendukung, (5) Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring

PENGUMPULAN DATA

REDUKSI DATA

PENYAJIAN DATA

KESIMPULAN-KESIMPULAN: PENARIKAN / VERIFIKASI


(18)

Fokus utama yang mendasari penelitian ini adalah memperbaiki dan memberdayakan pembelajaran IPS sebagaimana diungkapkan oleh Stahl (2008:2) dalam jurnal NCSS bahwa prinsip pembelajaran IPS (social studies) pada sebuah penelitian berjudul ”A Vision of Powerful Teaching and Learning in the Social

Studies: Building Social Understanding and Civic Efficacy yakni: Pertama,

pembelajaran IPS yang baik jika bermakna (Socia l studies teaching and learning are

powerful when they are meaningful). Peserta didik belajar menghubungkan

pengetahuan, keyakinan dan sikap yang mereka peroleh di dalam maupun di luar kelas. Kebermaknaan isi materi pelajaran diarahkan pada bagaimana menyajikannya pada peserta didik dan bagaimana mengembangkannya melalui serangkaian kegiatan. Kedua, pembelajaran IPS yang baik adalah pembelajaran yang terintegrasi (Social studies teaching and learning are powerful when they are integrative).

Pembelajaran IPS dalam penyampaian topik dilakukan melalui upaya mengintegra-sikan dalam hal: a) lintas ruang dan waktu, b) pengetahuan, keterampilan, keyakinan, nilai dan sikap untuk dilaksanakan, c) teknologi secara efektif, d) lintas kurikulum. Ketiga, pembelajaran IPS yang baik adalah pembelajaran yang berbasis nilai (Social studies teaching and learning are powerful when they are value-based).

Keempat, pembelajaran IPS yang baik adalah pembelajaran yang menantang (Social studies teaching and learning are powerful when they are challenging). Peserta didik diharapkan mencapai tujuan pembelajaran secara individu dan kelompok melalui aktivitas berfikir kritis dan menantang. Kelima, Pembelajaran IPS yang baik adalah pembelajaran yang aktif (Social studies teaching and learning are powerful


(19)

when they are active). Pembelajaran IPS yang aktif ditandai kemampuan peserta didik dalam berfikir reflektif dan membuat keputusan (decision making) selama pembelajaran. Peserta didik mengembangkan pemahaman baru melalui proses pembelajaran aktif dengan mengkonstruk pengetahuan sosial yang penting. Dengan demikian pembelajaran IPS harus mampu membekali peserta didik dengan pengetahuan, sikap, nilai, dan ketrampilan dalam hidup bermasyarakat sehingga mereka benar-benar memahami lingkungan masyarakat dan bangsanya dengan berbagai dimensi kehidupan.

Berdasarkan observasi pada saat pembelajaran IPS dan wawancara terhadap guru IPS dan siswa bahwa pelajaran IPS terlalu sarat materi, bersifat kognitif, dan hafalan. Karena bersifat hafalan, pembelajaran IPS menjadi menjemukan, tidak menarik dan dipandang sebagai beban bagi peserta didik. Pendidikan IPS lebih berorientasi pada penguasaan struktur keilmuan dan tidak mengintegrasikan realitas sosial budaya sebagai sumber nilai rujukan bagi peserta didik. Guru IPS cenderung terikat pada buku teks, baik isi, urutan materi, contoh-contohnya, dan latihan-latihan soal yang menyertainya secara kaku. Peranan guru sangat dominan dan pendewaan terhadap kurikulum menggambarkan status quo dari budaya ajar.

Dengan demikian fokus tindakan penelitian ini adalah memperbaiki dan memberdayakan model pembelajaran IPS berbasis nilai budaya lokal batik klasik untuk penguatan karakter bangsa. Batik klasik merupakan salah satu keunggulan

budaya Surakarta, karena itu Pemkot Surakarta menetapkan “batik sebagai muatan lokal”, yang terintegrasi dalam pembelajaran seni budaya. Dalam pembelajaran seni


(20)

budaya batik diberikan dalam bentuk budaya fisik yakni kain batik. Peserta didik dimediasi oleh guru seni budaya agar memilki kemampuan mewarnai dan ketrampilan membatik sederhana. Sedang batik sebagai budaya intangible yakni nilai-nilai edukatif akan dikembangkan melalui pembelajaran IPS.

Keberhasilan pengembangan model pembelajaran dilihat dari aspek penguasaan kompetensi (prestasi belajar), dan penguatan karakter serta sikap siswa terhadap batik sebagai jati diri bangsa, yang dapat ditunjukan selama proses pembelajaran, baik dalam bentuk perilaku maupun ekspresi perasaan yang teramati. Untuk menvalidasi hasil pengamatan, dilakukan melalui wawancara baik dengan guru mitra maupun peserta didik yang dipilih secara acak dengan mempertimbangkan aspek keterwakilan kemampuan akademik (diambil sampel anak yang teridentifikasi pada kelompok bawah, sedang, dan rendah).

Pada tahap awal peneliti dan dua orang guru, yakni Ibu T dan Bp Y bersama-sama memilih Kompetensi Dasar: mendeskripsikan pranata sosial dalam kehidupan masyarakat. Materi: Pengertian pranata sosial. Fungsi pranata sosial; Jenis-jenis pranata sosial dengan waktu 6 x tatap muka atau 3 x pertemuan.

Integrasi nilai-nilai budaya lokal batik klasik akan dilakukan dalam pengembangan materi ajar dan media pembelajaran, serta pada saat proses pembelajaran. Untuk pengembangan materi pembelajaran IPS berbasis pada nilai budaya lokal batik klasik digunakan empat unsur R yang dikembangkan Doll (1993: 176-183). Pengembangan model ini disepakti sebagai salah satu solusi permasalahan kemerosotan nilai, moral dan akhlak telah menjadi salah satu problematika


(21)

kehidupan bangsa Indonesia terpenting di abad ke-21 ini. Merosotnya nilai-nilai moral yang mulai melanda masyarakat saat ini tidak lepas dari ketidakefektifan pendidikan nilai-nilai moral, baik di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara keseluruhan. Efektivitas paradigma pendidikan nilai yang berlangsung di jenjang pendidikan formal hingga kini masih sering diperdebatkan. Menurut Soedijarto (1997:333) pengintegrasian nilai-nilai yang telah direncanakan untuk mempribadi ke dalam aturan tingkah laku belajar peserta didik sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas hasil belajar sebagai salah satu indikator strategi bagi keberhasilan pendidikan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Dalam konsep „pendidikan‟ nilai dan sikap sengaja ditanamkan kepada si terdidik (transmission of values). Nilai dan sikap yang positif, yang diharapkan mampu membawa peserta didik menjadi orang yang baik, atau bersikap baik, karena didorong oleh nilainilai kebaikan. Seolah-olah tiga aspek rohani manusia sudah tercakup di dalamnya, yakni aspek kognitif, afektif dan konatif. Ketika peserta didik diperkenalkan dengan nilai-nilai kebaikan tertentu untuk selanjutnya ditanamkan atau ditransmisikan kepada mereka, harapannya peserta didik sudah mengetahui atau mengenal nilai-nilai tersebut, kemudian merespons nilai-nilai tersebut dengan sikap pribadinya, untuk selanjutnya tergerak hatinya untuk mewujudkan nilai-nilai yang diketahuinya itu agar manifes dan menjadi pendorong untuk melakukan perbuatan baik dan terpuji. Karena itu melalui implementasi model ini diharapkan akan terealisasi pembelajaran IPS yang powerfull dan meaningfull serta akan menguatkan karakter peserta didik.


(22)

Sebagai langkah awal penyusunan draf model peneliti bersama-sama dengan Ibu T. Bp An. (guru SMP Negri 19), Ibu D (SMP N 10), Bp H (SMPN 9), Ibu W (SMP Al Muayat), Ibu Mur (SMP Muhammadiyah 2) dan Ibu Han (Guru SMP Kristen) berdiskusi untuk menentukan langkah-langkah menyusun draf model

pembelajaran “IBNBBK”. Dari diskusi tersebut peran Ibu T sebagai guru IPS senior

dan pengurus MGMP IPS dalam memotivasi teman-teman guru IPS yang lain sangat besar, karena pada awalnya mereka pesimis dan merasa agak berat kalau harus menyusun RPP, mengembangkan bahan ajar dan media yang sesuai dengan model IBNBBK, karena selama ini para guru IPS SMP di Surakarta sudah merasa nyaman menggunakan RPP dari MGMP IPS Surakarta. Keluhan dari teman-teman guru tadi oleh Ibu T ditanggapi dengan jawaban yang dapat membesarkan hati teman-teman.

”Dalam rangka penanaman karakter pembelajaran IPS harus memasukan nilai-nilai karakter dalam RPP maupun implementasi pembelajaran, dan selama ini kita masih mengalami kesulitan dalam pengembangan materi dan pengembangan model pembelajaran maupun evaluasi (skala sikap) Karena itu, ini kesempatan kita bersama-sama dengan dosen LPTK untuk menemukan model pembelajaran IPS berbasis nilai budaya lokal. Apabila kita sudah dapat menyusun RPP dan melaksanakanya, maka nanti kita sosialisasikan lewat MGMP. Hal ini akan membantu teman-teman guru IPS yang masih kesulitan dalam mengembangkan pembelajaran berbasis karakter”

Ibu T didampingi peneliti bersama-sama dengan guru-guru IPS lainya (Ib H; Ib D; Ib W; Ib Mn; Bp Hr; dan Bp An) yang mengikuti FGD, mengidentifikasi langkah-langkah penyusunan draf model. (1) Untuk media pembelajaran dan buku-buku tentang batik klasik sudah disediakan oleh peneliti dan Bp An; (2) untuk pengembangan materi bahan ajar disepakati SK dan KD pada materi pranata sosial.


(23)

(3) Langkah-langkah pembelajaran tetap mengacu pada Permen Diknas nomor 41 tahun 2007, yakni apersepsi, eksplorasi, elaborasi, konfirmasi, dan penutup. Dalam proses pembelajaran digunakan model pembelajaran kooperatif.

Untuk itu pada tahap apersepsi guru melalui dialog kritis dengan siswa mengidentifikasi beberapa kebutuhan manusia yang kemudian melatar belakangi adanya berbagai pranata sosial, antara lain pranata pendidikan, keamanan dan ketertiban. Dalam proses kerjanya agar pranata sosial dapat menjalankan fungsinya, maka pranata didukung oleh adat, norma, aturan dan hukum. Pranata sosial akan senantiasa berkembang sesuai dengan kompleksitas kebutuhan manusia. Pranata dan adat serta norma sosial menjadikan manusia beradab atau berbudaya. Salah satu budaya Surakarta adalah batik klasik (untuk uji coba awal dipilih hari jumat jam ke1-2, karena itu guru dan siswa menggunakan pakaian batik). Melalui dialog diidentifikasi apa makna simbolisme motif batik klasik yang digunakan untuk seragam di sekolah? Mengapa dipilih motif itu? Mengapa penggunaan kain batik harus memperhatikan tuntunan dan tatanannya?

Guru menampilkan motif batik yang relevan dengan nilai-nilai karakter yang dikembangkan sebagai contoh nilai kerja keras, yakni motif Sido Mulyo dan Sido Mukti.

Pada tahap eksplorasi guru mengarahkan diskusi siswa bahwa nilai-nilai pendidikan dan karakter yang berasal dari motif batik klasik dapat ditransformasikan dalam berbagai pranata social dalam bentuk nilai-nilai yang harus dikembangkan lebih lanjut, dan sebaliknya nilai-nilai yang harus dihindari. Sebagai contoh motif klasik Sido Mukti atau Sido Mulyo, yakni harapan dan permohonan pada Tuhan agar memperoleh kesejahteraan. Semua itu diusahakan dengan iktiar dan berdoa. Makna motif ini ditransformasikan menjadi nilai kerja keras dan menghindari kemalasan.


(24)

Nilai ini harus dikembangkan dalam realitas kehidupan individu dan sosialnya

Pada tahap elaborasi siswa dengan kelompoknya mendiskusikan “masalah

pranata sosial” (dibagikan oleh guru). Tugas kelompok adalah memecahkan permasalahan, disertai dengan nilai yang harus dikembangkan dan sebaliknya nilai yang harus di hindari.

Pengembangan model pembelajaran IPS berbasis nilai-nilai budaya lokal batik klasik selain untuk penguasaan kompetensi sesuai dengan indikator yang dikembangkan, juga bertujuan untuk penguatan karakter dan jati diri Bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan kombinasi pembelajaran kooperatif dan klarifikasi Nilai. Sebagaimana diungkapkan Adimassana (2000: 31) bahwa sistem pendidikan harus mengarah pada dua aspek. Pertama, pendidikan harus memberi bekal pengetahuan ilmiah, ketajaman dan kedalaman daya kritikal secara intelektual serta keterampilan profesional. Kedua, pendidikan harus membentuk dan mengembangkan watak atau jati diri bangsa yang harus dibentuk dari nilai-nilai budaya sendiri yang relevan dengan kebutuhan aktual masa kini dan masa depan. Karena itu pembelajaran di sekolah menurut Amril (2005: 20-45) merupakan usaha sadar yang diarahkan dalam rangka meningkatkan kualitas eksistensialitas manusia, dan tidak dapat dilepaskan dari moralitas. Implikasinya pembelajaran dalam pada materi pelajaran apa pun tidak dapat dilepaskan dari nilai moral.

Dalam konteks postmodern pendidikan karakter menuntut kemampuan guru untuk menyentuh keseluruhan serta keutuhan pribadi anak didik. Keutuhan pribadi manusia meliputi perasaan, rasio, imajinasi, kreativitas, dan memori. Karena itu


(25)

model pembelajaran akan dikembangkan dengan model pembelajaran Kooperatif dan Klarifikasi nilai, dengan pendekatan konstruktivis dan kontekstual.

According to Palmer (2005), “Constructivism is the dominant paradigm of

learning in science, and a huge amount of science education research has

been carried out from a constructivist perspective” (p. 1853). The

constructivist theory builds on the idea thatstudents are not passive learners. Rather than relying on passive learning techniques, constructivists believe that students should engage in more meaningful learning by creating and

modifying their own “knowledge structures.” Since science education

requires students to use their own prior knowledge and interests to analyze and interpret new data, more and more science educators are turning to the constructivist approach to teaching (Palmer, 2005).

Keberhasilan pengembangan model pembelajaran dilihat dari aspek penguasaan kompetensi (prestasi belajar), penguatan karakter dan jati diri bangsa, yang dapat diamati selama proses pembelajaran, baik dalam bentuk perilaku maupun ekspresi perasaan yang teramati. Untuk menvalidasi hasil pengamatan, dilakukan melalui wawancara baik dengan guru mitra maupun peserta didik yang dipilih secara acak dengan mempertimbangkan aspek keterwakilan kemampuan akademik (anak yang teridentifikasi pada kelompok bawah, tengah, dan atas).

b. Uji Coba Model

Metode yang digunakan dalam uji coba model adalah penelitian tindakan kelas (class action research). Penelitian tindakan kelas ini dilakukan secara kolaboratif dan partisipatif. Penelitian kualitatif adalah sebuah proses inkuiri yang menyelidiki masalah-masalah sosial dengan metode prosedur penelitian kualitatif (Creswell, l998:15), yang bertolak dari fllsafat konstruktivistik dengan asumsi


(26)

bahwa kenyataan itu merupakan konstruksi sosial yang berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh individu-individu. Dalam perkembangannya menurut Gall, Gall, dan Borg (2003) penelitian kualitatif banyak yang terpengaruh aliran pascamodern (Postmodernism), yang menghendaki pendekatan inkuiri yang menolak upaya-upaya ilmiah dari kemapanan penelitian profesional yang cenderung berstruktur kekuasaan (Gall, Gall, dan Borg, 2003: 476). Menurut Lincoln dan Guba (1985: 30); Wiriatmadja ( 2005:5) penelitian demikian disebut juga sebagai penelitian pasca positivistik (postpositivism) yang memiliki kekuatan pada pengamatan yang lebih mendalam, bersifat struktural, mengangkat makna inferensial, memperhatikan pemahaman dan memiliki kecenderungan probabilistik dan spekulatif.

Prosedur penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan manusia secara holistik. Jadi dalam hal ini tidak terjadi isolasi individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan yang alamiah (Bogdan dan Taylor, l995). Karena itu penelitian kualitatif memberikan makna yang kuat terhadap kealamiahan atas kebenaran yang dicarinya. Rancangan penelitian tersebut kenyataan-kenyataan diposisikan sebagai keutuhan yang tidak terpisahkan dari konteksnya.

Penelitian kualitatif meliputi penelitian inkuiri naturalistik atau alamiah, etnografi, interaksionis simbolik, etnometodologi, fenomenologis, studi kasus,


(27)

interpretatif ekologis, dan deskriptif (Bogdan dan Biklen, 1982). Salah satu bentuk penelitian inkuiri-naturalistik adalah penelitian tindakan (action research). Penelitian tindakan menurut Kemmis (1990) diartikan sebagai bentuk refleksi diri secara inkuiri yang dilakukan oleh para partisipan di dalam situasi sosial dengan tujuan untuk mengembangkan atau meningkatkan rasionalitas dan rasa kebenaran di lingkungan sosialnya atau profesionalisme dalam praktek-praktek pendidikan dalam situasi dimana aktivitas tersebut berlangsung. Pendapat senada dikemukakan oleh Hopkins (1993), Sukmadinata (2005) maupun Wiriatmadja (2005) yang memaknai penelitian tindakan sebagai penelitian inkuiri-reflektif yang dilakukan secara sistematik dengan perpaduan prosedur penelitian dengan tindakan substantif dalam pengalaman yang kongkrit melalui pengamatan dan refleksi untuk pengujian terhadap implikasi konsep dalam situasi sosial yang benar.

Ciri penelitian tindakan adalah adanya suatu kajian reflektif diri secara inkuiri, partisipasi dan kolaboratif terhadap latar alamiah dan implikasinya dari suatu tindakan. Sebagai tindakan substantif, ciri penelitian tindakan adalah adanya suatu intervensi skala kecil berupa pengembangan model pembelajaran dengan memfungsikan kealamiahan latar sebagai upaya diri untuk melakukan perubahan dalam bentuk peningkatan kualitas tindakan dan iklim sosial kelas selama pengembangan model pembelajaran berlangsung (Allwnght dan Bailey, I991).

Menurut Sukmadinata (2005:143) penelitian tindakan memiliki keunggulan melalui sifatnya yang partisipatif, demokratis, responsif terhadap masalah-masalah sosial dan berlangsung dalam suatu konteks, serta mampu memberi kebebasan


(28)

kepada peserta didik dan guru, mampu meningkatkan proses belajar, pengajaran dan penentuan kebijakan. Ditambahkan Neuman (2000:25) bahwa penelitian tindakan sebagai penelitian terapan memiliki kekuatan untuk mendobrak garis batas antara teori dari tindakan atau situasi sosial. Dengan kekuatannya tersebut penelitian tindakan sering dilakukan untuk pengembangan ketrampilan dan atau pendekatan baru untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung pada ruang kelas atau ajang dunia kerja (Madya, 1994).

Penelitian tindakan dalam bidang pendidikan merupakan jalan keluar untuk mengatasi problema yang dihadapi dunia pendidikan pada front paling depan, yakni di dalam kelas. Penelitian tindakan memberikan peluang kepada para guru yang dianggap sebagai pihak yang sangat mengetahui dan memahami berbagai masalah yang berkembang di dalam kelas, dan untuk mengoptimalkan emansipasi dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dan sekaligus meningkatkan kualitas profesionalismenya baik sebagai pendidik maupun peneliti (Hopkins, 1993).

Berdasarkan kajian terhadap pemikiran-pemikiran tersebut diperoleh penegasan bahwa penelitian tindakan sebagai penelitian kualitatif memiliki kekuatan pada proses dan prosedur inkuiri-reflektif responsif dalam memberikan perbaikan-perbaikan langsung sesuai dengan kondisi dan situasi sosial yang nyata. Melalui penelitian tindakan kelas dapat dikembangkan pengertian yang lebih baik dan akurat terhadap apa yang terjadi di dalam situasi kelas dan data penelitian diperoleh langsung dari tangan pertama, dengan melalui pelibatan dan partisipasi diri bersama partisipan dalam dalam kealamiahan perilaku dan latar atau sumber data.


(29)

Berkaitan dengan penelitian ini, pelaksanaan penelitian tindakan dimaknai sebagai prosedur yang layak dan tepat untuk merancang dan mengembangkan program pembelajaran IPS berbasis nilai budaya lokal batik klasik di kelas yang difokuskan untuk penguasaan kompetensi dan penguatan jati diri peserta didik. Pemilihan dan penggunaan metode penelitian tindakan di dalam penelitian ini tetap senantiasa menempatkan sentralisasi dan otonomi peran profesional guru dalam proses refleksi diri terhadap kinerja dan aktifitas mengajarnya (Elliot, 1993). Esensi dari suatu proyek penelitian tindakan terletak pada peran guru sebagai peneliti dalam konteks perubahan struktur dan proses pendlidikan (Hopkins, 1993). Keterlibatan peneliti sebagai pihak luar agar tidak dirasakan oleh guru sebagai ancaman yang pada akhirnya menimbulkan resiko berkembangnya sikap guru yang tertutup terhadap persolan praktis yang dihadapinya, maka peneliti dan guru menciptakan kemitraan yang menekankan pada kerjasama. Peneliti mitra mengambil peran sebagai fasilitator dan konsultan terhadap pemikiran guru tentang aktifitas dan praktek mengajarnya. Peran fasilitator adalah membantu guru memformulasikan diagnosis - diagnosis dan hipotesis tindakan yang akan diujikan secara empirik di dalam kelas, sehingga strategi kolaboratif dapat memberikan kenyamanan bagi guru dalam melakukan diagnosis dan melaksanakan rencana pembelajaran untuk kepentingan pengumpulan dan penganalisisan data yang sahih.

Uji coba terbatas merupakan uji coba draf model di satu sekolah dengan tujuan utamanya untuk menguji kelayakan implementasi langkah-langkah pembelajaran. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan. Penelitian


(30)

tindakan ini dilakukan secara kolaboratif dan partisipatif (Wiriaatmadja, 2005: 83). Desain yang digunakan adalah yang dikembangkan oleh Mc. Taggart dan Kemmis (Hopkins, 1993) yaitu empat tahapan: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

Daur ulang dalam penelitian tindakan kelas diawali dengan perencanaan tindakan (planning), penerapan tindakan (action), mengobservasi dan mengevaluasi proses dan hasil tindakan (observation and evaluation), dan melakukan refleksi (reflecting), dan seterusnya sampai perbaikan atau peningkatan yang diharapkan tercapai (kriteria keberhasilan), sebagaimana terlihat pada bagan 3.2 di bawah.

Ujicoba lebih luas adalah kelanjutan uji coba terbatas dengan jumlah sekolah dan atau kelasnya ditambah, dengan dua sekolah dengan jumlah satu kelas tiap sekolah. Uji coba luas menghasilkan model final bersifat hipotesis yang perlu diuji validitasnya. Pada pengembangan model lebih luas secara acak digunakan tiga SMP, yakni SMP Negeri 9 (A), SMP Negeri 10 (B), dan SMP Kristen I (Swasta).

c. Revisi Utama Model

Berdasarkan hasil uji coba model, jika diperlukan dilakukan revisi, penyempurnaan, dan penyesuaian sebelum dilakukan validasi empiris model.


(31)

Bagan 3.2. Daur Ulang Penelitian Tindakan Kelas

3. Pengujian Efektivitas Model melalui Kuasi Eksperimen

Validasi empiris model dilakukan menggunakan experimental design

(Creswell, 1994: 130-134). Hal yang paling penting yang ingin ditemukan dalam tahap validasi model final ini adalah dampak model pembelajaran IPS berbasis nilai

SIKLUS 1

SIKLUS 2

STUDI PENDAHULUAN

RENCANA TINDAKAN MODEL AWAL

PELAKSANAAN TINDAKAN

PERUBAHAN RENCANA TINDAKAN REVISI RENCANA

TINDAKAN

PELAKSANAAN TINDAKAN PELAKSANAAN TINDAKAN

atau u

OBSERVASI

REFLEKSI

REFLEKSI OBSERVASI


(32)

budaya lokal batik klasik terhadap penguasaan kompetensi dan penguatan jati diri bangsa dilakukan dengan menggunakan metode kuasi eksperimen.

Penggunaan metode eksperimen pada tahap ini dicirikan dengan dilakukannya pemisahan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen untuk kemudian diuji melalui pre test dan post test. Selanjutnya akan dibandingkan perbedaan nilai rata-rata antara kelompok kontrol dan kelompok treatment (Gall,Gall & Borg, 2003: 402-403). Pada tahap ini untuk memenuhi azas berpasangan yang setara antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, terpilih SMPN 9 dianggap setara dengan SMPN 2, SMPN 10 dengan SMPN 7, dan SMP Kristen 1 dengan SMP Muhammadiyah.

Pola desain kuasi eksperimennya dapat dilihat pada gambar berikut.

GROUP A O1 X O1 GROUP B O2 O2 X = Treatment

Keterangan:

Group A = Kelompok eksperimen Group B = Kelompok control.

Desain kuasi-eksperimen yang digunakan adalah ”non-equivalent control

group design” (Gall, Gall, dan Borg, 2003: 402), yang desainnya sebagai berikut: O1 X O2


(33)

Penjelasan:

O : Kedua kelompok (eksperimen dan kelompok kontrol) diberikan pretest.

X : Kelompok eksperimen diberikan perlakuan/treatment.

--- : Garis-garis putus menunjukkan bahwa kelompok eksperimen dan kontrol tidak dibentuk secara random.

O2 : Kedua kelompok (eksperimen dan kontrol) diberikan post-test untuk mengukur variabel dependent.

Selain itu juga disebarkan kuesioner kepada siswa untuk mengetahui dampak pengiring model IBNBBK untuk peningkatan kompetensi dan jati diri bangsa.

a. Instrumen Fase Uji Efektivitas Model

Instrumen penelitian dan perangkat yang digunakan untuk pengembangan model adalah sebagai berikut.

1) Kuesioner, digunakan untuk mengumpulkan informasi atau data dari siswa pada tahap-tahap validasi empiris (tahap paling akhir) untuk mengetahui kemungkinan adaptasi dan deseminasi model yang telah dikembangkan. 2) Tes Hasil Belajar, digunakan pada tahap uji coba lebih luas dan pada tahap

validasi model. Tes dimaksudkan untuk mengukur tercapainya tujuan pembelajaran sesuai IPS dengan SK dan KD. Bentuknya adalah obyektif tes model pilihan ganda. Tes pada penelitian ini berupa tes kemampuan siswa untuk mengetahui pemahaman materi IPS, dilakukan pada setiap awal (pretest) dan akhir (posttest) uji coba serta uji validasi. Instrumen tes


(34)

kemampuan siswa berdasarkan penilaian ahli dan guru IPS disusun oleh peneliti beserta guru praktisi berdasarkan tujuan dan materi pelajaran.

3) Skala sikap, digunakan pada tahap uji coba terbatas, uji lebih luas, dan pada tahap validasi model untuk mengukur karakter dan sikap siswa terhadap batik sebagai jati diri bangsa. Skala sikap menggunakan model skala Likert dengan lima pilihan jawaban, berisikan pernyataan suatu subyek dengan salah satu jawaban: sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (R), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).

b. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Fase Uji Efektivitas Model

1) Instrumen tes kemampuan siswa, disusun oleh peneliti beserta guru praktisi berdasarkan tujuan dan materi pelajaran. Tidak dilakukan uji validasi dan reliabilitas pada tes kemampuan dengan pertimbangan tes telah disusun: (1) berdasarkan tujuan pembelajaran, (2) berdasarkan materi pelajaran yang diajarkan, (3) dengan kerja sama antara peneliti dan guru praktisi, (4) penilaian juga dilakukan dalam proses pembelajaran.

2) Tes skala sikap digunakan untuk menjaring data tentang karakter berkaitan dengan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pembelajaran dan sikap siswa terhadap batik sebagai jati diri bangsa. Skala sikap Likert berisikan pernyataan suatu subyek dengan salah satu jawaban: sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Validitas instrumen skala sikap menggunakan construct validity (Ary, Jacobs & Razavieh, 1972), yaitu dengan mencari indikator-indikatornya. Validitas isi, dengan penyesuaian


(35)

masing-masing butir dengan bahan yang diteliti (Nawawi, 1987). Validitas muka dilakukan dengan pertimbangan dan saran ahli.

3) Validitas instrumen angket berdasarkan pada mengukur apa yang ingin diukur (Fraenkel & Wallen, 1993: 102). Uji validitasnya menggunakan: (a) uji validitas isi atau content-related validity (Fraenkel & Wallen, 1993: 140), yaitu dengan menurunkan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan indikator yang disusun berdasarkan kisi-kisi instrumen, kemudian dimintakan penilaiannya kepada tim ahli. Angket untuk siswa dilakukan uji coba keterbacaan pada siswa SMPN 19 kelas II dan dimintai tanggapan mengenai keterbacaan angket tersebut; (b) Validitas empiris, diperoleh melalui uji coba pada satu kelas yang tidak dilibatkan dalam penelitian. Analisis data hasil try out

dilakukan menggunakan software SPSS for Windows. Pengambilan kesimpulan validitas butir soal menggunakan kriteria sebagai berikut. Jika hasil analisis (corrected total item correlation) positif dan lebih besar atau sama dengan r-tabel maka butir tersebut adalah valid. Sebaliknya, jika hasil analisis negatif dan atau lebih kecil dari r-tabel maka butir soal tidak valid. Dalam penelitian ini validitas butir soal diukur dengan tingkat korelasi menggunakan koefisien korelasi Product Moment dari Karl Pearson sebagai berikut:

2 2

2

 

2

   Y Y N X X N Y X XY N r i i i xy dengan


(36)

rxy = indeks validitas untuk butir ke-i

n = banyaknya subjek yang dikenai tes (instrumen) X = skor untuk butir ke-i (dari subjek uji coba) Y = total skor (dari subjek uji coba)

(Budiyono, 2003 )

Dari penghitungan 24 butir soal karakter diperoleh empat soal yang tidak

valid sebagaimana tersaji dalam tabel berikut.

Tabel 3.1 Hasil Penghitungan Validitas Butir Karakter

No r xy Kevalidan

1 0.506 Valid

2 0.385 Valid

3 0.315 Valid

4 0.471 Valid

5 0.219 Tidak valid

6 0.317 Valid

7 0.552 Valid

8 0.096 Tidak valid

9 0.383 Valid

10 0.520 Valid

11 0.506 Valid

12 0.385 Valid

13 0.530 Valid

14 0.358 Valid

15 0.025 Tidak valid

16 0.327 Valid

17 0.552 Valid

18 0.552 Valid

19 0.383 Valid

20 0.520 Valid


(37)

22 0.385 Valid

23 0.305 Tidak valid

24 0.471 Valid

Instrumen tentang sikap siswa terhadap batik sebagai jati diri bangsa berjumlah dua puluh dua, dari hasil try out diketahui dua butir yang tidak valid, sebagaimana tersaji dalam tabel berikut.


(38)

Tabel 3.2 Penghitungan Validitas Butir Pernyataan Batik

Reliabilitas

Reliabilitas butir soal karakter dihitung dengan rumus:

           

2

2 11 1 S q p S n n

r i i

Dengan: r11 = indeks reliabilitas instrumen

n = banyaknya butir instrumen

pi = proporsi banyaknya subjek yang menjawab benar pada butir ke – i

No r xy Kevalidan

1 0.336 Valid

2 0.576 Valid

3 0.319 Valid

4 0.447 Valid

5 0.564 Valid

6 0.576 Valid

7 0.564 Valid

8 0.493 Valid

9 0.568 Valid

10 0.587 Valid

11 0.447 Valid

12 0.026 Tidak valid

13 0.576 Valid

14 0.564 Valid

15 0.493 Valid

16 0.447 Valid

17 0.026 Tidak valid

18 0.576 Valid

19 0.564 Valid

20 0.493 Valid

21 0.447 Valid


(39)

qi = 1 – pi

S2 = variansi total dengan rumus:

 

1 2 1 2 2   

N N Y Y S i N i i

Y = total skor (dari subjek uji coba).

Dari perhitungan statistik Program SPSS 16 diperoleh hasil sebagai berikut:

 

1 2 1 2 2   

N N Y Y S i N i i = 13,742 8366 , 0 742 , 13 1925 , 2 742 , 13 1 20 20

11 

              r

rtabel, = r(5%, 20) = 0,404, rhitung > rtabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen

soal karakter reliabel.

Dari perhitungan statistik Program SPSS 16 diperoleh hasil sebagai berikut.

70 , 0 54 , 15 79 , 8 1 2 2

11   

r

r tabel = r 5%, 20 = 0,404. Karena r hitung > r tabel maka soal karakter dinyatakan reliabel.

c. Analisis Data Fase Uji Efektivitas Model

Pada tahap pengembangan, penelitian ini menghasilkan model yang sudah valid tetapi masih harus diujicobakan lagi agar efektivitas model tersebut dapat


(40)

diketahui. Untuk ujicoba model yang sudah valid, dalam penelitian ini dilakukan eksperimen. Data yang diperoleh dari hasil eksperimen dianalisis dengan statistik uji t. Penggunaan uji t ini didasarkan atas pertimbangan bahwa dalam uji coba model ini peneliti ingin membandingkan nilai rata-rata kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, dan membandingkan antara keadaan sebelum diberi perlakuan dengan sesudah diberi perlakuan.

Untuk melihat apakah perbedaan rata-rata dan peningkatan itu bermakna selanjutnya dilakukan uji paired sample t test antara rerata nilai pre test dan post test dengan hipotesis sebagai berikut:

Ho : rerata sebelum dan sesudah perlakukan sama Ha : rerata sebelum dan sesudah perlakuan berbeda Pengambilan keputusan

Jika probabilitas > 0,05 maka H0 tidak dapat ditolak, rerata adalah sama Jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak artinya rerata berbeda

Untuk melihat apakah beda rerata itu bermakna dilakukan uji one way anava, dengan hipotesis sebagai berikut.

Ho : rerata sebelum perlakuan ke dua kelompok adalah sama Ha : rerata sebelum perlakuan ke dua kelompok adalah berbeda Pengambilan keputusan:

Jika probabilitas > 0,05 maka H0 tidak dpt ditolak artinya rerata adalah sama Jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak artinya rerata berbeda


(41)

Terlebih dahulu harus dilakukan uji asumsi bahwa variance populasi kedua sampel adalah sama dengan melihat nilai lavenne test. Setelah melihat variance sama atau tidak langkah selanjutnya adalah melihat nilai F test untuk menentukan apakah terdapat perbedaan secara signifikan. Selain itu dilakukan juga perbandingan skor post test dengan pre tes kelompok eksperimen. Tujuannya adalah untuk melihat perbedaan yang ditimbulkan oleh perlakuan yang diberikan kepada subjek apakah naik atau turun. Secara statistik diharapkan hasil post test lebih tinggi dibandingkan dengan pre tes. Statistik uji t yang digunakan statisti uji 2 sample t. Hasil post test lebih baik dibanding dengan pre tes pada kelompok eksperimen jika harga statistik uji-t memilki peluang kekeliruan lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian bisa dikatakan kondisi setelah perlakuan diberikan kepada kelompok, lebih baik daripada sebelum perlakuan.

Berikutnya, membandingkan skor post test dengan pre tes kelompok kontrol. Tujuannya adalah untuk melihat perbedaan yang ditimbulkan oleh perlakuan yang diberikan kepada subjek, apakah naik atau turun. Secara statistik diharapkan hasil post test lebih tinggi dibanding dengan pre tes. Statistik uji t yang digunakan juga statistik uji 2 sample t. Hasil post test lebih baik dibanding dengan kelompok pre tes pada kelompok kontrol jika harga statistik uji t memiliki peluang kekeliruan lebih kecil dari 0,05. Dengan kata lain kondisi setelah perlakuan diberikan kepada kelompok kontrol lebih baik daripada sebelum perlakuan. Selanjutnya dilakukan analisis data secara deskriptif, untuk hasil kuesioner adaptasi model, yaitu mengenai tanggapan guru dan siswa terhadap model pembelajaran yang dikembangkan.


(42)

d. Norma Pengujian

1) Hasil Analisis Statistik Parametrik

Pengambilan kesimpulan hasil analisis statistik parametrik dengan uji-t dan anova menggunakan norma pengujian: jika peluang kekeliruan (sign./α) ≤ 0,05 berarti signifikan, artinya hipotesis kerja (Ha) diterima, hipotesis nihil (Ho) ditolak. Sebaliknya jika peluang kekeliruan (sign./α) > 0,05 berarti tidak signifikan, artinya hipotesis kerja (Ha) ditolak, hipotesis nihil (Ho) diterima.

2) Kriteria Penilaian Kelayakan Model

Kriteria penilaian yang digunakan untuk menilai model pembelajaran yang dikembangkan mengacu kriteria Nieveen (1999), yakni validitas, kepraktisan, dan efektivitas. Ketiga indikator kriteria tersebut adalah sebagai berikut.

a) Validitas, model dikatakan valid jika memenuhi kriteria: (1) Minimal dua dari tiga ahli (validator) menyatakan bahwa model didasarkan pada dasar teoretik yang kuat. (2) Minimal dua dari tiga ahli (validator) menyatakan bahwa komponen komponen model secara konsisten saling berkaitan. (3) Hasil ujicoba menunjukkan bahwa komponen-komponen saling berkaitan. b) Kepraktisan, model dikatakan praktis jika memenuhi kriteria: (1) Minimal

dua dari tiga ahli memberikan pertimbangan bahwa model tersebut dapat diterapkan di kelas. (2) Guru menyatakan dapat menerapkan model di kelas; (3) Tingkat keterlaksanaan model, termasuk dalam kategori tinggi.


(43)

Sariyatun, 2012

(1) Rata-rata aktivitas on task siswa minimal sebesar 90%. (2) Rata-rata aktivitas aktif siswa minimal sebesar 40%.

(3) Terdapat kecenderungan peningkatan skor tes perkembangan. (4) Lebih dari 50% siswa memberikan respon positif.

(5) Guru memberikan respon positif terhadap model.

3) Hasil Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data hasil validasi ahli dan praktisi, data aktivitas guru, dan data aktivitas siswa. Hal ini dimaksudkan untuk melihat keterlaksanaan dan efektivitas model pembelajaran yang dikembangkan. Kriteria keterlaksanaan yang digunakan mengacu pada methods of grading in summative evaluation dari Bloom, Madaus & Hastings (1981), yaitu sebagaimana tabel berikut.

Nilai Kategori

90% ≤ KM Sangat Tinggi

80% ≤ KM < 90% Tinggi

70% ≤ KM < 80% Sedang

60% ≤ KM < 70% Rendah

KM < 60% Sangat Rendah

Keterangan: KM = Keterlaksanaan Model

e. Alur Penelitian dan Pengembangan Model Empiris

STUDI PENDAHULUAN VALIDASI MODEL PENGEMBANGAN MODEL STUDI KEPUSTAKAAN 1. Posmodernisme 2. Teori belajar dan

model Pembelajaran.

DRAF MODEL

UJI COBA TERBATAS


(44)

Bagan 3.3 Alur Penelitian dan Pengembangan Model Empiris.

C. Lokasi dan Subyek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Surakarta Jawa Tengah. Pelaksanaan studi pendahuluan dilakukan di 4 SMP Negeri, yakni SMPN 7, SMPN 9, SMPN 10, dan SMPN 19, serta 2 SMP Swasta, yakni SMP Kristen 1 dan SMP Muhammadiyah 8 Surakarta. Uji coba terbatas dilaksanakan di SMP N 19 Surakarta dengan pertimbangan SMP ini termasuk kelompok SMP N (bawah), karena itu keberhasilan pelaksanaan model di sekolah tentu juga akan menjamin keterlaksanaan model di SMP Negeri kelompok tinggi, kelompok sedang dan SMP Swasta.

Uji coba lebih luas dilakukan dilakukan di 2 SMPN, yakni SMPN kelompok tinggi, SMPN kelompok sedang, dan 2 SMP swasta. Sedangkan untuk pelaksanaan


(45)

uji efektivitas atau validasi model dilakukan di 2 SMPN Tinggi (SMPN 9 sebagai kelompok eksperimen dan SMPN 3 kelompok kontrol); 2 SMPN kelompok sedang (SMP 10 sebagai kelompok eksperimen dan SMPN 7 sebagai kelompok kontrol) dan 2 SMP Swasta (SMP Kristen sebagai kelompok eksperimen dan SMP Muhammadiyah 7 sebagai kelompok kontrol).

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIII (delapan) SMP dan Guru IPS di Surakarta. Siswa dilibatkan sebagai subjek penelitian mulai pra-survey (studi pendahuluan), uji coba lebih luas (action research), validasi empiris (validasi lapangan utama), dan setelah validasi empiris. Sedangkan guru dilibatkan sebagai subjek penelitian selama pra-survey, uji coba terbatas (desk analysis), uji coba lebih luas, validasi empiris, dan pasca validasi empiris. Kepala sekolah atau wakil kepala sekolah dilibatkan sebagai subyek penelitian selama pra-survey.

D. Definisi Operasional

1. IPS dalam penelitian ini adalah pendidikan IPS di sekolah yang diajarkan di SMP Kelas VIII semester II berdasarkan Kurikulum 2008.

2. Pembelajaran IPS adalah seluruh rangkaian kegiatan siswa dan guru yang

telah dirancang untuk menjadikan siswa belajar IPS, artinya berdasarkan rancangan tersebut, guru memberikan bantuan kepada para siswa agar mereka memperoleh pengetahuan atau informasi tentang materi IPS baik berupa fakta, konsep, prinsip, cara memecahkan masalah, nilai, dan sikap.


(46)

3. Mengembangkan Model Pembelajaran adalah melakukan suatu proses yang sistematis untuk menghasilkan model pembelajaran IPS yang memper-timbangkan integrasi nilai-nilai budaya batik klasik dan memenuhi suatu standar kualitas tertentu.

4. Model pembelajaran IPS berbasis nilai-nilai budaya batik klasik untuk penguatan jati diri bangsa (disingkat Model IBNBBK) adalah kerangka konseptual atau pola yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar IPS dengan mengintegrasikan nilai-nilai budaya batik klasik untuk mencapai tujuan belajar yakni peningkatan pengetahuan, penguatan karakter, dan sikap siswa terhadap batik sebagai jati diri bangsa dan berfungsi sebagai pedoman bagi para guru IPS dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar IPS. Model IBNBBK ini menunjukkan model utuh aktivitas belajar mengajar IPS dengan mempertimbangkan nilai-nilai budaya batik klasik yang secara ilmiah dapat diterima dan secara operasional dapat dilakukan. Model IBNBBK memiliki unsur-unsur: (1) sintak, (2) sistem sosial, (3) prinsip reaksi, (4) sistem pendukung, dan (5) dampak instruksional dan dampak pengiring.

5. Model IBNBBK yang berkualitas adalah suatu model pembelajaran yang

memenuhi tiga kriterium, kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.

6. Kevalidan Model. Model IBNBBK dikatakan valid apabila menurut validator


(47)

kuat, dan memiliki konsistensi internal, yakni terjadi saling keterkaitan antar komponen dalam model.

7. Kepraktisan Model IBNBBK. Model IBNBBK dikatakan praktis apabila

menurut validator, model tersebut dapat diterapkan. Selain itu, menurut observer keterlaksanaan pembelajaran di kelas termasuk dalam kategori baik atau sangat baik.

8. Keefektifan Model IBNBBK. Model IBNBBK dikatakan efektif apabila

memenuhi 4 indikator, yaitu (a) tercapai ketuntasan belajar klasikal dalam pembelajaran model IBNBBK, artinya minimal 85% siswa mencapai ketuntasan belajar individu atau paling sedikit 85% siswa yang memperoleh skor minimal 6,5 untuk rentang skor 0-10 (Depdikbud, 1994), (b) aktivitas yang dilakukan siswa sesuai dengan aktivitas yang diharapkan sebagaimana tercantum dalam sintaks pembelajaran model IBNBBK, (c) lebih dari 50% siswa memberikan respons positif terhadap pembelajaran model IBNBBK, dan (d) kemampuan guru mengelola pembelajaran model IBNBBK berada dalam kategori tinggi.

9. Aktivitas siswa adalah seluruh kegiatan siswa yang didasarkan pada sintaks/

rencana model IBNBBK.

10.Kemampuan guru mengelola pembelajaran adalah seluruh kegiatan guru

dalam pembelajaran yang didasarkan pada sintaks/ rencana pembelajaran model IBNBBK.


(48)

11.Mempertimbangkan integrasi nilai budaya batik klasik adalah memasukkan (model connected), nilai-nilai yang bersumber dari makna filosofis batik klasik dalam proses pembelajaran IPS. Hal ini tercermin pada Rencana Pembelajaran Model IBNBBK atau pada komponen sintaks dan dampak instruksional Model IBNBBK.

12.Karakter merupakan jati diri individu, suatu kualitas yang menentukan suatu

individu atau entitas sedemikian rupa sehingga diakui sebagai suatu pribadi yang membedakan dengan individu atau entitas lain. Karakter mengandung nilai-nilai dasar yang bersifat universal, yang ingin diwujudkan dalam bersikap dan bertingkah laku antara lain keadilan, kebenaran, kebijaksanaan, kejujuran, keberadaban, kebebasan, dan kesetaraan.

13.Jati diri bangsa pada hakekatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa, dengan ciri-ciri khas yang membedakan suatu bangsa dengan bangsa lain dalam kehidupannya. Setiap bangsa di dunia memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri, dan karakter dari bangsa tersebut.


(1)

Sariyatun, 2012

Model Pembelajaran Ips Berbasis Nilai Budaya Lokal Batik Klasik Untuk Menguatkan Jati Diri Bangsa

(1) Rata-rata aktivitas on task siswa minimal sebesar 90%. (2) Rata-rata aktivitas aktif siswa minimal sebesar 40%.

(3) Terdapat kecenderungan peningkatan skor tes perkembangan. (4) Lebih dari 50% siswa memberikan respon positif.

(5) Guru memberikan respon positif terhadap model.

3) Hasil Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data hasil validasi ahli dan praktisi, data aktivitas guru, dan data aktivitas siswa. Hal ini dimaksudkan untuk melihat keterlaksanaan dan efektivitas model pembelajaran yang dikembangkan. Kriteria keterlaksanaan yang digunakan mengacu pada methods of grading in summative evaluation dari Bloom, Madaus & Hastings (1981), yaitu sebagaimana tabel berikut.

Nilai Kategori

90% ≤ KM Sangat Tinggi 80% ≤ KM < 90% Tinggi

70% ≤ KM < 80% Sedang 60% ≤ KM < 70% Rendah

KM < 60% Sangat Rendah

Keterangan: KM = Keterlaksanaan Model

e. Alur Penelitian dan Pengembangan Model Empiris

STUDI PENDAHULUAN VALIDASI MODEL PENGEMBANGAN MODEL STUDI KEPUSTAKAAN 1. Posmodernisme 2. Teori belajar dan

model Pembelajaran. 3. Nilai Budaya dan

DRAF MODEL

UJI COBA TERBATAS


(2)

Bagan 3.3 Alur Penelitian dan Pengembangan Model Empiris.

C. Lokasi dan Subyek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Surakarta Jawa Tengah. Pelaksanaan studi pendahuluan dilakukan di 4 SMP Negeri, yakni SMPN 7, SMPN 9, SMPN 10, dan SMPN 19, serta 2 SMP Swasta, yakni SMP Kristen 1 dan SMP Muhammadiyah 8 Surakarta. Uji coba terbatas dilaksanakan di SMP N 19 Surakarta dengan pertimbangan SMP ini termasuk kelompok SMP N (bawah), karena itu keberhasilan pelaksanaan model di sekolah tentu juga akan menjamin keterlaksanaan model di SMP Negeri kelompok tinggi, kelompok sedang dan SMP Swasta.


(3)

uji efektivitas atau validasi model dilakukan di 2 SMPN Tinggi (SMPN 9 sebagai kelompok eksperimen dan SMPN 3 kelompok kontrol); 2 SMPN kelompok sedang (SMP 10 sebagai kelompok eksperimen dan SMPN 7 sebagai kelompok kontrol) dan 2 SMP Swasta (SMP Kristen sebagai kelompok eksperimen dan SMP Muhammadiyah 7 sebagai kelompok kontrol).

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIII (delapan) SMP dan Guru IPS di Surakarta. Siswa dilibatkan sebagai subjek penelitian mulai pra-survey (studi pendahuluan), uji coba lebih luas (action research), validasi empiris (validasi lapangan utama), dan setelah validasi empiris. Sedangkan guru dilibatkan sebagai subjek penelitian selama pra-survey, uji coba terbatas (desk analysis), uji coba lebih luas, validasi empiris, dan pasca validasi empiris. Kepala sekolah atau wakil kepala sekolah dilibatkan sebagai subyek penelitian selama pra-survey.

D. Definisi Operasional

1. IPS dalam penelitian ini adalah pendidikan IPS di sekolah yang diajarkan di SMP Kelas VIII semester II berdasarkan Kurikulum 2008.

2. Pembelajaran IPS adalah seluruh rangkaian kegiatan siswa dan guru yang telah dirancang untuk menjadikan siswa belajar IPS, artinya berdasarkan rancangan tersebut, guru memberikan bantuan kepada para siswa agar mereka memperoleh pengetahuan atau informasi tentang materi IPS baik berupa fakta, konsep, prinsip, cara memecahkan masalah, nilai, dan sikap.


(4)

3. Mengembangkan Model Pembelajaran adalah melakukan suatu proses yang sistematis untuk menghasilkan model pembelajaran IPS yang memper-timbangkan integrasi nilai-nilai budaya batik klasik dan memenuhi suatu standar kualitas tertentu.

4. Model pembelajaran IPS berbasis nilai-nilai budaya batik klasik untuk penguatan jati diri bangsa (disingkat Model IBNBBK) adalah kerangka konseptual atau pola yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar IPS dengan mengintegrasikan nilai-nilai budaya batik klasik untuk mencapai tujuan belajar yakni peningkatan pengetahuan, penguatan karakter, dan sikap siswa terhadap batik sebagai jati diri bangsa dan berfungsi sebagai pedoman bagi para guru IPS dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar IPS. Model IBNBBK ini menunjukkan model utuh aktivitas belajar mengajar IPS dengan mempertimbangkan nilai-nilai budaya batik klasik yang secara ilmiah dapat diterima dan secara operasional dapat dilakukan. Model IBNBBK memiliki unsur-unsur: (1) sintak, (2) sistem sosial, (3) prinsip reaksi, (4) sistem pendukung, dan (5) dampak instruksional dan dampak pengiring.

5. Model IBNBBK yang berkualitas adalah suatu model pembelajaran yang memenuhi tiga kriterium, kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.

6. Kevalidan Model. Model IBNBBK dikatakan valid apabila menurut validator (ahli dan praktisi), pengembangan model tersebut dilandasi oleh teori yang


(5)

kuat, dan memiliki konsistensi internal, yakni terjadi saling keterkaitan antar komponen dalam model.

7. Kepraktisan Model IBNBBK. Model IBNBBK dikatakan praktis apabila menurut validator, model tersebut dapat diterapkan. Selain itu, menurut observer keterlaksanaan pembelajaran di kelas termasuk dalam kategori baik atau sangat baik.

8. Keefektifan Model IBNBBK. Model IBNBBK dikatakan efektif apabila memenuhi 4 indikator, yaitu (a) tercapai ketuntasan belajar klasikal dalam pembelajaran model IBNBBK, artinya minimal 85% siswa mencapai ketuntasan belajar individu atau paling sedikit 85% siswa yang memperoleh skor minimal 6,5 untuk rentang skor 0-10 (Depdikbud, 1994), (b) aktivitas yang dilakukan siswa sesuai dengan aktivitas yang diharapkan sebagaimana tercantum dalam sintaks pembelajaran model IBNBBK, (c) lebih dari 50% siswa memberikan respons positif terhadap pembelajaran model IBNBBK, dan (d) kemampuan guru mengelola pembelajaran model IBNBBK berada dalam kategori tinggi.

9. Aktivitas siswa adalah seluruh kegiatan siswa yang didasarkan pada sintaks/ rencana model IBNBBK.

10.Kemampuan guru mengelola pembelajaran adalah seluruh kegiatan guru dalam pembelajaran yang didasarkan pada sintaks/ rencana pembelajaran model IBNBBK.


(6)

11.Mempertimbangkan integrasi nilai budaya batik klasik adalah memasukkan (model connected), nilai-nilai yang bersumber dari makna filosofis batik klasik dalam proses pembelajaran IPS. Hal ini tercermin pada Rencana Pembelajaran Model IBNBBK atau pada komponen sintaks dan dampak instruksional Model IBNBBK.

12.Karakter merupakan jati diri individu, suatu kualitas yang menentukan suatu individu atau entitas sedemikian rupa sehingga diakui sebagai suatu pribadi yang membedakan dengan individu atau entitas lain. Karakter mengandung nilai-nilai dasar yang bersifat universal, yang ingin diwujudkan dalam bersikap dan bertingkah laku antara lain keadilan, kebenaran, kebijaksanaan, kejujuran, keberadaban, kebebasan, dan kesetaraan.

13.Jati diri bangsa pada hakekatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa, dengan ciri-ciri khas yang membedakan suatu bangsa dengan bangsa lain dalam kehidupannya. Setiap bangsa di dunia memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri, dan karakter dari bangsa tersebut.