Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Metode SARIMA Untuk Meramalkan Produksi Padi dengan Indikator Curah Hujan Kabupaten Boyolali Jawa Tengah periode 2012 T1 672007245 BAB II

Bab 2
Tinjauan Pustaka

2.1

Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya peramalan

produksi dan konsumsi ubi jalar nasional dalam rangka rencana
program diversifikasi pangan pokok. Penelitian ini memiliki
persamaan metode yang digunakan untuk mencari perhitungan yaitu
menggunakan metode sarima.Penelitian ini membahas tentang
peramalan produksi dan konsumsi ubi jalar, data yang digunakan
adalah data produksi dan konsumsi nasional ubi jalar, data luas
panen nasional ubi jalar dan beras, data produktivitas nasional ubi
jalar dan beras, serta data tingkat konsumsi per kapita per tahun ubi
jalar dan beras. Data yang akan diolah memiliki rentang waktu
selama 25-40 tahun terakhir. Sumber utama data dalam penelitian ini
berasal dari Badan Ketahanan Pangan, BPS, Ditjen Tanaman Pangan
dan FAO sedangkan informasi-informasi lainnya yang berkaitan
dengan penelitian bisa diperoleh dari buku-buku literatur, jurnal,

media massa maupun media elektronika (internet). Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini hanya variabel produksi, luas panen,
konsumsi dan konsumsi perkapita ubi jalar nasional.

Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya tentang Peramalan
Kunjungan Wisata dengan mengunakan Model SARIMA (Studi
kasus : Kusuma Agrowisata). Penelitian ini memiliki persamaan
metode yang digunakan untuk mencari perhitungan peramalan yaitu
menggunakan Model SARIMA. Penelitian ini membahas tentang
8

2

Model SARIMA dalam peramalan kunjungan wisata Kota Batu
yang mempunyai beragam wisata alam contohnya Kusuma
Agrowisata. Pada musim-musim liburan sekolah dan tahun baru,
jumlah kunjungan wisata meningkat daripada hari-hari biasanya,
sehingga model peramalan yang digunakan dalam penelitian adalah
model SARIMA. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data
kunjungan wisata Kusuma Agrowisata Batu Malang mulai tahun

2001-2011.

2.2

Landasan Teori
2.2.1

Curah Hujan

Menurut BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika) Hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud
cairan. Presipitasi sendiri dapat berwujud padat (misalnya salju dan
hujan es) atau aerosol (seperti embun dan kabut). Presipitasi
(endapan) adalah cairan atau zat padat yang berasal dari hasil
kondensasi atau pengembunan uap air yang jatuh dari awan sampai
ke permukaan bumi. (BMKG)
Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling
beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga
merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan
pertanian secara umum. Oleh karena itu klasifikasi iklim untuk

wilayah

Indonesia

(Asia

Tenggara

umumnya)

seluruhnya

dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria
utama. Curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu
daerah dalam waktu tertentu. Serta alat untuk mengukur banyaknya

3

curah hujan disebut Rain Gauge. Curah hujan diukur dalam jumlah
harian, bulanan, dan tahunan. (Lakitan, 2002)


2.2.2

Padi Sawah

Kegiatan penanaman padi

sawah biasanya

didahului

pengolahan tanah secara sempurna seraya petani melakukan
persemaian. Pertama sawah dibajak, pembajakan dapat dilakukan
dengan melakukan pencangulan oleh manusia, mesin atau kerbau.
Setelah dibajak sawah dibiarkan selama 2-3 hari. Tetapi di beberapa
daerah tanah dapat dibiarkan sampai 15 hari. Setelah itu tanah
dilumpurkan dengan cara dibajak lagi untuk kedu kalinya bahkan
katiga kalinya 3-5 hari menjelang tanam. Setelah itu bibit hasil
semaian ditanam dengan pengolahan sawah tersebut. Dalam
penanaman padi sawah peematang atau galengan memegang

peranan penting, karena dalam sistem bertanam padi sawah ini,
pematang atau galengan ini harus kuat dan dirawat,

karena

bertanam padi sawah memerlukan air, sehingga dengan galengangalengan sawah ini air dapat bertanam di petakan sawah. Dan padi
dengan sistem penanaman sistem ini tidak dapat ditanam pada tanah
yang datar. Penggarapan bertanam padi sawah ini digarap secara
basah yaitu menunggu sampai musim hujan tiba dan dalam proses
penanaman padi ini memakai bibit persemaian. Tetapi seringkali
bibit sudah terlalu tua baru dapat ditanam karena jatuhnya hujan
terlambat. Dalam penanaman padi sawah ini untuk menanam dan
selama hidupnya membutuhkan air hujan cukup. Hal ini membawa
resiko yang besar sekali karena musim hujan kadang datang
terlambat, sementara padi sawah tadah hujan membutuhkan air
hujan yang cukup. Maka seringkali terjadi puluhan ribu hektar tidak

4

menghasilkan sama sekali atau hasilnya rendah akibat air hujan yang

tidak mencukupi.

2.2.3

Padi Ladang

Padi ladang adalah padi yang ditanam di tegal, kebun, ladang
atau huma. Dalam penanaman padi ladang relatif lebih mudah
dibandingkan dengan padi sawah. Dalam sistem penanaman padi
ladang ini biasa dikerjakan sebelum musim hujan tiba. Sementara
dalam proses pembibitan atau penanamannya, padi ladang ini tidak
memerlukan persemaian, sehingga benih dapat langsung ditanam di
sawah sebelum atau pada permulaan musim hujan sehingga tidak
ada resiko bibit menjadi terlalu tua. Padi ladang tidak banyak
memerlukan air hujan, pada permulaan selama 30 atau 40 hari.
Hidup padi ladang ini keringan bahkan bila kebanyakan air hujan,
maka air tersebut harus dibuang. Sesudah itu jika air hujan cukup,
maka padi ladang ini dapat dijadikan padi sawah. Akan tetapi jika
tidak ada hujan, dapat hidup kekeringan, maka resiko mati sangat
kecil.

2.2.4

Hubungan Curah Hujan dengan Produksi padi

Secara aktual, berbagai proses fisiologi, pertumbuhan dan
produksi tanaman sangat dipengaruhi oleh unsur cuaca, yaitu
keadaan atmosfer dari saat ke saat selama umur tanaman,
ketersediaan air (kelembaban tanah) sangat ditentukan oleh curah
hujan dalam periode waktu tertentu dan disebut sebagai unsur iklim,
yang pada hakikatnya adalah akumulasi dari unsur cuaca (curah
hujan dari saat ke saat). Demikian juga, pertumbuhan dan produksi
tanaman merupakan manivestasi akumulatif dari seluruh proses
fisiologi selama fase atau periode pertumbuhan tertentu oleh sebab

5

itu dalam pengertian yang lebih teknis dapat dinyatakan bahwa
pertumbuhan dan produksi tanaman dipengaruhi oleh berbagai unsur
iklim (sebagai akumulasi keadaan cuaca) selama pertumbuhan
tanaman.

2.2.6

Model SARIMA

Secara umum model ARIMA musiman atau SARIMA
(Sesional Autoregressive Integrated Moving Average) terdiri dari
dua macam yaitu model musiman saja atau ARIMA (P,D,Q)S dan
model ARIMA multiplikatif musiman dan nonmusiman atau
ARIMA (p,d,q)(P,D,Q)S, dengan S adalah periode musiman. Bentuk
matematis dari model ARIMA(P,D,Q)S dapat ditulis sebagai berikut
(1−

1S

B −…−

PS
PB

)(1−BS ) DZt = (1−


1B

−…−

QS
QB

)at .

Seperti pada model nonmusiman (ARIMA), untuk penentuan orde P
dan Q dari model ARIMA musiman (SARIMA) pada suatu data
dilakukan dengan mengidentifikasi plot ACF dan PACF dari data
yang sudah stasioner. Untuk petunjuk umum penentuan orde P dan
Q pada suatu data runtun waktu musiman dapat dilihat pada tabel
2.1
Proses

ACF


AR(p)s

Dies down pada lag kS,

PCAF
Cuts off setelah lag PS

dengan k=1,2,3,…

MA(q)s

Cuts off setelah lag QS

Dies down pada lag kS,

dengan k=1,2,3,…

ARMA(P,Q)
s


AR(P) atau

s

Dies down pada lag kS,

Dies down pada lag kS,

dengan k=1,2,3,…

dengan k=1,2,3,…

Cuts off setelah lag QS

Cuts off setelah lag PS

Tidak ada yang signifikan

Tidak ada yang signifikan

MA(Q) s
White noise

6

(tidak ada yang keluar

(Random)

(tidak ada yang keluar batas)

batas)

Tabel 2.1 Pola teoritis ACF dan PACF dari proses musiman yang
stasioner.
Selanjutnya, gabungan petunjuk pola ACF dan PACF pada Tabel 2.1
dan 2.2 dapat digunakan untuk menentukan orde p, q, P, dan Q pada
model musiman ARIMA(p,d,q)(P,D,Q)S. Secara umum bentuk
model ARIMA Box‐Jenkins Musiman atau ARIMA(p,d,q)(P,D,Q)S
adalah :
p(B)

p

(Bs)(1− B)d(1− B )DZt =θq(B)θQ(Bs )a t ,

Dengan,
p, d, q

= order AR, MA dan differencing
Non‐musiman,

P, D, Q

= order AR, MA dan differencing Musiman,

p(B)

= (1− 1B− 2B2−… − pBP ),

S
p(B )

= (1− 1BS− 2B2S−… − pBPS),

(1− B)d

= operasi matematis dari differencing
Non‐musiman,

(1− BS )D

= operasi matematis dari differencing
Musiman,

θq(B)

= (1−θ1B−θ2B2−… −θqBq),

θQ(BS)

= (1−θ1BS−θ2B2S−… −θQBQS),

Zt

= Zt−μ.

8

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peramalan Curah Hujan Menggunakan Metode ARIMA: studi kasus Kabupaten Semarang T1 672015707 BAB I

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peramalan Curah Hujan Menggunakan Metode ARIMA: studi kasus Kabupaten Semarang T1 672015707 BAB II

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peramalan Curah Hujan Menggunakan Metode ARIMA: studi kasus Kabupaten Semarang T1 672015707 BAB IV

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peramalan Curah Hujan Menggunakan Metode ARIMA: studi kasus Kabupaten Semarang T1 672015707 BAB V

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Metode SARIMA Untuk Meramalkan Produksi Padi dengan Indikator Curah Hujan Kabupaten Boyolali Jawa Tengah periode 2012 T1 672007245 BAB I

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Metode SARIMA Untuk Meramalkan Produksi Padi dengan Indikator Curah Hujan Kabupaten Boyolali Jawa Tengah periode 2012 T1 672007245 BAB IV

0 0 33

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Metode SARIMA Untuk Meramalkan Produksi Padi dengan Indikator Curah Hujan Kabupaten Boyolali Jawa Tengah periode 2012 T1 672007245 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Metode SARIMA Untuk Meramalkan Produksi Padi dengan Indikator Curah Hujan Kabupaten Boyolali Jawa Tengah periode 2012

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Metode SARIMA Untuk Meramalkan Produksi Padi dengan Indikator Curah Hujan Kabupaten Boyolali Jawa Tengah periode 2012

0 0 5

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Video Promosi Pariwisata Kabupaten Boyolali T1 BAB II

0 0 17