KONTRIBUSI MAJELIS TAREKAT QADIRIYAH WA NAQSYABANDIYAH AL UTSMANIYAH TERHADAP PENGENDALIAN STRESS : STUDI EKSPLORASI JAMA'AH TAREKAT QADIRIYAH WA NAQSYABANDIYAH AL UTSMANIYAH DI PONDOK PESANTREN AL FITHRAH KELURAHAN KEDINDING KECAMATAN KENJERAN SURABAYA.

(1)

FITHRAH KELURAHAN KEDINDING KECAMATAN KENJERAN SURABAYA)

SKRIPSI:

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Serjana Sosial (S. Sos)

Disusun Oleh: M. Rosyid Habiburrohman

B03212017

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2017


(2)

KELURAHAN KEDINDING KECAMATAN KENJERAN SURABAYA)

SKRIPSI: Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Serjana Sosial (S. Sos)

Disusun Oleh: M. Rosyid habiburrohman

B03212017

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2017


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Kelurahan Kedinding Kecamatan Kenjeran Surabaya)

Fokus masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana kegiatan Tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah Al-Utsmaniah?, (2) Apa saja kontribusi Majelis Tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah Al-Utsmaniyah

terhadap pengendalian stress jama’ah tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah Al -Utsmaniyah.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dalam mengumpulkan data penulis menggunakan metode Wawancara, Observasi dan Dokumentasi, kemudian dalam menganalisis data penulis menggunakan analisis deskriptif.

Hasil dari penelitian dilapangan dapat disimpulkan oleh penulis, bahwa pengendalian stress dihasilkan yaitu dari dzikir Qadiriyah dan dzikir Naqsyabandiyah yang wajib dilaksanakan oleh jama’ah disetiap selesai waktu shalat dan pelaksanaan amalan dzikir khususy secara bersama disetiap minggunya serta dianjurkannya untuk mengikuti kegiatan lain yang di selenggarakan oleh

jama’ah Al-Khidmah, selain itu pengendalian stress dihasilkan yaitu dari bimbingan dan tuntunan melalui penjelasan penjelasan agama islam mengenai perintah dan larangan dan mengenai kebaikan dan keburukan secara luas dan dalam dan juga dari usaha peneladanan terhadap orang-orang yang memiliki kedudukan mulia disisi Allah mengenai kehidupan orang yang diteladani secara keseluruhan yang kemudian hal itu dapat membangun insan yang kokoh secara spiritual dan keimanan serta mempunyai kedudukan yang mulia disisi Allah Swt, dan hal itu juga dapat menghasilkan sebuah cara jama’ah dalam menjalani

kehidupan didunia dengan baik dan benar. Adapun mengenai hasil yang terdapat dilapangan dari kontribusi atau sumbangsih tersebut terhadap pengendalian stress

jama’ah, amat sangat terbukti mampu membentuk pengendalian stress jama’ah,

hal itu dapat terlihat dari hilangnya gejala-gejala stress yang dialami jama’ah, dan

juga sikap positif yang muncul dan terbentuk dalam diri jama’ah, dalam menghadapi ataupun menyikapi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya stress itu sendiri.

Kata Kunci: Kontribusi, Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah Al-Utsmaniyah,, Pengendalian Stress.


(8)

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENTITAS SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

BAGIAN INTI BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 01

B. Rumusan Masalah ... 06

C. Tujuan Penelitian ... 07

D. Manfaat Penelitian ... 07

E. Definisi Konsep ... 07

F. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 10

G. Metode Penelitian ... 13

H. Subjek penelitian ... 14

I. Tahap-tahap penelitian ... 15

J. Jenis dan sumber data ... 17

K. Teknik Pengumpulan Data ... 18

L. Teknik keabsahan data ... 21

M. Sistematika Pembahasan ... 25

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik ... 27

1. Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandyah ... 27

a. Pengertian Tarekat ... 27

b. Pengertian Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandyah ... 30

c. Sejarah dan silsilah tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di indonesia... ... 31

d. Asas-asas Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah ... 36

e. Ajaran-ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah ... 41

2. Stres ... 55

a. Pengertian stres ... 55

b. Faktor-faktor yang mnyebabkan stres ... 56

c. Tingkatan stres ... 62

3. Kontribusi majelis dzikir terhadap pengendalian stress ... 66

a. Ajaran akhlak terpuji ... 69

b. Amalan dikir ... 91

BAB III: PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 103


(9)

1. Sejarah dan perkembangan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah Al-Utsmaniyah... 107 2. Silsilah Tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah Al-Utsmaniyah ... 114 3. Kegiatan Tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah Al-Utsmaniyah... 123 4. Kotribusi Majelis Tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah terhadappengendalian stres jama’ah... 131 BAB IV: ANALISIS DATA

A. Analisis data tentang Kegiatan Tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah Al-Utsmaniyah ... 139 B. Analisis data tentang Kotribusi Majelis Tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah terhadappengendalian stres jama’ah ... 146 BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ... 163 B. Saran ... 165 DAFTAR PUSTAKA


(10)

1 A. Latar Belakang Masalah

Abad 21 adalah suatu abad yang oleh ilmuan disebut sebagai abad kecemasan. Beberapa gejalanya adalah peperangan antar bangsa, antar suku dan antar negara yang tak henti-hentinya, resesi ekonomi yang melanda banyak negara, ledakan penduduk yang tak terkendali lagi oleh upaya perencanaan keluarga, membanjirnya pengungsi dari negara-negara yang dilanda peperangan yang pada gilirannya menimbulkan problem-problem sosial pada negara yang mereka datangi, pencemaran akibat limbah industri, pergantian berbagai tata nilai yang serba cepat. Dalam sektor-sektor kehidupan mengalami beberapa perubahan, seperti di dalam bidang teknologi, pendidikan, industri maupun social pergaulan. Terjadinya perubahan diera modern ini tidak hanya kemajuan yang terjadi akan tetapi juga kemunduran yang terjadi dalam ranah kehidupan baik kehidupan individual maupun sosial.

Zaman modern sarat akan persaingan hidup, munculnya sikap

individualistis, egoistis dan materialistis mendatangkan dampak berupa

kegelisahan, kecemasan, stres dan depresi. Berangkat dari kenyataan masyarakat modern, khususnya masyarakat Barat yang dapat digolongkan


(11)

berbalik dari apa yang diharapkan, yakni mereka dihinggapi rasa cemas, sehingga tanpa disadari integritas kemanusiannya tereduksi dan terperangkap pada jaringan sistem rasionalitas teknologi yang sangat tidak manusiawi. Akibatnya masyarakat modern tidak mempunyai pegangan hidup yang mapan, lebih dari itu muncul dekadensi moral dan perbuatan brutal serta melakukan tindakan yang dianggap menyimpang.1

Dampak buruk dari banyaknya perubahan yang terjadi juga menimbulkan berbagai macam permasalahan baru yang mendera di dalam lini kehidupan individu, tidak jarang individu dizaman sekarang yang belum mampu menghadapi permasalahan yang ada sehingga kecenderungan individu sangat mudah mengalami stress. Sebagaimana yang diakibatkan dari stress jika dialami individu yang kurang mampu menyikapi permasalahan hidup dengan baik dan benar kebanyakan lari kedalam perbuatan yang didalam agama maupun tata nilai tidak benar digunakan, seperti halnya mabuk-mabukan, bunuh diri dan lain-lain, hal itu disebabkan oleh kondisi mental, moral dan spiritual yang lemah, pengetahuan dan penghayatan tentang agama yang begitu sangat kurang, dan lain sebagainya.

Kecemasan dan depresi adalah penyakit yang kerap diderita oleh masyarakat modern. Perasaan cemas merupakan gejala-gejala timbulnya stres, cemas sesungguhnya adalah perasaan yang muncul di saat orang sedang

1

Amin Syukur dan Fathimah Utsman,Insan Kamil, Paket Pelatihan Seni Menata Hati (SMH) LEMBKOTA, (Semarang: CV. Bima Sakti, 2006) hal. 37


(12)

menghadapi masalah atau tekanan hidup. Perasaan cemas bisa sangat mengganggu bila menjadi berlarut-larut, bahkan perasaan itu bisa sampai tak terkendali dan mengganggu kehidupan sehari-hari.2

M. Quade menyebutkan dalam bukunya bahwa tekanan hidup atau stress dapat menimbulkan gejala cemas, tidak berdaya dan merasa putus asa. Penyebab munculnya gejala-gejala stres tersebut adalah kenyataan-kenyataan hidup yang dianggap sulit dan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Seperti permasalahan dalam rumah tangga, permasalahan keluarga serta permasalahan yang menyangkut harga diri dan kehormatan individu.3

Agama islam mempunyai Al-Qur’an sebagai pedoman atau sebagai petunjuk cara hidup yang benar bagi setiap individu khususnya orang islam baik laki-laki maupun perempuan, didalam Al-Qur’an terdapat berbagai

macam solusi yang telah diberikan kepada manusia khususnya umat islam tentang bagaimana meyikapi sebuah permasalahan yang menimpa kehidupan yang nantinya akan menimbulkan permasalahan ganguan kejiwaan yaitu stress, depresi, dan semacamnya apabila gagal dihadapi dengan sikap yang positif, mengetahui dan menerapkan solusi ataupun anjuran yang ada didalam Al-qur’an amat sangat perlu agar nantinya individu dapat mencapai sebuah ketenangan dan kebahagiaan hidup baik secara dhohir mupun batin.

2

Etty Maria,Mengelola Emosi, Tips Praktis Meraih Kebahagiaan, hal 17.

3


(13)

Didalam Al-Qur’an terdapat berbagai solusi yang dapat menanggulangi mengenai permasalahan atau gangguan kejiwaan seseorang, seperti halnya konsep dzikir yang Allah berikan melalui Al-Qur’an, bahwa

orang-orang yang berdzikir akan mendapatkan ketentraman dalam hati seperti dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat28:

                   

Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.4

Kata tenang dalam ayat diatas bukan tidak memiliki arti apa-apa, namun kata tenang tersebut memiliki dimensi yang sangat luas, yaitu mencakup kebahagiaan dunia dan akhirat, kebahagiaan sempurna yang di inginkan setiap manusia.

Orang yang stress sejatinya ialah jiwanya sedang tergoncang, cenderung tidak tenang, serta mengalami kecemasan, dan hal itu merupakan penyakit bagi seseorang, adanya sebuah penyakit pastilah ada sebuah penawar, Allah memberikan sebuah penawar bagi orang yang kondisi jiwanya mengalami goncangan agar hatinya menjadi tenang dan tentram.

4

Departemen Agama RI,Al-Qur an dan Terjemahnya,Proyek Pengadaan Kitab Suci


(14)

Sangat diperlukannya setiap orang menemukan, mempelajari, mengetahui dan melakukan sebuah cara bagaimana agar dirinya terjaga dari akibat stress yang amat buruk jika tidak bisa dihadapi dengan benar. Aktifitas dhohir maupun batin yang sudah Allah Swt anjurkan melalui kitab-Nya dan melalui para Utusan-utusan-Nya, haruslah kita ketahui agar nantinya dalam mengarungi sebuah kehidupan dapat memperoleh pertolongan dari-Nya sehingga kemudahan kita dapatkan dan agar diselamatkan oleh-Nya dari fitnah dan musibah yang merugikan didunia serta diakhirat kelak.

Lembaga-lembaga keislaman sangat berperan penting dalam menanggulangi permasalahan ini oleh karena itu sangat diperlukannya niat yang tulus dari dalam diri individu unuk memasuki lembaga atau organisasi keagamaan itu, agar nantinya individu dapat menjadi insan yang kuat disebabkan kondisi religiusitasnya.

Dan di antara lembaga-lembaga keagamaan tersebut diantaranya adalah lembaga Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, yang merupakan salah satu bentuk organisasi keagamaan yang berkarakterkan sufistik atau tasawuf. Organisasi ini merupakan salah satu di antara tarekat besar yang ada di Indonesia. Keberadaannya mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam mensosialisasikan ajaran-ajaran agama Islam, yang mana ajaran tarekat dalam beberapa ritualnya dapat memberikan pembinaan karakter (kepribadian) dan akhlak mulia kepada setiap pengikut dan anggotanya. Dengan arti lain, tarekat itu merupakan suatu bentuk pelaksanaan ibadah dengan menjalankan syari’at


(15)

Islam dan dikerjakan secara istiqamah atau tekun melalui jalan tertentu yang

sesuai syari’at Islam.

Didalam Majelis Tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah yang terletak di pondok pesantren Assalafi Al-Fithrah ini, terdapat akivitas keagamaan yang sangat penting untuk pengendalian stress diantaranya yaitu dzikir, sholawat, istighosah, pengajian, manaqiban dan lain-lain, dari aktifitas itulah sedikit

banyaknya mempunyai peran penting bagi setiap jama’ah, yang nantinya akan berakibat pada bagaimana cara jama’ahdalam menyikapi, mengendalikan dan menghadapi sebuah permasalahan yang begitu banyaknya didalam kehidupan ini secara mandiri.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tergugah untuk mengadakan suatu penelitian yang lebih jauh tentang Kontribusi Majelis Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah terhadap pengendalian stress (studi explorasi jama’ah

Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah di pondok pesantren Assalafi Al-Fithrah Kelurahan Kedinding Kecamatan Kenjeran Surabaya).

B. Rumusan Masalah

Setelah penulis menguraikan latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah. Adapun rumusan masalah yang dapat penulis angkat dalam judul tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kegiatan Majelis Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah Al-Utsmaniyah di pondok pesantren Assalafy Al-Fithrah Kelurahan Kedinding Kecamatan Kenjeran Surabaya?


(16)

2. Apa saja kontribusi Majelis Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah Al-Utsmaniyah terhadap pengendalian stress, jama’ah Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah Al-Utsmaniyah di pondok pesantren Assalafy Al-ithrah Kelurahan Kedinding Kecamatan Kenjeran Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mendeskripsikan bagaimana kegiatan Majelis Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.

2. Untuk mengatahui bagaimana kontribusi Majelis Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyahsehingga jama’ah mempunyaipengendalian stress. D. Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui gambaran dilapangan tentang Aktivitas Majelis Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah Al-Utsmaniyah yang menjadi kontribusi terhadapjama’ahsehingga memberikan pengendalian stress. 2. Sebagai salah satu tugas akhir, untuk menempuh studi strata satu (S1),

Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya. E. Definisi Konsep

1. Kontribusi

Pengertian kontribusi adalah sesuatu yang dilakukan untuk membantu menghasilkan atau mencapai sesuatu bersama-sama dengan orang lain, atau untuk membantu dan membuat sesuatu menjadi sukses, ketika kita


(17)

memberikan kontribusi, itu berarti kita memberikan sesuatu yang bernilai bagi sesama, seperti uang, harta benda, kerja keras ataupun waktu kita.5

Sedangkan menurut KBBI kontribusi adalah sumbangan.6 Yang dimaksud di sini adalah sumbangan yang berupa ajaran-ajaran tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah maupun amalan-amalan yang kemudian dapat menjadi sumbangsihterhadap pengendalian stress individu (jama’ah).

2. Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah

Tarekat adalah jalan, mengacu baik kepada sistem meditasi maupun amal (muroqobah, dzikir, wirid, dsb)7. Yang merupakan petunjuk dalam melakukan ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi SAW kepada ummatnya hingga pada guru-guru yang sanadnya sambung-menyambung tanpa putus. Qodiriyah wa Naqsabandiyah merupakan nama gabungan dari dua tarekat, yaitu tarekat Qodiriyah dan tarekat Naqsabandiyah yang didirikan oleh seorang sufi Indonesia yang bernama Syekh Ahmad Khotib Sambas8. Maksud dari penulis ialah tarekat ini merupakan sebuah jalan dan menjadi petunjuk dalam melakukan amal ibadah dengan ciri khasnya yang sesuai dengan syari’at Islam yang dianut oleh

tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah. 3. Pengendalian Stress

5

http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-kontribusi. diakses pada tanggal 19 maret 2016 pukul 12.05

6

Poerwadarminto,Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal. 257.

7

Martin Van Bruinessen,Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, hal. 15

8


(18)

Pengendalian menurut kamus KBBI ialah proses, cara, perbuatan mengendalikan.9

Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi, maupun mental, yang disebabkan oleh beberapa faktor tertentu dan akibat yang dihasilkan dari factor-faktor tersebut dilihat dari bagaimana sikap atau respon individu itu sendiri terhadap factor yang ada.

Menurut Robbins, stress dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang.

Sedangkan menurut Handoko, stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.10

Jadi pada intinya pengendalian stress ialah suatu upaya untuk merubah diri dengan menerapkan sebuah cara tertentu baik disadari ataupun tidak disadari, yang kemudian dapat mengendalikan stress itu sendiri ataupun membentuk sebuah cara tertentu dalam menyikapi sebuah faktor-faktor terjadinya stress, sehingga dapat mencegah atau mengendalikan terjadinya stress itu sendiri.

9

Poerwadarminto,Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal

10

http://dedeh89-psikologi.blogspot.com/2013/04/pengertian-stress.html diakses pada tanggal 22 maret 2016 pukul 04.48


(19)

F. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Dalam penelitan terdahulu dari berbagai penelusuran yang telah penulis lakukan terhadap literatur, telah ditemukan berbagai karya ilmiah skripsi dan karya-karya ilmiah dari lembaga penelitian yang terkait dengan pembahasan yang peneliti tulis. Diantaranya sebagai berikut :

1. Skripsi Nur Alim 1987 Jurusan PPAI dakwah, IAIN Sunan Ampel

Surabaya, berjudul “Peranan Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah

Al Utsmaniyah terhadap pengalaman ibadah bagi para pengikutnya di

Desa Wonokerto Dukun Gresik”. Dalam hal ini membahas tentang amalan-amalan ibadah dalam Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah Al Utsmaniyah di Desa Wonokerto Dukun Gresik. Persamaan dengan skripsi ini ialah lembaga penelitiannya yakni terkait dengan tarekat itu sendiri, selain itu juga mengenai pembahasan amalan-amalan didalam tarekat. Dan perbedaan dengan skripsi ini ialah fokus penelitian yang lebih mengarah pada peranan tarekat yang mendukung terjadinya suatu pengalaman agama pengikutnya.

2. Skripsi Maruan 1991 Jurusan SPI, IAIN Sunan Ampel Surabaya,

berjudul “Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah Al Utsmaniyah pada masyarakat Desa Madigondo Takeran Magetan”. Di dalamnya

membahas tentang bagaimana Tarekat tersebut berlangsung di masyarakat. Persamaan dengan skripsi ini ialah tarkait lembaga tarekat yang menjadi objek penelitiannya. Dan perbedaan dengan skripsi ini


(20)

ialah batasan penelitian, yang hanya pada penyelenggaraan suatu kegiatan tarekat yang dilakukan didalam suatu daerah.

3. Skripsi Wiwit 2001 Jurusan SPI, IAIN Sunan Ampel Surabaya,

berjudul “Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah Al Utsmaniyah di

Pondok Pesantren As-Salafi Al-Fitrah Kedinding Kenjeran Surabaya (

studi tentang terapi dzikir)”. Di dalamnya membahas tentang terapi

dzikir yang dilakukan di pondok pesantren As-Salafi Al Fitrah Kedinding Kenjeran Surabaya. Persamaan dengan skripsi ini ialah objek penelitian yang dilakukan pada suatu lembaga tarekat dan mengenai pembahsan dzikir dalam tarekat itu sendiri. Dan perbedaan dengan skripsi ini ialah mengenai tujuan penelitiannya, yang lebih fokus mencari sebuah temuan mengenai terapi dzikir.

4. Skripsi Rismiyati 2006 Jurusan SPI, IAIN Sunan Ampel Surabaya,

Berjudul “Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah Al Utsmaniyah di

Desa Kebun Kecamatan Kamal Kabupaten Bangkalan (studi tentang perkembangan dan pengaruh terhadap masyarakat sekitar tahun

1990-2005)”. Dalam hal ini membahas tentang perkembangan Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah Al Utsmaniyah dan pengaruhnya bagi masyarakat yang ada di kamal dalam bidang sosial, agama, dan budaya. Persamaan dengan skripsi ini ialah mengenai sasaran penelitian, yang juga terkait dengan tarekat itu sendiri dan mengenai pengaruh tarekat terhadap pengikutnya. Dan perbedaan dengan skripsi


(21)

ini ialah tujuan penelitian yang lebih fokus pada perkembangan tarekat dan mengenai pengaruh terhadap masyarakat secara umum.

5. Skripsi Kusairi 2012 Jurusan SPI, UIN Sunan Ampel Surabaya,

Berjudul “ KH Asrori Al Ishaqi (Studi historis tentang Kemursyidan

Tarekat Qodiriyah Wan Naqsyabandiyah Al Utsmaniyah di Al Fitrah Kedinding Lor). Dalam hal ini membahas tentang biografi dan kemursyidan KH Asrori dalam Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah di Al-Fitrah Kedinding Lor dan sejarah pondok pesantrennya. Persamaan dengan skripsi ini ialah mengenai objek penelitian yang terkait dengan lembaga tarekat yang sama. Dan perbedaan dengan skripsi ini ialah mengenai fokus penelitian yang lebih menekankan pada studi tentang kemursyidan tarekat itu sendiri. Dari tulisan di atas, tentu beda dan sangat berbeda dengan tulisan yang akan dipaparkan dalam penelitian skripsi ini, karena pembahasan dalam skripsi ini lebih pada kontribusi Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah Al Utsmaniyah yang ada di pondok pesantren Assalafi Al-fithrah sebagai pusatnya, yang lebih ditekankan pada penelitian untuk menemukan adanya

suatu pengendalian stress yang diberikan terhadap jama’ahnya, yang dalam

membuktikan adanya temuan tersebut dengan melakukan eksplorasi terhadap

jama’ah mengenai pengendalian stres yang telah dialami dan dirasakan

jama’ah, ataupun adanya pengendalian stress yang terbentuk dalam jama’ah


(22)

G. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan data dan analisa data yang diperlukan guna menjawab persoalan yang dihadapi, sebagai rencana pemecahan masalah terhadap permasalahan yang diselidiki11 Adapun metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian kualitatif. Menurut Bagdan dan Taylor, metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif, berupa kata-kata tertulis, lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.12Dan penelitian diskriptif merupakan penelitian non hipotesis, sehingga dalam melangkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis tersebut. Metode diskriptif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

“Dilakukan pada latar alamiah atau pada kontek dari suatu keutuhan(unity) manusia (peneliti atau dengan bantuan orang lain), sebagai alatpengumpul data utama, menggunakan metode kualitatif, menggunakananalisa data secara induktif, lebih menghendaki arah bimbingan, penyusunan teori berasal dari data. Sedang data yang berupa kata-kata bergambar lebih banyak mementingkan proses daripada hasil, adanya batas yang ditentukan oleh fokus, adanya criteria khusus untuk keabsahan data desain yang bersifat sementara, juga menghendaki agar

11

Arief Farhan,Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, hal. 50.

12

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 3.


(23)

pengertian dan hasil interpretasi yang diperoleh dan dirundingkan, disepakati oleh manusia yang akan dijadikan objek atau sumber data”.13

Sedangkan ciri diskriptif menurut Jalaluddin Rahmat adalah sebagai berikut:

Titik beratnya pada observasi dan suasana alamiah (Naturalistic setting) peneliti bertindak sebagai pengamat, dan hanya membuat kategori perilaku,mengamati gejala dan mengamatinyadalam buku obeservasinya 14

Jadi dapat disimpulkan Jenis penelitian ini termasuk penelitian kualitatif deskriptif karena hanya menggambarkan serta menganalisis keadaan di lapangan, melalui data maupun sumber data yang diperoleh di lapangan. Data yang didapat dari Majelis Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah mengenai kontribusinya terhadap pengendalian stress yang nantinya dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif.

H. Subjek Penelitian

Subjek penelitin adalah semua orang yang yang terkait dengan aktifitas majelis tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, baik jama’ahnya, pengurus ataupun petinggi-petingginya. Peneliti tidak mengambil data dari keseluruhan orang yang ada didalam majelis tersebut akan tetapi peneliti akan mengambil beberapa orang saja untuk dimintai keterangan data yang diperlukan untuk dianalisis oleh peneliti nantinya.

13

Lexy J. Moloeng,Metodologi Penelitian Kualitatif, hal: 49.

14


(24)

I. Tahap-Tahap Penelitian

Tahapan ini digunakan untuk menyusun rancangan penelitian, adapun yang diperlukan dalam mempersiapkannya adalah sebagai berikut:

1. Menyusun rancangan penelitian

Peniliti menyusun rancangan penelitian yang diteliti berisi latar belakang masalah, kajian kepustakaan, pemilihan lapangan, penentuan jadwal penelitian, pemilihan alat penelitian, rancangan pengumpulan data, rancangan prosedur analisis data, rancangan perlengkapan, (yang diperlukan dalam penelitian), rancangan pengecekan kebenaran data.

2. Memilih lapangan penelitian

Peneliti menentukan lapangan yang hendak diteliti dengan memilih lapangan penelitian di pondok pesantren Al-Fithrah Kelurahan Kedinding Kecamatan Kenjeran Surabaya yang mana tempat tersebut merupakan pusat aktifitas Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.

3. Mengurus perizinan

Peneliti mengurus perizinan sebagai bentuk birokrasi dalam penelitian, setelah memilih lapangan penelitian agar penelitian ini berjalan dengan lancar dan efektif.

4. Menjajaki dan menilai keadaan lapangan

Peneliti berusaha mengenal segala unsur lingkungan sosial, fisik dan keadaan alam serta menyiapkan perlengakapan yang diperlukan dilapangan, kemudian peneliti mulai mengumpulkan data yang ada dilapangan.


(25)

5. Memilih dan memanfaatkan informan

Infroman adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Sebaiknya informan dipilih dengan kebaikannya dan atas dasar sukarela, seorang informan dapat memberikan pandangan dari segi nilai-nilai, sikap,sifat, bangunan, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat.

6. Menyiapkan perlengakapan penelitian

Peneliti menyiapkan pedoman wawancara, alat tulis, map, buku,perlengkapan fisik, izin penelitian, dan semua yang bertujuan untuk mendapatkan deskripsi data di lapangan.

7. Persoalan etika penelitian

Etika penelitian pada dasarnya menyangkut hubungan peneliti dengan orang atau subyek penelitian baik secara perseorangan maupun kelompok. Oleh karena itu, peneliti hendaknyamenyesuaikan diri serta “membaca” adat,

kebiasaan, dan kebudayaannya. Selalu menghormati dan menghargai mematuhi nilai, norma masyarakat, semuanya itu dilakukan agar masyarakat mudah bekerjasama dan mudah membantu dalam pengumpulan informasi yangdiperlukan.15

8. Pelaksanaan di lapangan.

Menciptakan hubungan harmonis antara peneliti dengan subjek yang akan dimintai data, sehingga kelancaran ketika proses mendapatkan data-data

15


(26)

akan berjalan dengan lancar dan tak lupa membawa buku catatan yang diperlukan, alat-alat untuk merekam percakapan untuk menyimpan data-data yang diperoleh dari wawancara, alat-alat mengambil gambar dan dokumentasi yang sekiranya dibutuhkan untuk keperluan pengumpulan data-data.

J. Jenis Dan Sumber Data 1. Jenis data

Jenis data yang penulis gunakan adalah data kualitatif, yaitu data yang dapat diukur secara tidak langsung.16Dalam hal ini meliputi:

 Kondisi sosial masyarakat (baik ekonomi, sosial budaya, dan pendidikan).

 Pengaruh ajaran-ajaran tarekat dalam kehidupan jama’ah.  Faktor-faktor yang mempengaruhi pengendalian terhadap stress. 2. Sumber data

a) Sumber Primer

Sumber primer yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertamanya.17Sumber data dalam penelitian ini yaitu informasi-informasi yang diperoleh dari orang yang yang terkait dengan

aktifitas majelis tariqah Qhadiriyah wa Naqsyabandiyah, baik jama’ahnya,

pengurus ataupun petinggi-petingginya, serta pengumpulan data-data tertulis ataupun tidak tertulis yang diperoleh dari majelis tersebut.

16

Sutrisno Hadi,Metodologi Research,Jilid II.,hal. 66

17


(27)

b) Sumber Sekunder

Sumber sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain, tidak langsung diperoleh peneliti dari subyek penelitian.18 Data sekunder yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah data-data tertulis dari beberapa buku-buku, surat kabar, jurnal dan majalah yang ada relevansinya dengan proses penelitian.

K. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Observasi

Metode observasi adalah cara pengumpulan data melalui pengamatan dan pencatatan dengan sistematik tentang fenomena-fenomena yang diselidiki,baik secara langsung maupun tidak langsung.19

Sedangkan menurut Mardalis, observasi atau pengamatan merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya sesuatu rangsangan tertentu yang diinginkan, atau suatu studi yang disengaja dan sistematis tentang keadaan/fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan mengamati dan mencatat.

18

Azwar Syaifuddin.Metodologi Penelitian, hal, 91

19


(28)

Secara spesifik metode observasi merupakan usaha yang dilakukan dalam penelitian untuk mengumpulkan data dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki.

Metode ini penulis lakukan hanya untuk memperoleh data yang relevan tentang bagaimana aktifitas majelis Tariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, tetapi peneliti juga mencatat sesuatu yang berkaitan dengan penelitian sebanyak mungkin tentang hal-hal yang berkaitan dengan data penelitian tentang suatu kejadian atau peristiwa yang menambah wawasan peneliti.

2. Interview (wawancara)

Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.20Wawancara dimulai dengan mengemukakan topik yang umum untuk membantu peneliti memahami perspektif makna yang diwawancarai. Hal ini sesuai dengan asumsi dasar penelitian kualitatif, bahwa jawaban yang diberikan harus dapat memberikan perspektif yang diteliti bukan sebaliknya, yaitu perspektif dari peneliti sendiri.

Dalam wawancara ini dilakukan secara efektif, yakni dalam waktu yang sesingkat-singkatnya informasi sebanyak-banyaknya dan menggunakan bahasa yang jelas agar data yang diperoleh obyektif dan dapat dipercaya.

20

Sugiono,Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2012) Hal. 231.


(29)

3. Dokumentasi

Dokumen merupakan sarana pembantu peneliti dalam mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca surat-surat, pengumuman, iktisar rapat, pernyataan tertulis kebijakan tertentu dan bahan-bahan tulisan lainnya. Metode pencarian data inisangat bermanfaat karena dapat dilakukan dengan tanpa mengganggu obyek atau suasana penelitian.Peneliti dengan mempelajari dokumen-dokumen tersebut dapat mengenal budaya dan nilai-nilai yang dianut oleh obyek yang diteliti.21

Alasan penggunaan metode ini karena dokumen merupakan catatan atau arsip yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya tidak membutuhkan banyak waktu dan energi serta dapat untuk mengecek kembali informasi yang didapat interview secara langsung.

Adapun dokumen yang penulis perlukan yaitu, gambaran keadaan setempat, seperti keadaan geografis dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

Penulis beranggapan bahwa dengan ketiga metode di atas tidaklah mengurangi kevalidan suatu data yang diperlukan dalam penulisan tersebut. Apalagi metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitian kualitatif, sebagaimana penulis berpegang pada pendapat Lof land bahwa:

21

Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), hal. 224-225.


(30)

“sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”.

L. Teknik Keabsahan Data

Salah satu syarat bagi analisis data adalah dimilikinya data yang valid dan reliable. Untuk itu, dalam kegiatan penelitian kualitatif pun dilakukan upaya validasi data. Objektivitas dan keabsahan data penelitian dilakukan dengan melihat reliabilitas dan validitas data yang diperoleh. Adapun untuk reliabilitas, dapat dilakukan dengan pengamatan sistematis, berulang, dan dalam situasi yang berbeda. Ada tiga teknik agar data dapat memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas,22yaitu:

a. Perpanjangan Keikutsertaan

Sebagaimana sudah dikemukakan, peneliti dalam penelitian kualitatif adalah instrumen itu sendiri. Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada latar penelitian. Perpanjangan keikut-sertaan berarti peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Jika hal itu dilakukan maka akan membatasi:

1) Membatasi gangguan dari dampak peneliti pada konteks,

22

Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitafif


(31)

2) Membatasi kekeliruan (biases) peneliti.

3) Mengkonpensasikan pengaruh dari kejadian-kejadian yang tidak biasa atau pengaruh sesaat.23

Oleh karena itu keikutsertaan dan keterlibatan peneliti dalam mengumpulkan data sangat menentukan untuk penelitian ini peneliti melibatkan diri dalam suatu agenda yang merupakan sebuah aktifitas dan

perkumpulan jam’ah misalnya. keterlibatan peneliti tidak hanya sekali dua kali, melainkan sebanyak mungkin hingga terkumpul data yang memadai. b. Ketekunan/ Keajegan Pengamatan

Keajegan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan atau tentatif. Mencari suatu usaha membatasi berbagai pengaruh. Mencari apa yang dapat diperhitungkan dan apa yang tidak dapat. Seperti yang diuraikan, maksud perpanjangan keikutsertaan ialah untuk memungkinkan peneliti terbuka terhadap pengaruh ganda, yaitu faktor-faktor kontekstual dan pengaruh bersama pada peneliti dan subjek yang akhirnya mempengaruhi fenomena yang diteliti. Berbeda dengan hal itu, ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan kata lain, jika

23


(32)

perpanjangan keikutsertaan menyediakan lingkup, maka ketekunan pengamatan menyediakan kedalaman.24

Ketekunan pengamatan disini bermaksud untuk menemukan bagaimana dan apa saja faktor-faktor yang mendukung suatu pengendalian

stress pada jama’ah Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. c. Melakukan Trianggulasi.

Trianggulasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan dua atau lebih metode pengumpulan data dalam suatu penelitian. Tujuan trianggulasi ialah untuk menjelaskan lebih lengkap tentang kompleksitas tingkah laku manusia dengan lebih dari satu sudut pandang. Ada empat macam trianggulasi yaitu: 1. Data Triangulation

Yaitu trianggulasi data, dimana peneliti menguji keabsahan data dengan membandingkan data yang diperoleh dari beberapa sumber tentang data yang sama.

2. Investigator Triangulation

Investigator triangulation adalah pengujian data yang dilakukan dengan membandingkan data yang diperoleh dari beberapa peneliti dalam mengumpulkan data yang semacam.

3. Theory Triangulation

24


(33)

Theory triangulation yaitu analisis data dengan menggunakan beberapa perspektif teori yang berbeda.

4. Methodological Triangulation

Methodological triangulation yaitu pengujian data dengan jalan membandingkan data penelitian yang dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang berbeda tentang data yang semacam.25

Dalam hal ini, peneliti dapat mengecek hasil temuannya dengan jalan membandingkan dengan berbagai sumber, metode, atau teori. Oleh sebab itu peneliti melakukan triangulasi dengan cara mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan agar kepercayaan data dapat dilakukan.

M. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam pembahasan ini, peneliti membagi pembahasan ke dalam lima bab, yang masing-masing terdiri dari sub-sub bab. Sistematika pembahasan dalam penelitian ini meliputi:

BAB I :PENDAHULUAN

Merupakan pendaduluan yang terdiri dari latar belakang masalah, yang berisikan alasan atau permasalah yang mendasari penulisan skripsi, perumusan masalah, motode penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, definisi konsep, serta sistematika pembahasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

25

Moh. Kasiram,Metodologi Penelitian Kualitatif kuantitatif, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), hal. 294-295


(34)

Merupakan tinjauan pustaka, yang berisi teori-teori yang digunakan dalam penelitian, didalam landasan teori, pembahasan tentang tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah yang terdiri dari pengertian tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah, sejarah dan silsilah tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah, asas-asas tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah, ajaran-ajaran tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah, juga mengenai bai’at, ijazah dan kholifah

dalam tarekat, kedudukan guru dalam tarekat, kedudukan murid dalam tarekat, pembahasan tentang stress, dan kontribusi Majelis Qodiriyah wa Naqsabandiyah terhadap pembentukan pengendalian stress, serta penelitian terdahulu yang relevan.

BAB III PENYAJIAN DATA

Pembahasan ini berkaitan dengan pusat aktifitas thariqah Qodiriyah wa Naqsabandiyah Utsmaniyah yaitu di pondok pesantren Assalafi Al-fithrah, yang terdiri dari: keadaan geografis,. Profil pondok pesantren Assalafi fithrah, visi dan misi, sejarah berdirinya pondok pesantren Assalafi fithrah, sejarah dan perkembangan tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah Al-Utsmaniyah di pondok pesantren Assalafi Al-fithrah, kegiatan tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah Al-Utsmaniyah di pondok pesantren Assalafi fithrah, kontribusi majelis tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah

Al-Utsmaniyah terhadap pembentukan pengendalian stres jama’ah.


(35)

Pada bab ini akan memaparkan mengenai analisis data yang meliputi analisis kegiatan tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah Al-Utsmaniyah, analisis kontribusi majelis tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah Al-Utsmaniyah

terhadap pembentukan pengendalian stres jama’ah dan analisis hasil

eksplorasi dengan jama’ah mengenai kontribusi tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah Al-Utsmaniyah terhadap pengendalian stress.

BAB V :PENUTUP

Pada bab ini merupakan pembahasan yang terakhir dari penelitian ini yang berisi tentang kesimpulan dan saran.


(36)

27 A. Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah

1. Pengertian Tarekat

Menurut Kharisuddin Aqib dalam bukunya tarekat adalah suatu metode atau cara yang ditempuh seorang salik(orang yang meniti kehidupan sufistik) dalam rangka meningkatkan diri atau jiwanya sehingga dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Metode yang digunakan oleh seorang sufi besar dan kemudian diikuti oleh murid-muridnya, sebagaimana halnya madzhab-madzhab dalam bidang fiqih dan firqoh-firqoh dalam bidang ilmu kalam

(aqidah). Pada perkembangan berikutnya membentuk suatu jam’iyyah

(organisasi) yang disebut dengan tarekat.26

Sedangkan Martin Van Bruinessen mendefinisikan tarekat adalah

(secara harfiah berarti “jalan”) mengacu baik kepada sistem latihan atau meditasi maupun amalan (muraqabah, dzikir, wirid dan sebagainya) yang di hubungkan dengan sederet guru sufi, dan organisasi yang tumbuh di seputar metode sufi yang khas ini. Pada masa permulaan, setiap guru sufi dikelilingi oleh lingkaran murid mereka, dan beberapa murid ini kelak akan menjadi guru pula. Boleh dikatakan, tarekat itu mensistematiskan ajaran metode-metode

26

Kharisuddin Aqib, Al-Hikmah Memahami Teosofi Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), 1.


(37)

tasawuf. Guru-guru tarekat yang sama semuanya kurang lebih mengajarkan metode yang sama, zikir yang sama dan dapat pula muraqabah yang sama. Seorang pengikut tarekat akan beroleh kemajuan dengan melalui sederetan ijazah berdasarkan tingkatnya, yang diakui oleh semua pengikut tarekat yang sama, dari pengikut biasa (mansub) hingga murid selanjutnya hingga pembantu syaikh atau khalifahnya dan akhirnya hingga menjadi guru yang mandiri (mursyid).27

Al-Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdy menjelaskan pengertian tarekat sebagaimana berikut:

Tarekat adalah pengamalan syari’at, melaksanakan ibadah (dengan rukun) dan menjauhkan diri dari sikap mempermudah ibadah, yang sebenarnya memang tidak boleh dipermudah”.28

Sedangkan pengertian tujuan tarekat secara lebih rinci dapat kita lihat dalam kitab“Jami’ul Auliya’”, oleh syaikh Najuddin al-Kubra, diterangkan:

“Bahwa syari’at itu merupakan uraian, tarekat itu merupakan

pelaksanaan, hakekat itu merupakan keadaan, dan ma’rifat itu merupakan

tujuan pokok, yakni pengenalan Tuhan yang sebenar-benarnya. Diberinya

teladan seperti bersuci/thaharah, pada syari’at dengan air atau tanah, pada

27

Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia (Bandung: Mizan, 1992) hal:15.

28


(38)

hakekatnya bersih dari hawa nafsu dan bersih dari selain Allah, semua itu

untuk mencapai ma’rifat kepada Allah. Oleh karena itu orang tidak dapat berhenti pada syari’at saja, mengambil tarekat atau hakekat saja. Ia membandingkan syari’at sebagai sampan dan tarekat sebagai lautan dan ma’rifat itu sebagai mutiara, orang tidak akan dapat mendapat mutiara itu tanpa kapal dan laut.29

Prof. Dr. H. Abu Bakar Aceh mendefinisikan pengertian tarekat adalah jalan, petunjuk dalam melakukan ibadah sesuai dengan ajaran yang ditentukan

dan dicontohkan oleh Nabi SAW dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in

turun-temurun sampai kepada guru-guru, sambung-menyambung dan rantai-merantai.30

Menurut L. Massignon, yang pernah mengadakan penelitian terhadap kehidupan tasawuf di beberapa negara Islam, dari situ ia menarik suatu kesimpulan bahwa istilah tarekat mempunyai dua macam pengertian:

a. Tarekat yang diartikan sebagai pendidikan kerohanian yang sering dilakukan orang-orang yang menempuh kehidupan tasawuf untuk

mencapai tingkatan kerohanian yang disebut “al-maqaamaat” dan “alahwal”.

29

Abu Bakar Aceh,Pengantar Ilmu Tarekat, (CV. Ramadani, 1936), hal: 71.

30


(39)

b. Tarekat yang diartikan sebagai perkumpulan yang didirikan menurut aturan yang dibuat oleh seorang syeikh yang menganut suatu aliran tarekat tertentu. Maka dalam perkumpulan itulah seorang syaikh mengajarkan aliran tarekat yang dianutnya, lalu diamalkan bersama dengan murid-muridnya.31

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan tarekat yaitu suatu ibadah yang diupayakan seseorang atau kelompok orang dengan bimbingan seorang mursyid atau pemimpin thariqah untuk membersihkan jiwa, dengan pelaksanaan amaliyah dan ajaran tertentu dan khas yang mempunyai mata rantai turun temurun atau sambung menyambung sampai Nabi Saw, dengan tujuan yaitu agar mencapai ma’rifat kepada Allah, yakni kenal atau dekat dengan Allah Swt, yang dilakukan sendiri atau berjama’ah.

2. Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah

Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah merupakan gabungan nama dari dua nama terdekat, yang didirikan oleh seorang sufi dari Indonesia yang bernama Al-Syaikh Ahmad Khatib Sambas, beliau belajar dan memperdalam

ilmu agama (syari’at Islam) serta ilmu tarekat pada guru-gurunya di Makkah pada sekitar pertengahan abad ke-19. Setelah bekal dan ilmu serta wasiat dari gurunya sudah cukup, beliau mendapat petunjuk dan firasat untuk memadukan dua macam tarekat yang telah ia yakini tersebut.Kedua tarekat

31


(40)

itu adalah tarekat Qodiriyah yang didirikan oleh Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany seorang alim sufi dan zahid yang wafat pada th. 561 H/1166 M, dan tarekat Naqsabandiyah yang didirikan oleh Syaikh Muhammad Baha’uddin

Al-Waisy Al-Bukhory (717-791 H).32

Syaikh Naquib al-Attas mengatakan bahwa TQN tampil sebagai sebuah tarekat gabungan karena Syaikh Sambas adalah seorang syaikh dari kedua tarekat dan dalam satu versi yaitu mengajarkan dua jenis dzikir sekaligus yaitu dzikir yang dibaca keras ( jahar) dalam Tarekat Qadiriyah dan zikir yang dilakukan didalam hati (khafi) dalam Tarekat Naqshabandiyah.33

3. Sejarah dan Silsilah Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah di Indonesia

Seperti yang telah diterangkan di atas bahwa tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah ini didirikan oleh Syeikh Ahmad Khotib Sambas, dengan menggabungkan dua tarekat yang berbeda, lalu pada perkembangannya beliau mengajarkan Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah pada murid-muridnya yang berasal dari Indonesia.

Syekh Khatib Sambas mempunyai banyak murid, yang di antaranya adalah murid-murid dari Indonesia. Martin Van Bruinessen dalam bukunya

“Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia”, menjelaskan: “Setelah wafatnya

Asy-32

Martin Van Bruinessen,Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia., hal. 89

33


(41)

Syekh Ahmad Khatib Sambas, hanya ada seorang dari muridnya yang diakui sebagai pemimpin utama tarekat ini. Dia adalah Syekh Abdul Karim dari Banten, yang mana hampir sepanjang hidupnya, ia bermukim di Makkah. Selain beliau dua kholifah yang lain yang berpengaruh adalah Syekh Tholhah di Cirebon dan Ahmad Hasbullah ibn Muhammad (orang Madura

yang juga menetap di Makkah)”.34 Karena itu semua cabang tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah yang tergolong di masa kini mempunyai hubungan keguruan dengan seorang atau dari ketiga kholifah di atas. Di samping ketiga kholifah di atas ada lagi beberapa kholifah yang terkenal yaitu; Muhammad Ismail Ibn Abdur Rahim dari Bali, Syekh Yasindari

Malaya, Syekh Ahmad dari Lampung, Syekh Ma’ruf Ibn Abdillah Khotib

dari Palembang, dan Syekh Abdul Karim yang dapat membawa tarekat ini menjadi luar biasa populernya.

Di penghujung tahun 1970 M, Pondok Pesantren Rejoso Darul Ulum Jombang merupakan pusat tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah di Jawa Timur dengan pengaruh yang tersebar luas sampai ke pulau Madura. Pendiri Pesantren ini adalah K.H. Tamim asal Jombang. Dan masuknya tarekat ini diperkenalkan oleh menantu laki-lakinya yang bernama K.H. Kholil dari Madura yang telah mendapatkan ijazah dari gurunya yang bernama Syekh Ahmad Hasbullah dari Makkah. Sebelum K.H. Kholil wafat jubah kepemimpinannya diberikan kepada putra K.H. Tamim, yaitu K.H. Ramli.

34


(42)

Kemudian jubah kepemimpinan diturunkan kepda muridnya yang bernama K.H. Utsman Al-Ishaqy.35

Di antara khalifah KH. Ramli Tamim yang paling utama adalah KH. Utsman Al-Ishaki. Ia tinggal di Surabaya dan membuat Pondok Pesantren Jatipurwo di Sawah Pulo Surabaya. KH. Utsman menggantikan posisi kemursyidan KH.Ramli Tamim bersama-sama anak KH. Ramli sendiri yaitu

KH. Musta’in Ramli, pada masa kepemimpinan KH. Mustain Ramli terjadi

goncangan dalam tubuh tarekat di Jawa Timur. Padahal pada saat itu tarekat itu sudah sangat besar dan sedang berkembang dengan pesatnya. Goncangan itu terjadi karena KH. Mustain Ramli menyeberang dan mengarahkan umatnya untuk berafialiasi ke Golkar pada pemilu 1977.36

KH. Utsman Al Ishaqi adalah salah satu murid kesayangan KH. Romli Tamimy (ayah KH. Mustain) Rejoso Jombang, Jawa Timur beliau di baiat sebagai mursyid bersama Kiai Makki (sekitar tahun 1977) beliau mengadakan kegiatan sendiri dikediamanya jalan Jati Purwo gang 7

Kecamatan Semampir Surabaya dan Pengikut atau jama’ah Tarekat

Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah Al Utsmaniyah yang di pimpin oleh KH. Utsman Al Ishaqi ini berkembang pesat dan sangat banyak.37

35

Martin Van Bruinessen,Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia.,hal. 96.

36

Kharisuddin Aqib “Al-Hikmah Memahami Teosofi Tarekat Qodiriyah Wa

Naqsyabandiyah”.,hal: 59

37

Ayun Mandasari “Peranan KH. Achmad Asrori Al Ishaqi dalam Pendirian dan

Perkembangan Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah Al Utsmaniyah di Desa Domas Kecamatan Menganti Gresik tahun 1988-2000.” (Skripsi, Fakultas Adab Dan Humaniora Uin Sunan Ampel, 2016), hal. 6


(43)

Di bawah kepemimpinan KH. Utsman Al-Ishaqy, tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah sangat berkembang pesat. Di antaranya adalah daerah Gresik, Sidoarjo, Lamongan dan daerah-daerah lain sekitar kota Surabaya. Dan dalam masa kepemimpinan putranya KH.Ahmad Asrory Al-Ishaqy perkembangan tarekat tersebut bertambah luas sekali sampai pada luar pulau jawa, bahkan sekarang sampai ke negeri tetangga kita yaitu Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Berikut ini adalah silsilah para Mursyid dari tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah Utsmaniyah hingga Nabi Muhammad Saw, sebagaimana berikut:

SILSILAH GURU-GURU TAREKAT QODIRIYAH WA

NAQSABANDIYAH YANG MENGIKUTI GARIS NABI MUHAMMAD SAW

1. Nabi Muhammad SAW 2. Ali Karromallah Wajhah 3. Zainal Abidin

4. Imam Muhammad Baqir 5. Ja’far Shodiq

6. Musa Kadzim 7. Abi Hasan Ali Ridha 8. Al-Ma’ruf Al-Karkhi


(44)

9. Sariy Al-Saqoty

10. Abi Al-Junad Al-Baghdady 11. Abi Bakri Al-Silbi

12. Abdul Wahid Al-Tamimi 13. Abi Al-Fajri Al-Tartusi 14. Abi Al-Hasan Al-Hakari 15. Abi Al-Said Al-Mubaraki 16. Abdul Qadir Al-Jilany 17. Abdul Aziz

18. Muhammad Al-Hataki 19. Syamsuddin

20. Syarifuddin 21. Zainuddin 22. Nuruddin 23. Waliyuddin 24. Hisamuddin 25. Yahya 26. Abi Bakrin 27. Utsman 28. Kalamuddin 29. Abi Al-Fatah 30. Syekh Al-Murad


(45)

31. Syamsuddin

32. Ahmad Khotib Sambas 33. Hasbullah

34. Syekh Kholil 35. Abi Isomuddin

36. Muh. Utsman Al-Ishaqy 37. Ahmad Asrory Al-Ishaqy.38

4. Asas-asas Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah

Dalam dunia sufistik memang sudah tertanam pondasi awal atau asas yang dipakai dalam melakukan suatu amal ibadah kepada sang Khaliq. Maka dari itu para penganut tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah memakai asas-asas dalam tarekatnya. Mereka mengenal sebelas asas-asas tarekat, delapan dari asas tersebut dirumuskan oleh Abdul Kholiq Al-Ghujdawani, sedangkan sisanya adalah penambahan oleh Syekh Baha’uddin Naqsabandi. Asas-asas ini disebutkan satu-persatu dalam banyak risalah, masing-masing asas dikenal dalam bahasa Persi (bahasa para Kwajagan dan kebanyakan penganut tarekat Naqsabandiyah India).

Asas-asas yang dirumuskan oleh Abdul Khodir Al-Ghujdawani adalah sebagai berikut:

38

Hadrotus Syaikh Al-Murabi Al-Mursyid Achmad Asrori Al-Ishaqy RA, Setetes Embun Penyejuk Hati, (Surabaya: Jama’ah Al-Hikmah, 1430 H/2009 M), hal. 84.


(46)

1. Hush dar dam: “sadar sewaktu bernafas”, yaitu suatu latihan konsentrasi,

yang bersangkutan haruslah sadar setiap menarik nafas, dan ketika berhenti di antaranya. Perhatian pada nafas dalam keadaan sadar akan Allah, memberikan kekuatan spiritual dan membawa orang lebih hampir kepada Allah.

2. Nazar bar qaam: “menjaga langkah”, artinya sewaktu berjalan sang

murid harus menjaga langkah-langkahnya, sewaktu duduk memandang lurus ke depan.

3. Safar dar watan: “melakukan perjalanan di tanah kelahirannya”.

Melakukan perjalanan batin, yakni meninggalkan bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju kesadaran akan hekekatnya sebagai makhluk yang mulia.

4. Khalwat dar anjuman: “sepi di tengah keramaian”, artinya perintah untuk turut serta secara aktif dalam kehidupan masyarakat, sementara pada waktu yang sama hatinya tetap terpaut kepada Allah SWT saja dan

selalu wara’.

5. Yad kard: “ingat”, yakni terus-menerus ingat nama Allah dengan dzikir orang tauhid (berisi formula La Illaha Illa Allah) atau formula dzikir lainnya yang diberikan oleh guru, dalam hati atau dengan lisan.

6. Baz gast: “kembali”, yaitu demi mengendalikan hati supaya tidak

condong kepada hal-hal yang menyimpang, sang murid harus membaca dzikir tauhid atau ketika berhenti di antara dua nafas.


(47)

7. Niqahdast: “waspada”, yaitu terus-menerus menjaga pikiran dan perasaan dengan selalu dzikir mengingat kepada Allah. Selanjutnya asas-asas tambahan dariSyekh Baha’uddin adalah:

1. Wuquf zamani: “memberikan kembali penggunaan waktu”, yaitu

menempatkan waktu yang kita pakai sebagai keajekan atau istiqomah dalam berdzikir.

2. Wuquf adadi: “memeriksa hitungan dzikir dengan hati-hati”, yaitu berapa

kali seseorang membaca dzikir serta mengulang-ulangi dzikir tersebut pada hitungan yang sudah ditetapkan. Karena banyak sekali seseorang itu

dzikir, tapi tidak khusyu’ dan pikirannya mengembara kemana-mana. 3. Wuquf qolbi: “menjaga hati tetap terkontrol”, dengan membayangkan

hati seseorang (yang di dalamnya secara bathin dzikir di tempatnya) berada di hadirat Allah, maka hati itu tidak sadar akan yang lain kecuali Allah, dan dengan demikian perhatian seseorang secara sempurna selaras dengan dzikir dan maknanya.39

Sedangkan dalam tarekat Qodiriyah pokok-pokok dasarnya ada lima, yaitu:

1. Tinggi cita-cita.

2. Menjaga segala yang haram.

39

Hadrotus Syaikh Al-Murabi Al-Mursyid Achmad Asrori Al-Ishaqy RA, Setetes Embun Penyejuk Hati., hal. 78.


(48)

3. Memperbaiki khidmat kepada Allah. 4. Melaksanakan tujuan yang baik.

5. Memperbesar karunia dan nikmat Allah.40

Asas-asas tersebut di atas itulah yang menjadi dasar setiap murid tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah dalam menjalankan ajaran-ajaran ibadahnya setiap hari bahkan setiap saat. Di dalam kitab Manbaul Fadlail secara leih rinci dijelaskan tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh setiap calon murid, sebelum memasuki tarekat. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:

1. Qoshdun Shohibun, artinya menjalankan sifat-sifat ubudiyah, yakni menghambakan diri kepada Allah dan bukan untuk mendapatkan kekramatan, pangkat, dan kedudukan.

2. Shidqun Shorikkhun, artinya mempunyai ‘iktikad yang benar, bahwa sang guru akan dapat menghantarkan dirinya kehadirat Allah.

3. Adabun Mardhiyah, artinya akhlak yang diridloi. Maksudnya adalah orang yang masuk tarekat hendaklah menjalankan budi pekerti

sebagaimana yang diperintahkan oleh syari’at agama, seperti belas kasihan kepada yang di bawah dan hormat kepada mereka yang sepadan.

40


(49)

4. Ahwaluz Zakiyah, artinya menghiasi diri dengan akhlak yang baik. Segala perbuatan, ucapan, dan tindakannya haruslah sesuai dengan yang apa diperintahkan agama.

5. Raf’ul Himmah, artinya mempunyai cita-cita yang tinggi. Dalam memasuki tarekat bukan karena ingin mendapatkan kemewahan dunia,

tetapi mencapai ma’rifat kepada Allah.

6. Hifdzul Hurmah, artinya selalu menjaga dan hormat kepada guru, baik dalam keadaan hadir maupun ghaib/tidak ada, santun sesama muslim dan menjaga hak-hak mereka, serta duduk dan patuh terhadap perintah dan larangan Allah.

7. Husnul Hikmah, artinya melayani dan mengabdi kepada guru dengan baik.

8. Nufudzul ‘Azimah, artinya selalu menjaga dan melestarikan kemauan

untuk menjalankan tarekat sampai mencapai tingkat ma’rifat.41

Hal tersebut di atas menunjukkan betapa banyak dan beratnya kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang sebelum menjadi murid jam’iyah

tarekat, oleh karena tidak sembarang orang dapat melaksanakannya. Dan hanyalah orang yang mempunyai hati ikhlas dan tulus serta dengan tekad yang kuat dalam upaya membersihkan kotoran yang ada dalam hati bisa melakukannya.

41

Hadrotus Syaikh Al-Murabi Al-Mursyid Achmad Asrori Al-Ishaqy RA, Setetes Embun Penyejuk Hati., hal. 23-25.


(50)

5. Ajaran-ajaran tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah

Sebagaimana yang telah diterangkan di depan, bahwa tujuan tarekat itu adalah mempelajari kesalahan-kesalahan pribadi baik dalam melakukan amal ibadah atau dalam bergaul antar sesamanya serta memperbaikinya. Pekerjaan ini dilakukan oleh seorang syekh atau mursyid, yang pengetahuannya dan pengalamannya jauh lebih tinggi dari pada murid-muridnya. Sang mursyid memberikan bimbingan dan perbaikan sehingga dapat menyempurnakan keislamannya dan memberikan kebahagiaan dalam menempuh jalan kepada Allah. Beberapa pelajaran yang diberikan oleh guru kepada murid-muridnya bertujuan untuk dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada.

Beberapa ajaran yang dilakukan oleh murid-murid tarekat pun bermacam-macam, tergantung dari perintah sang mursyid yang harus dikerjakannya. Di antara ajaran-ajaran tersebut adalah sebagai berikut:

1. Suluk

Pengertian suluk hampir sama dengan tarekat, keduanya berarti jalan atau cara, tetapi dalam sisi lain pengertian suluk itu ditujukan kepada semacam latihan yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Untuk di


(51)

lebih lazim digunakan, dan lamanya tidak samapai empat puluh hari, biasanya sepuluh hari atau dua puluh hari.42

Maka meskipun tujuan semuanya itu satu, namun suluk atau jalan untuk menempuh tujuan itu bermacam-macam caranya, yaitu dengan melihat kebutuhan perbaikan yang akan dicapai oleh yang berkepetingan. Di antara macam-macam suluk tersebut yaitu:

a. Suluk Ibadah

Jalan yang ditempuh dalam suluk semacam ini penekanannya pada

perbaikan syari’at, yang sebenarnya merupakan kehidupan orang sehari

-hari.Suluk semacam ini adalah memperbanyak wudlu’, sholat, dzikir, wirid,

dan sebagainya.43 b. Suluk Riyadhah

Yaitu latihan diri dengan bertapa, mengurangi makan minum dan semacamnya. Dalam suluk semacam ini ia harus berdaya upaya menahan nafsu dan syahwatnya dari mengerjakan segala kekurangan yang menggengsikan pada tingkah lakunya. Di dalam suluk semacam ini yang paling utama adalah pelajaran akhlak yang diperintahkan di dalam Islam.44 c. Suluk Penderitaan

Salah satu daripada usaha seorang sufi untuk menormalisir kepribadian dalam dirinya adalah menyuruhnya melakukan safar Taqhorrub

42

Martin Van Bruinessen,Kuliah Akhlak Tasawuf., hal. 88.

43

Abu Bakar Aceh,Pengantar Ilmu Tarekat., hal. 122.

44


(52)

(mendekatkan diri kepada Allah) di dalam tempat atau daerah-daerah lain, suluk seperti ini penting sekali untuk menghilangkan sifat-sifat tasamud.45 d. Thariqul Khidmah wa bazlul jah

Suluk semacam ini dikerjakan agar sedikit demi sedikit memperoleh kegemaran dalam berbuat khidmad dan kebajikan terhadap sesama manusia.46 2. Kholwat

Kholwat boleh diartikan menjauhkan diri dari banyak bergaul dengan manusia atau mengasingkan diri. Dalam keadaan ini seseorang lebih mudah menghilangkan kebimbangan hatinya kepada selain Allah SWT dan menunjukkan seluruh hati dan pikirannya kepada Allah semata.47

Ajaran-ajaran suluk di atas mempunyai pengaruh yang banyak sekali dalam pembentukan jiwa karakter seseorang. Misalnya dengan mengamalkan suluk ibadah dan suluk riyadhoh seseorang berupaya untuk dapat menjalin kesinambungan kepada Allah, dan dapat membutuhkan kesadaran akan hakekat kehambaan dihadapan penciptanya.

Di samping hubungan vertikal antara makhluk dengan sang Khaliq (Allah) yang ditempuh lewat kedua suluk di atas, juga terdapat ajaran suluk yang mengajarkan pada setiap pengikut tarekat untuk selalu menjaga akhlak (pergaulannya) dengan sesama murid tarekat, sesama muslim dan terutama

45

Abu Bakar Aceh,Pengantar Ilmu Tarekat., hal. 123.

46

Abu Bakar Aceh,Pengantar Ilmu Tarekat., hal. 124.

47


(53)

kepada guru (mursyidnya). Suluk tersebut adalah suluk penderitaan dan

tariqul khiqmah wa bazlul jah.

Sedangkan ajaran kholwat memberikan pendidikan kepada seseorang akan hakekat hidup yang sebenarnya. Kholwat tidak berarti meninggalkan diri dari kesibukan dunia, akan tetapi kholwat merupakan sarana untuk mengupayakan diri agar tidak berfikir atau terpikat akan kesenangan-kesenangan duniawi saja sehingga melupakan kehidupan yang abadi (akhirat). Baik suluk maupun kholwat keduanya adalah jalan yang dilalui oleh murid tarekat untuk mempertinggi derajatnya, membersihkan dirinya dari kotoran duniawi dan menghiasi dengan akhlak yang mulia.

3. Dzikir

Salah satu bagian yang terpenting dalam tarekat, bahkan yang paling kelihatan adalah dzikir, yang mana dzikir merupakan sarana untuk mengingat Allah dengan segala kebesaran-Nya, dan di dalam ajaran tarekat mengingat Allah itu biasanya dibantu dengan bermacam-macam kalimat dan kata-kata dalam penyebutan asma Allah atau sifat-sifat-Nya. Dalam masalah dzikir ini ulama-ulama tarekat berkeyakinan bahwa:

“Jika hamba Allah telah yakin bahwa lahir dan batinnya dilihat oleh Allah dan segala pekerjaannya diawasi, segala perbuatannya didengarkan dan segala cita-cita serta niatnya diketahui Allah, maka hamba Allah itu akan


(54)

menjadi hamba yang benar, karena ia selalu ada dalam keadaan

memperhambakan diri kepada Allah”.48

Pengalaman dzikir ini tidak terbatas dikerjakan oleh golongan tarekat saja, tetapi sebagaimana yang dikerjakan oleh umat Islam pada umumnya. Hal ini sesuai dengan surat Al-Ahzab ayat 41, sebagaimana berikut:



    





Artinya: “Hai orang-orang yang beriman berdzikirlah (dengan menyebut asma Allah) dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya.”

Maka dengan dasar itulah golongan tarekat mempertahankan amalan dzikir tersebut, jadi bukan hanya mengingat Allah dalam hati saja, tetapi kata

“Allah” senantiasa terucap oleh lidahnya dan dibarengi melatih seluruh anggotanya. Sedangkan ritual wirid dan dzikir tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah, dalam kitabMambaul Fadloildisebutkan:

1) Dzikir Tauhid, yaitu lafadz (la ilaha illallah) dibaca sebanyak 165 kali setelah sholat lima waktu.

2) Dzikir Ismu Dzat, yaitu lafadz (Allah) dibaca sebanyak seribu kali setelah sholat lima waktu.49

Kemudian selain dzikir di atas, setiap pengikut tarekat juga diwajibkan

mengamalkan “wirid khususy atau wirid khatam”, pada tempat-tempat yang

48

Abu Bakar Aceh,Pengantar Ilmu Tarekat.,hal. 122.

49

Hadrotus Syaikh Al-Murabi Al-Mursyid Achmad Asrori Al-Ishaqy RA, Setetes Embun Penyejuk hati., hal. 45.


(55)

sudah ditentukan oleh guru tarekat dan sebelumnya di dahului dengan tawasul (lantaran) terlebih dahulu. Rincian dari bacaan dzikir khususy adalah sebagai berikut:

(100 x)

(79 x) .ﺔ ﻻ ا ... ح ﺮ ﺸ ﻧ ﻢﻟا

(100 x) .ﺔ ﻻ ا ... (1 x) . ... ﺔ ﺤ ﺗﺎﻔﻟا

(100 x) .ﻢﻠﺳو ﺎﻧﺪ

(100 x) .ت ﺎﺟ ﺎﺤ ﻟا ﻰ ﺿ ﺎﻗ ﺎ

(100 x) .

(100 x) .ت ﺎﺟ ر ﺪﻟا ﻊ ﻓر ﺎ

(100 x) .ت ﺎﻠﺒﻟا ﻊ ﻓاد ﺎ

(100 x)ت ﻼ ﻜ ﺸ ﻤ ﻟا ﻞ ﺤ ﺧ ﺎ

(100 x) .ت اﻮ ﻋ ﺪﻟا ﺐ ﺠ ﻣ ﺎ

(100 x) .ض اﺮ ﻣ ﻻ ا ﻲ ﻓﺎﺳ ﺎ

(100 x) .ﻦ ﻤ ﺣ اﺮ ﻟا ﻢﺣ ر ا ﺎ

(100 x) .

(1 x) .ﻎ ر ﺎﻣ ... ﺔ ﺤ ﺗﺎﻔﻟا

(1 x) .ﻲ ﻧﻼ ﺠ ﻟا ﺮ ﺪﻘﻟا ﺪﺒﻋ ﺦ ﺸ ﻟا ﻎ ر ﺎﻣ ... ﺔ ﺤ ﺗﺎﻔﻟا

(100 x).

(1100 x) .ﻞ ﻛ ﻮ ﻟا ﻢﻌ ﻧو ﷲ ﺎﻨﺒﺴ ﺣ


(56)

(1 x) .ﻲ ﻧﻼ ﺠ ﻟا ﺮ دﺎﻘﻟا ﺪﺒﻋ ﺦ ﺸ ﻟا اذﺎﻔﻛ ... ﺔ ﺤ ﺗﺎﻔﻟا

(100 x) .

(100 x) .ﻢ ﻈ ﻌ ﻟا ﻲ ﻠﻌ ﻟا ﺎﺑ ﻻ ا ةﻮ ﻗ ﻻ و ل ﻮ ﺣ ﻻ

(100 x) .

د ﻮ ﻟﻻ ء ﺎﻋ د ﺎﺟ ﺎﺒﻤ ﻣ ن ﺎﻏ د ك ﺎﻨﺠ ﺳ ﺎﺟ ﺎﺒ

:

ﺔ ﻓﺮ ﻌ ﻣ و ﻚ ﺘﺠ ﻣ ﻰ ﻨﻄ ﻋ ا ﻰ ﺑﻮ ﻠﻄ ﻣ

.

(1 x) .ﺔ

(100 x) .

(26641 x) .ﻒ ﻄ ﻟ ﺎ ﻒ ﻄ ﻟ ﺎ ﻒ ﻄ ﻟ ﺎ

(100 x) .

(1 x) .

ك ﻮ ﺘﻧو ا ﻮ ﺻ ﻮ ﺼ ﺟ ء ﺎﻋ د ﺎﺟ ﺎﺒﻤ ﻣ ﻮ ﻟﻻ ﻄ ﻟ ﺎ

:

ﻄ ﻟ ﺎ ﻒ ﻄ ﻟ ﺎ ﻒ ﻄ ﻟ ﺎ ﻒ

ﻔﺨ ﺗ ن ا ﻲ ﻔﺨ ﻟا ﻚ ﻔﻄ ﻟ ﻲ ﻔﺧ ﻲ ﻔﺨ ﺑ ﻰ ﻔﺧ ﻲ ﻔﺧ ﻲ ﻓ ﺎﻨ

ﺖ ﻧاو ﺖ ﻠﻗ ﻚ ﻧا ﻰ ﻔﺨ ﻟا ﻚ ﻔﻄ ﻟ

ﻠﺋﺎﻔﻟا ق ﺪﺻ ا ﻄ ﻟ ﷲ ﻖ ﺤ ﻟا ﻚ ﻟﻮ ﻗو ﻦ

هدﺎﺒﻌ ﺑ ﻒ ﻦ ﻣ ق ز ﺮ

ﺰ ﻌ ﻟا ﺰ

.

ي ﻮ ﻗ ﺎ

ﺰ ﻋ ﺎ ﺰ ﻌ ﻣ ﺎ ﻚ ﺗﺰ ﻋ و ﻚ ﺗﻮ ﻘﺑ ﻦ ﺘﻣ ﺎ

ن ا ﻦ

ﻌ ﻣ و ﺎﻧﻮ ﻋ ﺎﻨﻟ ن ﻮ ﻜ ﺗ ﻤ ﺟ ﻲ ﻓ ﺎﻨ

ﻤ ﺟ و ﻰ ﻟﺎﻌ ﻔﻟاو ﻰ ﻟاﻮ ﻓا ﻊ ﺨ ﻟا ﻞ ﻌ ﻓ ﻦ ﻣ ﻦ ﺤ ﻧ ﺎﻣ ﻎ

ﻣ و ﺔ ﻤ ﻘﻧو ﺮ ﺷ ﻞ ﻛ ﻲ ﻨﻋ ﻊ ﻓﺪﺗ ن او ﺨ ﺘﺳ اﺪﻗ ﺔ ﻨﺤ

ﺣ ﺮ ﻟا ر ﻮ ﻔﻐ ﻟا و ﻖ ﺤ ﻟا ﻚ ﻟﻮ ﻗو ﺖ ﻠﻗ ﺪﻗو ﻢ

ﺜﻛ ﻦ ﻋ اﻮ ﻔﻌ ﺮ

.

ﻔﺨ ﺗ ن او ك ﺪﻨﻋ ﺷ ﻞ ﻛ ﻰ ﻠﻋ ﻚ ﻧا ﻚ ﻔﻄ ﻟ ﻒ ﺨ ﺑ ﻲ ﻨ

ﺪﻗ ﺊ ﺮ

.

ﺳ ﻰ ﻠﻋ ﷲ ﻰ ﻠﺻ و ﺎﻧﺪ


(57)

50

Selain amalan-amalan di atas, amalan lain yang dilakukan adalah Manaqiban, yang biasanya dilakukan secara bulanan atau tahunan. Kegiatan tahunan dilakukan untuk mengenang wafatnya Syekh Abdul Qodir Al-Jilany, pada tanggal 11 Robiul Tsani. Acara itu merupakan puncak perayaan, meskipun masih ada perayaan (haul) para wali Allah yang dibarengkan dengan haul kanjeng Asy-Syekh, dan juga perayaan pada setiap bulan yakni pada tanggal sebelasan.51

Bacaan manaqib Asy-Syekh Abdul Qodir Al-Jilany tersebut tidak hanya terbatas pada amalan tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah saja, akan tetapi bacaan manaqib tersebut ada yang dijadikan sebagai tradisi atau budaya masyarakat guna mengharap barokah (kebaikan), dan ritual semacam ini biasanya dipakai pada acara walimah atau hajatan yang lain. Penghormatan yang lebih kepada baliau (Sykeh Abdul Qodir Al-Jilany) yang mana jika

disebut nama beliau maka seluruh muridin mendo’akan atau dengan membaca

(rodhiallahuanhu) dan sebagian besar masyarakat yang mempunyai kekeramatan yang dapat memberikan berkah kepada seseorang dengan bacaan manaqib tersebut. Sedangkan di dalam tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah

tidak ada perayaan serupa untuk Syekh Baha’uddin Al-Naqsabandy. Puncak

50

Hadrotus Syaikh Al-Murabi Al-Mursyid Achmad Asrori Al-Ishaqy RA, Setetes Embun Penyejuk Hati., hal: 42-43.

51


(58)

perayaan ini hanya dilakukan untuk mengenang wafatnya Syekh Abdul Qodir Al- Jilany, yang diikuti dengan bacaan manaqib beliau dan dzikir bersama.

Demikianlah sekilas beberapa ajaran dan amalan tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah yang diamalkan oleh para pengikutnya bersamaan dengan gurunya.

4. Ba’iat, Ijazah dan Khalifah dalam Tarekat

Seperti tarekat-tarekat lainnya, tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah pun mustahil dapat dimasuki tanpa melalui pintu pembaiatan. Pengertian

tentang ba’iat itu sebagai keterangan berikut:

“Seseorang hanya dapat menjadi anggota setelah melalui upacara pembaiatan, persisnya upacara tesebut tempat yang berbeda, tetapi kebanyakan ritual yang demikian itu menyangkut kematian dan kelahiransecara simbolik. Mula-mula sang murid harus melakukan taubat, yaitu dengan mengingat dosa-dosa di masa lampau, memohon pengampunan dan bertekad untuk tidak mengulang lagi semua kebiasaan jelek yang diperbuat masa dahulu. Pada bagian inti upacara tersebut sang murid menyetakan sumpah setia pada syekhnya dan setelah itu ia menerima pelajaran esoteric yang pertama (talqin).52

Dengan demikian yang dimaksud ba’iat adalah sumpah setia dari calon murid tarekat pada syekhnya, tunduk dan patuh terhadap semua aturan dan perintah gurunya. Hanya melalui ba’iatlah seorang dianggap telah menjadi 52


(59)

murid dalam sebuah tarekat. Sedangkan pengertian “ijazah’, menurut Martin

menyatakan sebagai berikut:

“Apabila sang murid telah mempelajari dasar-dasar tarekat dan memperhatikan kemajuannya yang memadai untuk melaksanakan latihan-latihannya sendiri, gurunya akan memberikan ijazah. Ada tingkatan ijazah, setelah yang pertama (ijazah untuk melakukan amalan tarekat, ada ijazah yang lebih bergengsi lagi yang memberikan wewenang kepada sang murid untuk bertindak sebagai wakil syekhnya dalam memberikan pelajaran dan membimbing murid-murid lainnya. Sedangkan ijazah yang tertinggi adalah memberikan wewenang kepada penerimanya untuk bertindak sendiri sebagai

seorang syekh dan mengambil ba’iat atas namanya sendiri kepada

calonmurid.Sang murid telah menjadi kholifah dari syekhnya dan boleh diutusoleh syekhnya ke tempat yang telah direncanakan untuk menyebarluaskantarekat tersebut”.53

Pengertian di atas mengandung arti bahwa ijazah adalah pemberian (izin) dari seorang syekh atau guru kepada muridnya untuk melakukan amalan-amalan tarekat, kemudian memberikan bimbingan kepada murid-murid tarekat yang lain, dan bahkan dapat bertindak sebagai seorang syekh,

sebagai wakil (kholifah) dari sang syekh, untuk memberikan ba’iat kepada

calon murid atas namanya sendiri. Hubungan seorang syekh dengan kholifah adalah seperti hubungan pemimpin dengan pembantunya. Istilah khalifah itu

53


(60)

sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi SAW, yang mana saat itu Nabi SAW digantikan fungsi kedudukannya oleh seorang khalifah.Maka istilah khalifah (pengganti) juga dapat disandang oleh mereka yang sudah mendapat ijazah tingkatan kedua dalam dunia tarekat.

5. Kedudukan Syekh (guru) dalam Tarekat

Di dalam kitab “Tanwirul Qulub fi Mu’ammalatil Ghuyub”

yangdikarang oleh Syekh Muhammad Amin Al-Kurdi, disebutkan

bahwa:“Yang dinamakan syekh adalah orang yang sudah mempunyai maqam Rijalul Kamal, seorang yang sudah sempurna suluknya dalam ilmu syari’at

dan hakekat menurut al-Qur’an, sunnah, dan ijma’, dan yang demikian baru

terjadi sesudah sempurna pengajarannya dari seorang mursyid yang sudah sampai pada maqam yang tertinggi, dari tingkat ke tingkat hingga sampaikepada Nabi Muhammad SAW dan kepada Allah SWT dengan melakukan kesungguhan, ikatan-ikatan janji dan wasiat, dan memperoleh ijin dan ijazah untuk menyampaikan ajaran-ajaran suluk itu kepada orang lain.54

Dari keterangan tersebut, menajdi seorang syekh (guru tarekat) tidaklah mudah disandang oleh sembarang orang, sebab bukan hanya semata-mata lengkap pengetahuannya tentang tarekat, tetapi harus lebih mudah dari itu. Seorang syekh harus mempunyai kebersihan rohani dan kesucian bathin atau hati yang murni. Syekh atau guru tarekat mempunyai kedudukan yang penting sekali dalam tarekat. Karena ia tidak saja menjadi pemimpin yang

54


(61)

mengawasi murid-muridnya dalam kehidupan lahir dan pergaulan sehari-hari, akan tetapi ia merupakan perantara dalam ibadah antara murid dengan Tuhannya.55

Peranan guru tarekat terhadap murid tarekat sangat penting sekali demi kemajuan spiritual murid. Ikut sebuah tarekat tanpa mempunyai seorang guru atau syekh adalah mustahil untuk dapat ma’rifat pada Allah. Selainhubungan lahir dalam kehidupan sehari-hari dengan murid, seorang syekh atau guru juga menjalin hubungan bathin. Syekh membantu murid-muridnya dengan berbagai cara, dengan mengajarkan secara langsung dan juga melalui proses yang disebut “tawajjuh”. Tawajjuh adalah merupakan perjumpaan di mana seorang membukahatinya kepada syekhnya, kemudian sang syekh akhirnya membawa hati tersebut ke hadapan Nabi Muhammad SAW.56 Tawajjuh ini dapat berlangsung sewaktu pertemuan pribadi atau empat mata antara murid dan mursyid atau istilahnya ba’iat. Sedang ba’iat merupakan kesempatan

pertama dari proses tawajjuh, tetapi tawajjuh pun memungkinkan terjadi

ba’iat, bahkan ketika sang syekh secara fisik tidak hadir, hubungan dapat dilakukan dengan robhithoh.57

Demikian kedudukan syekh (guru) dalam ajaran tarekat, yang tidak saja sebagai pemimpin dalam mengawasi murid-muridnya, akan tetapi juga

55

Abu Bakar Aceh,Pengantar Ilmu Tarekat.,hal: 79.

56

Martin Van Bruinessen,Kuliah Akhlak Tasawuf.,hal: 86.

57


(62)

sebagai wasilah (perantara) ibadah kepada Allah untuk mencapai tingkatan tertinggima’rifat.

6. Kedudukan Murid dalam Tarekat

Setelah kita mengetahui sejauh mana kedudukan seorang syekh dalam tarekat, maka alangkah baiknya jika kita juga mengetahui bagaimana kedudukan dan kewajiban sebagai murid dalam ajaran tarekat. Prof. Dr. H. Abu Bakar Aceh dalam hal ini menarik suatu definisi dari pengertian murid, menurut beliau bahwa pengikut tarekat itu juga dinamakan dengan murid, yaitu seorang menghendaki pengetahuan dan petunjuk dalam segala amal ibadahnya.58

Murid dalam hal ini tidak hanya berkewajiban mempelajari segala sesuatu yang diajarkan atau yang diperintahkan guru kepada dirinya, ia juga harus patuh dan tunduk pada gurunya, terhadap dirinya sendiri maupun kepada saudara-saudara sesama tarekat, serta orang-orang Islam yang lain. Dengan demikian kedudukan murid dalam tarekat adalah sebagai pengikut

dan murid yang setia dan ta’at kepada semua perintah syekh atau gurunya.

Adapun hal-hal yang menjadi kewajiban bagi seorang murid terhadap syekh atau gurunya adalah sebagai berikut:

1. Menyerahkan segalanya urusan secara lahir dan batin. 2. Murid harus ta’at dan tunduk pada perintah guru.

58

Khalili Al-Banar, I. Hanafi R., Ajaran Tarekat (Suatu Jalan Pendekatan Diri Terhadap Allah SWT), (Surabaya: C.V. Bintang Remaja), hal.30.


(63)

3. Murid tidak boleh mempergunjing gurunya.

4. Seorang murid tidak boleh melepaskan ikhtiarnya sendiri. 5. Seorang murid harus selalu ingat kepada gurunya.

6. Seorang murid tidak boleh bertanya banyak untuk kehidupan akhirat dan keimanan, sebelum guru member petunjuk terlebih dahulu.

7. Seorang murid harus mempunyai keyakinan dalam hati bahwa berkat yang datang dari Tuhan itu tidak semata-mata permintaannya sendiri, melainkan adanya perantara dari syekhnya.

8. Seorang murid tidak boleh menyembunyikan rahasia hatinya, terhadap gurunya (syekhnya).

9. Murid harus memelihara keluarga dan kerabat guru.

10. Seorang murid tidak boleh memberi saran kepada gurunya. 11. Seorang murid dilarang memandang guru ada kekurangannya. 12. Seorang murid harus rela memberikan sebagian hartanya.

13. Seorang murid tidak boleh bergaul dengan orang yang dibenci oleh gurunya.

14. Seorang murid tidak boleh melakukan sesuat yang dibenci gurunya. 15. Seorang murid tidak boleh iri dengan murid yang lain.

16. Segala sesuatu yang menyangkut pribadinya harus mendapat izin dari gurunya.


(1)

✡65

gejala-gejala stress itu sendiri seperti, kegelisahan, kecemasan,

kebingungan, depresi dan gejala negatif lain, yang kemudian gejala

tersebut berubah berupa ketenangan, kenikmatan, kebahagiaan dan

kedamaian, yang telah dialami dan dirasakan jama’ah setelah mengikuti dan mengamalkan amalan-amalan tarekat.

Kedua,pembentukan pengendalia stress dengan akhlak, pembentukan ini dari ajaran akhlak tasawuf yang diajarkan didalam tarekat itu

sendiri, yang dapat terbentuk dari percontohan yang berupa akhlak

seorang mursyid itu sendiri ataupun percontohan akhlak terpuji yang

berupa kisah-kisah yang disampaikan, selain itu juga dari penjelasan

atau nasihat-nasihat yang diberikan disetiap kegiatan pengajian yang

telah diselenggarakan, kemudian keduanya membentuk akhlak yang

dapat mengendalikan stress berupa penyikapan terhadap faktor-faktor

yang rentan menyebabkan stres yang bersifat internal dan eksternal,

hal itu dapat terlihat dari sikap sabar, qana’ah, zuhud, tawkkal, ikhlas, dan akhlak lain yang ada dalam diri jama’ah.

B. Saran

Semoga apa yang telah ditulis oleh penyusun dalam karya

penelitian yang jauh dari kata sempurna ini dapat bermanfaat bagi semua

mahasiswa UINSA secara umumnya, dan mahasiswa jurusan Bimbingan


(2)

☛66

pencarian, penemuan, dan pengembangan ilmu-ilmu yang baik, benar dan

bermanfaat.

Saran penyusun untuk mahasiswa Bimbingan dan Konseling Islam

ataupun mahasiswa Psikologi yang hendak melakukan penelitian, sangat

diharapkan oleh penyusun untuk meneliti, menggali dan menemukan

sebuah temuan dalam suatu lembaga tasawuf yang ada diindonesia,

karena didalamnya sangat banyak sekali fenomena-fenomena yang terkait

dan sesuai dengan khasanah-khasanah ilmu Bimbingan dan Konseling


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Agus M. Hardjana, 1994. Stres Tanpa Distres: Seni Mengolah Stres Yogyakarta: Kanisius.

Arief Farhan, 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional

Abu Bakar Aceh, 1936.Pengantar Ilmu Tarekat, CV. Ramadani

Azwar, Syaifuddin. 1998.Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ayun Mandasari, 2016.“Peranan KH. Achmad Asrori Al Ishaqi dalam Pendirian dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah Al Utsmaniyah di Desa Domas Kecamatan Menganti Gresik tahun 1988-2000.” Skripsi, Fakultas Adab Dan Humaniora Uin Sunan Ampel,

Amir An-Najar, 2004. Psikoterapi Sufistik dalam Kehidupan Modern. ter. Ija Suntana, Jakarta: Mizan Publika.

Afif Anshori, 2003.Dzikir dan Kedamaian Jiwa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Amr Khaled, 2004 “indahnya menjadi kekasih Allah” penerjemah. Deden zaenal muttaqin dkk. Yogyakarta, Darul Ikhsan.

Bakran Adz-Dzaky, HM. Hamdani, 2006. Konseling dan Psikoterapi Islam, Jogyakarta: PT. Fajar Pustaka Baru.

Djamaludin Ancok Dan Fuat 1994. Nashori,Psikologi Islami Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Departemen Agama RI, 1978, Al-Qur‟An Dan Terjemahnya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an Departemen Agama.

Ensiklopedi Islam, jilid 6, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Houve.

Etty, Maria. 2002.Mengelola Emosi, Tips Praktis Meraih Kebahagiaan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Http://www.psychologymania.com/2012/11/tahap-tahap-stres.html diakses pada hari sabtu, 19 juni 2016 pukul: 20.18 WIB


(4)

Http.Tingkatan Zuhud Menurut Imam Al-Ghazali Dan Ibnu Abidurrahman Muhammad. Html. Diakses pada tanggal 29 november pukul 22.01 wib. Hazri Adlany, et al, 2002.al-Qur’an Terjemah IndonesiaJakarta: Sari Agung,

Hanna Djumhana Bastaman, 2001.“Integrasi Psikologi dengan Islam”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-kontribusi. Diakses pada tanggal 19 maret 2016 pukul 12.05

Https://id.wikipedia.org/wiki/pembentukan. Diakses pada tanggal 22 maret 2016 pukul 04.16

Http://dedeh89-psikologi.blogspot.com/2013/04/pengertian-stress.html diakses pada tanggal 22 maret 2016 pukul 04.48

Https://buletinalfithrah.co.id /biografi-yai-asrori-alishaqy diakses 23-januari-2017 pada pukul 20.23

Hadrotus Syaikh Al-Murabi Al-Mursyid Achmad Asrori Al-Ishaqy RA, 1430 H/2009 M.Setetes Embun Penyejuk Hati, Surabaya: Jama’ah Al-Hikmah

Ibnu Rajab Al-Hambali. 2005.Zuhud dunia cinta akhiratterj. Abu Umar Basyir. Dkk Solo: Al-Qawam.

Imam Al-Ghazali, 2004. “Menyingkap Rahasia Qalbu” penerjemah. Moh Syamsi Hasan Surabaya: Amelia,

Imam Al-Ghazali, 2008 “Al-Insanun ‘Arifun ‘Indahu Ruuhul ‘Adhim” penerjemah. Muhammad Nuh. Mitra press.

Ibnu Qayyim Al-jauziah, 2010. “madarijus salikin”, penerjemah. Khatur Suhardi Jakarta: Pustaka Kautsar

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, 1998.“Mendulang Faidah Dari Lautan Ilmu” penerjemah. Kathur Suhardi Jakarta, Pustaka Al-Kautsar

Imam Ghazali, Taubat, Sabar dan Syukur, Terjemah. Nur Hichkmah. R. H. A Suminto, Jakarta: PT. Tintamas Indonesia

Ismail Nawawi, 2008.Risalah Pembersih Jiwa: Terapi Prilaku Lahir & Batin Dalam Perspektif Tasawuf, Surabaya: Karya Agung Surabaya.


(5)

Imam Hanafi dkk. 2015. Maqamat Tasawuf Dan Terapi Kesehatan Mental (Studi Pemikiran Amin Syukur)jurnal religi dan psikologi.

Jalaludin Rahmat, 1995. Metodologi Penelitian Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Jonathan Sarwono, 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Yogyakarta: Graha Ilmu.

KH. Achmad Asrori Al-Ishaqy RA, 2014. tuntunan dan bimbingan, Surabaya: Jama’ah Al-Khidmah.

Kharisuddin Aqib, 2000. Al-Hikmah Memahami Teosofi Tarekat Qodiriyah Wa NaqsyabandiyahSurabaya: Dunia Ilmu

Khalili Al-Banar, I. Hanafi R., Ajaran Tarekat (Suatu Jalan Pendekatan Diri Terhadap Allah SWT), Surabaya: C.V. Bintang Remaja

KBBI (Kamus besar bahasa indonesia)

Khairunnas Rajab, 2010.Obat Hati, Yogyakarta: Pustaka Pesantren

Kartini Kartono dan Jenny Andari, 1989. Hygiene Mental dan Kesehatan Mental Dalam Islam, Bandung: Mandar Maju.

Lexy J. Moleong, 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Maftuh Ahnan, “imam Al-Ghazali “sabarCV. Bintang pelajar. M. Amin Syukur, 2004.Tasawuf Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

M. Amin Syukur, 1997.Zuhud di Abad Modern,Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Martin Van Bruinessen, 1992.Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia,.Bandung: Mizan Mahjuddin, 1991.Kuliah Akhlak Tasawuf,Jakarta: Kalam Mulia

Muhammad Idrus, 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitafif, Jakarta: Erlangga.

Moh.Kasiram, 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif kuantitatif, Malang: UIN-Maliki Press.

Makmum anshory, problematika masyarakat modern, blogspot.co.id. diakses pada pukul: 21.05, 25 januari 2017


(6)

Namora Lumongga Lubis, 2009Depresi: Tinjauan Psikologis Jakarta: Kencana. Nasrudin, 2015. Ajaran-Ajaran Tasawuf Dalam Sastra Kitab “Ri’ayah Al-Himmah”

Karya Syekh Ahmad Rifa’I, jurnal kebudayaan islam.

Poerwadarminto, 2003.Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka.

Padmiarso M. Wijoyo, 2011Cara Mudah Mencegah dan Mengatasi Stres Bogor: Bee Media Pustaka.

Pangkalan Ide, 2008Yoga untuk Sress, Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Quade, M, Walter & Ann Aikman. 1987.Stress, Jakarta: Erlangga

Samsul Munir Amin, 2008.Energi Dzikir, Jakarta: Bumiaksara

Sutrisno Hadi, 2004.Metodologi Research, Jilid II, Yogyakarta: ANDI. Sumardi Suryabrata, 1992.Metode Penelitian, Jakarta: Rajawali.

Sugiono, 2012.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Bandung: Alfabeta.

Syukur, Amin dan Fathimah Utsman. 2006. Insan Kamil, Paket Pelatihan Seni Menata Hati (SMH) LEMBKOTA, Semarang: CV. Bima Sakti

Syekh Muhammad Nawawi, 2005. Nasehat Buat Hamba Allah, terj. Moh Syamsi Hasan Surabaya: Amelia.

Sunardy, 10 ciri orang yang mengalami stres, (http://dunia-terang.blogspot.com/2013/08/10-ciri-orang-yang-sedang-mengalami.html), diakses pada hari Rabu , 16 juni 2016 pukul: 22.04 WIB

Samsul Munir Amin, 2012.Ilmu Tasawuf Jakarta: Amzah.

Syekh Ahmad Asrori, 2010.Majelis Khususy Al Khotmy Cetakan Ke Tujuh, Surabaya :ALWAFA.

Syekh Ahmad Asrori, 2009. Untaian Mutiara Dalam Ikatan Hati Dan Jalinan Rohani, Surabaya: Al Wafa.

Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, 2012. “Akhlak Tasawuf” Surabaya, IAIN Press.

Wahab, 1997.Menjadi Kekasih Tuhan, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta,