Studi komparatif proses mediasi di pengadilan agama dengan proses perdamaian di Mahkamah Syari'ah Kuching Sarawak Malaysia.

STUDI KOMPARATIF PROSES MEDIASI DI PENGADILAN
AGAMA INDONESIA DENGAN PROSES PERDAMAIAN DI
MAHKAMAH SYARI’AH KUCHING SARAWAK MALAYSIA

SKRIPSI
Oleh
Umar Abdul Aziz Bin Haji Ali Samson
NIM. C41213105

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
JURUSAN HUKUM PERDATA
PRODI HUKUM KELUARGA
SURABAYA
2017

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bert anda tangan dibawah ini saya :
Nama


Umar Abdul Aziz Bin Haji Ali Samson

NIM

C412 13l 05

Semester

VIII

Fakultas/ Jurusan/ Prodi

Syari 'ah dan Hukum/ Hukum Perdat a/ Hukum
Keluarga

Judul Penelitian

STUD!KO:MPARATIF PROSES MEDIAS!DI
PENGADILAN AGAMA INDONESIA DENGAN
PROSES PERDAMAIAN DI MAHKAMAH

SYARI'AH KUCHING SARAWAK MALAYSIA

Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil pene litian/ karya
saya sendiri , kecuali pada bagi an-bagian yang dirujuk sumbemya.

Surabaya, 2 1 Maret 20 17
Saya yang menyatakan ,

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi yang ditulis oleh Umar Abdul Aziz Bin Haji Ali Samson
NIM.C4 l 2 l 3 l 05 ini telah diperiksa dan disetujui untuk dimunaqasahkan.

Surabaya, 2 1 Maret 20 17
Pembimbing,

Dr. H. Darmawan, S.HL, M.HL
NIP. 198004102005011004


ii i

PENGESAHAN
Skripsi yang ditulis oleh Umar Abdul Aziz Bin Haji Ali Samson NIM C41213105
ini telah dipertahankan di depan sidang Majelis Munaqasah Skripsi Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel pada hari Senin, tanggal 17 April 2017
dan dapat diterima sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan program
sarjana strata satu dalam Ilmu Syari'ah.
Majelis Munaqasah Skripsi:

Dr. H
awan MHI.
NIP.198004102005011004

. Makinuddin. S.H, M.Ag.
NIP.195711101996031001

Penguji III,


Peguji IV,

Hj. Nabiela Naily, S.SI.,
MHI. NIP.
198102262005012003

Surabaya, 17 April 2017
Mengesahkan,
Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam NegeriSunanAmpel

NIP. 196803091996031002

IV

ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang berjudul “Studi
Komparatif Proses Mediasi di Pengadilan Agama dengan Proses Perdamaian di
Mahkamah Syari’ah Kuching Sarawak Malaysia”. Adapun rumusan masalah
yang ada dalam penelitian ini adalah: Pertama, bagaimana proses mediasi di

Pengadilan Agama Indonesia dan proses perdamaian di Mahkamah Syari’ah
Kuching Sarawak Malaysia. Kedua, apa persamaan dan perbedaan proses mediasi
antara Pengadilan Agama dan Mahkamah Syari’ah.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (Library Research). Data
yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan metode kualitatif deskriptifkomparatif untuk mengetahui proses mediasi di Pengadilan Agama dengan
proses perdamaian di Mahkamah Syari’ah Kuching Sarawak Malaysia serta
persamaan dan perbedaan antara keduanya.
Proses mediasi di Pengadilan Agama dilaksanakan ketika sidang pertama
dan itu diwajibkan, apabila tidak dilaksanakan maka akan gugur demi hukum
sedangkan proses perdamaian di Mahkamah Syari’ah adalah sebelum masuk ke
persidangan, tiap perkara harus menempuh konseling di Jabatan Agama Islam
Sarawak (JAIS), akan tetapi jika tidak menemukan kesepakatan maka masih
dilakukan upaya perdamaian oleh hakim di Mahkamah Syari’ah. Hasil penelitian
menyimpulkan ada persamaan antara proses mediasi di Pengadilan Agama
dengan proses perdamaian di Mahkamah Syari’ah. Persamaan antara keduanya
adalah dari pengertian mediasi yaitu upaya hakim maupun Pengadilan untuk
mendamaikan para pihak agar proses perceraian tidak sampai berlanjut pada
persidangan berikutnya. Perbedaan yang cukup signifikan dari proses mediasi
antara Pengadilan Agama dengan Mahkamah Syari’ah yakni lamanya proses
mediasi dan alur dari proses mediasi tersebut, jika dalam Pengadilan Agama lama

proses mediasi tidak sampai satu bulan dan di Mahkamah Syari’ah lama proses
mediasinya selama enam bulan, sedangkan alur proses mediasi di Pengadilan
Agama belum melibatkan KUA dan di Mahkamah Syari’ah melibatkan JAIS
(KUA).
Tiap-tiap peradilan mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing
yang bisa dijadikan bahan evaluasi untuk Pengadilan Agama maupun Mahkamah
Syari’ah, seperti proses mediasi yang berlaku di Pengadilan Agama dan
penunjukan moderator di Mahkamah Syari’ah.

i
digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL DALAM .........................................................................................

i

PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................


ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................

iii

PENGESAHAN ..............................................................................................

iv

MOTTO .........................................................................................................

v

ABSTRAK ......................................................................................................

vi

KATA PENGANTAR....................................................................................


vii

DAFTAR ISI ...................................................................................................

ix

DAFTAR TRANSLITERASI ........................................................................

xii

BAB I

PENDAHULUAN ..........................................................................

1

A. Latar Belakang .........................................................................

1


B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah ......................................

6

C. Rumusan Masalah.....................................................................

6

D. Kajian Pustaka ..........................................................................

7

E. Tujuan Penelitian .....................................................................

11

F.

Kegunaan Penelitian.................................................................


11

G. Definisi Operasional .................................................................

12

H. Metode Penelitian ....................................................................

13

I.

16

Sistematika Pembahasan ..........................................................

i
digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id


BAB II

PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA
A. Kewenangan Pengadilan Agama Indonesia ............................

18

1. Kewenangan Relatif ...........................................................

18

2. Kewenangan Absolut...........................................................

20

B. Proses Mediasi di Pengadilan Agama Indonesia ...................

20

1. Pengertian Mediasi di Pengadilan Agama Indonesia .......

21

2. Proses Mediasi di Pengadilan Agama Indonesia ..............

25

3. Mediasi Menurut Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2008 ........................................................

28

4. Mediasi Menurut Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2016 .........................................................

31

BAB III PROSES PERDAMAIAN DI MAHKAMAH SYARI’AH KUCHING
SARAWAK MALAYSIA
A. Kewenangan Mahkamah Syari’ah Kuching Sarawak
Malaysia ................................................................................

37

B. Latar Belakang Kemunculan Ordinan Undang-Undang
Keluarga Islam Sarawak Tahun 2001 ...................................

39

C. Proses Perdamaian di Mahkamah Syari’ah Kuching
Sarawak Malaysia .................................................................

45

1. Pengertian Perdamaian di Mahkamah Syari’ah...............

45

2. Proses Perdamaian di Mahkamah Syari’ah ....................

47

ii
digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

BAB IV ANALISIS
PERBANDINGAN
PROSES
MEDIASI
DI
PENGADILAN AGAMA INDONESIA DENGAN PROSES
PERDAMAIAN DI MAHKAMAH SYARI’AH KUCHING
SARAWAK MALAYSIA
A. Persamaan antara Proses Mediasi di Pengadilan Agama
Indonesia dan Proses Perdamaian di Mahkamah
Syari’ah Kuching Sarawak Malaysia ....................................

56

B. Perbedaan antara Proses Mediasi di Pengadilan Agama
Indonesia dan Proses Perdamaian di Mahkamah Syari’ah
Kuching Sarawak Malaysia ..................................................
BAB V

57

PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................

65

B. Saran ........................................................................................

67

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, istilah mediasi cukup gencar dipopulerkan oleh para
akademisi dan praktisi. Para ilmuan berusaha mengungkap secara jelas makna
mediasi dalam berbagai literatur ilmiah melalui risert dan studi akademik. Secara
etimologi, istilah mediasi berasal dari Bahasa Latin mediare yang berarti berada
ditengah.1 Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai
pengikutsertaan pihak ketiga dalam proses penyelesaian suatu perselisihan
sebagai penasehat.2 Penjelasan mediasi lebih menekankan pada keberadaan pihak
ketiga yang menjembatani para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan
perselisihannya.
Tanpa mengurangi arti perdamaian dalam segala bidang persengketaan,
makna perdamaian dalam sengketa perceraian mempunyai nilai keluhuran
tersendiri dengan dicapainya perdamaian antara suami istri dalam sengketa
perceraian, bukan keutuhan rumah tangga saja yang dapat diselamatkan tetapi
juga kelanjutan pemeliharaan anak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya,
agar fungsi mendamaikan dalam perkara perceraian dapat dilakukan oleh hakim
1

Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional (Jakarta:
Kencana, 2011), 2.
2
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), 569.

1
digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

2

secara efektif dan optimal, maka sedapat mungkin hakim menemukan hal-hal
yang melatarbelakangi dari persengketaan yang terjadi.
Mediasi menurut Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1
Tahun 2008 pada huruf a bahwa mediasi merupakan salah satu proses
penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses
yang lebih besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan
dan memenuhi rassa keadilan.3
Keberadaan mediator untuk menyelesaikan sengketa keluarga sangat
urgen, karena peran mediator memperbaiki hubungan suami istri akan
menentukan kelanggengan suatu rumah tangga. Alquran menjelaskan beban dan
tanggung jawab mediator dalam sengketa keluarga cukup penting, terutama
ketika suatu keluarga sudah menunjukkan tanda-tanda adanya perselisihan, maka
pihak keluarga dari suami istri sudah dapat mengutus mediator. Mediator dalam
sengketa keluarga dapat mengidentifikasi setiap persoalan, dan mencari jalan
keluar serta menawarkan kepada suami istri yang bersengketa. Tindakan yang
ditempuh oleh mediator harus sangat hati-hati, karena persoalan keluarga
dianggap persoalan sensitif dan membutuhkan konsentrasi penuh, demi untuk
mengeratkan hubungan yang retak.
Memahami situasi suami istri merupakan kewajiban mediator dalam
rangka menciptakan damai dan rekonsiliasi dalam keluarga yang bersengketa.

3

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 01 Tahun 2008 .

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

3

Dengan demikian, mediator dapat menciptakan situasi yang menyebabkan kedua
belah

pihak

percayadan

tumbuh

keinginan

untuk

bersatu

kembali

mempertahankan rumahtangga.4 Mediasi tidak hanya bermanfaat bagi para pihak
yang bersengketa, melainkan juga memberikan manfaat bagi dunia peradilan.
Pertama, mediasi mengurangi kemungkinan menumpuknya jumlah perkara yang
diajukan ke Pengadilan. Banyaknya penyelesaian perkara melalui mediasi, dengan
sendirinya akan mengurangi penumpukan perkara di pengadilan. Kedua,
sedikitnya jumlah perkara yang diajukan ke pengadilan akan memudahkan
pengawasan apabila terjadi kelambatan atau kesengajaan untuk melambatkan
pemeriksaan suatu perkara untuk suatu tujuan tertentu yang tidak terpuji. Ketiga,
sedikitnya jumlah perkara yang diajukan ke pengadilan tersebut juga akan
membuat pemeriksaan perkara di pengadilan berjalan cepat.
Perdamaian itu hendaklah dilakukan dengan adil dan benar sebab Allah
sangat mencintai orang yang berlaku adil. Umar ibnu Khattab ketika menjabat
Khulafaur Rasyidin dalam suatu peristiwa pernah mengemukakan bahwa
menyelesaikan suatu peristiwa dengan jalan putusan hakim sungguh tidak
menyenangkan dan hal ini akan terjadi perselisihan dan pertengkaran yang
berlanjut sebaiknya dihindari. Dulu di dalam Islam juga dikenal dengan tahkim
yakni orang yang mereka sepakati dan ditunjuk sebagai seorang hakam untuk

4

Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional (Jakarta:
Kencana, 2011), 193.

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

4

menyelesaikan sengketa.
Allah juga menandaskan hal tersebut dalam Surat An-Nisa ayat 35 sebagai
berikut:

َ ‫اق بَْينِ ِه َما َفابْ َعثُوا َح َك ًما ِم ْن أَ ْ لِ ِه َو َح َك ًما ِم ْن أَ ْ لِ َها إِ ْن يُِر َيدا إِ ْص ََ ًحا يُ َوفِ ِق‬
َ ‫ِخ ْفتُ ْم ِش َق‬
َُ‫ا‬

‫َوإِ ْن‬
ِ
‫اَ َكا َن َعلِ ًيما َخبِ ًرا‬
ََ ‫بَْي َن ُه َما ۗ إ َن‬

“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka
kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”5
Ayat di atas menegaskan bahwa setiap terjadi persengketaan, kita
diperintahkan untuk mengutus pihak ketiga (hakam) dari pihak suami atau istri
untuk mendamaikan mereka. Dalam hal ini, ulama fiqih sepakat untuk
menyatakan bahwa kalau hakam (juru damai dari pihak suami atau istri) berbeda
pendapat maka putusan mereka tidak dapat dijalankan dan kalau hakam samasama memutuskan untuk mendamaikan suami dan istri kembali, maka putusannya
harus dijalankan tanpa minta kuasa pada mereka.
Khusus dalam sengketa perkara perceraian, asas mendamaikan para pihak
adalah bersifat imperatif. Usaha mendamaikan para pihak adalah beban yang
diwajibkan oleh hukum kepada para hakim dalam setiap memeriksa, mengadili,
dan memutuskan perkara perceraian. Mediasi mendapatkan kedudukan penting

5

Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahan (Bandung: PT Syamiil Cipta Media), 8.

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

5

dalam Perma Nomor 1 Tahun 2008, karena proses mediasi merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari proses berperkara di Pengadilan. Hakim wajib
mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi. Bila hakim menolak
untuk prosedur mediasi dilakukan, maka putusan hakim tersebut batal demi
hukum (Pasal 2 ayat (#3) Perma Nomor 1 Tahun 2008). 6
Sementara di Malaysia, khususnya di Mahkamah Syari’ah Kuching,
Sarawak, Malaysia, proses perdamaian bersangkutan perkara perceraian akan
terlebih

dahulu

dihadapkan

ke

Jawatankuasa

Pendamai

(Concilliatory

Committee). Berbeda dengan lembaga mediasi di Pengadilan Agama Indonesia
yang beroperasi di bawah ketentuan Perma No 1 Tahun 2016 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan, Jawatankuasa Pendamai di Mahkamah Syari’ah Kuching
Sarawak Malaysia, beroperasi di bawah ketentuan Ordinan Undang-Undang
Keluarga Islam Sarawak Tahun 2001 yakni pada Seksyen 45 (5) Ordinan UndangUndang Keluarga Islam Sarawak Tahun 2001 mengharuskan Mahkamah melantik
suatu Jawatankuasa Pendamai untuk melaksanakan proses perdamaian antara
pihak yang bersengketa.
Berdasarkan dari perbedaan yang mendasar ini, penulis tertarik untuk
melakukan kajian secara komprehensif tentang proses mediasi di Pengadilan
Agama dan proses perdamaian di Mahkamah Syari’ah tersebut baik dari aspek
latar belakangnya maupun esensi aturannya dalam skripsi yang berjudul “ Studi
6

Ketua Mahkamah Agung R.I, Perma R.I Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di

Pengadilan, 3.

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

6

Komparatif Proses Mediasi di Pengadilan Agama Indonesia Dengan Proses
Perdamaian di Mahkamah Syari ’ah Kuching, Sarawak, Malaysia”.
B. Identifikasi Dan Batasan Masalah
Dari uraian yang ada pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka
dapat digambarkan masalah yang mungkin timbul yaitu:
1. Tentang Proses Mediasi Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan.
2. Tentang Proses Mediasi Perma Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan.
3. Pengenalan tentang Mahkamah Syari’ah Sarawak.
4. Tentang Proses Perdamaian di Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak
2001.
Dari indentifikasi masalah tersebut di atas, maka permasalahan yang akan
dibahas, penulis membatasi sebagai berikut:
1. Proses mediasi di Pengadilan Agama Indonesia.
2. Proses perdamaian di Mahkamah Syari’ah Kuching, Sarawak, Malaysia.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
dalam skripsi ini adalah:
1. Bagaimana proses mediasi di Pengadilan Agama Indonesia dan proses

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

7

Perdamaian di Mahkamah Syari’ah Kuching, Sarawak, Malaysia ?
2. Apa persamaan dan perbedaan proses mediasi antara Pengadilan Agama dan
Mahkamah Syari’ah ?
D. Kajian Pustaka
Adapun penelitian yang sedikit berhubungan dalam karya tulis ini adalah:
1. “Studi Analisis Tentang Kedudukan Mediator dan Hakam Dalam Perkara

Syiqaq” oleh Roichan Mahbub yang menganalisis kedudukan mediator dan
hakam dalam menangani perkara syiqaq sebelum dan sesudah diberlakunya
Perma Nomor 1 Tahun 2008. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa tugas
dan cara-cara yang dilakukan mediator adalah seperti yang tertera didalam
Perma No.1 Tahun 2008, dan untuk hakam adalah seperti yang tersurat
didalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 35. Kemudian tentang kedudukan
hakam, hal ini tidak bisa digantikan oleh mediator karena dasar legalitas
hakam lebih kuat daripada mediator, yaitu antara Undang-undang dengan
Perma yang hal ini bisa diketahui dari UU No.10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan

Peraturan

Perundang-undangan

dan

TAP

MPR

No.III/MPR/2000. Kemudian untuk tugas mediator dan hakam dalam
menyelesaikan perkara syiqaq telah sesuai dengan nilai-nilai keislaman yang
lebih dikenal dengan istilah maqasidus syari’ah. 7

7

Roichan Mahbub, “Studi Analisis Tentang Kedudukan Mediator dan Hakam Dalam Perkara Syiqaq”
(Skripsi--IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2009), 23.

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

8

2. “Peran

Hakim

Mediator

Dalam

Menyelesaikan

Perkara

No.

98/Pdt.G/2009/P.Asby Tentang Cerai Gugat di Pengadilan Agama Surabaya
Perspektif Perma Nomor 1 Tahun 2008” oleh Aini Rahmawatik yang
memfokuskan pada tugas hakim mediator yang berperan sebagai pihak netral
yang menjadi penegah dari kedua belah pihak dalam menyelesaikan perkara
cerai gugat di Pengadilan Agama Surabaya. Dari penelitian tersebut dapat
dijelaskan bahwa Pengadilan Agama Surabaya telah melaksanakan proses
mediasi dalam mengupayakan perdamaian. Dalam pelaksanaan upaya damai
yang lebih berperan adalah para pihak sendiri. Namun, upaya tersebut tidak
mencapai kesepakatan sedangkan dalam proses mediasi yang lebih berperan
adalah mediator sebagai pihak ketiga karena sudah masuk ke dalam Hukum
Acara di Peradilan. Peran Hakim Mediator dalam menyelesaikan perkara
Nomor 98/Pdt.G/2009/PA.Sby

bersifat netral dan

tidak mempunyai

kewenangan memutus perkara. Karena pelaksanaan mediasi tidak mencapai
kesepakatan, maka perkara tersebut diserahkan kembali kepada majelis
hakim. Kegagalan mediator di sini bukan berarti mediasi tidak dilaksanakan
dengan maksimal. Namun, karena keadaan pernikahan yang sudah pecah
karena perselisihan telah terjadi terusmenerus, dan tidak ada inisiatif untuk
berdamai dari kedua belah pihak. Selain itu, fungsi Hakim Mediator di sini
adalah untuk mempercepat penyelesaian perkara dengan sederhana, cepat dan
biaya ringan, serta untuk memenuhi rasa keadilan bagi para pihak, dan demi

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

9

mewujudkan sifat kekeluargaan dan kerukunan. Dalam Hukum Islam,
pernikahan yang telah pecah disebut dengan syiqaq. Penyelesaiannya dengan
menunjuk hakam. Penunjukan hakam ini senada dengan mediasi sebagaimana
dijelaskan dalam Perma RI Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan. 8
3. “Studi Komparatif Tentang Kedudukan Lembaga Mediasi di Pengadilan

Agama Indonesia Dengan Jawatankuasa Pendamai di Mahkamah Syari’ah
Kuching, Sarawak” oleh Ahmad Shah Affandie yang memfokuskan
penelitian kedudukan kedua lembaga tersebut baik dari segi latar
belakangnya serta mencari persamaan dan perbedaan kedudukan lembaga
tersebut. Hasil penelitian ini menyimpulkan pertama, lembaga mediasi di
Pengadilan Agama Indonesia beroperasi di bawah Perma Nomor 1 Tahun
2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang berperan sebagai hukum
formil yang mengatur tentang tatacara perdamaian di pengadilan agama
Indonesia. Kedua, Jawatankuasa Pendamai dibentuk atas perintah dibentuk
atas perintah mahkamah berdasarkan ketentuan yang termaktub dalam
Ordinan Undang-Undang Keluarga Islam Sarawak Tahun 2001 yang
merupakan salah satu dari pecahan Ordinan Undang-Undang Islam yang
berlaku di Sarawak. Ketiga, persamaan antara keduanya adalah: 1) keduanya
bertujuan mendamaikan sengketa di pengadilan sekaligus sejalan dengan
8

Aini Rahmawatik, “Peran Hakim Mediator Dalam Menyelesaikan Perkara No. 98/Pdt.G/2009 P.A
Sby” (Skripsi--IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010), 19.

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

10

prinsip perdamaian dalam Islam; 2) keduanya beroperasi dalam batas waktu
tertentu; 3) Hasil akhir perdamaian harus tertulis. Keempat, perbedaan antara
keduanya adalah: 1) Mediator adalah pihak yang memeliki sertifikat
mediator sedangkan anggota jawatankuasa pendamai diketuai seorang
Pegawai Agama dari unit konseling Jabatan Agama Islam (JAIS) dan dua
orang yang masing-masing mewakili para pihak berpekara; 2) Jasa mediator
bukan hakim dikenakan biaya. Manakala jasa jawatankuasa pendamai tidak
dikenakan biaya; 3) Mediator di Pengadilan Agama Indonesia berwenang
menangani perkara yang termasuk dalam kewenangan subsantif Pengadilan
Agama itu sendiri sedangkan wewenang jawatankuasa pendamai di
Mahkamah Syari’ah Kuching Sarawak hanya terbatas pada konflik
rumahtangga; 4) Di Pengadilan Agama Indonesia, waktu yang diberikan
untuk mendamaikan relatif lebih singkat daripada Mahkamah Syari’ah
Kuching Sarawak. 9
Skripsi ini berjudul “Studi Komparatif Proses Mediasi di Pengadilan

Agama Indonesia Dengan Proses Perdamaian di Mahkamah Syari’ah, Kuching,
Sarawak, Malaysia”, berbeda dengan skripsi diatas. Penulis memfokuskan
penelitian pada proses mediasi bukan pada kedudukannya daripada Pengadilan
Agama dan Mahkamah Syari’ah. Tiap-tiap peradilan mempunyai kelebihan

9

Ahmad Shah Affandie, “Studi Komparatif Tentang Kedudukan Lembaga Mediasi di Pengadilan
Agama Indonesia Dengan Jawatankuasa Pendamai di Mahkamah Syari’ah Kuc hing, Sarawak”
(Skripsi--IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011), 19.

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

11

dan kekurangan masing-masing yang bisa dijadikan bahan evaluasi untuk
Pengadilan Agama maupun Mahkamah Syari’ah, seperti proses mediasi yang
berlaku di Pengadilan Agama dan penunjukan moderator di Mahkamah
Syari’ah.
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian perlu
untuk mengetahui satu persatudari rumusan masalah di atas antaranya sebagai
berikut:
1.

Mengetahui proses mediasi di Pengadilan Agama Indonesia dan proses
perdamaian di Mahkamah Syari’ah Kuching, Sarawak, Malaysia.

2. Mengetahui persamaan dan perbedaan proses mediasi antara Pengadilan
Agama dan Mahkamah Syari’ah.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan memiliki nilai kegunaan sebagai
berikut:
1. Aspek Teoritis:
Untuk memperkayakan khazanah ilmu pengetahuan dalam bidang

Ahwal Al-Syakhsiyah, terutama dalam bidang yang berkaitan, selain sebagai
kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa dan
terhadap para praktisi hukum yang ingin menambah wacana secara teori

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

12

terhadap pembentukan dan penerapan hukum oleh kedua negara yang
menganut hukum yang berbeda.
2. Aspek Praktis:
Penulisan ini juga diharapkan dapat memberi kontribusi wacana bagi
perkembangan dunia hukum di antara kedua negara agar segera mencapai
cita-cita negara yang baik sebagaimana yang diamanatkan dalam undangundang pada kedua negara, sekaligus memberi sumbangan pemikiran bagi
mereka yang berminat mengkaji seta mengembangkan pengetahuan tentang
sebuah undang-undang negara lain. Di samping juga diharapkan bisa menjadi
contoh satu dengan yang lain. Tiap-tiap peradilan mempunyai kelebihan dan
kekurangan masing-masing yang bisa dijadikan bahan evaluasi untuk
Pengadilan Agama maupun Mahkamah Syari’ah, seperti proses mediasi yang
berlaku di Pengadilan Agama dan penunjukan moderator di Mahkamah
Syari’ah.
G. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa istilah yang perlu didefinisikan
secara jelas agar tidak menimbulkan pemahaman yang berbeda-beda. Adapun
istilah-istilah tersebut adalah:
1. Studi Komparatif bermaksud perbandingan, bersejajaran, bersama-sama dan
bersifat perbandingan.
2. Mediasi bermaksud proses pengikutsertaan pihak ketiga di penyelesaian

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

13

suatu penyelisihan di Pengadilan Agama dan Mahkamah Syari’ah.
3. Pengadilan Agama adalah pelaksana Kekuasaan Kehakiman di Indonesia.
4. Mahkamah Syari’ah bermaksud tempat membicarakan dan mengadili halhal yang bersangkutan dengan hukum Islam di kalangan umat Islam, sebuah
lembaga peradilan di Malaysia.
5. Negeri Sarawak adalah negeri yang merdeka dan telah tercantum sebagai
sebuah negeri di antara 14 buah negeri di dalam negara Malaysia pada
tanggal 16 September 1963 yang merupakan dan mempunyai 9 Bagian
(kabupaten). Pusat pemerintahannya adalah di Bagian Kuching dan
diperintah oleh Ketua Menteri.
H. Metode Penelitian
Agar tercipta penulisan skripsi itu secara sistematis jelas dan benar, maka
perlu dijelaskan bahwa jenis penelitian skripsi ini adalah kualitatif dan penelitian
ini masuk ke penelitian lapangan, maka perlu dijelaskan tentang metode
penelitian sebagai berikut:
1. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode
deskriptif komparatif.
2. Data yang dikumpulkan
Adapun data yang dikumpulkan dalam penelitian ini antara lain adalah:
a.

Data tentang proses mediasi di Pengadilan Agama Indonesia.

b.

Data tentang proses perdamaian di Mahkamah Syari’ah Kuching,

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

14

Sarawak, Malaysia.
3. Sumber Data
Untuk mendapatkan data-data tersebut di atas ada dua sumber data,
yaitu sumber primer dan sumber sekunder :
a. Primer:
1) Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan.
2) Perma Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan.
3) Ordinan 43 Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun
2001.
4) Wawancara pegawai Pengadilan Agama dan Mahkamah Syari’ah.
b. Sekunder:
1) Departemen Agama R.I, Al-Qur`an dan Terjemahan.
2) Muhammad Saifullah, Mediasi Dalam Tinjauan Hukum Islam dan

Hukum Positif di Indonesia.
3) Jabatan Percetakan Negara Kuching, Sarawak, Ordinan Undang-

Undang Keluarga Islam Sarawak Tahun 2001.
4) Ahmad Ibrahim, Undang-Undang Keluarga Islam di Malaysia.
3.

Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
a.

Bibliography method, yaitu menelusuri sejumlah literatur yang ada serta

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

15

menelaah secara teliti data yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.
b.
4.

Wawancara dengan beberapa individu yang bersangkutan.

Teknik Pengelolan Data
Tahapan dalam pengelolaan data pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a.

Organizing yaitu suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan,
pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan penelitian.

b.

Editing yaitu kegiatan pengeditan akan kebenaran dan ketepatan data
tersebut serta memeriksa kembali semua data-data yang diperoleh
dengan memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang
meliputi kesesuaian dan keselarasan satu dengan yang lainnya, keaslian,
kejelasan serta relevansinya dengan permasalahan. Teknik ini digunakan
peneliti untuk memeriksa kelengkapan data-data yang sudah diperoleh.

c.

Analyzing yaitu dengan memberikan analisis lanjutan terhadap hasil
editing dan organizing data yang diperoleh dari sumber-sumber
penelitian, dengan menggunakan teori dan dalil-dalil lainnya, sehingga
diperoleh kesimpulan.

5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

16

a.

Deskriptif,

yaitu

menggambarkan

ketentuan-ketentuan serta latar

belakang tentang proses mediasi di Pengadilan Agama di Indonesia dan
proses perdamaian di Mahkamah Syari’ah di Kuching, Sarawak,
Malaysia.
b. Komparatif, yaitu membandingkan proses mediasi di Pengadilan Agama
di Indonesia dengan proses perdamaian di Mahkamah Syari’ah Kuching,
Sarawak, Malaysia untuk kemudian dicari persamaan dan perbedaannya.
I. Sistematika Pembahasan
Dalam setiap pembahasan sesuatu masalah, sistematika pembahasan
merupakan sesuatu aspek yang sangat penting, karena sistematika pembahasan
ini dimaksud untuk mempermudahkan bagi pembaca dalam mengetahui alur
pembahasan yang terkandung di dalam skripsi. Untuk memberikan jaminan
bahwa pembahasan yang termuat dalam penulisan ini benar-benar mengarah
kepada tercapainya tujuan yang ada maka penulis membuat sistematika sebagai
berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan yang berisikan latar belakang
masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode
penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua adalah pembahasan mengenai kewenangan Pengadilan
Agama di Indonesia serta proses mediasi di Pengadilan Agama di Indonesia

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

17

yang meliputi sumber hukum.
Bab ketiga adalah pembahasan mengenai kewenangan Mahkamah
Syari’ah Kuching, Sarawak, Malaysia serta proses perdamaian di Mahkamah
Syari’ah Kuching, Sarawak, Malaysia. Selain itu, penulis juga membahas sekilas
tentang latar belakang kemunculan Ordinan Undang-Undang Keluarga Islam
Sarawak Tahun 2001.
Bab keempat adalah analisis persamaan dan perbedaan proses mediasi
atau perdamaian di Pengadilan Agama Indonesia dan Mahkamah Syari’ah
Kuching, Sarawak, Malaysia.
Bab kelima adalah penutup yang memuatkan kesimpulan dan saran.

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

BAB II
PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA

A. Kewenangan Pengadilan Agama Indonesia
1. Kewenangan Relatif
Kewenangan relatif (relative competentie) adalah kekuasaan dan wewenang
yang diberikan antara pengadilan dalam lingkungan peradilan yang sama atau
wewenang yang berhubungan dengan wilayah hukum antar Pengadilan Agama
dalam lingkungan Peradilan Agama.1
Di dalam menentukan kompetensi relatif setiap Pengadilan Agama, dasar
hukumnya adalah berpedoman pada ketentuan Undang-Undang Hukum Acara
Perdata. Dalam 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 ditentukan bahwa
acara yang berlaku pada lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara
Perdata yang berlaku pada lingkungan Peradilan Umum. Oleh karena itu,
landasan untuk menentukan kewenangan relatif Pengadilan Agama merujuk
kepada ketentuan Pasal 118 HIR atau Pasal 142 R.Bg. jo. Pasal 66 dan Pasal 73
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989. Penentuan kompetensi relatif ini bertitik
tolak dari aturan yang menetapkan ke Pengadilan Agama mana gugatan diajukan
agar gugatan memenuhi syarat formal. Pasal 118 ayat (1) HIR menganut asas

1

Abdullah Tri Wahyudi, Pengadilan Agama di Indonesia (Indonesia: Pustaka Pelajar, 2004), 87.

18
digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

19

bahwa yang berwewenang adalah pengadilan di tempat kediaman tergugat. Asas
ini dalam bahasa latin disebut “actor sequitur forum rei”.2
Tentang kompetensi relatif perkara cerai talak dan cerai gugat dapat
dijelaskan sebagai berikut: Menurut ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1989 ditegaskan bahwa kompetensi relatif dalam bentuk cerai talak,
pada prinsipnya ditentukan oleh faktor tempat kediaman termohon. Hal ini
dikecualikan dalam hal termohon dengan sengaja meninggalkan tempat
kediaman bersama tanpa izin pemohon.3
Demikian pula apabila termohon bertempat tinggal di luar negeri, maka
kompetensi relatif jatuh kepada Pengadilan Agama di daerah hukum tempat
kediaman pemohon. Dalam hal cerai gugat kompetensi relatif ditentukan faktor
tempat kediaman Penggugat. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 73 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989.
Namun hal ini pun dikecualikan bila penggugat sengaja meninggalkan
tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat, maka kompetensi relatif beralih
pada tempat kediaman tergugat. Selain itu, dalam Pasal 73 ayat (2) ditentukan
bahwa kompetensi relatif berada pada tempat kediaman tergugat, apabila
penggugat bertempat kediaman di luar negeri.
Disamping itu, ditentukan pula pada Pasal 73 ayat (3) dalam hal suami istri
bertempat kediaman di luar negeri, yaitu kompetensi relatif ditentukan di tempat
perkawinan dilangsungkan atau dapat pula diajukan ke Pengadilan Jakarta Pusat.
2

Sulaikin Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia (Indonesia: Kencana,
2008), 102.
3
Rachmadi Usman , Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Bandung:Citra Aditya
Bakti, 2003), 69.

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

20

2. Kewenangan Absolut
Kewenangan absolut (absolut competentie) adalah kekuasaan yang
berhubungan dengan jenis perkara dan sengketa kekuasaan pengadilan.
Kekuasaan pengadilan di lingkungan Peradilan Agama adalah memeriksa,
memutus dan menyelesaikan perkara perdata tertentu di kalangan golongan
rakyat tertentu, yaitu orang-orang yang beragama Islam.4
Perkara-perkara yang termasuk dalam kewenangan absolut Pengadilan
Agama diatur dalam Pasal 49 Amandemen Undang-Undang Peradilan Agama
Nomor 3 Tahun 2006 sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

perkawinan;
waris;
wasiat;
hibah;
wakaf;
zakat;
infaq;
shadaqah; dan
ekonomi syari’ah

B. Proses Mediasi di Pengadilan Agama Indonesia
Pada praktek proses mediasi di Pengadilan Agama Indonesia, hakim wajib
mendamaikan pada setiap kali sidang. Ini berdasarkan prinsip atau asas yang
dianut peradilan agama, yakni “ asas wajib mendamaikan”, bahkan sewaktuwaktu hakim hendak memutuskan perkara, hakim akan membuka peluang
terakhir agar para pihak yang bersengketa bersetuju untuk berdamai. Maka
dijelaskan terkait proses mediasi sebagai berikut :

4

Abdullah Tri Wahyudi, Peradilan Agama (Indonesia: Pustaka Pelajar, 2004), 91.

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

21

1. Pengertian Mediasi di Pengadilan Agama Indonesia
Secara etimologi (bahasa) mediasi berasal dari bahasa latin yaitu
“mediare” yang berarti ditengah atau berada ditengah, karena orang yang
melakukan mediasi (mediator) harus menjadi penengah orang yang bertikai. 5
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ‘mediasi’ diberi arti sebagai
proses pengikut sertaan pihak ketiga dalam menyelesaian suatu perselisihan
sebagai penasehat.6
Menurut Syahrizal Abbas penjelasan mediasi jika dilihat dari segi
kebahasaan lebih menitik beratkan pada keberadaan pihak ketiga sebagai
fasilitator para pihak bersengketa untuk menyelesaikan suatu perselisihan.
Penjelasan ini sangat penting untuk membedakan dengan bentuk-bentuk
alternative penyelesaian sengketa lainnya. 7
Dari segi terminologi (istilah) terdapat banyak pendapat yang
memberikan penekanan berbeda-beda tentang mediasi, salah satu di
antaranya adalah definisi yang diberikan oleh Takdir Rahmadi yang
mendefinisikan mediasi sebagai langkah yang diambil seseorang untuk
menyelesaikan perselisihan antara dua orang atau lebih dengan jalan
perundingan sehingga menghasilkan sebuah perdamaian. 8

5

Rachmadi Usman , Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Bandung:Citra Aditya
Bakti, 2003), 79.
6
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka, 2000),640.
7
Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan hukum Nasional
(Jakarta:Kencana, 2009), 3.
8
Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat (Jakarta:PT.
Raja Grafindo Persada, 2010), 12.

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

22

Adapun pengertian yang cukup luas sebagaimana disampaikan oleh
Muhammad Saifullah mengutip pendapat oleh Gary Goodpaster sebagai
berikut:
Mediasi merupakan proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak
luar yang tidak memihak dan netral bekerja dengan pihak yang
bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan
perjanjian dengan memuaskan. Berbeda dengan hakim atau Arbiter,
mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa
antara para pihak. Namun, dalam hal ini para pihak menguasakan
kepada mediator untuk membantu mereka menyelesaikan persoalanpersoalan diantara mereka. Asumsinya bahwa pihak ketiga akan mampu
mengubah kekuatan dan dinamika sosial hubungan konflik dengan cara
mempengaruhi kepercayaan dan tingkah laku pribadi para pihak,
dengan memberikan pengetahuan dan informasi, atau dengan
menggunakan proses negosiasi yang lebih efektif. Dan dengan demikian
membantu para peserta untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang
dipersengketakan.9 \
Sedangkan dalam PERMA No.1 Tahun 2016 pasal 1 angka (1)
menjelaskan tentang mediasi, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa
melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak
dengan dibantu oleh mediator.10
Justru, intinya memiliki pengertian yang sama tentang mediasi yakni
proses penyelesaian sengketa dengan mendatangkan pihak ketiga atau
disebut dengan mediator yang bertugas sebagai penengah yang netral serta
melakukan proses tawar-menawar untuk menemukan sebuah solusi sehingga
di akhir perundingan para pihak tidak ada yang merasa dirugikan.

9

Muhammad Saifullah, Mediasi dalam Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia
(Semarang:Walisongo Press, 2009), 76.
10
Mahkamah Agung RI, PERMA RI No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
MA RI.

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

23

Dari pengertian mediasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
mediasi mengandung unsur-unsur mediasi sebagai berikut:
1.

Mediasi adalah sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan asas
kesukarelaan melalui sesuatu perundingan.

2.

Mediator yang terlibat bertugas membantu para pihak yang bersengketa
untuk mencari penyelesaian.

3.

Mediator yang terlibat harus diterima oleh para pihak yang bersengketa.

4.

Mediator tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan
selama perundingan berlangsung.

5.

Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan
yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri
sengketa.11
Prosedur perkara sangat penting untuk diketahui oleh para pihak

berperkara, dengan mengetahui prosedur berperkara para pihak akan tahu apa
yang akan dilakukannya. Karena para pihak umumnya belum terbiasa dengan
aturan hukum yang berlaku pada suatu instansi.
1. Tata cara mengajukan perkara
Prosedur penerimaan perkara tingkat pertama (gugatan dan
permohonan didaftar dan diterima oleh meja I, petugas meja I inilah yang
membantu memeriksa kelengkapan berkas dari para pihak yang
mengajukan

perkara.

Selanjutnya menaksir panjar biaya perkara,

kemudian membuat slip pembayaran rangkap 4 (empat) antara lain :
11

Suyud Margono, ADR (Alternatif Dispute Resolution) & Arbitrase: Proses Pelembagaan dan
Aspek Hukum (Bogor:Ghalia Indonesia, 2002), 59.

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

24

lembar 1 warna hijau untuk Bank yang bersangkutan, lembar 2 (dua)
warna putih untuk Penggugat atau Pemohon, lembar 3 (tiga) warna merah
untuk kasir dan lembar 4 (empat) warna kuning untuk dilampirkan dalam
berkas.
Setelah itu para pihak membayar panjar biaya perkara ke Bank
yang telah ditentukan dan selanjutnya bukti setoran diserahkan ke
pemegang kas atau kasir untuk dibubuhkan tanda lunas dan diberi Nomor
pada SKUM. Petugas Meja II menerima berkas perkara dari pemegang
kas atau kasir dan mencatat dalam register Induk Perkara Permohonan
dan Gugatan sesuai dengan nomor perkara yang tercantum di SKUM dan
selanjutnya menyerahkan satu rangkap surat gugat atau permohonan
berikut SKUM rangkap pertama kepada penggugat atau pemohon.
Selanjutnya Meja II menyerahkan satu rangkap surat gugatan atau
permohonan yang telah didaftar berikut SKUM rangkap pertama kepada
Penggugat atau Pemohon. Kemudian berkas perkara yang telah dicatat
dalam register perkara diserahkan Wakil Panitera untuk disampaikan
Ketua Pengadilan melalui Panitera.12
2. Persiapan Persidangan
a. Penetapan Majelis Hakim
b. Penunjukan panitera pengganti
c. Penetapan hari sidang
d. Pemanggilan para pihak.
12

Edi As’Adi, Hukum Acara Perdata dalam Perspektif Mediasi (ADR) di Indonesia (Yogyakarta:
GRAHA ILMU, 2012), 9.

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

25

3. Proses Persidangan
a. Pembukaan
b. Pendamaian atau mediasi oleh hakim
c. Pembacaan surat gugatan atau permohonan
d. Jawaban dari pihak tergugat atau termohon
e. Replik
f. Duplik
g. Pembuktian oleh para pihak
h. Kesimpulan pihak-pihak
i. Musyawarah majelis
j. Pembacaan putusan.
1. Proses Mediasi di Pengadilan Agama Indonesia
Mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa dimana pihak luar
yang tidak memihak dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk
membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan.
Setiap perkara perdata yang masuk di pengadilan, para pihak yang hadir di
persidangan harus mengikuti mediasi terlebih dahulu, maka hakim wajib
mendamaikan kedua belah pihak (pasal 130 HIR / Pasal 154 RBg). Dalam hal
mengupayakan perdamaian, pengadilan harus berpedoman pada Peraturan
Mahkamah Agung (PERMA) tentang mediasi, yang mewajibkan agar semua

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

26

perkara yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk dilakukan
perdamaian dengan bantuan mediator.13
Tentunya

dalam

proses

mediasi

memerlukan

mediator

untuk

mendamaikan para pihak, syarat-syarat yang bisa menjadi mediator adalah:
1. Seseorang yang mengantongi sertifikat mediator atau yang lulus
mengikuti tes mediator.
2. Hakim.
Proses mediasi adalah kewajiban dalam beracara di Pengadilan Agama
dalam kasus perceraian, mediasi sebagai usaha hakim atau pihak pengadilan
agar proses perceraian bisa didamaikan dan tidak berlanjut pada sidang
selanjutnya. Proses mediasi terdapat pada persidangan pertama, urutan pada
sidang pertama antara lain:14
1. Hakim wajib menjelaskan kepada para pihak untuk menempuh mediasi.
2. Menyarankan para pihak untuk memilih mediator yang tersedia dalam
daftar mediator.
3. Membuat penetapan mediator yang dipilih oleh para pihak.
4. Apabila para pihak gagal memilih mediator, majelis menunjuk mediator
dari salah satu hakim yang bersertifikat, Ketua Majelis menunjuk
Anggota Majelis yang memeriksa perkara.

13

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, Cet. 3 ( Bandung:Alumni, 1996),
165.
14

Rachmadi Usman , Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Bandung:Citra Aditya
Bakti, 2003), 82.

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

27

5. Setelah penunjukan mediator, majelis menunda persidangan untuk
memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh mediasi.
6. Para pihak masuk ke ruang mediasi bersama dengan mediator untuk
melakukan proses mediasi.
7. Mediator memeriksa identitas para pihak dan menanyakan apa masalah
yang menyebabkan terjadinya pertikaian.
8. Jika upaya mediasi berhasil maka kedua belah pihak menandatangani akta
perdamaian yang disaksikan oleh mediator.
9. Jika upaya mediasi gagal maka mediator menentukan sidang selanjutnya.
10. Para pihak menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah
ditentukan untuk memberitahukan laporan mediasi yang berhasil.
11. Mediator wajib memberitahukan secara tertulis kepada hakim bahwa
mediasi gagal.
Apabila dalam mediasi terdapat tergugatnya lebih dari satu, dan yang
hadir hanya sebagian, maka mediasi belum dapat dilaksanakan, dan tergugat
yang tidak hadir dipanggil lagi secara patut. Jika tergugat tetap tidak hadir,
mediasi berjalan hanya antara penggugat dengan tergugat yang hadir. Adapun
para pihak yang menolak untuk mediasi, maka penolakan para pihak untuk
mediasi dicatat dalam berita acara sidang dan putusan. Putusan perdamaian
tidak dapat dilakukan upaya hukum banding, kasasi, dan peninjauan kembali.
Dalam putusan perdamaian ini mempunyai kekuatan yang sama dengan
putusan

hakim yang berkekuatan hukum tetap, yang apabila tidak

digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby.ac.id digilib.uin.sby .ac.id digilib.uin.sby.ac.id

28

dilaksanakan, dapat dimintakan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Agama
yang bersangkutan.
3. Mediasi Menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008
Kebijakan Mahkamah Agung yang mengeluarkan Peraturan Mahkamah
Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan
merupakan instrumen efektif untuk mengatasi penumpukan perkara di
pengadilan, dan sekaligus memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam
menyelesaikan sengketa.15
Dalam setiap sengketa perdata yang di ajukan ke pengadilan tingkat
pertama wajib diupayakan mediasi yang dilakukan oleh hakim mediator
ataupun non hakim mediator dan para pihak yang berperkara sesuai dengan
prosedur mediasi di pengadilan yang dilakukan pada hari sidang pertama.
Apabila hakim melanggar atau enggan menerapkan prosedur mediasi, maka
putusan hakim tersebut batal demi hukum (pasal 2 ayat 3 PERMA No. 1 Tahun
2008).
Hubungan yang dikembangkan dalam mediasi tidak lain adalah upaya
menempatkan komunikasi pada tingkat yang tepat, memperhatikan reaksi
lawan bicara dan menyesuaikan komunikasi dengan lawan bicara dan situasi
yang melingkupinya.16 Dengan adanya hubungan komunikasi dapat dilakukan
secara terbuka. Namun hubungan tidak menjamin komunikasi selalu dapat
dilakukan dengan baik. Mereka yang terlibat konflik biasanya mengalami
15

Mahkamah Agung RI, PERMA RI No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
MA RI.
16
Muksin Jamil, Mengelolah Konflik Membangun Damai:Teori Strategi, dan Implementasi
Resolusi Konflik , ct. I, (Semarang:Walisongo Media Center, 2007), 137.

digilib.ui