PENGARUH HARGA, PROMOSI PENJUALAN, PERSEPSI MANFAAT, DAN PERSEPSI RISIKO TERHADAP PERILAKU BELANJA ONLINE MAHASISWI UIN SUNAN AMPEL PADA PRODUK MODE MUSLIM DI INSTAGRAM.

(1)

BELANJA

ONLINE

MAHASISWI UIN SUNAN AMPEL PADA

PRODUK MODE MUSLIM DI INSTAGRAM

SKRIPSI

Oleh:

RATIH INDAH AROFA NIM: C04212034

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Skripsi dengan judul “Pengaruh Harga, Promosi Penjualan, Persepsi

Manfaat, dan Persepsi Risiko Terhadap Perilaku Belanja Online Mahasiswi

UIN Sunan Ampel Pada Produk Mode Muslim di Instagram” ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk menguji faktor-faktor, seperti harga, promosi penjualan, persepsi manfaat, dan persepsi risiko yang mempengaruhi perilaku

belanja online mahasiswi pada produk mode muslim pada toko online di

Instagram.

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif deskriptif. Metode deskriptif dilakukan dengan menguji hipotesis penelitian dan menjelaskan hubungan antar variabel yang diteliti. Peneliti menggunakan SPSS 19 untuk menguji data penelitian. Penelitian dilakukan pada 100 mahasiswi UIN Sunan Ampel yang memiliki pengalaman dalam berbelanja produk mode muslim

melalui toko online di Instagram dengan menyebar kuesioner, baik secara

langsung maupun online.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel promosi penjualan dan

persepsi manfaat berpengaruh signifikan terhadap perilaku belanja online

mahasiswi UIN Sunan Ampel pada produk mode muslim di Instagram. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai t hitung pada kedua variabel tersebut yang berada di atas nilai t tabel (1,98525), yaitu masing-masing sebesar 2,864 dan 4,138, juga nilai probabilitas signifikasi untuk masing-masing sebesar 0,005 dan 0,000, keduanya di bawah taraf signifikasi 0,05. Sebaliknya, variabel harga dan persepsi

risiko tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku belanja online mahasiswi,

yang dibuktikan dengan nilai t-hitung masing-masing sebesar 1,857 dan –1,101,

serta nilai probabilitas signifikasi masing-masing sebesar 0,066 dan 0,274. Hal

tersebut menunjukkan bahwa perilaku belanja online mahasiswi UIN Sunan

Ampel dipengaruhi oleh promosi penjualan yang dilakukan oleh pelaku bisnis mode muslim di Instagram dan juga persepsi manfaat yang mereka rasakan ketika melakukan pembelanjaan.

Kata kunci: Harga, Promosi Penjualan, Persepsi Manfaat, Persepsi Risiko,


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM………. ii

PERNYATAAN KEASLIAN……… iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. iv

PENGESAHAN………. v

ABSTRAK……….. vi

KATA PENGANTAR……… vii

DAFTAR ISI……….. ix

DAFTAR TABEL……….. xii

DAFTAR GAMBAR………. xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………. 1

B. Rumusan Masalah……… 8

C. Tujuan Penelitian………. 8

D. Kegunaan Hasil Penelitian………... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Perilaku Konsumen……….. 10

a. Perilaku Konsumen Muslim………... 13

b. Perilaku Konsumen Online………… 15

2. Harga……… 21

3. Promosi Penjualan……… 23

4. Persepsi………. 25

a. Persepsi Manfaat……… 26

b. Persepsi Risiko……… 27

5. Komunikasi Pemasaran………. 29

a. Social Media Marketing……….. 30

b. Instagram……… 32


(8)

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan…………. 35

C. Kerangka Konseptual……….. 40

D. Hipotesis……….. 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian………. 42

B. Waktu dan Tempat Penelitian……….. 42

C. Populasi dan Sampel Penelitian……… 43

D. Variabel Penelitian……… 44

E. Definisi Operasional………. 45

F. Uji Validitas dan Reliabilitas..………. 46

G. Data dan Sumber Data………. 50

H. Teknik Pengumpulan Data………... 50

I. Teknik Analisis Data……… 51

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Umum Objek Penelitian 1. Gambaran Umum Objek Penelitian……… 56

2. Gambaran Umum Responden……… 60

B. Analisis Data 1. Tanggapan Responden………... 65

2. Uji Validitas dan Reliabilitas………. 72

3. Analisis Kuantitatif a. Uji Normalitas……….. 74

b. Uji Multikolonieritas………. 76

c. Uji Heteroskedastisitas………. 77

d. Uji Autokorelasi……… 79

e. Analisis Regresi Linier Berganda……. 80

f. Uji Signifikasi Simultan (Uji Statistik F) 81 g. Uji Signifikasi Parameter Individual (Uji Statistik t)……… 83

BAB V PEMBAHASAN

A. Pengaruh Harga, Promosi Penjualan, Persepsi


(9)

Terhadap Perilaku Belanja Online Mahasiswi UIN Sunan Ampel Pada Produk Mode

Muslim di Instagram……….

B. Pengaruh Harga Terhadap Perilaku Belanja Online Mahasiswi UIN Sunan Ampel Pada

Produk Mode Muslim di Instagram………… 89

C. Pengaruh Promosi Penjualan Terhadap Perilaku Belanja Online Mahasiswi UIN Sunan Ampel Pada Produk Mode Muslim di Instagram……… 92

D. Pengaruh Persepsi Manfaat Terhadap Perilaku Belanja Online Mahasiswi UIN Sunan Ampel Pada Produk Mode Muslim di Instagram……… 94

E. Pengaruh Persepsi Risiko Terhadap Perilaku Belanja Online Mahasiswi UIN Sunan Ampel Pada Produk Mode Muslim di Instagram………. 95

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan………. 98

B. Saran……… 98

DAFTAR PUSTAKA………... 101


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Definisi Operasional……… 45

3.2 Hasil Uji Pretest Validitas Harga (X1)……… 47

3.3 Uji Pretest Validitas Promosi (X2)……….. 47

3.4 Uji Pretest Validitas Persepsi Manfaat (X3)………….... 47

3.5 Uji Pretest Validitas Persepsi Risiko (X4)………... 48

3.6 Uji Pretest Validitas Perilaku Belanja Online (Y)……... 48

3.7 Uji Pretest Reliabilitas………. 49

4.1 Data Responden Berdasarkan Usia………. 61

4.2 Data Responden Berdasarkan Asal Fakultas………….. 61

4.3 Data Responden Berdasarkan Lama Penggunaan Instagram………. 62

4.4 Data Responden Berdasarkan Lama Penggunaan Instagram Untuk Berbelanja……… 63

4.5 Data Responden Berdasarkan Frekuensi Pembelanjaan dalam Setahun Terakhir………... 63

4.6 Data Responden Berdasarkan Biaya Pembelanjaan dalam Setahun Terakhir……….. 64

4.7 Data Responden Berdasarkan Lama Pencarian Informasi 64 4.8 Tanggapan Responden Mengenai Variabel Harga……... 65

4.9 Tanggapan Responden Mengenai Variabel Promosi Penjualan……….. 66

4.10 Tanggapan Responden Mengenai Variabel Persepsi Manfaat……… 68

4.11 Tanggapan Responden Mengenai Variabel Persepsi Risiko………... 69

4.12 Tanggapan Responden Mengenai Variabel Perilaku Belanja Online……….. 71

4.13 Hasil Uji Validitas Harga (X1)………. 72

4.14 Hasil Uji Validitas Promosi Penjualan (X2)………. 72

4.15 Hasil Uji Validitas Persepsi Manfaat (X3)……… 73

4.16 Hasil Uji Validitas Persepsi Risiko (X4)………... 73


(11)

4.18 Hasil Uji Reliabilitas……… 74

4.19 Hasil Uji Normalitas……… 75

4.20 Hasil Uji Multikolonieritas……….. 76

4.21 Hasil Uji Heteroskedastisitas………... 78

4.22 Hasil Uji Autokorelasi……….. 79

4.23 Hasil Uji Koefisien Determinasi………... 80

4.24 Hasil Uji Statistik F……….. 82


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Indonesia Mobile & Internet Survey2015…... 2

2.1 Tahapan Keputusan Pembelian Konsumen…………... 11

2.2 Technology Acceptance Model(TAM)……… 19

2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konsumen………... 20

2.4 Ruang Lingkup dan Fokus Pengembangan Mode dalam Ekonomi Kreatif 2015–2019……… 34

2.5 Kerangka Konseptual………... 40

4.1 Struktur Organisasi dan Tata Kerja……….. 59

4.2 Struktur Organisasi Pada Setiap Fakultas……… 60

4.3 Hasil Uji Normal P-Plot………... 76


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberadaan internet telah memberikan pilihan baru bagi konsumen dalam melakukan pembelanjaan. Konsumen kini mampu membeli berbagai macam produk, baik berupa barang maupun jasa melalui internet kapan pun

dan dimana pun. Berbelanja melalui internet, atau secara online, memberikan

berbagai macam keuntungan bagi konsumen. Diantaranya seperti kenyamanan baru dalam berbelanja, penghematan waktu, kemudahan dalam membandingkan produk dengan cepat, juga lebih banyaknya pilihan untuk membeli berbagai macam produk. Di sisi lain, internet juga memberikan keuntungan bagi pelaku bisnis itu sendiri. Selain dimanfaatkan untuk memasarkan produk mereka ke pasar, internet juga membantu mengurangi biaya pemasaran produk, semakin mudahnya melakukan komunikasi dua arah

dengan konsumen, dan mengumpulkan feedback dari konsumen.1

Masyarakat Indonesia merupakan pengguna internet yang masif, terhitung sejak akhir tahun 2014, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia atau APJII, pengguna internet di Indonesia berjumlah sebanyak 88,1 juta dari total penduduk sebanyak 252,4 juta jiwa. Dari 88,1 juta pengguna tersebut, 49% diantaranya merupakan pengguna dengan rentang usia 18 sampai 25 tahun, hampir setengah dari total

jumlah pengguna internet itu sendiri. Kategori usia ini disebut dengan digital

1 Shergill dan Chen dalam Stuart Dillon,

et al, “Perceived Risk and Online Shopping Intention: A Study Across Gender and Product TypeInternational Journal of E-Business Research,


(14)

natives, yaitu mereka yang tumbuh dan besar di era digital serta memiliki karakter yang sangat aktif menggunakan jejaring teknologi digital dan

memiliki keahlian dalam mengoperasikan teknologi berbasis internet.2

Sumber: Alvara Strategic Research

Indonesia Mobile & Internet Survey 2015

Gambar 1.1

Para digital natives ini merupakan salah satu dari tiga tipe konsumen

yang siap dengan pemasaran pada era digital seperti sekarang. Tumbuh dan besar dengan berbagai macam alat teknologi informasi dan komunikasi, maka secara otomatis paradigma, gaya hidup, perilaku, dan nilai-nilai mereka menjadi berbeda dengan mereka yang tidak tumbuh dan besar di lingkungan yang sama. Anak muda adalah generasi pertama penduduk dunia yang

merupakan digital native, dan mereka akan terus membentuk fenomena

budaya baru yang mengglobal karena dunia yang telah terhubung. Mereka

2 Asosiasi Jasa Pengguna Internet Indonesia,

Profil Pengguna Internet Indonesia 2014 (Jakarta:


(15)

hidup di dunia online dan offline dan memiliki cara baru yang revolusioner

dalam hal berpikir, berinteraksi, bekerja dan bersosialisasi.3

Dari tujuh lokasi penjualan online (forum jual beli, jejaring sosial,

mailing list, blog, domain, messenger dan komunitas online), sebanyak 64,9% pengguna internet di Indonesia memilih jejaring sosial sebagai tempat favorit

untuk berjual beli online,4 dan salah satu jejaring sosial yang menjadi favorit

pelaku bisnis sekarang ini adalah Instagram. Instagram merupakan situs

jejaring sosial dimana penggunanya bisa berbagi update berupa foto maupun

video berdurasi pendek kepada rekan-rekan mereka (followers) melalui

berbagai macam device dan bisa dibagikan ke media sosial lain.5 Lebih dari

90% pengguna Instagram berusia dibawah 35 tahun, yang membuat Instagram

menjadi platform menarik bagi pelaku bisnis di sektor seperti pakaian,

entertainment, dan media yang fokus pemasarannya pada golongan usia 18 sampai 34 tahun. Business Insider juga menemukan bahwa pengguna

Instagram secara garis besar terdiri dari pengguna urban, youthful, dan

perempuan.6 Instagram tumbuh menjadi market place yang kompetitif di

Indonesia karena begitu banyak pelaku bisnis online yang memanfaatkan

Instagram sebagai media pemasaran, terutama pelaku bisnis yang segmen produknya ditujukan untuk para anak muda.

3 Hermawan Kartajaya,

et al, Connect! Surfing New Wave Marketing (Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 2010), 64.

4 Asosiasi Jasa Pengguna Internet Indonesia, Profil Pengguna Internet…, 46. 5Dan Frommer, “

Here's How to UseInstagram”

http://www.businessinsider.com/instagram-2010-11 diakses pada 13 November 2015: 06.39 WIB.

6 Cooper Smith, “Here’s Why Instagram’s Demographics Are So Attractive to Brands

http://www.businessinsider.co.id/instagram-demographics-2013-12 diakses pada 26 November 2015: 17.35 WIB.


(16)

Memahami mekanisme dan perilaku konsumen online merupakan prioritas utama yang harus dilakukan oleh pelaku bisnis di era digital seperti

hari ini. Semakin banyak konsumen yang melakukan transaksi secara online

membuat e-commerce menjadi sesuatu yang umum di dunia bisnis. Sebagai

negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, dengan jumlah konsumen

muslim mencapai 87% dari seluruh penduduk di Indonesia,7 memelajari

mengenai bagaimana konsumen muslim muda, seperti para mahasiswi,

berperilaku saat melakukan pembelanjaan melalui toko online di Instagram

akan membawa manfaat tersendiri bagi para pelaku bisnis.

Bisnis pada subsektor mode atau fashion semakin berkembang di

Indonesia. Semakin awarenya masyarakat terhadap gaya berpenampilan yang

mampu mengomunikasikan identitas diri pemakainya membuat bisnis di subsektor mode semakin ditekuni oleh pelaku bisnis. Mode sendiri merupakan salah satu dari lima belas subsektor ekonomi kreatif yang perkembangannya cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Menurut survei yang dilakukan Alvara Strategic Research, pakaian merupakan produk yang paling

banyak dibeli di internet oleh konsumen pada tahun 2015.8 Mode atau fashion

muslim di Indonesia pun juga semakin berkembang. Semakin trendynya mode

muslim saat ini serta anak muda muslimnya yang mengikuti tren dengan

selalu up-to-date mengenai informasi perkembangan mode di mana pun,

terutama di internet, dan dengan ketertarikan para anak muda muslim akan

belanja online yang signifikan seperti sekarang membuat perilaku mereka

dalam berbelanja berubah dari waktu ke waktu.

7 Yuswohady,

et al., Marketing to the Middle Class Muslim: Kenali Perubahannya, Pahami Perilakunya, Petakan Strateginya (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014), vii.

8 Alvara Strategic Research, Indonesia


(17)

Begitu banyaknya pelaku bisnis di bidang mode pada Instagram menciptakan persaingan harga yang kompetitif. Adanya berbagai macam harga untuk satu produk serupa yang ditawarkan oleh banyak pelaku bisnis di

Instagram mampu memengaruhi perilaku konsumen dalam memutuskan

pembelian. Begitu pula dengan promosi penjualan yang dilakukan oleh pelaku

bisnis, mulai dari fokus dengan tampilan feeds yang menarik sampai

bekerjasama dengan selebgram (selebriti Instagram), untuk memromosikan produk pakaian mereka. Persepsi manfaat yang dimiliki konsumen mengenai

jual beli online mampu memberikan dampak positif bagi perkembangan bisnis

online di Instagram. Meskipun adanya persepsi risiko yang dimiliki konsumen menjadi penghalang utama, terlebih pada pengguna Instagram yang skeptis

mengenai konsep belanja online itu sendiri.

Harga merupakan salah satu faktor yang menentukan konsumen dalam

memutuskan belanja online. Harga telah menjadi faktor kunci pada keputusan

konsumen dalam melakukan pembelanjaan. Ketika produk pada setiap penjual memiliki kualitas yang serupa, konsumen akan memilih untuk fokus pada harga. Mereka akan memilih mana diantara produk dari para penjual tersebut

yang memiliki harga paling rendah. Pada konteks belanja online, harga

memiliki pengaruh yang lebih kuat karena konsumen bisa lebih mudah

membandingkan harga dari satu toko ke toko lain.9 Penelitian mengenai harga

yang dilakukan oleh Nittala menjelaskan bahwa harga memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap perilaku belanja online konsumen. Berbeda dengan

penelitian serupa yang dilakukan Setiawan dan Achyar yang menyebutkan

9 Doods,

et al. dalam Ricky Setiawan dan Adrian Achyar, “Effects of Perceived Trust and

Perceived Price on Consumers’ Intention to Buy in Online Store inIndonesia” ASEAN Marketing Journal, Vol. IV, No. 1 (Juni 2012), 26.


(18)

bahwa harga tidak berpengaruh signifikan terhadap keinginan konsumen

untuk berbelanja online.

Dalam memasarkan produk, salah satu cara yang dilakukan oleh pelaku bisnis untuk membuat konsumen tertarik akan produknya adalah dengan melakukan promosi penjualan. Promosi penjualan menawarkan insentif untuk membeli, berbeda dengan iklan yang menawarkan alasan untuk membeli. Promosi penjualan sering menarik konsumen yang suka berganti merek, terutama para konsumen yang mencari harga lebih murah atau kualitas

yang lebih baik.10 Banyaknya pelaku bisnis online di Instagram menciptakan

promosi yang semakin beragam dan kreatif. Penelitian mengenai promosi penjualan yang dilakukan oleh Swisstiani menyatakan bahwa promosi

penjualan berpengaruh positif pada minat beli konsumen pada toko online.

Berbeda dengan penelitian serupa yang dilakukan Nittala yang menjelaskan bahwa promosi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku

belanja online konsumen.

Konsumen memiliki perspektif yang berbeda-beda terhadap belanja online. Konsumen yang pernah melakukan belanja online sebelumnya diduga

memiliki persepsi mengenai manfaat belanja online lebih besar dibandingkan

dengan konsumen yang belum pernah melakukannya. Manfaat lain dari pemanfaatan Instagram sebagai tempat berbelanja selain efesiensi dan kemudahan mendapatkan informasi mengenai produk terkait adalah

kemampuan membaca banyak testimoni atau review dari konsumen lain secara

langsung dan cepat, yang tidak bisa konsumen terima di saat berbelanja secara

10 Philip Kotler dan Kevin Lane Keller,

Marketing Management, Thirteenth Edition,

diterjemahkan oleh Bob Sabran dengan judul Manajemen Pemasaran, Edisi Ketiga Belas Jilid 2


(19)

tradisional. Semakin besar manfaat yang dirasakan konsumen ketika berbelanja melalui Instagram, maka semakin besar kemungkinan mereka akan melakukan belanja ulang. Hal tersebut mampu menciptakan persepsi positif, karena mereka telah merasakan sendiri manfaat yang mereka terima. Penelitian mengenai persepsi manfaat yang dilakukan oleh Novitasari dan Baridwan menyebutkan bahwa persepsi manfaat berpengaruh terhadap niat

seseorang dalam melakukan belanja online. Berbeda dengan penelitian serupa

yang dilakukan oleh Nitalla yang menyebutkan bahwa persepsi manfaat tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku belanja online.

Keberadaan risiko yang ada pada belanja online merupakan alasan

utama konsumen enggan melakukan belanja melalui media online. Belanja

online yang berbeda dengan belanja secara tradisional memberikan persepsi risiko yang berbeda-beda bagi tiap konsumen. Risiko yang paling mungkin

terjadi tatkala berbelanja online pada media sosial Instagram adalah risiko

produk, seperti apakah produk yang dijual sama persis seperti foto dan deskripsi produk yang diunggah, karena menilai kualitas produk hanya

berdasarkan kedua hal tersebut dan beberapa review konsumen lain tidak

menyelesaikan kekhawatiran. Risiko lain adalah risiko non pengiriman, yaitu

bagaimana jika produk yang konsumen beli tidak sampai ke alamat tujuan.11

Penelitian mengenai persepsi risiko yang dilakukan oleh Novitasari dan Baridwan menjelaskan bahwa persepsi risiko tidak berpengaruh terhadap

keputusan konsumen dalam melakukan belanja online. Hal tersebut tidak

11 Bhatnagar,

et al. dalam Agatha Naomi, “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku


(20)

sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nittala, yang menyebutkan bahwa

persepsi risiko berpengaruh terhadap perilaku belanja online.

Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh harga, promosi, persepsi manfaat, dan persepsi risiko pada perilaku belanja konsumen muslim muda, dalam hal ini adalah mahasiswi, yang pernah melakukan pembelanjaan produk mode muslim

melalui toko online di Instagram.

B. Rumusan Masalah

Berdasarakan latar belakang masalah yang telah disampaikan, maka rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Apakah harga, promosi penjualan, persepsi manfaat, dan persepsi

risiko secara simultan berpengaruh terhadap perilaku belanja online

mahasiswi UIN Sunan Ampel pada produk mode muslim di Instagram?

2. Apakah harga, promosi penjualan, persepsi manfaat, dan persepsi

risiko secara parsial berpengaruh terhadap perilaku belanja online

mahasiswi UIN Sunan Ampel pada produk mode muslim di Instagram?

C. Tujuan Penelitian


(21)

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh harga, promosi penjualan, persepsi manfaat, dan persepsi risiko secara parsial terhadap

perilaku belanja online mahasiswi UIN Sunan Ampel pada produk

mode muslim di Instagram.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh harga, promosi

penjualan, persepsi manfaat, dan persepsi risiko secara simultan

terhadap perilaku belanja online mahasiswi UIN Sunan Ampel pada

produk mode muslim di Instagram.

D. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:

1. Diharapkan mampu memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan

mengenai perilaku konsumen online dalam memutuskan belanja melalui

situs jejaring sosial Instagram.

2. Hasil penelitian diharapkan berguna bagi pelaku bisnis pada subsektor

mode dalam penerapan situs jejaring sosial Instagram dalam memahami


(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Dari pendahuluan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka konsep teori yang menjadi landasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perilaku Konsumen

Konsep pemasaran adalah suatu konsep bisnis yang menekankan bahwa strategi pemasaran yang berhasil adalah strategi yang dibangun

berdasarkan pemahaman yang lebih baik pada perilaku konsumen.1 Kotler

dan Keller mendefinisikan perilaku konsumen sebagai “studi tentang cara individu, kelompok, dan organisasi menyeleksi, membeli, menggunakan, dan mendisposisikan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman untuk

memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.”2 Menurut Ujang

Sumarwan, studi mengenai perilaku konsumen pada dasarnya adalah untuk memahami mengapa konsumen melakukan hal yang mereka lakukan. Menurutnya, “perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologi yang mendorong suatu tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, dan menghabiskan.”3 Dan American Marketing Association mendefinisikan perilaku konsumen

1 Ujang Sumarwan,

Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran, Edisi Kedua

(Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2011), 17.

2 Philip Kotler dan Kevin Lane Keller,

Marketing Management, Twelfth Edition, diterjemahkan

oleh Benyamin Molan dengan judul Manajemen Pemasaran, Edisi Kedua Belas Jilid Satu (Indeks,

2009), 213.


(23)

sebagai “dinamika interaksi antara pengaruh dan kesadaran, perilaku, dan lingkungan dimana manusia melakukan pertukaran aspek-aspek kehidupan.”4 Sehingga dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah perilaku yang ditunjukkan pada saat konsumen melakukan kegiatan sebelum, pada saat, dan sesudah membeli suatu produk barang atau jasa yang melibatkan pemikiran dan perasaan.

Dalam memutuskan untuk melakukan pembelian, konsumen melewati lima tahapan sebagai berikut:

Sumber: Kotler dan Keller

Tahapan Keputusan Pembelian Konsumen Gambar 2.1

Proses pembelian dimulai ketika konsumen mengenali masalah atau kebutuhan. Proses ini bisa dipengaruhi dari internal maupun eksternal konsumen. Konsumen yang telah mengenali kebutuhannya akan melakukan pencarian informasi terkait produk yang mereka butuhkan dari berbagai macam sumber. Lalu evaluasi alternatif dilakukan ketika informasi yang didapatkan dirasa cukup untuk dikelola. Keputusan pembelian dilakukan pada saat konsumen benar-benar membeli produk yang ia butuhkan. Setelah pembelian, konsumen akan mengalami kesesuaian atau bahkan ketidaksesuaian terhadap produk yang ia beli. Namun para konsumen tidak selalu mengalami kelima tahap tersebut secara runtut atau semuanya ketika melakukan pengambilan keputusan

4 J. Paul Peter dan Jerry C. Olson,

Consumer Behavior and Marketing Strategy 9th ed,

diterjemahkan oleh Diah Tantri Dwiandani dengan judul Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran Edisi 9 Buku 1 (Jakarta: Salemba Empat, 2014), 6.

Pengenalan masalah

Pencarian informasi

Evaluasi Alternati

Keputusan Pembelian

Perilaku pasca-pembelian


(24)

membeli, mereka bisa melewati atau membalik beberapa tahap. Model

tersebut juga dapat mendeskripsikan perilaku belanja konsumen online.

Keputusan beli konsumen dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti budaya, yang terdiri dari budaya, sub budaya, dan kelas sosial; sosial, yang terdiri dari kelompok acuan, keluarga, peran, dan status; pribadi, yang terdiri dari usia dan siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian, dan konsep duru; dan psikologis, yang terdiri dari motivasi, persepsi, proses belajar, kepercayaan, dan sikap. Selain keempat faktor tersebut, terdapat faktor lain yang ikut memberi pengaruh, yaitu stimuli pemasaran, yang terdiri dari produk, harga, tempat, dan promosi; stimuli lain atau lingkungan makro, yang terdiri dari

ekonomi, teknologi, politik, lingkungan alam, dan sosial budaya.5

Menurut Schiffman dan Kanuk, terdapat empat pandangan dalam

pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen, yaitu: economic

view, passive view, cognitive view, dan emotional view. Pada economic view, pengambilan keputusan dilakukan secara rasional, yaitu ketika konsumen paham, mengetahui kelebihan dan kekurangan, dan dapat menentukan satu alternatif terbaik dari semua alternatif produk. Pada passive view, konsumen berkepentingan untuk melayani diri sendiri dan usaha pemasaran. Konsumen dipersepsikan sebagai pembeli yang lebih

menuruti kata hati. Pada cognitive view konsumen digambarkan sebagai

pemecah masalah. Konsumen secara aktif mencari informasi mengenai

produk untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Pada emotional

5 Philip Kotler dan Kevin Lane Keller,


(25)

view, dalam memutuskan untuk membeli suatu produk, konsumen

memerlukan keterlibatan emosi pada proses keputusannya.6

a. Perilaku Konsumen Muslim

Analisis konsumsi konvensional menjelaskan bahwa perilaku konsumsi seseorang merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhannya dalam pencapaian kepuasan yang optimal. Sedangkan dalam analisis konsumsi Islam, perilaku konsumsi seorang muslim tidak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya saja, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan rohani. Oleh karena itu, seorang muslim dalam memutuskan untuk melakukan pengonsumsian harus senantiasa

memerhatikan syariat Islam.7 Seorang muslim dalam berperilaku,

termasuk persepsinya terhadap nilai suatu produk, harus didasarkan atas norma dan pertimbangan islami, misalnya dengan mengonsumsi produk yang halal dan bersih, seperti pada firman Allah dalam surat

al-Baqarah ayat 168 yang berbunyi:8

اَۉٰي

أٓ َي

َ

ُااٯٱ

قِ اٯۃقم

لاۊُ ُݏ

قۡ

َ َ

ٱ

لاۊُعقبٯتَت

ََو امبقكي َط

َ

َٰٗلَح

م

قتَٰو ُطُخ

قۄٰ َ َي

ٯلٱ

ُ ٯۅق

ُ

ٌنقبٰۂ ٞكوُدَع َہُك

َل

٨

“Hai sekalian manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan

itu musuh yang nyata bagimu.”

Jika semua hal yang dilakukan oleh seorang konsumen muslim didasarkan untuk beribadah kepada Allah SWT, maka dalam hal

6Yohanes Suhari, “Keputusan Membeli Secara

Online dan Faktor-faktor yang Memengaruhinya” Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK, Vol. XIII, No. 2 (Juli 2008), 142.

7Sarwono, “Analisis Perilaku Konsumen Perspektif Ekonomi Islam”

INNOFARM: Jurnal Inovasi Pertanian, Vol. 8, No. 1 (2009), 45.

8 Departemen Agama RI,


(26)

persepsi, yang merupakan awal dari niat seseorang untuk melakukan konsumsi, akan menilai suatu produk berdasarkan manfaatnya dalam membangun dan memelihara hubungan antar sesama, lingkungan sekitarnya, dan Allah secara bersamaan. Nilai-nilai yang sepatutnya

diaplikasikan oleh konsumen muslim dalam melakukan

pengonsumsian.9

Seorang muslim dalam berkonsumsi didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu (1) manusia tidak memiliki kuasa dalam mengatur detail permasalahan ekonomi masyarakat, keberlangsungan hidup manusia telah diatur oleh Allah, seperti dalam surat al-Waqiah ayat 68-69:10

َوۊُ َ َ َ يق

ٱ َ ٓاَۃ

ٯ

َ

ٱ ُہُ َيَ َ َ

َ

قوَزُۃ

َ

ٱ َۄقۂ ُهۊُۃُ

َۡزۅ

َ

َ

َہُ ۅ

َ

َ

َوۊُٱقزُۃ

َ

ٱ ُۄَ

َ َم

َ

َ

“Pernahkah kamu memerhatikan air yang kamu

minum?” “Kamukah yang menurunkannya dari awan,

atau Kami yang menurunkan?”

(2) dalam Islam, kebutuhan merupakan hal yang membentuk pola konsumsi seorang muslim. Pola konsumsi yang didasari atas kebutuhan akan menghindarkan dari pola konsumsi yang berlebihan

atau tidak perlu.11

Menurut hasil survey Gallup tahun 2009, Indonesia termasuk dalam daftar 10 negara paling religius. Hasil penelitian tersebut mengemukakan bahwa pada umumnya ketika negara mengalami

9Yasid, “Perilaku Konsumen: Perspektif Konvensional dan Perspektif Islam”

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol. VII, No. 2 (Juni 2013), 194.

10 Departemen Agama RI,

Al-Qur’an dan Terjemahnya, 536.

11 Hery Sudarsono dalam Sri Wigati, “Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ekonomi Islam”


(27)

kenaikan pendapatan per kapita, maka masyarakatnya akan semakin sekuler. Hal tersebut tidak terjadi di Indonesia, yang semakin naik pendapatannya justru semakin religius. Gallup mengemukakan bahwa 99% masyarakat Indonesia menilai agama sebagai hal yang penting bagi kehidupan sehari-hari mereka. Hal tersebut dapat dilihat dengan semakin banyaknya orang Indonesia yang memakai hijab, tingginya kebutuhan musholla di berbagai fasilitas umum, tumbuhnya industri berbasis syariah, sensitifnya isu label halal dalam makanan maupun kosmetik, dan lainnya. Religiusitas tersebut juga mengubah cara berpikir konsumen muslim yang semakin terbuka, modern, dan toleran.12

b. Perilaku Konsumen Online

Perilaku konsumen online sederhananya adalah perilaku

konsumen yang ditunjukkan pada saat melakukan kegiatan sebelum, pada saat, dan sesudah transaksi jual beli melalui internet. Memahami

proses pembuatan keputusan pada perilaku konsumen online penting

untuk mengembangkan strategi bisnis online. Salah satu perbedaan

signifikan yang ditunjukkan konsumen online dengan konsumen

tradisonal misalnya adalah konsumen online yang tidak bisa

melakukan transaksi jual beli dengan mengandalkan kelima indranya, maka sebagai gantinya mereka menggunakan representasi dari suatu

12 Yuswohady,


(28)

produk seperti foto dan deskripsi produk yang terbatas pada suatu media online.13

Pada gambar 2.1, dijelaskan mengenai lima tahapan konsumen dalam melakukan pembelian yang juga bisa diaplikasikan pada

konsumen online. Pada tahap pengenalan masalah, perilaku konsumen

distimulasi oleh kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan adalah kategori abstrak yang diperlukan konsumen dalam upaya untuk tetap bertahan, berfungsi dan berkembang. Keinginan adalah objek spesifik atau mekanisme yang konsumen ketahui akan mampu memuaskan kebutuhannya.

Lalu ketika kebutuhan telah diketahui, konsumen akan mulai mencari informasi mengenai produk yang mereka butuhkan untuk membantu mereka membuat keputusan yang tepat untuk memuaskan kebutuhannya. Informasi awal yang konsumen cari adalah dengan mengingat-ingat informasi berkaitan yang mungkin telah mereka proses sebelumnya. Jika mereka membutuhkan lebih banyak informasi, mereka akan mencari sumber informasi dari luar seperti pada komersial, pihak ketiga, dan pribadi. Konsumen mencari

informasi dari ketiga sumber tersebut secara online. Pencarian

informasi dengan menggunakan internet membuat informasi yang didapatkan berjumlah sangat banyak, cepat, mudah, dan tidak membutuhkan banyak biaya. Konsumen juga bisa menemukan

13 Marios Kaoufaris, “

Applying the Technology Acceptance Model and Flow Theory to Online Consumer BehaviorInformation System Research, Vol. 13, No. 2 (Juni 2003), 206.


(29)

komunitas online yang juga berbagi informasi mengenai produk terkait.

Setelah konsumen mendapatkan informasi mengenai produk yang mereka dibutuhkan, mereka akan mulai mengevaluasi kembali pilihan yang mereka temukan di internet sebelum memilih produk. Dalam melakukan hal tersebut, konsumen akan menimbang informasi yang telah didapat, seperti waktu yang mereka alokasikan untuk pembelian, usaha fisik dan pikiran yang mereka perlu lakukan untuk memeroleh produk, dan berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan. Kemudian konsumen akan membandingkan merek yang sesuai dengan preferensinya. Konsumen menggunakan berbagai kriteria, strategi, dan

informasi yang telah didapat secara online untuk mengevaluasi

keputusan mereka.

Keputusan pembelian telah berubah semenjak adanya internet. Konsumen telah memiliki akses pada banyak pilihan. Mereka bisa belanja kapanpun selama 24/7 dan mampu berinteraksi langsung dengan pelaku bisnis dan konsumen lain secara langsung. Membandingkan harga dan lainnya menjadi lebih mudah daripada

sebelumnya. Sehingga belanja secara online menjadi lebih

menyenangkan. Pada tahap konsumsi, konsumen online mengonsumsi

produknya sama seperti konsumen tradisional. Jika seperti itu, internet berperan lebih seperti katalog atau iklan dan hanya mengubah model pencarian informasi, evaluasi alternatif dan keputusan konsumen dalam melakukan pembelian, tapi tidak mengubah dasar dari


(30)

pengonsumsian. Namun, banyak produk yang kini bisa juga dinikmati

secara online, seperti lagu, video game, banking, dan lainnya.

Pada perilaku pasca-pembelian, konsumen telah memenuhi kebutuhan dan keinginannya dan bereaksi pada pengalaman setelah melakukan pembelian. Konsumen bisa mengubah pemikirannya mengenai produk yang dibelinya. Hal tersebut bergantung pada seberapa puas atau tidak puasnya konsumen dengan pembelian yang mereka lakukan. Konsumen bereaksi dengan berbagai cara, mereka

bisa memberikan feedback negatif atau memuji produk terkait dan

menyebarkannya pada konsumen lain melalui media online. Namun,

tahap-tahap ini terus berubah dan berkembang.14

Penelitian yang dilakukan Tseng mengidentifikasi gaya hidup

konsumen online sebagai berikut: (1) konsumen ekstrovert, yaitu

mereka yang tertarik dengan interkasi sosial, fashion terkini, dan

melakukan pembelian tanpa pikir panjang; (2) konsumen yang lihai, yaitu mereka yang mengumpulkan informasi sebelum berbelanja dan memiliki rencana dalam melakukan pembelanjaan, serta akan mencari produk yang mereka inginkan dengan sungguh-sungguh; (3) konsumen yang memanjakan diri sendiri, yaitu mereka yang merupakan konsumen yang mudah terpengaruh pada promosi penjualan dan

senang berbelanja.15

14 Ronald E. Goldsmith, “

Online Consumer BehaviorEnd-user Computing: Concepts, Methodologies, Tools, and Applications. IGI Global (2008), 141.

15 In Lee, “B2C

Online Consumer BehaviorElectronic Commerce Management for Business Activities and Global Enterprises: Competitive Advantages. IGI Global (2012), 170.


(31)

Salah satu model mengenai pemahaman pada perilaku

konsumen online adalah Technology Acceptance Model (TAM) yang

dikemukakan pertama kali oleh Davis (1986) guna menjelaskan mengenai perilaku para pengguna komputer. Teori dasar pada TAM

adalah Theory of Reasoned Action (TRA), atau teori aksi beralasan.

Model tersebut mengasumsikan bahwa konsumen secara sadar memertimbangkan konsekuensi perilaku alternatif dan memilih salah satu perilaku tersebut berdasarkan konsekuensi yang paling

diharapkan.16 TRA secara eksplisit menjelaskan mekanisme pada

perbedaan individu mana yang memengaruhi perilaku konsumen. TRA telah digunakan untuk memrediksi perilaku kognitif dan afektif dengan menggunakan hubungan kepercayaan dan sikap pada psikologi sosial dan menunjukkan bagaimana perbedaan individu seperti kepribadian, gaya kognitif, demografi, faktor situasional, dan perilaku, saling

memengaruhi satu sama lain.17

Sumber: Davis dalam In Lee.

Technology Acceptance Model (TAM) Gambar 2.2

16 J. Paul Peter dan Jerry C. Olson,

Consumer Behavior…, 147. 17 Jianfeng Wang,

et al. “A Study of the Impact of Individual Differences on Online ShoppingTransformations in E-Business Technologies and Commerce: Emerging Impacts, Vol. 6, No.1, IGI


(32)

TAM mengemukakan variabel eksternal sebagai dasar untuk mengetahui pengaruh faktor eksternal pada dua kepercayaan internal

yang utama, yaitu Perceived Ease of Use (PEOU) dan Perceived

Usefulness (PU). Menurut Davis, PEOU adalah sejauh mana seorang individu memercayai bahwa dengan menggunakan suatu sistem tertentu maka ia akan terbebas dari upaya lain, sedangkan PU adalah sejauh mana seorang individu memercayai bahwa dengan menggunakan suatu sistem tertentu maka akan mampu meningkatkan performa pekerjaannya. Dua persepsi ini dapat memengaruhi sikap

konsumen dalam memanfaatkan sistem informasi dan e-commerce.18

Sumber: In Lee.

Faktor-faktor Yang Memengaruhi Konsumen Gambar 2.3

Pada gambar 2.3, dijelaskan mengenai faktor-faktor yang mampu memengaruhi keputusan konsumen dalam melakukan belanja online. Proses keputusan beli konsumen dipengaruhi oleh banyak

18In Lee, “B2C


(33)

faktor, seperti faktor pribadi dan lingkungan, faktor stimuli pemasaran, dan pengalaman konsumen tersebut dalam menggunakan internet.

Pada konsumen muslim online, mereka tidak hanya memertimbangkan

faktor-faktor tersebut dalam memutuskan pembelian, tetapi mereka juga memertimbangkan faktor-faktor lain, seperti kehalalan suatu produk dan atau kesesuaian produk tersebut dengan identitas konsumen sebagai seorang muslim.

2. Harga

Harga merupakan salah satu elemen pada bauran pemasaran yang

menghasilkan pendapatan. Harga juga mengomunikasikan positioning

nilai dari produk yang dimaksud kepada konsumen. Keputusan pembelian didasarkan pada bagaimana konsumen menganggap harga dan harga sebenarnya saat ini yang mereka pertimbangkan, bukan harga yang ditetapkan penjual. Konsumen memiliki tiga pertimbangan mengenai

harga sebelum memutuskan pembelian,19 yaitu: (a) harga referensi, ketika

mengumpulkan informasi mengenai suatu produk, konsumen sering menerapkan harga referensi, yaitu dengan membandingkan harga produk yang mereka inginkan dengan harga produk sama yang mereka dapatkan dari informasi yang mereka dapatkan. (b) asumsi harga-kualitas, banyak konsumen yang menggunakan harga sebagai indikator kualitas. (c) akhiran harga, konsumen cenderung memroses harga dari kiri ke kanan bukan

19 Philip Kotler dan Kevin Lane Keller,


(34)

dengan membulatkannya, konsumen memandang 19,900 berada dalam kisaran 10,000 bukan 20,000.

Secara umum, harga yang lebih tinggi akan kurang memiliki kemungkinan untuk dibeli oleh konsumen. Dalam beberapa kondisi, konsumen memiliki ekspektasi mengenai hubungan antara harga dan kualitas produk. Konsumen memiliki ekspektasi bahwa harga yang lebih

mahal mencerminkan kualitas yang lebih baik.20 Menurut Kotler dan

Armstrong, harga dapat didefinisikan sebagai nilai yang dibebankan kepada konsumen untuk mendapatkan produk yang mereka inginkan dan menjadi pemilik dari produk tersebut. Konsumen memiliki batasan yang spesifik mengenai harga yang menurut mereka bisa mereka terima. Mereka tidak mau membeli suatu produk jika harganya di atas batas wajarnya dan akan meragukan kualitas suatu produk jika harganya di

bawah batas wajarnya.21 Hal tersebut juga berhubungan dengan pengaruh

harga dengan persepsi nilai. Persepsi nilai konsumen mengenai suatu produk akan meningkat jika harga produk tersebut di atas batas bawah kewajarannya dan akan berkurang jika harga berada pada batas bawah tersebut.22

Pada konteks belanja online, konsumen dinilai lebih efesien dan

efektif karena mereka mencari dan membandingkan informasi mengenai

20 Nugroho J. Setiadi,

Perilaku Konsumen Konsep dan Implikasi Untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran (Jakarta: Kencana, 2008), 177.

21 Doods pada Cooper dalam Ricky Setiawan dan Adrian Achyar, “

Effects of Perceived…” 27. 22 Doods pada Szybillo dan Jacoby dalam ibid.


(35)

harga pada berbagai produk alternatif dan penjual.23 Hasilnya, konsumen

yang sering melakukan belanja online cenderung memiliki pengetahuan

mengenai informasi harga yang lebih baik daripada mayoritas konsumen yang melakukan pembelanjaan pada toko konvensional. Konsumen juga

memiliki persepsi mengenai harga pada toko online yang cenderung lebih

murah dibandingkan pada toko konvensional.

Konsumen mengobservasi dan merasakan sendiri variasi harga (price dispersion) yang lebih murah pada internet dibandingkan pada toko retail konvensional. Pengetahuan konsumen pada variasi harga ini menjadi kemungkinan yang memengaruhi persepsi harga yang bisa diterima atau

wajar pada suatu produk bagi konsumen.24

3. Promosi Penjualan

Promosi penjualan merupakan salah satu bagian dari promotional

mix yang terdiri dari periklanan, personal selling, publisitas, dan promosi

penjualan. Promosi penjualan sendiri adalah kegiatan selain periklanan, personal selling, dan publisitas yang diharapkan mampu mendorong konsumen dalam melakukan pembelian. Kegiatan tersebut dapat berupa

diskon, voucher, penawaran refund, garansi, dan sejenisnya. Biasanya

promosi penjualan dilakukan bersama-sama dengan kegiatan promosi lain, dengan biaya yang relatif lebih murah dibandingkan periklanan dan personal selling. Selain itu juga promosi penjualan lebih fleksibel, karena

23 Duglin, Hoffman dan Novak dalam Danny Yuan-Shuh Lii dan Monle Lee, “Consumers’ Evaluations of Online Reference Price Advertisment.” International Journal of Commerce and Management, Vol. 15, No. 2, ProQuest Health Management (2005), 102.


(36)

dapat dilakukan setiap saat. Promosi penjualan merupakan inti dari suatu kampanye pemasaran yang dirancang untuk menstimulasi pembelian produk yang lebih cepat atau lebih besar oleh konsumen. Sebagian besar promosi penjualan yang dilakukan bersifat jangka pendek. Pelaku bisnis menggunakan promosi untuk menarik konsumen baru, menghargai konsumen setia, dan meningkatkan tingkat pembelian kembali bagi

konsumen yang jarang membeli.26

Promosi dilakukan dengan tujuan antara lain untuk mengubah perilaku dan pendapat serta memerkuat perilaku yang telah ada, memberitahu pasar yang dituju mengenai informasi penawaran yang dilakukan oleh pelaku bisnis, membujuk konsumen untuk membeli produk

yang ditawarkan, dan juga mengingatkan konsumen akan suatu produk.27

Menurut Hoffman dan Novak, pada konteks online, promosi penjualan yang

dilakukan pelaku bisnis merupakan alat yang sesuai untuk meningkatkan

daya saing secara online karena memengaruhi pengambilan keputusan dan

meningkatkan kepuasan konsumen.28

Promosi penjualan mampu menarik perhatian dan menuntun konsumen ke produk terkait. Selain itu promosi penjualan juga memiliki pengaruh langsung terhadap perilaku konsumen dalam jangka pendek, karena ia memberikan nilai tambah dalam bentuk insentif bersamaan dengan informasi mengenai produk terkait. Jika diaplikasikan pada media

25 Basu Swastha dan Irawan,

Manajemen Pemasaran Modern (Yogyakarta: Liberty Offset, 1997),

350.

26 Philip Kotler dan Kevin Lane Keller,

Marketing Management, Thirteenth Edition, 219. 27 Basu Swastha dan Irawan,

Manajemen Pemasaran Modern, 353 28Esmeralda Crespo Almendros dan Salvador del Barrio Garcia, “

Experts vs. Novices: Influence of Promotional Benefit Type on their Online Purchase Intention.” Handbook of Research on Enterprise 2.0: Technological, Social, and Organizational Dimensions, IGI Global (2014), 335.


(37)

online, promosi penjualan mampu menarik pengunjung pada halaman web atau akun media sosial produk terkait dan akan mampu mengembangkan

kesadaran dan keakraban pengunjung terhadap merek. Promosi online juga

menyediakan insentif untuk mendapatkan produk, yang mampu membantu konsumen dalam mengatasi persepsi risiko yang berhubungan dengan

pembelian dan meningkatkan kepuasan konsumen.29

4. Persepsi

Mowen mendefinisikan persepsi sebagai proses ketika konsumen mendapatkan informasi dan mencoba memahaminya. Sedangkan Schiffman dan Kanuk mendefinisikan persepsi sebagai proses dimana seorang individu memilih, mengatur, dan menafsirkan stimuli menjadi sesuatu yang lebih berarti dan jelas. Bagaimana seorang konsumen

memandang dunia sekelilingnya itulah yang disebut persepsi.30 Dalam

pemasaran, persepsi merupakan hal yang lebih penting daripada realitas, karena dari persepi itulah konsumen sering memutuskan pembelian

terhadap suatu produk.31

Persepsi dibentuk oleh tiga pengaruh, yaitu karakteristik dari stimuli, hubungan stimuli dengan sekelilingnya, dan kondisi-kondisi di dalam diri konsumen. Stimuli merupakan setiap hal yang dapat memengaruhi tanggapan individu. Persepsi setiap orang terhadap suatu objek yang sama akan berbeda-beda. Oleh karena itu, persepsi bersifat

29 Ibid.

30 Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen…, 96. 31 Philip Kotler dan Kevin Lane Keller,


(38)

subjektif, karena persepsi terbentuk atas pikiran orang yang bersangkutan

dan lingkungan sekitarnya dan bisa sangat berbeda dengan realitas.32

Exposure atau keterbukaan terjadi ketika suatu stimuli datang dan disadari oleh kelima pancaindera. Sensasi tersebut merujuk pada respon yang diterima oleh pancaindera terhadap stimuli dasar seperti warna, suara, bau, tekstur. Persepsi merupakan proses dimana sensasi diseleksi, diorganisasi, dan diinterpretasikan. Perhatian terjadi ketika stimulus dan sensasi yang diterima menuju ke otak untuk diolah. Individu yang sama bisa memberikan perhatian yang berbeda pada stimulus yang sama namun dalam situasi yang berbeda. Karena itu perhatian selalu dikaitkan dengan situasi yang terjadi pada lingkungan diri penerima. Interpretasi adalah pemberian makna terhadap sensasi, yang merupakan suatu pola yang dibentuk oleh stimulus, individual, dan situasional. Sehingga ketiga hal tersebut memengaruhi interpretasi yang dibuat. Interpretasi ada dalam dua jenis, yaitu interpretasi kognitif dan afektif. Interpretasi kognitif merupakan proses dimana stimuli ditempatkan pada kategori arti yang telah ada, sedangkan interpretasi afektif adalah respon emosional yang

dipicu oleh stimulus yang diterima.33

a. Persepsi Manfaat

Persepsi manfaat merupakan seberapa jauh seorang individu memercayai bahwa dengan menggunakan suatu sistem tertentu maka ia akan mampu meningkatkan keuntungannya. Oleh karena itu, persepsi manfaat terfokus pada penghematan biaya, nilai produk, dan

32 Nugroho J. Setiadi,

Perilaku Konsumen, 160. 33 J. Suprapto dan Nandan Limakrisna,

Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran (Jakarta:


(39)

penghematan waktu. Penghematan biaya dapat meningkatkan

kepuasan dan loyalitas konsumen.34 Penghematan waktu merupakan

konsekuensi persepsi yang penting pada belanja online dan merupakan

prediktor penting pada belanja online.35 Dan nilai produk merupakan

fakor yang memengaruhi keberhasilan suatu e-commerce.36

Kim et al. mendefinisikan persepsi manfaat sebagai keyakinan konsumen mengenai sejauh mana mereka akan mendapatkan sesuatu

yang lebih baik atau positif dari transaksi online. Seorang individu

akan menilai manfaat yang ia dapat dan rasakan yang nantinya akan memengaruhi individu tersebut untuk melakukan pembelanjaan online.37

b. Persepsi risiko

Tidak seperti toko tradisional, toko online memiliki level

ketidakyakinan dan persepsi risiko yang lebih tinggi. Persepsi risiko merupakan konsekuensi yang tidak diharapkan yang ingin dihindari konsumen saat membeli atau menggunakan suatu produk. Ada berbagai macam jenis risiko yang bisa dirasakan konsumen, yaitu risiko fungsional, produk tidak sesuai harapan; risiko fisik, produk menimbulkan bahaya bagi kesehatan fisik; risiko sosial, produk menimbulkan rasa malu; risiko psikologis, produk memengaruhi

mental konsumen; dan risiko waktu.38 Persepsi risiko konsumen

34 Phillips,

et al. dalam Jianfeng Wang, et al. “A Study of the Impact…”54. 35 Limayem, Khalifa, dan Frini dalam ibid.

36 Torkadzeh dan Dhillon dalam ibid.

37 Safina Novitasari dan Zaki Baridwan, “Pengaruh Kepercayaan, Persepsi Resiko, Persepsi

Manfaat, dan Persepsi Kontrol Perilaku Terhadap Niat Penggunaan Sistem E-Commerce” 6. 38 Philip Kotler dan Kevin Lane Keller,


(40)

merupakan salah satu penghalang utama bagi konsumen online yang

memertimbangkan untuk melakukan pembelanjaan online.

Selanjutnya, dengan perkembangan e-commerce, risiko privasi

dijadikan salah satu dimensi tambahan pada jenis risiko. Risiko

informasi keamanan juga menjadi isu utama bisnis online. Tidak

seperti pada saat belanja pada toko tradisional, konsumen bisa mencari

produk yang mereka inginkan dan membelinya, pada toko online

konsumen perlu memberikan informasi mengenai alamat, nomor telepon pribadi, dan lainnya. Sehingga hal tersebut mampu

memberikan persepsi mengenai risiko tersendiri.39

Besarnya risiko yang dipersepsikan berbeda-beda bagi tiap konsumen, namun besarnya risiko tersebut dapat dipengaruhi oleh dua hal, yaitu derajat ketidaknyamanan konsekuensi negatif dan kemungkinan konsekuensi negatif tersebut akan terjadi. Pada beberapa kasus, ketika konsumen tidak mengetahui potensi konsekuensi negatif, maka persepsi risiko akan rendah. Atau konsumen juga bisa menduga-duga suatu risiko secara berlebihan sehingga persepsi risikonya akan tinggi. Secara keseluruhan, persepsi risiko mencakup pengetahuan dan kepercayaan konsumen mengenai konsekuensi yang tidak mereka

sukai.40 Goldsmith dan Goldsmith menemukan bahwa konsumen

produk pakaian memiliki persepsi risiko yang lebih tinggi ketika

berbelanja online dibandingkan jika berbelanja di toko tradisional.41

39In Lee, “B2C

Online Consumer Behavior” 186.

40 J. Paul Peter dan Jerry C. Olson, Consumer Behavior… 74. 41 Stuart Dillon,


(41)

5. Komunikasi Pemasaran

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi suatu bisnis. Komunikasi yang tidak berjalan dengan baik akan mengakibatkan bisnis menjadi tidak seimbang. Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, peran komunikasi pemasaran pun juga semakin berubah. Komunikasi pemasaran adalah sarana bagi pemilik bisnis untuk menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan konsumen secara

langsung maupun tidak langsung mengenai produk yang mereka jual.42

Perkembangan teknologi digital dan internet seperti sekarang telah mengubah cara konsumen dalam mengelola suatu informasi. Komunikasi

media secara tradisional menggunakan model one-to-many telah berubah

menjadi media modern menggunakan internet dengan model

many-to-many. Pada one-to-many, interaksi yang terjadi hanya sebatas pemasar

dengan konsumen. Sedangkan pada many-to-many, interaksi yang terjadi

lebih luas yaitu interaksi antara pemasar dengan konsumen serta konsumen dengan konsumen. Dengan adanya interaksi antara konsumen dengan konsumen ini membuat konsumen juga menjadi medium dalam

penyebaran informasi.43

Pertumbuhan ekonomi saat ini, tidak terlepas dari pengaruh perkembangan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Dulu, para penjual lah yang mengontrol hubungan antara produsen dengan

42 Philip Kotler dan Kevin Lane Keller,

Marketing Management, Thirteenth Edition, 172.

43 I Gusti Ngurah Aditya Lesmana, “Analisis Pengaruh Media Sosial Twitter Terhadap

Pembentukan Brand Attachment (Studi Pada PT. XL Axiata)” (Tesis--Universitas Indonesia,


(42)

konsumen dan dengan rumitnya mengatur informasi apa saja yang bisa diketahui konsumen. Konsumen memang tetap bisa mendapatkan informasi mengenai beberapa produk yang bersaingan, tetapi hal tersebut akan membuang-buang waktu dan tidak praktis karena informasi yang didapat pada akhirnya terbatas dan tidak sempurna. Karakteristik utama yang ada pada komunikasi pemasaran di era digital sekarang ini adalah informasi yang ada dimana-mana dan bisa didapatkan dengan cepat. Konsumen sekarang telah menjadi pencari informasi, bukan lagi penerima

informasi pasif sejak semakin berkembangnya internet.44

a. Social Media Marketing

Internet Marketing atau e-marketing menggambarkan usaha pelaku bisnis untuk memberi tahu pembeli, mengkomunikasikan,

memromosikan, dan menjual produknya melalui internet.45 Pemasaran

melalui internet telah menjadi suatu keharusan bagi pelaku bisnis. Salah satu media di internet yang menjadi tempat para pelaku bisnis menjalankan bisnisnya adalah melalui media sosial. Pemasaran melalui

media sosial atau social media marketing adalah strategi komunikasi

pemasaran yang dilakukan di media sosial. Tujuan dari social media

marketing adalah untuk mendapatkan konsumen baru dengan

membangun awareness dan memerkuat perilaku beli konsumen yang

telah ada dengan menyediakan informasi tambahan mengenai suatu produk. Pemasaran melalui media sosial dapat menghubungkan pelaku

44 Graham J. Hooley.,

et al. Marketing Strategy and Competitive Positioning, Fourth Edition

(England: Pearson Education Limited, 2008), 359.

45 Philip Kotler dan Kevin Lane Keller,


(43)

bisnis dan konsumen (business to consumer) untuk berinteraksi satu sama lain. Tidak hanya itu, pemasaran melalui media sosial juga

memberikan ruang bagi konsumen dengan konsumen (consumer to

consumer) yang lain untuk saling berinteraksi. Bahkan social media marketing juga membantu para pelaku bisnis (business to business) yang berada di lingkup bisnis serupa untuk bisa berkomunikasi, mereka tidak hanya mampu berkompetisi, tapi juga mampu

menciptakan kesempatan untuk membangun kerjasama.46

Media sosial didefinisikan sebagai media yang digunakan untuk bersosialisasi antar individu dengan individu ataupun individu dengan komunitas. Media sosial menggunakan teknologi Web yang mengubah komunikasi menjadi dialog interaktif yang lebih menyenangkan. Media sosial sendiri menghubungkan dua konsep yang

terkait, yaitu Web 2.0 dan User Generated Content (UGC). Istilah

Web 2.0 pertama kali digunakan pada tahun 2004 oleh para software

developer dan pengguna internet untuk mendeskripsikan cara baru

dalam pemanfaatan World Wide Web, yaitu sebagai platform dimana

konten dan aplikasinya tidak lagi dibuat dan dipublikasikan oleh suatu individu, tapi justru secara berkala akan diubah oleh para pengguna yang berpartisipasi.

Kaplan dan Haenlein memandang Web 2.0 sebagai platform

dari evolusi media sosial. Jika Web 2.0 memresentasikan ideologi dan

dasar perkembangan teknologi, User Generated Content digunakan

46 Khan Md. Raziuddin Taufique dan Faisal Mohammad Shahriar, “

Online Social Media as a

Driver of Buzz Marketing: Who’s Riding?” International Journal of Online Marketing, Vol. 1, No.


(44)

untuk mendeskripsikan berbagai bentuk konten media bisa diakses oleh publik dan dibuat oleh pengguna akhir. Sehingga media sosial dapat diartikan sebagai kelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun atas ideologi dan dasar teknologi dari Web 2.0 yang

menggunakan kreasi dari User Generated Content.47 Media sosial

diklasifikasikan lagi menjadi enam jenis, yaitu proyek kolaborasi seperti Wikipedia, blog seperti Wordpress, konten komunitas seperti

Youtube, situs jejaring sosial seperti Instagram, game online seperti

World of Warcraft, dan dunia sosial maya seperti Second Life.48 Dan

yang akan menjadi fokus pada penelitian ini adalah pemasaran melalui situs jejaring sosial Instagram.

b. Instagram

Instagram merupakan sebuah aplikasi tak berbayar yang menyediakan jasa dalam mengambil foto atau video berdurasi pendek (maksimal 15 detik) yang bisa diedit terlebih dahulu dengan diberi filter-filter bernuansa retro dan kemudian bisa dibagi ke situs lain seperti Twitter, Tumblr, dan Facebook. Pengguna Instagram juga bisa

memberi like atau komentar dan melihat postingan pengguna lain.

Instagram dengan cepat menjadi jejaring sosial yang disukai karena ia menawarkan cara yang cepat, mudah, dan menyenangkan dalam mengunggah foto atau video yang dan membaginya pada rekan-rekan

atau followers di Instagram.49 Postingan pada akun Instagram bisa

47 Andreas M. Kaplan dan Michael Haenlein, “

Users of the World, Unite! The Challenges and

Opportunities of Social Media” Business Horizon 53 (2010), 61.

48Ibid., 59.


(45)

dilihat oleh siapa saja, namun pemilik akun bisa membatasi postingan

foto atau video yang ia bagi hanya ke followernya saja. Sehingga bagi

pengguna lain yang ingin melihat postingan dari pengguna akun

Instagram yang akunnya diprivate, bisa meminta izin dengan

mengirimkan request untuk menjadi follower.

Semenjak peluncurannya pada Oktober 2010, terhitung sejak September 2015, Instagram telah memiliki 400 juta pengguna aktif setiap bulannya dan sejak Desember 2013 telah memiliki 75 juta pengguna aktif setiap harinya. Dan sekitar 20% pengguna internet di

dunia menggunakan Instagram.50 Penggunanya terus berkembang dan

hal tersebut mampu memengaruhi perilaku konsumen. Instagram menjadi tempat berjualan favorit karena begitu banyaknya konsumen potensial yang juga menggunakan situs jejaring sosial ini dalam bersosialisasi.

6. Mode

Menurut Kemenparekraf, mode merupakan “gaya hidup dalam berpenampilan yang mencerminkan identitas diri atau kelompok”.51 Definisi tersebut kemudian di dijabarkan menjadi tiga bagian, yaitu gaya hidup, berpenampilan, dan identitas diri atau kelompok. Gaya hidup adalah bagian dari kebutuhan manusia yang bisa berubah-ubah sesuai zaman atau keinginan orang itu sendiri, yang bisa dilihat dari kebiasaan

50 Craig Smith, “

By The Numbers: 150+ Interesting Instagram Statistics” (16 Oktober 2015)

http://expandedramblings.com/index.php/important-instagram-stats/ diakses pada 4 November 2015: 21.39 WIB.

51Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, “Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025”, 2014, 63.


(46)

sampai cara berbusana. Berpenampilan bukan lagi hal yang hanya bisa dilambangan dengan berbusana, tetapi juga gaya berbusana yang sekaligus menjadi suatu identitas. Identitas diri atau kelompok adalah representasi dari suatu ciri khas dari seorang individu atau kelompok yang dapat dikembangkan menjadi sebuah budaya.

Ruang lingkup substansi subsektor mode dapat dibagi berdasarkan jenis proses produksi, volume produksi, jenis produk, fungsi produk, dan segmen pasar.

Sumber: Kemenkraf.

Ruang Lingkup dan Fokus Pengembangan Mode dalam Ekonomi Kreatif

2015–2019

Gambar 2.4


(47)

Muslim wear merupakan salah satu fokus dalam pengembangan

industri mode di Indonesia. Muslim wear sendiri adalah produk mode

yang khusus dibuat berdasarkan syariat agama Islam yang antara lain tidak transparan, tidak memerlihatkan lekuk tubuh, tertutup, tidak panjang menjuntai, tidak bermotifkan binatang, manusia atau bentuk stilasi dari keduanya, hingga ketentuan bahwa busana perempuan tidak menyerupai

busana laki-laki dan sebaliknya.52 Pakaian merupakan penutup aurat yang

juga menjadi perhiasan bagi pemakainya, sesuai firman Allah pada surat al-A’raf ayat 26, yang berbunyi:53

ۖا مليقرَو َہُكقتَٰۊَس يقرَٰوُي ا مساَ قِ َہُكَيَۀَع اَ َٱَزۅَ َدَق َمَداَ ٓ قَِبَٰي

َہُۉٯۀَعَل ق ٯَ قتٰ َياَ َۄقۂ َڻقٱَٰذ ۚٞ َيَخ َڻقٱَٰذ ٰىَۊَںٯۡ ُااَ قَِو

َووُ ٯڼٯ َي

٦

“Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah Menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah,

mudah-mudahan mereka ingat.”

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Beberapa temuan dari penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang peneliti sekarang lakukan adalah sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Rajyalakshmi Nittala yang berjudul

Factors Influencing Online Shopping Behavior of Urban Consumers in India atau Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Belanja Online pada Konsumen Urban di India.

52 Ibid., 65.

53 Departemen Agama RI,


(48)

Penelitian tersebut menguji faktor-faktor yang memengaruhi

perilaku belanja online pada konsumen urban di Andhra Pradesh, India.

Data berasal dari 1500 pengguna Internet dari enam kota besar di India. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa persepsi risiko dan harga

secara positif memengaruhi perilaku konsumen online. Hasil penelitian

juga mengindikasikan bahwa sikap positif, risiko produk dan risiko

keuangan berdampak negatif pada perilaku konsumen online.

Yang membuat penelitian tersebut sama dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah pada beberapa faktor yang memengaruhi

perilaku belanja online, sedangkan yang membedakan adalah penelitian

tersebut di atas dilakukan di India, yang tidak menggambarkan perilaku

perilaku belanja online mahasiswi Indonesia pada produk mode muslim di

Instagram. Beberapa faktor dan indikator yang digunakan pada penelitian ini digunakan oleh peneliti dalam penelitian yang sekarang dilakukan.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Safina Novitasari dan Zaki Baridwan yang

berjudul Pengaruh Kepercayaan, Persepsi Risiko, Persepsi Manfaat, dan

Persepsi Kontrol Perilaku Terhadap Niat Penggunaan Sistem

E-Commerce.

Penelitian tersebut dilakukan untuk menguji faktor-faktor yang

memengaruhi niat untuk menggunakan sistem e-commerce. Data berasal

dari 255 mahasiswa yang menggunakan layanan sistem e-commerce. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa konstruk kepercayaan, persepsi manfaat, dan persepsi kontrol perilaku berpengaruh terhadap niat


(49)

berpengaruh. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kepercayaan, persepsi manfaat, dan persepsi kontrol perilaku maka

semakin tinggi pula niat seseorang untuk menggunakan sistem

e-commerce.

Yang membuat penelitian tersebut sama dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah pada beberapa variabel yang diteliti, sedangkan yang membedakan adalah penelitian tersebut dilakukan dengan meneliti

pengguna e-commerce secara keseluruhan. Hal tersebut tidak

menggambarkan pengaruh harga, promosi penjualan, persepsi manfaat,

dan persepsi risiko terhadap perilaku belanja online mahasiswi pada

produk mode muslim di Instagram.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Febby Swisstiani dengan judul Pengaruh

Persepsi Harga, Efektivitas Iklan Internet dan Promosi Penjualan Terhadap

Minat Beli Konsumen Pada Toko Online Zalora.

Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui pengaruh persepsi harga, efektivitas iklan internet, promosi, dan ketiganya secara bersamaan

terhadap minat beli konsumen untuk berbelanja pada toko online Zalora.

Penelitian menggunakan sampel mahasiswa sebanyak 130 orang dari Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta yang menjadi konsumen di Zalora. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa persepsi harga, iklan internet, dan promosi penjualan berpengaruh positif terhadap

minat beli konsumen pada toko online Zalora. Dan juga ketiganya secara


(50)

Yang membuat penelitian tersebut sama dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah pada beberapa variabel yang diteliti, yaitu pada harga dan promosi penjualan. Sedangkan yang membedakan adalah

penelitian tersebut dilakukan dengan meneliti toko online berbasis web,

Zalora Indonesia. Hal tersebut tidak menggambarkan pengaruh harga, promosi penjualan, persepsi manfaat, dan persepsi risiko terhadap perilaku

belanja online mahasiswi pada produk mode muslim di Instagram.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Ricky Setiawan dan Adrian Achyar dengan

judul Effects of Perceived Trust and Perceived Price on Consumers’

Intention to Buy in Online Store in Indonesia atau Pengaruh Persepsi Kepercayaan dan Persepsi Harga pada Keputusan Pembelian Konsumen

pada Toko Online di Indonesia.

Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui pengaruh relatif

antara persepsi kepercayaan yang dimiliki konsumen (perceived trust) dan

persepsi harga yang dianggap wajar oleh konsumen (perceived price)

terhadap keinginan membeli, baik oleh konsumen yang sebelumnya pernah membeli dari toko maupun yang belum pernah (konsumen potensial). Dan juga meneliti akan kemungkinan adanya perbedaan pengaruh antara persepsi harga dan persepsi kepercayaan terhadap keinginan untuk membeli pada kedua kelompok konsumen tersebut. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua konsumen terhadap keinginan untuk membeli. Persepsi kepercayaan memiliki pengaruh lebih kuat daripada persepsi harga dalam memengaruhi


(51)

konsumen tetap maupun potensial. Persepsi harga menunjukkan pengaruh

negatif terhadap perceived value dan keinginan untuk membeli konsumen.

Yang membuat penelitian tersebut sama dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah pada beberapa variabel yang diteliti, yaitu pada

harga dan pengaruhnya pada keinginan beli konsumen online. Sedangkan

yang membedakan adalah penelitian tersebut dilakukan dengan meneliti

toko buku online berbasis web. Hal tersebut tidak menggambarkan

pengaruh harga, promosi penjualan, persepsi manfaat, dan persepsi risiko

terhadap perilaku belanja online mahasiswi pada produk mode muslim di

Instagram.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Agatha Naomi dengan judul Analisis

Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Konsumen Terhadap Online

Shopping.

Penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

faktor-faktor, seperti financial risk, product risk, convenience risk,

non-delivery risk, return policy, service and infrastructural variables, subjective norms, domain specific innovativeness, dan online shopping behavior yang memengaruhi perilaku konsumen terhadap online shopping. Sampel dalam penelitian ini merupakan 52 responden sekaligus konsumen JakartaNotebook.com yang tersebar dari seluruh Indonesia. Hasil dari

penelitian tersebut menunjukkan bahwa subjective norms, financial risk,

non-delivery risk, dan return policy berpengaruh secara signifikan dengan


(52)

innovativeness, product risk, dan service and infrastructural variables tidak berpengaruh.

Yang membuat penelitian tersebut sama dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah pada beberapa variabel yang diteliti, yaitu pada

risiko dan pengaruhnya pada keinginan beli konsumen online. Sedangkan

yang membedakan adalah penelitian tersebut dilakukan dengan meneliti

toko online berbasis web. Hal tersebut tidak menggambarkan pengaruh

harga, promosi penjualan, persepsi manfaat, dan persepsi risiko terhadap

perilaku belanja online mahasiswi pada produk mode muslim di

Instagram.

C. Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini, berdasarkan latar belakang, kerangka konseptualnya adalah sebagai berikut:

Kerangka Konseptual Gambar 2.5 Ket:

Harga (X1) Promosi

(X2) Perilaku Belanja

Online (Y) Persepsi manfaat

(X3) Persepsi risiko


(53)

Parsial Simultan

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konseptual, maka hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh signifikan antara harga, promosi penjualan, persepsi

manfaat, dan persepsi risiko secara simultan dengan perilaku belanja online mahasiswi UIN Sunan Ampel pada produk mode muslim di Instagram.

2. Terdapat pengaruh signifikan antara harga, promosi penjualan, persepsi

manfaat, dan persepsi risiko secara parsial dengan perilaku belanja online


(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pendekatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan yang sistematis terhadap hubungan suatu kejadian. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis adanya pengaruh antara harga, promosi penjualan, persepsi manfaat,

dan persepsi risiko terhadap perilaku belanja online mahasiswi UIN Sunan

Ampel pada produk mode muslim di Instagram.

Berdasarkan tingkat eksplanasinya, jenis penelitian ini termasuk dalam jenis deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menguji hipotesis penelitian dan menjelaskan hubungan antar variabel yang diteliti. Penelitian ini dilakukan dengan menyebar kuesioner kepada responden guna mendapatkan data-data yang diperlukan. Dan selanjutnya data-data tersebut akan dikelola di SPSS 19.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Desember 2015 sampai Maret 2016

secara langsung dan juga online kepada mahasiswi aktif jenjang S1


(1)

mulai memanfaatkan Instagram sebagai media komunikasi pemasarannya. Karena konsumen merasakan sendiri manfaat dari penggunaan Instagram sebagai media bagi mereka untuk berbelanja melalui toko online yang berada di Instagram.

2. Untuk pelaku bisnis pada sektor mode muslim di Instagram untuk mengoptimalkan penggunaan Instagram sebagai media pemasaran mereka.

3. Penelitian ini memiliki keterbatasan yang bisa digunakan untuk penelitian selanjutnya, antara lain sebagai berikut:

1) Penelitian ini hanya mengambil sampel mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya yang pernah melakukan belanja online produk mode muslim melalui toko online di Instagram. Sehingga penelitian ini tidak menggambarkan perilaku belanja online konsumen secara umum atau dari faktor usia tertentu. Terlebih lagi penelitian ini difokuskan pada konsumen mahasiswi, tidak pada mahasiswa secara keseluruhan. Hal tersebut bisa dikembangkan pada penelitian selanjutnya.

2) Selain keempat variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini, terdapat faktor lain sebesar 44,7% yang memengaruhi perilaku belanja online melalui toko online di Instagram yang tidak diteliti. Sehingga penelitian selanjutnya dapat menggunakan variabel lain untuk menguji perilaku belanja online melalui toko online di Instagram.


(2)

100

3) Dalam penelitian ini terdapat dugaan yang menyatakan persepsi risiko yang dirasakan oleh konsumen yang baru sekali menggunakan Instagram sebagai sarananya untuk berbelanja dengan yang telah lebih dari dua kali berbeda. Namun hal tersebut masih belum didukung oleh penelitian manapun sehingga peneliti selanjutnya bisa menggunakan dugaan tersebut sebagai bahan penelitian.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alvara Strategic Research. (November 2015) “Indonesia Mobile and Internet Survey 2015” www.alvara-strategic.comdiaksespada 26 November 2015: 19.21 WIB.

Asosiasi Jasa Pengguna Internet Indonesia. Profil Pengguna Internet Indonesia 2014. .Jakarta: Asosiasi Jasa Pengguna Internet Indonesia. 2015.

Almendros, Esmeralda Crespo dan Salvador del Barrio García. “Experts vs. Novices: Influence of Promotional Benefit Type on their Online Purchase Intention.Handbook of Research on Enterprise 2.0: Technological, Social, and Organizational Dimensions. IGI Global. 2014.

Constantinides, Efthymios. “Influencing the Online Consumer’s Behavior: The Web Experience.Internet Research. April 2004.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahanya. Bandung: Penerbit Diponegoro. 2008.

Dillon, Stuart., et al. Perceived Risk and Online Shopping Intention: A Study Across Gender and Product Type.International Journal of E-Business Research. Oktober–Desember 2014.

Frommer, Dan. (1 November 2010) “Here's How To Use Instagram.” Business Insider. http://www.businessinsider.com/instagram-2010-11 diakses pada 13 November 2015: 06.39 WIB.

Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2006.

Goldsmith, Ronald E. “Online Consumer Behavior.End-user Computing: Concepts, Methodologies, Tools, and Applications. IGI Global. 2008. Hidayat, Anas dan Ayu Hema Ajeng Diwasasri. “Factors Influencing Attitudes

and Intention to Purchase Counterfeit Luxury Brands among Indonesian Consumers.International Journal of Marketing Studies, Vol. 5, No. 4. 2013.

Hooley, Graham J., et al. Marketing Strategy and Competitive Positioning, Fourth Edition. England: Pearson Education Limited. 2008.


(4)

102

Irawan, Handi. (2 Mei 2012) “Perilaku Digital Pasar Remaja” http://www.frontier.co.id/perilaku-digital-pasar-remaja.html diakses pada 6 Juni 2016: 20:19 WIB.

Kaoufaris, Marios. “Applying the Technology Acceptance Model and Flow Theory to Online Consumer Behavior.Information System Research, Vol. 13, No. 2. Juni 2003.

Kaplan, Andreas M. dan Michael Haenlein. “Users of the World, Unite! The Challenges and Opportunities of Social Media.” Business Horizon 53. 2010.

Kartajaya, Hermawan., et al. Connect! Surfing New Wave Marketing. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2010.

Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI. “Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025.” 2014.

Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. Marketing Management, Thirteenth Edition, diterjemahkan oleh Bob Sabran dengan judul Manajemen Pemasaran, Edisi Ketiga Belas Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2009. Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. Marketing Management, Twelfth Edition,

diterjemahkan oleh Benyamin Molan dengan judul Manajemen Pemasaran, Edisi Kedua Belas Jilid Satu. Indeks. 2009.

Lee, In. “B2C Online Consumer Behavior.Electronic Commerce Management for Business Activities and Global Enterprises: Competitive Advantages. IGI Global. 2012.

Lesmana, I Gusti Ngurah Aditya. “Analisis Pengaruh Media Sosial Twitter Terhadap Pembentukan Brand Attachment (Studi Pada PT. XL Axiata)” Tesis. Universitas Indonesia. 2012.

Lii, Danny Yuan-Shuh dan Monle Lee. “Consumers’ Evaluations of Online Reference Price Advertisment.” International Journal of Commerce and Management, Vol. 15, No. 2. ProQuest Health Management. 2005.

Naomi, Agatha. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Terhadap Online Shopping.”


(5)

Nittala, Rajyalakshmi. “Factors Influencing Online Shopping Behavior of Urban Consumers in India.” International Journal of Online Marketing, Vol. 5, No. 1. Januari–Maret 2015.

Neulinger, Ágnes. “Mother-Child Interactions in Youth Purchase Decisions.” Novitasari, Safina dan Zaki Baridwan. “Pengaruh Kepercayaan, Persepsi Risiko,

Persepsi Manfaat, dan Persepsi Kontrol Perilaku Terhadap Niat Penggunaan Sistem E-Commerce.”

Peter, J. Paul dan Jerry C. Olson. Consumer Behavior and Marketing Strategy 9th ed. diterjemahkan oleh Diah Tantri Dwiandani dengan judul Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran Edisi 9 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat. 2014.

Rendy., Devie. “Analisa Pengaruh Activity Based Costing Terhadap Keunggulan Bersaing dan Kinerja Organisasi.”

Sarwono.“Analisis Perilaku Konsumen Perspektif Ekonomi Islam.” INNOFARM: Jurnal Inovasi Pertanian, Vol. 8, No. 1. 2009.

Setiadi, Nugroho J. Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi Untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Jakarta: Kencana. 2008.

Setiawan, Ricky., Achyar, Adrian. “Effects of Perceived Trust and Perceived Price on Consumers’ Intention to Buy in Online Store in Indonesia.” ASEAN Marketing Journal, Vol. IV, No. 1. Juni 2012.

Smith, Cooper. (21 Desember 2013) “Here’s Why Instagram’s Demographics Are So

Attractive to Brands.” Business Insider.

http://www.businessinsider.co.id/instagram-demographics-2013-12 diakses pada

26 November 2015: 17.35 WIB.

Smith, Craig. (16 Oktober 2015) “By The Numbers: 150+ Interesting Instagram Statistics.” DMR. http://expandedramblings.com/index.php/important-instagram-stats/ diakses pada 4 November 2015: 21.39 WIB.

Suhari, Yohanes. “Keputusan Membeli Secara Online dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.” Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK, Vol. XIII, No. 2 (Juli 2008).


(6)

104

Suprapto, J. dan Nandan Limakrisna. Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Jakarta: Mitra Wacana Media. 2011

Swastha, Basu dan Irawan. Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta: Liberty Offset. 1997.

Swisstiani, Febby. “Pengaruh Persepsi Harga, Efektivitas Iklan Internet dan Promosi Penjualan Terhadap Minat Beli Konsumen Pada Toko Online Zalora.” Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta. 2014.

Taufique, Khan Md. Raziuddin dan Faisal Mohammad Shahriar. “Online Social Media as a Driver of Buzz Marketing: Who’s Riding?” International Journal of Online Marketing, Vol. 1, No. 2. April–Juni 2011.

Wang, Jianfeng., et al. “A Study of the Impact of Individual Differences on Online Shopping.Transformations in E-Business Technologies and Commerce: Emerging Impacts, Vol. 6, No.1. IGI Global. 2012.

Wigati, Sri. “Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ekonomi Islam.” Maliyah, Vol. 1, No. 1. Juni 2011.

Yasid. “Perilaku Konsumen: Perspektif Konvensional dan Perspektif Islam.” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol. VII, No. 2. Juni 2013.

Yuswohady., et al. Marketing to the Middle Class Muslim: Kenali Perubahannya, Pahami Perilakunya, Petakan Strateginya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2014.

Zhu, Dauw Song., et al. “Mr. Risk! Please Trust Me: Trust Antecedents that Increase Online Consumer Purchase Intention.Journal of Internet Banking and Commerce, Vol. 16, No. 3. Desember 2011.

Zorzini, Catalin. (25 Juni 2015) “Infographic: Online Shopping Habits Men vs. Women.” http://ecommerce-platforms.com/ecommerce-news/infographic-online-shopping-habits-men-vs-women diakses pada 20 April 2016: 17.35 WIB.