MAKNA RITUAL PANGURASON BAGI PEZIARAH BATU SAWAN DI DESA SARI MARRIHIT KECAMATAN SIANJUR MULA-MULA, KABUPATEN SAMOSIR.

(1)

Makna Ritual Pangurason Bagi Peziarah Batu Sawan di Desa Sarimarrihit

Kecamatan Sianjurmulamula Kabupaten Samosir

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh : Arjuna Bakkara

Nim. 309122006

PENDIDIKAN ANTROPOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

ARJUNA BAKKARA. NIM 309122006. Makna Ritual Pangurason Bagi Peziarah Batu Sawan di Desa Sari Marrihit Kecamatan Sianjur Mula-Mula, Kabupaten Samosir. Program Studi Pendidikan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan.

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan informasi mengenai makna ritual

Pangurason bagi peziarah Batu Sawan di Desa Sari Marrihit, Kecamatan Sianjur Mula-Mula Kabupaten Samosir. Kemudian penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui asal- usul Batu Sawan dijadikan tempat keramat oleh masyarakat Batak Toba dan dijadikan sebagai objek yang patut dijiarahi. Selanjutnya penelitian ini juga bertujuan untuk melihat tata cara pelaksanaa ritual serta media-media yang digunakan dalam pelaksaan Ritual Pangurason

tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode ini digunakan dengan melihat dan menganalisis gambaran proses pangurason yang dilakukan oleh para peziarah yang datang ke Batu Sawan. Proses pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan wawancara dengan informan yang terdiri dari masyarakat sekitar Batu Sawan dan para peziarah Batu Sawan. Kemudian melakukan dokumentasi atas proses jalannya ritual. Batu Sawan merupakan tempat ziarah yang dipercaya oleh sebagian masyarakat Batak Toba dapat mendatangkan berkat. Batu Sawan sendiri meruapak sebuah air terjun yang bermuara ke sebuah batu berbentuk Cawan atau mangkuk (dalam bahasa Toba disebut Sawan). Awal dijadikannya Batu Sawan Ini bermula dari ilham yang didapat oleh seorang tetua yaitu A. Dapot Limbong yang mendapat pesan dari Si Raja Uti (leluhur masyarakat Batak) agar Batu Sawan terebut dibersihkan kembali karena merupakan sumber air yang mampu menyembuhkan penyakit dan mampu mendatangkan berkat dan rejeki terhadap orang yang datang ke tempat tersebut. Ritual

Pangurason dilakukan dengan dua tahapan upacara yaitu Persembahan Sesajen Kepada Dewa Tanah (Pasahatton Parsantabion tu Boras Pati ni Tano) dan Persembahan Sesajen kepada Persekutuan Leluhur dan Mula Jadi Na Bolon (Pasahatton Pelean Sipanganon Masak). Ritual Pangurason bermakna sebagai simbol penyucian diri dan perberian sesajen serta simbol permohonan berkat kepada leluhur dan Tuhan yang Maha Pencipta. Ritual ini juga dipercaya sebagai media pengobatan terhadap berbagai macama penyakit yang diderita oleh para peziarah. Melalui Air Batu Sawan yang dibawa pulang oleh para peziarah dipercaya akan menjadi simbol berkah dan akan membawa kemakmuran bagi mereka.


(6)

Kata pengantar

puji dan syukur penulis panjatkan kepada tuhan yang maha kuasa atas berkat dan kasih karunianya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “makna ritual pangurason bagi peziarah batu sawan di desa sarimarrihit kecamatan sianjurmulamula kabupaten samosir ini dengan baik. Skripsi ini yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di program studi pendidikan antropologi fakultas ilmu sosial universitas negeri medan

Penulis berharap tulisan ini bisa bermanfaat kepada semua pihak yang membacanya baik untuk tujuan pemahaman maupun untuk penelitian lebih lanjut. Meskipun demikian, penulis juga berharap untuk diberikan saran dan masukan agar skripsi ini menjadi lebih baik.

Dalam penyusunan skripsi ini, tentunya melibatkan berbagai pihak. Maka penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan serta dukungan :

1. Bapak rektor unimed, prof.dr. Ibnu hajar damanik, m.s 2. Bapak dekan fakultas ilmu sosial unimed, dr. H. Restu m.s

3. Ibu ketua prodi pendidikan antropologi fis unimed, dra. Puspitawati, m.si

4. Bapak drs.waston malau, sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing saya selama masa perkuliahan.

5. Ibu dra. Trisni andayani, m.si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan pikiran kritis dan ilmu yang sangat berkualitas dan motivasi demi selesainya skripsi ini. Terima kasih bu, semoga ibu selalu sukses dalam setiap aktivitas.

6. Ibu murni eva marlina, s.sn, m.si dan ibu noviy hasanah, s,sos, m.hum sebagai dosen penguji. Terima kasih atas saran dan masukannya dalam penyusunan skripsi ini.

7. Seluruh bapak dan ibu dosen yang berada di prodi pendidikan antropologi fis unimed, atas didikan dan pengajaran yang semakin berkembang khususnya bapak drs. Tumpal


(7)

simarmata m,si dan ibu murni eva marlina, s.sn, m.si yang selalu memotivasi dan mengingatkan saya.

8. Kepada tulang a. Dapot limbong, selaku informan kunci saya sekaligus keluarga yang telah memfasilitasi saya selama saya melakukan penelitian, dan memberikan informasi yang banyak, serta tak ketinggalan tulang pak kembar limbong, pak angle limbong dan seluruh informan yang sudah dicantumkan namanya di lampiran, sai anggiat ma lam tu ganjang na umur muna jala di ramoti debata (semoga tuhan yang maha esa memberikan umur yang panjang juga kesehatan serta diberikan berkah yang berlimpah) agar kiranya kita bisa bertemu lagi di masa yang akan datang untuk menggali lebih dalam dan melestarikan nilai-nilai luhur budaya batak (habatakon) untuk diwariskan kepada generasi batak.

9. Bapak reinhard limbong selaku kepala desa sarimarrihit dan staf yang telah bersedia mengizinkan saya meneliti di daerahnya dan memberikan data.

10.Teristimewa saya ucapkan terimakasih kepada ayahanda theodore galimbat bakkara (oppu satti rea, dan ibunda tercinta t.situmorang) yang tidak henti-hentinya mendidik, memberikan dukungan moral dan materil serta mendoakan saya hingga bisa mencapai gelar sarjana pendidikan.

11.Saudara-saudara saya naposo bulung parmalim medan khususnya adikku herlina br.lumban raja di fe unimed, senang telah kenal denganmu juga terimakasih banyak dek telah memberikan dukungan dan saya termotivasi atas itu semua, semoga cepat menyusul menyelesaikan studynya agar kiranya kita bisa bekerjasama untuk menggali lebih dalam nilai-nilai luhur budaya batak (habatakon) di hari yang akan datang.

12.Terima kasih juga saya ucapkan kepada bang arnold simanjuntak fotografer dari gfja (galeri foto jurnalistik antara) jakarta yang telah membantu saya dalam hal moral dan materil.


(8)

13.Saudara-saaudara seperjuangan “onom sahudon” : gunawan manalu s.pd (ama di onom sahudon), fernandes sinaga, s.pd (kalonda), haposan situmorang, s.pd. (sanvima),. Juniandi sinaga, s.pd (penasihat di onom sahudon), fretdy manurung s.pd. (eyang subur)

serta semua orangtua dari “onom sahudon” yang telah mendoakan kami. Atas kebersamaan yang telah kita lalui selama ini dan teman-teman sebangsa dan setanah air serta seperjuangan di prodi pend.antropologi 2009 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. “we are the champion”.

14.Abangda dan kakanda pend. Antropologi 2008, adinda pend. Antropologi 2010, 2011, 2012,2013 terima kasih atas doanya.

15.Sahabat-sahabatku raritis so bada band martinio ni soara (bang mike tampu bolon,bangg fiano scarfello gultom, bang thoms dan bang ricky naibaho alias pak mentri.

16.Keluarga besar perguruan kung-fu naga sakti indonesia cabang unimed, bang bospen lee l.toruan, bang agus lee puba, bang frans surya l.toruan (surya wong), bang arys-fu sihite, bang daniel saragi-fu (laccip), bang ratto-fu manalu, bang andika-fu, bang surya oktavianus,bang mariaman situmorang, kak octa-fu, kak martina-fu.

Serta kepada seluruh pihak –pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu. Semoga tuhan membalas semua kebaikan bapak, ibu, saudara/saudari dan diberikan segala penyertaannya.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini belum begitu sempurna. Oleh karena itu penulis harap saran masukan yang baik dan berguna agar menjadi lebih dan bermanfaat kepada semua pihak yang membacanya baik untuk tujuan pemahaman maupun untuk penelitian lebih lanjut.


(9)

Medan, agustus 2013

Penulis, Arjuna bakkara Nim. 309 122 006


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 3

1.3. Perumusan Masalah ... 4

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ... 6

2.1. Kajian Pustaka ... 6

2.1.1. Masyarakat Batak Toba ... 6

2.1.2. Ziarah ... 7

2.2. Kerangka Konsep ... 7

2.2.1. Ritual Pangurason ... 7

2.2.2. Sistem Religi ... 8

2.3. Landasan Teori... 10

2.3.1. Makna ... 10

2.3.2. Simbol ... 11

2.4. Kerangka Berpikir ... 13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 16


(11)

3.2. Lokasi Penelitian ... 16

3.3. Objek Penelitian ... 17

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 18

3.4.1. Observasi... 18

3.4.2. Wawancara (Interview) ... 18

3.4.3. Dokumentasi ... 19

3.5. Teknik Analisis Data... 19

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN ... 21

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 21

4.1.1. Keadaan Geografis ... 21

4.1.2. Keadaan Demografis Desa Sari Marrihit (Lokasi Penelitian) ... 23

4.1.3. Jumlah Penduduk ... 24

4.1.4. Suku Bangsa... 25

4.1.5. Mata Pencaharian ... 25

4.1.6. Pendidikan... 26

4.1.7. Sarana dan Prasarana ... 26

4.1.8. Sistem Religi ... 26

4.1.9. Sistem Sosial Budaya ... 27

4.2. Hasil Penelitian ... 29

4.2.1. Sejarah Pangurason Dalam Kajian Mitologi Batak ... 29

4.2.2. Asal Mula Batu Sawan Dijadikan Tempat Keramat ... 34


(12)

4.2.3.1. Persembahan Kepada Dewa Tanah ( Parsantabian tu Boras Pati Ni Tano)

Dalam Acara Pangurason Di Batu Sawan ... 35

4.2.3.2. Sesajen Persekutuan Yang Dipersembahakan Untuk Yang Maha Kuasa (Pasahatton Pelean Sipanganon Masak Manang Pelean Parsaoran ... 36

4.2.4. Makna Simbol Sesajen Dalam Acara Parsattabian Tu Boras Pati Ni Tano Dan Acara Pasahathon Sipanganon Masak dalam Ritual Pangurason Di Batu Sawan... 42

4.2.4.1. Bunyi Kutipan Doa-Doa (Tonggo-tonggo Parsattabian Tu boras Pati ni Tano) Dalam Acara Pangurason Dibatu Sawan ... 46

4.2.4.2. Tujuan Acara Parsattabian Tu Boras Pati Ni Tano Dalam Acara Pangurason Di Batu Sawan ... 49

4.2.5. Sesajen Yang Dipersembahkan Untuk Persekutuan Leluhur (Pasahathon Pelean sipanganon Masak Manang Pelean Parsaoran) dalam acara pangurason dibatu sawan .... 53

4.2.5.1. Bunyi Tonggo-tonggo pasahathon sipanganon masak dalam acara pangurason di Batu Sawan ... 54

4.2.6. Tujuan Persebahan Sesajen Yang Dipersembahkan Untuk Yang Maha Kuasa (Pasahathon Sipanganon Masak) Dalam Acara Pangurason Di Batu Sawan ...59s 4.2.7. Makna Ritual pangurason pada Ziarah ke batu Sawan ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

5.1. Kesimpulan ... 63

5.2. Saran ... 66 Daftar Pustaka


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang hidup dalam lingkup budayanya masing-masing. Budaya yang beraneka ragam ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sendiri merupakan masyarakat yang majemuk. Kemajemukan bangsa itu ditandai oleh adanya kelompok bangsa yang mempunyai cara-cara hidup (tradisi) kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat suku bangsanya sendiri.

Salah satu upaya manusia untuk mempertahankan dan mengembangkan budayanya adalah kemampuannya untuk mengembangkan sistem religi, karena sistem religi manusia mampu beradaptasi untuk menyesuaikan diri atau hidupnya dengan alam sekitar,dan di samping itu juga manusia mampu meningkatkan fungsi sosial dari adat istiadat,tingkah laku manusia,dan pranata-pranata sosial.

Tiap masyarakat memiliki pengetahuan tentang pengetahuan religi. Oleh karena itu maka setiap masyarakat memiliki keunikan tersendiri dalam menanggapi suatu hal atau kejadian di lingkungan sekitarnya karena adanya pengetahuan yang diwariskan oleh nenek moyang mereka sebagai pendahulu.misalnya Maniti ari (penentuan hari baik menurut kalender Batak) merupakan salah satu contoh dari penentuan hari baik bercocok tanam dan termasuk pantangan yang harus dielakkan yang tidak banyak diketahui masyarakat di luar Toba. Hal ini menandakan bahwa ada pengetahuan tersendiri dalam masyarakat Batak Toba terkait dengan “maniti ari” menentukan hari baik yang masih dipakai sebagian kecil masyarakat Batak Toba sampai saat ini.

Menurut Tylor ( Gultom 2010 : 14 ) asal mula agama pada awalnya berangkat dari kesadaran manusia akan adanya jiwa. Maka dengan itu timbullah bahwa terjadinya gerak adalah karena adanya sesuatu kekuatan yaitu jiwa. Dengan demikian orang Batak Toba


(14)

memiliki sesuatu kekuatan jiwa, sehingga mereka mulai mentransformasikan kesadaran akan adanya jiwa menjadi suatu keyakinan kepada mahluk – mahluk yang mendiami alam sekeliling manusia dan inilah menurut mereka bentuk dari agama tertua.

Pangurason merupakan salah satu dari beberapa kepercayaan yang ada pada masyarakat Batak Toba yang ditujukan untuk pembersihan jiwa dan mengusir roh jahat atau pensucian diri baik secara jasmani maupun rohani terhadap yang Maha Kuasa atau “Mula

Jadi Nabolon”. Pangurason sering dapat dijumpai hampir di setiap upacara-upacara adat maupun religi pada masyarakat Batak Toba. Salah satu upacaranya adalah ziarah ke tempat-tempat suci seperti makam orang tua dan tempat-tempat keramat. Dalam penelitian ini penulis membahas tentang Pangurason yang terdapat di Batu Sawan, Gunung Pusuk Buhit. Batu Sawan merupakan sebuah tempat keramat bagi masyarakat Batak Toba yang dipercaya merupakan sebuah sumber mata air yang menjadi tempat Si Raja Uti (keturunan Si Raja Batak generasi ke-3) “manguras” atau menyucikan diri. Batu sawan merupakan sebuah air terjun yang mengalir dan di bawah alirannya terdapat sebuah batu berbentuk sawan (Mangkok). Dan sampai saat ini Batu Sawan tersebut sering dikunjungi oleh orang Batak untuk melaksanakan ritual, baik dari masyarakat sekitar bahkan dari luar daerah tersebut. Walaupun mayoritas orang yang berkunjung ke sana adalah sudah memeluk agama wahyu dan orang yang sudah berpendidikan tinggi, namun mereka masih tetap mempercayai ritual tersebut dan datang ke tempat itu untuk berziarah dan melakukan ritual pembersihan diri di sana dan memohon berkat dari yang maha kuasa “Mulajadi Na Bolon” meskipun ritual tersebut sudah diluar dari bagian agama yang mereka anut namun mereka percaya dan datang ke tempat tersebut. Hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti apa sebenarnya makna dari pangurason itu.

1.2. Identifikasi Masalah


(15)

1. Tata cara pelaksanaan ritual Pangurason bagi peziarah Batu Sawan di Desa Sarimarrihit Kecamatan Sianjurmulamula Kabupaten Samosir.

2. Alat-alat dan sesajen dalam ritual Pangurason di Desa Sarimarrihit Kecamatan Sianjurmulamula Kabupaten Samosir

3. Pelaku ritual pangurason di Desa Sarimarrihit Kecamatan Sianjurmulamula Kabupaten Samosir

4. Makna ritual Pangurason di Desa Sarimarrihit Kecamatan Sianjurmulamula Kabupaten Samosir

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka rumusan masalahnya dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana asal mulanya Batu Sawan dijadikan tempat keramat bagi peziarah di Desa Sarimarrihit Kecamatan Sianjurmulamula Kabupaten Samosir ?

2. Bagaimana tata cara pelaksanaan Pangurason pada ziarah Ke Batu Sawan di Desa Sari marrihit Kecamatan Sianjur Mulamula Kabupaten Samosir ?

3. Media apa sajakah yang dibutuhkan untuk Pangurason pada ziarah ke Batu Sawan Di Desa Sari marrihit Kecamatan Sianjur Mulamula Kabupaten Samosir ? 4. Apa Makna Pangurason pada ziarah ke Batu Sawan Di Desa Sari marrihit

Kecamatan Sianjur Mulamula Kabupaten Samosir ? 1.4. Tujuan Penelitian


(16)

1. Untuk mengetahui asal usul Batu Sawan di Desa Sarimarrihit Kecamatan Sianjurmulamula Kabupaten Samosir dijadikan tempat keramat bagi peziarah.

2. Untuk mengetahui tata cara pelaksanaan Pangurason di Desa Sari marrihit Kecamatan Sianjur Mula-mula Kabupaten Samosir

3. Untuk merngetahui media yang terdapat dalam ziarah ke Batu Sawan Di Desa Sari marrihit Kecamatan Sianjur Mula-mula Kabupaten Samosir

4. Untuk mengetahui makna Pangurason bagi peziarah Batu Sawan Di Desa Sari Marrihit Kecamatan Sianjur Mula-mula Kabupaten Samosir

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Menambah pengetahuan penulis dan pembaca apa makna Pangurason bagi Peziarah Batu Sawan di desa Sari Marrihit Kecamatan Sianjur Mula-mula Kabupaten Samosir. 2. Menambah informasi bagi penyuluhan kepada generasi muda tentang pelestarian dan pengangkatan budaya batak yang bernuansa ketradisionalan yang sudah ditinggalkan sebagian besar masyarakat Batak Toba.

3. Untuk memperkaya perpustakaan Universitas Negri Medan khususnya Fakultas Ilmu Sosial.


(17)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan

Batu Sawan pada awalnya adalah bernama Aek Malum (Air Penyembuh). Aek Malum ini sendiri dipercaya oleh sebagian masyarakat Batak Toba sebagai tempat Si Raja Uti menyucikan diri terhadap Mula Jadi Na Bolon (Tuhan Maha Pencipta). Si Raja Uti adalah salah satu dari leluhur orang Batak yaitu putera sulung dari Guru Tatea Bulan yaitu anak sulung dari Si Raja Batak. Si Raja Uti dipercaya juga oleh sebagian dari masyarakat Batak Toba adalah seorang utusan dari Mula Jadi Na Bolon yang dijadikan sebagai Nabi sebagai pembawa kebenaran akan ajaran Habatakon (nilai-nilai luhur Batak)

Kemudian Aek Malum berubah nama menjadi Batu Sawan ketika Bapak A. Dapot Limbong (Juru Kunci Aek Malum atau Batu Sawan sekarang) mendapatkan mandat dari Si Raja Uti lewat mimpi beliau agar memperhatikan Aek Malum. Lewat mimpi beliau juga Si Raja Uti berpesan bahwa air tersebut juga mampu menjadi sumber berkat dan menyembuhkan penyakit bagi setiap orang yang datang menjiarahinya. Kemudian mimpi beliau tersebar ke sebagian orang melalui mulut ke mulut dan pada akhirnya Aek Malum ini dijadikan orang menjadi tempat keramat. Karena bentuk aliran air tesebut pun berbentuk cawan maka sumber air tersebut diganti menjadi Batu Sawan (dalam bahasa Toba Cawan disebut Sawan).

“Pangurason” dalam pensucian diri dan pengusiran roh jahat merupakan salah satu dari beberapa kebiasaan yang ada pada masyarakat Batak Toba yang ditujukan untuk pembersihan jiwa dan mengusir roh jahat atau pensucian diri baik secara jasmani maupun

rohani terhadap yang Maha Kuasa atau “Mula Jadi Nabolon”. serta di percaya dapat menyembuhkan orang dari penyakit.


(18)

Ritual Pangurason ini dilakukan dengan dua tahapan acara yaitu pasahatto parsantabion tu Boras Pati Ni Tano ( Persembahan Sesajen kepada Dewa Tanah) dan

Pasahatton Pelean Sipanganon Masak ( Persembahan Sesajen kepada Persekutuan Leluhur dan Mula Jadi Na Bolon). Pasahatton Parsantabion Tu Boras Pati ni Tano dilakukan dengan meyembelih seekor kambing putih dan sesajen lainnya. Darah kambing putih tersebut dikucurkan ke dalam galian tanah yang sudah dibuat sebelumnya beserta buah jeruk purut dan daun sirih. Acara ini merupakan sebuah simbol penyembahan dan permohonan kepada Dewa Tanah agar memberikan berkat dan kemakmuran terhadap orang yang memberikan sesajen tersebut.

Kemudian acara Pasahatton Sipanganon Masak atau yang disebut dengan Pelean Parsaoran (sesajen untuk persekutuan Leluhur dan Mula Jadi Na Bolon). Acara dilakukan dengan memberikan sesajen yang terdiri dari berbagai macam sesajen antara lain Sembelihan Kambing, Ihan (Ikan Batak), Sembelihan Ayam Jantan Merah,dan berbagai macam sayuran lainnya. Acara ini bermakna sebagai simbol pemujaan dan permohonan kepada para leluhur dan Tuhan Maha Pencipta agara peziarah diberikan rezeki, keselamatan dan djauhkan dari berbagai macam penyakit.

Adapun media yang menjadi alat komunikasi dengan para leluhur yang dipuja dalam Ritual ini adalah Raja Panuturi dan sesajen-sesajen lainnya serta air dari Batu Sawan yang dipercaya sebagai Simbol berkat dari Leluhur. Setelah Ritual selesai dilakukan Air Batu Sawan akan diambil oleh para peziarah untuk dibawa pulang dan diminum setiap mereka merasa ingin atau terpanggil untuk meminumnya. Air tersebut pun diminum dengan maksud sebagai obat atau air berkat bagi para peziarah tersebut.

Bila dimaknai, tujuan pangurason ini bagi peziarah yang melakukan ritual pangurason adalah sebagai ritual yang bertujuan menolak bala, dan agar supaya mereka yang datang


(19)

untuk melakukan ritual pangurason mendapat kemakmuran dan selalau di berkati Mula Jadi Nabolon (yang maha kuasa) dalam melakukan segala aktivitas mereka.

Jika digolongkan ke dalam jenis ritual yang ada contohnya seperti ritual “Maniti ari” penentuan hari baik dalam bercocok tanam di masa lalu misalnya, maka ritual “pangurason” dapat digolongkan sebagi sebuah peninggalan ritual tua. Kemudian acara Pangurason ini memiliki aturan-aturan yang lengkap yang dilakukan sebagai sebuah symbol penyembahan.

Pangurason ini bisa dikatakan sebagai ritual pemujaan karena memang kegiatan mereka berhubungan dengan aktivitas magic.

Walaupun saat ini pelaku Ziarah dan Pangurason telah mayoritas beragama Kristen dan dan telah banyak dipengaruhi kebiasaan modern namun kearifan-kearifan local berupa adat maupun pengetahuan mistis contohnya pangurason yang merupakan peninggalan ritual tua yang berbentuk pengetahuan dan kepercayaan mistis masih di jalankan oleh sebagian masyarakat Batak, terbukti seperti facta yang peneliti temukan ketika peneliti tinggal di

lokasi penelitian selama hampir dua bulan lamanya, setiap harinya “batu sawan” tersebut selalu di padati panegunjung dengan tujuan ziarah dan melakukan pangurason. Karena mereka yakin dan percaya bahwa jauh sebelum ajaran agama luar masuk seperti Kristen dan islam khususnya yang menjadi agama mereka dan agama mayoritas orang batak sekarang, leluhur mereka sudah mengenal Tuhan dan telah melakukan praktik konsep ketuhanan. Agama batak asli dahulunya sudah ada yang merupakan sebuah kepercayaan Terhadap

Tuhan Yang Maha Esa “Mula Jadi Na Bolon” sebagai pencipta langit, manusia dan bumi

yang tumbuh dan berkembang sejak dahulu kala.

Dan prosesi ritual Pangurason dapat dimaknai sebagai persekutuan antara manusia

dengan Roh leluhur yang mempunyai karunia dan persekutuan dengan “Mula jadi na bolon”

atau Tuhan yang maha kuasa. 5.2.Saran


(20)

Desa Sari Marrihit merupakan desa yang terletak di Kecamatan Sianjurmulamula, Kabupaten Samosir, berjarak sekitar 15 km dari Pangururan Salah satu tempat yang yang ternyata menyimpan banyak cerita bersejarah, Namun tak banyak yang tahu tentang potensi yang dimilikinya. Diantaranya adalah kekayaan budaya yang dapat digali dan bernilai jual lebih jika dikembangkan. Hanya saja kondisinya akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan, akibat pengelolaan yang tidak berpihak pada pelestarian.

Sejak puluhan tahun lalu ritual-ritual tua pada masyarakat Batak banyak yang lenyap oleh karena segala perubahan yang datang ke tanah batak khususnya Desa Sarimarrihit oleh karena segala perubahan yang datang. Namun ada baiknya sebagai generasi muda sekarang kita menggali kebiasaan-kebiasaan leluhur kita dalam upaya penemuan jati diri bangsa kita. Peneliti berharap atau menyarankan kepada peneliti selanjutnya agar lebih menggali lebih

dalam tentang ritual tua, khususnya ritual “pangurason” di Batu Sawan agar kiranya ritual ini lebih terangkat lagi ke permukaan sehingga generasi muda semakin mengetahui betapa kayanya nilai-nilai yang terkandung dalam budaya Batak, karena ritual “pangurason” juga merupakan bagian dari budaya Batak yang tak terlepaskan.

Peneliti juga berharap besar kepada instansi terkait agar kiranya mensosialisasikan kepada generasi muda tentang betapa pentingnya memahami dan melesstarikan mahakarya para leluhur, sebab di dalamnya terdapat nilai-nilai moral yang sangat tinggi, sehingga dapat dijadikan acuan untuk memperbaiki moral bangsa yang semakin rusak, agar kiranya dapat di paetik nilai-nilai moral yang ada di dalam ritual “pangurason” sehingga dapat membawa


(21)

Daftar pustaka

Arikunto Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Pt. Rineka Cipta, Jakarta

Gultom Ibrahim, 2010, Agama Malim Di Tanah Batak ,Bumi Aksara. Jakarta Koenjaraningrat, 1980. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : Dian Rakyat _____________ , 2005. pengantar antropologi. P.T.Rineka Cipta. Jakarta

_____________ , 1990. pengantar ilmu antropologi.jakarta : Rineka Cipta _____________ , 2007. Manusia Dan Kebudayaan Indonesia, djambatan Jakarta _____________ , 1978.Sejarah Teori Antropologi I Dan II, UI Press Jakarta L .Pals, Daniel L.2001, Seven Theories Of Religion.Qalam Yogyakarta

Maran, Rafael Raga. 2007. Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta

Nainggolan, Togar, 2012, Sejarah dan Transformasi Religi, Batak Toba, Medan : Bina Media Perintis

Simanjuntak, 2009, Konflik status dan Kekuasaan Orang Batak Toba, yayasan obor Indonesia, Jakarta

Situmorang, Sitor. 2009, Toba Na Sae, komunitas bambu, jakarta

Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kulaitatif, Kuantitatif, R & D).

Bandung : Alfabeta

Spradley James, 2006. Metode etnografi. yogyakarta : tiara wacana


(1)

1. Untuk mengetahui asal usul Batu Sawan di Desa Sarimarrihit Kecamatan Sianjurmulamula Kabupaten Samosir dijadikan tempat keramat bagi peziarah.

2. Untuk mengetahui tata cara pelaksanaan Pangurason di Desa Sari marrihit Kecamatan Sianjur Mula-mula Kabupaten Samosir

3. Untuk merngetahui media yang terdapat dalam ziarah ke Batu Sawan Di Desa Sari marrihit Kecamatan Sianjur Mula-mula Kabupaten Samosir

4. Untuk mengetahui makna Pangurason bagi peziarah Batu Sawan Di Desa Sari Marrihit Kecamatan Sianjur Mula-mula Kabupaten Samosir

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Menambah pengetahuan penulis dan pembaca apa makna Pangurason bagi Peziarah Batu Sawan di desa Sari Marrihit Kecamatan Sianjur Mula-mula Kabupaten Samosir. 2. Menambah informasi bagi penyuluhan kepada generasi muda tentang pelestarian dan pengangkatan budaya batak yang bernuansa ketradisionalan yang sudah ditinggalkan sebagian besar masyarakat Batak Toba.

3. Untuk memperkaya perpustakaan Universitas Negri Medan khususnya Fakultas Ilmu Sosial.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan

Batu Sawan pada awalnya adalah bernama Aek Malum (Air Penyembuh). Aek Malum ini sendiri dipercaya oleh sebagian masyarakat Batak Toba sebagai tempat Si Raja Uti menyucikan diri terhadap Mula Jadi Na Bolon (Tuhan Maha Pencipta). Si Raja Uti adalah salah satu dari leluhur orang Batak yaitu putera sulung dari Guru Tatea Bulan yaitu anak sulung dari Si Raja Batak. Si Raja Uti dipercaya juga oleh sebagian dari masyarakat Batak Toba adalah seorang utusan dari Mula Jadi Na Bolon yang dijadikan sebagai Nabi sebagai pembawa kebenaran akan ajaran Habatakon (nilai-nilai luhur Batak)

Kemudian Aek Malum berubah nama menjadi Batu Sawan ketika Bapak A. Dapot Limbong (Juru Kunci Aek Malum atau Batu Sawan sekarang) mendapatkan mandat dari Si Raja Uti lewat mimpi beliau agar memperhatikan Aek Malum. Lewat mimpi beliau juga Si Raja Uti berpesan bahwa air tersebut juga mampu menjadi sumber berkat dan menyembuhkan penyakit bagi setiap orang yang datang menjiarahinya. Kemudian mimpi beliau tersebar ke sebagian orang melalui mulut ke mulut dan pada akhirnya Aek Malum ini dijadikan orang menjadi tempat keramat. Karena bentuk aliran air tesebut pun berbentuk cawan maka sumber air tersebut diganti menjadi Batu Sawan (dalam bahasa Toba Cawan disebut Sawan).

“Pangurason” dalam pensucian diri dan pengusiran roh jahat merupakan salah satu dari beberapa kebiasaan yang ada pada masyarakat Batak Toba yang ditujukan untuk pembersihan jiwa dan mengusir roh jahat atau pensucian diri baik secara jasmani maupun rohani terhadap yang Maha Kuasa atau “Mula Jadi Nabolon”. serta di percaya dapat menyembuhkan orang dari penyakit.


(3)

Ritual Pangurason ini dilakukan dengan dua tahapan acara yaitu pasahatto parsantabion tu Boras Pati Ni Tano ( Persembahan Sesajen kepada Dewa Tanah) dan Pasahatton Pelean Sipanganon Masak ( Persembahan Sesajen kepada Persekutuan Leluhur dan Mula Jadi Na Bolon). Pasahatton Parsantabion Tu Boras Pati ni Tano dilakukan dengan meyembelih seekor kambing putih dan sesajen lainnya. Darah kambing putih tersebut dikucurkan ke dalam galian tanah yang sudah dibuat sebelumnya beserta buah jeruk purut dan daun sirih. Acara ini merupakan sebuah simbol penyembahan dan permohonan kepada Dewa Tanah agar memberikan berkat dan kemakmuran terhadap orang yang memberikan sesajen tersebut.

Kemudian acara Pasahatton Sipanganon Masak atau yang disebut dengan Pelean Parsaoran (sesajen untuk persekutuan Leluhur dan Mula Jadi Na Bolon). Acara dilakukan dengan memberikan sesajen yang terdiri dari berbagai macam sesajen antara lain Sembelihan Kambing, Ihan (Ikan Batak), Sembelihan Ayam Jantan Merah,dan berbagai macam sayuran lainnya. Acara ini bermakna sebagai simbol pemujaan dan permohonan kepada para leluhur dan Tuhan Maha Pencipta agara peziarah diberikan rezeki, keselamatan dan djauhkan dari berbagai macam penyakit.

Adapun media yang menjadi alat komunikasi dengan para leluhur yang dipuja dalam Ritual ini adalah Raja Panuturi dan sesajen-sesajen lainnya serta air dari Batu Sawan yang dipercaya sebagai Simbol berkat dari Leluhur. Setelah Ritual selesai dilakukan Air Batu Sawan akan diambil oleh para peziarah untuk dibawa pulang dan diminum setiap mereka merasa ingin atau terpanggil untuk meminumnya. Air tersebut pun diminum dengan maksud sebagai obat atau air berkat bagi para peziarah tersebut.

Bila dimaknai, tujuan pangurason ini bagi peziarah yang melakukan ritual pangurason adalah sebagai ritual yang bertujuan menolak bala, dan agar supaya mereka yang datang


(4)

untuk melakukan ritual pangurason mendapat kemakmuran dan selalau di berkati Mula Jadi Nabolon (yang maha kuasa) dalam melakukan segala aktivitas mereka.

Jika digolongkan ke dalam jenis ritual yang ada contohnya seperti ritual “Maniti ari” penentuan hari baik dalam bercocok tanam di masa lalu misalnya, maka ritual “pangurason” dapat digolongkan sebagi sebuah peninggalan ritual tua. Kemudian acara Pangurason ini memiliki aturan-aturan yang lengkap yang dilakukan sebagai sebuah symbol penyembahan. Pangurason ini bisa dikatakan sebagai ritual pemujaan karena memang kegiatan mereka berhubungan dengan aktivitas magic.

Walaupun saat ini pelaku Ziarah dan Pangurason telah mayoritas beragama Kristen dan dan telah banyak dipengaruhi kebiasaan modern namun kearifan-kearifan local berupa adat maupun pengetahuan mistis contohnya pangurason yang merupakan peninggalan ritual tua yang berbentuk pengetahuan dan kepercayaan mistis masih di jalankan oleh sebagian masyarakat Batak, terbukti seperti facta yang peneliti temukan ketika peneliti tinggal di lokasi penelitian selama hampir dua bulan lamanya, setiap harinya “batu sawan” tersebut selalu di padati panegunjung dengan tujuan ziarah dan melakukan pangurason. Karena mereka yakin dan percaya bahwa jauh sebelum ajaran agama luar masuk seperti Kristen dan islam khususnya yang menjadi agama mereka dan agama mayoritas orang batak sekarang, leluhur mereka sudah mengenal Tuhan dan telah melakukan praktik konsep ketuhanan. Agama batak asli dahulunya sudah ada yang merupakan sebuah kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa “Mula Jadi Na Bolon” sebagai pencipta langit, manusia dan bumi yang tumbuh dan berkembang sejak dahulu kala.

Dan prosesi ritual Pangurason dapat dimaknai sebagai persekutuan antara manusia dengan Roh leluhur yang mempunyai karunia dan persekutuan dengan “Mula jadi na bolon” atau Tuhan yang maha kuasa.


(5)

Desa Sari Marrihit merupakan desa yang terletak di Kecamatan Sianjurmulamula, Kabupaten Samosir, berjarak sekitar 15 km dari Pangururan Salah satu tempat yang yang ternyata menyimpan banyak cerita bersejarah, Namun tak banyak yang tahu tentang potensi yang dimilikinya. Diantaranya adalah kekayaan budaya yang dapat digali dan bernilai jual lebih jika dikembangkan. Hanya saja kondisinya akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan, akibat pengelolaan yang tidak berpihak pada pelestarian.

Sejak puluhan tahun lalu ritual-ritual tua pada masyarakat Batak banyak yang lenyap oleh karena segala perubahan yang datang ke tanah batak khususnya Desa Sarimarrihit oleh karena segala perubahan yang datang. Namun ada baiknya sebagai generasi muda sekarang kita menggali kebiasaan-kebiasaan leluhur kita dalam upaya penemuan jati diri bangsa kita. Peneliti berharap atau menyarankan kepada peneliti selanjutnya agar lebih menggali lebih dalam tentang ritual tua, khususnya ritual “pangurason” di Batu Sawan agar kiranya ritual ini lebih terangkat lagi ke permukaan sehingga generasi muda semakin mengetahui betapa kayanya nilai-nilai yang terkandung dalam budaya Batak, karena ritual “pangurason” juga merupakan bagian dari budaya Batak yang tak terlepaskan.

Peneliti juga berharap besar kepada instansi terkait agar kiranya mensosialisasikan kepada generasi muda tentang betapa pentingnya memahami dan melesstarikan mahakarya para leluhur, sebab di dalamnya terdapat nilai-nilai moral yang sangat tinggi, sehingga dapat dijadikan acuan untuk memperbaiki moral bangsa yang semakin rusak, agar kiranya dapat di paetik nilai-nilai moral yang ada di dalam ritual “pangurason” sehingga dapat membawa perubahan moral kearah yang lebih baik.


(6)

Daftar pustaka

Arikunto Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Pt. Rineka Cipta, Jakarta

Gultom Ibrahim, 2010, Agama Malim Di Tanah Batak ,Bumi Aksara. Jakarta Koenjaraningrat, 1980. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : Dian Rakyat _____________ , 2005. pengantar antropologi. P.T.Rineka Cipta. Jakarta

_____________ , 1990. pengantar ilmu antropologi.jakarta : Rineka Cipta _____________ , 2007. Manusia Dan Kebudayaan Indonesia, djambatan Jakarta _____________ , 1978.Sejarah Teori Antropologi I Dan II, UI Press Jakarta L .Pals, Daniel L.2001, Seven Theories Of Religion.Qalam Yogyakarta

Maran, Rafael Raga. 2007. Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta

Nainggolan, Togar, 2012, Sejarah dan Transformasi Religi, Batak Toba, Medan : Bina Media Perintis

Simanjuntak, 2009, Konflik status dan Kekuasaan Orang Batak Toba, yayasan obor Indonesia, Jakarta

Situmorang, Sitor. 2009, Toba Na Sae, komunitas bambu, jakarta

Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kulaitatif, Kuantitatif, R & D). Bandung : Alfabeta

Spradley James, 2006. Metode etnografi. yogyakarta : tiara wacana