Studi Deskriptif Mengenai Schwartzs Value pada Mahasiswa Suku Toraja si Perhimpunan "X" Surabaya.

(1)

v Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Studi Deskriptif mengenai Schwartz’s Value pada Mahasiswa Suku Toraja di Perhimpunan “X” Surabaya”. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana gambaran Schwartz’s Value pada

mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya. Sampel pada penelitian ini adalah 175 orang mahasiswa suku Toraja yang berusia 17-24 tahun yang berkuliah di kota Surabaya.

Alat ukur yang digunakan adalah Potrait Value Quetionnare (PVQ) yang dikembangkan oleh Schwartz, 1992. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei. Data yang diperoleh berskala ordinal, selanjutnya dioleh menggunakan Smallest Space Analysis (SSA) dengan program Hebrew University Data Analysis Package (HUDAP) dan SPSS 16.

Data diolah melalui tiga cara yaitu, content, structure dan hierarchy value. Dalam content akan dibahas kesepuluh values Schwartz yang berada dalam regionnya berdasarkan pemetaan SSA, walaupun ada beberapa item yang berada pada region lain. Dalam value structure akan dibahas value Schwartz yang berhubungan compatibilities, atau conflict. Hierarchy values pada penelitian ini adalah universalism value, conformity value, security value, self-derection value, benevolence value, hedonism value, tradition value, stimulation value, achievement value, dan power value.

Saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan pengambilan data penunjang mengenai factor external yang mempengaruhi value.


(2)

vi Universitas Kristen Maranatha Students in Association "X" Surabaya”. The study was conducted to determine

how the image of Schwartz’s Value on the Toraja ethnic Students in Association "X" Surabaya”. The sample in this study were 175 Toraja Ethnic Students tribal community people aged 17-24 years study in the city of Surabaya.

Measuring instrument used was Questionnaire Potrait value (PVQ) developed by Schwartz, 1992. This research was conducted by survey method. Data obtained ordinal scale, then processed using Smallest Space Analysis (SSA) with the program Hebrews University Data Analysis Package (HUDAP) and SPSS 16.

Data is processed through three ways, namely, content, structure and hierarchy values. The content will be discussed tenth Schwartz values wich are in SSA regions based mapping, although there are some items that are ini other regions. The structure will be discussed about the relationship between Schwartz values, with a relationship compatibilities or conflict. Hierarchy values in this study is universalism value, conformity value, security value, self-derection value, benevolence value, hedonism value, tradition value, stimulation value, achievement value, and power value.

The suggestions of further research is to conduct research on the respondents Schwartz values to support data collection regarding external factors that affect value.


(3)

vii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

LEMBA JUDUL...i

LEMBAR PENGESAHAN...ii

KATA PENGANTAR...iii

ABSTRAK...v

DAFTAR ISI………...vii

DAFTAR LAMPIRAN………..xiii

DAFTAR BAGAN………...xiv

DAFTAR TABEL……….…xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang……….…1

1.2Identifikasi Masalah………...10

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian………...10

1.4 Kegunaan Penelitian……….….………...………...11

1.5Kerangka pemikiran………...11

1.6 Asumsi………...22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Values………23

2.1.1 Pengertian Values………..23


(4)

viii Universitas Kristen Maranatha

2.1.6 Values Transmission……….39

2.1.6.1Akulturasi dan Enkulturasi……….39

2.2Dewasa Awal ………45

2.2.1 Pengertian Dewasa Awal...45

2.2.2 Ciri-ciri Masa Dewasa Awal...45

2.2.3 Tugas-Tugas Perkembangan Dewasa Awal...48

2.2.4 Perkembangan Kognitif dan Sosial Emosional...49

2.2.5 Mobilitas Sosial pada Dewasa Awal...49

2.3Kebudayaan………...50

2.3.1 Pengertian Kebudayaan……….50

2.3.2 Wujud Kebudayaan………...50

2.3.3 Unsur-unsur Kebudayaan ………52

2.4Kebudayaan Masyarakat Toraja...52

2.4.1 Asal Usul Orang Toraja...52

2.4.2 Ketahanan Aluk Toraja...53

2.4.3 Sistem Religi Masyarakat Toraja...54

2.4.4 Nilai Suku Toraja...55

2.4.4.1Kebahagiaan/Kekayaan...55

2.4.4.2Kedamaian...55


(5)

ix Universitas Kristen Maranatha

2.4.4.4Harga Diri...56

2.4.4.5Penghargaan Terhadap Tamu...56

2.4.4.6Kesopanan...56

2.4.4.7Kerajinan...56

2.4.4.8Disukai Semua Orang...57

2.4.4.9Menikah ...57

2.4.4.10 Kesetiaan ...57

2.4.4.11 Kejujuran...58

2.4.4.12 Penonjolan diri...58

2.5 Kebudayaan Jawa...58

2.5.1 Masyarakat Jawa dan Ciri-Ciri Umum...58

2.5.2 Keadaan Sosial Hidup Masyarakat Jawa...59

2.5.3 Sistem Kekerabatan...59

2.5.4 Kaidah-Kaidah dalam Hidup Masyarakat Jawa...60

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian...61

3.2 Prosedur Penelitian...62

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...62

3.3.1 Variabel Penelitian...62

3.3.2 Definisi Konseptual...62

3.3.3 Defenisi Operasional...63


(6)

x Universitas Kristen Maranatha

3.4.4 Data penunjang...67

3.4.5 Validitas dan Reliabilitas...68

3.5 Populasi dan Sasaran Penelitian...69

3.6 Teknik Analisis Data...69

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden...70

4.1.1 Jenis Kelamin Responden...70

4.1.2 Usia...71

4.1.3 Agama...72

4.1.4 Bahasa Sehari-hari...72

4.1.5 Penghasilan Keluarga...73

4.1.6 Pendidikan Orang tua...74

4.2 Hasil Penelitian...75

4.2.1 Content...75

4.2.2 Structure...80

4.2.3 Hierarchy...81

4.3 Pembahasan...82

4.3.1 Content...82


(7)

xi Universitas Kristen Maranatha

4.3.3 Hierarchy...93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan...94

5.2 Saran...96

5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan...96

5.2.2 Saran Guna Laksana...96

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RUJUKAN LAMPIRAN


(8)

xii Universitas Kristen Maranatha 2.2Bagan Transmisi...44 3.1 Bagan Prosedur Penelitian...62 4.1 Bagan Multidimentional Spaces...76


(9)

xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

3.2 Kisi-Kisi Alat Ukur PVQ...65

3.3 Validitas Alat Ukur……….68

3.4 Reliabilitas………...68

4.1 Pengelompokan Responden Bedasarkan Jenis Kelamin……….70

4.2 Pengelompokan Responden Bedasarkan Usia………71

4.3 Pengelompokan Responden Bedasarkan Agama………72

4.4 Pengelompokan Responden Bedasarkan Bahasa Sehari-hari………..72

4.5 Pengelompokan Responden Bedasarkan Penghayatan terhadap Pengahasilan Keluarga………..………..73

4.6 Pengelompokan Responden Bedasarkan Pendidikan Ayah………….……..74

4.7 Pengelompokan Responden Bedasarkan Pendidikan Ibu………….……….75

4.8 Content Area……….…..77

4.9 Korelasi antar value...79


(10)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri dari berbagai suku bangsa, salah satu di antaranya adalah suku Toraja. Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Nama Toraja awalnya diberikan oleh suku Bugis Sidendreng dan orang Luwu. Orang Sidenreng menamakan penduduk daerah ini To Riaja yang mengandung arti “orang yang berdiam di negri atas atau pegunungan”. Suku Toraja akrab dengan sebutan “Tondok Lepongan Bulan Tana Matari’ Allo”, artinya “Negri yang bulat seperti bulan dan matahari”. Nama ini mempunyai latar belakang yang bermakna “persekutuan negeri sebagai satu kesatuan yang bulat dari berbagai daerah adat”.

Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan animisme politeistik yang disebut aluk To dolo, atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai "hukum"). Aluk bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan. Aluk mengatur kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata cara Aluk bisa berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan bahwa ritual kematian (Rambu Solo’) dan ritual kehidupan (Rambu Tuka’) harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian akan menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya


(11)

2

Universitas Kristen Maranatha digabung dengan ritual kehidupan. Kedua ritual tersebut sama pentingnya bagi masyarakat Toraja dan harus dilaksanakan secara turun menurun (Palebangan, 2007).

Budaya Toraja selain dikenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya, suku Toraja juga memiliki nilai-nilai inti dalam masyarakatnya antara lain terkandung dalam siri’ rapuh, siri’siluang, siri’ tongkonan dan siri’ tondok. Siri’ tersebut mengungkapkan adanya tanggung jawab, kerukunan, dan sikap gotong royong.

Kebudayaan Toraja masih terus ada karena diturunkan oleh orangtua kepada anaknya atau keturunannya. Ketika mereka masih kecil sering dibawa mengikuti ritual adat istiadat terutama upacara adat kematian. Hal ini dimaksudukan untuk menanamkan nilai-nilai moral budaya Toraja kepada anak-anaknya sejak kecil sehingga dapat terus mewarisi nilai-nilai budaya Toraja. Walaupun anak-anak tersebut belum dapat memahami makna yang tersirat dalam setiap bentuk ritual adat istiadat budaya Toraja namun semakin dewasa pemahaman dan kemampuan berpikir mereka tentang budaya Toraja semakin terinternalisasi dalam dirinya.

Schwartz 1992, mendefenisikan bahwa nilai merupakan suatu kriteria yang digunakan oleh individu untuk memilih dan menjustifikasi tindakan-tindakan serta untuk mengevaluasi orang-orang termasuk dirinya sendiri dan kejadian-kejadian. Menurut Schwartz ada sepuluh tipe value yaitu self-direction, stimulation, conformity, hedonism, achievement, power, tradition, security, benevolence, dan universalism. Kesepuluh tipe value tersebut akan tersusun dalam hierarchy berdasarkan penting tidaknya, kemudian dari kesepuluh value tersebut dapat dilihat


(12)

Universitas Kristen Maranatha content dari masing-masing tipe yaitu penyebaran value dan identifikasi region atau bidang yang nantinya dihasilkan dalam bentuk pemetaan (multidimensional space), kemudian kesepuluh values juga akan membentuk dinamika yang nantinya menghasilkan struckture value baik itu berupa compatibility (kecocokan) atau conflict (pertentangan) antara satu dengan yang lainnya.

Dalam budaya Toraja, tersirat nilai-nilai yang menjadi dasar masyarakat Toraja untuk menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Hal ini terlihat dari masyarakat Toraja yang harus melakukan ritual adat istiadatnya seperti rambu tuka dan rambu solo’ atau dalam bahasa Indonesia biasa disebut upacara adat pengucapan syukur dan upacara adat kematian serta ukiran-ukiran dan pembangunan tongkonan yang masih dipertahankan sampai sekarang (Tradition Value). Upacara rambu solo’ dilaksanakan dengan tujuan untuk menjamin agar orang yang meninggal dapat tiba dengan selamat di surga (Security value). Selain itu upacara ini juga dilakukan untuk menunjukkan kekuasaan, dimana orang yang meninggal biasanya seorang penguasa atau orang kaya (Power value).

Masyarakat Toraja memiliki istilah siri’ atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai rasa malu, sehingga mereka akan selalu menaati peraturan yang ada dan mereka juga mengajarkan anak-anaknya untuk selalu menghormati orang yang lebih tua, untuk itu ada kata tabe’ dimana kata ini digunakan pada saat kita akan memberikan sesuatu kepada orang yang lebih tua dari kita, dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kata permisi (Conformity value). Masyarakat Toraja menganggap bahwa keluarga adalah hal yang penting untuk mereka, untuk itu mereka


(13)

4

Universitas Kristen Maranatha membangun Tongkonan (rumah adat Toraja) sebagai tempat untuk mempersatu keluarga, apabila ada acara yang akan dilakukan oleh keluarga, mereka akan mengadakannya di Tongkonan. Termasuk ritual adat upacara kematian dan upacara adat pengucapan syukur dan melakukan acara ritual adat antara saudara akan saling membantu antara satu dengan yang lain.

Pada rumah adat Toraja atau Tongkonan terdapat motif ukiran kayu yang bernama pa’ barre allo dimana motifnya berupa ayam dan matahari terbit, yang memiliki makna bahwa ayam membangunkan kita di pagi hari pada waktu fajar merekah, supaya jangan ketiduran atau kesiangan dan mengingatkan kita di pagi hari untuk mulai menyusun program kerja untuk menghadapi hari ini. Kemalasan tidak punya nilai dan tidak punya tempat dalam filsafah hidup orang Toraja. Seperti terlihat dalam ungkapan “la kumande la bakkila’, la mentoe ia bukkoyo” yang memiliki arti “makan seperti kilat, bekerja bagaikan keong”, suatu ungkapan yang mencela orang yang hanya mau makan, tetapi malas bekerja. Jadi jelas nilai bekerja keras juga penting bagi masyarakat Toraja (Achivement value). Kemudian tedong (kerbau) juga mencerminkan kesenangan atau hobi bagi masyarakat Toraja (Hedonism value).

Pada budaya Toraja terdapat istilah “Basse” yaitu suatu perjanjian antara pribadi, keluarga, kampung, lembang atau daerah. Tujuannya adalah untuk memelihara kekeluargaan dan kerukunan dalam bentuk tolong menolong. Salah satunya yaitu “Basse dipamatua langi’, panda dipamatua tana” adalah basse yang mengungkapkan bahwa kedamaian adalah satu nilai yang sangat tinggi dan harus dipertahankan (Universalism value).


(14)

Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan wawancara dengan salah satu tetua adat yang menjabat sekitar 50 tahun yaitu bapak Lebang di Toraja pada tanggal 14 Januari 2013, dikatakan bahwa beberapa generasi muda tidak lagi tertarik kepada kebudayaan asli orang Toraja. Para generasi muda Toraja lebih senang tinggal di rumah untuk menonton TV atau melakukan aktivitas lain di rumah daripada ikut serta dalam kegiatan ritual adat istiadat masyarakat Toraja, padahal orangtua mengajak mereka untuk mengikuti kegiatan tersebut dengan alasan agar mereka dapat mengerti kebudayaan Toraja. Menurut beliau orangtua juga seharusnya menghimbau anak-anaknya yang merantau untuk pulang kampung apabila ada ritual adat istiadat yang diadakan oleh keluarga dan lebih sering memberikan pengajaran mengenai kebudayaan Toraja kepada anaknya yang masih bersama dengan mereka di rumah agar nilai-nilai kebudayaan Toraja pada anak-anak mereka tidak memudar akibat pengaruh jaman modern saat ini.

Selain itu menurut beliau ada beberapa nilai pada masyarakat Toraja yang mulai memudar, seperti upacara adat kematian yang sudah mulai disalahartikan. Semua masyarakat Toraja pada umumnya melakukan upacara adat kematian dengan alasan sebagai bentuk penghormatan terakhir terhadap orangtua yang meninggal dan memberikan kurban berupa kerbau dan babi semampunya, namun ada beberapa dari mereka yang melakukan ritual tersebut hanya untuk meningkatkan status sosialnya di masyarakat. Seperti melakukan pemotongan kerbau dan babi dalam jumlah yang sangat banyak melebihi dari orang pada umumnya, dimana hal ini mereka lakukan agar masyarakat lain menganggap bahwa keluarganya sukses dan terpandang.


(15)

6

Universitas Kristen Maranatha Kemudian pada jaman modern ini, banyak orangtua yang mengijinkan atau menawarkan anaknya untuk merantau ke tempat orang untuk menimba ilmu sebaik-baiknya dengan harapan agar anaknya kembali lagi ke Toraja untuk membangun Toraja dan memenuhi kebutuhan ritual adat istiadat yang ada di Toraja.

Di daerah Surabaya khususnya, pengaruh budaya global berlangsung sangat cepat ke segala lapisan masyarakat yang memudahkan kegiatan mobilisasi, sehingga tidak menutup kemungkinan variabilitas penduduk di Kota Surabaya cukup besar. Suku asli yang ada di kota Surabaya adalah Suku Jawa. Ciri khas masyarakat asli Surabaya adalah menekankan ketentraman batin, keselarasan, keseimbangan, sikap menerima segala peristiwa yang terjadi dan menempatkan diri selaras dengan masyarakat dan Tuhannya. Kehidupan masyarakat jawa diatur oleh kaidah-kaidah moral dan pranata sosial yang menekankan nerima, sabar, waspada, andapasor, dan prasaja. Itulah kebatinan yang meliputi semua aspek kebudayaan jawa. Dengan demikian dalam hidup sehari-hari masyarakat Jawa terikat oleh kewajiban, yaitu untuk setia menjalankan kewajiban sesuai dengan tingkat alam, sosial dan material. Hal ini berarti bahwa masyarakat jawa harus menyesuaikan dan menerima dunia sebagaimana apa adanya dan menghormati tatanan tersebut. Untuk itu mereka haruslah sederhana, tidak melampaui batas atau berlebihan.

Selain Suku Jawa banyak juga suku-suku lain yang berada di kota Surabaya. Terhitung mulai Juni 2013, angka pendatang dari luar Kota Surabaya tercatat sudah mencapai 28 ribu jiwa lebih. Jumlah tersebut belum termasuk penduduk musiman yang tercatat 3 ribu lebih, sehingga total jumlah penduduk tiap tahun terus meningkat


(16)

Universitas Kristen Maranatha tajam dengan angka pertumbuhan 50 ribu lebih. Terhitung mulai tahun 2011, jumlah penduduk mencapai 3,024 juta, kemudian bertambah di 2012 mencapai 3,125 juta dan data terakhir pada Juni 2013 mencapai 3,166 juta.

(

http://www.antarajatim.com/lihat/berita/115765/jumlah-pendatang-baru-surabaya-capai-100-ribu). Untuk itu, tidak hanya penduduk asli yang berada di kota Surabaya,

tetapi termasuk diantaranya mahasiswa dari suku Toraja. Karena beragamnya suku yang berada di kota Surabaya, maka memungkinkan terjadinya transmisi, sehingga pada saat mahasiswa Toraja berada di kota Surabaya mereka akan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan keberagaman suku tersebut.

Value pada mahasiswa/mahasiswi dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal (yang ada di dalam diri mahasiswa/mahasiswi) meliputi usia, jenis kelamin, agama, pendidikan. Faktor eksternal (yang ada di luar diri mahasiswa/mahasiswi), meliputi transmisi. Proses transmisi adalah proses yang bertujuan untuk mengenalkan perilaku yang sesuai kepada para anggotanya dari suatu budaya tertentu. Transmisi budaya terbagi menjadi tiga berdasarkan sumbernya, yaitu: vertical transmission (orangtua), oblique transmission (orang dewasa lain, guru, paman, bibi, kakek, nenek atau lembaga lain) dan horizontal transmission ( teman sebaya) (Cavali-Sfoza dan Feldman dalam Berry,1999). Proses transmisi budaya tersebut dapat berasal dari budaya sendiri maupun dari budaya lain, yang akan diikuti oleh proses enkulturasi, akulturasi serta sosialisasi.

Sekelompok pemuda Toraja membentuk suatu perhimpunan yang diberi nama perhimpunan “X”, perhimpunan tersebut beranggotakan setiap mahasiswa yang


(17)

8

Universitas Kristen Maranatha berasal dari Toraja. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua dari perhimpunan “X”, perhimpunan mereka berlandaskan atas asas Pancasila, terutama asas kekeluargaan. Memiliki tujuan sebagai wadah pemersatu dan persaudaraan yang mengarahkan anggota-anggotanya untuk saling membangun, memahami kemampuannya, serta berperan aktif dalam pembangunan masyarakat Toraja. Kegiatan-kegiatan pada perhimpunan ini yaitu mengadakan ibadah, penyambutan mahasiswa baru dari Toraja, pelatihan kepemimpinan bagi calon pengurus baru, malam keakraban, mengisi kegiatan kebudayaan di acara-acara kampus, mengadakan bakti sosial di Surabaya maupun di Toraja, pertandingan futsal antar mahasiswa Toraja ataupun di luar Toraja dan masih banyak kegiatan lainnya.

Secara umum anggota-anggotanya masih memegang tradisi sebagai orang Toraja. Salah satu diantaranya adalah apabila ada acara kebudayaan dikampus, mereka masih berminat untuk menampilkan tarian adat Toraja serta menggunakan pakaian adat Toraja. Dalam bahasa mereka masih menggunakan bahasa Toraja dalam berkomunikasi antara sesama anggota, walaupun terkadang digabung-gabungkan dengan bahasa Indonesia, serta mereka biasa mengikuti dialek dari suku lain, seperti dialek suku Jawa. Ketika mereka berada di Surabaya, mereka tidak melakukan ritual adat istiadat Toraja lagi, namun untuk mengingatkan mereka berasal dari Toraja mereka biasanya membawa miniatur rumah adat Toraja, ukiran Toraja yang mereka pajang di kamar kostan mereka, kalung-kalung Toraja, atau benda-benda lain yang dapat mewakilkan diri mereka sebagai mahasiswa suku Toraja.


(18)

Universitas Kristen Maranatha Dari survei awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap 10 orang mahasiswa anggota perhimpunan “X”, 10% mahasiswa tidak bisa sama sekali berbahasa Toraja, 70% mahasiswa hanya bisa sedikit-sedikit berbahasa Toraja dan 20% mahasiswa fasih dalam berbahasa Toraja (Tradition value). Dalam penghayatan menjadi orang Toraja, 60% mahasiswa merasa bangga sebagai orang Toraja karena budaya turun temurun yang unik, persatuan dari orang Toraja yang kuat, panorama alam Toraja yang indah dan keramahan orang Toraja, sedangkan 40% mahasiswa merasa biasa-biasa saja, karena menurut mereka setiap budaya sama saja tidak ada yang istimewa (Tradition value). Dari hal pengetahuan mengenai upacara-upacara adat yang ada di suku Toraja, kebanyakan mahasiswa menyebutkan uapacara-upacara adat yang masih sering dilakukan sampai saat ini yaitu rambu solo’, rambu tuka dan mangrara banua. Dari upacara-upacara adat tersebut 50% menyebutkan ketiga upacara adat tersebut, 30% hanya menyebutkan rambu solo’ dan rambu tuka, 20% hanya menyebutkan rambu solo’ (Tradition value). Pada upacara-upacara adat yang menggunakan pakaian adat Toraja, kesepuluh mahasiswa tersebut masih mau menggunakan pakaian adat Toraja (Tradition value). Untuk semboyan khas orang Toraja atau motto khas orang Toraja yaitu “Misa’ kada dipatuo, pantan kada dipomate”, 40% dari mahasiswa mengetahui dan menyebutkannya namun 60% tidak mengetahui motto tersebut dan asal dalam menjawabnya (Universalism value). Dari hal pandangan untuk kembali ke Toraja bekerja seusai kuliah, 70% mahasiswa menjawab tidak ingin kembali ke Toraja untuk bekerja dengan alasan lapangan kerja yang kecil, perkembangan lapangan kerja yang kurang pesat dan kurang menjamin, dan


(19)

ujung-10

Universitas Kristen Maranatha ujungnya sebagai pegawai negri sipil, sedangkan 30% mahasiswa ingin pulang ke Toraja untuk mengabdi bagi daerahnya (Achivement value). Dari pandangan mengenai pelaksanaan upacara-upacara adat Toraja apakah masih penting untuk dilaksanakan di zaman moderen ini, 30% mahasiswa mengatakan penting dan harus dilaksanakan untuk menjaga kebudayaan Toraja tidak terhapus oleh zaman moderen, 40% mahasiswa mengatakan tidak penting dengan alasan karena biaya yang mahal dan kurang realistis, 30% mahasiswa mengatakan perlu dilakukan tetapi di sesuaikan dengan kondisi keuangan yang ada atau disederhanakan (Self-direction value).

Dari fenomena-fenomena yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti ingin melihat secara pasti seperti apa gambaran Schwartz Value pada mahasiswa suku Toraja perhimpunan “X” di Surabaya.

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimana gambaran Schwartz’s Value pada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini untuk memperoleh gambaran Schwartz’s Value pada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya.

1.3.2 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran hierarchy, structure dan content schwartz’s Value terkait dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi Value pada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya.


(20)

Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Ilmu Psikologi Sosial dan Psikologi Lintas Budaya, khususnya mengenai value pada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya.

2. Penelitian ini juga diharapkan sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lain yang berminat mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai Schwartz’s Value.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi kepada masyarakat Suku Toraja di Surabaya mengenai gambaran values yang ada pada generasi muda Suku Toraja yang ada di kota Surabaya sebagai masukan dalam upaya menyikapi masalah yang timbul akibat dari akulturasi dengan budaya setempat.

2. Memberikan informasi kepada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya mengenai Value yang mereka miliki yang berguna sebagai pedoman untuk merancang program kegiatan mereka sesuai dengan tujuan dari perhimpunan “X” Surabaya.

1.5 Kerangka Pikir

Dewasa awal merupakan masa dimana seseorang telah menyelesaikan pertumbahanya dan mengharuskan dirinya untuk berkecimpung dengan masyarakat bersama dengan orang dewasa lainya. Rentang usia dewasa awal antara 20-39 tahun.


(21)

12

Universitas Kristen Maranatha Menjadi seorang dewasa berarti mampu untuk menentukan value dan belief yang dianutnya sendiri (Santrock, 2004).

Pada setiap kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari kebiasaan tempat tinggal mereka. Manusia membentuk suatu kelompok dan menjalankan setiap kebiasaan-kebiasaan melalui proses belajar yang ada dalam kelompok tersebut. Kebiasaan-kebiasaan ini akan terus dilaksanakan secara turun temurun melalui proses belajar oleh anak dan cucu mereka. Kebiasaan-kebiasaaan tersebut akan bersifat menetap sehingga akan membentuk ciri khas kelompok tersebut atau yang biasa disebut kebudayaan.

Kebudayaan lokal Toraja adalah kebudayaan yang sangat beragam. Suku Toraja merupakan suku yang cukup unik dan masih ada sebagian yang menganut animisme. Suku Toraja masih terikat oleh adat istiadat dan kepercayaan nenek moyang. Sebelum masuknya agama ke Toraja, kepercayaan asli masyarakat Toraja disebut Aluk Todolo, kesadaran bahwa manusia hidup di bumi ini hanya untuk sementara, begitu kuat. Prinsipnya, selama tidak ada orang yang bisa menahan matahari terbenam di ufuk barat, kematian pun tak mungkin bisa ditunda. Budaya atau suku Toraja selain dikenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya, suku Toraja juga memiliki nilai-nilai inti dalam masyarakatnya antara lain terkadung dalam siri’ rapuh, siri’siluang, siri’ tongkonan dan siri’ tondok. Siri’ tersebut mengungkapkan adanya tanggung jawab, kerukunan, dan sikap gotong royong (Universalism value). Nilai-nilai tersebut dapat diturunkan langsung oleh orangtua ke anak, ataupun dari orang dewasa lain.


(22)

Universitas Kristen Maranatha Value merupakan suatu keyakinan dalam mengarahkan tingkah laku sesuai dengan keinginan dan situasi yang ada (Schwartz,2001). Belief disini seperti tipe belief yang lainnya yang diasumsikan memiliki kognitif, afektif, dan behavior omponen (Rokeach,1968). Komponen utama adalah kognitif, yaitu muncul dalam bentuk pemikiran dan pemahaman terhadap value mengenai baik-buruk, diinginkan-tidak diinginkan, mengenai suatu objek atau kejadian yang ada disekitar orang yang bersangkutan. Misalnya, mahasiswa Toraja di perhimpunan “X” Surabaya yang lebih menganggap penting kekuasaan akan berusaha menjadi ketua dalam setiap kegiatan berorganisasi agar bisa memutuskan dan memberikan perintah kepada bawahanya dalam suatu organisasi. Komponen kedua adalah afektif, value yang awalnya berupa pemahaman mulai menjadi penghayatan tentang suatu objek atau kejadian, seperti-suka tidak seperti-suka, senang-tidak senang. Misalnya mahasiswa Toraja di perhimpunan “X” Surabaya yang suka akan kekuasaan, ia akan merasa senang ketika dirinya terpilih menjadi ketua dalam setiap kegiatan berorganisasi. Value juga dikatakan memiliki komponen behavioral, karena value dapat mengarahkan seseorang untuk bertingkah laku. Jadi, mahasiswa suku Toraja anggota di perhimpunan “X” Surabaya yang menganggap penting kekuasaan akan menunjukkan tingkah laku yang sesuai.

Menurut Schwartz terdapat sepuluh tipe value yaitu, self-direction, stimulation, hedonism, achievement, power, security, conformity, tradition, benevolence, dan universalism. Self-direction value merupakan value yang mengarah pada pemikiran dan tindakan yang bebas dalam memilih, menciptakan dan menjelajahi, contohnya pada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya


(23)

14

Universitas Kristen Maranatha yang memiliki keyakinan untuk mengutamakan pemikiran, dan tindakan yang bebas dalam memilih, menciptakan atau mengeksplor; merujuk kepada kebebasan memilih tujuan sendiri dan keinginan keras. Sementara stimulation value adalah value yang mengarah pada tuntutan kebutuhan akan variasi dalam mendapatkan tantangan hidup, contohnya pada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabya yang mengutamakan ketertarikan atau kesukaan kepada sesuatu yang baru, atau tantangan dalam hidup; merujuk kepada kehidupan yang berwarna (ada perubahan-perubahan dalam hidup) dan kehidupan yang penuh kegembiraan. Hedonism value lebih memfokuskan pada diri, seperti achievement value dan power value, juga mengekspresikan motivasi yang menantang seperti stimulation dan self-deraction value, contohnya pada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya yang mengutamakan kesenangan atau sensasi yang memuaskan indra; merujuk kepada kesenangan dan menikmati hidup.

Achievement value merupakan value yang mengarah pada keberhasilan pribadi dengan menunjukan (ambisi, kesuksesan, kemampuan). Contohnya pada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya yang mengutamakan kesuksesan pribadi dengan memperlihatkan kompetensi menurut standar sosial; merujuk kepada kesuksesan, ambisi, kemampuan dan yang berpengaruh. Power value merupakan value yang mengarah pada pencapaian status sosial dan kedudukan, kontrol atau dominasi terhadap orang lain, contohnya pada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya yang mengutamakan perilaku yang mengarah pada pencapaian status sosial atau dominasi atas orang-orang atau sumber daya; values ini


(24)

Universitas Kristen Maranatha merujuk pada sosial power, pada kekayaan, otoritas dan pengakuan orang banyak. Security value adalah value yang mengarah pada keamanan, keselarasan dan stabilitas masyarakat, kepastian hubungan dan stabilitas diri, contohnya pada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya yang mengutamakan mengenai betapa pentingnya keamanan dalam diri maupun lingkungan, value ini merujuk pada aturan bermasyarakat, keamanan dalam keluarga dan keamanan negara.

Conformity value merupakan value yang mengarah pada pengendalian tindakan yang nampak menggangu atau membahayakan orang lain dan melanggar harapan sosial atau norma, contohnya pada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya yang mengutamakan pengendalian diri dan tindakan yang dapat membahayakan orang lain atau ekspektasi sosial, biasanya ditunjukkan dengan perilaku disiplin diri, patuh, sopan dan menghormati orangtua. Tradition value merupakan value yang mengarah pada rasa hormat, komitmen, penerimaan akan adat istiadat, dan ide bahwa suatu budaya atau agama mempengaruhi individu, contohnya pada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya yang mengutamakan perilaku yang mengarah pada rasa hormat dan penerimaan bahwa budaya atau agama mempengaruhi individu; merujuk pada perilaku sikap yang hangat, respek pada budaya, kesalehan, dan dapat menempatkan diri dalam bermasyarakat.

Benevolence value merupakan value yang mengarah pada pemeliharaan dan peningkatan kesejatheraan orang yang memiliki hubungan dekat, contohnya pada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya yang mengutamakan perilaku untuk memperhatikan atau mengaitkan kesejahteraan orang-orang terdekat ditujukan


(25)

16

Universitas Kristen Maranatha dengan perilaku menolong, jujur, loyal, memaafkan, bertanggung jawab, dan setia kawan. Sementara Universalism value adalah value yang mengarah pada kesenangan atau menikmati hidup, contohnya pada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya yang mengutamakan penghargaan atau perlindungan terhadap kesehjateraan semua orang dan alam, dan kebijaksanaan (Schwartzs dan Bilsky, 2001).

Pembentukan value pada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya juga dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi proses transmisi. Proses transmisi adalah proses yang bertujuan untuk mengenalkan perilaku yang sesuai kepada para anggotanya dari suatu kebudayaan tertentu. Transmisi budaya terbagi menjadi tiga berdasarkan sumbernya yaitu oblique, vertical, dan horizontal transmission (Cavali-Sforza dan Feldman,1999 dalam Berry, 1999; Hal 32). Pertama adalah transmisi oblique yang dapat dibedakan menjadi dua bagian. Transmisi oblique yang berasal dari budaya itu sendiri (berasal dari budaya Toraja), dan tarnsmisi oblique yang berasal dari kebudayaan yang lain (berasal dari budaya Jawa Timur). Transmisi oblique yang berasal dari kebudayaan yang sama (kebudayaan Toraja) terbentuk dari orang dewasa lain dan teman sebaya (dalam kelompok sekunder dan primer) dalam proses enkulturasi dan sosialisasi sejak lahir sampai dewasa. Oblique transmission berasal dari media masa berupa, telvisi, koran, majalah, dan internet. Fungsi media bagi orang muda adalah sebagai hiburan, informasi, model, identifikasi budaya orang muda dan membantu dalam menghadapi masalah.


(26)

Universitas Kristen Maranatha Kedua adalah transmission vertical, dimana transmisi value Toraja yang diturunkan oleh orang tua asli. Transmisi vertical ini dapat berupa transmisi enkulturasi dan sosialisasi khusus dalam kehidupan sehari-hari dengan orang tua, seperti pola asuh. Orang tua mewariskan nilai, keterampilan, motif, budaya, keyakinan dan sebagainya kepada anak-cucu.

Ketiga adalah transmisi horizontal yaitu pemindahan values yang terjadi melalui enkulturasi dan sosialisasi dengan teman sebaya (Berry, 1999;Hal 33). Mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya akan bergaul dengan suku Jawa Timur dan suku lainnya di Surabaya, sehingga memungkinkan terjadinya transmisi. Teman sebaya juga akan mempengaruhi values tertentu pada mahasiswa tergantung penerimaan mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya pada proses transmisi tersebut.

Terdapat empat strategi akulturasi, yaitu asimilasi, seperasi, integrasi, dan marjinalisasi. Asimilasi terjadi ketika individu yang mengalami akulturasi tidak ingin memelihara budaya dan jati diri dan melakukan interaksi sehari-hari dengan masyarakat dominan, misalkan mahasiswa suku Toraja perhimpunan “X” Surabaya yang bergaul dengan orang yang berasal dari budaya lain dan ia melupakan budayanya. Kemudian seperasi terjadi bila suatu nilai yang ditempatkan pada pengukuhan budaya asal seseorang dan suatu keinginan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, misalkan mahasiswa suku Toraja perhimpunan “X” Surabaya yang menganggap sukunya sendiri yang paling benar dan bagus sehingga ia tidak ingin bergaul dengan orang yang berasal dari budaya Jawa atau budaya yang lain.


(27)

18

Universitas Kristen Maranatha Sementara itu, Integrasi adalah adanya minat terhadap keduanya baik memelihara budaya asal dan melaksanakan interaksi dengan orang lain, misalkan mahasiswa suku Toraja perhimpunan “X” Surabaya tetap mempertahankan nilai-nilai budaya Toraja dan ia juga tetap berinteraksi dengan orang yang berasal dari suku Jawa atau suku yang berbeda dan tetap menghormati budaya Jawa dan budaya yang berbeda. Marjinalisasi adalah minat yang kecil untuk pelestarian budaya dan sedikit minat melakukan hubungan dengan orang lain karena alasan pengucilan atau diskriminasi sehingga ia akan menjadi individu yang takut untuk bergaul dan lebih memilih untuk sendiri (Berry, 1999;542).

Pembentukan value pada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya juga tidak terlepas dari faktor-faktor internal mahasiswa itu sendiri. Faktor internal tersebut dapat meliputi pendidikan, jenis kelamin, agama dan usia. Menurut penelitian Khon (1996) dan Schonbach, Schooler & Slomezsynski (1990) (dalam Berry, 1996; Hal 91), faktor usia merupakan faktor internal yang mempengaruhi value pada setiap orang. Mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya pada usia muda akan menunjukkan value keterbukaan dibandingkan dengan individu yang usianya lebih tua, dan kurang mengutamakan value konservasi (traditional, conformity, dan security), sehingga integrasi baru terjadi dari pikiran mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya. Pada tahun-tahun masa dewasa mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya akan menghasilkan pembatasan-pembatasan pragmatis yang memerlukan strategi penyesuaian diri yang sedikit mengandalkan analisis logis dalam memecahkan masalah sehingga mahasiswa suku


(28)

Universitas Kristen Maranatha Toraja di perhimpunan “X” Surabaya akan menerima value yang baru dalam rangka menyesuaikan dirinya dengan kebudayaan Jawa Timur dan lingkungannya.

Selain usia, faktor internal lain yang turut mempengaruhi adalah pendidikan, mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya yang memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi akan lebih terbuka dalam menerima perubahan di lingkunganya, sehingga mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya yang memiliki latar belakang pendidikan yang lebih tinggi akan timbul kecenderungan bahwa mereka akan mengeksplorasi dunia, sehingga lebih banyak value baru yang mereka temui, tetapi tidak menghilangkan value yang mereka dapat dalam budaya mereka. Pendidikan akan berkolerasi positif dengan self-direction values dan stimulation value, dan mempunyai korelasi negatif dengan conformity value dan traditional value (Berry, 1999).

Apabila dilihat dari jenis kelamin, maka dapat dikatakan perempuan akan lebih menganggap penting security value dan benevolence value, sementara laki-laki menganggap penting self direction value, stimulation value, hedonism value, achievement value, dan power value (Prince-Gibson & Schwartz, 1994, dalam International Encyclopedia of The Social Science, 1998). Perbedaan tersebut diprediksi dari sosialisasi dan pengalaman peran tipe jenis kelamin.

Keterlibatan mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya dalam agama juga memiliki hubungan positif dengan tradition value (Huismans, 1994; Roccas dan Schwartz, 1995; Schwartz dan Huismans, 1995 dalam International Encyclopedia of The Social Science, 1998). Hubungan antara agama dan values


(29)

20

Universitas Kristen Maranatha mencerminkan peluang untuk mencapai tujuan value melalui kegiatan religious. Mereka menginterpertasikan variasi-variasi yang diamati sebagai bukti bahwa posisi sosial dari kelompok religious mempengaruhi tingkat komitmen religious yang menyatakan value tertentu. Sementara itu, penduduk daerah akan memperlihatkan lebih pentingnya tradition, conformity dan security value (Cha, 1994; Georgas, 1993; Mishara, 1994, dalam International Encyclopedia of The Social Science, 1998).

Kesepuluh tipe value tersebut akan tersusun dalam hierarchy berdasarkan penting tidaknya, kemudian dari kesepuluh value tersebut dapat dilihat content dari masing-masing tipe yaitu penyebaran value dan identifikasi region atau bidang yang nantinya dihasilkan dalam bentuk pemetaan (multidimensional space), dan kemudian kesepuluh values tersebut juga akan membentuk dinamika yang nantinya menghasilkan strucktur value baik itu berupa compatibility (kecocokan) atau conflict (pertentangan) antara satu dengan yang lainnya.


(30)

Universitas Kristen Maranatha

Budaya Toraja Budaya Jawa

(Enkulturasi) (Akulturasi)

Bagan 1.1 Kerangka Pikir Vertical Transmission 1. Enkulturasi dari orang tua (Pewarisan nilai) 2. Sosialisasi Khusus dari

orangtua Oblique transmission

Dari orang dewasa lain 1. Enkulturasi umum (universitas, keluarga, umum) 2. Sosialisasi khusus Oblique transmission Dari orang dewasa lain

1. Akulturasi umum ( media, universitas, dosen) 2. Resosialisasi

khusus

Horizontal transmission  Enkulturasi umum

dari teman sebaya  Sosialisasi khusus dari teman sebaya

Horizontal transmission  Akulturasi dari

teman sebaya

 Resosialisasi khusus dari teman

Schwartz’s value Self-direction Stimulation Hedonism Achievement Power Security Conformity Tradition Benevolence Universalism

Faktor internal yang

mempengaruhi Schwartz value  Usia

 Jenis kelamin  Agama  Pendidikan Mahasiswa

Toraja di perhimpunan “X” Surabaya


(31)

22

Universitas Kristen Maranatha 1.6Asumsi

Value pada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya dibentuk oleh proses transmisi budaya meliputi vertical transmission (orangtua), oblique transmission (orang dewasa lain) dan horizontal transmission (teman sebaya). Transmisi tersebut ada yang berasal dari budaya sendiri (enkulturasi) dan ada yang berasal dari budaya lain (akulturasi).

Proses pembentukan value pada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya dipengaruhi oleh faktor internal meliputi usia, pendidikan, jenis kelamin, dan agama.


(32)

94 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data Portrait Value Questionnaire dan data penunjang dari 175 mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya yang termasuk ke dalam tahap perkembangan masa dewasa awal, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kesepuluh region Schwartz’s Value hanya dapat dikelompokan ke dalam enam region, yaitu self-direction, power, tradition, universalism, benevolence, dan security, sedangkan empat single value lainnya yaitu conformity, stimulation, hedonism, dan achievement bergabung dengan single value yang lain. Hal ini kurang sesuai dengan teori dasar dari Schwartz namun berdasarkan artikel Basic Human Values yang ditulis oleh Schwartz (2006) bahwa ditemukan di beberapa negara tidak semua region value dapat teridentifikasi atau region value kurang dari sepuluh.

2. Teridentifikasi hubungan yang bersifat conflict antar values, yaitu power value dan universalism. Semakin tinggi power values semakin rendah universalism value, begitupun sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa suku Toraja perhimpunan “X” Surabaya menghayati menerima orang lain sama sederajat dan perhatian akan kesejahteraan mereka


(33)

95

Universitas Kristen Maranatha berlawanan dengan pencapaian kesuksesan seseorang dan dominasi orang lain.

3. Teridentifikasi pula hubungan yang compitibilities antara values, yaitu conformity dan security, benevolence dan security, universalism dan security, serta tradition dan security. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya menghayati pengendalian tindakan atau tidak melakukan hal-hal yang menggangu orang lain, memperhatikan kesejahteraan orang yang berinteraksi dengan mereka, menjaga kedamaian dunia, dan menghargai tradisi, sejalan dengan menjaga keamanan nasional, keamanan untuk mencintai keluarga, keinginan untuk dimiliki atau orang lain peduli padanya, dan kestabilan sosial.

4. Kesepuluh Schwartz’s values mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya dari posisi teratas sampai posisi terbawah secara berurutan adalah universalism value, conformity value, security value, self-derection value, benevolence value, hedonism value, tradition value, stimulation value, achievement value, dan power value.


(34)

Universitas Kristen Maranatha 5.2 Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah ditemukan sebelumnya, peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu :

5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan

 Diharapkan pada penelitian selanjutnya mengukur faktor external yang mempengaruhi value.

 Penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada responden dengan latar belakang suku lain.

5.2.2 Saran Guna Laksana

 Kepada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya dengan cara memberikan gambaran values yang mereka miliki untuk memudahkan mereka untuk beradaptasi, memahami serta menyikapi masalah yang timbul akibat akulturasi dengan budaya setempat.

 Memberikan informasi kepada perhimpunan “X” Surabaya mengenai

gambaran values yang mereka miliki yang berguna dalam membuat program kerja yang berkaitan dengan kegiatan adat Toraja yang bertujuan untuk melestarikan budaya Toraja tersebut.


(35)

xvi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Berry,J.W., Poortinga, Y.H., Segall, M.H., & dasen, P.R. 1999, Psikologi Lintas Budaya : Riset dan Aplikasi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Koentjaraningrat. 2003. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Penerbit PT Rineka Cipta.

Palebangan,F.B. 2007. Aluk, Adat, dan Adat-istiadat Toraja. Tana Toraja : Penerbit Sulo.

Santrock, Jhon. 2012. Life-Span Development, edisi ketigabelas jilid II. Jakarta : Penerbit Erlangga Jakarta.

Schwartz, Shalom H. 1990. Universal in Content and structure of Values. Theoretical Advances and Emperical Tests in 20 countries. In Zanna. M.P.Ed. Advance in experimental social psychology. Vol 25, 1-65. Orlando, FL : Academic Press.

Schwartz, Shalom H., M., Owens, V., &Burgess, S. 2001. Extending The Cross – Cultural Validity of The Theory of Basic Human Values with A different Method of Measurement. Journal of Cross Cultural Psychology. Vol 32 no 5. September 2001.

Schwartz, Shalom. 2006. Basic Human Value : Theory, Measurement, and Application. The Hebrew University of Jerusalem.

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Jakarta.

Singarimbun, M. Metode Penelitian Survei. Jakarta : Penerbit LP3I.

Tulak, Daniel 2008. Kada Disedan Sarong Bisara Ditoke’ Tambane Baka. Tana Toraja : Penerbit Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Tana Toraja.


(36)

xvii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Ayu, Ni Luh. 2007. Studi Deskriptif mengenai Value Schwartz’s pada masyarakat Hindu Bali usia dewasa madya di Kota Bandung. Universitas Kristen Maranatha.

Christa. 2009. Studi Deskriptif mengenai Schwartz’s Value pada masyarakat Maluku di Perhimpunan “X”Jakarta. Universitas Kristen Maranatha. Hakim, Abdul. 2013. Jumlah Pendatang Baru Surabaya Capai 100 ribu.

(

http://www.antarjatim.com/lihat/berita/115765/jumlah-pendatang-baru-surabaya-capai-100-ribu, diaskes 12 Agustus 2013 pukul 18:49 WIB).

Indriani, Ivo. 2012. Studi Deskriptif mengenai Schwarz’z Value pada siswa dengan latar belakang suku Toraja di SMA “X” kecematan Towuti, Sulawesi Selatan.

http://www.surabaya.go.id/profilkota/index.php?id=22

Rany. 2012. Studi Desriptif mengenai Schwartz’s Value pada masyarakat suku Batak Toba Usia Dewasa Awal di Kota Medan. Universitas Kristen Maranatha.

Sariubang, Matheus., R. Qomariyah,. & L. Kristanto. 2010. Peranan Kerbau dalam Masyarakat Adat Toraja di Sulawesi Selatan. Seminar Nasional

Teknologi Peternakan dan Veteriner.

(http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/lokakarya/plkbo11-17.pdf).

Sudiantara, Y. 1998. Nilai-Nilai Hidup Masyarakat Jawa. Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

Tim Dosen. 2009. Pedoman Skripsi Sarjana. Fakultas Psikologi. Universitas Kristen Maranatha.


(1)

22

Universitas Kristen Maranatha 1.6Asumsi

Value pada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya dibentuk oleh proses transmisi budaya meliputi vertical transmission (orangtua), oblique transmission (orang dewasa lain) dan horizontal transmission (teman sebaya). Transmisi tersebut ada yang berasal dari budaya sendiri (enkulturasi) dan ada yang berasal dari budaya lain (akulturasi).

Proses pembentukan value pada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya dipengaruhi oleh faktor internal meliputi usia, pendidikan, jenis kelamin, dan agama.


(2)

94 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data Portrait Value Questionnaire dan data penunjang dari 175 mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya yang termasuk ke dalam tahap perkembangan masa dewasa awal, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kesepuluh region Schwartz’s Value hanya dapat dikelompokan ke dalam enam region, yaitu self-direction, power, tradition, universalism, benevolence, dan security, sedangkan empat single value lainnya yaitu conformity, stimulation, hedonism, dan achievement bergabung dengan single value yang lain. Hal ini kurang sesuai dengan teori dasar dari Schwartz namun berdasarkan artikel Basic Human Values yang ditulis oleh Schwartz (2006) bahwa ditemukan di beberapa negara tidak semua region value dapat teridentifikasi atau region value kurang dari sepuluh.

2. Teridentifikasi hubungan yang bersifat conflict antar values, yaitu power value dan universalism. Semakin tinggi power values semakin rendah universalism value, begitupun sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa suku Toraja perhimpunan “X” Surabaya menghayati menerima orang lain sama sederajat dan perhatian akan kesejahteraan mereka


(3)

95

Universitas Kristen Maranatha berlawanan dengan pencapaian kesuksesan seseorang dan dominasi orang lain.

3. Teridentifikasi pula hubungan yang compitibilities antara values, yaitu conformity dan security, benevolence dan security, universalism dan security, serta tradition dan security. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya menghayati pengendalian tindakan atau tidak melakukan hal-hal yang menggangu orang lain, memperhatikan kesejahteraan orang yang berinteraksi dengan mereka, menjaga kedamaian dunia, dan menghargai tradisi, sejalan dengan menjaga keamanan nasional, keamanan untuk mencintai keluarga, keinginan untuk dimiliki atau orang lain peduli padanya, dan kestabilan sosial.

4. Kesepuluh Schwartz’s values mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya dari posisi teratas sampai posisi terbawah secara berurutan adalah universalism value, conformity value, security value, self-derection value, benevolence value, hedonism value, tradition value, stimulation value, achievement value, dan power value.


(4)

96

Universitas Kristen Maranatha 5.2 Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah ditemukan sebelumnya, peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu :

5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan

 Diharapkan pada penelitian selanjutnya mengukur faktor external yang mempengaruhi value.

 Penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada responden dengan latar belakang suku lain.

5.2.2 Saran Guna Laksana

 Kepada mahasiswa suku Toraja di perhimpunan “X” Surabaya dengan cara memberikan gambaran values yang mereka miliki untuk memudahkan mereka untuk beradaptasi, memahami serta menyikapi masalah yang timbul akibat akulturasi dengan budaya setempat.

 Memberikan informasi kepada perhimpunan “X” Surabaya mengenai

gambaran values yang mereka miliki yang berguna dalam membuat program kerja yang berkaitan dengan kegiatan adat Toraja yang bertujuan untuk melestarikan budaya Toraja tersebut.


(5)

xvi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Berry,J.W., Poortinga, Y.H., Segall, M.H., & dasen, P.R. 1999, Psikologi Lintas Budaya : Riset dan Aplikasi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Koentjaraningrat. 2003. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Penerbit PT Rineka Cipta.

Palebangan,F.B. 2007. Aluk, Adat, dan Adat-istiadat Toraja. Tana Toraja : Penerbit Sulo.

Santrock, Jhon. 2012. Life-Span Development, edisi ketigabelas jilid II. Jakarta : Penerbit Erlangga Jakarta.

Schwartz, Shalom H. 1990. Universal in Content and structure of Values. Theoretical Advances and Emperical Tests in 20 countries. In Zanna. M.P.Ed. Advance in experimental social psychology. Vol 25, 1-65. Orlando, FL : Academic Press.

Schwartz, Shalom H., M., Owens, V., &Burgess, S. 2001. Extending The Cross – Cultural Validity of The Theory of Basic Human Values with A different Method of Measurement. Journal of Cross Cultural Psychology. Vol 32 no 5. September 2001.

Schwartz, Shalom. 2006. Basic Human Value : Theory, Measurement, and Application. The Hebrew University of Jerusalem.

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Jakarta.

Singarimbun, M. Metode Penelitian Survei. Jakarta : Penerbit LP3I.

Tulak, Daniel 2008. Kada Disedan Sarong Bisara Ditoke’ Tambane Baka. Tana Toraja : Penerbit Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Tana Toraja.


(6)

xvii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Ayu, Ni Luh. 2007. Studi Deskriptif mengenai Value Schwartz’s pada masyarakat Hindu Bali usia dewasa madya di Kota Bandung. Universitas Kristen Maranatha.

Christa. 2009. Studi Deskriptif mengenai Schwartz’s Value pada masyarakat Maluku di Perhimpunan “X”Jakarta. Universitas Kristen Maranatha. Hakim, Abdul. 2013. Jumlah Pendatang Baru Surabaya Capai 100 ribu.

(http://www.antarjatim.com/lihat/berita/115765/jumlah-pendatang-baru-surabaya-capai-100-ribu, diaskes 12 Agustus 2013 pukul 18:49 WIB). Indriani, Ivo. 2012. Studi Deskriptif mengenai Schwarz’z Value pada siswa

dengan latar belakang suku Toraja di SMA “X” kecematan Towuti, Sulawesi Selatan.

http://www.surabaya.go.id/profilkota/index.php?id=22

Rany. 2012. Studi Desriptif mengenai Schwartz’s Value pada masyarakat suku Batak Toba Usia Dewasa Awal di Kota Medan. Universitas Kristen Maranatha.

Sariubang, Matheus., R. Qomariyah,. & L. Kristanto. 2010. Peranan Kerbau dalam Masyarakat Adat Toraja di Sulawesi Selatan. Seminar Nasional

Teknologi Peternakan dan Veteriner.

(http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/lokakarya/plkbo11-17.pdf). Sudiantara, Y. 1998. Nilai-Nilai Hidup Masyarakat Jawa. Universitas Katolik

Soegijapranata Semarang.

Tim Dosen. 2009. Pedoman Skripsi Sarjana. Fakultas Psikologi. Universitas Kristen Maranatha.