KAJIAN HUBUNGAN ANTARA VARIASI KECEPATAN KENDARAAN DENGAN EMISI YANG DIKELUARKAN PADA KENDARAAN BERMOTOR RODA EMPAT.

(1)

RINGKASAN DAN SUMMARY

Ringkasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi gas CO, NO2 dan SO2 yang dilepaskan dari beberapa kendaraan roda empat saat kecepatan 0, 20, 40, 60, 80 km/jam. Melalui pengukuran menggunakan alat impinger yang menyerap gas CO, NO2 dan SO2 dari knalpot kendaraan-kendaraan sampel.

Dalam penelitian tentang hubungan kecepatan kedaraan terhadap emisi ini, kendaraan yang akan digunakan adalah jenis kendaran yang banyak terdapat di Kota Padang dan mudah utuk didapatkan. Hal ini dapat dilihat dari Dinas Lalu Lintas da Angkutan Jalan Raya (DLLAJR). Jenis kendaraan bermotor yang diamati adalah kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin dan kendaraan bermotor dengan bahan bakar solar. Kendaraan yang dipergunakan juga memperhitungkan tahun pembuatan kendaraan dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2005. Kendaraan-kendaraan sampel adalah kendaraan bensin dan solar yang diproduksi pada rentang tahun 1991–1995, 1996–2000, dan 2001– 2005.

Dalam pengambilan sampel gas CO, NO2 dan SO2, kendaraan dijalankan di jalan raya dengan peralatan sampling ditempatkan dalam kendaraan. Knalpot kendaraan dihubungkan dengan peralatan sampling dengan menggunakan slang penghubung sehingga emisi yang dikeluarkan knalpot kendaraan dapat dibaca oleh peralatan sampling. Pada tiap kecepatan yang ditetapkan, ditentukan emisi gas CO, NO2 dan SO2 yang dikeluarkan oleh kendaraan tersebut.

Dari penelitian terhadap gas CO, secara umum didapatkan bahwa kecenderungan yang muncul adalah semakin cepat laju kendaraan maka gas CO yang dilepaskan akan semakin besar. Hasil pengukuran konsentrasi CO pada mesin bensin: kendaraan tahun 1991-1995 adalah 193,327; 132,386; 428,072; 184,099; 189,265 µg/m3. Kendaraan tahun 1996-2000


(2)

adalah 129,560; 13,878; 240,956; 264,915; 416,629 µg/m3. Kendaraan tahun 2000- 2005 adalah 181,200; 61,605; 74,447; 91,700; 108,025 µg/m3. Hasil pengukuran konsentrasi CO pada mesin solar: kendaraan tahun 1991-1995 adalah 114,789; 343,333; 464,024; 682,882; 622,757 µg/m3. Kendaraan tahun 1996-2000 adalah 114,938; 160,090; 56,336; 49,527; 190,437 µg/m3. Kendaraan tahun 2000- 2005 adalah 14,540; 27,979; 24,756; 27,267; 58,524 µg/m3

.

Dari penelitian terhadap NO2 diketahui bahwa konsentrasi gas NO2 yang dihasilkan akan meningkat seiring bertambahnya kecepatan kendaraan. Dari variasi kecepatan kendaraan ini diketahui konsentrasi NO2 terendah yang dihasilkan adalah 2,894 μg/m3 dan konsentrasi tertinggi mencapai 133,736 μg/m3. Saat mobil dalam keadaan idle telah dihasilkan NO2 dengan konsentrasi rendah. Saat mobil bergerak dengan kecepatan rendah (20 km/jam) terjadi sedikit peningkatan konsentrasi NO2. Peningkatan konsentrasi gas NO2 yang signifikan terjadi pada saat mobil melaju dengan kecepatan sedang (40-60 km/jam) kekecepatan tinggi (80 km/jam).

Hasil pengukuran konsentrasi SO2 pada mesin diesel: kendaraan tahun 1991-1995 adalah 0,528; 2,510; 7,050; 11,099; 33,248 µg/m3. Kendaraan tahun 1996-2000 adalah 1,194; 8,742; 13,614; 19,388; 26,586 µg/m3. Kendaraan tahun 2000- 2005 adalah 0,013; 0,0532; 3,527; 13,752; 22,117 µg/m3. Sedangkan untuk kendaraan mesin bensin, konsentrasi SO2 tidak terdeteksi, karena sangat kecil. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa konsentrasi SO2 pada emisi kendaraan meningkat seiring bertambahnya kecepatan kendaraan. Dan hubungan konsentrasi SO2 dengan kecepatan kendaraan adalah hubungan linear.


(3)

Summary

Aim of this research is to know gas concentration of CO, NO2 and of SO2 emitted from some vehicle of wheel four with speed 0, 20, 40, 60, 80 km/hour. Measurement of concentration use impinger which absorbent gas of CO, NO2 and of SO2 of knalpot vehicles of sample

In this research, it is used vehicles that are easy to obtain. It can be seen in Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (DLLAJR). Type motor vehicles used are motor vehicle with gasoline fuel and motor vehicle with diesel fuel. The vehicles used vehicles that are made in 1990 up to 2005, namely Vehicles of produced diesel fuel and gasoline [at] spanning year 1991-1995, 1996-2000, and 2001-2005.

In sampling gas, vehicle run in the roadway with equipments of sampling placed in vehicle. Vehicle Knalpot is link to attribute of sampling equipments using link hose so that emission from vehicle knalpot can be read by sampling equipments. It is determined gas emission of CO, NO2 and of SO2 from knalpot of vehicle at every specified speed.

The research of gas CO, show that the CO concentration will be increase if the vehicle speed is increased. Result of measurement of concentration of CO of gasoline engine: vehicle of year 1991-1995 are 193,327; 132,386; 428,072; 184,099; 189,265 µ g / m3. Vehicle of year 1996-2000 are 129,560; 13,878; 240,956; 264,915; 416,629 µ g / m3. Vehicle of year 2000- 2005 are 181,200; 61,605; 74,447; 91,700; 108,025 µ g / m3. Result of measurement of concentration of CO of diesel fuel machine: vehicle of year 1991-1995 are 114,789; 343,333; 464,024; 682,882; 622,757 µ g / m3. Vehicle of year 1996-2000 are 114,938; 160,090; 56,336; 49,527; 190,437 µ g / m3. Vehicle of year 2000- 2005 are 14,540; 27,979; 24,756; 27,267; 58,524 µ g / m3.


(4)

Research of NO2 show that gas concentration of NO2 will increase if speed of vehicle is increased. The lowest concentration of NO2 is 2,894 μg/m3 and the highest consentrasion achieve 133,736 μg/m3. The low concentration of NO2 have been detected when vehicle in idle condition. When vehicle in 20 km/h speed, the concentration will increase and will increase significantly in high speed (80 km/h).

The measurement of concentration of SO2 of diesel engine: vehicle of year 1991-1995 are 0,528; 2,510; 7,050; 11,099; 33,248 µg/m3. Vehicle of year 1996-2000 are 1,194; 8,742; 13,614; 19,388; 26,586 µg/m3. Vehicle of year 2000- 2005 are 0,013; 0, 0532; 3,527; 13,752; 22,117 µg/m3. While for the vehicle of gasoline engine, concentration of SO2 is not detected, because the concentration is very low. Results of measurement indicate that concentration of SO2 is increase if the speed of vehicle is increased. The concentration of SO2 have linier link with speed of vehicle.


(5)

KAJIAN HUBUNGAN ANTARA VARIASI KECEPATAN KENDARAAN DENGAN EMISI YANG DIKELUARKAN

PADA KENDARAAN BERMOTOR RODA EMPAT Vera Surtia Bachtiar

Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Unand

Kampus Limau Manis Padang. Telp: 0751 72564. Fax: 0751-72564. Email: vera_sb @ft.unand.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi gas CO, NO2 dan SO2 yang dilepaskan

dari beberapa kendaraan roda empat saat kecepatan 0, 20, 40, 60, 80 km/jam. Melalui pengukuran menggunakan alat impinger yang menyerap gas CO, NO2 dan SO2 dari knalpot

kendaraan-kendaraan sampel. Pelaksanaannya di lapangan adalah dengan meletakkan impinger di bagian belakang kendaraan, yang akan menyerap gas CO, NO2 dan SO2 selama

lebih kurang 2 menit untuk setiap sampel. Kendaraan-kendaraan sampel adalah kendaraan bensin dan solar yang diproduksi pada rentang tahun 1991–1995, 1996–2000, dan 2001– 2005. Dari penelitian terhadap gas CO, secara umum didapatkan bahwa kecenderungan yang muncul adalah semakin cepat laju kendaraan maka gas CO yang dilepaskan akan semakin besar. Dari penelitianterhadap NO2 diketahui bahwa konsentrasi gas NO2 yang dihasilkan

akan meningkat seiring bertambahnya kecepatan kendaraan. Hasil pengukuran konsentrasi SO2 pada mesin diesel mempunyai kecendrungan bahwa semakin tinggi kecepatan kenaraan,

maka konsentrasi yang dihasilkan juga semakin besar. Sedangkan untuk kendaraan mesin bensin, konsentrasi SO2 tidak terdeteksi, karena sangat kecil. Dan hubungan konsentrasi SO2

dengan kecepatan kendaraan adalah hubungan linear. .

Kata kunci: Konsentrasi, CO, NO2, SO2, Kecepatan

PENDAHULUAN

Sumber utama polusi udara di kota besar adalah kendaraan bermotor (Republika, 2006). Tiap kendaraan bermotor akan mengeluarkan emisi yang banyaknya antara lain tergantung kepada tahun kendaraan, jenis bahan bakar yang digunakan. Kendaraan dengan tahun pembuatan yang lebih lama akan mengeluarkan emisi yang lebih banyak dibandingkan dengan kendaraan baru. Demikian juga kendaraan dengan bahan bakar bensin akan mengeluarkan jenis emisi yang berbeda dengan kendaraan berbahan bakar solar (Marlok, 1991).

Kecepatan juga akan mempengaruhi jumlah emisi yang dikeluarkan oleh suatu kendaraan. Menurut Marlok (1992) yang melakukan uji emisi di Amerika Serikat, semakin tinggi kecepatan yang digunakan pada suatu kendaraan, maka jumlah CO yang dikeluarkan akan semakin kecil. Hal ini berbanding terbalik dengan NO2, dimana semakin tinggi kecepatan yang digunakan maka NO2 yang dikeluarkan akan semakin besar.

Di Indonesia sendiri terutama untuk Kota Padang, belum pernah dilakukan pengujian terhadap hubungan antara kecepatan yang digunakan dengan emisi yang dikeluarkan


(6)

pada suatu kendaraan bermotor. Berdasarkan hal itu, perlu diadakan penelitian untuk melihat hubungan yang terjadi antara kecepatan kendaraan yang dipergunakan pengemudi dengan emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan tersebut.

Dalam penelitian tentang hubungan kecepatan kedaraan terhadap emisi ini, kendaraan yang akan digunakan adalah jenis kendaran yang banyak terdapat di Kota Padang dan mudah utuk didapatkan. Hal ini dapat dilihat dari Dinas Lalu Lintas da Angkutan Jalan Raya (DLLAJR). Jenis kendaraan bermotor yang diamati adalah kendaraan bermotor dengan bhan bakar bensin dan kendaraan bermotor dengan bahan bakar solar. Kendaraan yang dipergunakan juga memperhitungkan tahun pembuatan kendaraan dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2005.

Dalam pengambilan sampel gas CO, NO2 dan SO2, kendaraan dijalankan di jalan raya dengan peralatan sampling diempatkan dalam kendaraan. Knalpot kendaraan dihubungkan dengan peralatan sampling dengan menggunakan slang penghubung sehingga emisi yang dikeluarkan knalpot kendaraan dapat dibaca oleh peralatan sampling. Pada tiap kecepatan yang ditetapkan, ditentukan emisi gas CO, NO2 dan SO2 yang dikeluarkan oleh kendaraan tersebut. Setelah dianalisis variasi kecepatan terhadap konsentrasi emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor melalui analisis statistik, rnaka dilakukan kajian terhadap hubungan variasi kecepatan dengan konsentrasi gas CO, NO2 clan SO2 yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor.

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Morlok (1991), keberadaan gas polutan di udara yang dihasilkan dari kegiatan transportasi sangat dipengaruhi oleh bentuk atau kebiasaaan berkendaraan dari pengguna jasa lalu lintas, seperti volume dan kecepatan lalu lintas tersebut.

Kecepatan kendaraan didefinisikan sebagai tingkat pergerakan yaitu jarak yang ditempuh kendaraan dalam satu satuan waktu tertentu. Umumnya dinyatakan dengan satuan kilometer per jam (km/jam). Karena dalam arus lalu lintas akan terdapat berbagai jenis kendaraan dengan berbagai kecepatan juga, maka kecepatan yang dimaksud adalah kecepatan rata-rata.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Morlok (1991), meningkatnya kecepatan kendaraan akan menghasilkan emisi yang makin rendah dari karbon monoksida dan hidrokarbon per kendaraan-mil, sedangkan emisi oksida dari nitrogen akan bertambah per kendaraan-mil dengan bertambahnya kecepatan. Karena ketiga jenis polutan di atas sama sekali tidak diinginkan, maka tidak terdapat aturan umum mengenai kecepatan terbaik dari sudut pandang kualitas udara. Hal yang sama juga sudah dibuktikan oleh Bachtiar (2003) dalam pemodelan kualitas udara Kota Padang. Dalam penelitian lain tentang perbandingan beberapa model untuk menghitung konsentrasi polutan, didapat konsentrasi CO sebanding dengan kenaikan volume lalu lintas dan penurunan kecepatan kendaraan (Bachtiar, 2002)


(7)

METODE PENELITIAN

Data sekunder diperoleh dari instansi terkait, seperti Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (DLLAJR), Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA), serta instansi lainnya. Data yang diperoleh adalah jenis kendaraan terbanyak yang ada di Kota Padang dari tahun ke tahun. Berdasarkan data ini dapat ditentukan jenis kendaraan yang digunakan untuk kegiatan sampling. Dalam pelaksanaan penelitian ini, jenis kendaraan yang digunakan terbagi dua, yaitu kendaraan yang menggunakan bahan bakar bensin dan yang menggunakan bahan bakar solar.

Data primer yang dipakai dalam penelitian ini berupa sample gas CO, NO2 dan SO2 yang diuji langsung di lapangan. Sampling dilakukan dengan menggunakan alat impinger. Kendaraan dijalankan dengan variasi kecepatan yang ditetapkan dan gas buang yang dihasilkan kendaraan ditangkap oleh slang yang dihubungkan langsung ke impinger. Kegiatan pengambilan sampel gas dilakukan dengan cara menangkap gas buangan yang berasal dari knalpot dengan menggunakan pipa besi. Pipa penyalur gas ini dibuat berbentuk siku-siku dan pada salah satu ujungnya disambungkan dengan selang plastik agar dapat bergerak fleksibel. Pada selang ini kemudian disambungkan dengan tiga pipa kecil yang akan dipasangkan ke tabung penampung berisi silica gel pada impinger. Ujung pipa yang masuk ke dalam knalpot diikatkan kabel probe termokopel untuk pengukuran suhu.

Impinger kemudian diletakkan di bagian belakang dalam kendaraan bersama-sama

dengan peralatan lainnya. Sebaiknya atur agar impinger tidak berdekatan dengan generator untuk mencegah terhisapnya gas buangan dari knalpot generator. Sebelum impinger digunakan, terlebih dahulu dilakukan pengaturan flow rate pada impinger sesuai kebutuhan. Kemudian larutan dimasukkan ke dalam tabung penampung yang telah dibilas dengan aquadest dan letakkan di dalam impinger.

Kendaraan sampel kemudian dijalankan dengan laju yang diinginkan dan pada saat laju kendaraan telah stabil, kemudian impinger dihidupkan selama beberapa menit. Penentuan lama waktu pengukuran pada penelitian ini rata-rata selama dua menit. Gas yang berasal dari knalpot kemudian dialirkan ke dalam tabung penampung yang berisi silica gel untuk menyaring partikulat dan air. Lalu gas yang telah bebas partikulat dan air dialirkan ke dalam tabung yang telah berisi larutan penyerap. Setelah alat dimatikan, larutan penyerap kemudian disimpan ke dalam botol kecil yang telah di beri nomor urut dan dimasukkan ke dalam termos yang berisi es untuk pengawetan larutan sampel.

Untuk menentukan konsentrasi CO, NO2 dan SO2, dilakukan analisis laboratorium terhadap sampel yang telah diambil. Kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data CO, NO2 dan SO2. Langkah terakhir adalah melakukan analisis dan kajian dari hasil pengolahan data yan telah dilakukan sehingga diketahui hubungan antara variasi kecepatan kendaraan bermotor dengan konsentrasi CO, NO2 dan SO2 yang dihasilkan.


(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan Konsentrasi Gas CO dengan Kecepatan a. Tingkat Emisi CO pada Kendaraan Bensin

Pada kendaraan-kendaraan sampel bensin untuk produksi 1991 – 1995 dengan 1996 - 2000, tahun produksi kendaraan tidak terlalu mempengaruhi besar tingkat CO yang diemisikan. Kendaraan 1991 – 1995 pada kecepatan 20 km/jam, 60 km/jam, dan 80 km/jam kenyataannya memiliki tingkat emisi CO yang lebih rendah dibanding kendaraan 1996 – 2000. Pengaruh variasi kecepatan kendaraan bensin terhadap gas CO yang diemisikan dapat dilihat pada gambar 9 di bawah ini.

0 100 200 300 400 500 600 700

0 20 40 60 80

kecepatan(km/jam)

[C

O

]

[CO] 1991-1995 [CO] 1996-2000 [CO] 2001-2005 Gambar 9. Pengaruh Variasi Kecepatan Kendaraan Bensin Terhadap Emisi CO

Namun jika tingkat emisi kendaraan 1991 – 1995 dibandingkan dengan kendaraan 2001 – 2005, emisi kendaraan 1991 – 1995 selalu dalam jumlah yang lebih besar. Begitu juga jika kendaraan 1996 – 2000 dibandingkan dengan kendaraan 2001 – 2005. Kendaraan 2001 – 2005 secara umum mengemisikan CO dalam jumlah yang lebih besar, kecuali dalam kondisi idle yang perbedaannya tidaklah terlalu besar. Berikut kecenderungan dari hubungan antara kecepatan kendaraan bensin dengan emisi CO yang dilepaskan dapat dilihat pada gambar 10. di bawah ini.


(9)

0

20

40

60 80

0 20

40 60

80 0

20 40 60 80

0.000 100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000 700.000 800.000

kecepatan,km/jam

[C

O]

1991-1995 1996-2000 2001-2005

Gambar 10. Kecenderungan dari Hubungan Variasi Kecepatan Kendaraan Bensin Terhadap CO yang Dilepaskan

Dari gambar 9 dapat dilihat bahwa secara umum semakin cepat laju kendaraan maka emisi CO yang dilepaskan akan semakin besar. Akan tetapi pengecualian untuk kendaraan 1991 -1995 di kecepatan 40 km/jam, dan pada kendaraan 2001 – 2005 saat kondisi idle ke kecepatan 20 km/jam. Terkait dengan pengaruh cc terhadap besar emisi CO yang dilepaskan, pada beberapa kecepatan memperlihatkan pengaruh tersebut. Untuk kendaraan-kendaraan sampel bensin ini, kendaraan 1996 – 2000 memiliki cc yang paling besar. Di kecepatan 20, 60, dan 80 km/jam kendaraan dengan cc paling besar ini memiliki emisi CO yang paling besar.

Kemudian mengenai hubungan dengan baku mutu emisi untuk kendaraan. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 5 tahun 1993 disebutkan bahwa untuk kendaraan roda empat berbahan bakar bensin, tingkat emisi CO yang diperbolehkan adalah sebesar 4,5 %. Apabila dibandingkan dengan keseluruhan CO yang diemisikan dari kendaraan sampel bensin ini terlihat bahwa tidak ada satu kendaraan pun yang emisinya melewati baku mutu.

b. Tingkat Emisi CO pada Kendaraan Solar

Pada kendaraan-kendaraan sampel solar jelas sekali terlihat ada pengaruh tahun produksi kendaraan terhadap CO yang diemisikan. Semakin baru kendaraan solar maka tingkat emisi CO yang dihasilkan pun semakin kecil. Pengaruh variasi kecepatan kendaraan solar terhadap gas CO yang diemisikan dapat dilihat pada gambar 11 di bawah ini.


(10)

0.000 100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000 700.000

0 20 40 60 80

Kecepatan (km/jam)

[C

O

]

g/

m

3

)

[CO] 1991-1995 [CO] 1996-2000 [CO] 2001-2005

Gambar 11. Pengaruh Variasi Kecepatan Kendaraan Solar Terhadap Emisi CO

Dari gambar 11 terlihat bahwa semakin tinggi tahun produksi kendaraan solar, maka emisi CO yang dilepaskan semakin sedikit. Mulai kendaraan periode 1991 – 1995, 1996 – 2000, dan kendaraan 2001 – 2005 terlihat CO yang dilepaskan semakin rendah. Kemudian dihubungkan dengan pengaruh cc terhadap emisi CO yang dilepaskan, didapatkan bahwa kendaraan dengan cc terbesar mengemisikan CO dalam jumlah yang paling besar pula. Dalam hal ini adalah kendaraan periode 1991 – 1995. Selanjutnya untuk melihat kecenderungan yang timbul dari variasi kecepatan kendaraan terhadap CO yang dilepaskan pada kendaraan solar ini maka dapat diperhatikan gambar 12 berikut ini.

0

20

40

60

80

0 20

40 60

80

0 20 40 60 80

0.000 100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000 700.000 800.000

kecepatan,km/jam

[C

O]

1991-1995 1996-2000 2001-2005

Gambar 12. Kecenderungan dari Hubungan Variasi Kecepatan Kendaraan Solar Terhadap CO yang Dilepaskan


(11)

Dari gambar 12 dapat disaksikan bahwa secara umum untuk kendaraan solar semakin kencang laju sebuah kendaraan, maka semakin meningkat CO yang diemisikan. Hal ini terjadi hampir pada kendaraan-kendaraan solar yang disampling. Walaupun pada kendaraan 1991 – 1995 dan 1996 – 2000 hal itu tidak terjadi semua. Namun sebab ketidakjadian itu terjadi akibat faktor-faktor lain yang menyebabkan pula terjadi kenaikan gas CO yang diemisikan. Mengenai penjelasan pada masing-masing kendaraan ini dapat disaksikan pada analisis gas CO yang diemisikan oleh tiap kendaraan sebelum ini.

Hubungan Konsentrasi Gas NO2 dengan Kecepatan a. Kendaraan Berbahan Bakar Bensin

Gambar 13 menunjukkan hubungan konsentrasi gas NO2 yang dihasilkan oleh mobil 1 terhadap kecepatan kendaraan.

29.19 14.98

7.811 2.894 3.371

y = 2,0913e0,1223x

R2 = 0,9708

0 10 20 30 40 50

0 20 40 60 80

Kecepatan (km/jam)

K

on

sen

trasi

G

as

N

O

2

(u

g/

m

3 )

Gambar 13 Hubungan Variasi Kecepatan terhadap Konsentrasi Gas NO2 Mobil 1 Meskipun hampir 15 tahun digunakan, namun kendaraan ini memiliki jarak tempuh jalan yang relatif rendah. Hal itu dikarenakan kendaraan ini merupakan kendaraan pribadi yang lebih sering digunakan untuk keperluan dalam kota dan digunakan untuk aktivitas sehari-hari, sementara jarak antara rumah dengan tempat aktivitas tidak terlalu jauh. Kondisi mobil juga terawat cukup baik.

Berdasarkan Gambar 13 diketahui konsentrasi gas NO2 saat 0 km/jam (idle) telah terdeteksi. Saat mobil bergerak kekecepatan 20 dan 40 km/jam, kenaikan konsentrasi gas NO2 sangat kecil. Kenaikan konsentrasi NO2 yang cukup besar baru terjadi saat mobil bergerak 60 km/jam dan kenaikan yang signifikan terjadi saat mobil bergerak dengan kecepatan 80 km/jam. Salah satu penyebab tingginya konsentrasi NO2 karena tingginya suhu dan tekanan pada ruang pembakaran yang menyebabkan meningkatnya pembentukan gas NO2.

Mobil 2 merupakan kendaraan dinas yang memiliki jarak tempuh terjauh. Hal ini disebabkan kendaraan merupakan mobil yang digunakan bersama untuk keperluan dinas.


(12)

Kendaraan ini kurang mendapat perawatan yang baik. Gambar 14 menunjukkan hubungan konsentrasi gas NO2 terhadap kecepatan kendaraan.

35,774

131,888 133,736

12,188 12,279

y = 8,1502e0,1431x

R2 = 0,899

0,000 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 350,000

0 40 80

Kecepatan (km/jam)

Ko

ns

en

tr

as

i G

as

NO

2

(u

g/

m

3)

Gambar 14. Hubungan Variasi Kecepatan terhadap Konsentrasi Gas NO2 Mobil 2 Pada saat dilakukan pengukuran suhu pada knalpot, tercatat suhu yang cukup tinggi pada kondisi idle namun konsentrasi gas NO2 yang dihasilkan masih rendah. Saat mobil bergerak dengan kecepatan 20 km/jam, diketahui konsentrasi gas NO2 yang dihasilkan hampir tidak mengalami perubahan dan peningkatan konsentrasi NO2 yang cukup tinggi baru terjadi pada saat mobil bergerak dengan kecepatan 40 km/jam. Konsentrasi NO2 tertinggi dihasilkan saat mobil mulai bergerak dengan kecepatan sedang (60 km/jam) kekecepatan tinggi (80 km/jam) dimana pada grafik dapat dilihat bahwa perbedaan konsentrasi yang dihasilkan saat mobil bergerak dengan kecepatan sedang kekecepatan tinggi sangat signifikan. Karena kondisi mesin yang sangat tidak stabil, waktu pengambilan sampel pada kecepatan 80 km/jam dikurangi menjadi 1 menit.

Mobil 3 merupakan kendaraan milik pribadi. Kendaraan ini termasuk kendaraan baru (2004) dan kondisi kendaraan terawat dengan baik. Konsentrasi gas NO2 yang dihasilkan pada berbagai variasi kecepatan dapat dilihat pada Gambar 15.


(13)

69,998 68,804 71,543 20,804

17,558

y = 17,268e0,0801x

R2 = 0,7857

0 20 40 60 80 100 120 140

0 20 40 60 80

Kecepatan (km/jam) Ko ns en tra si G as N O2 (u g/ m 3 )

Gambar 15. Hubungan Variasi Kecepatan terhadap Konsentrasi Gas NO2 Mobil 3 Pada kondisi idle dan bergerak 20 km/jam, telah dihasilkan gas NO2 dengan konsentrasi yang rendah. Tidak terjadi peningkatan konsentrasi yang signifikan saat bergerak 20 km/jam. Perubahan konsentrasi yang tinggi terjadi saat mobil mulai bergerak dengan kecepatan 40 km/jam. Karena belum terjadi perubahan warna penyerap saat pengambilan sampel pada kecepatan 40 km/jam, waktu pengambilan diperpanjang menjadi 4 menit. Diketahui bahwa perubahan konsentrasi yang relatif stabil meskipun mobil telah bergerak dengan kecepatan tinggi (80 km/jam).

b. Kendaraan Berbahan Bakar Solar

Mobil 4 adalah kendaraan pribadi berbahan bakar solar keluaran tahun 1991. Tidak diketahui kilometer perjalanannya karena alat pengukur sudah tidak berfungsi namun bisa diperkirakan bahwa kendaraan tersebut memiliki jarak tempuh yang tinggi. Hubungan konsentrasi gas NO2 terhadap kecepatan kendaraan diperlihatkan pada Gambar 16.

55,499

43,451 68,229

66,202

64,490

y = 73,136e-0,0198x

R2 = 0,7056

0 10 20 30 40 50 60 70 80

0 20 40 60 80

Kecepatan (km/jam) Kons ent ra si Ga s NO 2 (ug/ m 3 )


(14)

Dari gambar 16 diketahui bahwa saat mobil dalam kondisi idle telah menghasilkan NO2 dengan konsentrasi yang cukup tinggi. Perubahan konsentrasi saat kecepatan 20 hingga 80 km/jam relatif stabil, namun terjadi penurunan saat mobil bergerak dengan kecepatan 60 dan 80 km/jam. Kondisi ini diperkirakan karena mobil menghasilkan asap yang sangat tebal sehingga terdapat partikulat yang terhisap ke dalam impinger dan tercampur ke dalam larutan sampel. Sampel yang tercampur partikulat ini menyebabkan terganggunya pembacaan T oleh impinger.

Mobil 5 merupakan kendaraan milik perusahaan yang diperuntukkan untuk seorang staf sehingga penggunaannya sama dengan kendaraan pribadi. Meskipun berbahan bakar solar namun asap yang dikeluarkan dari knalpot tidak begitu tebal. Gambar 17 menunjukkan hubungan konsentrasi gas NO2 terhadap kecepatan kendaraan.

32,289

37,583 41,595

27,702 26,265

y = 0,7821x + 24,484

R2 = 0,906

0,000 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 45,000 50,000

0 20 40 60 80

Kecepatan (km/jam)

Ko

ns

en

tra

si

G

as

N

O2

(u

g/

m

3 )

Gambar 17. Hubungan Variasi Kecepatan terhadap Konsentrasi Gas NO2 Mobil 5 Saat mobil dalam kondisi idle, NO2 telah dihasilkan dengan konsentrasi cukup rendah. Kenaikan konsentrasi gas NO2 terjadi saat mobil mulai bergerak dengan kecepatan 40 km/jam hingga kekecepatan tinggi (80 km/jam). Namun peningkatan yang terjadi tidak begitu besar.

Mobil 6 merupakan kendaraan milik perusahaan yang telah menempuh perjalanan cukup tinggi untuk kendaraan yang tergolong baru. Kendaraan ini pada saat pengambilan sampel gas NO2, baru saja menjalani servis penggantian oli. Asap yang dikeluarkan dari knalpot sudah sangat sedikit. Meskipun tergolong kendaraan yang sudah memiliki teknologi lebih baik, asap hitam masih tetap menjadi ciri khas kendaraan berbahan bakar solar, terbukti dengan menghitamnya permukaan bagian dalam selang dan pipa besi yang digunakan sebagai penangkap gas knalpot. Hubungan konsentrasi terhadap kecepatan kendaraan diperlihatkan pada Gambar 18 berikut.


(15)

40,000 43,542

45,538

31,752 21,777

y = -0,1873x2 + 4,6309x + 17,614

R2 = 0,9717

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 20 40 60 80

Kecepatan (km/jam)

K

on

se

ntr

as

i G

as

N

O2

(u

g/

m

3 )

Gambar 18. Hubungan Variasi Kecepatan terhadap Konsentrasi Gas NO2 Mobil 6 Saat mobil dalam kondisi idle, telah dihasilkan NO2 dengan konsentrasi rendah. Perubahan yang signifikan terjadi pada saat mobil mulai bergerak dengan kecepatan 20 km/jam dan konsentrasi NO2 terus meningkat hingga mobil bergerak dengan kecepatan 60 km/jam. Pada gambar diketahui terjadi penurunan konsentrasi NO2 saat mobil bergerak dengan kecepatan 80 km/jam. Hal ini diperkirakan karena terlalu tingginya dorongan udara knalpot yang menyebabkan larutan sampel dalam tabung impinger

terbuang dan telah dilakukan pengulangan pengambilan sampel baru namun kondisi pengambilan sampel tetap tidak mendukung terambilnya data sampel yang baik.

Dari pembahasan sebelumnya, dapat dilakukan perbandingan konsentrasi gas NO2 yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar bensin dengan kendaraan berbahan bakar solar. Perbandingan dapat dilihat pada Tabel 4. berikut.


(16)

Tabel 4. Perbandingan Hasil Analisis antara Kendaraan Berbahan BakarBensin dengan Kendaraan Berbahan Bakar Solar

Kendaraan Berbahan Bakar Kendaraan Berbahan Bakar

Bensin Solar

Mobil dalam kondisi Gas NO2 yang dihasilkan Gas NO2 yang dihasilkan sudah idle (0 km/jam) rendah relatif tinggi

Kecepatan mobil Kenaikan konsentrasi NO2 Kenaikan konsentrasi NO2 tidak

sedang cukup signifikan signifikan dan perubahan yang

(40-60 km/jam) terjadi relatif stabil

Kecepatan kendaraan Konsentrasi NO2 yang Perubahan konsentrasi NO2 yang

tinggi (80 km/jam) dihasilkan tinggi dihasilkan relatif stabil Perubahan konsentrasi Terjadi perubahan konsentrasi Peningkatan konsentrasi gas NO2 terhadap yang sangat signifikan saat NO2 yang terjadi tidak begitu

kecepatan kendaraan kendaraan melaju dari signifikan kecepatan rendah ke tinggi

Hubungan Konsentrasi Gas SO2 dengan Kecepatan

Karena data yang didapat hanya pada kendaraan dengan bahan bakar solar, maka data yang dapat dianalisis hanya ada tiga buah. Dari perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada mobil 4 sampai dengan mobil 6, maka didapat hasil berupa grafik yang menggambarkan hubungan antara kecepatan kendaraan dengan konsentrasi SO2 yang diperlihatkan pada gambar 19 sampai dengan gambar 21.

Gambar 19. Hubungan variasi kecepatan terhadap konsentrasi SO2 pada mobil 4

y = 0,4877x2,4514

R2 = 0,9836

0 10 20 30 40

kecepatan (km/jam)

ko

ns

en

tra

si

S

O2

(u

g/

m

3)

konsentrasi 0,528 2,51 7,05 11,099 33,248


(17)

Gambar 20. Hubungan variasi kecepatan terhadap konsentrasi SO2 pada mobil 5

Gambar 21. Hubungan variasi kecepatan terhadap konsentrasi SO2 pada mobil 6

Hasil pengukuran konsentrasi SO2 pada ketiga mobil yang berbahan bakar solar dapat dilihat pada tabel 5 dan gambar 22 berikut :

Tabel 5. Hasil Pengukuran Konsentrasi SO2 Ketiga Mobil

Kons. SO2 (μg/m3) Kecepatan

(km/jam) mobil 4 mobil 5 Mobil 6

0 0,528 1,194 0,013

20 2,51 6,916 0,532

40 7,05 15,493 3,527

60 11,099 19,388 13,752

80 33,248 26,586 22,117

y = 6,3256x - 5,0614 R2 = 0,9909

0 5 10 15 20 25 30

kecepatan (km/jam)

Ko

ns

en

tra

si

S

O2

(u

g/

m

3)

konsentrasi 1,194 6,916 15,493 19,388 26,586

0 20 40 60 80

y = 0,0161x4,7326

R2 = 0,9913

0 5 10 15 20 25 30 35

Kecepatan (km/jam)

Kons

ent

ra

si

SO

2 (

ug/

m

3)

konsentrasi 0,013 0,532 3,527 13,752 22,117


(18)

Gambar 22. Hubungan variasi kecepatan terhadap konsentrasi pada ketiga mobil. Pada kecepatan 0, 20, 40 dan 60 km/jam konsentrasi yang tertinggi antara ketiga mobil adalah mobil ke 5. Sedangkan pada kecepatan 80 km/jam mobil 4 menghasilkan konsentrasi tertinggi diantara 3 mobil lainnya. Mobil 6 sebagai mobil keluaran terbaru menghasilkan konsentrasi SO2 yang paling rendah di tiap variasi kecepatan dibanding mobil lainnya. Hanya pada kecepatan 60 km/jam konsentrasi mobil 6 sedikit lebih tinggi dari pada mobil 4.

Selain itu, seperti yang telah dibahas sebelumnya, konsentrasi SO2 yang dihasilkan ketiga mobil memiliki hubungan linear dengan variasi kecepatan kendaraan. Hubungan linear yang didapat adalah sebanding, dimana semakin cepat kendaraan dijalankan maka konsentrasi SO2 yang dihasilkan semakin besar. Terkait dengan perbedaan yang dimiliki oleh ketiga mobil, dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Perbedaan ketiga mobil sample

Mobil 4 Mobil 5 Mobil 6

Tahun produksi 1991 2000 2002

Kapasitas silinder 2238 cc 2500 cc 2477 cc Sistem BBM Karburator Karburator EFI

Sumber: Data di lapangan

Perbedaan yang dimiliki oleh ketiga mobil tersebut tentu saja mempengaruhi konsentrasi SO2 yang dihasilkannya. Tahun produksi mobil yang berbeda akan berpengaruh besar. Idealnya, semakin tua umur mobil maka kualitas mesinnya juga akan menurun. Begitu juga dengan gas buangan yang dihasilkannya, akan semakin besar. Akan tetapi hasil yang didapat tidak menunjukkan demikian. Mobil 4 dengan tahun produksi yang lebih lama, menghasilkan gas buangan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan mobil 5 dengan tahun produksi yang lebih tinggi. Mobil 4 menghasilkan konsentrasi yang lebih rendah untuk empat variasi kecepatan, yaitu: 0, 20, 40 dan 60 km/jam. Hanya pada kecepatan 80 km/jam, konsentrasi yang dihasilkan mobil 4 lebih tinggi daripada mobil 5. Sedangkan jika dibandingkan dengan mobil 6 yang merupakan mobil keluaran terbaru, mobil 4 menghasillkan konsentrasi yang lebih rendah pada kecepatan 60 km/jam. Jadi dari hasil penelitian ini, menyimpulkan bahwa tahun produksi kendaraan tidak mempengaruhi

0 5 10 15 20 25 30 35

0 20 40 60 80

Kecepatan (km/jam)

Ko

ns

en

tra

si

SO

2 (

ug

/m

3)

mobil 1 mobil 2 mobil 3


(19)

Selanjutnya perbedaan kapasitas silinder mempengaruhi konsentrasi emisi gas buangnya. Hal ini dapat dibandingkan pada mobil 4 dan mobil 5 yang memiliki sistem BBM yang sama, tapi berbeda kapasitas silindernya. Mesin kendaraan dengan kapasitas silinder lebih besar akan mengeluarkan zat pencemar yang lebih besar. Ini terbukti pada mobil 5 yang memiliki kapasitas silinder lebih besar menghasilkan emisi gas buang SO2 yang lebih besar.

Dikaitkan dengan sistem BBM yang dimiliki oleh ketiga mobil, dapat disimpulkan bahwa kendaraan dengan sistem BBM EFI (Electronic Fuel Injection) terbukti lebih baik daripada kendaraan yang menggunakan karburator. Mobil 6 sebagai kendaraan dengan sistem BBM EFI menghasilkan gas buang yang lebih baik daripada dua mobil lain yang memakai sistem BBM karburator.

Hal ini disebabkan oleh kelemahan pencampuran bahan bakar dengan udara yang diproses oleh karburator. Yaitu rendahnya akurasi campuran dalam karburator mempengaruhi rasio campurannya (A/F ratio). Sementara pada mesin kendaraan dengan sistem BBM EFI akan bekerja secara computerized dalam mengatur campuran bahan bakar dengan udara atas informasi dari beberapa sensor, mengatur saat pembakaran (ignition timing) dan tepat di setiap RPM (putaran mesin per menit)(Gunawan, 2004). Tambahan lagi untuk kendaraan dengan sistem BBM EFI, begitu mesin membutuhkan bahan bakar, maka solar bertekanan tinggi langsung diinjeksikan ke ruangan pembakaran. Hasilnya proses pembakaran menjadi jauh lebih cepat dan sempurna. Suhu pembakaran yang lebih tinggi pun ternyata dapat mengurangi waktu yang diperlukan untuk memanaskan catalytic converter. Hasilnya adalah pembakaran yang lebih ramah lingkungan (www.pikiranrakyat.com, 2004).

Selain itu, perawatan mesin kendaraan juga memegang peranan penting. Mobil 1 yang kondisinya lebih terawat, lebih baik daripada mobil 2 yang memiliki tahun produksi yang lebih tinggi. Apalagi kedua mobil ini memakai sistem BBM karburator. Karburator yang tidak terawat, tidak dapat mencampur bahan bakar dengan udara dengan baik, sehingga pembakaran yang terjadi tidak sempurna.

Kondisi lalu lintas juga mempengaruhi emisi SO2 yang dihasilkan kendaraan. Ketika kendaraan melakukan rem mendadak karena padatnya lalu lintas, konsentrasi SO2 yang dihasilkan akan lebih kecil. Karena ketika kendaraan melakukan rem mendadak, maka kecepatan akan berkurang, sehingga kerja mesin juga berkurang. Saat itulah pembakaran bahan bakar dalam mesin berkurang yang mengakibatkan emisi gas buang SO2 yang berasal dari pembakaran bahan bakar juga berkurang.

Sedangkan ketika kendaraan dijalankan pada jalan yang menanjak, konsentrasi SO2 akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena ketika kendaraan berjalan di jalan yang menanjak, mesin kendaraan akan bekerja lebih dipaksakan dari yang seharusnya. Sehingga menyebabkan pembakaran bahan bakar dalam mesin juga akan semakin lebih besar, maka emisi gas buang SO2 akan lebih besar.


(20)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Pengaruh variasi kecepatan kendaraan terhadap emisi gas CO yang dilepaskan secara umum adalah, semakin cepat laju kendaraan, maka gas CO yang diemisikan akan semakin besar.

2. Menyangkut masalah jenis bahan bakar, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kendaraan bensin umumnya akan mengeluarkan emisi CO lebih tinggi dibandingkan kendaraan solar.

3. Kecepatan kendaraan mempengaruhi emisi gas NO2 yang dihasilkan. Apabila kecepatan kendaraan meningkat maka konsentrasi gas NO2 juga akan meningkat; 4. Kendaraan pada kondisi idle (0 km/jam) telah menghasilkan gas NO2 dengan

konsentrasi yang rendah;

5. Perubahan konsentrasi NO2 saat mobil dalam kondisi idle kekecepatan lambat tidak begitu signifikan;

6. Perubahan konsentrasi NO2 yang signifikan terjadi saat mobil bergerak dari kecepatan sedang kekecepatan tinggi;

7. Pada kendaraan berbahan berbahan bakar bensin, perubahan konsentrasi gas NO2 meningkat signifikan saat kendaraan mulai melaju dengan kecepatan sedang (40-60 km/jam);

8. Kendaraan berbahan bakar solar telah menghasilkan konsentrasi gas NO2 yang relatif tinggi saat kondisi idle, namun kenaikannya terhadap variasi kecepatan kendaraan tidak begitu signifikan;

9. Konsentrasi NO2 yang dihasilkan dapat juga dipengaruhi oleh usia kendaraan, perawatan mesin, kelancaran lalu lintas, cara mengemudi, dan perbedaan penggunaan bahan bakar;

10. Uji emisi gas NO2 dari kendaraan bermotor (mobil) dapat dilakukan dengan menggunakan impinger.

11. Bahan bakar solar menghasilkan emisi gas buang SO2 yang lebih besar daripada bahan bakar premium/bensin.

12. Kecepatan kendaraan mempengaruhi emisi gas buang SO2 yang dihasilkannya, dimana semakin cepat kecepatan kendaraan maka semakin besar emisi gas buang SO2 yang dihasilkannya.

13. Tahun produksi kendaraan yang lebih tinggi tidak menjamin apakah emisi yang dihasilkan akan lebih baik.

14. Perbedaan kapasitas silinder mempengaruhi emisi gas buang SO2 yang dihasilkan. Mesin kendaraan dengan kapasitas silinder lebih besar menghasilkan emisi yang lebih besar.

15. Sistem BBM EFI (Electronic Fuel Injection) menghasilkan emisi yang lebih baik daripada sistem BBM karburator.

16. Perawatan yang dilakukan terhadap mesin kendaraan berpengaruh terhadap emisi yang dihasilkan. Semakin baik perawatan maka semakin sedikit emisi yang dihasilkan.


(21)

Saran

Setelah melakukan penelitian ini, ada beberapa hal yang disarankan yaitu :

1. Walaupun uji emisi gas dapat dilakukan dengan menggunakan alat impinger, namun dalam penggunaannya alat ini kurang efektif. Karena alat ini memiliki keterbatasan untuk pengukuran dengan berbagai kondisi di jalan raya. Selain itu alat ini cukup rentan sehingga sangat riskan akan rusak bila digunakan di atas kendaraan yang melaju kencang. Sebaiknya digunakan alat dengan teknologi lebih canggih yang lebih efektif dan aman untuk melakukan pengukuran emisi gas buang kendaraan. Seperti alat Testo 325-I atau alat gas analyzer.

2. Sebaiknya digunakan alat spektrofotometer dengan ketelitian yang lebih tinggi, agar dapat membaca nilai konsentrasi yang sangat rendah sekalipun;

3. Untuk kendaraan diesel yang biasanya memakai bahan bakar solar, sebaiknya menggunakan bahan bakar alternatif lainnya yang lebih ramah lingkungan seperti biodiesel.

4. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat mengukur tekanan knalpot dengan alat yang memungkinkan.

5. Sebaiknya lakukan kegiatan uji coba sebelum melakukan kegiatan pengambilan data untuk menghindari dan mengurangi kesalahan yang mungkin terjadi pada saat kegiatan pengambilan sampel;

6. Alat-alat yang digunakan sebaiknya dari bahan yang tahan panas karena uji emisi biasanya identik dengan suhu yang tinggi. Dalam pengukuran suhu, sebaiknya menggunakan termokopel dengan probe berbentuk kabel untuk menghindari kerusakan alat akibat suhu yang tinggi;

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2003, "Dampak Polusi Asap Kendaraan Bagi Kesehatan" www.suaramerdeka.com

Bachtiar, 2003, "Modeling of Air Quality in Padang City" HEDS-JICA, SDPF-2003. Bachtiar, 2002, "Comparison of Air Quality Dispersion Models for Air Quality

Management" MSc. Thesis, Univ. of Salford

Cooper, David dan Alley. 1994. Air Pollution Engineering, A Design Approach. Second Edition. Waveland Press, Inc.

Defrinaldo, 2003, "Analisis Korelasi Sumber Pencemar Kendaraan Bermotor terhadap Hasil Pemantauan Parameter NO2 dan SO2 Stasiun Pemantau Kualitas Udara

Sukajadi di Kota Pekan Baru” Tugas Akhir, Universitas Andalas.

Fardiaz, Srikandi, 1992, "Polusi Air dan Udara", ITB, Bandung.

Gunawan, T. 2004. ”Uji Emisi Bisa Mendeteksi Kerusakan Mobil”. http://www.kompas.com


(22)

http://id.pikiranrakyat.com/otokirplus/Mesin_diesel_merambah_dunia, 2004. Intisari, 1998. Merenda Birunya Langit Kota.

Morlok, K Edward, 1991, "Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi" Erlangga, jakarta,.

Nevers, Noel de. 1995. Air Pollution Control Engineering. University of Utah. McGraw-Hill,Inc.

Oktriviyondra, T., 2004, "Analisis Pencemaran Karbon Monoksida (CO) Kota Padang

Akibat Emisi Kendaraan Bermotor dengan Program Caline4” Tugas Akhir,

Universitas Andalas.

Republika, 1 Februari 2006. Uji Emisi Mulai Sabtu Ini, halaman 6. Soedomo, et al. 1992, "Pencemaran Udara" ITB.


(1)

Gambar 20. Hubungan variasi kecepatan terhadap konsentrasi SO2 pada mobil 5

Gambar 21. Hubungan variasi kecepatan terhadap konsentrasi SO2 pada mobil 6

Hasil pengukuran konsentrasi SO2 pada ketiga mobil yang berbahan bakar solar dapat

dilihat pada tabel 5 dan gambar 22 berikut :

Tabel 5. Hasil Pengukuran Konsentrasi SO2 Ketiga Mobil Kons. SO2 (μg/m3)

Kecepatan

(km/jam) mobil 4 mobil 5 Mobil 6

0 0,528 1,194 0,013

20 2,51 6,916 0,532

40 7,05 15,493 3,527

60 11,099 19,388 13,752

80 33,248 26,586 22,117

y = 6,3256x - 5,0614 R2 = 0,9909

0 5 10 15 20 25 30

kecepatan (km/jam)

Ko

ns

en

tra

si

S

O2

(u

g/

m

3)

konsentrasi 1,194 6,916 15,493 19,388 26,586

0 20 40 60 80

y = 0,0161x4,7326 R2 = 0,9913

0 5 10 15 20 25 30 35

Kecepatan (km/jam)

Kons

ent

ra

si

SO

2 (

ug/

m

3)

konsentrasi 0,013 0,532 3,527 13,752 22,117


(2)

Gambar 22. Hubungan variasi kecepatan terhadap konsentrasi pada ketiga mobil. Pada kecepatan 0, 20, 40 dan 60 km/jam konsentrasi yang tertinggi antara ketiga mobil adalah mobil ke 5. Sedangkan pada kecepatan 80 km/jam mobil 4 menghasilkan konsentrasi tertinggi diantara 3 mobil lainnya. Mobil 6 sebagai mobil keluaran terbaru menghasilkan konsentrasi SO2 yang paling rendah di tiap variasi kecepatan dibanding

mobil lainnya. Hanya pada kecepatan 60 km/jam konsentrasi mobil 6 sedikit lebih tinggi dari pada mobil 4.

Selain itu, seperti yang telah dibahas sebelumnya, konsentrasi SO2 yang dihasilkan ketiga

mobil memiliki hubungan linear dengan variasi kecepatan kendaraan. Hubungan linear yang didapat adalah sebanding, dimana semakin cepat kendaraan dijalankan maka konsentrasi SO2 yang dihasilkan semakin besar. Terkait dengan perbedaan yang dimiliki

oleh ketiga mobil, dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Perbedaan ketiga mobil sample

Mobil 4 Mobil 5 Mobil 6

Tahun produksi 1991 2000 2002

Kapasitas silinder 2238 cc 2500 cc 2477 cc Sistem BBM Karburator Karburator EFI

Sumber: Data di lapangan

Perbedaan yang dimiliki oleh ketiga mobil tersebut tentu saja mempengaruhi konsentrasi SO2 yang dihasilkannya. Tahun produksi mobil yang berbeda akan berpengaruh besar.

Idealnya, semakin tua umur mobil maka kualitas mesinnya juga akan menurun. Begitu juga dengan gas buangan yang dihasilkannya, akan semakin besar. Akan tetapi hasil yang didapat tidak menunjukkan demikian. Mobil 4 dengan tahun produksi yang lebih lama, menghasilkan gas buangan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan mobil 5 dengan tahun produksi yang lebih tinggi. Mobil 4 menghasilkan konsentrasi yang lebih rendah untuk empat variasi kecepatan, yaitu: 0, 20, 40 dan 60 km/jam. Hanya pada kecepatan 80 km/jam, konsentrasi yang dihasilkan mobil 4 lebih tinggi daripada mobil 5. Sedangkan jika dibandingkan dengan mobil 6 yang merupakan mobil keluaran terbaru, mobil 4 menghasillkan konsentrasi yang lebih rendah pada kecepatan 60 km/jam. Jadi dari hasil penelitian ini, menyimpulkan bahwa tahun produksi kendaraan tidak mempengaruhi konsentrasi gas buangan yang dihasilkannya.

0 5 10 15 20 25 30 35

0 20 40 60 80

Kecepatan (km/jam)

Ko

ns

en

tra

si

SO

2 (

ug

/m

3)

mobil 1 mobil 2 mobil 3


(3)

Selanjutnya perbedaan kapasitas silinder mempengaruhi konsentrasi emisi gas buangnya. Hal ini dapat dibandingkan pada mobil 4 dan mobil 5 yang memiliki sistem BBM yang sama, tapi berbeda kapasitas silindernya. Mesin kendaraan dengan kapasitas silinder lebih besar akan mengeluarkan zat pencemar yang lebih besar. Ini terbukti pada mobil 5 yang memiliki kapasitas silinder lebih besar menghasilkan emisi gas buang SO2 yang lebih

besar.

Dikaitkan dengan sistem BBM yang dimiliki oleh ketiga mobil, dapat disimpulkan bahwa kendaraan dengan sistem BBM EFI (Electronic Fuel Injection) terbukti lebih baik daripada kendaraan yang menggunakan karburator. Mobil 6 sebagai kendaraan dengan sistem BBM EFI menghasilkan gas buang yang lebih baik daripada dua mobil lain yang memakai sistem BBM karburator.

Hal ini disebabkan oleh kelemahan pencampuran bahan bakar dengan udara yang diproses oleh karburator. Yaitu rendahnya akurasi campuran dalam karburator mempengaruhi rasio campurannya (A/F ratio). Sementara pada mesin kendaraan dengan sistem BBM EFI akan bekerja secara computerized dalam mengatur campuran bahan bakar dengan udara atas informasi dari beberapa sensor, mengatur saat pembakaran (ignition timing) dan tepat di setiap RPM (putaran mesin per menit)(Gunawan, 2004). Tambahan lagi untuk kendaraan dengan sistem BBM EFI, begitu mesin membutuhkan bahan bakar, maka solar bertekanan tinggi langsung diinjeksikan ke ruangan pembakaran. Hasilnya proses pembakaran menjadi jauh lebih cepat dan sempurna. Suhu pembakaran yang lebih tinggi pun ternyata dapat mengurangi waktu yang diperlukan untuk memanaskan catalytic converter. Hasilnya adalah pembakaran yang lebih ramah lingkungan (www.pikiranrakyat.com, 2004).

Selain itu, perawatan mesin kendaraan juga memegang peranan penting. Mobil 1 yang kondisinya lebih terawat, lebih baik daripada mobil 2 yang memiliki tahun produksi yang lebih tinggi. Apalagi kedua mobil ini memakai sistem BBM karburator. Karburator yang tidak terawat, tidak dapat mencampur bahan bakar dengan udara dengan baik, sehingga pembakaran yang terjadi tidak sempurna.

Kondisi lalu lintas juga mempengaruhi emisi SO2 yang dihasilkan kendaraan. Ketika

kendaraan melakukan rem mendadak karena padatnya lalu lintas, konsentrasi SO2 yang

dihasilkan akan lebih kecil. Karena ketika kendaraan melakukan rem mendadak, maka kecepatan akan berkurang, sehingga kerja mesin juga berkurang. Saat itulah pembakaran bahan bakar dalam mesin berkurang yang mengakibatkan emisi gas buang SO2 yang

berasal dari pembakaran bahan bakar juga berkurang.

Sedangkan ketika kendaraan dijalankan pada jalan yang menanjak, konsentrasi SO2 akan

semakin besar. Hal ini disebabkan karena ketika kendaraan berjalan di jalan yang menanjak, mesin kendaraan akan bekerja lebih dipaksakan dari yang seharusnya. Sehingga menyebabkan pembakaran bahan bakar dalam mesin juga akan semakin lebih besar, maka emisi gas buang SO2 akan lebih besar.


(4)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pengaruh variasi kecepatan kendaraan terhadap emisi gas CO yang dilepaskan secara umum adalah, semakin cepat laju kendaraan, maka gas CO yang diemisikan akan semakin besar.

2. Menyangkut masalah jenis bahan bakar, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kendaraan bensin umumnya akan mengeluarkan emisi CO lebih tinggi dibandingkan kendaraan solar.

3. Kecepatan kendaraan mempengaruhi emisi gas NO2 yang dihasilkan. Apabila

kecepatan kendaraan meningkat maka konsentrasi gas NO2 juga akan meningkat;

4. Kendaraan pada kondisi idle (0 km/jam) telah menghasilkan gas NO2 dengan

konsentrasi yang rendah;

5. Perubahan konsentrasi NO2 saat mobil dalam kondisi idle kekecepatan lambat

tidak begitu signifikan;

6. Perubahan konsentrasi NO2 yang signifikan terjadi saat mobil bergerak dari

kecepatan sedang kekecepatan tinggi;

7. Pada kendaraan berbahan berbahan bakar bensin, perubahan konsentrasi gas NO2

meningkat signifikan saat kendaraan mulai melaju dengan kecepatan sedang (40-60 km/jam);

8. Kendaraan berbahan bakar solar telah menghasilkan konsentrasi gas NO2 yang

relatif tinggi saat kondisi idle, namun kenaikannya terhadap variasi kecepatan kendaraan tidak begitu signifikan;

9. Konsentrasi NO2 yang dihasilkan dapat juga dipengaruhi oleh usia kendaraan,

perawatan mesin, kelancaran lalu lintas, cara mengemudi, dan perbedaan penggunaan bahan bakar;

10.Uji emisi gas NO2 dari kendaraan bermotor (mobil) dapat dilakukan dengan

menggunakan impinger.

11.Bahan bakar solar menghasilkan emisi gas buang SO2 yang lebih besar daripada

bahan bakar premium/bensin.

12.Kecepatan kendaraan mempengaruhi emisi gas buang SO2 yang dihasilkannya,

dimana semakin cepat kecepatan kendaraan maka semakin besar emisi gas buang SO2 yang dihasilkannya.

13.Tahun produksi kendaraan yang lebih tinggi tidak menjamin apakah emisi yang dihasilkan akan lebih baik.

14.Perbedaan kapasitas silinder mempengaruhi emisi gas buang SO2 yang dihasilkan.

Mesin kendaraan dengan kapasitas silinder lebih besar menghasilkan emisi yang lebih besar.

15.Sistem BBM EFI (Electronic Fuel Injection) menghasilkan emisi yang lebih baik daripada sistem BBM karburator.

16.Perawatan yang dilakukan terhadap mesin kendaraan berpengaruh terhadap emisi yang dihasilkan. Semakin baik perawatan maka semakin sedikit emisi yang dihasilkan.


(5)

Saran

Setelah melakukan penelitian ini, ada beberapa hal yang disarankan yaitu :

1. Walaupun uji emisi gas dapat dilakukan dengan menggunakan alat impinger, namun dalam penggunaannya alat ini kurang efektif. Karena alat ini memiliki keterbatasan untuk pengukuran dengan berbagai kondisi di jalan raya. Selain itu alat ini cukup rentan sehingga sangat riskan akan rusak bila digunakan di atas kendaraan yang melaju kencang. Sebaiknya digunakan alat dengan teknologi lebih canggih yang lebih efektif dan aman untuk melakukan pengukuran emisi gas buang kendaraan. Seperti alat Testo 325-I atau alat gas analyzer.

2. Sebaiknya digunakan alat spektrofotometer dengan ketelitian yang lebih tinggi, agar dapat membaca nilai konsentrasi yang sangat rendah sekalipun;

3. Untuk kendaraan diesel yang biasanya memakai bahan bakar solar, sebaiknya menggunakan bahan bakar alternatif lainnya yang lebih ramah lingkungan seperti biodiesel.

4. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat mengukur tekanan knalpot dengan alat yang memungkinkan.

5. Sebaiknya lakukan kegiatan uji coba sebelum melakukan kegiatan pengambilan data untuk menghindari dan mengurangi kesalahan yang mungkin terjadi pada saat kegiatan pengambilan sampel;

6. Alat-alat yang digunakan sebaiknya dari bahan yang tahan panas karena uji emisi biasanya identik dengan suhu yang tinggi. Dalam pengukuran suhu, sebaiknya menggunakan termokopel dengan probe berbentuk kabel untuk menghindari kerusakan alat akibat suhu yang tinggi;

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2003, "Dampak Polusi Asap Kendaraan Bagi Kesehatan" www.suaramerdeka.com

Bachtiar, 2003, "Modeling of Air Quality in Padang City" HEDS-JICA, SDPF-2003. Bachtiar, 2002, "Comparison of Air Quality Dispersion Models for Air Quality

Management" MSc. Thesis, Univ. of Salford

Cooper, David dan Alley. 1994. Air Pollution Engineering, A Design Approach. Second Edition. Waveland Press, Inc.

Defrinaldo, 2003, "Analisis Korelasi Sumber Pencemar Kendaraan Bermotor terhadap Hasil Pemantauan Parameter NO2 dan SO2 Stasiun Pemantau Kualitas Udara

Sukajadi di Kota Pekan Baru” Tugas Akhir, Universitas Andalas.

Fardiaz, Srikandi, 1992, "Polusi Air dan Udara", ITB, Bandung.

Gunawan, T. 2004. ”Uji Emisi Bisa Mendeteksi Kerusakan Mobil”. http://www.kompas.com


(6)

http://id.pikiranrakyat.com/otokirplus/Mesin_diesel_merambah_dunia, 2004. Intisari, 1998. Merenda Birunya Langit Kota.

Morlok, K Edward, 1991, "Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi" Erlangga, jakarta,.

Nevers, Noel de. 1995. Air Pollution Control Engineering. University of Utah. McGraw-Hill,Inc.

Oktriviyondra, T., 2004, "Analisis Pencemaran Karbon Monoksida (CO) Kota Padang

Akibat Emisi Kendaraan Bermotor dengan Program Caline4” Tugas Akhir,

Universitas Andalas.

Republika, 1 Februari 2006. Uji Emisi Mulai Sabtu Ini, halaman 6. Soedomo, et al. 1992, "Pencemaran Udara" ITB.