BAHASA RUPA DAN PENDIDIKAN DALAM FILM PENUMPASAN PENGHINAAN G 30 S PKI.

(1)

BAHASA RUPA DAN PENDIDIKAN DALAM FILM PENUMPASAN PENGHIANATAN G 30 S PKI

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Seni Konsentrasi Pendidikan Seni Rupa

Diajukan oleh :

Gumilar Pratama 1201593

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “BAHASA RUPA

DAN PENDIDIKAN DALAM FILM PENUMPASAN

PENGKHIANATAN G 30 S PKI” ini dan seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan tersebut, saya siap menanggung resiko yang dijatuhkan kepada saya apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap karya saya.

Bandung, Mei 2014

Yang membuat pernyataan,

Gumilar Pratama NIM. 1201593


(4)

vii

Gumilar Pratama, 2014

Bahasa rupa dan pendidikan dalam film penumpasan penghinaan G 30 S PKI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

E. Sistematika Penelitian ... 3

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

A. Konsep Seni Film ... 5

1. Pengertian Film ... 5

2. Jenis-Jenis Film ... 10

3. Teknik dalam Film ... 23

4. Unsur-Unsur dalam Film ... 36

B. Semiotika dan Bahasa Rupa ... 38

1. Semiotika ... 38

2. Pemuatan Semiotika pada Bahasa Rupa ... 44

3. Unsur-Unsur Seni Rupa ... 48

4. Framing/Komposisi (Teori Komposisi) ... 51

5. Warna ... 53

C. Pendidikan ... 58

1. Sejarah dan Perkembangan Pendidikan di Indonesia... 58


(5)

viii

Gumilar Pratama, 2014

Bahasa rupa dan pendidikan dalam film penumpasan penghinaan G 30 S PKI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Psikologi dan Perkembangan Peserta Didik ... 66

4. Model Berpikir ... 72

BAB III METODE PENELITIAN ... 73

A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 73

B. Teknik Pengumpulan Data ... 74

C. Subjek dan Lokasi Penelitian ... 80

D. Teknik Analisis Data ... 81

BAB IV PEMBAHASAN ... 85

A. Gambaran Umum ... 85

B. Film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI dan Makna Bahasa Visualnya ... 88

1. Genre, Sinopsis, Alur dan Latar Belakang Pembuatan Film ... 88

a. Genre Film ... 88

b. SinopsisFilm ... 90

c. Latar Belakang Pembuatan Film ... 90

d. Alur Film ... 92

2. Makna Bahasa Rupa ... 95

a. Tahap Permulaan ... 96

1)Scene Judul Film ... 96

2)Scene Prolog Film ... 97

3)Scene Persiapan Penyerangan Jamaah Masjid ... 99

4)Scene Penyerangan Jamaah Masjid ... 100

5)ScenePolitics Has No Morals... 102

6)Scene Rapat Kudeta ... 104

7)Scene Kegelisahan Sanyoto ... 106

b. Tahap Pertengahan ... 107

1)Scene Penculikan Nasution ... 107

2)Scene Pembunuhan Brigadir Jendral DI Panjaitan ... 110

3)Scene Penyiksaan di Daerah Lubang Buaya ... 113

c. Tahap Penutupan ... 115

1)Scene Penemuan Sumur Lubang Buaya ... 116

C. Film G 30S PKI dalam Sudut Pandang Pendidikan 1. Segmentasi Film ... 117


(6)

ix

Gumilar Pratama, 2014

Bahasa rupa dan pendidikan dalam film penumpasan penghinaan G 30 S PKI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Unsur Pendidikan dalam Film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S

PKI ... 124

a. Nasehat Kehidupan ... 125

b. Ade Irma dan Tanda Jasa ... 126

c. SceneKawin Gantung ... 127

d. Sikap Tenang dan BeraniIstri Nasution ... 129

e. Sikap Rela Berkorban ... 130

BAB V KESIMPULAN ... 131

A. Kesimpulan dan Saran ... 131

DAFTAR PUSTAKA ... 133


(7)

iii

Gumilar Pratama, 2014

Bahasa rupa dan pendidikan dalam film penumpasan penghinaan G 30 S PKI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Dari beberapa cabang seni dapat dikatakan film khususnya film dokumenter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kehidupan manusia modern, karena pengaruhnya ini banyak pihak terutama para penguasa memanfaatkan film sebagai media propaganda untuk berbagai kepentingan. Film yang baik dapat memberi pengaruh yang bermanfaat bagi kehidupan manusia,

namun begitu pula sebaliknya. Karya tulis yang berjudul “BAHASA RUPA DAN

PENDIDIKAN DALAM FILM PENUMPASAN PENGHIANATAN G 30 S PKI” ini bertujuan untuk menggali makna dari bahasa rupa dan pendidikan yang terdapat pada film tersebut. Penelitian ini dilakukan karena film tersebut menjadi sebuah film yang wajib ditonton semua pelajar di Indonesia mulai tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas pada tanggal 30 September. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan semiotika bahasa rupa dan psikologi pendidikan. Sedangkan teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu dengan cara wawancara, Angket, dokumentasi dan studi pustaka mengenai masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini juga penulis mendapat temuan berupa tanda-tanda visual dengan pemaknaanya, nilai-nilai pendidikan yang disisipkan dalam narasi film dan juga hal-hal yang tidak layak ditonton seperti kekerasan yang tertalu di ekspose secara berlebihan. Banyaknya unsur kekerasan pada film yang diteliti, menjadi pertimbangan peneliti untuk merekomendasikan film tersebut dilarang ditonton pelajar di bawah usia 20 tahun, karena secara kajian teoritis manusia dibawah usia 20 tahun belum memiliki kemampuan self direction dan self control, sehingga secara psikologi peserta didik masih rawan menerima input pelajaran yang mengandung unsur kekerasan.


(8)

iv

Gumilar Pratama, 2014

Bahasa rupa dan pendidikan dalam film penumpasan penghinaan G 30 S PKI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

The documentary film has a greater influence in modern life. Many parties take benefits from film as media propaganda for particular purposes. A study entitled BAHASA RUPA DAN PENDIDIKAN DALAM FILM PENUMPASAN PENGHIANATAN G 30 S PKI” was aimed at exploring the meaning of visual language and educational values in the film. This study was conducted because of the obligation to watch this film on 30th September for elementary to high schools students in president Soeharto era. Descriptive qualitative method using a semiotic approach to visual language and psychology of education was used in this study. This study used Interview, questionnaire, documents study, and literature study as instruments to collect the data. The findings showed that this film contains the meaning of visual sign, educational values embedded in the narration, and the violence exposure. The violence revealed in this film has become a consideration that this film is not recommended for students under 20 years old. Theoretically, twenty-year old humans do not have self-direction and self-control ability which makes them prone to receive violence as lesson input.


(9)

1

Gumilar Pratama, 2014

Bahasa rupa dan pendidikan dalam film penumpasan penghinaan G 30 S PKI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ketika penulis masih di jenjang Sekolah Dasar, setiap tanggal 30 September semua peserta didik diwajibkan pergi ke bioskop untuk menyaksikan Film Dokumenter G 30 S PKI. Namun sejak jatuhnya kekuasaan orde baru film tersebut berhenti ditayangkan di bioskop dan televisi Nasional. Berhentinya tayangan yang semula diwajibkan ini menjadi sebuah pertanyaan besar bagi sebagian orang termasuk penulis. Berbagai opini dan dugaan bermunculan di kalangan masyarakat Indonesia mengenai film tersebut. Sebagian beranggapan film dokumenter Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI berhenti ditayangkan karena merupakan peninggalan politik Orde Baru yang memiliki unsur propaganda dan sebagian masyarakat lainnya beranggapan dihentikannya film dokumenter Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI karena dianggap mengkerdilkan orang-orang keturunan PKI.

Diluar isu dan asumsi yang berkembang dimasyarakat penulis lebih melihat film dokumenter Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI sebagai sebuah karya seni dan media pembelajaran bagi peserta didik didik mengenai sejarah Indonesia. Namun dengan banyaknya unsur kekerasan pada film dokumenter Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI, penulis mempertanyakan dampak psikologis penontonnya terutama aspek kognitif peserta didik yang saat itu diwajibkan menyaksikan film dokumenter ini.

Secara sinematografi film yang dirilis pada tahun 1984 disutradarai oleh Arifin C. Noer ini merupakan salah satu film dengan garapan sinematografi yang apik dan baik di zamannya. Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI meraih sukses secara komersil maupun kritis. Film ini berhasil memperoleh satu penghargaan dan masuk enam nominasi penghargaan lainnya di Festival Film Indonesia 1984, selain itu film ini juga mencapai angka rekor penonton tertinggi,


(10)

2

meskipun dalam banyak kasus penonton diminta untuk melihat film ini, alih-alih secara sukarela.

Berkaitan latar belakang dan fenomena di atas mengenai film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI, maka penulis sangat tertarik untuk menjadikan permasalahan tersebut menjadi fokus dalam penelitian karya ilmiah atau tesis penulis. Fokus dan masalah tersebut juga berhubungan dengan studi yang selama ini penulis ikuti, yakni dalam disiplin pendidikan seni, khususnya seni rupa. Selain itu juga bidang tersebut menjadi profesi penulis yang selama ini geluti. Dengan demikian judul rancangan penelitian yang penulis ajukan

adalah: “Bahasa Rupa dan Pendidikan Dalam Film Dokumenter Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI”.

Penelitian ini juga terinspirasi dari penelitian sebelumnya yang berjudul

“Makna Visual Film Opera Jawa Karya Garin Nugroho” yang ditulis oleh Wawan

Wahyudin dalam memenuhi tugas akhirnya pada Sekolah Pasca Sarjana UPI. Perbedaan karya tulis Film Dokumenter Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI dan Makna Visual Film Opera Jawa terletak pada objek penelitiannya dan

teori-teori yang membedah permasalahan di dalamnya. Selain itu “Bahasa Rupa dan

Pendidikan Film Dokumenter Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI”. Memiliki porsi pembahasan yang cukup banyak dalam masalah pendidikan secara visual dan psikologi pendidikan.

B. Fokus Penelitian

Mengingat banyaknya yang bisa dikaji dan digali dalam sebuah penelitian, maka peneliti membatasi masalah dengan tiga pokok besar permasalahan yaitu bahasa rupa, pendidikan dan pandangan masyarakat terhadap film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI. Agar operasional, fokus penelitian ini akan diuraikan dalam tiga pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apa yang melatarbelakangi pembuatan film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI?

2. Bahasa rupa apa yang digunakan dalam film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI?


(11)

3

3. Seperti apakah film G 30S PKI dalam sudut pandang pendidikan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan pada batasan dan fokus masalah di atas yang meliputi:

1. Mengetahui latar belakang pembuatan film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI.

2. Mengetahui bahasa rupa yang digunakan dalam film G 30S PKI secara mendalam dan teoritis.

3. Mengetahui film G 30S PKI dalam sudut pandang pendidikan secara mendalam dan teoritis.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademik, yakni penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan tentang konsep pendidikan seni, khususnya seni rupa berkenaan dengan bahasa rupa dan pendidikan dalam sebuah karya sinematografi

2. Manfaat Praktis, yakni memberikan input bagi tiga pihak, yakni

(a) Praktisi pendidikan seni di lapangan dengan Hasil penelitian ini dapat memiliki bahan pertimbangan baik tidaknya film dalam sudut pandang pendidikan khususnya film G 30S PKI.

(b) Bagi masyarakat dan stake holder dapat lebih mengerti dan paham film yang baik untuk ditonton dalam sudut pandang seni dan pendidikan

(c) Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu pertimbangan pemerintah pusat dan daerah dalam mengambil kebijakan berkenaan dengan penayangan film di media nasional ataupun di sekolah-sekolah.

E. Sistematika Penelitian

Untuk memberikan gambaran awal mengenai isi tentang “Bahasa Rupa dan Pendidikan Dalam Film Dokumenter Penumpasan Pengkhianatan G 30 S


(12)

4

Bab I, yaitu Bab Pendahuluan. Dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, serta sistematika penulisan.

Bab II, yaitu Bab yang mengungkapkan pengertian film, tanda bahasa rupa dan teori-teori dalam bidang pendidikan. Dalam bab ini akan diuraikan pula mengenai buku-buku yang relevan dan berhubungan untuk pembahasan masalah yang dikaji dalam skripsi.

Bab III, yaitu Bab Metode dan Teknik Penelitian. Bab ini menjelaskan kegiatan serta cara-cara yang penulis tempuh dalam melakukan penelitian guna mendapatkan sumber-sumber yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji.

Bab IV, yaitu Bab dimanana penulis menguraikan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan seluruh hasil penelitian yang diperoleh penulis dalam meneliti film dokumenter Penumpasan G 30 S PKI. Di dalamnya berisi tentang analisis dan pemecahan masalah yang dikaji dalam skripsi ini.

Bab V, yaitu Bab Penutup. Di dalam bab ini akan dikemukakan kesimpulan tentang hasil temuan, rekomendasi dan pandangan penulis tentang permasalahan yang tengah diteliti.

Daftar Pustaka, merupakan studi literatur yang digunakan penulis dalam melaksanakan penelitian.

Daftar Istilah, yaitu definisi dari setiap istilah yang ada dalam penulisan penelitian ini.


(13)

1 Gumilar Pratama, 2014

Bahasa rupa dan pendidikan dalam film penumpasan penghinaan G 30 S PKI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Methode Penelitian

Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan penjelasan deskriptif dalam memaparkan dan hasil temuan data yang ada di lapangan. Chaedar Alwasilah dalam bukunya yang berjudul “pokoknya Kualitatif” (2011) mengutip pemikiran para pakar metodologi kualitatif yaitu: a. Tujuan penelitian kualitatif adalah untuk memahami.

b. Pendekatan yang paling cocok untuk fenomena tersebut adalah etnografi c. Sifat realitas social paling baik dikemas-disajikan dalam “thick description”,

yang kelak dilaporkan kepada para pembaca dalam bentuk naratif.

Pemilihan pendekatan kualitatif yang dikemas dalam bentuk naratif juga didasari agar mudah dipahami oleh para pembaca, sehingga penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak orang. Masih dalam buku “pokoknya Kualitatif” (2011), Alwasilah menulis Howe dan Eisenhart memberi penjelasan penelitian kualitatif akan memberikan semacam rasa “klop” kepada pembacanya.

Untuk memperoleh penjelasan mengenai hubungan antarunsur yang diteliti, peneliti melakukan penggalian informasi yang meluas dan mendalam mengenai Bahasa Rupa dan Pendidikan Film G 30S PKI. Pengumpulan informasi yang menjadi serangkaian data penjelas dalam pendekatan ini harus berdasar pada pandangan masyarakat yang telah melihat film tersebut sebagai landasan prinsipil yang harus ditaati dalam penelitian kualitatif. Dengan demikian posisi peneliti adalah menafsirkan makna Bahasa Rupa dan Pendidikan Film G 30S PKI dan situasi sosial budaya dan pendidikan yang tampak berhubungan dengan tempat, waktu, obyek, pelaku, aktivitas, tindakan, dan perasaan-perasaan masyarakat yang bersangkutan mengenai film tersebut. Dalam penjabarannya penulisan penelitian ini juga mendeskripsikan dan menyampaikan berupa data yang bersifat kualitatif dan gambar seperti yang disampaikan Maleong (2000:5).


(14)

2

Berdasarkan pandangan itu, maka teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian itu yakni: (a) Teknik pengamatan atau observasi, yakni teknik yang menekankan pada kecermatan panca indra dalam mengamati gejala fisik yang berhubungan dengan budaya belajar produktif, keterampilan melukis dan keterampilan hidup kolektif. (b) Tekknik pengamatan terlibat, yakni teknik yang pengamatan mengenai hubungan tindakan manusia dalam kaitanya dengan yang lain. Teknik ini membutuhkan interaksi sosial yang dilakukan dengan kerja sama dengan suatu kelompok sosial sebagaimana yang disarankan oleh Black & Champion (l992:289). (c) Teknik wawancara berstruktur. Teknik wawancara penting dilakukan untuk melengkapi teknik observasi. Teknik wawancara berstruktur adalah wawancara yang dilakukan melalui sejumlah informan yang setara dengan cara struktur yang bertingkat-tingkat, yakni dengan menggunakan pedoman wawancara yang dirancang sebelum wawancara dilakukan mengenai suatu topik permasalahan; (d) Teknik wawancara mendalam atau deep interview yang digunakan untuk melengkapi teknik pengamatan terlibat, yakni dengan cara konfirmasi kembali kepada sumber lainnya yang dipandang tepat. Dalam wawancara mendalam memerlukan informan kunci (key informant) guna memperoleh validitas data yang telah diperoleh dari teknik pengamatan terlibat; dan (e) Teknik studi dokumen, yakni menggali informasi melalui dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah penelitian yang dikaji.

B. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang akan dikaji dalam penelitian, menggunakan teknik sebagai berikut :

a. Observasi

Seperti yang dikemukakan Nasution (1996: 59) bahwa “Data Observasi berupa deskripsi yang factual, cermat, dan terinci mengenai keadaan lapangan, kegiatan manusia dan situasi sosial, serta konteks dimana kegiatan-kegiatan itu terjadi.” Dalam Observasi penelitian, peneliti memakai teknik partisipasi pasif


(15)

3

sebagaimana yang dikemukakan oleh Nasution (1996: 61) teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan partisipasi pasif, artinya tidak ada keterlibatan. Posisi peneliti hanya sebagai orang yang mengamati saja. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat obyektif, seperti pendapat para pelajar atau mahapeserta didik mengenai film Penumpasan G30 S PKI, namun dari partisipasi pasif peneliti juga dapat beralih menjadi lebih aktif dengan mengadakan percakapan dengan orang lain.

b. Wawancara

Wawancara atau intervieu adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab guna melengkapi data hasil pengamatan. Teknik wawancara biasanya dilakukan untuk memperoleh keterangan yang bersifat singkat, karena diperlukan suatu pedoman yang disebut juga pedoman wawancara. Untuk bisa komunikatif wawancara harus menggunakan bahasa sehari-hari, tidak terbelit-belit, dilakukan sesantai mungkin tetapi tetap focus pada apa yang dicari. “Kelemahan interview/wawancara adalah responden bisa saja tidak jujur atau enggan berterus terang untuk menjawab sesuatu yang sensitive atau mengancam dirinya. Dalam hal ini, responden akan cenderung berkesimpulan bahwa peneliti menginginkan responden menjawab sesuai keinginan peneliti. Kelemahan-kelemahan intervieu ini seyogyanya dinetralisasi oleh metode lain seperi observasi dan survey” (Chaedar Alwasilah, 2002: 154).

Tabel 2.1.

Teori Pieget Tentang perkembangan Intelektual

(Sumber: Pendidikan dan psikologi perkembangan oleh Baharuddin, 2009)

No. Nama Lembaga Jabatan

1. Wita Yulyani SDN 2 Jayagiri Guru Seni Budaya 2. Yulia Dunia SMPN 1 Mundu Kepala Sekolah 3. Aditya SMPN Pancakarsa

Bandung

Pelajar

4. Anggi UNSWAGATI Mahapeserta didik


(16)

4

Dalam sebuah buku yang berjudul “Jurnalistik” yang ditulis oleh Hikmat Kusumaningrat (2007: 197) diterangkan proses wawancara yang efektif dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:

a. Usahakan agar wawancara berlangsung lebih lama dari yang direncanakan, sehingga dalam waktu yang lebih itu bisa muncul hal-hal yang memperkuat isi wawancara.

b. Jangan biarkan nara sumber menunggu, datanglah tepat waktu.

c. Usahakan posisi duduk tidak berjarak terlampau jauh, untuk menciptakan suasana yang lebih akrab.

d. Usahakan membawa alat tulis dan buku cadangan.

e. Mulailah wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan ringan untuk sekedar pemanasan atau warming-up dan menciptakan rasa percaya diri nara sumber.

Teknik wawancara ini dilaksanakan secara intensif kepada Pendidik dan pelajar Indonesia mengenai film G 30S PKI. Interview atau wawancara ini penting dalam penggalian informasi dari para informan yang memiliki pengetahuan banyak mengenai film G30S PKI baik dari aspek semiotikanya maupun dari aspek pendidikan. Wawancara dalam penelitian ini juga dibagi dalam dua bagian, wawancara terstruktur, yakni dengan menggunakan pedoman wawancara secara berulang kepada informan mengenai suatu topik; dan wawancara mendalam yang digunakan untuk menggali suatu informasi penting di lapangan sehingga dapat mencapai pemahaman yang menyeluruh mengenai masalah yang diteliti.

c. Angket

Pada penelitian ini angket berfungsi sebagai instrument untuk mencari data yang tidak dapat dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, khususnya kepada sejumlah pendidik dan pelajar. Angket hanya digunakan untuk mengetahui sejauh mana tanggapan audience terhadap film Penumpasan G 30S PKI, sehingga bukan teknik pengumpulan data yang utama dalam penelitian ini. Seperti yang dikemukakan oleh H. B. Sutopo dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian Kualitatif (2002: 71) Bahwa angket dalam teknik penelitian kualitatif sama sekali tidak diusahakan untuk membuat sistem penilaian angka


(17)

5

atau scoring system, dengan demikian posisi angket hanya teknik penunjang pada awal pengumpulan data. Dalam penelitian ini angket berupa quisoner yang dapat diisi langsung.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Nana Sudjana dan Ibrahim (2001:84) bahwa “populasi maknanya berkaitan dengan elemen, yakni unit tempat diperolehnya informasi.” Elemen tersebut bisa berupa individu, keluarga, rumah tangga, kelompok sosial, organisasi dan lain-lain. Populasi dalam penyebaran angket penelitian ini adalah 50 pendidik dan 100 pelajar yang ada di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon di Pulau Jawa.

Angket sendiri berisikan lima hal mengenai pendapat para pendidik dan pelajar akan film yang diteliti. Lima hal tersebut peneliti jabarkan menjadi tiga pertanyaan dan dua pernyataan sebagai berikut.

1) Pernahkah Bapak/Ibu Menonton Film G 30 S PKI?

Pertanyaan ini penulis buat untuk mengetahui responden dapat melanjutkan pertanyaan berikutnya atau tidak. Dikarnakan jika jawaban responden tidak pernah maka peneliti akan mengabaikan jawaban berikutnyadan tidak masuk hitungan dalam pembahasan.

2) Apakah film “Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI” termasuk film

pendidikan?

Pertanyaan ini peneliti berikan untuk mengetahui penilaian para responden mengenai film tersebut yang menurut kreatornya sebagai film pendidikan.

3) Setujukah Bapak/Ibu film “Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI” ditonton

peserta didik SD, SMP dan SMA?

Pertanyaan ini peneliti berikan untuk mengetahui penilaian para responden mengenai fenomena dilarangnya film tersebut beredar di kalangan peserta didik.

4) Film “Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI” memiliki unsur kekerasan yang tidak mendidik dibandingkan dengan pesan pendidikannya.


(18)

6

Pernyataan ini peneliti berikan untuk mengetahui penilaian para responden mengenai perbandingan antara kekerasan dan pendidikan dalam film tersebut.

5) Film “Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI” dapat membangun rasa

Nasionalisme.

Pernyataan ini peneliti berikan untuk mengetahui penilaian para responden mengenai unsur Nasionalisme yang disisipkan dalam film tersebut.

Gambar 3.1.

Dokumentasi Penyebaran Angket Pada Peserta didik SMP 11 Kota Cirebon. Sumber: Dokumen Pribadi.

Gambar 3.2.

Dokumentasi Penyebaran Angket Pada Peserta didik SMP Pancakarsa Kab. Bandung. Sumber: Dokumen Pribadi.


(19)

7

d. Dokumentasi

Dalam pendekatan kualitatif teknik pengumpulan data melalui dokumen merupakan bahan untuk mengecek kekuatan dan ketepatan, sehingga data yang diperoleh dapat diajukan dan dipertanyakan kembali kebenarannya. Dokumen dapat berupa foto-foto, video dokumentasi dan gambar-gambar perencanaan (site plan) karya seni mural dan catatan pribadi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk diskusi serta untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada responden.

“Penggunaan dokumen telah lama dilakukan di dalam penelitian sebagai sumber data, karena dalam banyak hal dokumen juga sebagai sumber data, dapat

dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan dan meramalkan” (Maleong,

1996:161). Disamping itu dokumen dapat dipergunakan untuk mengagali alasan dan latar belakang pembuatannya. Dokumen yang dicari dari penelitian ini adalah data ilimiah mengenai mural teori-teori, dan artefak baik foto maupun video film Penumpasan G30 S PKI.

e. Studi Pustaka

Teknik pengumpulan data melalui kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan cara mencari dokumen-dokumen tertulis yang sesuai dengan masalah yang sedang diteliti. Penggunaan teknik ini dilakukan dengan mempelajari beberapa sumber bacaan, seperti buku-buku, surat kabar dan kliping majalah hasil penelitian yang telah ada (dilakukan oleh orang lain), makalah seminar atau diskusi, hal ini dilakukan agar peneliti mendapat keterangan sebanyak mungkin tentang latar belakang yang luas mengenai hal-hal yang penting tentang landasan penelitian atau dengan kata lain studi kepustakaan diperlukan karena menjadi bahan untuk mengecek kesesuaian data yang telah ada.

Studi pustaka juga dilakukan untuk menambah nilai objektifitas pada penelitian ini, sehingga peneliti dapat menjawab beberapa persoalan yang diangkat berdasarkan literatur yang jelas dan valid.


(20)

8

C. Subjek dan Lokasi Penelitian

Subjek yang penulis kaji adalah film ” Penumpasan G 30 S PKI” berdurasi 120 menit, karya sutradara Arifin C Noer yang diproduseri oleh G. Dwipayana, dan dibintangi Amoroso Katamsi, Umar Kayam, dan Syubah Asa. Diproduksi selama dua tahun dengan anggaran sebesar Rp. 800 juta kala itu, film ini disponsori oleh pemerintahan Orde Baru Soeharto. Film ini dibuat berdasarkan pada versi resmi menurut pemerintah kala itu dari peristiwa "Gerakan 30 September" atau "G30S" (peristiwa percobaan kudeta pada tahun 1965) yang ditulis oleh Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh, yang menggambarkan peristiwa kudeta ini didalangi oleh Partai Komunis Indonesia atau PKI.

Film ini menggambarkan masa menjelang kudeta dan beberapa hari setelah peristiwa tersebut. Dalam kala kekacauan ekonomi, enam jenderal diculik dan dibunuh oleh PKI dan TNI Angkatan Udara, konon untuk memulai kudeta terhadap Presiden Soekarno. Jenderal Soeharto muncul sebagai tokoh yang menghancurkan gerakan kudeta tersebut, setelah itu mendesak rakyat Indonesia untuk memperingati mereka yang tewas dan melawan segala bentuk komunisme. Film ini juga menampilkan pergantian rezim pemerintahan Indonesia dari Presiden Soekarno ke Soeharto menurut versi pemerintahan Orde Baru. Film ini menggambarkan gerakan G30S sebagai gerakan kejam yang telah merencanakan "setiap langkah dengan terperinci", menggambarkan sukacita dalam penggunaan kekerasan yang berlebihan dan penyiksaan terhadap para jenderal.

Penelitian ini dilaksanakan di Bandung, dab Cirebon, dengan sasaran para pendidik dan pelajar. Dalam penelitian ini sampel berarti subjek orang, peristiwa, dan informasi yang dipilih untuk memberikan informasi yang terpercaya. Untuk itu, penetapan subjek dilakukan melalui sampel internal. Bogdan dan Biklen (1982:62) menyebut sampel internal, yaitu keputusan yang diambil jika setelah memiliki gagasan umum mengenai apa yang akan dikaji, dengan siapa akan berbicara, kapan melakukan pengamatan, dan berapa banyak jenis dokumen yang akan ditinjau. Oleh Glaser dan Straus (1985:102) disebut sampling teoritis dengan kriteria penentuan kapan berhenti membuat sampling


(21)

9

kelompok-kelompok yang berbeda-beda untuk sebuah kategori adalah kejenuhan teoritis kategori itu. Orang memperoleh kejenuhan teoritis dengan cara mengumpulkan data sambil menganalisisnva. Bila suatu kategori telah jenuh, tidak ada cara lain kecuali terus mencari kelompok baru dengan data dari kategori lain dan berusaha menjenuhkan kategori-kategori baru ini juga.

Pemilihan subjek informan, prosedurnya sesuai dengan saran Patton (1980: 205) yaitu penetiti memilih informan yang dipandang paling mengetahui masalah yang dikaji, dan pilihannya dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam pengumpulan data.

D. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap analisis bahasa rupa dan semiotikanya dan tahap analisis film tersebut dari sudut pandang teori pendidikan. Analisis data merupakan proses mencari dan mengatur secara sistematis transkrip wawancara, transkrip dokumen, dan catatan hasil pengamatan. Bahan-bahan tersebut memungkinkan peneliti melaporkan apa yang ditemukannya kepada pihak lain (Bogdan dan Biklen, 1982. 145). Selanjutnya dikatakan bahwa pekerjaan analisis meliputi kegiatan mengerjakan data menatanya menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, mencari pola, menemukan apa yang penting dan apa yang akan dipelajari serta memutuskan apa yang akan peneliti laporkan. Alwasilah (2002: 158) berpendapat bahwa dalam kualitatif peneliti tidak boleh menunggu dan membiarkan data yang menumpuk, untuk kemudian menganalisisnya. Bila demikian halnya, peneliti mendapatkan berbagai kesulitan dalam menangani data. Semakin sedikit data, semakin mudah penanganannya.

Dalam penelitian ini penulis membagi film menjadi tiga bagian dengan didasari pendapat Himawan yang dibahas pada bab II yaitu tahap permulaan (exposition), tahap pertengahan (conflict) , tahap penutupan (resolution). Pada setiap tahap narasi film penulis mengambil potongan gambar yang mewakili


(22)

10

tahapan tersebut untuk dianalisis tanda-tanda visualnya yang berupa icon, indeks dan symbol.

Selain itu, penulis juga akan mencermati bagaimana komponen visual yang terdapat pada potongan gambar tersebut. Unsur visual ini seakan menjadi syarat wajib bagi penelitian visual seperti yang dijelaskan oleh Barnet (1985: 38) bahwa menelaah gambar seperti foto tidak bisa dipisahkan dari pertanyaan seputar gelap terang, warna, komposisi, setting, gestur badan, dan cerita apa yang terkandung di dalamnya. Karena penelitian ini mengambil film sebagai subjek penelitian, maka peneliti perlu menambahkan aspek gerak yang terjadi dalam film. Hal ini diperkuat dengan pemyataan Block yang membagi komponen visual film menjadi enam bagian, yaitu space, line and shape, tone, color, movement, dan rhythim.

Setelah menganalisis aspek bahasa rupa dan semiotikanya penulis melanjutkan pembahasan pada aspek pendidikan dan tanggapan masyarakat terhadap film tersebut. Analisis pada aspek pendidikan meliputi tujuan pendidikan yang ingin dicapai dalam film Penumpasan G30 S PKI dan dampak psikologis para penontonnya berdasarkan teori-teori yang relevan terhadap permasalan penelitian.

Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan secara berulang-ulang dan berkesinambungan antara pengumpulan dan analisis data, baik selarma pengumpulan data di lapangan maupun sesudah data terkumpul (Bogdan dan Biklen, 1982: 145). Pada tahap pertama terdiri atas tiga langkah, yaitu: l) checking, 2) organizing, dan 3) coding (Kadir, 1992:l).

2. Checking, dimaksudkan untuk menentukan data yang diragukan, data yang perlu dicek lebih lanjut, data yang kurang lengkap, sumber informasi yang diragukan dan tidak diragukan kejujurannya, sumber informasi yang masih diperlukan, waktu dan tempat yang tepat untuk mengumpulkan data. Checking dimaksudkan untuk mengetahui apakah teknik pengumpulan data yang digunakan sudah tepat untuk mendapatkan data yang diharapkan dan tidak mengganggu subjek, dan data apa saja yang perlu diambil dengan triangulasi.


(23)

11

Organizing, dimaksudkan untuk mengelompokkan data ke dalam bentuk yang memudahkan pengecekan sumber datanya, tempat dan tanggal data diambil, teknik pengumpulan dan jenis data, memberi tanda pada data yang sudah dicek kelengkapan akurasinya. Pengelompokan data dibuat dalam file/map yang berbeda antara hasil pengamatan, studi dokumen, dan hasil wawancara. Seperti yang dikemukakan Nasution dalam bukunya Metode Penelitian Naturalistik Kuallitatif (1996: 126) bahwa “Analisis adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan. Menggolongkan data berarti menggolongkan dalam pola, tema atau kategori.”

3. Coding, dimaksudkan untuk mengurangi jumlah data menjadi bagian kecil unit-unit analisis untuk memudahkan peneliti memfokuskan pengumpulan data berikutnya. Pengkodean data dilakukan diengan menciptakan skema umum yang tidak hanya terbatas pada konten, tetapi mengacu kepada domain-domain umum yang menampung kode yang dikembangkan secara inklusif. Setelah data disederhanakan melalui analisis tersebut, maka selanjutnya dianalisis dengan menggunakan model analisis domain, taksonomi, komponen, dan tema (Spradley, 1980: 87).

Analisis domain, dilakukan baik dengan menggunakan folk terms, analytic terms, maupun mixed terms. Ada enam langkah yang ditempuh dalam penerapan analisis ini, yaitu 1) memilih hubungan semantik tunggal, 2) mempersiapkan lembar kerja analisis, 3) memilih sampel dari data lapangan, 4) mencari terminologi peliput dan terminologi diliput yang cocok dengan hubungan semantik, 5) mencari domain yang hubungan semantiknya berbeda, dan 6) membuat daftar pengelompokan domain. Dalam analisis domain ini, selain melihat kode catatan lapangan, juga peneliti kembali membaca catatan lapangan untuk mencari hubungan semantik yang ada di dalamnya, daftar domain ini dibuat berdasarkan urutan pengelompokan Spradley (1980: 93).

Analisis taksonomis, sebagai kelanjutan dari analisis domain, maka kegiatan dalam tahapan ini adalah mengkategorikan domain berdasarkan hubungan semantik tunggal. Dalam hal ini dicari bagian-bagian dari kegiatan


(24)

12

belajar, hubungan di antara bagian-bagian dan hubungan keseluruhannya. Dari gambaran kegiatan belajar secara keseluruhan, selanjutnya diperikan bagian-bagian dasar dari domain dan unit lebih kecil yang membentuk suatu domain. Ada tujuh langkah yang dilakukan dalam analisis ini, yaitu: 1) mulai dengan memilih domain yang memuat informasi yang paling banyak. 2) mencari persamaan berdasarkan hubungan semantik, 3) Mencari included terms tambahan, 4) mencari domain yang lebih besar, lebih inclusif yang mungkin memuat sub-set dari domain yang sedang dianalisis, 5) membentuk taksonomi sementara berdasarkan outline, 6) melaksanakan pengamatan terfokus untuk mengecek hasil analisis, dan 7) membentuk taksonomi yang komplit dan peneliti menghentikan pengumpulan data untuk analisis taksonomis.

Analisis komponensial, analisis ini dimaksudkan untuk mencari komponen pengertian secara sistematis yang berhubungan dengan kategori kegiatan belajar subjek. Ada delapan langkah yang ditempuh dalam analisis ini, yaitu: (1) memilih satu domain untuk dianalisis, (2) mencari seluruh kontras, (3) mempersiapkan lembar kerja paradigma, (4) mengidentifikasi dimensi kontras yang mempunyai pasangan nilai, (5) menggabungkan dimensi-dimensi kontras yang berhubungan dekat menjadi satu dimensi yang mempunyai nilai multi, (6) menyiapkan pertainyaan kontras untuk atribut yang hilang, (7) melaksanakan pengamatan selektif untuk menemukan informasi yang kurang dan (8) menyiapkan paradigma yang komplit.


(25)

1

Gumilar Pratama, 2014

Bahasa rupa dan pendidikan dalam film penumpasan penghinaan G 30 S PKI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

a. Sesuai dengan genrenya yaitu film dokudrama, film ini dibuat dengan tujuan yang sangat jelas yaitu sebagai propaganda rezim Orde Baru untuk mengkerdilkan Partai Komunis Indonesia, hal ini dilator belakangi dengan adanya pemberontakan G 30 S PKI.

b. Secara garis besar Film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI yang dilatar belakangi Pengkhianatan G 30 S PKI dan peristiwa kudeta versi pemerintah Orde Baru, memiliki bahasa rupa yang simple dan mudah dipahami dikarnakan secara setting dan pemaknaan icon, indeks, symbol dan tanda penanda lainnya divisualisasikan secara jelas dan berulang-ulang melalui teknik sinematografi yang apik. Pemaknaan semiotika pada unsur rupa sendiri didominasi oleh tanda dan penanda yang berlaku umum pada masyarakat seperti warna merah pada api yang berarti marah, perselisihan, bahaya, perang, kejam dan sadis. Sementara pada cinematografi film ini menggunakan teknik Extreme long shoot, very long shoot, long shoot, medium shoot, medium close up, extreme close up, two shoot, over the shoulder, bird aye view, eye level, zooming, panning, tilting, framing, fading, dan moving objek dengan berbagai komposisi.

c. Pada bahasa pendidikan film ini sesuai tujuan yang diharapkan Noer memiliki beberapa pesan nasehat kehidupan namun secara keseluruhan film ini hanya memiliki sedikit unsur pendidikan, terutama jika dibandingkan dengan lamanya durasi film yang mencapai tiga jam lebih. Dengan banyaknya unsur kekerasan pada film, pesan-pesan pendidikan menjadi tenggelam, terutama pesan-pesan ini disampaikan oleh tokoh yang tidak terlibat langsung dalam narasi cerita utama, atau dapat dikatakan hanya sebagai selingan cerita dalam


(26)

2

film tersebut. Dengan demikian asumsi awal bahwa film ini merupakan film pendidikan menjadi kurang tepat karena dapat dikatakan film ini kurang memenuhi syarat untuk dapat dikatakan sebagai film pendidikan bagi peserta didik sekolah. Bahkan secara teoritis film yang memiliki unsur kekerasan hanya boleh ditonton manusia pada usia 20 tahun keatas dengan kemampuan melakukan self direction dan self control. Sehingga dapat dikatakan dalam tahap ini manusia berkembang menuju kematangan dan memiliki sikap tanggung jawab pada diri sendiri dan lingkungannya.

1. Saran

Sedikit berbeda dengan pendapat Yunus Yosfiah ( Menteri Penerangan pada era reformasi bergulir 1998) untuk melarang peredaran film “Penumpasan

Pengkhianatan G 30 S PKI” karna alasan, berbau rekayasa sejarah dan

mengkultuskan seorang presiden. Peneliti berdasarkan hasil penelitian ini menyarankan agar peserta didik SD, SMP dan SMA yang memiliki umur di bawah 20 tahun untuk tidak menonton film tersebut lebih dikarnakan banyaknya unsur kekerasan dan kebencian yang berlebihan pada film, namun kembali lagi mengenai terlepas benar tidaknya rekayasa sejarah pada film tersebut peneliti justru merekomendasikan untuk warga negara Indonesia yang siap secara mental dan psikologis (mulai usia 20 tahun keatas), dikarnakan film ini dapat memberi kita bimbingan kearah konservatif, mengenai ideologi bangsa dan keamanan sosial serta politik di Indonesia. Film tersebut dapat pula dijadikan referensi pendidikan seni rupa mengenai visualisasi dan pemaknaan bahasa rupa pada sebuah film.


(27)

1

Gumilar Pratama, 2014

Bahasa rupa dan pendidikan dalam film penumpasan penghinaan G 30 S PKI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Daftar Pustaka

Buku

Ahmadi, H.A. (2007). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Amir-Piliang, Y. (2012). Semiotika dan Hipersimiotika. Bandung: Matahari. Baharuddin. (2012). Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Jogjakarta :

Ar-Ruzz Media.

Chaedar-Alwasilah, A. (2011). Pokokya Kualitatif. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya.

Djaali. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Gronemeyer, A. (1999). Film a Concises History. Great Britain, London : Laurence King Publishing.

Hartinah, S. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Refika Aditama. Hergenhahn, B.R. dan Olson H Matthew. (2009). Theories Of Learning. Jakarta:

Kencana.

Ida, R. Puspa, R. dan WI-Surya, Y. (2009). Transformasi Industri Media dan Komunikasi di Indonesia. Surabaya : Departemen Komunikasi FISIP UNAIR.

Johan-Tjasmadi, HM. (2008). 100 Tahun Sejarah bioskop di Indonesia. Bandung : PT. Megindo Tunggal Sejahtera.

Kattsoff. L.O. (2004). Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya. Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT. Rineka

Cipta.

Leaman, O. (2004). Estetika Islam : Menafsirkan Seni dan Keindahan. Bandung : PT. Mizan Pustaka.

Mudyahardjo, R. (2006). Filsafat Ilmu Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Roendi-Rohidi, T. (2011). Metode Penelitian Seni. Semarang : Cipta Prima Nusantara.


(28)

2

Sachari, A. (2003). Metodologi Penelitian Budaya Rupa. Jakarta : Erlangga. Sasono, E. (2007). Kandang dan Gelanggang Sinema Asia Tenggara

Kontemporer. Jakarta : Yayasan Kalam.

Setiawan, B. (2006). Manifesto Pendidikan di Indonesia. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Siagian, G. (2006). Menilai Film. Jakarta : Dewan Kesenian Jakarta.

Soehardjo, A. J. (2012). Pendidikan Seni. Malang : Universitas Negeri Malang. Sumardjo, J. (2010). Estetika Paradoks. Bandung : Sunan Ambu Press. STSI

Bandung.

Sumarno, M. ( ). D.A. Peransi dan Film. Lembaga Studi Film. Susanto, Miekke. (2011). Diksi Rupa. Yogyakarta: Dicti Art Lab.

Syafaruddin. (2008). Efektivitas kebijakan Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Tanzil, C. Ariefiansyah, R. dan Trimarsanto, T. (2010). Pemula Dalam Film

Dokumenter : Gampang-Gampang Susah. Jakarta Pusat : IN-DOCS.

Thomas-Thompson, J. (1976). Policy Making in American Education. New Jersey: Englewood Cliffs.

Verbeek. (1972). Psikologi Umum Bagian Ingatan. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.

Woolfolk, A. (2009). Educational Psychology Active Learning Edition

Yusuf, S. dan Sugandhi M. N. (2010). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Majalah

Tempo edisi 7 April 1984

Internet

akil, F. (2013). Manusia dan Kegelisahan. (Online).

Tersedia:www.google.com/2013/1/httpFsyarifakil27.blogspot.comFmanusia -dan-kegelisahan.html


(29)

3

Tersedia: http://lorongsastra.blogspot.com/2012/10/metode-semiotika-menurut-ferdinand-de.html

Tn. (2013) Sejarah Ringkas Pendidikan. (Online).

Tersedia: http://di-am.blogspot.com/2013/05/makalah-sejarah-ringkas-pendidikan-di.html

Tn. (2010) Pengertian Film. (Onine)

Tersedia:http://5martconsultingbandung.blogspot.com/2010/10/pengertianfil m.html


(1)

12

belajar, hubungan di antara bagian-bagian dan hubungan keseluruhannya. Dari gambaran kegiatan belajar secara keseluruhan, selanjutnya diperikan bagian-bagian dasar dari domain dan unit lebih kecil yang membentuk suatu domain. Ada tujuh langkah yang dilakukan dalam analisis ini, yaitu: 1) mulai dengan memilih domain yang memuat informasi yang paling banyak. 2) mencari persamaan berdasarkan hubungan semantik, 3) Mencari included terms tambahan, 4) mencari domain yang lebih besar, lebih inclusif yang mungkin memuat sub-set dari domain yang sedang dianalisis, 5) membentuk taksonomi sementara berdasarkan

outline, 6) melaksanakan pengamatan terfokus untuk mengecek hasil analisis, dan

7) membentuk taksonomi yang komplit dan peneliti menghentikan pengumpulan data untuk analisis taksonomis.

Analisis komponensial, analisis ini dimaksudkan untuk mencari komponen pengertian secara sistematis yang berhubungan dengan kategori kegiatan belajar subjek. Ada delapan langkah yang ditempuh dalam analisis ini, yaitu: (1) memilih satu domain untuk dianalisis, (2) mencari seluruh kontras, (3) mempersiapkan lembar kerja paradigma, (4) mengidentifikasi dimensi kontras yang mempunyai pasangan nilai, (5) menggabungkan dimensi-dimensi kontras yang berhubungan dekat menjadi satu dimensi yang mempunyai nilai multi, (6) menyiapkan pertainyaan kontras untuk atribut yang hilang, (7) melaksanakan pengamatan selektif untuk menemukan informasi yang kurang dan (8) menyiapkan paradigma yang komplit.


(2)

1 Gumilar Pratama, 2014

Bahasa rupa dan pendidikan dalam film penumpasan penghinaan G 30 S PKI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

a. Sesuai dengan genrenya yaitu film dokudrama, film ini dibuat dengan tujuan yang sangat jelas yaitu sebagai propaganda rezim Orde Baru untuk mengkerdilkan Partai Komunis Indonesia, hal ini dilator belakangi dengan adanya pemberontakan G 30 S PKI.

b. Secara garis besar Film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI yang dilatar belakangi Pengkhianatan G 30 S PKI dan peristiwa kudeta versi pemerintah Orde Baru, memiliki bahasa rupa yang simple dan mudah dipahami dikarnakan secara setting dan pemaknaan icon, indeks, symbol dan tanda penanda lainnya divisualisasikan secara jelas dan berulang-ulang melalui teknik sinematografi yang apik. Pemaknaan semiotika pada unsur rupa sendiri didominasi oleh tanda dan penanda yang berlaku umum pada masyarakat seperti warna merah pada api yang berarti marah, perselisihan, bahaya, perang, kejam dan sadis. Sementara pada cinematografi film ini menggunakan teknik Extreme long shoot, very long shoot, long shoot, medium shoot,

medium close up, extreme close up, two shoot, over the shoulder, bird aye view, eye level, zooming, panning, tilting, framing, fading, dan moving objek

dengan berbagai komposisi.

c. Pada bahasa pendidikan film ini sesuai tujuan yang diharapkan Noer memiliki beberapa pesan nasehat kehidupan namun secara keseluruhan film ini hanya memiliki sedikit unsur pendidikan, terutama jika dibandingkan dengan lamanya durasi film yang mencapai tiga jam lebih. Dengan banyaknya unsur kekerasan pada film, pesan-pesan pendidikan menjadi tenggelam, terutama pesan-pesan ini disampaikan oleh tokoh yang tidak terlibat langsung dalam narasi cerita utama, atau dapat dikatakan hanya sebagai selingan cerita dalam


(3)

2

film tersebut. Dengan demikian asumsi awal bahwa film ini merupakan film pendidikan menjadi kurang tepat karena dapat dikatakan film ini kurang memenuhi syarat untuk dapat dikatakan sebagai film pendidikan bagi peserta didik sekolah. Bahkan secara teoritis film yang memiliki unsur kekerasan hanya boleh ditonton manusia pada usia 20 tahun keatas dengan kemampuan melakukan self direction dan self control. Sehingga dapat dikatakan dalam tahap ini manusia berkembang menuju kematangan dan memiliki sikap tanggung jawab pada diri sendiri dan lingkungannya.

1. Saran

Sedikit berbeda dengan pendapat Yunus Yosfiah ( Menteri Penerangan pada era reformasi bergulir 1998) untuk melarang peredaran film “Penumpasan

Pengkhianatan G 30 S PKI” karna alasan, berbau rekayasa sejarah dan mengkultuskan seorang presiden. Peneliti berdasarkan hasil penelitian ini menyarankan agar peserta didik SD, SMP dan SMA yang memiliki umur di bawah 20 tahun untuk tidak menonton film tersebut lebih dikarnakan banyaknya unsur kekerasan dan kebencian yang berlebihan pada film, namun kembali lagi mengenai terlepas benar tidaknya rekayasa sejarah pada film tersebut peneliti justru merekomendasikan untuk warga negara Indonesia yang siap secara mental dan psikologis (mulai usia 20 tahun keatas), dikarnakan film ini dapat memberi kita bimbingan kearah konservatif, mengenai ideologi bangsa dan keamanan sosial serta politik di Indonesia. Film tersebut dapat pula dijadikan referensi pendidikan seni rupa mengenai visualisasi dan pemaknaan bahasa rupa pada sebuah film.


(4)

1

Gumilar Pratama, 2014

Bahasa rupa dan pendidikan dalam film penumpasan penghinaan G 30 S PKI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Daftar Pustaka

Buku

Ahmadi, H.A. (2007). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Amir-Piliang, Y. (2012). Semiotika dan Hipersimiotika. Bandung: Matahari. Baharuddin. (2012). Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Jogjakarta :

Ar-Ruzz Media.

Chaedar-Alwasilah, A. (2011). Pokokya Kualitatif. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya.

Djaali. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Gronemeyer, A. (1999). Film a Concises History. Great Britain, London : Laurence King Publishing.

Hartinah, S. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Refika Aditama. Hergenhahn, B.R. dan Olson H Matthew. (2009). Theories Of Learning. Jakarta:

Kencana.

Ida, R. Puspa, R. dan WI-Surya, Y. (2009). Transformasi Industri Media dan

Komunikasi di Indonesia. Surabaya : Departemen Komunikasi FISIP

UNAIR.

Johan-Tjasmadi, HM. (2008). 100 Tahun Sejarah bioskop di Indonesia. Bandung : PT. Megindo Tunggal Sejahtera.

Kattsoff. L.O. (2004). Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya. Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT. Rineka

Cipta.

Leaman, O. (2004). Estetika Islam : Menafsirkan Seni dan Keindahan. Bandung : PT. Mizan Pustaka.

Mudyahardjo, R. (2006). Filsafat Ilmu Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Roendi-Rohidi, T. (2011). Metode Penelitian Seni. Semarang : Cipta Prima Nusantara.


(5)

2

Sachari, A. (2003). Metodologi Penelitian Budaya Rupa. Jakarta : Erlangga. Sasono, E. (2007). Kandang dan Gelanggang Sinema Asia Tenggara

Kontemporer. Jakarta : Yayasan Kalam.

Setiawan, B. (2006). Manifesto Pendidikan di Indonesia. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Siagian, G. (2006). Menilai Film. Jakarta : Dewan Kesenian Jakarta.

Soehardjo, A. J. (2012). Pendidikan Seni. Malang : Universitas Negeri Malang. Sumardjo, J. (2010). Estetika Paradoks. Bandung : Sunan Ambu Press. STSI

Bandung.

Sumarno, M. ( ). D.A. Peransi dan Film. Lembaga Studi Film. Susanto, Miekke. (2011). Diksi Rupa. Yogyakarta: Dicti Art Lab.

Syafaruddin. (2008). Efektivitas kebijakan Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Tanzil, C. Ariefiansyah, R. dan Trimarsanto, T. (2010). Pemula Dalam Film

Dokumenter : Gampang-Gampang Susah. Jakarta Pusat : IN-DOCS.

Thomas-Thompson, J. (1976). Policy Making in American Education. New Jersey: Englewood Cliffs.

Verbeek. (1972). Psikologi Umum Bagian Ingatan. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.

Woolfolk, A. (2009). Educational Psychology Active Learning Edition

Yusuf, S. dan Sugandhi M. N. (2010). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Majalah

Tempo edisi 7 April 1984

Internet

akil, F. (2013). Manusia dan Kegelisahan. (Online).

Tersedia:www.google.com/2013/1/httpFsyarifakil27.blogspot.comFmanusia -dan-kegelisahan.html


(6)

3

Tersedia: http://lorongsastra.blogspot.com/2012/10/metode-semiotika-menurut-ferdinand-de.html

Tn. (2013) Sejarah Ringkas Pendidikan. (Online).

Tersedia: http://di-am.blogspot.com/2013/05/makalah-sejarah-ringkas-pendidikan-di.html

Tn. (2010) Pengertian Film. (Onine)

Tersedia:http://5martconsultingbandung.blogspot.com/2010/10/pengertianfil m.html