Laporan Akhir Unggulan Fakultas Analisis Terhadap Kesiapan Regulasi Dan Perbankan Indonesia Dalam Transaksi Lindung Nilai Mata Uang ( Currency Hedging) Sebagai Upaya Pengelolaan Risiko Bisnis.
LAPORAN AKHIR
UNGGULAN FAKULTAS
PERIODE BULAN MEI S.D. NOVEMBER TAHUN ANGGARAN 2015
ANALISIS TERHADAP KESIAPAN REGULASI DAN PERBANKAN INDONESIA DALAM TRANSAKSI LINDUNG NILAI MATA UANG
( CURRENCY HEDGING) SEBAGAI UPAYA PENGELOLAAN RISIKO BISNIS
Ketua:
Dr. Lastuti Abubakar, S.H.,M.H NIDN: 0016096208
Anggota:
Dr. Etty Mulyati, S.H.,M.H NIDN: 0021026101
Tri Handayani NPM. 110130140013
Dibiayai oleh Dana DIPA BLU Universitas Padjadjaran Tahun Anggaran 2015
Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Padjadjaran Nomor : 1473/UN6.A/KP/2015
Tanggal 19 Mei 2015
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015
(2)
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Analisis Kesiapan Regulasi Dan Perbankan Indonesia Dalam Transaksi Lindung Nilai Mata Uang (Currency Hedging) Sebagai Upaya Pengelolaan Risiko Bisnis
Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Dr. Lastuti Abubakar, S.H.,M.H b. NIDN : 0016096208
c. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala d. No. HP : 08122150155
e. Alamat Surel (e‐mail) : [email protected]
Anggota Peneliti (1)
:
a. Nama Lengkap : Dr. Etty Mulyati, S.H.,M.H. b. NIDN : 0021026101
Anggota Peneliti/ (2)
a. Nama Lengkap : Tri Handayani b. NPM : 110130140013
Jangka waktu penelitian : 6 bulan
Biaya Keseluruhan : Rp. 100.000.000,‐ 1) Dana Internal : Rp. ...‐‐... 2) Dana Institusi lain : Rp. ...‐‐...
Menyetujui, Dekan Fakultas Hukum UNPAD Dr. Sigid Suseno, S.H., M.Hum. NIP. 19650928 199001 1 002 Bandung, 16 November 2015 Ketua Peneliti Dr. Lastuti Abubakar, S.H.,M.H NIP. 19620916 198810 2 001 Mengetahui, Direktur Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Padjadjaran
(3)
Ringkasan
ANALISIS TERHADAP KESIAPAN REGULASI DAN PERBANKAN INDONESIA DALAM TRANSAKSI LINDUNG NILAI MATA UANG (CURRENCY HEDGING)
SEBAGAI UPAYA PENGELOLAAN RISIKO BISNIS
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US Dollar berdampak positif dan negatif bagi perekonomian Indonesia. Positifnya dirasakan oleh para eksportir yang menerima pembayaran dalam Dollar, sehingga akan menerima Rupiah dalam jumlah lebih besar. Di sisi lain, dampak negatif dirasakan oleh pemerintah. Beban utang luar negeri Indonesia yang berdenominasi dollar AS semakin meningkat dari Rp. 1.981 Triliun pada tahun 2012 menjadi Rp.2.275 Triliun pada tahun 2013, akibat selisih nilai tukar, yang tidak diikuti dengan pertambahan manfaat. Dampak negatif lainnya dirasakan oleh para importir yang melakukan transaksi dengan menggunakan mata uang dollar atau mata uang asing lainnya. Kewajiban membayar semakin besar, sementara daya beli melemah, sehingga melemahkan daya saing pelaku usaha. Kondisi ini menjadi alasan bagi pemerintah dan otoritas keuangan, khususnya Bank Indonesia untuk mengurangi risiko fluktuasi nilai tukar melalui regulasi transaksi lindung nilai (hedging), yaitu upaya memproteksi nilai tukar berdasarkan kesepakatan para pihak. Hadirnya 4 Peraturan yang dikeluarkan Bank Indonesia, yakni PBI No : 16/16 PBI/2014 Tentang Transaksi valuta Asing terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Domestik,PBI No : 16 /17 PBI/ 2014, tentang Transaksi Valta Asing terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Asing, PBI No: 16/18 PBI/2014 Tentang Transaksi Lindung Nilai kepada Bank, dan PBI No : 16/19 PBI/2014 Tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia menjadi landasan hukum bagi praktik transaksi lindung nilai dalam aktivitas perbankan. Aturan hedging bagi pemerintah dituangkan dalam Peraturan Mneteri Keuangan No : 12.PMK.08/2013 Tentang Transaksi Lindung nilai dalam Pengelolaan Utang Pemerintah. Selain Pemerintah, kementerian BUMN telah menerbitkan Peraturan Menteri BUMn No : PER-09/MBU/2013 Tentang Kebijakan Umum Transaksi Lindung Nilai BUMN. Penggunaan hedging secara tepat sebagai instrument lindung nilai akan berdampak positif untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, namun di sisi lain, penggunaan hedging harus dilakukan secara berhati-hati karena kerugian yang ditimbulkan masih menjadi perdebatan, apakah merupakan kerugian ataukah biaya. Penelitian ini bermaksud melakukan analisis tentang kesiapan regulasi dan perbankan, dalam memfasilitasi transaksi hedging di Indonesia, serta implikasinya terhadap pelaku usaha. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan dukungan pendekatan melalui perbandingan hukum dengan beberapa Negara yang menggunakan hedging sebagai instrument ekonomi. Langkah yang akan dilakukan dalam peneltian ini meliputi inventarisasi dan pemetaan terhadap seluruh ketentuan tentang hedging, menemukan permasalahan hukum dalam penggunaan transaksi hedging baik oleh perbankan dan pelaku usaha, khususnya melakukan kajian terhadap penggunaan transaksi lindung nilai terhadap kinerja perusahaan.
(4)
PRAKATA
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan perkenan Nya , tim peneliti dapat menyelesaikan penelitian degan judul “ANALISIS TERHADAP KESIAPAN REGULASI DAN PERBANKAN INDONESIA DALAM TRANSAKSI LINDUNG NILAI MATA UANG (CURRENCY HEDGING) SEBAGAI UPAYA PENGELOLAAN RISIKO BISNIS”
Penelitian ini tidak dapat kami selesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak, yang tidak dapat kami sebutkan saru persatu.
Terima kasih kepada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran atas kesempatan yang diberikan kepada Tim Peneliti untuk melakukan penelitian ini, Para Evaluator Penelitian yang telah memberikan masukan-masukan yang berharga untuk perbaikan penelitian.Tak lupa, terimakasih kami sampaikan kepada Asisten Direktur Bank Indonesia Rifki Ismal Ph.D Dan Direktur Bank Indonesia Dr. Arlyana Abubakar, yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi, menerima Tim Peneliti dalam mengumpulkan bahan , baik melalui wawancara maupun bahan-bahan yang diperlukan.
Akhir kata, kami menyadari bahwa hasil sementara penelitian ini masih memerlukan kajian-kajian lebih lanjut untuk memperoleh hasil yang optimal, namun besar harapan kami hasil penelitian ini bermanfaat bagi regulator dalam membuat kebijakan, bagi pelaku industri, dan bagi dunia pendidikan , khusunya bidang Perbankan
Salaam,
Bandung, 12 Juli 2015 Tim Peneliti,
Dr . Lastuti Abubakar,S.H.,M.H. Dr. Etty Mulyati, S.H.,M.H
(5)
DAFTAR ISI
PENGESAHAN RINGKASAN PRAKATA DAFTAR ISI
i ii iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TRANSAKSI LINDUNG NILAI CURRENCY HEDGING DALAM AKTIVITAS PERBANKAN
A. Perbankan Sebagai Lembaga Intermediary B. Prinsip-Prinsip Aktivitas Perbankan C. Produk dan Jasa Bank
D. Perkembangan Transaksi dalam Praktik Perbankan yang Berlandaskan Pada Suatu Perjanjian
E. Transaksi Currency Hedging Sebagai Upaya Mitigasi Risiko
5
17 35 39
53
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 66
BAB IV METODE PENELITIAN 67
BAB V HASIL YANG DICAPAI 72
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 73
(6)
BAB I PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh tim Peneliti Bank Indonesia, krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997 merupakan akibat dari dampak buruk depresiasi nilai tukar yang tajam, sehingga mengakibatkan melonjaknya beban angsuran maupun pembayaran pokok utang luar negeri perusahaan. Tahun 2014, khususnya minggu ketiga bulan Juni nilai tukar rupiah jatuh pada level Rp.12.00/USD.
Tabel 1. Grafik nilai tukar Rupiah/USD April-Juni 2014.
Sumber : Budi Sulistyo, Sekjen Kemenkeu, Hedging Nilai Tukar Mengurani Risik Pelebaran Defisit Anggaran.
Hal ini membuat perusahaan mengalami kesulitan membayar utang luar negeri dan menjadi cedera janji (wanprestasi/default) mengingat sebagian besar pendapatan diperoleh dalam mata uang domestik.
Selain berkaitan dengan utang luar negeri, fluktuasi mata uang juga dirasakan oleh para pelaku usaha, khususnya yang bergerak dalam usaha ekspor impor dengan
(7)
semakin meningkat dari Rp. 1.981 Triliun pada tahun 2012 menjadi Rp.2.275 triliun Pada Tahun 2013.
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013, kenaikan utang sebesar Rp.163,24 triliun tersebut disebabkan selisih kurs. Hal ini berarti terjadi kenaikan utang namun tidak ada manfaatnya. Selain pemerintah, dampak negative juga dirasakan oleh perusahaan yang harus mengimpor barang/ jasa dalam mata uang dolar. Untuk mengantisipasi potensi risiko ketaksesuaian nilai tukar ( currency mismatch) sebagai akibat tajamnya depresiasi nilai tukar, perusahaan dituntut untuk melakukan lindung nilai tukar (hedging) terhadap utang luar negeri agar dapat terhindar dari kebangkrutan.1 Hedging adalah instrument ekonomi yang berbasis transaksi atau perjanjian yang bertujuan untuk melakukan pelindungan atau proteksi terhadap aset dengan tujuan melakukan mitigasi risiko dari eksposur keuangan lain. Sebagai contoh untuk kasus Indonesia adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai salah satu BUMN, menggunakan fasilitas hedging untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional, akibat kewajiban utang luar negeri dan operasional dalam valuta uang asing, sementara pendapatan yang diterima dalam mata uang rupiah sehingga berdampak mismatch arus kas. Di lain pihak pergerakan nilai tukar rupiah diperkirakan masih akan terus berfluktuasi sebagai akibat membaiknya kondisi ekonomi Anerika Serikat dan adanya rencana The Fed ( Bank Central Amerika) melakukan normalisasi kebijakan moneter, dengan menaikkan suku bunga acuan ( Fed Fund Rate) di tahun 2015. Fasilitas hedging PLN diberikan oleh 3 Bank BUMN yaitu PT Bank Mandiri, Tbk, PT Bank BRI dan PT Bank BNI,Tbk. Bank Mandiri , Tbk mengambil porsi sebesar USD 500 juta dari total USD 950 juta. kerjasama ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan BUMN No PER-09/MBU/2013 tentang Kebijakan Umum Transaksi Lindung Nilai BUMN, PBI No: 16/21/PBI/2014 dan SEBI 16/24/DKEM Tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian
(8)
Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Non Bank, dimana korporasi Non Bank harus memenuhi 3 pokok pengaturan yaitu rasio Lindung nilai, Rasio Likuiditas dan peringkat Utang.
Dari sisi hukum hedging dapat dilakukan melalui transaksi derivative berupa forward, option dan swap. Melihat pada manfaat hedging bagi perusahaan dalam mengelola risiko fluktuasi nilai rupiah, fasilitas hedging belum digunakan secara optimal. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diperoleh hasil bahwa 128 perusahaan keuangan non bank yang telah go public yang mempunyai kewajiban dalam mata uang asing, hanya 28 perusahaan atau sekitar 18 % yang melakukan transaksi hedging, sementara itu perusahaan yang tidak melakukan ekspor tetapi melakukan kegiatan impor semakin bertambah hanya sebesar 11 perusahaan atau 9 % yang melakukan transaksi derivative. Ke dua hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan berpotensi mengalami risiko currency mismatch. Berikut data yang dapat digunakan untuk memperlihatkan penggunaan hedging oleh perusahaan di Indonesia.
Table 2. Perkembangan Perusahaan yang Melakukan Transaksi Derivatif
Perusahaan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata2
Ekspor derivatif 19 25 28 33 20 23 15 23
No derivatif 55 50 48 42 57 54 60 52
jumlah 74 75 76 75 77 77 75 76
No ekspor
Derivatif 4 6 8 11 4 2 5 6
No Derivatif 50 47 44 42 47 49 48 47
Jumlah 54 53 52 53 51 51 53 52
Persentase 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata2
Ekspor Derivatif 15 20 22 26 16 18 12 18
No Derivatif 43 39 38 33 45 42 47 41
(9)
bank Indonesia, Ketua BPK, Polri dan KPK melakukan rapat kordinasi untuk menyepakati hedging (lindung nilai) sebagai upaya menguragi risiko fluktuasi nilai tukar. Diharapkan melalui transaksi hedging, maka fluktuasi nilai tukar rupiah akan lebih terkendali. Berdasarkan rapat kordinasi pada tanggal 19 Juni 2014 disepakati beberapa hal yaitu : hedging tidak hanya dapat dilakukan oleh korporasi, namun juga oleh pemerintah agar APBN tidak membengkak akibat fluktuasi nilai tukar. Selain itu transaksi hedging yang memerlukan biaya dari APBN tidak dianggap sebagai kerugian Negara apabila dilakukan secara konsisten, konsekuen dan akuntabel. Selain itu akan dibentuk tim teknis untuk membahas kemungkinan penerapan hedging (transaksi lindung nilai)
Permasalahan pertama dari kasus Indonesia sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 2 di atas adalah mengapa hedging belum menjadi alternative bagi perusahaan untuk mengantisipasi kerugian akibat currency mismatch. Kekhawatiran lain berkenaan dengan penggunaan hedging sebagai instrument mitigasi risiko adalah persepsi yang belum seragam tentang kerugian yang akan ditimbulkan dari transaksi derivative untuk melakukan hedging, khususnya kekhawatiran adanya tuntutan atas kerugian Negara dalam pelaksanaan hedging. Oleh karena itu diperlukan jaminan kepastian hukum bahwa kerugian akibat transaksi hedging tidak dikatagorikan sebagai kerugian Negara sepanjang transaksi tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku dan memperhatikan prinsip kehati-hatian serta bertujuan untuk memitigasi risiko akibat nilai tukar yang fluktuatif.
Pemecahan permasalahan sebagaimana diuraikan diatas bertumpu pada kesiapan regulasi dan perbankan Indonesia dalam memfasilitasi transaksi hedging sebagai alternatif untuk mengantisipasi kerugian akibat fluktuasi mata uang.
(1)
PRAKATA
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan perkenan Nya , tim peneliti dapat menyelesaikan penelitian degan judul “ANALISIS TERHADAP KESIAPAN REGULASI DAN PERBANKAN INDONESIA DALAM TRANSAKSI LINDUNG
NILAI MATA UANG (CURRENCY HEDGING) SEBAGAI UPAYA PENGELOLAAN
RISIKO BISNIS”
Penelitian ini tidak dapat kami selesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak, yang tidak dapat kami sebutkan saru persatu.
Terima kasih kepada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran atas kesempatan yang diberikan kepada Tim Peneliti untuk melakukan penelitian ini, Para Evaluator Penelitian yang telah memberikan masukan-masukan yang berharga untuk perbaikan penelitian.Tak lupa, terimakasih kami sampaikan kepada Asisten Direktur Bank Indonesia Rifki Ismal Ph.D Dan Direktur Bank Indonesia Dr. Arlyana Abubakar, yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi, menerima Tim Peneliti dalam mengumpulkan bahan , baik melalui wawancara maupun bahan-bahan yang diperlukan.
Akhir kata, kami menyadari bahwa hasil sementara penelitian ini masih memerlukan kajian-kajian lebih lanjut untuk memperoleh hasil yang optimal, namun besar harapan kami hasil penelitian ini bermanfaat bagi regulator dalam membuat kebijakan, bagi pelaku industri, dan bagi dunia pendidikan , khusunya bidang Perbankan
Salaam,
Bandung, 12 Juli 2015
Tim Peneliti,
Dr . Lastuti Abubakar,S.H.,M.H. Dr. Etty Mulyati, S.H.,M.H
(2)
DAFTAR ISI PENGESAHAN
RINGKASAN PRAKATA DAFTAR ISI
i ii iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TRANSAKSI LINDUNG NILAI CURRENCY HEDGING
DALAM AKTIVITAS PERBANKAN
A. Perbankan Sebagai Lembaga Intermediary B. Prinsip-Prinsip Aktivitas Perbankan C. Produk dan Jasa Bank
D. Perkembangan Transaksi dalam Praktik Perbankan yang Berlandaskan Pada Suatu Perjanjian
E. Transaksi Currency Hedging Sebagai Upaya Mitigasi Risiko
5
17 35 39
53
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 66
BAB IV METODE PENELITIAN 67
BAB V HASIL YANG DICAPAI 72
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 73
(3)
BAB I PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh tim Peneliti Bank
Indonesia, krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997 merupakan akibat dari dampak
buruk depresiasi nilai tukar yang tajam, sehingga mengakibatkan melonjaknya beban
angsuran maupun pembayaran pokok utang luar negeri perusahaan. Tahun 2014, khususnya
minggu ketiga bulan Juni nilai tukar rupiah jatuh pada level Rp.12.00/USD.
Tabel 1. Grafik nilai tukar Rupiah/USD April-Juni 2014.
Sumber : Budi Sulistyo, Sekjen Kemenkeu, Hedging Nilai Tukar Mengurani Risik Pelebaran Defisit Anggaran.
Hal ini membuat perusahaan mengalami kesulitan membayar utang luar negeri dan menjadi
cedera janji (wanprestasi/default) mengingat sebagian besar pendapatan diperoleh dalam
mata uang domestik.
Selain berkaitan dengan utang luar negeri, fluktuasi mata uang juga dirasakan oleh
para pelaku usaha, khususnya yang bergerak dalam usaha ekspor impor dengan
menggunakan mata uang berdenominasi dolar atau valuta asing lainnya. Melemahnya nilai
tukar mempunyai dampak positif dan negative. Dampak positif dirasakan oleh para eksportir
yang menerima pembayaran dalam mata uang dolar Amerika, di sisi lain dampak negatif
(4)
semakin meningkat dari Rp. 1.981 Triliun pada tahun 2012 menjadi Rp.2.275 triliun Pada
Tahun 2013.
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun
2013, kenaikan utang sebesar Rp.163,24 triliun tersebut disebabkan selisih kurs. Hal ini
berarti terjadi kenaikan utang namun tidak ada manfaatnya. Selain pemerintah, dampak
negative juga dirasakan oleh perusahaan yang harus mengimpor barang/ jasa dalam mata
uang dolar. Untuk mengantisipasi potensi risiko ketaksesuaian nilai tukar ( currency
mismatch) sebagai akibat tajamnya depresiasi nilai tukar, perusahaan dituntut untuk
melakukan lindung nilai tukar (hedging) terhadap utang luar negeri agar dapat terhindar dari
kebangkrutan.1 Hedging adalah instrument ekonomi yang berbasis transaksi atau
perjanjian yang bertujuan untuk melakukan pelindungan atau proteksi terhadap aset dengan
tujuan melakukan mitigasi risiko dari eksposur keuangan lain. Sebagai contoh untuk kasus
Indonesia adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai salah satu BUMN, menggunakan
fasilitas hedging untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional, akibat kewajiban utang luar
negeri dan operasional dalam valuta uang asing, sementara pendapatan yang diterima dalam
mata uang rupiah sehingga berdampak mismatch arus kas. Di lain pihak pergerakan nilai
tukar rupiah diperkirakan masih akan terus berfluktuasi sebagai akibat membaiknya kondisi
ekonomi Anerika Serikat dan adanya rencana The Fed ( Bank Central Amerika) melakukan
normalisasi kebijakan moneter, dengan menaikkan suku bunga acuan ( Fed Fund Rate) di
tahun 2015. Fasilitas hedging PLN diberikan oleh 3 Bank BUMN yaitu PT Bank Mandiri,
Tbk, PT Bank BRI dan PT Bank BNI,Tbk. Bank Mandiri , Tbk mengambil porsi sebesar
USD 500 juta dari total USD 950 juta. kerjasama ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan
BUMN No PER-09/MBU/2013 tentang Kebijakan Umum Transaksi Lindung Nilai BUMN,
PBI No: 16/21/PBI/2014 dan SEBI 16/24/DKEM Tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian
(5)
Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Non Bank, dimana korporasi Non Bank
harus memenuhi 3 pokok pengaturan yaitu rasio Lindung nilai, Rasio Likuiditas dan
peringkat Utang.
Dari sisi hukum hedging dapat dilakukan melalui transaksi derivative berupa forward,
option dan swap. Melihat pada manfaat hedging bagi perusahaan dalam mengelola risiko
fluktuasi nilai rupiah, fasilitas hedging belum digunakan secara optimal. Berdasarkan hasil
penelitian terdahulu diperoleh hasil bahwa 128 perusahaan keuangan non bank yang telah
go public yang mempunyai kewajiban dalam mata uang asing, hanya 28 perusahaan atau
sekitar 18 % yang melakukan transaksi hedging, sementara itu perusahaan yang tidak
melakukan ekspor tetapi melakukan kegiatan impor semakin bertambah hanya sebesar 11
perusahaan atau 9 % yang melakukan transaksi derivative. Ke dua hal tersebut menunjukkan
bahwa perusahaan berpotensi mengalami risiko currency mismatch. Berikut data yang dapat
digunakan untuk memperlihatkan penggunaan hedging oleh perusahaan di Indonesia.
Table 2. Perkembangan Perusahaan yang Melakukan Transaksi Derivatif
Perusahaan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata2
Ekspor derivatif 19 25 28 33 20 23 15 23 No derivatif 55 50 48 42 57 54 60 52 jumlah 74 75 76 75 77 77 75 76
No ekspor
Derivatif 4 6 8 11 4 2 5 6
No Derivatif 50 47 44 42 47 49 48 47 Jumlah 54 53 52 53 51 51 53 52
Persentase 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata2
Ekspor Derivatif 15 20 22 26 16 18 12 18 No Derivatif 43 39 38 33 45 42 47 41 Jumlah 58 59 59 59 61 60 59 59
No ekspor
Derivatif 3 5 6 9 3 3 4 4
No Derivatif 39 37 34 33 37 38 38 36 Jumlah 42 41 41 42 40 40 41 41
Sumber : Fiskara Indawan dkk,
Mengingat potensi risiko akibat fluktuasi mata uang terhadap perekonomian
(6)
bank Indonesia, Ketua BPK, Polri dan KPK melakukan rapat kordinasi untuk menyepakati
hedging (lindung nilai) sebagai upaya menguragi risiko fluktuasi nilai tukar. Diharapkan
melalui transaksi hedging, maka fluktuasi nilai tukar rupiah akan lebih terkendali.
Berdasarkan rapat kordinasi pada tanggal 19 Juni 2014 disepakati beberapa hal yaitu :
hedging tidak hanya dapat dilakukan oleh korporasi, namun juga oleh pemerintah agar
APBN tidak membengkak akibat fluktuasi nilai tukar. Selain itu transaksi hedging yang
memerlukan biaya dari APBN tidak dianggap sebagai kerugian Negara apabila dilakukan
secara konsisten, konsekuen dan akuntabel. Selain itu akan dibentuk tim teknis untuk
membahas kemungkinan penerapan hedging (transaksi lindung nilai)
Permasalahan pertama dari kasus Indonesia sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 2 di
atas adalah mengapa hedging belum menjadi alternative bagi perusahaan untuk
mengantisipasi kerugian akibat currency mismatch. Kekhawatiran lain berkenaan dengan
penggunaan hedging sebagai instrument mitigasi risiko adalah persepsi yang belum seragam
tentang kerugian yang akan ditimbulkan dari transaksi derivative untuk melakukan hedging,
khususnya kekhawatiran adanya tuntutan atas kerugian Negara dalam pelaksanaan hedging.
Oleh karena itu diperlukan jaminan kepastian hukum bahwa kerugian akibat transaksi
hedging tidak dikatagorikan sebagai kerugian Negara sepanjang transaksi tersebut dilakukan
berdasarkan ketentuan yang berlaku dan memperhatikan prinsip kehati-hatian serta bertujuan
untuk memitigasi risiko akibat nilai tukar yang fluktuatif.
Pemecahan permasalahan sebagaimana diuraikan diatas bertumpu pada kesiapan
regulasi dan perbankan Indonesia dalam memfasilitasi transaksi hedging sebagai alternatif