RKPD Kota Bogor 2013 bab03 rancangan

(1)

105

BAB I I I

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBI JAKAN

KEUANGAN DAERAH

3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah

3.1.1. Kondisi Ekonomi Daerah Kota Bogor

Salah satu indikator perkembangan ekonomi suatu daerah adalah Laju Pertumbuhan PDRB. I ndikator ini menunjukkan perkembangan / pertumbuhan produk yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi di daerah tersebut. Untuk lebih jelas melihat Laju Pertumbuhan PDRB Kota Bogor menurut Sektor Lapangan Usaha disajikan pada Tabel 3.1

Tabel 3.1

Laju Pertumbuhan PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2009 – 2010 ( % ) Kode

Sektor Lapangan Usaha

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2009*) 2010**) 2009*) 2010**)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Pertanian

Pertambangan & Penggalian

Industri Pengolahan

Listrik, Gas dan Air Bersih

Bangunan

Perdagangan, Hotel dan Restoran

Angkutan dan Komunikasi

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

Jasa-jasa

7,83

7,91

20,18

14,37

13,65

14,50

28,46

18,80

10,64

7,95

8,02

19,72

14,74

13,87

15,46

25,57

20,18

10,87

3,19

1,20

6,34

6,87

4,10

5,08

7,29

7,65

5,25

3,22

1,54

6,38

6,95

4,12

4,98

7,44

7,87

5,40

PRODUK DOMESTI K REGI ONAL BRUTO 17,98 18,19 6,01 6,07

*) Angka Perbaikan **) Angka Sementara


(2)

106

Untuk melihat perkembangan Laju Pertumbuhan PDRB pada kurun waktu 2006 - 2010 disajikan pada grafik 3.1

.

Sumber : BPS Kota Bogor

Dari grafik 3.1. terlihat bahwa pada tahun 2006 Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menunjukkan angka positif sebesar 17,21 persen, sebaliknya Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan hanya mencapai 6,03 persen.

Dapat kita perhatikan dari tahun ke tahun harga relatif meningkat dan stabil maka perlahan keadaan mulai membaik dan telah terjadi peningkatan produk riil di tahun 2010 jika dibandingkan keadaan pada tahun 2006.

Untuk melihat perbandingan Laju Pertumbuhan PDRB antar Sektor Tahun 2010 disaj ikan pada grafik 3.2


(3)

107

Sumber : BPS Kota Bogor

Berdasarkan grafik 3.2 terlihat bahwa untuk PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Sektor Pengangkutan dan Komunikasi merupakan Sektor yang paling tinggi

pertumbuhannya yaitu sebesar 25,57 persen dan Sektor yang

pertumbuhannya paling rendah adalah Sektor Pertanian sebesar 7,95 persen diikuti Sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 8,02 persen.

Dilihat dari PDRB Atas Dasar Harga Konstan, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan paling tinggi pertumbuhannya yaitu 7,87 persen dan sektor yang pertumbuhannya paling rendah adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian yaitu 1,54 persen diikuti Sektor Pertanian dan Sektor Bangunan masing-masing sebesar 3,22 persen dan 4,12 persen.

PDRB Atas Dasar Harga Konstan mencerminkan perubahan PDRB tanpa dipengaruhi oleh harga yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Untuk itu jika dilihat berdasarkan PDRB At as Dasar Harga Konstan, sub Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, Sub Sektor Bank, Lembaga Keuangan bukan Bank, Jasa Penunjang Keuangan, Sewa

7.95 8.02

19.72 14.74

13.87 15.46

25.57 20.18

10.87

3.22 1.54

6.38 6.95 4.12

4.98 7.44

7.87 5.4

1. Pertanian 2.Pertambangan 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Sewa&Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa

Grafik 3.2 Perbandingan Laju Pertumbuhan PDRB Antar Sektor Tahun 2010 (%)


(4)

108

Bangunan, Jasa perusahaan dengan angka pertumbuhan masing-masing sebesar 1,38; 12,20; 11,29 dan 6,55 persen.

Untuk lebih jelasnya gambaran kemajuan ekonomi suatu daerah biasanya dilakukan pengelompokkan Sektor ekonomi yang terdiri atas :

1. Sektor Primer

, yaitu Sektor yang tidak mengolah bahan mentah atau bahan baku melainkan hanya mendayagunakan sumber-sumber alam seperti tanah dan deposit di dalamnya. Yang termasuk kelompok ini adalah Sektor Pertanian dan Sektor Pertambangan dan Penggalian.

2.

Sektor Sekunder

, yaitu Sektor yang mengolah bahan mentah atau bahan baku baik berasal dari Sektor Primer maupun dari Sektor Sekunder menjadi barang yang lebih tinggi nilainya. Sektor ini mencakup Sektor I ndustri Pengolahan; Sektor Listrik, Gas dan Air Minum dan Sektor Bangunan (Konstruksi).

3.

Sektor Tersier

atau dikenal sebagai Sekt or Jasa, yaitu Sektor yang tidak memproduksi dalam bentuk fisik melainkan dalam bentuk Jasa. Sektor yang tercakup adalah Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor pengangkutan dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan serta Sektor Jasa-jasa.

Bila Lapangan Usaha dikelompokkan ke dalam kelompok Sektor Primer, Sekunder dan Tersier, maka Laju Pertumbuhan Kota Bogor Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2010, masing-masing 7,95 persen, 18,44 persen dan 18,10 persen. Pengaruh harga yang cenderung meningkat dan tinggi di Sektor

Sekunder, yaitu Sektor I ndustri Pengolahan mengakibatkan Laju

Pertumbuhan Sektor Sekunder cukup tinggi.

Sedangkan Laju Pertumbuhan Atas Dasar Harga Konstan 2000 tahun 2010 masing-masing 3,21 persen, 6,02 persen dan 6,11 persen.

Dari komposisi Laju Pertumbuhan Atas Dasar Harga Konstan ini menunjukkan bahwa jika tanpa dipengaruhi oleh harga maka telah terjadi pergeseran perilaku Sektoral, dimana pada tahun-tahun sebelumnya Laju


(5)

109

Pertumbuhan Sektor Sekunder menunjukkan laju yang tinggi yaitu seperti pada tahun 2006, Laju Pertumbuhan Sektor Sekunder 5,44 persen sedangkan Sektor Primer sebesar -2,28 persen dan Sektor Tersier 6,45 persen. Pada tahun 2007, Sektor yang pertumbuhannya tercepat adalah Sektor Tersier (sektor Perdagangan, hotel dan Restoran, Pengangkutan dan Komunikasi, Keuangan Perusahaan dan Jasa perusahaan, dan Jasa-Jasa). Sejak tahun 2007 hingga 2008, Sektor tersier mengalami laju pertumbuhan tercepat yaitu masing-masing sebesar 6,20 dan 6,02 persen, disusul sektor Sekunder dan Primer, Sedangkan tahun 2009 hingga 2010 sektor tersier mengalami pertumbuhan tercepat yaitu sebesar ; 6,05 dan 6,11 kemudian disusul oleh sektor sekunder dan primer masing-masing sebesar 6.02 dan 3,21. Tampaknya peran serta masyarakat dalam bidang ekonomi telah menunjukkan arah kepada proses yang diharapkan.

Untuk melihat Laju Pertumbuhan menurut Sektor Primer, Sekunder, dan

Sektor Tersier dapat dilihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.2

Laju Pertumbuhan PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Kelompok Sektor Tahun 2009 – 2010 ( % )

No. KELOMPOK SEKTOR

PDRB Atas Dasar Harga

Berlaku PDRB Atas Dasar Harga Konstan

2009*) 2010**) 2009*) 2010**)

1

2

3

PRI MER

SEKUNDER

TERSI ER

7,83

18,67

17,68

7,95

18,44

18,10

3,17

5,98

6,05

3,21

6,02

6,11

PRODUK DOMESTI K REGI ONAL

BRUTO 17,98 18,19 6,01 6,07

*) Angka Perbaikan **) Angka Sementara Sumber : BPS Kota Bogor

Laju Pertumbuhan Sektor Sekunder PDRB Atas Dasar Harga Berlaku pada

tahun 2006 menunjukkan laju tertinggi sebesar 18,12 persen yang diikuti Sektor Tersier sebesar 16,82 persen dan Sektor Primer sebesar 7,45 persen. Sedangkan pada tahun 2010, Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga


(6)

110

Berlaku tertinggi ada pada Sektor Sekunder yaitu sebesar 18,44.

Laju Pertumbuhan Sektor Tersier Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2006 sebesar 16,82. Namun pada tahun 2007 hanya sebesar 17,49 persen dan terus mengalami kenaikan laju pertumbuhan pada tahun-tahun berikutnya yaitu sebesar 17,70 persen pada tahun 2008, 17,68 persen pada tahun 2009 dan 18,10 persen di tahun 2010.

Ketika keadaan ekonomi mulai berangsur normal, pada tahun 2006 Sektor Sekunder memperlihatkan laju sebesar 18,12 persen dan 18,88 persen tahun 2007. Namun pada tahun 2008, laju pert umbuhannya lebih besar yaitu sebesar 18,38 persen dan naik kembali di tahun 2009 sebesar 18,67 persen sedangkan pada tahun 2010 kembali sedikit menurun menjadi sebesar 18,44 persen.

Laju Pertumbuhan Sektor Tersier Atas Dasar Harga Berlaku dari tahun 2006 tumbuh yaitu sebesar 16,82 kemudian 17,49 persen pada tahun 2007 dan 17,70 persen pada tahun 2008 serta tahun 2009 turun sebesar 17,68 persen, kemudian sedikit mengalami kenaikkan sebesar 18,10 persen di tahun 2010. Untuk tahun 2010 Laju Pertumbuhan Sektor Sekunder Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2010 tumbuh dengan angka pertumbuhan tertinggi dibandingkan sektor lainnya sebesar 18,44 persen kemudian diikuti sektor tersier sebesar 18,10 persen dan yang terakhir sektor primer sebesar 7,95 persen.

Untuk Laju Pertumbuhan Atas Dasar Harga Konstan 2000 (umumnya

disebut “Laju Pertumbuhan Ekonomi” / LPE ) yang tidak dipengaruhi harga,

terlihat bahwa untuk lima tahun terakhir Laju Pertumbuhan Sektor Primer lebih rendah dibandingkan Sektor lainnya.

Laju Pertumbuhan Sektor Sekunder (I ndustri Pengolahan, Listrik, Gas dan Air Minum serta Bangunan) pada tahun 2006 sebesar 5,44 persen, pada tahun 2007 sebesar 5,95 persen dan pada tahun 2008 sebesar 5,95dan 2009 sebesar 5,98 persen. Pada tahun 2010 laju pertumbuhannya sebesar 6,02 persen.


(7)

111

Pada tahun 2006 laju pertumbuhan Sektor Sekunder sebesar 5,44 persen, lebih rendah dari angka pertumbuhan secara umum 6,03 persen.Begitu pun pada tahun 2007 memperlihatkan laju pertumbuhannya sebesar 5,95 persen, lebih rendah dari angka pertumbuhan secara total sebesar 6,09 persen. Sedangkan untuk tahun-tahun berikutnya Laju Pertumbuhan Sektor Sekunder lebih kecil dari Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), yaitu sebesar 6,02 persen dimana LPE 2010 adalah 6,07 persen.

Keadaan pada tiga tahun terakhir ini cukup baik, terlihat dari peningkatan Laju Pertumbuhan yang cukup cepat untuk Sektor Sekunder dan Tersier. Untuk Sektor Primer (Sektor Pertanian) di Kota Bogor, walaupun bukan Sektor yang memberikan kontribusi Utama bagi PDRB kota Bogor, bahkan jika dibandingkan Sektor Sekunder dan Sektor Tersier lainnya dimana kontribusi Sektor Primer kecil, kemungkinan hal ini disebabkan oleh karena lebih digalakkannya Agro I ndustri dan peningkatan pelayanan jasa-j asa dan perdagangan di Kota Bogor.

3.1.2.

Tantangan dan Prospek Perekonomian Kota Bogor

Berbagai tantangan yang akan dihadapi Kota Bogor di tahun 2012 tentunya tidak terlepas dari perekonomian nasional dan Propinsi Jawa Barat yang masih akan

dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu pengelolaan arus modal (capital inflow) dan

nilai tukar (exchange rate) dimana harga-harga komoditas terus merangkak naik.

Disisi lain adanya pasar bebas akan mempengaruhi industri kecil di Kota Bogor dalam melakukan persaingan. Persaingan ini tidak hanya dalam hal produk tapi juga menyangkut factor produksi diantaranya SDM di Kota Bogor. Tingkat pengangguran dan kemiskinan yang masih cukup tinggi juga akan terus mewarnai tantangan perekonomian Kota Bogor di tahun 2013. Hal inilah yang turut berpengaruh terhadap perekonomian Kota Bogor. Pada tahun 2013 perekonomian Kota Bogor diperkirakan akan lebih baik dan diharapkan dapat tumbuh mencapai 6,0-6,5% .

Pencapaian I ndikator Makro Ekonomi Kota Bogor tahun 2010, tahun 2011 dan tahun 2012 sebagaimana tertuang dalam tabel 3.3


(8)

112

Tabel 3.3

I ndikator Makro Ekonomi Kota Bogor Tahun 2010-2012.

I ndikator

Tahun

2010

* 2011

* * 2012

Jumlah Penduduk (jiwa) 950.334 967.398 985.002

Kepadatan Penduduk (per Km2) 8.020 8.164 8.312

Tingkat Kemiskinan (% ) 17,20%

(40.876 RTS)

15,57% (39.487 RTS)

9,05% ( 17,188 RT kel I

PPLS 2011 )

I PM 75,75 76,08 76,24

a.I ndeks Pendidikan 87,60 87,76 87,80

- Angka Melek Huruf (% ) 98,77 98,79 98,83

- Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 9,79 9,85 9,86

b.I ndeks Kesehatan 73,12 73,26 73,42

- Angka Harapan Hidup (tahun) 68,87 68,96 69,05

c. I ndeks Daya Beli 66,53 67,21 67,50

- Purchasing Power Parity (Rp) 647,890 650,830 652,090

Laju Pertumbuhan Penduduk (% ) 2,70 1,8 1,82

Pengangguran terbuka (% ) 17,20 10,31 10,25

Laju Pertumbuhan Ekonomi (% ) 6,07 6,30 6,31

PDRB (Atas Dasar Harga Berlaku) 14.070.351,26 16.459.940,44 18.103.221.00

Jumlah I nvestasi (Juta Rp) 977.295. 7.645.526,589 1.112.295,00

I nflasi (% ) 6,57 2,85 3,01

Sumber : BPS 2011

Sedangkan perbandingan I ndeks Pembangunan Manusia (I PM) Kota Bogor dan Provinsi Jawa Barat tahun 2010 – 2012 adalah sebagaimana tertuang pada tabel 3.4

Tabel 3.4

Perbandingan I ndeks Pembangunan Manusia ( I PM) Kota Bogor dan Provinsi Jawa Barat Tahun 2009- 2011

Keterangan 2010 2011 * 2012

Jabar Bogor Jabar Bogor Jabar Bogor

I ndeks Kesehatan 72,00 73,12 72,1 73,26 73,50 73,42 I ndeks Pendidikan 81,67 87,60 81,8 87,76 82,41 87,80 I ndeks Daya Beli 62,57 66,53 62,8 67,21 64,18 67,50

I PM 72,08 75,75 72,3 76,08 73,37 76,24


(9)

113

Adapun proyeksi I ndikator Makro Ekonomi Kota Bogor tahun 2012 dan Rencana Pencapaian I ndikator Makro Ekonomi berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah pada tahun 2014 adalah sebagaimana pada tabel 3.5

Tabel 3.5

Proyeksi I ndikator Makro Kota Bogor Tahun 2013 dan Tahun 2014

I ndikator Tahun

* * 2013

RPJMD 2014

Jumlah Penduduk 1.019.841 1.158.992

Tingkat kemiskinan 14,57% 14,61%

I PM 76,71 80,73

a. I ndeks Pendidikan 88,05 -

Angka Melek Huruf (% ) 99,01 99,66

Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 9,92 12.00

b. I ndeks Kesehatan 73,55

- Angka Harapan Hidup (tahun) 69,13 74,5

c. I ndeks Daya Beli 68,68 -

 Purchasing Power Parity (Rp) 657,210 647,50

Laju Pertumbuhan Penduduk (% ) 2,34 2,71

Pengangguran terbuka (% ) 9,7% 4,91

Laju Pertumbuhan Ekonomi (% ) 6,11 6,43

PDRB (Atas Dasar Harga Berlaku) 19,910,558.71 -

Jumlah I nvestasi (Juta Rp) 1,118,606.55 1.386.930,00

I nflasi (% ) 6 6

Sumber :BPS RPJMD 2010-2014

3.2

Arah Kebijakan Keuangan Daerah

3.2.1. Proyeksi Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pasal 1 angka 13, pendapatan daerah merupakan hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun terkait.

Pendapatan Daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan dikelompokkan atas :

1. PAD, yaitu pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan


(10)

114

umumnya terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan serta lain-lain PAD yang Sah;

2. Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari dana penerimaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus;

3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah meliputi hibah, dana darurat, DBH

pajak dari provinsi kepada kabupaten/ kota, dana penyesuaian dan otsus, serta bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemda lainnya.

Berdasarkan data series kurun waktu 2009-2011, secara keseluruhan pendapatan daerah mengalami peningkatan dengan persentase kenaikan berfluktuatif. Secara persentase dan nominal hanya kelompok komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang secara konsisten mengalami kenaikan, begitu juga dengan kelompok dana perimbangan yang menunjukkan kecenderungan peningkatan baik secara nominal dan persentase kontribusi terhadap pendapatan daerah, seperti terlihat pada tabel 3.6

Tabel 3.6

Realisasi dan Proyeksi/ Target Pendapatan Kota Bogor Tahun 2010 – 2013

No U R A I A N APBD 2010 APBD 2011 APBD 2012 TARGET 2013

PENDAPATAN ASLI

DAERAH 127,488,089,831 230,449,644,620

211,013,607,190

268,267,276,130 1 Pajak Daerah 66,504,761,353 165,396,746,064

150,067,564,000

204,322,564,000 2 Retribusi Daerah 34,681,146,445 35,950,801,655

32,817,618,220

35,635,984,514 3

Bagian Laba Usaha

Daerah 15,137,968,088 13,784,056,944

16,876,875,944 16,036,153,034 4 Lain-lain Pendapatan

Asli Daerah 11,164,213,945 15,318,039,957

11,251,549,026

12,272,574,582

DANA PERIMBANGAN 584,537,928,387 602,216,655,331

721,345,136,654

673,968,450,877 1 Bagi Hasil Pajak 129,983,594,372 96,840,262,806

30,008,645,468 2 Bagi Hasil Bukan Pajak 18,704,027,015 23,963,108,525

25,193,205,409 3

Bagian Dana

Perimbangan 435,850,307,000 481,413,284,000

618,766,600,000

4

4

Bagi Hasil Pajak/Bukan

Pajak - -

102,578,536,654

- 5 Dana Alokasi Umum - -

603,531,550,000

- 6 Dana Alokasi Khusus - -

15,235,050,000

-


(11)

115

Lain-lain Pendapatan

Daerah yang Sah 180,173,427,147 308,971,864,020

278,513,198,387

171,554,053,040 1 Bagi hasil Pajak Propinsi 74,603,608,447 99,788,359,235

100,287,034,327 80,008,704,000 2 Lain-lain pendapatan

daerah yang sah 49,448,383,700 158,204,655,240

89,545,349,040 3 Pendapatan hibah 2,999,965,000 10,499,965,000

2,000,000,000

2,000,000,000

4

Bantuan Keuangan dari Propinsi atau Pemerintah

Daerah lainnya 53,121,470,000 40,478,884,545

86,680,815,020

-

5

Tunjangan Tambahan Penghasil Sertifikasi dan

Non Sertifikasi Guru - -

-

-

6

Dana Bagi Hasil Cukai, Hasil Tembakau

(DBHCHT) - -

-

-

Dana Penyesuaian dan

Otonomi Khusus

89,545,349,040

- JUMLAH 892,199,445,365 1,141,638,163,971

1,210,871,942,231

1,113,789,780,047

Dari berbagai komponen pendapatan daerah, sumber utama penerimaan daerah yang berpotensi besar adalah pajak restoran,menunjukkan peningkatan.

Dari tahun ke tahun penerimaan dari pajak daerah menunjukkan tren meningkat. Hal ini, antara lain disebabkan adanya potensi komponen dana bagi hasil pajak bersumber dari Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan (BPHTB) yang diserahkan kepada Kabupaten/ Kota dan dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sehingga terjadi pelimpahan kewenangan pemungutan pajak dari Provinsi ke Kabupaten / Kota, yaitu untuk Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Air Tanah, dimana setiap pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah dikenakan pajak sebesar 20% dan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dimana dikenakan pajak sebesar 5% . Sedangkan komponen Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) masih memperlihatkan tren yang stabil.

Untuk Tahun 2013, diproyeksikan pendapatan daerah mencapai Rp. 1,113 ,789,780,047 dibandingkan target tahun 2012 sebesar Rp. 1.108.540.929.663. Proyeksi pendapatan daerah Tahun 2013 ini telah mempertimbangkan peningkatan penerimaan dari sektor pajak dan retribusi yang telah disesuaikan dengan Undang-Undang 28 Tahun 2009 dan pajak dari PBB Perdesaan Perkotaan (PBB P2) yang akan dialihkelolakan menjadi pajak Daerah Kota Bogor.


(12)

116

3.2.2

Arah Kebijakan Pendapatan Daerah.

Kebijakan Keuangan Daerah tahun anggaran 2013 yang merupakan potensi daerah dan sebagai penerimaan Kota Bogor sesuai urusannya diarahkan melalui upaya peningkatan pendapatan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah dan dana perimbangan. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor untuk meningkatkan pendapatan daerah adalah:

1. Memantapkan Sistem Operasional Pemungutan Pendapatan Daerah;

2. Meningkatkan Pendapatan Daerah dengan intensifikasi;

3. Meningkatkan koordinasi secara sinergis di bidang Pendapatan Daerah

dengan Pemerintah Pusat, Provinsi dan SKPD Penghasil;

4. Meningkatkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah dalam upaya peningkatkan

kontribusi secara signifikan terhadap Pendapatan Daerah;

5. Meningkatkan pelayanan dan perlindungan masyarakat sebagai upaya

meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi daerah;

6. Meningkatkan peran SKPD Penghasil dalam peningkatan pelayanan dan

pendapatan.

7. Meningkatkan pengelolaan asset dan keuangan daerah.

8. Memberikan penghargaan kepada Kecamatan dan Kelurahan yang memenuhi

atau melebihi target pencapaian PBB, berupa penambahan biaya operasional.

Adapun kebijakan pendapatan untuk meningkatkan Dana Perimbangan sebagai upaya peningkatan kapasitas fiskal daerah adalah sebagai berikut :

1. Mengoptimalkan upaya intensifikasi pemungutan PBB, Pajak Orang Pribadi

Dalam Negeri (PPh OPDN), PPh Pasal 21;

2. Meningkatkan akurasi data Sumber Daya sebagai dasar perhitungan

pembagian dalam Dana Perimbangan;

3. Meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan Dana

Perimbangan.

3.2.3. Arah Kebijakan Belanja Daerah

Belanj a Daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bidang tertentu yang dapat


(13)

117

dilaksanakan bersama, termasuk penanganan 4 program prioritas Kota Bogor yaitu: Transportasi, Kebersihan, Pedagang Kaki Lima dan Kemiskinan.

Belanj a daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 merupakan semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Pada dasarnya terdapat dua jenis belanja menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana diubah dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011, yaitu belanja tidak langsung dan belanja langsung.

Belanj a tidak langsung merupakan belanja yang tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi belanja pegawai, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.

Belanj a langsung merupakan belanja yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan program dan kegiatan yang meliputi belanja pegawai, belanj a barang dan jasa, dan belanja modal.

Dalam menentukan besaran belanja yang dianggarkan senantiasa akan berlandaskan pada prinsip disiplin anggaran, yaitu prinsip kemandirian yang selalu mengupayakan peningkatan sumber-sumber pendapatan sesuai dengan potensi daerah, prinsip prioritas yang diartikan bahwa pelaksanaan anggaran selalu mengacu pada prioritas utama pembangunan daerah, prinsip efisiensi dan efektifitas anggaran yang mengarahkan bahwa penyediaan anggaran dan penghematan sesuai dengan skala prioritas.

Belanj a penyelenggaraan diprioritaskan untuk melindungi dan

meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pelayanan publik, pemanfaatan alokasi belanja diupayakan agar bisa efisien, efektif, dan proporsional.

Berpedoman pada prinsip-prinsip penganggaran, belanja daerah tahun 2012 disusun dengan pendekatan anggaran kinerja yang berorientasi pada pencapaian


(14)

118

hasil dari input yang direncanakan dengan memperhatikan prestasi kerja setiap Satuang Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam pelaksanaan tugas, pokok dan fungsinya. I ni bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanan anggaran serta menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran dalam belanja program/ kegiatan. Kebijakan belanja daerah tahun 2013 tetap diarahkan untuk mendukung peningkatan I PM, diperlukan perencanaan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pencapaian I PM. Dengan perencanaan anggaran yang konsisten dan fokus, diproyeksikan pencapaian 80,73 diarahkan untuk memperkuat bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur, dan suprastruktur.

Kebijakan belanj a daerah tahun 2013 diupayakan dengan pengaturan pola pembelanjaan yang proporsional, efisien dan efektif, antara lain melalui:

1 Esensi utama penggunaan dana APBD adalah untuk meningkatkan

perekonomian dan kesejahteraan masyarakat oleh karena itu akan terus dilakukan peningkatan program-program yang berorientasi pada masyarakat.

2 Meningkatkan kualitas anggaran belanja daerah melalui pola penganggaran

yang berbasis kinerja dengan pendekatan program pembangunan yang disertai system pelaporan yang makin akuntabel.

3 Mengalokasikan anggaran untuk 4 (empat) prioritas Pembangunan:

Kemiskinan, Transportasi, PKL, Kebersihan;

4 Mengalokasikan anggaran untuk pendidikan sebesar 20% dari total belanja

daerah tahun 2013 tidak termasuk alokasi anggaran untuk kegiatan yang

belum selesai tahun sebelumnya (multi years), dalam rangka peningkatan

indeks pendidikan meliputi Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah (AMH dan RLS), sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

5 Meningkatkan alokasi anggaran untuk kesehatan, menuju 10% sesuai UU

Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan guna peningkatan kualitas dan aksesibilitas pelayanan dasar kesehatan dalam rangka peningkatan indeks kesehatan masyarakat, terutama untuk keluarga miskin serta kesehatan ibu dan anak.


(15)

119

6 Sesuai dengan I npres Nomor 3 Tahun 2010, tentang pembangunan yang

berkeadilan, yang bertujuan untuk percepatan penanggulangan kemiskinan dan pencapaian target MDGs.

7 Mengalokasikan kebutuhan belanja fixed cost, regular cost, dan variable cost

secara terukur dan terarah.

8 Dalam upaya meningkatkan kinerja BUMD Kota Bogor, maka dialokasikan dana

penyertaan modal kepada BUMD dalam anggaran APBD 2012 sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan dana.

9 Peningkatan efektivitas penggunaan dana PPMK dan PNPM P2KP oleh

masyarakat dalam mendukung kualitas pelayanan publik dan sinkronisasi implementasi antara rencana pembangunan Kota Bogor dengan masyarakat melalui kelurahan;

a. Berdasarkan hasil analisis dan perkiraan sumber-sumber pendapatan

daerah dan realisasi serta proyeksi pendapatan daerah 3(tiga) tahun terakhir, arah kebijakan belanja daerah, dituangkan dalam table 3.7 sebagai berikut:

Tabel 3.7

Realisasi dan Proyeksi Belanja Daerah

BELANJA DAERAH BELANJA TIDAK LANGSUNG

Belanja Pegawai 467,833,382,206.00 521,744,732,314.00 606,265,084,594.00 636,578,338,823.70

belanja Bunga - 1,244,494,845.00 2,016,207,000.00 2,117,017,350.00

Belanja Hibah 15,825,365,924.00 27,885,445,000.00 20,425,297,000.00 21,461,561,850.00

Belanja Subsidi 1,437,035,600.00 - 0.00

Belanja Bantuan Sosial 88,100,168,167 58,152,948,380.00 - 0.00 Belanja bagi Hasil kepada

Prop/Kab/Kota / Pemdes 0.00

Belanja Bantuan Keuangan kepada Propinsi/Kab./Kota dan

Pemdes 12,132,500,000.00 935,731,977.00 935,731,977.00 982,518,575.85

Belanja Bantuan kepada Partai

Politik 0.00

Belanja Tidak Terduga 2782968160 4,500,000,000.00 6,337,215,768.00 6,654,076,556.40

JUMLAH BELANJA TIDAK

LANGSUNG 586,674,384,457 615,900,388,116.00 635,979,536,339.00 667,778,513,155.95

JUMLAH BELANJA LANGSUNG 370,008,420,485 4 20,921,900,086 643,246,909,247.00 675,409,254,709.35 JUMLAH BELANJA DAERAH 956,682,804,942 1,036,822,288,202 1,279,226,445,586.00 1,343,187,767,865.30 U R A I A N APBD 2010 (Rp) APBD 2011(Rp) APBD 2012 (Rp) TARGET 2013 (Rp)


(16)

120

3.2.4 Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah

3.2.4.1

Kebijakan Penerimaan Pembiayaan Daerah

Pembiayaan merupakan transaksi keuangan yang bertujuan menutupi

selisih antara Pendapatan dan Belanja Daerah. Pembiayaan. Jika Pendapatan Daerah lebih kecil dari Belanja Daerah, maka terjadi transaksi keuangan yang defisit dan harus ditutupi dengan Penerimaan Daerah. Jika Pendapatan Daerah lebih besar dari Belanja Daerah, maka terjadi transaksi keuangan yang surplus dan harus digunakan untuk Pengeluaran Daerah. Oleh sebab itu, Pembiayaan Daerah terdiri Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah.

Pembiayaan daerah dalam kurun waktu 2011-2012, memperlihatkan bahwa penerimaan pembiayaan selama ini hanya bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya (SiLPA). Besaran SiLPA yang relative besar ini, terutama disebabkan over target pendapatan dan efisiensi penggunaan anggaran. Besaran SiLPA menunjukkan tren menurun, yang dapat diartikan bahwa, disparitas antara perencanaan pendapatan dan belanja daerah dengan pelaksanaannya yang semakin mengecil menunjukkan bahwa proses perencanaan dilaksanakan dengan lebih cermat sehingga akan lebih baik pada tingkat pelaksanaannya.

Kebijakan pembiayaan dirumuskan berdasarkan asumsi bahwa kebutuhan pembangunan daerah yang semakin meningkat akan berimplikasi pada kemungkinan terjadinya defisit anggaran. Untuk itu perlu dilakukan antisipasi dan dapat ditempuh melalui:

a. Sisa Lebih Anggaran tahun sebelumnya (SiLPA) dipergunakan sebagai sumber

penerimaan pada APBD tahun berikutnya dan rata-rata SilPA akan diupayakan semakin menurun sebagai akibat dari optimalnya penganggaran dan pelaksanaan kegiatan. Rata-rata SiLPA diupayakan maksimum 5 % dari APBD tahun sebelumnya.

b. Penerimaan Pinjaman Daerah dari dalam maupun luar negeri melalui penerbitan

obligasi daerah ataupun bentuk pinjaman lainnya untuk membiayai pembangunan infrastruktur publik terutama pelayanan air minum.

c. Dalam menetapkan anggaran penerimaan pembiayaan yang bersumber dari

pencairan dana cadangan, peruntukkan waktu penggunaan dan besarnya disesuaikan dengan peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan,


(17)

121

sedangkan penerimaan hasil bunga/deviden dana cadangan dianggarkan pada

lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Adapun realisasi dan proyeksi Penerimaan pembiayaan daerah tahun anggaran 2009- 2012 sebagaimana tabel 3.8 dibawah ini :

Tabel 3.8

Realisasi dan Proyeksi Pembiayaan Daerah Tahun Anggaran 2010-2013

Sum ber : BPKAD Kot a Bogor

3.2.4.2

Kebijakan Pengeluaran Pembiayaan Daerah

Realisasi dan proyeksi pengeluaran pembiayaan Daerah sepert i pada tabel 3.9 berikut:

Tabel 3.9

Realisasi dan Proyeksi Pengeluaran Pembiayaan Daerah Tahun Anggaran 2010-2013

Sumber : BPKAD Kota Bogor

PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya

154,938,553,017.00 96,500,774,205.00 130,377,428,355.00 96,500,774,205.00 Penerimaan Pencairan Dana

Cadangan 32,000,000,000.00 - 500,000,000.00 525,000,000.00

Penerimaan Pinjaman Daerah 49,262,400,000.00 24,530,000,000.00 525,000,000.00

JUMLAH PENERIMAAN

PEMBIAYAAN DAERAH 186,938,553,017.00 145,763,174,205.00 155,407,428,355.00 97,550,774,205.00

U R A I A N APBD 2010

(Rp)

APBD 2011 (Rp)

APBD 2012 (Rp)

TARGET 2013 (Rp)

PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH

Pembentukan Dana Cadangan

(pemilu) - - 15,000,000,000.00 - Penyertaan Modal (Investasi)

Pemerintah Daerah 24,799,836,000.00 24,377,701,000.00 47,022,925,000.00 49,374,071,250.00

Pemberian Pinjaman Daerah 49,262,400,000.00 25,030,000,000.00 26,281,500,000.00

JUMLAH PENGELUARAN

PEMBIAYAAN DAERAH 24,799,836,000.00 73,640,101,000.00 87,052,925,000.00 75,655,571,250.00

U R A I A N

APBD 2010 (Rp)

APBD 2011 (Rp)

APBD 2012 (Rp)

TARGET 2013 (Rp)


(1)

116

3.2.2 Arah Kebijakan Pendapatan Daerah.

Kebijakan Keuangan Daerah tahun anggaran 2013 yang merupakan potensi daerah dan sebagai penerimaan Kota Bogor sesuai urusannya diarahkan melalui upaya peningkatan pendapatan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah dan dana perimbangan. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor untuk meningkatkan pendapatan daerah adalah:

1. Memantapkan Sistem Operasional Pemungutan Pendapatan Daerah;

2. Meningkatkan Pendapatan Daerah dengan intensifikasi;

3. Meningkatkan koordinasi secara sinergis di bidang Pendapatan Daerah dengan Pemerintah Pusat, Provinsi dan SKPD Penghasil;

4. Meningkatkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah dalam upaya peningkatkan kontribusi secara signifikan terhadap Pendapatan Daerah;

5. Meningkatkan pelayanan dan perlindungan masyarakat sebagai upaya

meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi daerah;

6. Meningkatkan peran SKPD Penghasil dalam peningkatan pelayanan dan

pendapatan.

7. Meningkatkan pengelolaan asset dan keuangan daerah.

8. Memberikan penghargaan kepada Kecamatan dan Kelurahan yang memenuhi atau melebihi target pencapaian PBB, berupa penambahan biaya operasional. Adapun kebijakan pendapatan untuk meningkatkan Dana Perimbangan sebagai upaya peningkatan kapasitas fiskal daerah adalah sebagai berikut :

1. Mengoptimalkan upaya intensifikasi pemungutan PBB, Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (PPh OPDN), PPh Pasal 21;

2. Meningkatkan akurasi data Sumber Daya sebagai dasar perhitungan

pembagian dalam Dana Perimbangan;

3. Meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan Dana Perimbangan.

3.2.3. Arah Kebijakan Belanja Daerah

Belanj a Daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bidang tertentu yang dapat


(2)

117

dilaksanakan bersama, termasuk penanganan 4 program prioritas Kota Bogor yaitu: Transportasi, Kebersihan, Pedagang Kaki Lima dan Kemiskinan.

Belanj a daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 merupakan semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Pada dasarnya terdapat dua jenis belanja menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana diubah dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011, yaitu belanja tidak langsung dan belanja langsung.

Belanj a tidak langsung merupakan belanja yang tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi belanja pegawai, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.

Belanj a langsung merupakan belanja yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan program dan kegiatan yang meliputi belanja pegawai, belanj a barang dan jasa, dan belanja modal.

Dalam menentukan besaran belanja yang dianggarkan senantiasa akan berlandaskan pada prinsip disiplin anggaran, yaitu prinsip kemandirian yang selalu mengupayakan peningkatan sumber-sumber pendapatan sesuai dengan potensi daerah, prinsip prioritas yang diartikan bahwa pelaksanaan anggaran selalu mengacu pada prioritas utama pembangunan daerah, prinsip efisiensi dan efektifitas anggaran yang mengarahkan bahwa penyediaan anggaran dan penghematan sesuai dengan skala prioritas.

Belanj a penyelenggaraan diprioritaskan untuk melindungi dan

meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pelayanan publik, pemanfaatan alokasi belanja diupayakan agar bisa efisien, efektif, dan proporsional.

Berpedoman pada prinsip-prinsip penganggaran, belanja daerah tahun 2012 disusun dengan pendekatan anggaran kinerja yang berorientasi pada pencapaian


(3)

118

hasil dari input yang direncanakan dengan memperhatikan prestasi kerja setiap Satuang Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam pelaksanaan tugas, pokok dan fungsinya. I ni bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanan anggaran serta menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran dalam belanja program/ kegiatan. Kebijakan belanja daerah tahun 2013 tetap diarahkan untuk mendukung peningkatan I PM, diperlukan perencanaan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pencapaian I PM. Dengan perencanaan anggaran yang konsisten dan fokus, diproyeksikan pencapaian 80,73 diarahkan untuk memperkuat bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur, dan suprastruktur.

Kebijakan belanj a daerah tahun 2013 diupayakan dengan pengaturan pola pembelanjaan yang proporsional, efisien dan efektif, antara lain melalui:

1 Esensi utama penggunaan dana APBD adalah untuk meningkatkan

perekonomian dan kesejahteraan masyarakat oleh karena itu akan terus dilakukan peningkatan program-program yang berorientasi pada masyarakat. 2 Meningkatkan kualitas anggaran belanja daerah melalui pola penganggaran

yang berbasis kinerja dengan pendekatan program pembangunan yang disertai system pelaporan yang makin akuntabel.

3 Mengalokasikan anggaran untuk 4 (empat) prioritas Pembangunan:

Kemiskinan, Transportasi, PKL, Kebersihan;

4 Mengalokasikan anggaran untuk pendidikan sebesar 20% dari total belanja daerah tahun 2013 tidak termasuk alokasi anggaran untuk kegiatan yang belum selesai tahun sebelumnya (multi years), dalam rangka peningkatan indeks pendidikan meliputi Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah (AMH dan RLS), sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

5 Meningkatkan alokasi anggaran untuk kesehatan, menuju 10% sesuai UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan guna peningkatan kualitas dan aksesibilitas pelayanan dasar kesehatan dalam rangka peningkatan indeks kesehatan masyarakat, terutama untuk keluarga miskin serta kesehatan ibu dan anak.


(4)

119

6 Sesuai dengan I npres Nomor 3 Tahun 2010, tentang pembangunan yang berkeadilan, yang bertujuan untuk percepatan penanggulangan kemiskinan dan pencapaian target MDGs.

7 Mengalokasikan kebutuhan belanja fixed cost, regular cost, dan variable cost secara terukur dan terarah.

8 Dalam upaya meningkatkan kinerja BUMD Kota Bogor, maka dialokasikan dana

penyertaan modal kepada BUMD dalam anggaran APBD 2012 sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan dana.

9 Peningkatan efektivitas penggunaan dana PPMK dan PNPM P2KP oleh masyarakat dalam mendukung kualitas pelayanan publik dan sinkronisasi implementasi antara rencana pembangunan Kota Bogor dengan masyarakat melalui kelurahan;

a. Berdasarkan hasil analisis dan perkiraan sumber-sumber pendapatan daerah dan realisasi serta proyeksi pendapatan daerah 3(tiga) tahun terakhir, arah kebijakan belanja daerah, dituangkan dalam table 3.7 sebagai berikut:

Tabel 3.7

Realisasi dan Proyeksi Belanja Daerah

BELANJA DAERAH BELANJA TIDAK LANGSUNG

Belanja Pegawai 467,833,382,206.00 521,744,732,314.00 606,265,084,594.00 636,578,338,823.70 belanja Bunga - 1,244,494,845.00 2,016,207,000.00 2,117,017,350.00 Belanja Hibah 15,825,365,924.00 27,885,445,000.00 20,425,297,000.00 21,461,561,850.00 Belanja Subsidi 1,437,035,600.00 - 0.00 Belanja Bantuan Sosial 88,100,168,167 58,152,948,380.00 - 0.00 Belanja bagi Hasil kepada

Prop/Kab/Kota / Pemdes 0.00

Belanja Bantuan Keuangan kepada Propinsi/Kab./Kota dan

Pemdes 12,132,500,000.00 935,731,977.00 935,731,977.00 982,518,575.85 Belanja Bantuan kepada Partai

Politik 0.00

Belanja Tidak Terduga 2782968160 4,500,000,000.00 6,337,215,768.00 6,654,076,556.40 JUMLAH BELANJA TIDAK

LANGSUNG 586,674,384,457 615,900,388,116.00 635,979,536,339.00 667,778,513,155.95 JUMLAH BELANJA LANGSUNG 370,008,420,485 4 20,921,900,086 643,246,909,247.00 675,409,254,709.35 JUMLAH BELANJA DAERAH 956,682,804,942 1,036,822,288,202 1,279,226,445,586.00 1,343,187,767,865.30 U R A I A N APBD 2010 (Rp) APBD 2011(Rp) APBD 2012 (Rp) TARGET 2013 (Rp)


(5)

120

3.2.4 Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah

3.2.4.1

Kebijakan Penerimaan Pembiayaan Daerah

Pembiayaan merupakan transaksi keuangan yang bertujuan menutupi

selisih antara Pendapatan dan Belanja Daerah. Pembiayaan. Jika Pendapatan Daerah lebih kecil dari Belanja Daerah, maka terjadi transaksi keuangan yang defisit dan harus ditutupi dengan Penerimaan Daerah. Jika Pendapatan Daerah lebih besar dari Belanja Daerah, maka terjadi transaksi keuangan yang surplus dan harus digunakan untuk Pengeluaran Daerah. Oleh sebab itu, Pembiayaan Daerah terdiri Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah.

Pembiayaan daerah dalam kurun waktu 2011-2012, memperlihatkan bahwa penerimaan pembiayaan selama ini hanya bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya (SiLPA). Besaran SiLPA yang relative besar ini, terutama disebabkan over target pendapatan dan efisiensi penggunaan anggaran. Besaran SiLPA menunjukkan tren menurun, yang dapat diartikan bahwa, disparitas antara perencanaan pendapatan dan belanja daerah dengan pelaksanaannya yang semakin mengecil menunjukkan bahwa proses perencanaan dilaksanakan dengan lebih cermat sehingga akan lebih baik pada tingkat pelaksanaannya.

Kebijakan pembiayaan dirumuskan berdasarkan asumsi bahwa kebutuhan pembangunan daerah yang semakin meningkat akan berimplikasi pada kemungkinan terjadinya defisit anggaran. Untuk itu perlu dilakukan antisipasi dan dapat ditempuh melalui:

a. Sisa Lebih Anggaran tahun sebelumnya (SiLPA) dipergunakan sebagai sumber penerimaan pada APBD tahun berikutnya dan rata-rata SilPA akan diupayakan semakin menurun sebagai akibat dari optimalnya penganggaran dan pelaksanaan kegiatan. Rata-rata SiLPA diupayakan maksimum 5 % dari APBD tahun sebelumnya.

b. Penerimaan Pinjaman Daerah dari dalam maupun luar negeri melalui penerbitan obligasi daerah ataupun bentuk pinjaman lainnya untuk membiayai pembangunan infrastruktur publik terutama pelayanan air minum.

c. Dalam menetapkan anggaran penerimaan pembiayaan yang bersumber dari pencairan dana cadangan, peruntukkan waktu penggunaan dan besarnya disesuaikan dengan peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan,


(6)

121

sedangkan penerimaan hasil bunga/deviden dana cadangan dianggarkan pada lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Adapun realisasi dan proyeksi Penerimaan pembiayaan daerah tahun anggaran 2009- 2012 sebagaimana tabel 3.8 dibawah ini :

Tabel 3.8

Realisasi dan Proyeksi Pembiayaan Daerah Tahun Anggaran 2010-2013

Sum ber : BPKAD Kot a Bogor

3.2.4.2

Kebijakan Pengeluaran Pembiayaan Daerah

Realisasi dan proyeksi pengeluaran pembiayaan Daerah sepert i pada tabel 3.9 berikut:

Tabel 3.9

Realisasi dan Proyeksi Pengeluaran Pembiayaan Daerah Tahun Anggaran 2010-2013

Sumber : BPKAD Kota Bogor PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya

154,938,553,017.00 96,500,774,205.00 130,377,428,355.00 96,500,774,205.00 Penerimaan Pencairan Dana

Cadangan 32,000,000,000.00 - 500,000,000.00 525,000,000.00

Penerimaan Pinjaman Daerah 49,262,400,000.00 24,530,000,000.00 525,000,000.00 JUMLAH PENERIMAAN

PEMBIAYAAN DAERAH 186,938,553,017.00 145,763,174,205.00 155,407,428,355.00 97,550,774,205.00 U R A I A N APBD 2010

(Rp)

APBD 2011 (Rp)

APBD 2012 (Rp)

TARGET 2013 (Rp)

PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH

Pembentukan Dana Cadangan

(pemilu) - - 15,000,000,000.00 - Penyertaan Modal (Investasi)

Pemerintah Daerah 24,799,836,000.00 24,377,701,000.00 47,022,925,000.00 49,374,071,250.00 Pemberian Pinjaman Daerah 49,262,400,000.00 25,030,000,000.00 26,281,500,000.00 JUMLAH PENGELUARAN

PEMBIAYAAN DAERAH 24,799,836,000.00 73,640,101,000.00 87,052,925,000.00 75,655,571,250.00 U R A I A N

APBD 2010 (Rp)

APBD 2011 (Rp)

APBD 2012 (Rp)

TARGET 2013 (Rp)