Skrining Golongan Senyawa Bioaktif Antibakteri Minyak Atsiri Daun Sirih Hijau (piper betle L.) dengan Variasi Ketinggian Tempat di Bali terhadap Propionibacterium acnes Dengan Metode KLT-Bioautografi Kontak.

(1)

i

SKRINING GOLONGAN SENYAWA BIOAKTIF

ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI DAUN SIRIH HIJAU

(Piper betle Linn.) BERDASARKAN VARIASI

KETINGGIAN TEMPAT TUMBUH DI BALI

TERHADAP Propionibacterium acnes MENGGUNAKAN

METODE KLT BIOAUTOGRAFI KONTAK

Skripsi

LUH KETUT SULYS WINTARI 1208505086

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

ii

Lembar Pengesahan

SKRINING GOLONGAN SENYAWA BIOAKTIF

ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI DAUN SIRIH HIJAU

(Piper betle Linn.) BERDASARKAN VARIASI

KETINGGIAN TEMPAT TUMBUH DI BALI

TERHADAP Propionibacterium acnes MENGGUNAKAN

METODE KLT BIOAUTOGRAFI KONTAK

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi (S. Farm) di Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana

Oleh

LUH KETUT SULYS WINTARI NIM. 1208505086

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Ni Luh Putu Vidya Paramita, S.Farm., M.Sc., Apt Putu Sanna Yustiantara, S. Farm., M.Si., Apt. NIP. 198401032008122004 NIP. 198705022015041001

Mengesahkan: Ketua Jurusan Farmasi

Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam

Dr. rer. nat. I Made Agus Gelgel Wirasuta, M.Si., Apt NIP. 196804201994021001


(3)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Skrining Golongan Senyawa Bioaktif Antibakteri Minyak Atsiri Daun Sirih Hijau (Piper betle Linn.) Berdasarkan Variasi Ketinggian Tempat Tumbuh di Bali Terhadap Propionibacterium acnes Menggunakan Metode KLT Bioautografi Kontak”. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi (S. Farm) di Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.

Penyusunan Skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, saran dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu kepada:

1. Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang selalu memberikan kesehatan, petunjuk dan Berkat-Nya kepada penulis mulai awal hingga akhir sehingga Skripsi ini selesai dengan baik dan tepat waktu.

2. Drs. Ida Bagus Made Suaskara, M.Si., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.

3. Dr. rer. nat. I Made Agus Gelgel Wirasuta, M.Si., Apt., selaku Ketua Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.

4. Ni Luh Putu Vidya Paramita, S. Farm., M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing I dengan penuh perhatian telah memberikan motivasi, semangat, bimbingan, dorongan, saran dan segala bantuan kepada penulis selama penyusunan Skripsi ini.

5. Putu Sanna Yustiantara S. Farm., M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk mengarahkan, membimbing, memberikan perhatian, serta dorongan semangat dalam penyusunan Skripsi ini.


(4)

iv

6. Seluruh dosen dan staf pegawai Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Udayana, terutama laboran Bu Nova yang telah memberikan bantuan dan bimbingan selama pekerjaan mahasiswa di laboratorium yang telah menjadi faktor pendorong dalam penyelesaian Skripsi ini.

7. Keluarga dan terlebih kedua orang tua tercinta, I Wayan Surata dan Ni Ketut Mulyawati yang tak hentinya mendoakan, memberi semangat dan menjadi sebuah motivasi bagi penulis sehingga Skripsi ini selesai tepat waktu. Juga untuk kakak tercinta, Luh Wayan Sulys Yatnawati dan I Made Oma Sulys Udiana yang senantiasa mendoakan, membimbing, dan selalu memberi semangat dalam penulisan Skripsi ini.

8. Sahabat terkasih, I Made Ari Dhanu Tirtha yang selalu menemani penulis dalam susah senang dalam penelitian dan penyusunan proposal serta selalu memberi doa, semangat, saran, kritik dan bantuan dalam segala hal hingga penyusunan Skripsi ini dapat selesai tepat waktu.

9. Sahabat sekaligus saudara satu tim penelitian, Arya Trisnadewi, Budiningrum, Cahyani Pratiwi, Putri Ardiyanti, Putri Dwijayanti, Inggrid Yosefa, Pebri Utami, dan Ayu Suastini yang selalu memberi doa, dorongan, semangat, dan bantuan dalam berbagai bentuk selama penelitian hingga penyusunan Skripsi ini dapat selesai tepat waktu.

10.Seluruh Mahasiswa/i Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana, khususnya Angkatan 2012 Dioscuri Hygeia yang telah berjuang bersama penulis.

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis secara terbuka mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sehingga di masa yang akan datang dapat menjadi lebih baik. Penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Jimbaran, Mei 2016


(5)

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR SINGKATAN ... viii

DAFTAR ISTILAH ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

ABSTRAK ... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirih Hijau (Piper betle Linn) ... 7

2.1.1 Klasifikasi ... 7

2.1.2 Deskripsi tanaman ... 7

2.1.3 Tempat tumbuh ... 8


(6)

vi

2.2 Minyak Atsiri... 9

2.3 Kandungan Minyak Atsiri Daun Sirih Hijau (P. betle Linn.) .. 10

2.4 Aktivitas Antibakteri Daun Sirih Hijau (Piper betle Linn.) ... 11

2.5 Acne Vulgaris ... 12

2.6 Propionibacterium acnes... 13

2.7 Destilasi Air ... 14

2.8 KLT Bioautografi Kontak ... 15

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 17

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

3.3 Obyek Penelitian ... 17

3.4 Bahan Penelitian ... 18

3.4.1 Bahan untuk ekstraksi... 18

3.4.2 Bahan untuk uji KLT bioautografi kontak ... 18

3.5 Alat Penelitian ... 19

3.6 Batasan Operasional Penelitian ... 19

3.7 Prosedur Penelitian ... 20

3.7.1 Preparasi daun sirih hijau (Piper betle Linn.) ... 20

3.7.2 Preparasi bakteri uji ... 22

3.7.3 Preparasi sampel uji ... 22

3.7.4 KLT bioautografi kontak ... 23

3.8 Analisis Data ... 24


(7)

vii

3.10 Skema Kerja Penelitian ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Determinasi Tanaman ... 27

4.2 Ekstraksi Minyak Atsiri Daun Sirih Hijau (P. betle Linn.) ... 27

4.3 Uji Konfirmasi Bakteri P. acnes ... 30

4.4 Pemisahan dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis ... 32

4.5 Karakterisasi dengan Pereaksi Pendeteksi ... 32

4.6 Uji Aktivitas Antibakteri ... 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40


(8)

viii

DAFTAR SINGKATAN

CFU : Colony Forming Unit

hRf : Hundred Retardation factor

KLT : Kromatografi Lapis Tipis MHA : Mueller Hinton Agar

MHB : Mueller Hinton Broth

MIC :Minimum Inhibitory Concentration

MTT : Methyl Thiazole Tetrazolium


(9)

ix

DAFTAR ISTILAH

Acne vulgaris : Penyakit kulit obstruktif dan inflamasi kronik pada unit pilosebasea.

Akumulasi : Pengumpulan; penimbunan.

Antibakteri : Zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme bakteri.

Antibiotik : segolongan molekul, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri

Aseptik : bebas dari mikroorganisme penyebab penyakit

Bioautografi : Suatu metode spesifik untuk mendeteksi bercak pada kromatografi lapis tipis atau kromatografi kertas yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri, antifungi, dan anti viral.

Biosintesis : suatu proses yang dikatalisis oleh enzim yang terjadi dalam organisme hidup, dimana substrat diubah menjadi senyawa lain (produk) yang biasanya memiliki struktur lebih kompleks


(10)

x

Dekantasi : Metode pemisahan antara larutan dan padatan dengan menuangkan cairan perahan-lahan sehingga endapan tertinggal dibagian dasar bejana.

Difusi : proses transportasi pasif di mana molekul bergerak dari daerah konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Faktor kemotaktik : Faktor yang meyebabkan gerakan fagosit ke tempat infeksi,

seperti produk bakteri dan faktor biokimia yang lepas pada aktivasi komplemen.

Idioblast : Sel yang terspesialisasi untuk menyimpan metabolit, memiliki ukuran sel sedikit berbeda dibandingkan dengan sel-sel di sekitarnya, tersusun tunggal atau dalam barisan yang panjang. Idioblas dapat mengandung resin, tannin, lendir, kristal, minyak, dan lain-lain.

Immunostimulator : senyawa yang dapat meningkatkan respon imun.

Inflamasi : Reaksi tubuh terhadap mikroorganisme dan benda asing yang ditandai oleh panas, nyeri, dan gangguan fungsi organ tubuh.

Inkubasi : Suatu teknik perlakuan bagi mikroorganisme yang telah diinokulasikan pada media (padat atau cair), kemudian disimpan pada suhu tertentu untuk dapat melihat pertumbuhannya.

Inokulasi : Suatu proses penanaman bakteri atau memindahkan bakteri dari satu media ke media lainnya.


(11)

xi

Karakterisasi : sebuah cara untuk menggambarkan mengenai golongan senyawa dalam suatu sampel.

Keratinosit : jenis sel yang ditemukan pada epidermis, lapisan luar kulit yang berfungsi untuk membentuk keratin.

Kromatogram : output visual yang diperoleh dari hasil pemisahan.

Kolonisasi bakteri : suatu kumpulan bakteri-bakteri sejenis yang mengelompok menjadi satu dan membentuk suatu koloni.

Kohesi : gaya tarik-menarik antar molekul yang sama.

Komedo : kantong folikel yang berdilatasi berisi materi keratinosa berlapis, lipid dan bakteri.

Komedolitik : agen yang mampu menghancurkan komedo.

Kornifikasi duktal : Proses pembentukan zat tanduk atau keratin pada saluran tempat keluarnya keringat

Lesi : Keadaan jaringan yang abnormal pada tubuh

Mc Farland 0,5 : Standar Mc Farland merupakan perbandingan spektrofotometri terstandarisasi untuk uji kekeruhan suspense bakteri dalam air, cairan Na-fisiologis, atau media pertumbuhan cair. Standar McFarland 0,5 menunjukkan jumlah koloni bakteri dalam suspensi 108 CFU/mL

Multifaktorial : Lebih dari satu faktor penyebab. Oksidasi : Peristiwa penerimaan elektron

Obstruktif : sumbatan pada pembuluh yang mengakibatkan cairan terhambat atau sama sekali tidak bisa mengalir.


(12)

xii

Osmosis : proses perpindahan pelarut dari larutan yang memiliki konsentrasi rendah atau pelarut murni melalui membran semipermeabel menuju larutan yang memiliki konsentrasi lebih tinggi hingga tercapai kesetimbangan laju pelarut.

Over heating : Pemanasan secara berlebihan

Patogenesis : keseluruhan proses perkembangan penyakit atau patogen, termasuk setiap tahap perkembangan, rantai kejadian yang menuju kepada terjadinya patogen tersebut dan serangkaian perubahan struktur dan fungsi setiap komponen yang terlibat di dalamnya, seperti sel, jaringan tubuh, organ, oleh stimulasi faktor-faktor eksternal seperti faktor mikrobial, kimiawi dan fisis.

Patogenik : Bersifat menimbulkan penyakit

Rendemen : Presentase produk yang diperoleh dari perbandingan berat awal bahan dengan berat akhirnya.

Resinifikasi : Proses perubahan menjadi damar atau resin

Resistensi : kemampuan alami organisme untuk menjadi tidak terpengaruh oleh agen berbahaya yang ada pada lingkungannya

Ruptur : robek atau koyaknya jaringan secara paksa

Sebum : Zat berminyak terdiri dari lemak, keratin, dan bahan selular yang diproduksi oleh kelenjar sebasea kulit


(13)

xiii

Sekresi : Proses pengeluaran zat berbentuk cairan oleh sel-sel tubuh tumbuhan atau kelenjar yang mana cairan atau kelenjar tersebut masih dimanfaatkan oleh tubuh tumbuhan.

Sel sekretori : Sel yang berfungsi sebagai tempat pengeluaran senyawa-senyawa (sekret) dari dalam tumbuhan, seperti lendir, getah minyak dan lemak.

Terna : tumbuhan yang batangnya lunak karena tidak membentuk kayu.

Trikoma kelenjar : disebut juga trikoma glanduler yaitu trikoma yang selnya atau salah satu selnya mempunyai fungsi sekresi sebagai sel/ jaringan sekretoris.


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Tanaman Sirih (Piper betle Linn.) ... 7 Gambar 2.2 Proses Timbulnya Jerawat ... 12 Gambar 3.1 Skema Umum Penelitian ... 25 Gambar 3.2 Skema Kerja Skrining Golongan Senyawa Bioaktif Antibakteri 26


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Uji Identifikasi Bakteri Propionibacterium acne ... 14 Tabel 3.1 Jenis Pereaksi Pendeteksi dan Hasil Positif Setelah Dideteksi. ... 23


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Determinasi Daun Sirih Hijau Dataran Rendah ... 47

Lampiran 2. Hasil Determinasi Daun Sirih Hijau Dataran Sedang ... 49

Lampiran 3. Hasil Determinasi Daun Sirih Hijau Pegunungan ... 51

Lampiran 4. Hasil Uji Konfirmasi Bakteri P. acnes ... 53

Lampiran 5. Sterilisasi Alat dan Bahan ... 55

Lampiran 6. Pembuatan Media ... 56

Lampiran 7. Perhitungan Pembuatan Fase Gerak ... 57

Lampiran 8. Perhitungan Pembuatan Pereaksi Pendeteksi ... 58


(17)

xvii

ABSTRAK

Propionibacterium acnes adalah bakteri anaerob Gram positif yang merupakan bakteri paling dominan pada lesi jerawat. Minyak atsiri dari daun sirih hijau telah diketahui memiliki potensi sebagai antibakteri. Namun, perbedaan tempat tumbuh dapat berpengaruh terhadap produksi dan komponen penyusun minyak atsiri yang bertanggung jawab dalam aktivitasnya sebagai antibakteri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui profil golongan senyawa bioaktif antibakteri dalam minyak atsiri daun sirih hijau (Piper betle Linn.) berdasarkan variasi ketinggian tempat tumbuh di Bali terhadap P. acnes.

Ekstraksi minyak atsiri daun sirih hijau (P. betle Linn.) dilakukan dengan metode destilasi air. Penentuan profil golongan senyawa bioaktif antibakteri dilakukan dengan metode KLT bioautografi kontak dengan fase gerak toluen P : etil asetat (93:7) v/v dan fase diam plat KLT Al silika gel GF254. Pereaksi anisaldehid-asam sulfat P, FeCl3, dan Folin-Ciocalteau digunakan dalam penentuan golongan senyawa bioaktif antibakteri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak atsiri dataran rendah, dataran sedang dan pegunungan memiliki profil yang sama yaitu dua spot senyawa bioaktif pada nilai hRf 48 dan hRf 62. Hasil karakterisasi dengan pereaksi anisaldehid-asam sulfat P, FeCl3, dan Folin-Ciocalteau menunjukkan bahwa golongan senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antibakteri tersebut adalah golongan senyawa terpenoid dan fenol dengan inti katekol pada hRf 48, dan golongan senyawa terpenoid; fenol sederhana; dan fenol dengan inti katekol pada hRf 62.

Kata Kunci: Propionibacterium acnes, Piper betle, minyak atsiri, KLT bioautografi kontak, golongan senyawa


(18)

xviii

ABSTRACT

Propionibacterium acnes is a Gram-positive anaerobic bacterium which is the most dominant bacteria in acne lesions. Essential oils of green betel leaf has shown potential as an antibacterial. However, differences of growing place can affect the production and the composition of the essential oil which are responsible for its activities as antibacterial. The purpose of this study was to determine the profile of the antibacterial bioactive compounds of green betel leaf essential oil (Piper betle Linn.) based on variation of altitude of growing place in Bali against Propionibacterium acnes.

The extraction of essential oils of green betel leaf (P. betle Linn.) carried out by water distillation method. Determination of the profile of antibacterial bioactive compounds was done by the method of TLC contact bioautography with the mobile phase toluene : ethyl acetate (93:7) v/v and the stationary phase of TLC plate Al silica gel GF254. Anisaldehid-sulfuric acid, FeCl3, and Folin-Ciocalteu reagents were used in determining the class of antibacterial bioactive compounds.

The result of the study showed that the essential oil in lowlands, plains and mountains had the same profile, that is two spots of bioactive compounds on the value of hRf 48 and hRf 62. The characterization results with anisaldehid-sulfuric acid, FeCl3, and Folin-Ciocalteau reagents showed that the clasess of compounds which were responsible for the antibacterial activity were terpenes and phenol with catechol nucleus in hRf 48, and the compound of terpenes; simple phenols and phenol with catechol nucleus on the value of hRf 62.

Key words: Propionibacterium acnes, Piper betle, essential oil, TLC contact bioautography, compounds


(19)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Propionibacterium acnes adalah bakteri anaerob Gram positif yang merupakan bakteri paling dominan pada lesi jerawat (Sylvia, 2010). P. acnes

berperan dalam patogenesis acne dengan cara memecah komponen sebum yaitu trigliserida menjadi asam lemak bebas yang merupakan mediator p emicu terjadinya inflamasi (Vijayalakshmi et al., 2011). Pada usia pubertas, peningkatan hormon akan berpengaruh terhadap peningkatan produksi sebum sehingga menyebabkan peningkatan kolonisasi bakteri P. acnes (Jappe, 2003). Selain itu, P. acnes dapat berperan sebagai immunostimulator yang mampu memproduksi berbagai molekul biologis dan enzim-enzim seperti lipase, protease, hyaluronidase dan faktor kemotaktik yang berperan dalam proses inflamasi (Pothitirat et al., 2010). Peranan P. acnes dalam patogenesis acne juga terkait dengan kemampuannya untuk bertahan intraseluler dalam makrofag untuk waktu yang lama (Jappe, 2003).

Terapi farmakologi yang umum digunakan dalam pengobatan acne adalah penggunaan komedolitik dan antibiotik (Pothitirat et al., 2010). Namun, pada beberapa kasus penggunaan antibiotik menunjukkan efek negatif berupa resistensi. Resistensi antibiotik oleh P. acnes telah diteliti oleh Zandi et al. (2011), dimana dalam penelitian tersebut diperoleh data tingkat resistensi P. acnes


(20)

2

(7,3%), dan tetrasiklin (4,9%). Resistensi terhadap antibiotik mendorong pengembangan agen antibakteri terhadap P. acne menjadi menarik untuk diteliti, salah satunya adalah agen antibakteri yang berasal dari bahan alam.

Sirih hijau (Piper betle Linn.) adalah salah satu tanaman obat yang secara luas telah digunakan sebagai agen antibakteri. Berdasarkan penelitian Putri (2010), dibuktikan bahwa ekstrak etanol daun sirih hijau mempunyai aktivitas antibakteri terhadap P. acnes dengan MIC sebesar 0,25%. Potensi antibakteri daun sirih hijau juga dibuktikan dalam penelitian Widyaningtyas (2014) yang menyatakan bahwa ekstrak etanol terpurifikasi daun sirih hijau pada konsentrasi 20 mg/mL mampu menghambat pertumbuhan bakteri P. acnes sebanding dengan antibiotik doksisiklin 30 µg.

Berdasarkan penelitian Putri (2010) diketahui bahwa golongan senyawa dari ekstrak etanol daun sirih hijau yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap P. acnes adalah golongan senyawa flavonoid dan polifenol. Selain golongan senyawa tersebut, minyak atsiri dari daun sirih hijau juga memiliki potensi sebagai antibakteri. Penelitian mengenai aktivitas antibakteri minyak atsiri daun sirih hijau telah banyak dilakukan, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Suppakul et al. (2006). Pada penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa minyak atsiri daun sirih hijau mampu menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus cereus, Enterococcus faecalis, Listeria monocytogenes, Micrococcus luteus dan

Staphylococcus aureus dengan MIC berturut-turut yaitu: 50 µL/mL, 25 µL/mL, 12,5 µL/mL, 25 µL/mL dan 100 µL/mL (Suppakul et al., 2006). Bakteri tersebut termasuk bakteri Gram positif yang memiliki persamaan terhadap struktur dinding


(21)

3

sel dengan bakteri P. acnes. Kemampuan antibakteri daun sirih hijau disebabkan karena adanya senyawa betelphenol yang terdiri dari kavikol, hidroksikavikol, kavibetol, estragol, eugenol, karvakrol dan seskuiterpen (Moeljanto dan Mulyono, 2003).

Kandungan minyak atsiri daun sirih dipengaruhi oleh keadaan lingkungan seperti suhu udara, kelembaban, komposisi mineral dan kandungan air pada tempat tumbuh (Koensoemardiyah, 2010). Pada beberapa jenis tanaman, kadar minyak atsiri yang dihasilkan akan semakin tinggi dengan semakin tingginya tempat tumbuh atau semakin rendahnya suhu lingkungan (Katno, 2008). Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Purwantini dkk. (2001) yang menyatakan bahwa rendemen minyak atsiri yang diperoleh dari daerah Kaliurang dengan ketinggian 764 m dpl lebih banyak dibandingkan dengan daerah Kulonprogo dengan ketinggian 92 m dpl.

Konstituen kimia dari minyak atsiri dibagi dalam dua golongan besar, yaitu turunan terpena yang terbentuk melalui jalur biosintetis asam asetat mevalonat dan senyawa aromatik yang terbentuk lewat jalur sintetis asam sikimat, fenil propanoid (Zuzarte and Salgueiro, 2015). Berbanding terbalik dengan rendemen minyak atsiri yang meningkat pada suhu yang semakin rendah atau pada ketinggian tempat tumbuh yang semakin tinggi, produksi senyawa fenolik justru meningkat pada suhu yang semakin tinggi. Suhu yang tinggi akan menginduksi biosintesis fenolik yang merupakan bentuk adaptasi dari tumbuhan terhadap kondisi tersebut untuk menekan terjadinya oksidasi (Tuteja, et al., 2012). Selain sintesis fenolik, pada suhu yang lebih tinggi sintesis dari terpen juga mengalami


(22)

4

peningkatan, dimana hal ini telah dibuktikan terjadi pada tomat yang ditumbuhkan pada suhu yang lebih tinggi (Hui and Evranus, 2016). Hal tersebut menunjukan bahwa produksi senyawa fenolik dan terpen yang merupakan komponen penyusun dari minyak atsiri akan meningkat pada kondisi suhu yang tinggi atau pada dataran rendah.

Berdasarkan penjabaran tersebut, dapat diketahui bahwa ketinggian tempat tumbuh tanaman sirih hijau berpengaruh terhadap produksi dan komponen penyusun minyak atsiri. Pada ketinggian tempat yang semakin tinggi dengan suhu lingkungan yang rendah meskipun rendemen minyak atsiri yang dihasilkan dapat meningkat, namun keberadaan beberapa golongan senyawa penyusunnya dapat berada dalam jumlah yang kecil. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap golongan senyawa yang bertindak sebagai antibakteri. Perbedaan tersebut menyebabkan penelitian mengenai skrining golongan senyawa bioaktif yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antibakteri dalam minyak atsiri daun sirih hijau dengan variasi ketinggian tempat tumbuh terhadap P. acnes perlu dilakukan.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk identifikasi cepat komponen bioaktif dalam ekstrak kasar tumbuhan adalah metode Bioautografi (Kustrin, 2015). Bioautografi merupakan metode yang murah, hemat waktu dan tidak memerlukan peralatan yang canggih (Choma and Grzelak, 2010). Pada bioautografi fleksibilitas tinggi dalam deteksi dicapai dengan penggunaan berbagai reagen derivatisasi (Kustrin, 2015).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pada penelitian ini akan dilakukan skrining golongan senyawa antibakteri dalam minyak atsiri daun sirih


(23)

5

hijau yang diperoleh dari daerah dengan ketinggian yang bervariasi terhadap bakteri P. acnes dengan metode KLT bioautografi. Pemilihan sampel dilakukan berdasarkan pembagian letak geografis Indonesia yaitu dataran rendah (0-200 mdpl), dataran sedang (200-1.000 mdpl), dan pegunungan (1.000-2.000 mdpl) (Sarpian, 2003). Sampel dataran rendah yang digunakan berasal dari daerah dengan ketinggian 166 mdpl, sampel dataran sedang berasal dari daerah dengan ketinggian 668 mdpl, dan sampel pegunungan berasal dari daerah dengan ketinggian 1099 mdpl. Penentuan senyawa yang memiliki efek antibakteri terhadap P. acnes ditentukan berdasarkan nilai hRf zona jernih diantara latar keruh yang dibandingkan dengan hasil karakterisasi dengan pereaksi pendeteksi. Pemilihan pereaksi pendeteksi didasarkan atas penyusun minyak atsiri yang pada umumnya terdiri dari senyawa terpenoid dan fenolik (Harbone, 1987). Pereaksi pendeteksi yang digunakan yaitu pereaksi anisaldehid – asam sulfat pekat, FeCl3 dan Folin-Ciocalteau.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah profil golongan senyawa bioaktif antibakteri dalam minyak atsiri daun sirih hijau (P. betle Linn.) dengan variasi ketinggian tempat tumbuh di Bali terhadap Propionibacterium acnes dengan metode KLT Bioautografi Kontak?


(24)

6

1.3 Tujuan

Mengetahui profil golongan senyawa bioaktif antibakteri dalam minyak atsiri daun sirih hijau (P. betle Linn.) dengan variasi ketinggian tempat tumbuh di Bali terhadap Propionibacterium acnes dengan metode KLT Bioautografi Kontak

1.4 Manfaat

1.4.1 Melalui penelitian ini akan diperoleh informasi mengenai profil golongan senyawa bioaktif antibakteri dalam minyak atsiri daun sirih hijau (P. betle

Linn.) dengan variasi ketinggian tempat tumbuh di Bali terhadap

Propionibacterium acnes dengan metode KLT Bioautografi Kontak

1.4.2 Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi dalam pengembangan sumber bahan obat yang berasal dari bahan alam terutama sebagai antibakteri Propionibacterium acnes.


(25)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sirih Hijau (Piper betle Linn.). 2.1.1Klasifikasi

Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliphyta Kelas : Magnolipsida Ordo : Piperales Family : Piperaceae Genus : Piper

Spesies : Piper betle L.

(Pradhan et al., 2013)

2.1.2Deskripsi tanaman

Sirih merupakan tanaman terna, tumbuh merambat atau menjalar menyerupai tanaman lada. Tinggi tanaman bisa mencapai 15 m, tergantung pada


(26)

8

kesuburan media tanam dan media untuk merambat. Batang sirih berwarna cokelat kehijauan, berbentuk bulat, berkerut, dan beruas yang merupakan tempat keluarnya akar. Morfologi daun sirih berbentuk jantung, berujung runcing, tumbuh berselang-seling, bertangkai, teksturnya agak kasar jika diraba, dan mengeluarkan bau khas aromatis jika diremas. Panjang daun 6-17,5 cm dan lebar 3,5-10 cm. Sirih memiliki bunga majemuk yang berbentuk bulir dan merunduk. Bunga sirih dilindungi oleh daun pelindung yang berbentuk bulat panjang dengan diameter 1 mm. Buah terletak tersembunyi atau buni, berbentuk bulat, berdaging, dan berwarna kuning kehijauan hingga hijau keabu-abuan. Tanaman sirih memiliki akar tunggang yang bentuknya bulat dan berwarna cokelat kekuningan (Koensoemardiyah, 2010).

2.1.3Tempat tumbuh

Sirih bisa tumbuh subur di daerah tropis dengan ketinggian 300-1.000 m di atas permukaan laut (dpl) dan tumbuh subur pada tanah yang kaya akan zat organik dan cukup air. Kandungan minyak atsiri dipengaruhi oleh keadaan lingkungan seperti suhu udara, kelembaban, komposisi mineral dan kandungan air pada tempat tumbuh (Koensoemardiyah, 2010). Tumbuhan sirih (P. betle Linn.) memerlukan iklim sejuk dan kelembapan tinggi untuk kehidupannya, dimana apabila tanaman sirih dipaparkan pada panas yang ekstrem, daunnya akan berubah menjadi hijau tua dan renyah. Pada iklim sejuk daun sirih akan berwarna hijau muda (Reijntjes dkk., 1999).


(27)

9

2.1.4Kandungan daun sirih hijau

Kandungan dari daun sirih yaitu minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, fenol dan steroid (Mursito, 2003 ; Srisadono, 2008). Terdapat pula katekin dan tannin yang termasuk senyawa polifenol (Damayanti, 2005). Selain itu, daun sirih juga mengandung enzim diastase dan gula. Biasanya, daun sirih muda mengandung diastase, gula dan minyak atsiri lebih banyak dibandingkan dengan daun sirih tua. Sementara itu, kandungan taninnya relatif sama (Moeljanto dan Mulyono, 2003).

2.2 Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah salah satu kandungan tanaman yang sering disebut dengan “minyak terbang” atau volatile oils. Dinamakan demikian didasarkan atas sifat minyak atsiri yang mudah menguap. Minyak atsiri juga disebut essential oil

(dari kata essence) karena memberikan bau khas pada tanaman (Koensoemardiyah, 2010).

Pada tanaman, minyak atsiri mempunyai tiga fungsi yaitu: membantu proses penyerbukan dan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan sebagai cadangan makanan bagi tanaman (Sudaryani dan Sugiharti, 1998).

Secara kimia, minyak atsiri bukan merupakan senyawa tunggal, melainkan tersusun dari berbagai macam komponen yang terdiri dari turunan terpena dan fenilpropanoid (Zuzarte and Salgueiro, 2015). Penyusun minyak atsiri dari kelompok terpenoid terdiri dari monoterpen dan seskuiterpen, berupa isopren C10


(28)

10

dan C15 yang titik didihnya berbeda. Titik didih monoterpena 140-180 ºC, titik didih seskuiterpen > 200 ºC (Harbone, 1987).

Pemerian minyak atsiri adalah berupa cairan jernih, tidak berwarna, tetapi selama penyimpanan akan mengental dan berwarna kekuningan atau kecoklatan. Hal tersebut terjadi karena minyak atsiri dapat mengalami oksidasi dan resinifikasi (berubah menjadi damar atau resin) (Koensoemardiyah, 2010). Untuk mencegahnya, minyak atsiri harus disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap, diisi penuh, ditutup rapat, serta disimpan di tempat yang kering dan sejuk (Gunawan dan Mulyani, 2004). Pada umumnya minyak atsiri tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya sangat kecil. Minyak atsiri sangat mudah larut dalam pelarut organik seperti etanol, eter dan kloroform (Gunawan dan Mulyani, 2004). Minyak atsiri sirih bersifat tidak larut dalam alkohol 70% dan 80%, larut dalam alkohol 90% (Novalny, 2006).

2.3 Kandungan Minyak Atsiri Daun Sirih Hijau (Piper betle Linn.)

Daun sirih mengandung minyak atsiri hingga 4% yang terdiri dari kavikol, hidroksikavikol, kavibetol, estragol, eugenol, metil eugenol, karvakrol dan seskuiterpen (Mursito, 2003). Berdasarkan analisis komponen kimia penyusun minyak atsiri P. betle dengan GC-MS diketahui bahwa komponen penyusun minyak atsiri P. betle antara lain eugenol (28,44%), safrol (27,48%), metil isoeugenol (2,60%), eugenil asetat (1,72%), metil eugenol (1,46%), dan hidroksikavikol (0,53%) (Saxena et al., 2014). Minyak atsiri P. Betle Linn. juga


(29)

11

mengandung kavibetol asetat (16.9%), 4-allylphenyl acetate (9.4%) dan

4-allylphenol (7.2%) (Row et al., 2009).

2.4 Aktivitas Antibakteri Daun Sirih Hijau (Piper betle Linn.)

Berdasarkan penelitian Putri (2010), dibuktikan bahwa ekstrak etanol daun sirih hijau mempunyai aktivitas antibakteri terhadap P. acnes dengan MIC sebesar 0,25%. Hasil KLT Bioautografi menunjukkan bahwa golongan senyawa dari ekstrak etanol daun sirih hijau yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap P. acnes adalah senyawa golongan flavonoid dan polifenol. Potensi antibakteri daun sirih hijau juga dibuktikan dalam penelitian Widyaningtyas (2014) yang menyatakan bahwa ekstrak etanol terpurifikasi daun sirih hijau pada konsentrasi 20 mg/mL mampu menghambat pertumbuhan bakteri P. acnes yang secara statistik tidak berbeda signifikan (p>0.05) dibandingkan dengan antibiotik doksisiklin.

Menurut (Suppakul et al. 2006) aktivitas antibakteri minyak atsiri daun P. betle Linn. telah terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif. Pada penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa minyak atsiri daun sirih hijau mampu menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus cereus, Enterococcus faecalis, Listeria monocytogenes, Micrococcus luteus dan Staphylococcus aureus dengan MIC berturut-turut yaitu: 50 µL/mL, 25 µL/mL, 12,5 µL/mL, 25 µL/mL dan 100 µL/mL. Bakteri yang digunakan dalam penelitian tersebut termasuk bakteri Gram positif yang memiliki persamaan terhadap struktur dinding sel dengan bakteri P. acnes.


(30)

12

2.5 Acne Vulgaris (Jerawat)

Jerawat adalah penyakit kompleks dengan beberapa faktor patogenik yang secara bersama-sama bertindak menimbulkan jerawat (Kim and Webster, 2008), seperti peningkatan produksi sebum, kornifikasi duktal, inflamasi dan kolonisasi bakteri P. acnes (Jappe, 2003). Proses timbulnya acne dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Proses Timbulnya Jerawat (Jappe, 2003)

Berdasarkan gambar 2.2 dapat diketahui bahwa ketika terjadi peningkatan produksi hormon, maka produksi sebum juga akan mengalami peningkatan. Peningkatan sebum mengakibatkan terjadinya penurunan asam linoleat. Asam linoleat berpartisipasi dalam pembentukan lamella lipid intraseluler, sehingga kekurangan asam linoleat mengakibatkan rusaknya penghalang (barrier) epitel folikular, yang memungkinkan asam lemak bebas yang dihasilkan dari aktivitas


(31)

13

lipase bakteri dan/atau metabolisme sebosit masuk ke dalam epitel dan menginduksi terjadinya defisiensi asam lemak esensial lokal (Jappe, 2003). Selain itu, penurunan asam linoleat dapat mengakibatkan terjadinya hiperkornifikasi duktal. Epitel folikel rambut bagian atas akan menjadi hiperkeratotik dan mengalami peningkatan kemampuan kohesi antar keratinosit. Keratinosit dapat menjadi respon imun kulit. Regulasi ini merupakan mekanisme pertahanan yang bertujuan memproteksi kulit yang normal dengan keberadaan mikroorganisme-mikroorganisme (Nagy, 2005).

Peningkatan sebum juga mengakibatkan terjadinya peningkatan kolonisasi dari bakteri P. acne. Sebum merupakan campuran kompleks lipid yang sekitar 50% penyusunnya adalah trigliserida. Trigliserida merupakan sumber yang kaya akan karbon bagi bakteri P. acnes yang dapat memproduksi lipase (Kim and Webster, 2008). Hasil pemecahan trigliserida adalah asam lemak bebas yang merupakan mediator pemicu terjadinya inflamasi (Vijayalakshmi et al., 2011). Selain itu, P. acnes berkontribusi dalam memicu inflamasi pada acne dengan melepaskan enzim-enzim yang menyebabkan rupturnya dinding folikel dan rusaknya jaringan oleh lipase, protease, dan hyaluronidase (Lee et al., 2010).

2.6 Propionibacterium acnes

Propionibacterium acnes adalah mikroorganisme paling dominan yang terdapat pada daerah yang kaya akan kelenjar sebaseous pada kulit manusia (Jappe, 2003). Klasifikasi Propionibacterium acnes secara ilmiah adalah sebagai berikut:


(32)

14

Kingdom : Bacteria Phylum : Actinobacteria Class : Actinobacteridae Order : Actinomycetales Family : Propionibacteriaceae Genus : Propionibacterium Spesies : Propionibacterium acnes

(Kirschbaum and Kligman, 1963) Bakteri ini memiliki ciri-ciri berbentuk batang tak teratur yang terlihat pada pewarnaan Gram positif, dapat berbentuk filamen bercabang atau campuran antara bentuk batang/filamen dengan bentuk kokoid (Putri, 2010). Uji yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri P. acnes dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Uji identifikasi bakteri P. acnes

No Uji yang dilakukan Hasil

1 Pengecatan Gram Berwarna ungu

2 Pengamatan mikroskop Campuran berbentuk batang dan kokus

3 Katalase +

4 H2S -

(Koneman et al., 1994)

2.7 Destilasi Air

Metode destilasi yang paling banyak dilakukan untuk memperoleh minyak atsiri adalah metode hidrodistilasi. Metode hidrodistilasi dibagi menjadi 3, yaitu destilasi air (water distillation), destilasi air dan uap (water and steam distillation)


(33)

15

dan destilasi uap (steam distillation) (Koensoemardiyah. 2010). Pada penelitian ini metode destilasi untuk memperoleh minyak atsiri dauh sirih hijau P. betle

Linn. yang digunakan adalah metode destilasi air (water distillation). Metode destilasi air adalah metode paling sederhana dari ekstraksi minyak atsiri. Teknik ini adalah teknik yang cukup umum untuk mengekstraksi minyak atsiri dalam skala laboratorium (Banerjee, 2013). Dalam metode ini, bahan yang akan disuling diletakkan dalam sebuah labu. Selanjutnya, ke dalam labu tersebut ditambahkan sejumlah air hingga sampel terbenam namun tidak memenuhi labu agar ruang yang cukup untuk proses penguapan tetap tersedia. Jumlah air yang ditambahkan harus cukup untuk membuat bahan bergerak bebas dalam air mendidih, sehingga

over heating secara lokal dapat dihindari (Ravindran and Babu, 2004). Air akan terserap masuk ke dalam bahan tanaman selama proses perebusan dan minyak atsiri yang terkandung dalam sel-sel tumbuhan akan berdifusi melalui dinding sel dengan cara osmosis. Setelah minyak atsiri telah menyebar keluar dari dalam sel-sel, minyak atsiri akan menguap dan terbawa oleh aliran uap menuju kondensor dan hasilnya akan ditampung pada labu destilat (Baser and Buchbauer, 2010).

2.8 KLT Bioautografi Kontak

Bioautografi merupakan metode pengukuran sederhana, murah, hemat waktu dan tidak memerlukan peralatan yang canggih untuk memperoleh ada atau tidaknya aktivitas dari suatu senyawa (Choma and Grzelak, 2010). Terdapat 3 jenis metode bioautografi yaitu: Bioautografi Kontak, Bioautografi Agar Overlay dan Bioautografi Langsung. Pada penelitian ini, metode bioautografi yang


(34)

16

digunakan adalah bioautografi kontak. Pada metode bioautografi kontak, agen antimikroba akan berdifusi dari plat KLT yang telah dielusi pada petri yang telah berisi agar dan inokulum bakteri. Kromatogram ditempatkan menghadap ke bawah ke lapisan agar yang telah diinokulasi dengan mikroorganisme uji selama beberapa waktu untuk memberi waktu agen antimikroba untuk berdifusi. Selanjutnya, plat KLT diangkat dan media diinkubasi. Zona hambat pada permukaan agar yang sesuai dengan spots pada plat kromatografi diindikasikan sebagai senyawa antimikroba. Waktu inkubasi untuk pertumbuhan bakteri berkisar antara 16 dan 24 jam (Dewanjee, et al., 2015). Keuntungan dari bioautografi kontak yaitu merupakan metode yang mudah untuk dilakukan dan hasilnya dapat terlihat jelas tanpa harus menggunakan reagent MTT. Bila zona hambat kurang jelas dalam satu atau dua hari dapat diteruskan hingga mikroba uji tumbuh dengan baik (Kusumaningtyas, 2008).


(1)

mengandung kavibetol asetat (16.9%), allylphenyl acetate (9.4%) dan 4-allylphenol (7.2%) (Row et al., 2009).

2.4 Aktivitas Antibakteri Daun Sirih Hijau (Piper betle Linn.)

Berdasarkan penelitian Putri (2010), dibuktikan bahwa ekstrak etanol daun sirih hijau mempunyai aktivitas antibakteri terhadap P. acnes dengan MIC sebesar 0,25%. Hasil KLT Bioautografi menunjukkan bahwa golongan senyawa dari ekstrak etanol daun sirih hijau yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap P. acnes adalah senyawa golongan flavonoid dan polifenol. Potensi antibakteri daun sirih hijau juga dibuktikan dalam penelitian Widyaningtyas (2014) yang menyatakan bahwa ekstrak etanol terpurifikasi daun sirih hijau pada konsentrasi 20 mg/mL mampu menghambat pertumbuhan bakteri P. acnes yang secara statistik tidak berbeda signifikan (p>0.05) dibandingkan dengan antibiotik doksisiklin.

Menurut (Suppakul et al. 2006) aktivitas antibakteri minyak atsiri daun P. betle Linn. telah terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif. Pada penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa minyak atsiri daun sirih hijau mampu menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus cereus, Enterococcus faecalis, Listeria monocytogenes, Micrococcus luteus dan Staphylococcus aureus dengan MIC berturut-turut yaitu: 50 µL/mL, 25 µL/mL, 12,5 µL/mL, 25 µL/mL dan 100 µL/mL. Bakteri yang digunakan dalam penelitian tersebut termasuk bakteri Gram positif yang memiliki persamaan terhadap struktur dinding sel dengan bakteri P. acnes.


(2)

2.5 Acne Vulgaris (Jerawat)

Jerawat adalah penyakit kompleks dengan beberapa faktor patogenik yang secara bersama-sama bertindak menimbulkan jerawat (Kim and Webster, 2008), seperti peningkatan produksi sebum, kornifikasi duktal, inflamasi dan kolonisasi bakteri P. acnes (Jappe, 2003). Proses timbulnya acne dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Proses Timbulnya Jerawat (Jappe, 2003)

Berdasarkan gambar 2.2 dapat diketahui bahwa ketika terjadi peningkatan produksi hormon, maka produksi sebum juga akan mengalami peningkatan. Peningkatan sebum mengakibatkan terjadinya penurunan asam linoleat. Asam linoleat berpartisipasi dalam pembentukan lamella lipid intraseluler, sehingga kekurangan asam linoleat mengakibatkan rusaknya penghalang (barrier) epitel folikular, yang memungkinkan asam lemak bebas yang dihasilkan dari aktivitas


(3)

lipase bakteri dan/atau metabolisme sebosit masuk ke dalam epitel dan menginduksi terjadinya defisiensi asam lemak esensial lokal (Jappe, 2003). Selain itu, penurunan asam linoleat dapat mengakibatkan terjadinya hiperkornifikasi duktal. Epitel folikel rambut bagian atas akan menjadi hiperkeratotik dan mengalami peningkatan kemampuan kohesi antar keratinosit. Keratinosit dapat menjadi respon imun kulit. Regulasi ini merupakan mekanisme pertahanan yang bertujuan memproteksi kulit yang normal dengan keberadaan mikroorganisme-mikroorganisme (Nagy, 2005).

Peningkatan sebum juga mengakibatkan terjadinya peningkatan kolonisasi dari bakteri P. acne. Sebum merupakan campuran kompleks lipid yang sekitar 50% penyusunnya adalah trigliserida. Trigliserida merupakan sumber yang kaya akan karbon bagi bakteri P. acnes yang dapat memproduksi lipase (Kim and Webster, 2008). Hasil pemecahan trigliserida adalah asam lemak bebas yang merupakan mediator pemicu terjadinya inflamasi (Vijayalakshmi et al., 2011). Selain itu, P. acnes berkontribusi dalam memicu inflamasi pada acne dengan melepaskan enzim-enzim yang menyebabkan rupturnya dinding folikel dan rusaknya jaringan oleh lipase, protease, dan hyaluronidase (Lee et al., 2010).

2.6 Propionibacterium acnes

Propionibacterium acnes adalah mikroorganisme paling dominan yang terdapat pada daerah yang kaya akan kelenjar sebaseous pada kulit manusia (Jappe, 2003). Klasifikasi Propionibacterium acnes secara ilmiah adalah sebagai berikut:


(4)

Kingdom : Bacteria Phylum : Actinobacteria Class : Actinobacteridae Order : Actinomycetales Family : Propionibacteriaceae Genus : Propionibacterium Spesies : Propionibacterium acnes

(Kirschbaum and Kligman, 1963) Bakteri ini memiliki ciri-ciri berbentuk batang tak teratur yang terlihat pada pewarnaan Gram positif, dapat berbentuk filamen bercabang atau campuran antara bentuk batang/filamen dengan bentuk kokoid (Putri, 2010). Uji yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri P. acnes dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Uji identifikasi bakteri P. acnes

No Uji yang dilakukan Hasil

1 Pengecatan Gram Berwarna ungu

2 Pengamatan mikroskop Campuran berbentuk batang dan kokus

3 Katalase +

4 H2S -

(Koneman et al., 1994) 2.7 Destilasi Air

Metode destilasi yang paling banyak dilakukan untuk memperoleh minyak atsiri adalah metode hidrodistilasi. Metode hidrodistilasi dibagi menjadi 3, yaitu destilasi air (water distillation), destilasi air dan uap (water and steam distillation)


(5)

dan destilasi uap (steam distillation) (Koensoemardiyah. 2010). Pada penelitian ini metode destilasi untuk memperoleh minyak atsiri dauh sirih hijau P. betle Linn. yang digunakan adalah metode destilasi air (water distillation). Metode destilasi air adalah metode paling sederhana dari ekstraksi minyak atsiri. Teknik ini adalah teknik yang cukup umum untuk mengekstraksi minyak atsiri dalam skala laboratorium (Banerjee, 2013). Dalam metode ini, bahan yang akan disuling diletakkan dalam sebuah labu. Selanjutnya, ke dalam labu tersebut ditambahkan sejumlah air hingga sampel terbenam namun tidak memenuhi labu agar ruang yang cukup untuk proses penguapan tetap tersedia. Jumlah air yang ditambahkan harus cukup untuk membuat bahan bergerak bebas dalam air mendidih, sehingga over heating secara lokal dapat dihindari (Ravindran and Babu, 2004). Air akan terserap masuk ke dalam bahan tanaman selama proses perebusan dan minyak atsiri yang terkandung dalam sel-sel tumbuhan akan berdifusi melalui dinding sel dengan cara osmosis. Setelah minyak atsiri telah menyebar keluar dari dalam sel-sel, minyak atsiri akan menguap dan terbawa oleh aliran uap menuju kondensor dan hasilnya akan ditampung pada labu destilat (Baser and Buchbauer, 2010).

2.8 KLT Bioautografi Kontak

Bioautografi merupakan metode pengukuran sederhana, murah, hemat waktu dan tidak memerlukan peralatan yang canggih untuk memperoleh ada atau tidaknya aktivitas dari suatu senyawa (Choma and Grzelak, 2010). Terdapat 3 jenis metode bioautografi yaitu: Bioautografi Kontak, Bioautografi Agar Overlay dan Bioautografi Langsung. Pada penelitian ini, metode bioautografi yang


(6)

digunakan adalah bioautografi kontak. Pada metode bioautografi kontak, agen antimikroba akan berdifusi dari plat KLT yang telah dielusi pada petri yang telah berisi agar dan inokulum bakteri. Kromatogram ditempatkan menghadap ke bawah ke lapisan agar yang telah diinokulasi dengan mikroorganisme uji selama beberapa waktu untuk memberi waktu agen antimikroba untuk berdifusi. Selanjutnya, plat KLT diangkat dan media diinkubasi. Zona hambat pada permukaan agar yang sesuai dengan spots pada plat kromatografi diindikasikan sebagai senyawa antimikroba. Waktu inkubasi untuk pertumbuhan bakteri berkisar antara 16 dan 24 jam (Dewanjee, et al., 2015). Keuntungan dari bioautografi kontak yaitu merupakan metode yang mudah untuk dilakukan dan hasilnya dapat terlihat jelas tanpa harus menggunakan reagent MTT. Bila zona hambat kurang jelas dalam satu atau dua hari dapat diteruskan hingga mikroba uji tumbuh dengan baik (Kusumaningtyas, 2008).


Dokumen yang terkait

Analisis komponen kimia fraksi minyak atsiri daun sirih (piper batle Linn.) dan daun uji aktivitas antibakteri terhadap beberapa jenis bakteri gram negatif

1 5 33

Formulasi Tablet Hisap Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper betle L.) Menggunakan Metode Kempa Langsung Dengan Variasi HidroxypropilI Cellulose (HPC-SSL-SFP) Sebagai Pengikat

7 37 109

Analisis komponen kimia fraksi minyak atsiri daun sirih piper bettle Linn) dan uji aktivitas antibakeri terhadap beberapa jenis bakteri gram positif

1 23 78

Uji efektivitas ekstrak daun sirih hijau (Piper betle Linn) terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus viridans dengan metode Disc Diffusion

1 9 53

Identifikasi dan Fingerprint Senyawa Golongan Fenol Dari Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper betle Linn.) Dengan Metode KLT-Spektrofotodensitometri.

0 2 48

Skrining Golongan senyawa Bioaktif Dalam Minyak Atsiri Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Dengan variasi Ketinggian Tempat Tumbuh di Bali terhadap Candida albicans ATCC 10231 Menggunakan Metode KLT-Bioautografi.

1 4 35

Skrining Golongan Senyawa Bioaktif Antifungi Dalam Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) dari daerah Dengan Zona Iklim Panas (0-700 mdpl) di Bali Terhadap Candida albicans ATCC 10231 Menggunakan Metode KLT-Bioautografi Kontak.

1 2 32

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK TERPURIFIKASI DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle) TERHADAP BAKTERI Propionibacterium acnes DENGAN METODE MIKRODILUSI DILENGKAPI STANDARISASI EKSTRAK DAN PROFIL SIDIK JARI.

4 16 6

SKRINING SENYAWA ANTIBAKTERI DARI MINYAK ATSIRI TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata) TERHADAP Staphylococcus aureus DENGAN METODE KLT BIOAUTOGRAFI

0 0 15

SKRINING SENYAWA ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI DAUN CEMARA WANGI (CUPRESSUS LUCITANICA ) TERHADAP STAPHYLOCOCCUS AUREUS DENGAN METODE KLT BIOAUTOGRAFI

0 0 15