HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN PERKEMBANGAN FISIK DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA AWAL.
DAFTAR ISI
Hal
PERNYATAAN……… i
ABSTRAK………. ii
KATA PENGANTAR ………. iv
UCAPAN TERIMA KASIH……….... v
DAFTAR ISI………. viii
BAB I PENDAHULUAN………. 1
A.Latar Belakang Masalah……….. 1
B.Identifikasi dan Rumusan Masalah………. 6
C.Tujuan Penelitian………. 6
D.Manfaat / Signifikansi Penelitian………. 7
E.Struktur Organisasi Skripsi.………. 9
BAB II HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN PERKEMBANGAN FISIK DENGAN KEMATANGAN EMOSI A.Remaja 1. Pengertian Remaja……… 10
2. Ciri-ciri Remaja……… 12
3. Tugas Perkembangan Masa Remaja………. 15
B.Penerimaan Perkembangan Fisik Remaja 1. Pengertian Penerimaan diri………... 18
2. Perkembangan Fisik……….. 25
3. Penerimaan Diri Terhadap Perkembangan Fisik Remaja……….. 27
C.Kematangan Emosi 1. Pengertian Kematangan Emosi………. 34
2. Teori-teori Emosi………...... 36
3. Fungsi Emosi……….……… 38
4. Bentuk-bentuk emosi ...……… 39
5. Aspek Kematangan Emosi……… 40
D.Kerangka Berpikir………... 46
E.Asumsi dan Hipotesis……….. 48
(2)
BAB III METODE PENELITIAN A.Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian……… 50
2. Sampel Penelitian……….. 50
B.Metode Penelitian……….. 51
C.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Penelitian……… 52
2. Definisi Operasional Variabel Penelitian………..…………... 53
D.Teknik Pengumpulan Data……… 55
E.Kuesioner Penerimaan Perkembangan Fisik dan dan Kematangan Emosi 56 1. Penerimaan Perkembangan Fisik……….. 56
2. Kematangan Emosi……… 59
F. Kategorisasi Skala………. 62
G.Uji Coba Alat Ukur Penelitian 1. Uji Validitas Instrumen………. 63
2. Uji Reliabilitas Instrumen………. 67
H.Teknik Analisis Data………. 69
I. Prosedur Pelaksanaan Penelitian……… 76
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Subjek Penelitian……….. 79
B.Hasil Penelitian 1. Penerimaan Perkembangan Fisik Siswa kelas VII SMP Negeri 7 Kota Sukabumi terhadap Perkembangan Fisik…….………. 80
2. Hasil Penelitian Kematangan Emosi Siswa kelas VII SMP Negeri 7 Kota Sukabumi terhadap perkembangan fisik………... 91
3. Uji Korelasi Penerimaan Perkembangan Fisik dengan Kematangan Emosi……… 100
C.Pembahasan Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Penerimaan Perkembangan Fisik Siswa kelas VII SMP Negeri 7 di Kota Sukabumi ………. 103
2. Gambaran Umum Kematangan Emosi Siswa kelas VII SMP Negeri 7 di Kota Sukabumi……….……. 106
3. Korelasi Penerimaan Perkembangan Fisik dengan Kematangan Emosi yang Ditunjukkan Oleh Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota Sukabumi……….. 109
(3)
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan……….. 112 B. Rekomendasi……… 113 DAFTAR PUSTAKA
(4)
DAFTAR TABEL
3.1 Kisi-kisi Kuisioner Penerimaan Perkembangan fisik………. 56
3.2 Penilaian Item Alat Ukur Penerimaan Perkembangan Fisik………….. 58
3.3 Kategorisasi Skor Maksimal Penerimaan Perkembangan Fisik……….. 58
3.4 Kisi-kisi Kuesioner Kematangan Emosi ……… 59
3.5 Penilaian Item Alat Ukur Kematangan Emosi ………...… 60
3.6 Kategorisasi Skor Maksimal Kematangan Emosi…..………....… 61
3.7Rumusan Tiga Kategori ………...………....… 61
3.8Kisi-kisi Setelah Validitas ………..……....… 65
3.9Kisi-kisiSetelah Validitas ……..……… 66
3.10Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach..…...………. 67
3.11Reliabilitas Instrumen Penerimaan Perkembangan Fisik……… 67
3.12 Reliabilitas Instrumen Kematangan Emosi ……….… 68
3.13Hasil Uji Normalitas………..….……….……… 69
3.14Hasil Uji Linearitaz …………..………..….……….……… 70
3.15 Koefisien Regresi………….…………..….……….………. 70
3.16 Kriteria Signifikansi Variabel…….………...…....……….. 72
3.17Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment….………...…....…….. 72
3.18Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi………...…....…….. 73
3.19 Hasil Uji Korelasi ………...…....………. 74
4.1 Rentang, Rata-Rata, dan Standar Deviasi Skor Penerimaan PerkembanganFisik Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota Sukabumi 79 4.2 Klasifikasi Penerimaan Perkembangan Fisik Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota Sukabumi………...………..… 80
4.3 Rentang, Rata-Rata, dan Standar Deviasi Skor Pemahaman diri Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota Sukabumi .…...…………...… 81
4.4 Klasifikasi Pemahaman diri Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota Sukabumi …..…...………..…. 82 4.5 Rentang, Rata-Rata, dan Standar Deviasi Skor Pandangan terhadap
(5)
Diri Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota Sukabumi.…..………….. 83 4.6 Klasifikasi Dimensi Konsep Diri yang Stabil Siswa Kelas VII SMP
Negeri 7 Kota Sukabumi ………..... 83 4.7 Rentang, Rata-Rata, dan Standar Deviasi Skor Harapan yang Realistis
Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota Sukabumi………..... 84 4.8 Klasifikasi Dimensi Konsep Diri yang Stabil Siswa Kelas VII
SMP Negeri 7 Kota Sukabumi………. 85 4.9 Rentang, Rata-Rata, dan Standar Deviasi Skor Harapan yang
Realistis Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota Sukabumi... 86 4.10 Klasifikasi Dimensi Harapan yang Realistis Siswa Kelas VII SMP
Negeri 7 Kota Sukabumi ……….…...… 87 4.11 Rentang, Rata-Rata, dan Standar Deviasi Skor Dimensi Tidak Adanya
Stress Emosional Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota Sukabumi… 88 4.12 Klasifikasi Dimensi Tidak Adanya Stress Emosional Siswa
Kelas VII SMP Negeri 7 Kota Sukabumi.…………..………....89 4.13 Presentase Setiap Dimensi Penerimaan Perkembangan Fisik Siswa
Kelas VII SMP Negeri 7 Kota Sukabumi ………...………… 90 4.14 Rentang, Rata-Rata, dan Standar Deviasi Skor Kematangan Emosi
Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota Sukabumi …...……… 91 4.15 Klasifikasi Kematangan Emosi Siswa Kelas VII SMP Negeri 7
Kota Sukabumi .……… 91 4.16 Rentang, Rata-Rata, dan Standar Deviasi Skor Dimensi Emotional
Awareness Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota Sukabumi …… 93 4.17 Klasifikasi Emotional Awareness Siswa Kelas VII SMP Negeri 7
Kota Sukabumi………. 93 4.18 Rentang, Rata-Rata, dan Standar Deviasi Skor Dimensi Emotional
Acceptance Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota Sukabumi ... 94
4.19 Klasifikasi Emotional AcceptanceSiswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota Sukabumi……….. 95 4.20 Rentang, Rata-Rata, dan Standar Deviasi Skor Dimensi Emotional
Affection Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota Sukabumi ... 96 4.21 Klasifikasi Emotional AffectionSiswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota
Sukabumi ……….. 97 4.22Rentang, Rata-Rata, dan Standar Deviasi Skor Dimensi Emotional
Affirmation Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota Sukabumi... 98
4.23 Skor Emotional AffirmationSiswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota
Sukabumi ... 98 4.24 Presentase Setiap Dimensi Kematangan Emosi Siswa Kelas VII
SMP Negeri 7 Kota Sukabumi………..……...... 99 4.25Hasil Uji Korelasi Product Moment Pearson... 100 4.26 Hasil Uji KorelasiPenerimaan Perkembangan Fisik dengan
(6)
DAFTAR GRAFIK
4.1 Penerimaan Perkembangan Fisik Siswa Kelas VII di SMP Negeri 7 Kota Sukabumi ………. 80 4.2 Dimensi Pemahaman Diri Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota
Sukabumi……… 82 4.3 Dimensi Pandangan terhadap Diri Siswa Kelas VII SMP Negeri 7
Kota Sukabumi ……….. 84 4.4 Dimensi Konsep Diri yang Stabil Siswa Kelas VII di SMP Negeri 7 Kota Sukabumi ……….. 86 4.5 Dimensi Harapan Yang Realistis Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota
Sukabumi ………... 88 4.6 Dimensi Tidak Adanya Stres Emosional Siswa Kelas VII SMP
Negeri 7 Kota Sukabumi ……… 90 4.7 Kematangan Emosi Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota Suka ….... 92 4.8 Dimensi Emotional Awareness Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota
Sukabumi ………... 94 4.9 Dimensi Emotional Acceptance Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota
Sukabumi ………...……… 97 4.10Dimensi Emotional Affirmation Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Kota
(7)
BAB II
PENERIMAAN PERKEMBANGAN FISIK DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA AWAL
A. Remaja
1. Pengertian Remaja
Istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa.Hurlock (1999:125) mengatakan Adolescence ini berasal dari Bahasa Latin mempunyai arti yang lebih luas yaitu mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.
Menurut Hurlock (2004:206), masa remaja merupakan tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial. Masa remaja dimulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Menurut Piaget (2004:206), masa remaja adalah usia dimana individu dapat berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama. Santrock (2003:206) mengartikan remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional
(8)
Desmita (2005:80) mengemukakan rentang masa remaja dibedakan menjadi 3, yaitu usia 12-15 tahun merupakan masa remaja awal, 15-18 tahun merupakan masa remaja pertengahan dan 18-21 tahun merupakan masa remaja akhir. Hurlock (2004:205) membagi masa remaja menjadi dua, yaitu masa remaja awal dari umur 13-16 atau 17 tahun, dan masa remaja akhir bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 8 tahun, yaitu usia matang secara hukum
Menurut masyarakat Indonesia batasan usia remaja yaitu antara 11-24 tahun dan belum menikahMenurut Sarwono(2006:204), pada proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap perkembangan remaja yaitu:
1. Remaja awal (early adolescence)
Tahapan usia remaja awal ini antara usia 12-15 tahun. Pada tahap ini remaja masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran pikiran baru dan adanya ketertarikan terhadap lawan jenis
2. Remaja madya (middle adolescence)
Tahapan usia remaja awal ini antara usia 15-18 tahun. Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan dan adanya kecederungan untuk narsistik. Selain itu, pada tahap ini, remaja juga berada dalam kondisi kebingungan karena dia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli: ramai-ramai atau sendiri, idealis atau matrealis dan sebagainya. Remaja pria harus
(9)
membebaskan diri dari Oedipus complex dengan cara mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lawan jenis.
3. Remaja akhir (late adolescence)
Tahap ini adalah masa konsolidasi melalui periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian di bawah ini :
a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelektual.
b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan pengalaman baru.
c. Terbentuk identitas sosial yang sudah tidak akan berubah lagi.
d. Egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dan orang lain.
e. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya dan masyarakat
umum
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa, yang dimulai pada saat anak matang secara seksual dan berakhir setelah anak matang secara hukum serta anak bisa berintegrasi dengan masyarakat dewasa.
2. Ciri-ciri Remaja
Menurut Hurlock (1980: 108) remaja memiliki ciri-ciri khusus yang spesifik dalam dirinya yaitu :
(10)
a. Masa remaja sebagai periode yang penting
Semua periode adalah penting, tetapi kadar kepentingan usia remaja cukup tinggi mengingat dalam periode ini begitu besar pengaruh fisik dan psikis membentuk kepribadian manusia. Periode ini membentuk pengaruh paling besar terhadap fisik dan psikis manusia sepanjang hayatnya kelak.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan
Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan atas peran yang dilakukan.Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa.Bila anak-anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, anak-anak harus dapat meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan juga harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan. c. Masa remaja sebagai periode perubahan
Tingkat perubahan tingkah laku remaja sama dengan perubahan fisiknya. Ada lima perubahan yang bersifat universal diantaranya:
1. Meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.
2. Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk diperankan.
(11)
4. Perubahan yang ambivalen terhadap setiap perubahan, tetapi secara mental belum ada kesadaran tanggungjawab atas keinginannya sendiri. d. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi.Ketidakmampuan mereka untuk mengatasi masalah membuat banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka.
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Salah satu cara untuk menampilkan identitas diri agar diakui oleh teman sebayanya atau lingkungan pergaulannya, biasanya menggunakan simbol status dalam bentuk kemewahan atau kebanggaan lainnya yang bisa mendapatkan dirinya diperhatikan atau tampil berbeda dan individualis di depan umum.
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
Usia remaja merupakan usia yang membawa kekhawatiran dan ketakutan para orang tua. Stereotip ini memberikan dampak pada pendalaman pribadi dan sikap remaja terahadap dirinya sendiri.
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini tidak
(12)
hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya dan nenyebabkan meningginya emosi.
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Usia remaja yang menjelang dewasa ini menuntut remaja untuk meninggalkan kebiasaan yang melekat di usia kanak-kanak mereka. Menyikapi kondisi ini, kadangkala untuk menunjukkan bahwa dirinya sudah dewasa dan siap menjadi dewasa, mereka mereka bertingkahlaku yang meniru-niru sebagaimana orang dewasa di sekitarnya. Tingkah laku tersebut bisa berupa hal positif maupun negatif.
3. Tugas Perkembangan Masa Remaja
Tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar satu periode tertentu dari kehidupan individu dan jika berhasil akan menimbulkan fase bahagia dan membawa keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Akan tetapi kalau gagal akan menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya.Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meningkatkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa.Secara umum tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya mengurangi atau bila mungkin menghilangkan sama sekali sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta
(13)
berusaha untuk menepati kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa.
Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja, menurut Havighurstdalam Hurlock (1980:10)diantaranya :
a) Mencapai hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, maksudnya adalah remaja dapat berinteraksi secara sosial, dengan membina persahabatan maupun pertemanan dengan teman sebaya secara harmonis, baik dengan pria maupun dengan wanita.
b) Mencapai peran sosial pria, dan wanita. Dalam hal ini remaja harus sudah dapat memahami peran yang dilakukannya agar tidak bertentangan dengan jenis kelaminnya.
c) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. Menerima keadaan fisik adalah salah satu cara remaja memahami dan mengenali dirinya. Pandangan diri yang positif terhadap kondisi fisik dan kondisi tubuhnya sangat diperlukan dalam pembentukan kepercayaan diri remaja.
d) Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab. Artinya remaja dapat bekerja sama dan bertingkah laku secara sosial, bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan dengan tidak melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.
(14)
e) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. Pada masa ini berarti remaja diharapkan dapat melepaskan diri dari kedekatan dan ketergantungannya pada orang tua, dan dapat secara mandiri dalam bertindak dan mengambil keputusan.
f) Mempersiapkan karier ekonomi. Karier dan ekonomi sebaiknya dipersiapkan sejak dini, yaitu sejak masa remaja. Perencanaan karir sejak dini dilakukan agar remaja tidak lagi bingung dalam menghadapipekerjaan di masa yang akan datang.
g) Mempersiapkan perkawinan dan keluarga. Sejak remaja, penting sekali memiliki pengetahuan tentang perkawinan dan membina keluarga. Karena selain dituntut untuk berkomitmen, remaja juga dituntut untuk dapat bertanggung jawab dalam membina keluarga.
h) Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi. Adanya nilai-nilai yang dan sistem etis yang dianut membuat remaja lebih berwawasan luas dan memiliki pegangan untuk berperilaku untuk mengembangkan ideologi dan pemikirannya.
Tidak semua remaja dapat memenuhi tugas-tugas tersebut dengan baik. Menurut Hurlock (1980:209) ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugas tersebut, yaitu:
(15)
1. Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai.
2. Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua.
Menurut Hurlock (1980:210), tugas-tugas fase perkembangan remaja ini amat berkaitan dengan perkembangan kognitifnya, yaitu fase operasional formal. Kematangan pencapaian fase kognitif akan sangat membantu kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangannya itu dengan baik. Agar dapat memenuhi dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan, diperlukan kemampuan kreatif remaja yang diwarnai oleh perkembangan kognitifnya.
B. Penerimaan Perkembangan Fisik Remaja 1. Pengertian Penerimaan diri
Dalam Kamus Lengkap Psikologi (Chaplin, 2004:190), penerimaan diri sendiri (self acceptance) adalah sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri dan pengakuan
(16)
akanketerbataan-keterbatasan sendiri.Jersild (1978:104) dengan lebih detail menjelaskan bahwa seseorang yang menerima dirinya adalah seseorang yang menghormati dirinya serta hidup nyaman dengan keadaan dirinya, ia mampu mengenali harapan, keinginan, rasa takut, permusuhan-permusuhannya dan menerima kecenderungan-kecenderungan emosinya bukan dalam arti puas dengan diri sendiri tetapi memiliki kebebasan untuk menyadari sifat perasaan-perasaan
Panes (Hurlock, 1974:434 ) mendefinisikan penerimaan diri sebagai berikut:
“Self-acceptance is the degree to which an individual, having considered his personal characteristics, is able and willinh to live with them”
Penerimaan diri merupakan derajat dimana individu mampu dan mau menerima keadaan dirinya, semua kelebihan maupun kekurangannya, segala karakteristik kepribadiannya, dan mempunyai kemampuan untuk hidup dengan keadaan tersebut. Santrock (2002:187) mendefinisikan penerimaan diri sebagai suatu kesadaran untuk menerima diri sendiri apa adanya.
Menurut Maslow (1992:87), penerimaan diri ini tidak berarti seseorang menerima diri sendiri apa adanya tanpa berusaha mengembangkan diri lebih lanjut. Penerimaan diri merupakan sikap positif terhadap dirinya sendiri, ia dapat menerimakeadaan dirinya secara tenang, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Mereka bebas dari rasa bersalah, rasa malu, dan rendah diri
(17)
karena keterbatasan diri serta kebebasan dari kecemasan akan adanya penilaian dari orang lain terhadap keadaan dirinya.
Berikut ini aspek-aspek penerimaan diri menurut Jersild (1973:435) :
a. Persepsi mengenali diri dan sikap terhadap penampilan.
Individu yang memiliki penerimaan diri yang baik berarti dia sudah dapat mengenali dirinya sendiri, dia dapat berpikir lebih realistik tentang penampilannya dan bagaimana dia terlihat dalam pandangan orang lain. Bagaimana seorang individu mempersepsikan dirinya dengan baik bukan berarti individu tersebut mempunyai gambaran sempurna tentang dirinya, melainkan individu tersebut dapat melakukan sesuatu dan berbicara dengan baik mengenai dirinya yang sebenarnya.
b. Sikap terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri serta orang lain.
Individu yang memiliki penerimaan diri yang baik mempunyai pandangan yang positif mengenai kelemahan dan kekuatan yang ada pada dirinya. Menurutnya merupakan hal yang sia-sia jika energinya hanya dipakai untuk berusaha menjadi sesuatu yang tidak mungkin, atau berusaha menyembunyikan kelemahan dirinya sendiri di depan orang lain . Individu yang memiliki penerimaan diri yang baik tidak hanya berdiam diri dengan kemampuan yang dimilikinya namun akan menggunakan bakat yang
(18)
dimilikinya dengan lebih leluasa. Individu yang dapat menilai kelemahan dan kekuatan orang lain dengan lebih baik pula.
c. Tidak memiliki perasaan inferioritas (penolakan diri)
Inferioritas adalah perasaan yang relatif tetap (persistent) tentang ketidakmampuan diri, atau munculnya kecenderungan untuk merasa kurang dan rendah diri.Seorang individu yang terkadang merasakan inferioritas atau disebut dengan infeority complex ini adalah seorang individu yang tidak memiliki sikap penerimaan diri yang baik dan hal tersebut akan mengganggu penilaian yang realistik atas dirinya.
d. Respon yang baik terhadap kritikan
Individu yang memiliki penerimaan diri tidak selalu menyukai kritikan, namun mempunyai kemampuan untuk menerima kritikan dan mengambil hikmah dari kritikan tersebut.Individu tersebut pun berusaha untuk melakukan koreksi atas dirinya sendiri. Ini merupakan hal yang penting dalam perkembangannya menjadi seorang individu dewasa dan merupakan langkah untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi masa depan. Individu yang tidak memiliki penerimaan diri justru menganggap kritikan sebagai wujud penolakan terhadapnya.Hal yang terpenting dalam penerimaan diri yang baik adalah mampu belajar dari pengalaman dan meninjau kembali sikap sebelumnya untuk dijadikan perbaikan diri.
(19)
e. Memiliki keseimbangan antara “real self” dan “ideal self”
Real self dibentuk dari actualizing tendency, organismic valuing, serta
menerima penghargaan atas keberhasilannya, sedangkan ideal self didapat dari kondisi keberhargaan yang dimiliki masyarakat. Individu yang memiliki penerimaan diri adalah ia yang dapat mempertahankan harapan dan tuntutan dari dalam dirinya dengan baik.
f. Memiliki penerimaan diri dan penerimaan orang lain dengan baik
Seorang individu yang menyayangi dirinya, maka akan lebih memungkinkan baginya untuk menyayangi orang lain. Apabila seorang individu tidak menyukai dirinya, maka akan lebih memungkinkan bagi dirinya untuk tidak menyukai orang lain. Adanya hubungan timbal balik antara penerimaan diri dan penerimaan orang lain adalah individu yang memiliki penerimaan diri akan merasa percaya diri dalam memasuki lingkungan sosial. g. Penerimaan diri, menuruti kehendak, dan menonjolkan diri.
Menerima diri dan menuruti kehendak diri merupakan dua hal yang berbeda. Apabila seorang individu menerima dirinya, hal tersebut bukan berarti ia memanjakan dirinya. Akan tetapi, ia akan menerima kehidupannya dan tidak akan mengambil yang bukan haknya dalam mendapatkan posisi yang diinginkan dalam kelompoknya. Individu dengan penerimaan diri yang baik dapat menghargai harapan orang lain dan meresponnya dengan bijak,
(20)
memiliki pendirian yang baik dan berfikir dalam membuat pilihan-pilihan sehingga tidak akan selalu mejadi pengikut apa yang dikatakan orang lain. h. Penerimaan diri, spontanitas, menikmati hidup
Individu dengan penerimaan diri mempunyai lebih banyak keleluasaan untuk menikmati hal-hal dalam hidupnya. Namun, terkadang ia kurang termotivasi untuk melakukan sesuatu yang rumit. Individu tersebut tidak hanya leluasa menikmati sesuatu yang dilakukannya.Akan tetapi juga leluasa untuk menolak atau menghindari sesuatu yang tidak ingin dilakukannya. i. Kejujuran dalam menerima diri
Individu dengan penerimaan diri yang baik tidak harus selalu berbudi baik namun memiliki kejujuran untuk menerima dirinya sebagai apa dan untuk apa ia nantinya. Individu ini dapat secara terbuka mengakui dirinya sebagai individu yang pada suatu waktu dalam masalah, merasa cemas, ragu, dan bimbang tanpa harus memanipulasi diri dan orang lain.
j. Sikap yang baik dalam penerimaan diri
Menerima diri merupakan hal penting dalam kehidupan seseorang. Individu yang dapat menerima beberapa aspek hidupnya, bisa saja mengalami keraguan dan kesulitan dalam menghormati orang lain. Hal tersebut merupakan arahan agar dapat menerima dirinya.Individu dengan penerimaan diri dapat membangun kekuatannya untuk menghadapi kelemahan dan keterbatasaannya. Banyak hal dalam perkembangan seorang individu yang
(21)
belum sempurna, bagi seseorang individu akan lebih baik jika dapat menggunakan kemampuannya dalam perkembangan hidupnya.
Menurut Jersild (1974:434-436), individu yang menerima dirinya sendiri adalah yakin akan standar-standar dan pengakuan terhadap dirinya tanpa terpaku pada pendapat orang lain dan memiliki perhitungan akan keterbatasan dirinya serta tidak melihat dirinya sendiri secara irasional. Individu yang menerima dirinya menyadari asset diri yang dimilikinya, dan merasa bebas untuk menarik atau melakukan keinginannya, serta menyadari kekurangannya tanpa menyalahkan diri sendiri. Sementara menurut Maslow (1991:111), individu yang memiliki kemampuan menerima diri sendiri dan orang lain. Ia mampu mengekspresikan dirinya sendiri terhadap kualitas-kualitas yang lebih baik, yang merupakan sarana untuk membangun kepribadian penerimaan diri dan orang lain terhadap diri.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, penerimaan diri merupakan sikap positif terhadap dirinya sendiri, dapat menerima keadaan dirinya secara tenang dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, serta memiliki kesadaran dan penerimaan penuh terhadap siapa dan apa diri mereka, dapat menghargai diri sendiri dan menghargai orang lain, serta menerima keadaan emosionalanya (depresi, marah, takut, cemas, dan lain-lain) tanpa mengganggu orang lain.Jadi, dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah kesediaan individu untuk menerima diri, baik kelebihan maupun kekurangan
(22)
yang dimiliki individu yang mencakup keadaan fisik, sosial emosional, spiritual serta bukan berarti pasrah pada keadaan atau kondisi yang ada.Penerimaan diri membantu individu untuk menghilangkan keterbatasan dan memperbaiki karakteristik kepribadiannya. Penerimaan diri akan membuat individu memiliki kepercayaan diri, rasa aman, dan konsep diri yang positif. Selain itu, penerimaan diri juga membantu individu untuk melakukan evaluasi secara realistis dan objektif.
2. Perkembangan Fisik
Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan sangat mengagumkan.Semua organ ini terbentuk pada periode prenatal (dalam kandungan). Berkaitan dengan perkembangan fisik ini, Kuhlen dan Thompson (1956. episentrum.com) mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu (1) Sistem syaraf, (2) Otot-otot yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; (3) Kelenjar endoktrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis; dan (4) Struktur Fisik/tubuh, yang meliputi tinggi, berat dan proporsi.
Menurut Santrock (1996:91), diantara perubahan-perubahan fisik itu, yang terbesar, yang paling tampak nyata dan terbesar pengaruhnya terhadap perkembangan psikis adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang dan tinggi),
(23)
selanjutnya mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh .
Secara lengkap Papalia, Olds, dan Felman (1998:201)mengungkapkan karakteristik perubahan fisik remaja, urutan perubahan-perubahan fisik tersebut sebagai berikut :
Pada Anak Perempuan:
1. Pertumbuhan payudara pada usia 7-13 tahun.
2. Pertumbuhan rambut di kemaluan (public hair) pada usia 7-14 tahun.
3. Pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan menjadi panjang ) pada usia 9,5 – 14,5 tahun.
4. Menarche / haid.
5. Tumbuh bulu-bulu ketiak pada usia 1-2 tahun setelah tumbuhnya public hair. 6. Mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimal setiap tahunnya. Pada Anak Laki-laki :
1. Pertumbuhan testes, scrotal tac pada usia 10 - 13,5 tahun.
2. Pertumbuhan rambut kemaluan (public hair)pada tahun 10 - 15 tahun.
3. Pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan menjadi panjang ) pada usia 10,5 tahun – 16 tahun.
4. Pertumbuhan penis atau kelenjar prostat (prostat gland), seminal vesicles pada usia 11 – 14,5 tahun.
(24)
5. Ejakulasi pertama dengan mengeluarkan air mani, kira-kira satu tahun setelah pertumbuhan penis.
6. Tumbuh rambut-rambut halus di wajah (kumis, jenggot), kira-kira 2 tahun setelah nampak rambut kemaluan.
3. Penerimaan Diri terhadap Perkembangan Fisik Remaja
Penerimaan diri terhadap perkembangan fisik berarti merasa bangga terhadap diri sendiri.Penerimaan diri sendiri menyiratkan tugas kehidupan individu yang jujur terhadap diri sendiri, serta mampu menerima kehidupan dalam suka dan duka.Secara rinci, Gardner (2002:204) menyatakan bahwa penerimaan diri terutama penerimaan diri terhadap keadaan fisik merupakan suatu sikap yang mencerminkan adanya rasa senang sehubungan dengan kenyataan yang ada pada dirinya sehingga membuat individu memiliki emosi yang spontan, fleksibel, serta mampu menyadari perasaannya. Menerima kondisi dirinya seperti apa adanya disertai sikap dan perilaku yang wajar, tidak dibuat-buat dan tanpa ada sesuatu yang harus disembunyikan.
Penerimaan perkembangan fisik merupakan salah satu tugas perkembangan yang harus dijalani dengan baik oleh remaja.Menurut Nasution (2000:14) Penerimaan perkembangan fisik adalah bagaimana individu mampu menerima perubahan fisiknya, merasa bangga dan bersikap toleran terhadap
(25)
perubahan-perubahan yang mereka alami, menggunakan dan memelihara fisiknya secara efektif dan merasa puas terhadap fisiknya tersebut.
Remaja yang sedang mengalami perkembangan fisik dan perkembangan seksual, akan memperlihatkan suatu sikap dalam kehidupannya sejalan dengan penerimaan terhadap perubahan dan perkembangan fisik yang dialaminya. Pemahaman terhadap perubahan dan perkembangan seksual sekunder yang terjadi pada remaja putri akan mempengaruhi sikap penerimaan dirinya. Seperti halnya yang dikatakan Azwar (1999:56), bahwa hal ini dikarenakan remaja hidup dengan segala karakter dirinya dan sikap adalah salah satu aspek penerimaan diri, yang dapat diartikan sebagai kesiapan reaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu.
Remaja dalam perkembangannya, seringkali prihatin selama tahun-tahun awal masa remaja. Keprihatinan tersebut timbul karena adanya kesadaran akan reaksi sosial terhadap berbagai hal. Salah satu sumber keprihatinan tersebut adalah perubahan bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan standar budaya yang berlaku sebagai akibat dari perkembangan yang dialami remaja putri. Keprihatinan akan tubuh yang sedang berkembang semakin diperbesar dengan berkembangnya kesadaran akan pentingnya penampilan diri dalam kehidupan sosial yang akhirnya mempengaruhi penerimaan diri remaja putri. Bila penerimaan diri remaja putri rendah, maka remaja merasa prihatin dan gelisah akan tubuhnya yang berubah dan merasa tidak puas dengan penampilan dirinya.
(26)
Hurlock (1994:145) mengatakan bahwa hanya sedikit remaja yang mengalami lateksis tubuh atau merasa puas dengan tubuhnya.Kegagalan dalam lateksis tubuh merupakan salah satu penyebab timbulnya rendahnya penerimaan diri dan kurangnya konsep diripada masa remaja.
Apabila remaja gagal dalam menjalani dan menuntaskan tugas perkembangannya ini, maka akan berdampak tidak baik bagi perkembangan dirinya. Dampak dari kurangnya atau rendahnya penerimaan terhadap perubahan dan perkembangan seksual sekunder tersebut, remaja sering menyalahkan penampilan sebagai penyebab kurang sesuainya dukungan yang mereka peroleh dengan apa yang mereka harapkan. Remaja putri yang sedang dalam masa perubahan dan perkembangan fisik maupun seksual sekundernya pasti mengalami berbagai masalah termasuk penerimaan diri karena di dalam perubahan dan perkembangan fisik atau seksual sekunder yang terjadi.
Berdasarkan aspek-aspek penerimaan diri yang telah disebutkan diatas, maka aspek-aspek penerimaan diri terhadap perkembangan fisik menurut Jersild (1958), yaitu :
a. Pemahaman diri
Pemahaman akan keadaan diri adalah persepsi seseorang terhadap dirinya yang terbentuk dari keaslian tanpa kepura-puraan, realistis, yang sebenarnya, jujur dan tidak berbelit-belit. Selanjutnya proses pemahaman terhadap kondisi diri sendiri tidak cukup hanya dengan mengenali kenyataan tentang diri
(27)
sendiri tetapi juga merealisasikannya. Dengan kata lain, seseorang memahami dirinya yang sesungguhnya berarti ia mengenali keadaan dan kondisi nyata yang dialaminya secara jujur, realistis dan yang sebenarnya disertai dengan usaha merealisasikan segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya.
Persepsi diri dengan realitas diri saling berkaitan. Kedua hal tersebut juga mempengaruhi individu di dalam membentuk konsep diri yang selanjutnya akan berperan dalam proses penerimaan diri. Seseorang yang memahami dirinya akan lebih menerima dirinya apa adanya dan begitu pula sebaliknya. b. Pandangan terhadap diri sendiri
Pandangan terhadap diri sendiri berarti kemampuan individu mengevaluasi diri sendiri secara obyektif.Ia mampu memandang keadaan dan kondisi dirinya sama seperti orang lain memandangnya. Pandangan individu terhadap kondisi dirinya meliputi pandangan terhadap keterbatasan diri dan pandangan terhadap kemampuan atau potensi diri yang dimilikinya
Individu yang memandang keadaan dan kondisi dirinya secara obyektif akan tetap membuka diri dan memiliki penerimaan diri yang positif. Individu yang tidak mampu melihat diri secara obyektif cenderung melihat dirinya sebagai individu yang lemah serta tidak mudah untuk menerima keadaan diri apa adanya sehingga kontak dengan orang lain pun akan mengalami kesulitan. Dengan memiliki pandangan diri obyektif, individu akan lebih menghargai dan menyadari kemampuan dan kelemahan yang ia miliki
(28)
c. Konsep diri yang stabil
Konsep diri seorang individu dikatakan stabil apabila individu tersebut memandang, mempersepsikan serta menilai keadaan dan kondisi dirinya relatif sama dari waktu ke waktu. Konsep diri yang stabil ini meliputi gambaran diri dan pandangan terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya.
Seseorang dengan konsep diri yang tidak stabil, tidak akan memiliki gambaran yang jelas mengenai dirinya, sehingga mungkin ia menerima dirinya pada suatu saat tertentu dan menolaknya pada saat yang lain. Konsep diri yang mendukung penerimaan diri adalah konsep diri yang seimbang antara evaluasi dari orang lain dan evaluasi dari diri sendiri .pada saat individu memasuki usia menginjak remaja atau dewasa, mereka mengalami perubahan, yaitu penurunan kemampuan. Hal ini dapat mempengaruhi konsep diri. Dengan konsep diri yang stabil dan memuaskan, proses penerimaan diri akan berjalan dengan baik.
d. Harapan yang realistis
Suatu harapan untuk mencapai suatu tujuan atau target tertentu sesuai dengan realita dapat memberikan rasa puas pada diri individu yang bersangkutan karena kesempatan untuk mencapainya lebih terbuka. Kepuasan yang tercipta selanjutnya akan mendukung bagaimana pandangan individu terhadap keadaan dan kondisi yang dialaminya. Kepuasan diri dan pandangan
(29)
diri terhadap realita yang dialami inilah yang menjadi faktor penting terciptanya penerimaa diri oleh individu yang bersangkutan.
Harapan akan realistis apabila individu menentukan sendiri, bukan karena pengaruh orang lain, karena sesungguhnya dirinyalah yang lebih memahami dan mengenali keadaannya sendiri serta kelebihan maupun kekurangannya. e. Tidak ada stres emosional
Stress emosional dapat mengganggu keseimbangan fisik dan psikis. Gangguan dalam keseimbangan fisik yang bersatu dengan stress emosional akan berpengaruh pada pandangan individu yang bersangkutan terhadap kondisi fisiknya serta kondisi emosinya.
Tidak adanya stres emosional akan membuat individu yang bersangkutan memandang keadaan dirinya secara objektif, memiliki kepercayaan diri, tidak menyesali diri, mampu bertindak yang terbaik bagi diri sendiri maupun orang lain dan memiliki keluasan wawasan, ia lebih berorientasi ke luar diri daripada ke dalam diri. Selain itu, ia pun lebih rileks dalam menjalani kehidupannya, bebas dari ketegangan, lebih sering menghayati bahagia daripada marah, frustrasi dan jengkel. Kondisi-kondisi yang positif ini membuat individu mampu melakukan evaluasi diri sehingga penerimaan diri yang memuaskan dapat tercapai
(30)
4. Taraf Penerimaan Diri
Faktor penerimaan diri membuat seseorang dapat memperkecil kualitas negatif dalam dirinya dan lebih mengefektifkan diri pada kualitas positif.Menurut Jersild (1974:104), pada dasarnya mengungkapkan hal yang sama bahwa penerimaan diri merupakan derajat dimana individu mampu menerima keadaan dirinyadengan segala karakteristik keribadiannya serta potensi yang dimilikinya. Dengan melihat seberapa besar individu memiliki aspek-aspek yang mendukung penerimaan dirinya makan kita akan mengetahui taraf penerimaan diri seseorang terhadap keadaan dan kondisi diri yang bersangkutan.
Taraf penerimaan diri yang dimiliki individu dapat berbeda seperti yang dijelaskan oleh Arkoff (episentrum.com, 1984) yaitu:
a. Seseorang yang memiliki taraf penerimaan diri yang tinggi atau baik, ia akan memahami semua karakteristik seperti aspek fisik, mental, emosional, dan spiritual. Mereka menerima dan menghargai poteni dirinya, merasa senang terhadap kondisi dirinya serta memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Selain itu mereka memiliki motivasi yang tinggi untuk mencapai suatu tujuan yang positif, memiliki kepuasan dalam menjalani hidupnya, selalu berupaya untuk mengembangkan tingkah laku yang positif dan realistis serta pola pikir yang efektif.
b. Seseorang yang memiliki taraf penerimaan diri yang rendah cenderung sulit untuk memahami karakteristik dirinya sendiri. Mereka selalu memiliki pandangan yang
(31)
negatif terhadap kemampuan atau potensi dirinya, menolak atau mengingkari keadaan dan kondisi yang dialami. Mereka pun kurang memiliki motivasi untuk mencapai suatu hal ysng positif dalam kehidupannya. Tidak bersikap puas terhadap dirinya dan selalu bersikap pesimis.
C. Kematangan Emosi
1.Pengertian Kematangan Emosi
Emosi merupakan salah satu potensi yang dimiliki individu dalam bentuk rasa dan perasaan. Potensi tersebut cenderung memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan dan pertumbuhan. Proses kematangan emosi individu menurut para Psikolog merupakan proses yang rumit dalam perkembangan manusia. Terutama pada remaja yang mulai mengalami perubahan yang sangat besar baik fisik maupun psikis.
Secara etimologis Goleman (1995:411) mengungkapkan emosi berasal dari bahasa latin yaitumovere yang berarti bergerak, menggerak, ditambah awalan “e” untuk memberi arti bergerak, menjauh, menyiratkan kecenderungan bertindak merupakan hal yang mutlak dalam emosi. Hal senada diungkapkan oleh Feldman
(1992: 250 ) bahwa definisi emosi sebagai berikut “Emotions are feelings that
generally have both physiological and cognitive elements and that influence
behavior”. Emosi adalah perasaan-perasaan yang umumnya memiliki elemen psikis dan kognitif yang mempengaruhi perilaku
(32)
Menurut Chaplin (1989:54) emosi adalah sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku.Goleman (1999:411) mendefinisikan emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu; setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap.Selain itu, emosi adalah suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan yang bergejolak pada diri individu yang diakibatkan oleh keadaan psikis, kognitif dan suasana lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku.
Pengertian kematangan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994) berasal dari kata matang yang berarti mulai dewasa dan kematangan yang berarti keadaan individu dalam perkembangan sepenuhnya yang ditandai oleh kemampuan aktual dalam membuat pertimbangan secara dewasa.Menurut Kamus Psikologi, (Kartono, 2000:89), kematangan emosi berarti menjadi dewasa secara emosional, tidak terombang-ambing oleh motif kanak-kanak.Kematangan emosi menjadi sedemikian berarti karena kematangan itu merujuk pada suatu keadaan yang meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis. Keadaan ini timbul dari pertumbuhan kematangan struktur tubuh ditambah dengan pengalaman dan proses belajar dan perubahan lingkungan khususnya dengan hubungan sosial dan inter-personalnya. Seseorang dapat dikatakan telah matang emosinya apabila telah dapat berpikir
(33)
secara objektif.Kematangan emosi merupakan ekspresi emosi yang bersifat kontruktif dan interaktif.Individu yang telah mencapai kematangan emosi ditandai oleh adanya kemampuan didalam mengontrol emosi, mampu berpikir realistik, memahami diri sendiri dan mampu menampakkan emosi disaat dan tempat yang tepat.
Hurlock (1994:193) mengemukakan bahwa kematangan emosi ditandai dengan individu tidak melepaskan emosi di depan orang lain tetapi menunggu waktu dan tempat yang tepat. Individu tersebut mengkaji situasi secara kritis sebelum berespon secara emosional, bukan bereaksi tanpa berpikir seperti anak anak atau orang tidak matang.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud kematangan emosi adalah suatu kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosi pada diri individu. Individu yang telah mencapai kematangan emosi ditandai oleh adanya kemampuan dalam mengontrol emosi, berfikir realistik, memahami diri sendiri dan menampakkan emosi di saat dan tempat yang tepat.Reaksi yang diberikan individu terhadap setiap emosi dapat memuaskan dirinya sendiri dan dapat diterima oleh lingkungannya.
2. Teori-teori Emosi
Menurut Walgito (2004), teori mengenai emosi dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar yaitu teori yang beraliran Nativistik dan Empiristik. Aliran
(34)
Nativistik menganggap bahwa emosi merupakan faktor bawaan, sedangkan Aliran empiristik menganggap emosi dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalaman individu
Pada aliran empiristik terdapat tiga teori emosi, yaitu teori emosi
James-Lange, teori emosi Cannon-Bard, dan teori emosi Schacter-Singer(Sobur,
2003:400) yaitu:
a. Teori James-Lange
James dan Carl Lange (Sobur, 2003:401) berpendapat bahwa emosi merupakan hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar.Suatu peristiwa dipersepsikan menimbulkan perubahan fisiologis dan perubahan psikologis yang disebut emosi.
b. Teori Cannon-Bard
Berdasarkan pendekatan pada riset emosi oleh Phillip Bard tahun 1920, menyatakan bahwa emosi yang dirasakan dan reaksi tubuh dalam emosi tidak tergantung satu sama lain, teori ini menyatakan bahwa reaksi tubuh dan emosi yang dirasakan berdiri sendiri-sendiri dalam arti reaksi tubuh tidak berdasarkan pada emosi yang dirasakan..
c. Teori Schachter-Singer
Teori ini menyatakan bahwa emosi yang kita rasakan adalah dari interpretasi kita tentang sesuatu yang membangkitkan keadaan tubuh (Schachter dan Singer
(35)
:1962). Setiap orang memiliki perbedaan subjektif dalam emosi karena perbedaan dalam cara mereka mengartikan atau mempersepsikan keadaan psikologis mereka, teori ini didasarkan pada perubahan fisiologis dan interpretasi kognitif (Setiawan, 2011).
3. Fungsi Emosi
Emosi tidak selalu menunjukkan perilaku yang cenderung negatif, emosi juga menunjukkan perilaku yang cenderung positif.Emosi memberikan nuansa tersendiri dalam kehidupan dan tergantung bagaimana emosi dikendalikan.Menurut Coleman dan Hammen (Sobur, 2003) terdapat empat fungsi emosi yaitu :
a. Emosi sebagai pembangkit energi (energizer). Tanpa emosi manusia tidak sadar atau mati. Hidup berarti merasai, mengalami, bereaksi dan bertindak. Emosi membangkitkan dan memobilisasi energi kita; marah menggerakkan individu untuk menyerang; takut menggerakan individu untuk lari; dan cinta menggerakkan individu untuk mendekat
b. Emosi sebagai pembawa informasi (messenger). Keadaan diri individu dapat diketahui dari emosi. Pada saat individu marah, mengetahui bahwa individu telah dihambat atau diserang oleh orang lain; sedih berarti kehilangan sesuatu yang disenangi; bahagia berarti memperoleh sesuatu yang disenangi atau berhasil menghindari hal-hal yang dibenci;
(36)
c. Emosi bukan hanya pembawa pesan dalam komunikasi interpersonal, ungkapan emosi dapat dipahami secara universal. Dalam retorika diketahui bahwa pembicara yang menyertakan seluruh emosinya dalam berpidato dipandang lebih hidup, dinamis dan meyakinkan;
d. Emosi sebagai sumber informasi mengenai keberhasilan individu. Individu mendambakan kesehatan dan mengetahuinya pada saat merasa sehat, individu mencari keindahan dan mengetahui bahwa telah memperolehnya ketika merasakan kenikmatan estetis dalam diri
4. Bentuk-bentuk Emosi
Emosi merupakan warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu.Warna afektif adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi suatu situasi tertentu. Menurut Paul Ekman, (2000:76) bentuk-bentuk emosi ini terbagi dalam :
a. Marah : beringas, mengamuk, benci, jengkel,kesal, berang, tersinggung, bermusuhan,tindak kekerasan
b. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian ditolak, putus asa. Menjadi patologis jika depresi berat
c. Rasa takut : cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, waspada, menjadi patologis jika fobia dan panik
(37)
d. Bahagia/senang/kenikmatan : gembira, riang, puas, terhibur, bangga, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, senang sekali, menjadi patologis jika maniak
e. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat,kasih, kasmaran
f. Malu : rasa salah, malu hati, hina, aib,
g. Jijik : muak, mual, mau muntah, benci, tidak suka
5. Aspek Kematangan Emosi
Menurut Hurlock (2004:213) remaja dikatakan mencapai kecerdasan atau kematangan emosi apabila:
a. Remaja tidak meledakkan emosinya dihadapan orang lain melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat diterima.
b. Remaja menilai situasi kritis terlebih dahulu sebelum beraksi secara emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak. c. Remaja yang emosinya matang memberikan reaksi emosional yang stabil,
tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain.
Chaplin (2001:70) menambahkan emotional maturity adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosi dan
(38)
karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang tidak pantas.
Menurut Overstreet (1995:80) ada beberapa aspek kematangan emosi diantaranya adalah :
a. Sikap untuk belajar bersikap terbuka untuk menambah pengetahuan dari pengalaman hidupnya. Artinya individu yang matang emosinya mampu mengambil pelajaran dari pengalaman hidupnya dan pengalaman orang di sekitarnya untuk digunakan dalam menjalani kehidupannya.
b. Memiliki rasa tanggung jawab yaitu dalam mengambil keputusan atau melakukan suatu tindakan berani menanggung resikonya. Individu yang matang tahu bahwa setiap orang bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri.Hal ini berarti bahwa individu yang matang tetap dapat meminta saran atau meniru tingkah laku yang baik dari lingkungannya.
c. Memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan efektif. Artinya adanya kemampuan untuk mengatakan apa yang hendak dikemukakan dan mampu mengatakannya dengan percaya diri, tepat dan peka akan situasi
d. Memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan sosial. Individu yang matang mampu melihat kebutuhan individu lain dan memberikan potensi dirinya untuk dibagikan pada individu lain yang membutuhkan. Individu yang matang mampu menunjukkan ekspresi cintanya dan mampu menerima cinta dari individu lain.
(39)
e. Beralih dari egosentrisme ke sosiosentrisme. Artinya individu mampu melihat dirinya sebagai bagian dari kelompok. Individu mengembangkan hubungan afeksi, saling mendukung, dan bekerja sama. Untuk itu diperlukan adanya empati, sehingga dapat memahami perasaan individu lain.
f. Falsafah hidup yang terintegrasi. Hal ini berhubungan dengan cara berpikir individu yang matang yang bersifat menyeluruh, yaitu memperhatikan fakta-fakta tertentu secara tersendiri dan menggabungkannya untuk melihat arti keseluruhan yang muncul. Dengan demikian, tindakan sekarang dan terencana masa depan dibuat dengan berbagai pertimbangan, didasarkan pada penilaian yang objektif dan terlepas dari prasangka.
6. Unsur-Unsur Kematangan Emosi
Menurut Martin (2011:45) kematangan emosi yaitu kemampuan menerima hal-hal negatif dari lingkungan tanpa membalasnya dengan sikap yang negatif pula, melainkan dengan kebijakan Maksudnya adalah jika seseorang menemukan situasi negatif, orang tersebut tidak lantas membalas dengan emosi yang yang negatif, tetapi ia akan menelaah dan memikirkan reaksi yang akan dikeluarkan agar tidak berdampak negatif pula sehingga emosi yang keluar adalah kebijakan.
Martin (2011:46) mengatakan bahwa kematangan emosi (emotional
(40)
pengetahuan yang benar tentang emosi memungkinkan bagi kita untuk mengembangkan emosi secara tepat; (2) emotional spirituality, yaitu emosi spiritual yang baik menghasilkan sikap dan perilaku positif dengan dasar penuh nilai keutamaan; (3) emotional authenticity, yaitu seseorang yang memiliki emosi yang otentik tidak takut untuk mengungkapkan tentang apa yang terjadi dan dirasakan olehnya dan (4) emotional reconciliation, rekonsiliasi ini diperlukan supaya manusia bisa meningkatkan kematangan emosi tanpa beban-beban emosi di masa lampau,
Keempat unsur penting inilah yang penting untuk menjaga kematangan emosi dalam diri kita. Kehilangan salah satu unsur ini memberikan pengaruh ketidakstabilan dan mengganggu proses kematangan emosional kita.
Hal yang mendorong kematangan emosi sendiri terdiri atas tahapan tahapan yang saling terkait satu dengan yang lainnya. Tahapan-tahapan tersebut diantaranya:
a. Kesadaran emosi pada diri sendiri maupun orang lain(Emotional awareness) Tahap kematangan emosi yang pertama ini didasarkan pada bagaimana menyadari dan merasakan emosi yang ada pada diri kita (Martin, 2011:273). Kesadaran emosi mencakup bagaimana seeseorang dapat bersikap toleran terhadap frustrasi, mampu mengungkapkan amarah dengan tepat, mampu mengendalikan perilaku agresif yang merusak diri sendiri dan lingkungannya, memiliki kemampuan untuk mengatasi stress dan dapat mengurangi perasaan
(41)
kesepian dan cemas dalam pergaulan.Goleman (2000:56).mengatakan bahwa menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat merupakan kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri (self awareness). Mengatur emosi adalah bukan menjauhi perasaan yang tidak menyenangkan agar selalu bahagia, namun tidak membiarkan perasaan menderita berlangsung tak terkendali sehingga menghapus suasana hati yang menyenangkan
b. Penerimaan diri pada diri sendiri maupun orang lain(emotional acceptance) Tahap kematangan emosi yang kedua ini berbicara tentang penerimaan diri, yang sering terjadi setelah proses penyadaran mengenai diri dan emosi-emosi yang kita alami, muncul suatu penolakan yang luar biasa terhadap diri, namun yang tahapan ini menantang kita untuk menerima dengan ikhlas kekurangan maupun kelebihan yang ada dalam diri secara utuh, tulus, dan ikhlas agar kita pun mampu menerima orang lain secara utuh.Menurut Martin (2011:315), emotional
acceptance ini mencakup tiga lapisan penting yaitu kemampuan untuk menerima
diri kita apa adanya, kemampuan kita untuk bersyukur bahkan berterima kasih atas apa yang kita miliki, dan kemampuan untuk merasa bangga akan diri kita. Selanjutnya, penerimaan kepada orang lain yakni bagaimana belajar menerima orang lain secara tidak bersyarat, dimulai dari cara-cara penerimaan terhadap emosi yang dialami oleh orang lain.
(42)
c. Persaudaraan dengan diri sendiri maupun dengan orang lain(emotional affection) Yusuf(2002:172) menyatakan bahwa maksud dari persaudaraan dengan diri sendiri dengan orang lain adalah suatu kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan banyak orang Dalam membina kerangka hubungan dengan orang lain, selain kita membina relasi yang sehat dengan orang lain, termasuk di dalamnya adalah bagaimana kita mengelola emosi yang menyenangkan dengan orang lain. Hal ini dikatakan Goleman (1995: 59) bahwa orang yang memiliki kematangan emosional ditandai dengan kemampuannya untuk menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi serta kebutuhan yang tersirat dari orang lain.Menurut Yusuf (2002:172), kemampuan mengindra, memahami, dan membaca perasaan atau emosi orang lain melalui pesan pesan nonverbal merupakan intisari dari empati
d. Penguatan emotional bagi diri sendiri maupun orang lain(Emotional affirmation) Martin (2011:375)berpendapat bahwa tahap penguatan emosi ini adalah tahapan dimana kita bergerak dan bertindak.Tahapan ini berbicara mengenai aksi yang dibutuhkan keberanian dan kesanggupan mengambil resiko-resiko emosi. Dalam tahap penguatan emosi, terdapat proses untuk menghadapinya, yang pertama adalah penjernihan masalah terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan penguatan diri terhadap permasalahan yang dihadapi, melakukan pemeriksaan terhadap apa yang dikatakan oleh diri sendiri mengenai fakta
(43)
diatatas (self talking), menguji apa yang dialami oleh emosi kita sehubungan apa yang telah kita katakan, kemudian langkah penguatan kita menghadapi situasi krisis dan kegagalan.
D. Kerangka Berpikir
Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.Pada masa ini terjadi perubahan perubahan, baik secara fisik maupun psikis.Penerimaan diri setiap remaja dalam menghadapi perubahan dan perkembangan fisik ini berbeda-beda.Penerimaan diri yang positif berartiia dapat menerimakeadaan dirinya secara tenang, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. mereka bebas dari rasa bersalah, rasa malu, dan rendah diri karena keterbatasan diri serta terbebas dari kecemasan akan adanya penilaian dari orang lain terhadap keadaan dirinya.
Remaja yang memiliki penerimaan diri yang baik akan merasa bangga dan bersikap toleran terhadap perubahan-perubahan fisik yang mereka alami, menggunakan dan memelihara fisiknya secara efektif dan merasa puas terhadap fisiknya tersebut. Disamping itu, ada pula remaja yang memiliki penerimaan diri yang negatif, mereka pada umumnya kurang siap menghadapi perkembangan dan perubahan tubuh tersebut.Ketidaksiapan terhadap perubahan fisik tersebut menimbulkan perubahan psikologis misalnya kebingungan, kecanggungan, serta kecemasan bagi mereka.Sebagian besar dari mereka belum dapat menerima
(44)
perubahan yang terjadi, ada yang menutup diri, menghindari pergaulan dan terus menerus mengeluh tentang perubahan fisiknya.
Penerimaan diri yang berbeda ini akan menghasilkan emosi yang berbeda beda pula. Emosi adalah perasaan yang bergejolak pada diri individu yang diakibatkan oleh keadaan psikis, kognitif dan suasana lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku.
Menurut Martin (2011:300) hal-hal yang mendorong kematangan emosi terdiri atas tahapan tahapan yang saling terkait satu dengan yang lainnya yaitu kesadaran emosi pada diri sendiri maupun orang lain(emotional awareness), penerimaan diri pada diri sendiri maupun orang lain (emotional
acceptance),persaudaraan dengan diri sendiri maupun dengan orang lain
(emotional affection)serta penguatan emotional bagi diri sendiri maupun orang
lain (emotional affirmation).Secara umum dapat dikatakan bahwa tahapan-tahapan tersebut mempengaruhi kematangan emosi dan salah satunya adalah penerimaan diri (self acceptance). Semakin tinggi penerimaan diri seseorang maka akan semakin tinggi pula kematangan emosinya, namun semakin rendah penerimaan diri seseorang maka semakin rendah pula kematangan emosinya.
(45)
E. Asumsi dan Hipotesis
Penelitian ini bertitik tolak dari asumsi berikut :
Asmiyati (2001) mengemukakan kematangan emosi adalah suatu kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosi pada diri individu.Individu yang telah mencapai kematangan emosi ditandai oleh adanya kemampuan dalam mengontrol emosi, berfikir realistik, memahami diri sendiri dan menampakkan emosi di saat dan tempat yang tepat. Reaksi yang diberikan individu terhadap setiap emosi dapat memuaskan dirinya sendiri .
Peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut:
Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara penerimaan perkembangan fisik dengan kematangan emosi pada remaja awal.
Ho : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penerimaan perkembangan fisik dengan kematangan emosi pada remaja awal.
Kedua hipotesis ini akan diuji dengan koefisien α= 0,05
F. Penelitian Terdahulu
Berbagai hasil penelitian mengenai penerimaan diri dengan kematangan emosi telah banyak dipublikasikan.Namun demikian, penelitian mengenai penerimaan perkembangan fisik dengan kematangan emosi masih belum banyak dilakukan.
(46)
Berikut ini beberapa hasil penelitian yang menjadi dasar penelitian diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Susilo (2012) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara kematangan emosi dengan penerimaan diri pada dewasa madya. Semakin tinggi kematangan emosi seseorang semakin tinggi pula penerimaan dirinya, sebaliknya semakin rendah kematangan emosi seseorang semakin rendah pula penerimaan dirinya.Emosi seseorang berkaitan erat dengan penerimaan diri.Penelitian lain yang dilakukan oleh Daavidson dan Gottlieb (Powel, 1963) ternyata ditemukan adanya perbedaan tingkat emosi maupun intelegensi antara wanita yang belum mengalami
menarche(menstruasi) dan yang sudah mengalami menarche.Wanita yang telah
mengalami masa menarche memiliki tingkat perkembangan emosi maupun intelegesi yang lebih tinggi dengan wanita yang belum mengalami masa
menarche.Hal tersebut diakibatkan karena terjadinya perubahan hormonal tubuh
yang dimilikinya. Dalam studi lainnya dengan subjek yang berjenis kelamin laki-laki, Mussen dan Jones (Powell, 1963) menunjukkan hasil studinya bahwa anak laki-laki yang terlambat masak secara fisik (psychally retarded) ternyata menunjukkan kebutuhan akansocial acceptancedan agresivitas yang tinggi bila dibandingkan dengan anak laki-laki yang telah masak secara tepat. Dengan kata lain, perkembangan fisik yang pesat akandiiringi dengan pergolakan emosi yang bervariasidan penerimaan remaja terhadap perkembangan fisik ini akan sangat mempengaruhi keberhasilanya dalam kematangan_emosinya
(47)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Kota Sukabumi
1. Populasi Penelitian
Menurut Sugiono (2010:80), populasi penelitian adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subyek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 1 SMP Negeri 7 Kota Sukabumi sebanyak 210 siswa.
2. Sampel Penelitian
Menurut Sugiyono (2011:81), sampel penelitian adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.Bila populasi besar, peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, untuk itu sampel yang diambil harus benar-benar representatif.
Teknik Sampel dalam penelitian ini menggunakan incidental sampling
(accidental sampling).Menurut Amirin, T.M (tatangmanguny. wordpress.com),
(48)
dimanapun menemukan), asal memenuhi syarat sebagai sampel dari populasi tertentu. Dalam menentukan jumlah sampel, penelitian ini menggunakan rumus pengambilan sampel dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:
Keterangan :
n = jumlah sampel N = jumlah populasi
e = presisi (peran kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir/diinginkan yaitu sebesar 10 % atau 0,1).
Setelah melakukan perhitungan dengan menggunakan rumus diatas maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 100 siswa.
B. Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Menurut Sugiyono (2009:8), pendekatan kuantitatif adalah pendekatan yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, dimana pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
�
=
�
(49)
Metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional (correlational study).Arikunto (2006) mengatakan penelitian korelasional adalah penelitian yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan antar variabel, dan hubungan antara satu dengan beberapa variabel lain dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasi dan keberartian (signifikansi) secara statistik. Korelasi positif berarti nilai yang tinggi dalam suatu variabel berhubungan dengan nilai yang tinggi pada variabel lainnya. Korelasi negatif berarti nilai yang tinggi dalam satu variabel berhubungan dengan nilai yang rendah dalam variabel lain.
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Penelitian
Menurut Arikunto (2006:10), variabel adalah hal-hal yang menjadi objek penelitian,dalam suatu kegiatan penelitian (points to be noticed), yang menunjukan variasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Variabel dalam suatu penelitian dapat diartikan sebagai suatu objek penelitian atau apa saja menjadi pusat perhatian suatu penelitian.
Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel yang ditelitiyaituvariabel penerimaan perkembangan fisik dan variabel kematangan emosi.
(50)
2. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati (Suryabrata, 2010). Definisi operasional setiap variabel adalah sebagai berikut:
a. Definisi Operasional Penerimaan Perkembangan Fisik
Definisi penerimaan perkembangan fisik adalah keadaan seseorang dapat menerima perkembangan fisiknya dengan sikap positif, tenang, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.Bagaimana individu mampu menerima perubahan fisiknya, merasa bangga dan bersikap toleran terhadap perubahan-perubahan yang mereka alami, menggunakan dan memelihara fisiknya secara efektif dan merasa puas terhadap fisiknya tersebut. Penulis menggunakan indikator tentang penerimaan diri yang dirangkum sendiri oleh penulis dengan melihat dimensi-dimensi dari penerimaan diri yang dikemukakan Jersild (1965), yaitu:
a. Pemahaman diri yaitu persepsi seseorang terhadap dirinya yang terbentuk dari keaslian tanpa kepura-puraan, realistis, yang sebenarnya, jujur dan tidak berbelit-belit.
b. Pandangan terhadap diri sendiri yaitu kemampuan individu mengevaluasi diri sendiri secara obyektif
(51)
c. Konsep diri yang stabil yaitu bagaimana individumemandang, mempersepsikan serta menilai keadaan dan kondisi dirinya relatif sama dari waktu ke waktu.
d. Harapan yang realistis yaitu suatu harapan untuk mencapai suatu tujuan atau target tertentu sesuai dengan realita dapat memberikan rasa puas pada diri individu yang bersangkutan karena kesempatan untuk mencapainya lebih terbuka.
e. Tidak ada stres emosional akan membuat individu yang bersangkutan memandang keadaan dirinya secara objektif, memiliki kepercayaan diri, tidak menyesali diri, mampu bertindak yang terbaik bagi diri sendiri maupun orang lain dan memiliki keluasan dalam wawasan.
b. Definisi Operasional Kematangan Emosi
Kematangan Emosi adalah suatu kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosi pada diri individu.Individu yang telah mencapai kematangan emosi ditandai oleh adanya kemampuan dalam mengontrol emosi, berfikir realistik, memahami diri sendiri dan menampakkan emosi di saat dan tempat yang tepat.Reaksi yang diberikan individu terhadap setiap emosi dapat memuaskan dirinya sendiri dan dapat diterima oleh lingkungannya.
(52)
a. Emotional awareness adalah kesadaran emosi pada diri sendiri
maupun orang lain.
b. Emotional acceptance adalah penerimaan diri pada diri sendiri
maupun orang lain.
c. Emotional affection adalah persaudaraan dengan diri sendiri maupun
dengan orang lain.
d. Emotional affirmation adalah penguatan emotional bagi diri sendiri
maupun orang lain.
D. Teknik Pengumpulan Data
Salah satu kegiatan dalam penelitian ini adalah merumuskan teknik pengumpulan data sesuai dengan masalah yang diteliti.Arikunto (2002:96) mengatakan bahwa teknik pengumpulan data merupakan suatu cara yang ditempuh oleh peneliti untuk memperoleh data yang diteliti. Data merupakan hasil pencatatan peneliti baik yang berupa fakta ataupun angka Agar diperoleh data yang lengkap maka harus digunakan teknik pengumpulan data yang tepat sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat dan dapat digunakan untuk menjawab permaslahan yang telah dirumuskan.Teknik yang digunakan adalah secara tidak langsung dan pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner, yaitu seperangkat pertanyaan tertulis
(53)
yang dikirimkan kepada responden untuk mengungkap pendapat, keadaan, kesan yang ada pada diri responden maupun diluar dirinya.
E. Kuesioner Penerimaan Perkembangan Fisik dan dan Kematangan Emosi Setiap variabel dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan kuesioner. Bentuk kuesioner bervariasi sesuai dengan tujuan yang akan digali melalui kuesioner tersebut. Untuk mendapatkan data yang diperlukan bagi tercapainya tujuan penelitian ini, digunakan dua bentuk instrumen yang ditujukan untuk mengukur masing-masing variabel.Instrumen yang digunakan yaitu :
1. Kuesioner Penerimaan Perkembangan Fisik a. Spesifikasi Instrumen
Instrumen penerimaan perkembangan fisik diadaptasi dan dikembangkan sendiri oleh peneliti merujuk pada teori penerimaan diri yang diturunkan dari Jersild (1958) yang terdiri dari 46 item pernyataan yang dapat dilihat di bawah ini.
Tabel 3.1
Kisi-kisi Instrumen Penerimaan Perkembangan Fisik Sebelum Uji Coba
Dimensi Indikator No item Jumlah
+ - a. Pemahaman
diri
1. Memahami
kenyataan keadaan diri
1,3,5 2,4,6 6
2. Memaksimalkan potensi dan
(54)
kemampuan diri b. Pandangan
terhadap diri sendiri
1. Mampu memandang objektif keterbatasan diri
11,13 12,14,15 5
2. Memandang objektif potensi dan
kemampuan diri
16,18,19 17 4
c. Konsep diri yang stabil
1. Memiliki gambaran diri yang jelas dan relatif stabil
20,22 21,23 4
2. Pandangan diri terhadap perubahan yang dialami
24,26 25,27 4
d. Harapan yang realistis
1. Memandang kenyataan secara realistis
28,30 29,31 4
2. Memiliki kepuasan diri
32,34 33,35,36 5 e Tidak ada
stress emosional
1. Mampu menghayati perasaan emosinya
37,39 38,40 4 2. Bebas dari rasa
tegang dan tertekan
41,43,45, 46
42,46 6
Jumlah 46
b. Pengisian Kuesioner
Cara pengisian alat ukur ini yaitu dengan meminta kesediaan reponden untuk menjawab semua item pertanyaan yang diajukan dengan cara memilih atau menentukan salah satu dari empatpilihan jawaban yang tersedia di setiap item pernyataan yang sesuai dengan apa yang dirasakan oleh individu yang bersangkutan. Skala pengukuran yang digunakan dalam variabel penerimaan perkembangan fisik adalah dengan Skala Likert.Penentuan jawaban dilakukan dengan mengisi salah satu kolom pada kolom yang tersedia dengan memberi tanda silang (X) sesuai dengan
(55)
jawaban yang menjadi pilihannya. Pilihan jawaban terdiri dari 4 kategori, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). c. Penilaian Kuesioner
Penilaian atau penskoran jawaban dari responden dilakukan dengan menjumlahkan seluruh skor yang diperoleh oleh responden.Total jumlah nilai yang diperoleh oleh responden akan menunjukkan taraf penerimaan perkembangan fisik yang dimiliki oleh responden yang bersangkutan.
Skala penilaian ini disusun berdasarkan skala frekuensi atau skala kuantitas.Setiap pernyataan tersebut disertai alternatif jawaban, yang terdiri dari empatkategori yang harus dipilih responden.Jawaban dari setiap pernyataan tersebut dinilai dengan angka sebagai berikut.
Tabel 3.2
Penilaian Kuesioner Penerimaan Perkembangan Fisik
Hasil (total skor) yang diperoleh masing-masing responden akan menyatakan derajat atau taraf penerimaan diri individu yang dikategorikan dalam taraf tinggi, sedang, dan rendah
Berikut skor maksimal maksimal faktor dalam variabel penerimaan perkembangan fisik:
Item Favourable Nilai
Sangat Sesuai 3 Sesuai 2 Tidak Sesuai 1 Sangat Tidak Sesuai 0
Item Unfavourable Nilai
Sangat Sesuai 0 Sesuai 1 Tidak Sesuai 2 Sangat Tidak Sesuai 3
(56)
Tabel 3.3
Kategorisasi Skor Maksimal Penerimaan Perkembangan Fisik Faktor penerimaan
perkembangan fisik
∑ Item
Skor Minimal ∑ Skor Maksimal Pemahaman diri 7 3 21 Pandangan terhadap diri
sendiri
9 3 27
Konsep diri yang stabil 6 3 18 Harapan yang realistis 8 3 24 Tidak ada stress emosional 10 3 30
Jumlah 120
2. Kematangan Emosi a. SpesifikasiInstrumen
Alat ukur Kematangan Emosi diadaptasi dari emotional maturity
assessmentyang telah disusun sebelumnya oleh Antonio Dio Martin (2011).
Kuesioner ini merupakan lembar penilaian kematangan emosi bagi responden. Peneliti melihat dimensi yang dipakai, namun untuk item-itemnya dikembangkan sendiri oleh peneliti dan disesuaikan dengan responden,dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.4
Kisi-kisi Kuesioner Kematangan Emosi Sebelum Uji Coba
Dimensi Indikator No Item Jumlah
a. Emotional awareness
Kesadaran emosi pada diri sendiri maupun orang lain.
1,2,3,4,5,6,7 7
(57)
acceptance pada diri sendiri maupun orang lain
14,15
c. Emotional affection Persaudaraan dengan diri sendiri maupun dengan orang lain 16,17,18,19, 20,21,22 7
d.. Emotional
affirmation Penguatan emotional bagi diri sendiri maupun orang lain 23,24,25,26, 27,28,29 7
Jumlah 29
b. PengisianKuesioner
Cara pengisian alat ukur ini yaitu dengan meminta kesediaan reponden untuk menjawab semua item pertanyaan yang diajukan dengan cara memilih atau menentukan salah satu dari empat pilihan jawaban yang tersedia di setiap item pernyataan yang sesuai dengan apa yang dirasakan oleh individu yang bersangkutan. Skala pengukuran yang digunakan dalam variabel kematangan emosi sama dengan skala pengukuran yang digunakan pada angket penerimaan perkembangan fisik yaitu Skala Likert. Penentuan jawaban dilakukan dengan mengisi salah satu kolom pada kolom yang tersedia dengan memberi tanda silang (X) sesuai dengan jawaban yang menjadi pilihannya. Pilihan jawaban terdiri dari 4 kategori, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS) c. Penilaian Kuesioner
(58)
Penilaian atau penskoran jawaban dari responden dilakukan dengan menjumlahkan seluruh skor yang diperoleh oleh responden, total jumlah nilai yang diperoleh. Total jumlah nilai yang diperoleh oleh responden akan menunjukkan taraf kematangan emosi yang dimiliki oleh responden yang bersangkutan. Berikut ini adalah masing-masing nilai untuk skor yang dipilih
Tabel 3.5
Penilaian KuesionerKematangan Emosi
Hasil (total skor) yang diperoleh masing-masing responden akan menyatakan derajat atau taraf kematangan emosi individu yang dikategorikan dalam taraf tinggi, sedang, dan rendah.
Berikut skor maksimal tiap tiap faktor dalam variabel penerimaan perkembangan fisik.
Tabel 3.6
Kategorisasi Skor Maksimal Kematangan Emosi Faktor penerimaan
perkembangan fisik
∑ Item
Skor Maksimal
∑ Skor Maksimal
Emotional awareness 7 3 21
Emotional acceptance 8 3 24
Emotional affection 7 3 21
Emotional affirmation 7 3 21
Jumlah 87
Item Favourable Nilai
Sangat Sesuai 3 Sesuai 2 Tidak Sesuai 1 Sangat Tidak Sesuai 0
(59)
F. Kategorisasi Skala
Azwar (2009:107) mengemukakan bahwa tujuan kategorisasi adalah menempatkan individu ke dalam kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur.Kontinum jenjang ini dari rendah ke tinggi, dari paling jelek ke paling baik, dari sangat tidak puas ke sangat puas, dan semacamnya. Banyaknya jenjang kategori diagnosis yang akan dibuat biasanya tidak lebih dari lima jenjang tapi juga tidak kurang dari tiga. Dalam penelitian ini peneliti mengelompokkan kategori dalam norma pada tabel 3.7:
Tabel 3.7
Rumusan Tiga Kategori
Rumus Kategori
X < (μ-1,0δ) Rendah
(μ-1,0δ) ≤ X < (μ+1,0δ) Sedang
(μ+1,0δ) ≤ X Tinggi
(Azwar, 2009) Keterangan:
X = Skor subjek
μ = Mean (nilai rata-rata)
(1)
114
Hasil yang diperolehyaitusebagianbesarsiswakelas VII di SMP Negeri 7 Kota Sukabumimemilikipenerimaanperkembanganfisikpadatarafsedang. Olehkarenaitu,
untukmeningkatkanpenerimaanperkembanganfisikpadasiswakelas VII di SMP Negeri 7 Kota Sukabumidiharapkanperhatiandari guru-guru untukmempersiapkandanmemberikanberbagaipengetahuandaninformasiten tangperkembanganfisiktersebut, agar pararemajaawal yang barumengalamimasapubertasdapatmenghadapiperkembanganfisiknyadeng antepatdanmerekatidakakanmengalamikecemasandanreaksinegatiflainnya.
Data yang
diperolehmenyatakanbahwahasilkorelasiantaravariabelpenerimaanperkem banganfisikdengankematanganemosiadalahrendah.Olehkarenaitupihaksek olahperlumemperhatikanaspek-aspek lain untukmeningkatkankematanganemosisiswakelas VII SMP Negeri 7 Kota Sukabumi.
2. PenelitiSelanjutnya
a. Diharapkandapatlebihmemperdalampenelitiannya,
mencobamenelitiaspek lain yang terkaitdandapatmengembangkan instrument penelitian yang digunakan agar hasil yang didapatkanlebihbaiklagi
b. Diharapkandapatmelakukanpenelitianserupadengankarakteristikyangbe rbedamisalnyakepadasiswa SMA. Sehingga, hasilpenelitian yang didapatakanbervariasi
(2)
114
c. Diharapkandapatmenelitimasalah yang serupanamunmenggunakanmetode yang berbeda, misalnyamenggunakanmetodekualitatifsehinggapenelitiakanmendapat kanhasil yang lebihmendalam
d. Diharapkanpadapenelitianselanjutnya, penelitidapatmembahashasil yang diperolehberdasarkanjeniskelaminsubjek, agar terlihatbagaimanapenerimaanperkembanganfisikdankematanganemosi yang dimilikiolehlaki-lakidanperempuan
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Al Mighwar, M. 2006. PsikologiRemajaPetunjukBagi Guru dan Orang Tua. Bandung: PustakaSetia
AnggiaK.E.2000.HubunganAntaraPenerimaanPerkembanganFisikdenganKemata nganEmosiRemaja.JurnalPsikologi.
Anthonio D.M. 2003.Emotional Quality Management.Jakarta : HR Excellency Arikunto, S. 2006ProsedurPenelitianSuatuPendekatanPraktik. Jakarta: PT
RinekaCipta
Azwar, S. 2009. PenyusunanSkalaPsikologi. Yogyakarta: PustakaPelajar. Azwar, S. 2010. TesPrestasi:
FungsidanPengembanganPengukuanPrestasiBelajar. Yogyakarta: PustakaPelajar.
Badudu, J.S. 1994. KamusBesarBahasa Indonesia. Jakarta: KaryaPustaka.
Chaplin, J.P., 1981. KamusLengkapPsikologi, Penerjemah :Kartono, Kartini., Jakarta :Raja GrafindoPersada
Desmita. 2005. PsikologiPerkembangan. Bandung: PT RemajaRosdakarya. Eric Soon.(Desember 22 2010)Psikologi Anak Muda, Karakteristik dan
Permasalahannya.Tersedia: http://www.eric-soon.web.id/2010/12/psikologi-anak-muda-karakteristik-dan.html [15Juni 2011]
Feldman, R. 1992. Element of Psychology.USA: McGraw Hill. Inc Furqon. 1997. StatistikaTerapanUntukPenelitian . Bandung: Alfabeta
Goleman, D. 1995. KecerdasanEmosional. Jakarta: PT GramediaPustakaUtama Goleman, D. 1999. KecerdasanEmosiuntukMencapaiPuncakPrestasi. Jakarta:
GramediaPustakaUtama
Goleman, D. 2000. Emotional Intelliegence: KecerdasanEmosional, mengapa EI lebihpentingdaripadaiQ (alihbahasa T. Hermaya). Jakarta
(4)
Goleman, D.,2006. Emotional Intelliegence.Jakarta :GramediaPustakaUtama Gullone, E., &King, N.J. 1997. Three Year Follow Up of Normal Fear in
Children and Adolescents Aged 7 to 18 Years. British Journal of Developmental Psychology
Hurlock, E.,1956. Child Development.New York: McGraw-Hill Book Company. Hurlock, E., 1980. PsikologiPerkembangan. Jakarta :Erlangga
Hurlock, E., 1974. Developmental Psychology 4th Edition.New York: McGraw-Hill.
Hurlock, E., 1994. PsikologiPerkembangan:
SuatuPendekatanSepanjangRentangKehidupan.Jakarta: Erlangga. Hurlock, E., 2004.
PsikologiPerkembanganSuatuPendekatanSepanjangRentangKehidupanEd isiKelima. Jakarta: Erlangga.
Jersild A. T. 1965. The Psychology of Adolescence. New York: The Macmillan Company.
Jersild A. T. 1978. Psychology Adolescence. New York: Macmillan Company. Kartono, Kartini&Gulo, Dali. 2000. KamusPsikologi. Bandung: Pioner Jaya. Mappiare, A., 1982. PsikologiRemaja, Usaha Nasional, Surabaya
Papalia, D.E., Olds, S.W., and Feldman, R.D. (2001).Human Development.McGraw-Hill Companies.
Powell, M. 1963. The Psychology of Adolescence.Indianapolis: The BobbsMerril Company.
Santrock, J.W. 1996. Life Span Development.New York: McGraw-Hill Higher Education.
Santrock.J.W. 2002.Life Span Development: PerkembanganMasaHidupedisi 5 Jilid II. Jakarta: Erlangga
Santrock, J.W. 2002.Life-span Development PerkembanganMasaHidupEdisiKelima. Jakarta :Erlangga.
Santrock, J.W. 2003.Adolescence: PerkembanganRemaja. Jakarta: Erlangga. Schneiders, A. 1955.Personal Adjusment and Meental Health.New York.
(5)
Sugiyono. 2007. StatisikaUntukPenelitian. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2008. MetodePenelitianPendidikanPendekatanKuantitatif, Kualitatif, dan
R & D. Bandung. Alfabeta
Sugiyono. 2009. StatisikaUntukPenelitian. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2010. PenelitianPendidikanPendekatanKuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2011. PenelitianPendidikanPendekatanKuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sarwono, S.W. 2000. PsikologiRemaja. Jakarta: Raja GrafindoPersada. Sobur, A,. 2003. PsikologiUmum. Bandung :PustakaSetia.
Sugiyono. 2009. StatistikaUntukPenelitian. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2008. MetodePenelitianPendidikan (PendidikanKuantitatif, Kualitatif, dan R& D.) Bandung: Alfabeta
Tridhonanto, A. 2009.MelejitkanKecerdasanEmosional (EQ) BuahHati.Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Thomson, A. 1998.The Adult and the Curriculum.[Online].Tersedia:
http://www.ed.uiuc.ed/EPS/PES- Yearbook/1998/thompson.html [30 Maret 2000]
Walgito, B. 2004.PengantarPsikologiUmum. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Yusuf, Syamsu, L. N. 2000. PsikologiPerkembanganAnakdanRemaja.Bandung: RemajaRosdakarya.
____. 2008.Pengertian kematangan emosi. [online]. Tersedia
:http://kampiunpsikologi.wordpress.com/2008/11/19/pengertian-kematangan-emosi/[29 Mei 2011]
____. 2010.LayananPsikologiuntukAnak, RemajadanDewasa (Psychology of Kid, Adolescence and Adult).Tersedia
:http://episentrum.com/artikel-psikologi/kematangan-emosi/ [20 Mei 2011]
____. 2009.Mengenal Kematangan Emosi Anak. [online]. Tersedia:
(6)
24:mengenal-kematangan-emosi-anak&catid=34:psikologi&Itemid=78 [6 Jun 2011]
____. 2000.KtiKebidananPengetahuanRemajaAwal (11-13 Tahun)
TentangPengertian Dan PerubahanFisikPubertas Di Smp...[online]. Tersedia
:http://www.asuhan-keperawatan-kebidanan.co.cc/2011/02/pengetahuan-remaja-awal-11-13-tahun_26.html [14Juni 2011]
____. 2011.
HubunganAntaraPenerimaanDiriterhadapCiri-ciriPerkembanganSekunderdenganKonsepDiri (PadaRemajaPutri SLTPN 10 Yogyakarta).[online]. Tersedia :
http;//www.psychologymania.com/2011/konsep-siri-menurut-sulaeman-1995html [Juli 2011].