PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAM PAIR SOLO UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA: Penelitian Tindakan Kelas pada Materi Bilangan Pecahan di Kelas VB SDN 2 Cibodas Kecamatan Lembang.

(1)

Riza Fatimah Zahrah, 2013

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Team Pair Solo Untuk Meningkatkan Kemampuan

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING

TIPE TEAM PAIR SOLO UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

( Penelitian Tindakan Kelas pada Materi Bilangan Pecahan di Kelas VB SDN 2 Cibodas Kecamatan Lembang)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh

Riza Fatimah Zahrah 0902957

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PEDAGOGIK

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2013


(2)

Riza Fatimah Zahrah, 2013

ERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING

TIPE TEAM PAIR SOLO

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

(Penelitian Tindakan Kelas pada Materi Bilangan Pecahan di Kelas VB SDN 2 Cibodas

Kecamatan Lembang) Oleh

Riza Fatimah Zahrah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Riza Fatimah Zahrah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis


(3)

Riza Fatimah Zahrah, 2013

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Team Pair Solo Untuk Meningkatkan Kemampuan

Pernyataan Keaslian Penulisan Skripsi dan Bebas Plagiarisme

Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Penerapan Model Cooperative Tipe Team Pair Solo Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa” beserta seluruh isisnya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan menggunakan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Juni 2013 Yang membuat pernyataan,

Riza Fatimah Zahrah NIM 0902957


(4)

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING

TIPE TEAM PAIR SOLO UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

(Penelitian Tindakan Kelas pada Materi Bilangan Pecahan di Kelas VB SDN 2 Cibodas Kecamatan Lembang)

Riza Fatimah Zahrah (0902957) ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan di SDN 2 Cibodas Kecamata Lembang Kabupaten Bandung Barat di kelas VB semester 2 dengan jumlah siswa 36 orang, dilatar belakangi oleh rendahnya nilai UTS siswa kelas VB semester 2, kesulitan siswa untuk menyelesaikan soal cerita dikarenakan sudah tertanam anggapan bahwa matematika adalah hal yang sulit dan menakutkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perencanaan dan pelaksanaan menganai pembelajaran Matematika dengan model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo serta peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada materi bilangan pecahan dengan model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas melalui 2 siklus. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu kualitatif dan kuantitatif. Hasil temuan yang ditemukan yaitu perencanaan pembelajaran yang dibuat sesuai dengan yang dilaksanakan dalam pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran berlangsung dengan lancar dan kondusif, serta terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada materi bilangan pecahan selama penelitian berlangsung. Yaitu mengerti masalah (undertstanding the problem) meningkat sebesar 4,51%, menyelesaikan masalah (solving the problem) meningkat sebesar 14,91 %, menjawab masalah (answering the problem )meningkat sebesar 14,31%. Rekomendasi untuk guru dan untuk peneliti selanjutnya agar penelitian mengenai model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo ini dilanjutkan pada pelajaran atau materi lain.

Kata Kunci : model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, Bilangan Pecahan


(5)

Riza Fatimah Zahrah, 2013

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING

TIPE TEAM PAIR SOLO UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

(Penelitian Tindakan Kelas pada Materi Bilangan Pecahan di kelas VB SDN 2 Cibodas Kecamatan Lembang)

Riza Fatimah Zahrah (0902957) ABSTRAK

The Application Of Cooperative Learning Model Type Team Pair Solo For Enhancing Mathematical Problem Solving Of Students On The Material Fractions. This research aims to find out how the planning and implementation of learning math with model Cooperative Learning-type Team Pair Solo as well as an increase in the ability of mathematical problem solving of students on the material fractions with models of Cooperative Learning-type Team Pair Solo. Research methods used in this research is a study of a class act through two cycles. Data collection techniques used are qualitative and quantitative. The results found that the planning of learning that is made in accordance with that carried out in the exercise of learning, implementation of the learning takes place smoothly and conducive, and there is an increase in the ability of mathematical problem solving of students on the material fractions during the research underway. (undertstanding the problem) increased 4,51%, (solving the problem) increased 14,91 %, (answering the problem ) increased 14,31%. Recomendation for another teachers so that, the research about Cooperative Learning Model Type Team Pair Solo can be continued at another material or another subject.

Key words: Cooperative Learning model type Team Pair Solo, Mathematical


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Hipotesis Tindakan ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Definisi Operasional ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Kooperatif ... 8

B. Model Pembelajaran Tipe Team Pair Solo ... 11

C. Konsep Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 14

D. Bilangan pecahan... 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 21

B. Model Penelitian ... 22

C. Setting Penelitian ... 24

D. Prosedur ... 24

E. Metode Pengumpul dan Analisis Data ... 28


(7)

ii Riza Fatimah Zahrah, 2013

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 37

B. Pembahasan ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 69


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Hasil Validitas Item Tes ... 30

Tabel 3.2 Kriteria Reliabilitas Item Tes ... 31

Tabel 3.3 Kriteria Indeks Kesukaran Item Tes ... 31

Tabel 3.4 Hasil Indeks Kesukaran Item tes ... 32

Tabel 3.5 Kriteria Daya Pembeda Item Tes ... 32

Tabel 3.6 Hasil Daya Pembeda Item Tes ... 33

Tabel 3.7 Rekapitulasi Hasil Analisi Validitas, Reliabilitas, Indeks Kesukaran dan Daya Pembeda Item Tes ... 33

Tabel 3.8 Kriteria Penentuan tingkat Kemampuan Siswa ... 35

Tabel 4.1 Data Hasil Evaluasi Siklus I ... 41

Tabel 4.2 Data Hasil Evaluasi Akhir Siklus I ... 44

Tabel 4.3 Presentase Penguasaan Indikator Pemecahan Masalah pada Siklus I ... 45

Tabel 4.4 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis pada Siklus I ... 46

Tabel 4.5 Data Hasil Evaluasi Siklus II ... 50

Tabel 4.6 Data Hasil Evaluasi Akhir Siklus II ... 52

Tabel 4.7 Presentase Penguasaan Indikator Pemecahan Masalah pada Siklus II ... 54

Tabel 4.8 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis pada Siklus II . 57 Tabel 4.9 Perhitungan Gain... 58


(9)

iv Riza Fatimah Zahrah, 2013

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tahap Cooperative Learning Tipe Team Pair Solo ... 12 Gambar 3.1 Gambar Tindakan Kelas ... 22 Gambar 4.1 Presentase Ketuntasan Belajar Siklus I ... 42 Gambar 4.2 Klasifikasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Siswa Siklus I ... 45 Gambar 4.3 Peningkatan Rata-rata Nilai Siklus I ke Siklus II ... 51 Gambar 4.4 Klasifikasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Siswa Siklus II ... 53 Gambar 4.5 Presentase Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Siswa Siklus II dan Siklus I ... 55 Gambar 4.6 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Instrumen Pembelajaran ... 69

Instrumen Pengumpul Data ... 88

Dokumentasi ... 93

Uji Validitas Soal ... 102

Data Penelitian ... 130


(11)

1

Riza Fatimah Zahrah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan dewasa ini menjadi hal yang sangat penting bagi manusia. Menurut Edward J. Power (Syarifudin dan Kurniasih, 2008:54) mengemukakan bahwa pendidikan bertujuan untuk membantu pengembangan karakter serta mengembangkan bakat manusia dan kebajikan sosial. Jadi, ,pendidikan merupakan hal dasar yang menjadi bekal bagi setiap manusia di masa datang. Pendidikan dapat merubah segala aspek kepribadian dan kehidupan dalam perkembangan manusia. Sifat pendidikan yang dinamis dapat mempengaruhi kehidupan manusia di masa depan sesuai situasi dan kondisi. Yang paling penting bahwa pendidikan dapat mengembangkan segala potensi yang dimiliki manusia secara optimal, yaitu pengembangan potensi individu yang maksimal dalam aspek fisik, intelektual, emosional, sosial serta spiritual sesuai dengan tahap perkembangan manusia.

Menurut Syarifudin dan Kurniasih (2008:61) bahwa untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan menurut filsuf realisme, kurikulum pendidikan sebaiknya meliputi: (1) sains/ ilmu pengetahuan alam dan matematika, (2) Ilmu-ilmu kemanusiaan dan Ilmu-ilmu-Ilmu-ilmu sosial, serta (3)nilai-nilai. Dikarenakan Ilmu-ilmu pengetahuan alam dan matematika secara langsung dihadapi oleh manusia, yaitu manusia hidup dan menyesuaikan diri serta berkembang di lingkungan alam dunia ini. Jadi sains dan matematika dalam mencapai tujuan pendidikan itu sangatlah penting.

Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang pasti, yang dapat dibuktikan kebenarannya. Menjadi sebuah mata pelajaran yang memuat beberapa kajian ilmu seperti bilangan, geometri dan pengolahan data yang diajarkan dari mulai jenjang Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas. Matematika juga menjadi dasar untuk ilmu Fisika, Kimia, Statistika dan ilmu-ilmu lainnya, sehingga tentu matematika menjadi ilmu yang penting dalam perkembangan era globalisasi dan perkembangan teknologi. Menurut Soedjadi (2007:42) bahwa


(12)

2

tujuan dari pendidikan matematika pada jenjang sekolah dasar dan menengah adalah menekankan pada penataaan nalar dan pembentukkan kepribadian (sikap) siswa agar dapat menerapkan atau menggunakan ilmu matematika dalam kehidupannya. Jadi dalam pembelajaran matematika tidak hanya mengandalkan intelektual semata, namun pembentukkan karakter siswa itu sendiri. Dalam matematika terlebih menekankan untu mengaplikasikan atau menerapkan ilmu dalam kegidupan sehari-hari. Dan salah satu materi pelajaran dalam pembelajaran matematika yang bisa diterapkan di kehidupan siswa adalah bilangan pecahan.

Menurut Sufyani Prabawanto “bilangan pecahan adalah bilangan yang dapat dinyatakan dengan ܽ

ܾ, dimana a dan b merupakan bilangan bulat, b tidak sama dengan nol, a lebih kecil dari b dan FPB (a,b) sama dengan 1”. Menurut Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan (Depdikbud, 1999) menyatakan bahwa pecahan merupakan salah satu topik yang sulit untuk diajarkan. Kesulitan itu terlihat dari kurang bermaknanya kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru dan sulitnya pengadaan media pembelajaran. Akibatnya, guru biasanya langsung mengajarkan pengenalan angka, seperti pada pecahan 1

2, 1 disebut pembilang dan 2 disebut penyebut. Pentingnya siswa mempelajari materi pecahan dikarenakan tak dipungkiri pecahan akan hadir di kehidupan sehari-hari siswa. Dari mulai di kehidupan di ruma, sekolah, masyarakat siswa akan menghadapi yang namanya pecahan.

Dalam materi bilangan pecahan banyak memuat pembelajaran mengenai pemecahan atau penyelesaian masalah. Pemecahan masalah itu sendiri dalam pembelajaran matematika merupakan salah satu kemampuan untuk mengembangkan potensi siswa dalam merumuskan, menemukan, menerapkan strategi, menginterpensikan hasil masalah yang sesuai serta menyelesaikan untuk masalah nyata, sehingga kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan yang paling tinggi diantara kemampuan-kemampuan matematika lainnya, khususnya kemampuan pemecahan masalah matematis pada materi pecahan. Yang sudah jelas pecahan selalu ada dalam kehidupan sehari-hari siswa. Dengan


(13)

3

Riza Fatimah Zahrah, 2013

kemampuan pemecahan masalah yang baik tentunya ini baik bagi siswa, ini akan menjadi bekal bagi di kehidupannya kelak. Demi menghadapi tantangan hidup di kemudian hari. Siswa akan mampu memecahkan masalah di kehidupan sehari-harinya jika memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik.

Lebih spesifik Sumarmo (1991) mengartikan pemecahan masalah sebagai kegiatan menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pengertian yang dikemukakan Sumarmo tersebut dalam pemecahan masalah matematika tampak adanya kegiatan pengembangan daya matematika (mathematichal power) terhadap peserta didik. Pemecahan masalah merupakan salah satu tipe keterampilan intelektual yang menurut Gagne, et al. (1992) lebih tinggi derajatnya dan lebih kompleks dari tipe keterampilan intelektual lainnya. Gagne, et al. (1992) berpendapat bahwa dalam menyelesaikan pemecahan masalah diperlukan aturan kompleks atau aturan tingkat tinggi dan aturan tingkat tinggi dapat dicapai setelah menguasai aturan dan konsep terdefenisi. Demikian pula aturan dan konsep terdefenisi dapat dikuasai jika ditunjang oleh pemahaman konsep konkrit. Setelah itu untuk memahami konsep konkrit diperlukan keterampilan dalam memperbedakan. Keterampilan-keterampilan intelektual tersebut digolongkan Gagne berdasarkan tingkat kompleksitasnya dan disusun dari operasi mental yang paling sederhana sampai pada tingkat yang paling kompleks.

Kemampuan pemecahan masalah yang diharapkan dikuasai siswa ternyata tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Hal ini ditandai dengan terjadinya kebingungan siswa saat menghadapi soal cerita matematika. Ini dibuktikan dengan hasil UTS Matematika dengan rata-rata nilai 55, dimana ini belum mencapai nilai KKM yang telah ditetapkan yaitu 65. Terlebih telah tertanam dalam pikiran siswa bahwa matematika cukup sulit dan menyeramkan. Secara khusus, di kelas tempat penelitian siswa mengalami kebingungan dalam menghadapi soal matematika mengenai pemecahan masalah. Dilihat dari jawaban siswa yang tidak sesuai dengan tahap pemecahan masalah matematis yang diharapkan.


(14)

4

Berdasarkan apa yang terjadi di kelas peneliti, maka peneliti akan melakukan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini dilakukan melalui beberapa siklus. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Selain meningkatkan kualitas pembelajaran, PTK juga berguna bagi guru untuk menguji suatu teori pembelajaran, apakah sesuai dengan kondisi kelas yang dihadapi atau tidak. Melalui PTK guru dapat memilih dan menerapkan teori atau strategi pembelajaran yang paling sesuai dengan kondisi kelasnya. Oleh karena itu peneliti memutuskan untuk menggunakan model pembelajaran cooperative learning.

Cooperative learning , merupakan pembelajaran yang menekankan pada kerjasama antar siswa. Mengutamakan hubungan sosial antar siswa, siswa dituntut untuk saling berbagi, berdiskusi, dan saling membantu dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran Team Pair Solo (TPS) dinilai akan mampu mengatasi masalah ini, yaitu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Dengan diterapkannya model pembelajaran TPS ini akan meningkatkan hubungan sosial siswa di kelas maupun di luar kelas serta yang paling utama model ini diharapkan siswa dapat berpikir bersama kelompok, berbagi pengetahuan bersama saling membantu dalam menyelesaikan permasalahan. Kemudian ia akan berlatih menyelesaikan dengan partner pasangannya. Dan pada akhirnya ia harus mampu menghadapi permasalahan dengan menggunakan pemikiran dan penyelesaiannya sendiri. Metode penelitian yang peneliti gunakan ialah penelitian tindakan kelas. Penelitian ini dimaksudkan sebagai kajian, refleksi diri dan tindakan terhadap proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas V SD Negeri 2 Cibodas. Oleh karena itu, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan teknik Penelitian Tidakan Kelas (Classroom Action Research).

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penulis memutuskan untuk mengambil judul penelitian ”Penerapan model cooperative learning tipe team pair solo untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.”


(15)

5

Riza Fatimah Zahrah, 2013 B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran Matematika dengan menerapkan model pembelajaran TPS pada materi bilangan pecahan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di kelas VB?

2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran Matematika dengan menerapkan model pembelajaran TPS pada materi bilangan pecahan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di kelas VB?

3. Bagaimanakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah memperoleh pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran TPS pada materi bilangan pecahan di kelas VB ?

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan adalah sebagai berikut “Apabila Guru menerapkan model pembelajaran TPS dalam materi bilangan pecahan , maka kemampuan pemecahan masalah siswa kelas IV SD Negeri 2 Cibodas meningkat”.

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran Matematika dengan menerapkan model pembelajaran TPS pada materi bilangan pecahan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di kelas VB?

2. Untuk mengetahui aktivitas siswa saat pembelajaran Matematika dengan menerapkan model pembelajaran TPS pada materi bilangan pecahan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di kelas VB 3. Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah

memperoleh pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran TPS pada materi bilangan pecahan di kelas VB


(16)

6

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat diantaranya sebagai berikut :

a. Bagi siswa, diharapkan hasil penelitian dapat menumbuhkan keaktifan & interaksi saat pembelajaran serta dapat memberikan motivasi belajar sehingga berdampak pada meningkatnya kemampuan pemecahan masalah peserta didik.

b. Bagi guru, diharapkan hasil penelitian dapat memberikan pengetahuan mengenai penerapan model TPS yang dapat menjadi wahana baru untuk meningkatkan motivasi siswadalam proses pembelajaran.

c. Bagi sekolah, diharapkan hasil penelitian dapat memberikan gambaran dalam menerapkan kebijakan mengenai model TPS sehingga dapat diterapkan oleh guru yang lain.

d. Bagi peneliti, diharapkan hasil penelitiandapat memberikan ilmu pengetahuan dan gambaran mengenai model TPS untuk penelitian selanjutnya yang digunakan sebagai bahan referensi.

e. Bagi pembaca, diharapkan hasil penelitian dapat memberikan wawasan baru mengenai model TPS dan implementasinya dalam pembelajaran sehingga dapat menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

F. Definisi Operasional

1. Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran yang menggunakan kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan belajar. Siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil serta diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. (Ismail dalam Dewi Retno, 2010:18).

2. Pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan pembelajaran kooperatif yang berupaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Tipe ini diadaptasi dari tipe kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dan Spencer Kagan yaitu pembelajaran kooperatif tipe think pair share. Bisa dikatakan


(17)

7

Riza Fatimah Zahrah, 2013

pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan kebalikan dari tipe think pair share. Tipe TPS ini memiliki tiga langkah, yaitu pertama team, pada tahap ini siswa berkelompok dan berdiskusi mengenai penyelesaian masalah yang diberikan. Yang kedua pair, pada tahap ini siswa berpasangan untuk berdiskusi juga mengenai penyelesaian masalah. Dan pada tahap akhir yaitu solo,

siswa secara individu untuk menyelesaikan masalah yang ada. 3. Bilangan pecahan adalah bilangan yang dapat dinyatakan dengan ܽ

ܾ , dimana a dan b merupakan bilangan bulat, b tidak sama dengan nol, a lebih kecil dari b dan FPB (a,b) sama dengan 1.

4. Kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan siswa menyelesaikan masalah-masalah metematis yang bersifat tidak rutin. Kemampuan ini meliputi, memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, melaksanakan penyelesaian, melakukan tinjau ulang.


(18)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Peneltian

Penelitian ini dimaksudkan sebagai kajian, refleksi diri dan tindakan terhadap proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa kelas V SD Negeri 2 Cibodas. Oleh karena itu, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan teknik Penelitian Tidakan Kelas (Classroom Action Research).

Penelitian tindakan kelas dilaksanakan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pendidikan terutama proses dan hasil belajar siswa pada level kelas. Penelitian formal yang selama ini banyak dilakukan, pada umumnya belum menyentuh langsung persoalan nyata yang dihadapi guru di kelas sehingga belum mampu meningkatkan efisiensi dan kualitas pembelajaran. Selain meningkatkan kualitas pembelajaran, PTK juga berguna bagi guru untuk menguji suatu teori pembelajaran, apakah sesuai dengan kondisi kelas yang dihadapi atau tidak. Melalui PTK guru dapat memilih dan menerapkan teori atau strategi pembelajaran yang paling sesuai dengan kondisi kelasnya. Hal ini perlu disadari karena setiap proses pembelajaran biasanya dihadapkan pada konteks tertentu yang bersifat khusus.

Secara lebih konkrit dapat dikemukakan bahwa tujuan PTK adalah memecahkan permasalahan pembelajaran yang muncul di dalam kelas. Setelah berhasil mengidentifikasi masalah, guru merancang dan kemudian memberikan perlakuan atau tindakan tertentu, mengamati, mengevaluasi, dan menganalisis hasilnya guna menentukan apakah tindakan yang diberikan tersebut berhasil memperbaiki kondisi kelas yang diajarnya atau tidak. Dari informasi tersebut guru dapat menentukan langkah-langkah yang perlu ditempuh terhadap kelas yang diajarnya. Untuk penelitian kali ini peneliti menetapkan nilai yang diharapkan yaitu rata-rata kelas 80 dan presentase ketuntasan siswa sebesar 75%.


(19)

22

Riza Fatimah Zahrah, 2013 B. Model Penelitian

Model penelitian tindakan kelas yang dikembangkan yaitu model Kemmis dan Mc. Taggart. Hal ini karena model Kemmis dan Mc. Taggart berorientasi pada siklus spiral refleksi, dimana di dalamnya terdapat beberapa komponen diantaranya perencanaan, tindakan, pengamatan refleksi serta perencanaan kembali untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya.

Model PTK yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart adalah merupakan model pengembangan dari model Kurt Lewin. Dikatakan demikian, karena di dalam suatu siklus terdiri atas empat komponen, keempat komponen tersebut, meliputi:

(1) perencanaan (2) aksi/tindakan (3) observasi (4) refleksi.

Jadi, sesudah suatu siklus selesai di implementasikan, khususnya sesudah adanya refleksi, kemudian diikuti dengan adanya perencanaan ulang yang dilaksanakan dalam bentuk siklus tersendiri.

Model yang dikemukakan Kemmis & Taggart merupakan pengembangan lebih lanjut dari model Kurt Lewin. Secara mendasar tidak ada perbedaan yang prinsip antara keduanya. Model ini banyak dipakai karena sederhana dan mudah dipahami. Rancangan Kemmis & Taggart dapat mencakup sejumlah siklus, masing-masing terdiri dari tahap-tahap: perencanaan (plan), pelaksanaan dan pengamatan (act & observe), dan refleksi (reflect). Akan tetapi pada umumnya para peneliti mulai dari fase refleksi awal untuk melakukan studi pendahuluan sebagai dasar dalam merumuskan masalah penelitian. Selanjutnya diikuti perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

Secara mudah PTK yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart dapat digambarkan dengan diagram alur berikut ini. Tahapan-tahapan ini berlangsung


(20)

23

secara berulang-ulang, sampai tujuan penelitian tercapai. Dituangkan dalam bentuk gambar, rancangan Kemmis & Mc Taggart akan tampak sebagai berikut:

Gambar 3.1: Gambar Tindakan Kelas

Observasi Perencanaan

ulang

Refleksi Refleksi

Observasi

Aksi Perencanaan

Identifikasi Masalah


(21)

24

Riza Fatimah Zahrah, 2013

Berdasarkan gambar diatas bahwa langkah pertama pada setiap siklus adalah penyusunan rencana tindakan. Tahapan berikutnya pelaksanaan dan sekaligus pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan. Hasil pengamatan kemudian dievaluasi dalam bentuk refleksi. Apabila hasil refleksi siklus pertama menunjukkan bahwa pelaksanaan tindakan belum memberikan hasil sebagaimana diharapkan, maka berikutnya disusun lagi rencana untuk dilaksanakan pada siklus kedua. Demikian seterusnya sampai hasil yang dinginkan benar-benar tercapai.

C. Setting Peneltian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VB SDN Cibodas Lembang. Lokasi SDN 2 Cibodas di kecamatan Lembang kabupaten Bandung Barat.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalag guru dan siswa kelas VB. Jumlah siswa kelas VB adalah 40 dengan sebaran laki-laki 23 orang dan perempuan 17 orang.

3. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2013.

D. Prosedur

Prosedur penelitian yang dilaksanakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah dalam bentuk pengkajian siklus yang terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Rencana pelaksanaannya terdiri dari dua siklus dilakukan sesuai dengan perubahan yang akan dicapai. Hal ini dilakukan untuk melihat sejauh mana kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang telah dicapai siswa. Setiap siklus melakukan empat kegiatan sebagai berikut :

1. Siklus I

a. Tahap Perencanaan

1) Menyusun Instrumen Pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) model coopertaive learning tipe Team Pair Solo


(22)

25

2) Menyusun instrumen penelitian pengumpul data berupa lembar observasi dan tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada materi bilangan pecahan.

3) Konsultasi instrumen kepada dosen pembimbing. Hal ini dilakukan agar instrumen yang dibuat memiliki kualitas yang baik.

4) Merevisi instrumen jika diperlukan

5) Mempersiapkan media untuk mendukung kegiatan pembelajaran.

b. Tahap pelaksanaan

Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo (TPS). Adapun langkah-langkah model Cooperative learning tipe TPS sebagai berikut:

1) Guru mengaitkan materi pecahan dengan kehidupan sehari-hari siswa.

2) Guru menjelaskan operasi hitung bilangan pecahan (perkalian dan pembagian).

3) Guru memberikan contoh soal dan langkah-langkah penyelesaiannya. 4) Siswa dibagi menjadi 10 kelompok, masing-masing terdiri dari 4 orang. 5) Setiap kelompok diberi beberapa soal mengenai operasi perkalian bilangan

pecahan.

6) Setiap kelompok berdiskusi untuk menyelesaikan masalah dalam soal yang diberikan guru.

7) Kemudian kelompok dibagi menjadi dua bagian ,setiap kelompok terdiri dari 2 orang

8) Setiap kelompok berdiskusi untuk menyelesaikan masalah dalam soal yang diberikan pendidik.

9) Kemudian guru memberikan soal kembali untuk dikerjakan sendiri

10) Guru memberikan klarifikasi dan penguatan atas pekerjaan setiap kelompok.

c. Tahap Observasi

1) Observer melakukan observasi. Observasi dilakukan menggunakan lembar observasi untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran


(23)

26

Riza Fatimah Zahrah, 2013

menggunakan model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo (TPS). 2) Mengamati sikap siswa dalam pembelajaran melalui lembar pengamatan

sikap.

3) Melakukan tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada materi bilangan pecahan. Tes ini mendapatkan data tentang hasil belajar yang didapat siswa setelah pembelajaran menggunakan model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo (TPS)

d. Analisis dan refleksi

Data yang diperoleh dianalisis sesegera mungkin berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Setelah dianalisis kemudian direfleksikan sebagai bahan evaluasi dan koreksi untuk memperbaiki siklus berikutnya.

2. Siklus II

a. Tahap Perencanaan

1) Menyusun Instrumen Pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) model coopertaive learning tipe Team Pair Solo.

2) Menyusun instrumen penelitian pengumpul data berupa lembar observasi dan tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada materi bilangan pecahan.

3) Konsultasi instrumen kepada dosen pembimbing. Hal ini dilakukan agar instrumen yang dibuat memiliki kualitas yang baik.

4) Merevisi instrumen jika diperlukan

5) Mempersiapkan media untuk mendukung kegiatan pembelajaran.

b. Tahap Pelaksanaan

Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo (TPS). Adapun langkah-langkah model Cooperative learning tipe TPS sebagai berikut:

1) Guru mengaitkan materi pecahan dengan kehidupan sehari-hari siswa.

2) Guru menjelaskan operasi hitung bilangan pecahan (perkalian dan pembagian).


(24)

27

3) Guru memberikan contoh soal dan langkah-langkah penyelesaiannya. 4) Siswa dibagi menjadi 10 kelompok, masing-masing terdiri dari 4 orang. 5) Setiap kelompok diberi beberapa soal mengenai operasi perkalian bilangan

pecahan.

6) Setiap kelompok berdiskusi untuk menyelesaikan masalah dalam soal yang diberikan guru.

7) Kemudian kelompok dibagi menjadi dua bagian ,setiap kelompok terdiri dari 2 orang

8) Setiap kelompok berdiskusi untuk menyelesaikan masalah dalam soal yang diberikan pendidik.

9) Kemudian guru memberikan soal kembali untuk dikerjakan sendiri

10) Guru memberikan klarifikasi dan penguatan atas pekerjaan setiap kelompok.

c. Tahap Observasi

1) Observer melakukan observasi. Observasi dilakukan menggunakan lembar observasi untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran menggunakan model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo (TPS). 2) Mengamati sikap siswa dalam pembelajaran melalui lembar pengamatan

sikap.

3) Melakukan tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada materi bilangan pecahan. Tes ini mendapatkan data tentang hasil belajar yang didapat siswa setelah pembelajaran menggunakan model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo (TPS).

d. Analisis dan refleksi

Data yang diperoleh dianalisis sesegera mungkin berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Setelah dianalisis kemudian direfleksikan sebagai bahan evaluasi dan koreksi untuk memperbaiki siklus berikutnya.

Perencanaan, pelaksanaaan, dan refleksi pada siklus II dapat dilakukan atas hasil evaluasi dari siklus I. Apabila pada siklus II belum juga mengarah kepada perubahan proses pembelajaran dan hasil belajar maka dapat dilakukan


(25)

28

Riza Fatimah Zahrah, 2013

siklus III. Siklus dapat dihentikan jika hasil belajar yang diinginkan telah tercapai.

E. Metode Pengumpul dan Analisis Data

Instrumen penelitian digunakan untuk mendapatkan data penelitian dengan tingkat ketercakupan data sesuai dengan fokus penelitian yang dilakukan. Berikut instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Instrumen Pembelajaran

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang disusun untuk penelitian ini dirancang semaksimal mungkin dengan menetapkan indikator-indikator dan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam kurikulum 2006 (KTSP). Dalam penelitian ini peneliti menekankan pada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan menggunakan model cooperative learning tipe team pair solo.

b. Lembar Kerja Siswa (LKS)

Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran yang digunakan siswa sebagai sarana penanaman dan pemahaman konsep agar kegiatan belajar mengajar yang terjadi lebih efektif dan efisien. Lks dalam penelitian ini berisikan hal-hal berikut: (1) identitas siswa (nama kelompok, anggota kelompok, kelas), (2)tanggal LKS, (3) pokok bahasan, (4) uraian kegiatan yang berisi petunjuk atau tuntunan untuk mengerjakan soal dan (5) soal latihan yang harus dikerjakan siswa.

LKS ini dibagikan kepada setiap kelompok dan dikerjakan serta didiskusikan dalam kelompok saat proses team dan pair. Sedangkan saat proses solo setiap siswa diberi satu lembar LKS untuk dikerjakan sendiri. Hal ini agar dimaksudakan terjadinya proses pembelajaran dengan menerapkan model cooperative learning tipe team pair solo untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.


(26)

29

c. Soal evaluasi

Soal evaluasi adalah soal-soal yang diberikan guru kepada siswa untuk menguji apakah siswa sudah mencapai indikator yang diharapkan dalam pembelajaran atau tidak.

2. Instrumen Pengumpul Data

a. Lembar Observasi Guru

Lembar observasi guru ialah suatu cara untuk menangkap sikap/perilaku guru selama pembelajaran matematika, interaksi guru dengan siswa saat pembelajaran berlangsung. Observasi ini dilakukan oleh observer, dan hasilnya akan dijadikan dasar dari refleksi dan tindakan yang dilakukan selanjutnya.

F. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Tes yang baik sebagai alat pengukur dapat ditinjau dari hal-hal sebagai berikut :

a. Validitas

Pengujian validitas bertujuan untuk mengetahui valid atau tidaknya suatu alat tes. Suatu alat tes disebut valid apabila tes itu dapat dengan tepat mengukur apa yang hendak diukur dan sesuai deng kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium. Teknik yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran ialah teknik korelasi product moment yang dirumuskan oleh Pearson, yaitu korelasi product moment dengan angka kasar (Arikunto,2012:85) :

� = �Ʃ − Ʃ (Ʃ )

{�Ʃ 2(Ʃ )2 } {�Ʃ 2(Ʃ )2 }

keterangan : � : koefisien korelasi antara X dan Y N :banyaknya testi

X : skor tiap butir soal masing-masing siswa Y : skor total masing-masing siswa


(27)

30

Riza Fatimah Zahrah, 2013

Menurut Arikunto (2012,89) nterpretasi dari nilai korelasi koefisien (� ) yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan ketegori-kategori sebagai berikut :

- Antara 0,8 sapai sengan 1,0 : sangat tinggi - Antara 0,6 sampai dengan 0,8 : tinggi - Antara 0,4 sampai dengan 0,6 : cukup - Antara 0,2 sampai dengan 0,4 : rendah

- Antara 0,0 sampai dengan 0,2 : sangat rendah Tabel 3.1

Hasil Validitas Item Tes

No soal Interpretasi

1 0,115 Sangat rendah

2 0,467 Cukup

3 0,433 Cukup

4 0,642 Tinggi

5 1 Sangat tinggi

6 0,816 Tinggi

7 0,926 Sangat tinggi

8 0,883 Tinggi

9 0,89 Tinggi

b. Reliabilitas

Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Untuk menghitung koefisien reliabilitas akan digunakan rumus Alpha untuk soal uraian (Arikunto, 2012:122) dengan menggunakan rumus :

r11 = �−

1 1−

� 21

dengan: r11 = reliabilitas yang dicari

 12 = jumlah skor tiap-tiap item


(28)

31

Tabel 3.2

Kriteria Reliabilitas Item Tes

Reliabilitas ( ��) Klasifikasi

0,00 <���0,20 Sangat rendah

0,20 <���0,40 Rendah

0,40 <���0,70 Cukup

0,70 <���0,90 Tinggi

0,90 <���1,00 Sangat tinggi

Berdasarkan perhitungan menggunakan SPSS diperoleh nilai koefisien reliabilitas soal yaitu 0,736 maka reliabilitas soal termasuk tinggi.

c. Indeks Kesukaran Rumus IK =

Keterangan : IK : indeks kesukaran

B : banyaknya poin siswa yang menjawab soal itu dengan betul

JS : jumlah poin maksimal soal tersebut Tabel 3.3

Kriteria Indeks Kesukaran Item Tes

Indeks Kesukaran Klasifikasi

IK = 0,00 Terlalu sukar

0,00 < IK < 0,30 Sukar

0,30 < IK < 0,70 Cukup

0,70 < IK < 1,00 Mudah

IK = 1,00 Terlalu mudah

Berdasarkan hasil perhitungan uji coba butir soal maka didapat Indeks Kesukaran item soal sebagai berikut :


(29)

32

Riza Fatimah Zahrah, 2013

Tabel 3.4

Hasil Indeks Kesukaran Item tes

No soal IK Interpretasi

1 0,675 Cukup

2 0,75 Mudah

3 0,5375 Cukup

4 0,5 Cukup

5 0,7 Cukup

6 0,69 Cukup

7 0,64 Cukup

8 0,5 Cukup

9 0,49 Cukup

d. Daya pembeda

Suatu alat tes yang baik harus dapat membedakan antara siswa yang berkemampuan rendah dengan siswa yang berkemampuan tinggi. Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi ) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah). Cara perhitungan daya pembeda soal ialah sebagai berikut :

DP = −

Keterangan : DP : daya pembeda

XA : skor kelas atas suatu soal XB : skor kelas bawah suatu soal Y : skor maksimal suatu soal

Tabel 3.5

Kriteria Daya Pembeda Item Tes

Daya Pembeda Klasifikasi

DP ≤ 0,00 Sangat jelek

0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek 0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup 0,40 < DP ≤ 0,70 Baik 0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik


(30)

33

Berdasarkan hasil perhitungan maka Daya Pembeda item soal sebagai berikut : Tabel 3.6

Hasil Daya Pembeda Item Tes

No Soal DP Interpretasi

1 0,05 Jelek

2 0,2 Jelek

3 0,375 Cukup

4 0,5 Baik

5 0,55 Baik

6 0,5 Baik

7 0,72 Sangat baik

8 0,5 Baik

9 0,58 Baik

Berikut ini adalah rekapitulasi hasil analisis validitas, reliabilitas, indeks kesukaran dan daya pembeda item tes :

Tabel 3.7

Rekapitulasi Hasil Analisi Validitas, Reliabilitas, Indeks Kesukaran dan Daya Pembeda Item Tes

no soal Validitas indeks kesukaran daya pembeda keterangan

1 0,115

sangat

rendah 0,675 Cukup 0,05 Jelek

tidak digunakan

2 0,467 Cukup 0,75 mudah 0,2 Jelek

tidak digunakan 3 0,433 Cukup 0,5375 Cukup 0,375 Cukup digunakan

4 0,642 Cukup 0,5 Cukup 0,5 Baik digunakan

5 1

sangat

tinggi 0,7 Cukup 0,55 Baik digunakan 6 0,816 Tinggi 0,69 Cukup 0,5 Baik digunakan

7 0,926

sangat

tinggi 0,64 Cukup 0,72 sangat baik digunakan

8 0,883 Tinggi 0,5 Cukup 0,5 Baik digunakan


(31)

34

Riza Fatimah Zahrah, 2013

2. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif.

a. Analisis kuantitatif digunakan pada data hasil observasi dan catatan lapangan dengan triangulasi. Triangulasi berdasarkan tiga sudut pandang, yakni sudut pandang guru sebagai peneliti, sudut pandang siswa dan sudut pandang mitra peneliti yang melakukan pengamatan. Sudut pandang guru sebagai peneliti melalui catatan anekdot dan lembar pengamatan sikap, sudut pandang mitra peneliti melalui lembar observasi.

b. Analisis kuantitatif digunakan pada data hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

1) Penyekoran hasil tes

Skala poin maksimal ialah 20 setiap soalnya. Satu soal terdiri dari tiga indikator yang telah ditentukan yaitu mengerti masalah (undertstanding the problem), menyelesaikan masalah (solving the problem), menjawab masalah (answering the problem ). Dengan masing –masing poin 8, 8 dan 4.

Untuk setiap butir soal memiliki skor maksimal adalah 20. Data hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis yang diperoleh dibuat presentase dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

I = 1

2 100% Keterangan :

I : Presentase kemampuan pemecahan masalah S1 : jumlah skor siswa

S2 : jumlah skor total

Untuk mengklarifikasi kualitas kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, maka data hasil tes dikelompokkan dengan menggunakan skala


(32)

35

lima berdasarkan pendapat Suherman dan Kusumah (Efendi, 2007:35) disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.8

Kriteria Penentuan tingkat Kemampuan Siswa

Presentase skor total siswa Kategori kemampuan siswa

90% < A ≤ 100% A (Sangat Baik ) 75% < B ≤ 90% B (Baik)

55% < C ≤ 75% C (Cukup) 40% < D ≤ 55% D (Kurang) 0% < E ≤ 40% E (Buruk)

2) Menghitung nilai rata-rata kelas dengan rumus : R= �

Keterangan :

TN = total nilai yang diperoleh siswa n = jumlah siswa

R= nilai rata-rata kelas

3) Menghitung presentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal dengan rumus TB =Ʃ ≥65

� 100%

Keterangan :

Ʃ ≥65 = jumlah siswa yang mendapat nilai lebih besar atau sama dengan 65

n = jumlah siswa 100 % = bilangan tetap TB = ketuntasan belajar


(33)

36

Riza Fatimah Zahrah, 2013

Data hasil pada setiap siklus, ditentukan besarnya gain dengan perhitungan sebagai berikut :


(34)

65

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan tentang pembelajaran matematika pada materi operasi perkalian dan pembagian pecahan dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo pada siswa kelas VB SDN 2 Cibodas Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat diperoleh simpulan sebagai berikut:

1. Perencanaan pembelajaran dengan menerapkan model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo sudah baik , karena dibuat berdasarkan berdasarkan prinsip-prinsip dan karakteristik model cooperative learning tipe team pair solo yaitu mengutamakan kerjasama kelompok, hubungan sosial antar anggota kelompok, serta siswa mampu berpikir secara berkelompok maupun individu (solo) .

2. Pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo sudah baik, karena pada setiap siklusnya telah mengacu pada prinsip model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo. Siswa telah berperan dan bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada kelompoknya, mampu mengemukakan pendapat di dalam kelompoknya, mampu mengatasi masalah yang diberikan secara individu.

3. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan menerapkan model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II yaitu indikator mengerti masalah (undertstanding the problem) meningkat sebesar 4,51%, menyelesaikan masalah (solving the problem) meningkat sebesar 14,95 %, menjawab masalah (answering the problem )meningkat sebesar 14,31%


(35)

66

Riza Fatimah Zahrah, 2013

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Team Pair Solo Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

B.Saran

Melalui penelitian ini, peneliti ingin memberikan saran sebagai berikut: 1. Bagi Guru

Guru perlu menerapkan model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo di dalam pembelajaran Matematika pada khususnya. Karena model ini terbukti mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada materi bilangan pecahan. Selain itu, perencanaan pembelajaran perlu dipersiapkan dengan matang agar dalam pelaksanaannya berjalan lancar dan sesuai harapan. Ditambah lagi dengan mempersiapkan media dan ice breaking untuk menarik perhatian siswa dalam proses pelaksanaan pembelajaran.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian tindakan kelas mengenai model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa perlu dilanjutkan kembali dengan subyek materi dan tempat yang berbeda.


(36)

67

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Aqib, Z. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya.

Corner, Coach. Class Activities for Using Cooperative Learning. [online]. Tersedia : http://coachkessler.weebly.com/class-activities.html [4 Juli 2013]

Halim Fathani, A. (2008). Matematika Hakikat dan Logika. Jakarta.

Heruman. (2007). Model Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Isjoni. (2011). Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Jakarta : Alfabeta. Kagan,S. (2001). Kagan Structure : Research and Rationale. [online]. Tersedia

:http://www.kaganonline.com/free_articles/dr_spencer_kagan/research_rationale.php [4 Juli 2013].

Kagan. (2001). Teaching for Character and Community. [online]. Tersedia :

http://www.dialogueonlearning.tc3.edu/model/environment/images/Kagan-Activities.html. [4 Juli 2013]

Karso, dkk.(2007). Pendidikan Matematika I. Jakarta: Universitas Terbuka. Lestari Mikarsa, H. (2007). Pendidikan Anak di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Lie, A. (2002). Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta : PT. Grasindo.

Musser dkk. (2008). Mathematics For Elementary Teachers A Contemporary Approach. Amerika.

Polya, George. (1956). How to Solve It: A New Aspect of Mathematical Method. Zurich: Princeton Paperbacks.

Ruswandi dkk. (2010). Metode Penelitian Pendidikan SD. Bandung: UPI Press.


(1)

34

2. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif.

a. Analisis kuantitatif digunakan pada data hasil observasi dan catatan lapangan dengan triangulasi. Triangulasi berdasarkan tiga sudut pandang, yakni sudut pandang guru sebagai peneliti, sudut pandang siswa dan sudut pandang mitra peneliti yang melakukan pengamatan. Sudut pandang guru sebagai peneliti melalui catatan anekdot dan lembar pengamatan sikap, sudut pandang mitra peneliti melalui lembar observasi.

b. Analisis kuantitatif digunakan pada data hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

1) Penyekoran hasil tes

Skala poin maksimal ialah 20 setiap soalnya. Satu soal terdiri dari tiga indikator yang telah ditentukan yaitu mengerti masalah (undertstanding the problem), menyelesaikan masalah (solving the problem), menjawab masalah (answering the problem ). Dengan masing –masing poin 8, 8 dan 4.

Untuk setiap butir soal memiliki skor maksimal adalah 20. Data hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis yang diperoleh dibuat presentase dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

I = 1

2 100%

Keterangan :

I : Presentase kemampuan pemecahan masalah S1 : jumlah skor siswa

S2 : jumlah skor total

Untuk mengklarifikasi kualitas kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, maka data hasil tes dikelompokkan dengan menggunakan skala


(2)

Riza Fatimah Zahrah, 2013

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Team Pair Solo Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

lima berdasarkan pendapat Suherman dan Kusumah (Efendi, 2007:35) disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.8

Kriteria Penentuan tingkat Kemampuan Siswa

Presentase skor total siswa Kategori kemampuan siswa

90% < A ≤ 100% A (Sangat Baik )

75% < B ≤ 90% B (Baik)

55% < C ≤ 75% C (Cukup)

40% < D ≤ 55% D (Kurang)

0% < E ≤ 40% E (Buruk)

2) Menghitung nilai rata-rata kelas dengan rumus : R= �

Keterangan :

TN = total nilai yang diperoleh siswa n = jumlah siswa

R= nilai rata-rata kelas

3) Menghitung presentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal dengan rumus TB =Ʃ ≥65

� 100%

Keterangan :

Ʃ ≥65 = jumlah siswa yang mendapat nilai lebih besar atau sama dengan 65

n = jumlah siswa 100 % = bilangan tetap TB = ketuntasan belajar


(3)

36

Data hasil pada setiap siklus, ditentukan besarnya gain dengan perhitungan sebagai berikut :


(4)

65 Riza Fatimah Zahrah, 2013

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Team Pair Solo Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan tentang pembelajaran matematika pada materi operasi perkalian dan pembagian pecahan dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo pada siswa kelas VB SDN 2 Cibodas Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat diperoleh simpulan sebagai berikut:

1. Perencanaan pembelajaran dengan menerapkan model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo sudah baik , karena dibuat berdasarkan berdasarkan prinsip-prinsip dan karakteristik model cooperative learning tipe team pair solo yaitu mengutamakan kerjasama kelompok, hubungan sosial antar anggota kelompok, serta siswa mampu berpikir secara berkelompok maupun individu (solo) .

2. Pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo sudah baik, karena pada setiap siklusnya telah mengacu pada prinsip model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo. Siswa telah berperan dan bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada kelompoknya, mampu mengemukakan pendapat di dalam kelompoknya, mampu mengatasi masalah yang diberikan secara individu.

3. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan menerapkan model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II yaitu indikator mengerti masalah (undertstanding the problem) meningkat sebesar 4,51%, menyelesaikan masalah (solving the problem) meningkat sebesar 14,95 %, menjawab masalah (answering the problem )meningkat sebesar 14,31%


(5)

66

B.Saran

Melalui penelitian ini, peneliti ingin memberikan saran sebagai berikut: 1. Bagi Guru

Guru perlu menerapkan model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo di dalam pembelajaran Matematika pada khususnya. Karena model ini terbukti mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada materi bilangan pecahan. Selain itu, perencanaan pembelajaran perlu dipersiapkan dengan matang agar dalam pelaksanaannya berjalan lancar dan sesuai harapan. Ditambah lagi dengan mempersiapkan media dan ice breaking untuk menarik perhatian siswa dalam proses pelaksanaan pembelajaran.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian tindakan kelas mengenai model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa perlu dilanjutkan kembali dengan subyek materi dan tempat yang berbeda.


(6)

67

Riza Fatimah Zahrah, 2013

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Team Pair Solo Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Aqib, Z. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya.

Corner, Coach. Class Activities for Using Cooperative Learning. [online]. Tersedia : http://coachkessler.weebly.com/class-activities.html [4 Juli 2013]

Halim Fathani, A. (2008). Matematika Hakikat dan Logika. Jakarta.

Heruman. (2007). Model Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Isjoni. (2011). Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Jakarta : Alfabeta. Kagan,S. (2001). Kagan Structure : Research and Rationale. [online]. Tersedia

:http://www.kaganonline.com/free_articles/dr_spencer_kagan/research_rationale.php [4 Juli 2013].

Kagan. (2001). Teaching for Character and Community. [online]. Tersedia :

http://www.dialogueonlearning.tc3.edu/model/environment/images/Kagan-Activities.html. [4 Juli 2013]

Karso, dkk.(2007). Pendidikan Matematika I. Jakarta: Universitas Terbuka. Lestari Mikarsa, H. (2007). Pendidikan Anak di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Lie, A. (2002). Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta : PT. Grasindo.

Musser dkk. (2008). Mathematics For Elementary Teachers A Contemporary Approach. Amerika.

Polya, George. (1956). How to Solve It: A New Aspect of Mathematical Method. Zurich: Princeton Paperbacks.

Ruswandi dkk. (2010). Metode Penelitian Pendidikan SD. Bandung: UPI Press.


Dokumen yang terkait

Upaya Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Dengan Model Experiential Learning (Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas Viii Smp Negeri 9 Kota Tangerang Selatan)

1 8 271

Penerapan Model Pembelajaran Treffinger untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis siswa

2 22 286

PENERAPAN MODEL QUANTUM TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA PADA MATERI BILANGAN PECAHAN DI KELAS V11 SMP NEGERI 5 TEBING TINGGI.

6 7 27

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATEMATIS DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PADA BILANGAN PECAHAN.

0 2 64

PENERAPAN PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATEMATIS PADA MATERI PERKALIAN DAN PEMBAGIAN PECAHAN : Peneletian Tindakan Kelas di SDN 3 Cikidang kelas VB Semester II Kecamatan Lemba

0 2 43

PENERAPAN MODEL STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI POKOK BILANGAN PECAHAN :Penelitian Tindakan Kelas Dilaksanakan pada Siswa Kelas IV SDN 2 Cibogo Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

0 2 37

PENERAPAN METODE INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA PADA MATERI PERKALIAN DAN PEMBAGIAN PECAHAN : Penelitian Tindakan Kelas di Sekolah Dasar Negeri 3 Cibodas Kelas V Semester II Tahun Ajaran 2013/2014 Kecamat

0 1 37

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PADA MATERI PERBANDINGAN DAN SKALA: Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V Semester 2 Tahun Ajaran 2013/2014 di SDN 7 Cibogo Kecamatan

0 0 43

PENERAPAN PENDEKATAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT : Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas IV A SDN 2 Cibodas Kecamatan Lembang.

0 0 53

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SQUARE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA : Penelitian Tindakan Kelas pada Materi Bangun Ruang di Kelas VA SDN 2 Cibodas Kecamatan Lembang.

0 0 43