SPP 4 Recent site activity teeffendi
Sinkronisasi dalam Sistem
Peradilan Pidana
Tolib Effendi
Sistem Peradilan Pidana
Sistem Peradilan Pidana adalah teori yang berkenaan
dengan upaya pengendalian kejahatan melalui
kerjasama dan koordinasi di antara lembaga-lembaga
yang oleh undang-undang diberi tugas untuk itu.
Kejahatan sendiri sulit dihilangkan sama sekali di
muka bumi, tetapi melalui sistem peradilan pidana
kejahatan tersebut dapat dikendalikan sehingga tidak
bertambah banyak. Bahkan, jika mungkin, berkurang.
Pengendalian kejahatan sama maknanya dengan
ketertiban dimana setiap orang mematuhi hukum yang
berlaku dalam masyarakat.
Sistem Peradilan Pidana
Sistem peradilan pidana mempunyai perangkat
struktur atau subsistem yang seharusnya bekerja
secara koheren, koordinatif dan integratif agar
efisien dan efektif.
Dalam rangkaian sistem, sub-subsistem ini berupa
polisi, jaksa, pengadilan, penasihat hukum dan
lembaga koreksi, baik yang sifatnya institusional
maupun yang non institusional.
(Lihat Muladi, 2002: 21)
Pendekatan dalam Sistem Peradilan
Pidana
Dalam sistem peradilan pidana dikenal tiga
bentuk pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan normatif;
2. Pendekatan administratif; dan
3. Pendekatan sosial.
(Lihat Romli Atmasasmita, 1996: 17)
Pendekatan dalam Sistem Peradilan
Pidana (Lanjutan)
1. Pendekatan normatif;
Pendekatan normatif memandang unsur
aparatur penegak hukum sebagai institusi
pelaksana peraturan perundang-undangan yang
berlaku sehingga para aparatur tersebut
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem penegakan hukum semata-mata.
Pendekatan dalam Sistem Peradilan
Pidana (Lanjutan)
2. Pendekatan administratif;
Pendekatan administratif memandang para
aparatur penegak hukum sebagai suatu
organisasi manajemen yang memiliki
mekanisme kerja, baik hubungan yang bersifat
horisontal maupun yang bersifat vertikal sesuai
dengan struktur organisasi yang berlaku dalam
organisasi tersebut.
Pendekatan dalam Sistem Peradilan
Pidana (Lanjutan)
3. Pendekatan sosial;
Pendekatan sosial memandang para aparatur
penegak hukum merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari suatu sistem sosial, sehingga
masyarakat secara keseluruhan ikut
bertanggungjawab atas keberhasilan atau
ketidakberhasilan dari para aparatur penegak
hukum tersebut dalam melaksanakan tugasnya.
Ciri-ciri pendekatan sistem dalam
sistem peradilan pidana
Pendekatan sistem dalam sistem peradilan pidana
memiliki ciri sebagai berikut:
1. Titik berat pada koordinasi dan sinkronisasi
komponen peradilan pidana;
2. Pengawasan dan pengendalian penggunaan
kekuasaan oleh komponen peradilan pidana;
3. Efektivitas sistem penanggulangan kejahatan lebih
utama dari efisiensi penyelesaian perkara;
4. Penggunaan hukum sebagai instrumen untk
memantapkan the administration of justice.
(Lihat Romli Atmasasmita, 2010: 30)
Sistem Peradilan Pidana sebagai satu
kesatuan
Sistem peradilan pidana secara teoritis dan praktis
haruslah terintegrasi menjadi satu kesatuan,
Integrated Criminal Justice System. Masing-masing
komponen/ subsistem dalam sistem peradilan pidana
haruslah sinkron/ selaras dalam mewujudkan tujuan
yang sama, yaitu penegakan hukum.
Istilah sinkron mengandung makna selaras, baik
berupa fisik dalam arti sinkronisasi struktural
(structural synchronization), dapat pula bersifat
substansial (substancial synchronization) maupun
sinkronisasi kultural (cultural synchronization).
Sistem Peradilan Pidana sebagai satu
kesatuan (Lanjutan)
1. Sinkronisasi struktural mengharuskan adanya
keserempakan dan keselarasan dalam mekanisme
administrasi peradilan pidana (the administration of
justice) dalam kerangka hubungan antar lembaga
penegak hukum;
2. Sinkronisasi substansial mengandung makna adanya
keselarasan baik vertikal maupun horisontal dalam
kaitannya dengan hukum positif yang berlaku;
3. Sinkronisasi kultural mengandung usaha untuk selalu
serempak dalam menghayati pandangan-pandangan
sikap-sikap dan falsafah yang secara menyeluruh
mendasari jalannya sistem peradilan pidana.
(Lihat Muladi, 2002: 2-3)
Sistem Peradilan Pidana sebagai satu
kesatuan (Lanjutan)
Sistem peradilan pidana harus dilihat sebagai
The network of courts and tribunals which
deal with criminal law and its enforcement.
Sebagai suatu jaringan (network), sistem
peradilan pidana mengoperasionalkan hukum
pidana sebagai sarana utamanya. Dalam hal ini
dapat berupa hukum pidana materiil, hukum
pidana formil dan hukum pelaksanaan pidana.
(Lihat Muladi, 2002: 15)
Sistem Peradilan Pidana sebagai satu
kesatuan (Lanjutan)
Di dalam mengoperasionalkan hukum pidana
tersebut, terdapat beberapa prinsip utama, yaitu
prinsip kegunaan atau prinsip kelayakan dan prinsip
prioritas.
Dua prinsip tersebut di atas dipergunakan sebagai
salah satu hal yang harus diperhatikan dalam
mengoperasionalkan hukum pidana, dalam hal ini
adalah sistem peradilan pidana sebagai suatu
jaringan yang saling berkesinambungan.
(Lihat Muladi, 2002: 22)
Sinkronisasi Sistem Peradilan Pidana
Sistem peradilan pidana selalu memiliki konsekuensi dan
implikasi sebagai berikut:
1. Semua subsistem akan saling bergantung
(interdependent), karena produk (output) suatu
subsistem merupakan masukan (input) bagi subsistem
lain;
2. Pendekatan sistem mendorong adanya inter-agency
consultation and cooperation, yang pada gilirannya
akan meningkatkan upaya penyusunan strategi dari
keseluruhan sistem;
3. Kebijakan yang diputuskan dan dijalankan oleh suatu
subsistem akan berpengaruh pada subsistem lain.
(Lihat Sidik Sunaryo, 2004: 256)
Ketidaksinkronan dalam Sistem
Peradilan Pidana
Apabila antar subsistem tersebut tidak dapat bekerja secara
simultan, maka terdapat beberapa kerugian yang dapat
diperkirakan, antara lain:
1. Sulit dalam menilai keberhasilan atau kegagalan masingmasing instansi, sehubungan dengan tugas mereka
bersama;
2. Sulit dalam memecahkan masalah pokok masing-masing
instansi sebagai subsistem dari sistem peradilan pidana;
3. Karena tanggungjawab masing-masing instansi sering
kurang jelas terbagi, maka setiap instansi tidak terlalu
memperhatikan efektivitas menyeluruh dari sistem
peradilan pidana
(Lihat Mardjono Reksodiputro, 1994: 85)
Daftar Bacaan
1. Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia dalam
Sistem Peradilan Pidana: Kumpulan Karangan Buku
Ketiga, 1994
2. Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana,
2002
3. Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana:
Perspektif Eksistensialisme dan Abolisionalisme,
1996
4. _______, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer,
2010
5. Sidik Sunaryo, Kapita Selekta Sistem Peradilan
Pidana, 2004
Peradilan Pidana
Tolib Effendi
Sistem Peradilan Pidana
Sistem Peradilan Pidana adalah teori yang berkenaan
dengan upaya pengendalian kejahatan melalui
kerjasama dan koordinasi di antara lembaga-lembaga
yang oleh undang-undang diberi tugas untuk itu.
Kejahatan sendiri sulit dihilangkan sama sekali di
muka bumi, tetapi melalui sistem peradilan pidana
kejahatan tersebut dapat dikendalikan sehingga tidak
bertambah banyak. Bahkan, jika mungkin, berkurang.
Pengendalian kejahatan sama maknanya dengan
ketertiban dimana setiap orang mematuhi hukum yang
berlaku dalam masyarakat.
Sistem Peradilan Pidana
Sistem peradilan pidana mempunyai perangkat
struktur atau subsistem yang seharusnya bekerja
secara koheren, koordinatif dan integratif agar
efisien dan efektif.
Dalam rangkaian sistem, sub-subsistem ini berupa
polisi, jaksa, pengadilan, penasihat hukum dan
lembaga koreksi, baik yang sifatnya institusional
maupun yang non institusional.
(Lihat Muladi, 2002: 21)
Pendekatan dalam Sistem Peradilan
Pidana
Dalam sistem peradilan pidana dikenal tiga
bentuk pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan normatif;
2. Pendekatan administratif; dan
3. Pendekatan sosial.
(Lihat Romli Atmasasmita, 1996: 17)
Pendekatan dalam Sistem Peradilan
Pidana (Lanjutan)
1. Pendekatan normatif;
Pendekatan normatif memandang unsur
aparatur penegak hukum sebagai institusi
pelaksana peraturan perundang-undangan yang
berlaku sehingga para aparatur tersebut
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem penegakan hukum semata-mata.
Pendekatan dalam Sistem Peradilan
Pidana (Lanjutan)
2. Pendekatan administratif;
Pendekatan administratif memandang para
aparatur penegak hukum sebagai suatu
organisasi manajemen yang memiliki
mekanisme kerja, baik hubungan yang bersifat
horisontal maupun yang bersifat vertikal sesuai
dengan struktur organisasi yang berlaku dalam
organisasi tersebut.
Pendekatan dalam Sistem Peradilan
Pidana (Lanjutan)
3. Pendekatan sosial;
Pendekatan sosial memandang para aparatur
penegak hukum merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari suatu sistem sosial, sehingga
masyarakat secara keseluruhan ikut
bertanggungjawab atas keberhasilan atau
ketidakberhasilan dari para aparatur penegak
hukum tersebut dalam melaksanakan tugasnya.
Ciri-ciri pendekatan sistem dalam
sistem peradilan pidana
Pendekatan sistem dalam sistem peradilan pidana
memiliki ciri sebagai berikut:
1. Titik berat pada koordinasi dan sinkronisasi
komponen peradilan pidana;
2. Pengawasan dan pengendalian penggunaan
kekuasaan oleh komponen peradilan pidana;
3. Efektivitas sistem penanggulangan kejahatan lebih
utama dari efisiensi penyelesaian perkara;
4. Penggunaan hukum sebagai instrumen untk
memantapkan the administration of justice.
(Lihat Romli Atmasasmita, 2010: 30)
Sistem Peradilan Pidana sebagai satu
kesatuan
Sistem peradilan pidana secara teoritis dan praktis
haruslah terintegrasi menjadi satu kesatuan,
Integrated Criminal Justice System. Masing-masing
komponen/ subsistem dalam sistem peradilan pidana
haruslah sinkron/ selaras dalam mewujudkan tujuan
yang sama, yaitu penegakan hukum.
Istilah sinkron mengandung makna selaras, baik
berupa fisik dalam arti sinkronisasi struktural
(structural synchronization), dapat pula bersifat
substansial (substancial synchronization) maupun
sinkronisasi kultural (cultural synchronization).
Sistem Peradilan Pidana sebagai satu
kesatuan (Lanjutan)
1. Sinkronisasi struktural mengharuskan adanya
keserempakan dan keselarasan dalam mekanisme
administrasi peradilan pidana (the administration of
justice) dalam kerangka hubungan antar lembaga
penegak hukum;
2. Sinkronisasi substansial mengandung makna adanya
keselarasan baik vertikal maupun horisontal dalam
kaitannya dengan hukum positif yang berlaku;
3. Sinkronisasi kultural mengandung usaha untuk selalu
serempak dalam menghayati pandangan-pandangan
sikap-sikap dan falsafah yang secara menyeluruh
mendasari jalannya sistem peradilan pidana.
(Lihat Muladi, 2002: 2-3)
Sistem Peradilan Pidana sebagai satu
kesatuan (Lanjutan)
Sistem peradilan pidana harus dilihat sebagai
The network of courts and tribunals which
deal with criminal law and its enforcement.
Sebagai suatu jaringan (network), sistem
peradilan pidana mengoperasionalkan hukum
pidana sebagai sarana utamanya. Dalam hal ini
dapat berupa hukum pidana materiil, hukum
pidana formil dan hukum pelaksanaan pidana.
(Lihat Muladi, 2002: 15)
Sistem Peradilan Pidana sebagai satu
kesatuan (Lanjutan)
Di dalam mengoperasionalkan hukum pidana
tersebut, terdapat beberapa prinsip utama, yaitu
prinsip kegunaan atau prinsip kelayakan dan prinsip
prioritas.
Dua prinsip tersebut di atas dipergunakan sebagai
salah satu hal yang harus diperhatikan dalam
mengoperasionalkan hukum pidana, dalam hal ini
adalah sistem peradilan pidana sebagai suatu
jaringan yang saling berkesinambungan.
(Lihat Muladi, 2002: 22)
Sinkronisasi Sistem Peradilan Pidana
Sistem peradilan pidana selalu memiliki konsekuensi dan
implikasi sebagai berikut:
1. Semua subsistem akan saling bergantung
(interdependent), karena produk (output) suatu
subsistem merupakan masukan (input) bagi subsistem
lain;
2. Pendekatan sistem mendorong adanya inter-agency
consultation and cooperation, yang pada gilirannya
akan meningkatkan upaya penyusunan strategi dari
keseluruhan sistem;
3. Kebijakan yang diputuskan dan dijalankan oleh suatu
subsistem akan berpengaruh pada subsistem lain.
(Lihat Sidik Sunaryo, 2004: 256)
Ketidaksinkronan dalam Sistem
Peradilan Pidana
Apabila antar subsistem tersebut tidak dapat bekerja secara
simultan, maka terdapat beberapa kerugian yang dapat
diperkirakan, antara lain:
1. Sulit dalam menilai keberhasilan atau kegagalan masingmasing instansi, sehubungan dengan tugas mereka
bersama;
2. Sulit dalam memecahkan masalah pokok masing-masing
instansi sebagai subsistem dari sistem peradilan pidana;
3. Karena tanggungjawab masing-masing instansi sering
kurang jelas terbagi, maka setiap instansi tidak terlalu
memperhatikan efektivitas menyeluruh dari sistem
peradilan pidana
(Lihat Mardjono Reksodiputro, 1994: 85)
Daftar Bacaan
1. Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia dalam
Sistem Peradilan Pidana: Kumpulan Karangan Buku
Ketiga, 1994
2. Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana,
2002
3. Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana:
Perspektif Eksistensialisme dan Abolisionalisme,
1996
4. _______, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer,
2010
5. Sidik Sunaryo, Kapita Selekta Sistem Peradilan
Pidana, 2004