PERIODE PERIODE akhir interaksi sosial SASTRA

NAMA

: IJLAL MAZTA

NIM

: I1B117040

MK

: SEJARAH SASTRA

TANGGAL

: 21 AGUSTUS 2017

DOSEN : Rio Yudha Maulana,S Hum, M Hum.

PERIODE PERIODE SASTRA

1.Pujangga Lama

Salah satu halaman Hikayat Abdullah
Pujangga lama merupakan bentuk pengklasifikasian karya sastra di Indonesia yang dihasilkan
sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya satra di dominasi oleh syair, pantun, gurindam dan
hikayat. Di Nusantara, budaya Melayu klasik dengan pengaruh Islam yang kuat meliputi
sebagian besar negara pantai Sumatera dan Semenanjung Malaya. Di Sumatera bagian utara
muncul karya-karya penting berbahasa Melayu, terutama karya-karya keagamaan. Hamzah
Fansuri adalah yang pertama di antara penulis-penulis utama angkatan Pujangga Lama.

2.Sastra Melayu Lama
Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 – 1942, yang berkembang
dilingkungan masyarakat Sumatera seperti “Langkat, Tapanuli, Minangkabau dan daerah
Sumatera lainnya”, orang Tionghoa dan masyarakat Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang
terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat.

3.Angkatan Balai Pustaka (1920—1933)
Balai Pustaka didirikan pada tahun 1908, tetapi baru tahun 1920-an kegiatannya dikenal banyak
pembaca (Purwoko, 2004: 143). Berawal ketika pemerintah Belanda mendapat kekuasaan dari
Raja untuk mempergunakan uang sebesar F.25.000 setiap tahun guna keperluan sekolah bumi
putera yang ternyata justru meningkatkan pendidikan masyarakat.
Commissie voor de Inlandsche School-en Volkslectuur, yang dalam perkembangannya berganti

nama Balai Poestaka, didirikan dengan tujuan utama menyediakan bahan bacaan yang “tepat”
bagi penduduk pribumi yang menamatkan sekolah dengan sistem pendidikan Barat. Sebagai
pusat produksi karya sastra, Balai Poestaka mempunyai beberapa strategi signifikan

4.Angkatan Pujangga Baru (1933—1942)
Pada tahun1933, Armijn Pane, Amir Hamzah, dan Sultan Takdir Alisjahbana mendirikan sebuah
majalah yang diberi nama Poejangga Baroe. Majalah Poedjangga Baroe menjadi wadah
khususnya bagi seniman atau pujangga yang ingin mewujudkan keahlian dalam
berseni. Poedjangga Baroe merujuk pada nama sebuah institusi literer yang berorientasi ke
aneka kegiatan yang dilakukan para penulis pemula. Majalah ini diharapkan berperan sebagai
sarana untuk mengoordinasi para penulis yang hasil karyanya tidak bisa diterbitkan Balai
Poestaka

5.Angkatan ’45
Munculnya Chairil Anwar dalam panggung sejarah sastra Indonesia dengan menampilkan sajaksajak yang bernilai tinggi memberikan sesuatu yang baru bagi dunia sastra tanah air. Bahasa
yang dipergunakannya adalah bahasa Indonesia yang berjiwa. Bukan lagi bahasa buku,
melainkan bahasa percakapan sehari-hari yang dibuatnya bernilai sastra. Dengan munculnya
kenyataan itu, maka banyaklah orang yang berpendapat bahwa suatu angkatan kesusateraan baru
telah lahir. Angkatan ini memiliki beberapa sebutan, yaitu Angkatan ’45, Angkatan
Kemerdekaan, Angkatan Chairil Anwar, Angkatan Perang, Angkatan Sesudah Perang, Angkatan

Sesudah Pujangga Baru, Angkatan Pembebasan, dan Generasi Gelanggang. Pujangga Baru yang
semula memiliki gagasan baratisasi sastra Indonesia, nyatanya hanya mentok pada belandanisasi

6.Angkatan 1950
Angkatan ini dikenal krisis sastra Indonesia. Sejak Chairil Anwar meninggal, lingkungan kebudayaan
“Gelanggang Seniman Merdeka” seolah-olah kehilangan vitalitas. Salah satu alasan utama terhadap
tuduhan krisis sastra tersebut adalah karena kurangnya jumlah buku yang terbit. Sejak tahun 1953 , Balai
Pustaka yang sejak dulu bertindak sebagai penerbit utama buku-buku sastra, kedudukannya sudah tidak
menentu (Rosidi, 1965: 137). Sejak saat itu aktivitas sastra hanya dalam majalah-majalah,
seperti Gelanggang/Siasat, Mimbar Indonesia, Zenith, Poedjangga Baroe, dll.

7.Angkatan 1966 – 1970-an
Ismail sastrawan Angkatan 1966
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis.
Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan
ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya sastra beraliran surealistik,
arus kesadaran, arketip, dan absurd. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam
menerbitkan karya-karya sastra pada masa ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an yang juga
termasuk dalam kelompok ini adalah Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil
Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip

Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.

8.Angkatan 1980 – 1990an
Hilman Hariwijaya penulis cerita remaja pada dekade 1980 dan 1990
Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya
roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T.
Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan
umum.
Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah: Remy
Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Pipiet Senja,
Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor Hasby, Tarman Effendi
Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor Ganie.

9.Angkatan Reformasi
Seiring terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke BJ Habibie lalu KH
Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Sukarnoputri, muncul wacana tentang “Sastrawan
Angkatan Reformasi”. Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra,
puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik, khususnya seputar reformasi. Di rubrik
sastra harian Republika misalnya, selama berbulan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli
bangsa atau sajak-sajak reformasi. Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku

antologi puisi juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik.

10.Angkatan 2000-an
Andrea Hirata salah satu novelis tersukses pada dekade pertama abad ke-21
Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil
dikukuhkan karena tidak memiliki juru bicara, Korrie Layun Rampan pada tahun 2002
melempar wacana tentang lahirnya “Sastrawan Angkatan 2000″. Sebuah buku tebal tentang
Angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 2002. Seratus
lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam Angkatan
2000, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna,

Ahmadun Yosi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada akhir 1990-an,
seperti Ayu Utami dan Dorothea Rosa Herliany.