Legal Opinion Kerusakan Lingkungan Akiba

LEGAL OPINION
KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT KEBAKARAN HUTAN
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Lingkungan
Dosen Pengampu Ridwan Arifin, S.H., Ll.M.
Oleh:
Dani Bagus Aris Tyawan

(8111416140)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
FAKULTAS HUKUM
2017

Legal Opinion: Kerusakan Lingkungan Akibat Kebakaran
Hutan
Oleh:
Dani Bagus Aris Tyawan
Danibagus14@students.unnes.ac.id
POSISI KASUS & FAKTA
Hutan adalah suatu wilayah yang memiliki banyak tumbuh-tumbuhan
lebat yang berisi antara lain pohon, semak, paku-pakuan, rumput, jamur dan

lain sebagainya serta menempati daerah yang cukup luas. Hutan berfungsi
sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan,
modulator arus hidrologika, dan pelestari tanah serta merupakan salah satu
aspek biosfer bumi yang paling penting. Hutan adalah bentuk kehidupan yang
tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis
maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di
pulau kecil maupun di benua besar.
Menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan
alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Definisi hutan yang disebutkan di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputi :
Suatu kesatuan ekosistem, berupa hamparan lahan, Berisi sumberdaya alam
hayati beserta alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan satu dengan
yang lainnya, Mampu memberi manfaat secara lestari. Secara sederhana,
hutan ahli kehutanan mengartikan hutan sebagai suatu komunitas biologi yang
didominasi oleh pohon-pohonan tanaman keras.
Sedangkan menurut UU No. 5 tahun1967, hutan diartikan sebagai
lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara menyeluruh merupakan
persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya.

Indonesia merupakan salah satu Negara tropis yang memiliki wilayah
hutan terluas di dunia setelah Brazil dan Zaire. Hal ini merupakan suatu
kebanggaan bagi bangsa Indonesia karena mempunyai hutan yang sangat
luas, Indonesia juga banyak memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah,
salah satunya yaitu Sumber Daya Alam (SDA yang dimiliki oleh hutan di
Indonesia.
Banyak pohon jati dan pohon-pohon lainnya yang ditanam secara
terstruktur dan ada pula hutan yang pohon-pohonnya tumbuh secara liar.
Hutan juga memiliki banyak manfaatnya bagi kehidupan, dilihat dari
manfaatnya hutan dapat bermanfaat sebagai paru-paru dunia, pengatur aliran
air, pencegah erosi dan banjir serta dapat menjaga kesuburan tanah, dan
masih banyak lagi manfaat hutan bagi kehidupan.
Hutan memiliki beberapa jenis, adapun jenis hutan berdasarkan jenis
fungsinya adalah yang pertama hutan konservasi (hutan konservasi adalah
kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya), yang
kedua yaitu hutan lindung (hutan lindung adalah kawasan hutan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah atau kelompok masyarakat tertentu untuk

dilindungi, agar fungsi-fungsi ekologisnya berfungsi dengan baik dan dapat

dinikmati manfaatnya terutama oleh masyarakat yang terutama fungsi yang
menyangkut tata air dan kesuburan tanah) dan yang ketiga adalah hutan
produksi (hutan produksi adalah kawasan hutan yang dimanfaatkan untuk
memproduksi hasil hutan).
Hutan memiliki fungsi diantaranya adalah sebagai penghasil kayu,
sumber plasma nutfah, dapat mencegah terjadinya erosi tanah dan banjir,
sebagai penghasil oksigen(O2), sebagai penyerap bahan-bahan penvemar
udara, ekosistem hutan,, habitat flora dan fauna serta sebagai pengatur tata
air dan pengawetan tanah. Karena pentingnya fungsi hutan bagi kehidupan
manusia sehingga kelestarian hutan tersebut perlu dijaga agar hutan tidak
kehilangan fungsinya.
Hal yang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi hutan adalah
kebakaran hutan, penebangan secara liar, penebangan tidak melakukan
penanaman kembali, dan penggundulan hutan untuk membuka lahan
pembangunan. Maka dari itu perlindungan hutan dari kebakaran, penebangan
secara liar, penebangan tidak melakukan penanaman kembali, dan
penggundulan hutan untuk membuka lahan pembangunan harus dilakukan,
bukan hanya dilakukan oleh pemerintah saja tetapi dari masyarakat juga.
Perlindungan hutan yaitu usaha, kegiatan dan tindakan untuk mencegah
serta membatasi terjadinya kerusakan-kerusakan hutan dan hasil hutan yang

disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, hama dan penyakit, ataupun alam
itu sendiri, untuk mempertahankan hak-hak negara dan juga masyarakat atas
hutan dan hasil hutan.
Kebakaran hutan adalah suatu keadaan dimana hutan dilanda api
sehingga berakibat timbulnya kerugian ekosistem dan terancamnya kelestarian
lingkungan. Di Indonesia kebakaran hutan dan lahan menjadi hal yang biasa
terjadi karena memang sebagian besar wilayahnya terdiri dari hutan-hutan.
Penyebab kebakaran hutan yang paling sering terjadi adalah karena
pembakaran yang secara sengaja dilakukan baik oleh perusahaan ataupun
perseorangan.
Ada banyak peraturan yang mengatur tentang pengelolaan lingkungan
akan tetapi kebanyakan hanya mengabaikannya. Hal tersebut dikarenakan
penegakan hukum dan kesadaran dari manusiannya sendiri yang rendah.
Terjadi disfungsi dari komponen-komponen seperti masyarakat, pengusaha,
dan pemerintah. Mereka tidak melakukan peran mereka dengan baik sehingga
masih banyak terjadi masalah pembakaran hutan dan lahan di Indonesia
secara illegal. Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama berbagai komponen
tersebut dalam upaya melestarikan dan menjaga lingkungan agar tidak terjadi
lagi pelanggaran-pelanggaran seperti pembakaran hutan dan sebagainya.
Masalah lingkungan yang terjadi di suatu negara atau kawasan tertentu

akan berpengaruh pula pada negara atau kawasan lain. Hal ini disebabkan
pencemaran lingkungan misalnya (Kebakaran Hutan) dampaknya tidak hanya
dirasakan oleh negara yang tertimpa oleh pencemaran udara tersebut, tetapi
juga negara tetangga. Hal ini dapat dilihat di Indonesia yang setiap tahunnya
terjadi kebakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan, dampak dari kebakaran
hutan tersebut dirasakan pula oleh masyarakat negara tetangga, yaitu
Singapura dan Malaysia.
Hutan merupakan sumbe daya alam yang tidak ternilai karena
didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma
nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah
banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk

kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan
sebagainya.
Sehingga ketika kita melihat dari salah satu kasus kebakaran hutan yang
terjadi di Indonesia, yaitu kasus kebakaran hutan jati seluas 4 Ha terjadi
di pinggir Jalan Purwodadi-Solo KM 16, Desa/Kecamatan Geyer,
Grobogan, Pada Senin 28 Agustus 2017. Kita dapat mencoba menganalisis
seperti apa kasus itu ketika ditinjau dari sisi hukum yang berlaku.
Kebakaran hutan dalam kasus ini diduga disebabkan oleh putung rokok

atau sampah yang ada di sekitar lokasi. Putung rokok atau sampah yang
sengaja dibuang oleh masyarakat setempat dan dapat menyebabkan
kebakaran tersebut. Banyaknya pengendara yang melintas diperkirakan
memicu dampak negatif berupa pembuangan putung rokok disembarang
tempat. Putung rokok secara tak sengaja dibuang dan terbawa oleh angin
sampai ke dahan-dahan yang kering yang mengakibatkan kebakaran. Memang
tidak ada unsur kesengajaan dalam hal ini, tetapi dampaknya dapat
menimbulkan kerugian bagi masyarakat sekitar.
Selain itu, keberadaan sampah rumah tangga yang ada disekitar lokasi
dan dibuang oleh masyarakat sekitar yang ada di lokasi kebakaran ikut
menyumbang terjadinya kebakaran, meski disana telah dipasangi plang berisi
larangan membuang sampah, sampah-sampah tersebut mudah terbakar
karena bahan yang terbuat dari sampah-sampah tersebut mudah terbakar.
Kebakaran hutan yang disengaja ataupun tidak sedikit banyak tetap
menimbulkan kerugian bagi alam sekitar, bukan hanya alam sekitar tetapi juga
makhluk hidup yang berada di sekitar kawasan kebakaran tersebut. Kebakaran
hutan dan lahan di Indonesia terjadi hampir setiap tahun walaupun frekuensi,
intensitas, dan luas arealnya berbeda.
Dampak negatif pada lingkungan fisik antara lain meliputi penurunan
kualitas udara akibat kepekatan asap yang memperpendek jarak pandang

sehingga mengganggu transportasi, mengubah sifat fisika-kimia dan biologi
tanah, mengubah iklim mikro akibat hilangnya tumbuhan, bahkan dari segi
lingkungan global ikut memberikan andil terjadinya efek rumah kaca. Dampak
pada lingkungan hayati antara lain meliputi menurunnya tingkat
keanekaragaman hayati, terganggunya suksesi alami, terganggunya produksi
bahan organik dan proses dekomposisi.
ANALISIS ATURAN HUKUM
Kebakaran/pembakaran Hutan dan Lahan menimbulkan dampak
terhadap kerusakan lingkungan tidak hanya sekedar musnahnya ekosistem tapi
kabut asap yang ditimbulkannya menjadi monster yang merusak kehidupan,
Pembakaran hutan atau lahan merupakan kejahatan yang harus diperangi
secara komprehensif oleh setiap pihak. salah satu upaya untuk membalas
pelaku pembakaran hutan atau lahan adalah dengan mengenakan hukuman
pidana penjara dan denda semaksimal mungkin, untuk membuat jera dan
menjadi pelajaran bagi yang melakukan perbuatan tersebut. Berikut adalah

Pasal sanksi pidana bagi pelaku pembakaran atau orang yang membakar hutan
dan lahan:
1. Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan:
Pasal 50 ayat (3) huruf d :

Setiap orang dilarang membakar hutan
Pasal 78 ayat (3) :
Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama
15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima
milyar rupiah).
Pasal 78 ayat (4) :
Barang siapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00
(satu milyar lima ratus juta rupiah).
2. Undang Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh
kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah
ditetapkan. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau
tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup
yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Kebakaran hutan atau kebakaran lahan juga dapat mengakibatkan

pencemaran lingkungan hidup dan kerusakan lingkungan hidup sehingga dapat
dikenai sanksi bersadarkan UUPA sebagai berikut :
Pasal 69 ayat (1) huruf h UUPPLH:
Setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar
Pasal 108 UUPPLH :
Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 69 ayat (2) UUPPLH :
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h memperhatikan
dengan sungguh sungguh kearifan lokal di daerah masing masing.Penjelasan
Pasal 69 ayat (2) : Kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah
melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal 2 hektare per
kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh
sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.

Pasal 98 ayat (1) UUPPLH
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan

dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut,
atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 98 ayat (2) UUPPLH
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 98 ayat (1)
mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua
belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar
rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Pasal 98 ayat (3) UUPPLH
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang
luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Pasal 99 ayat (1) UUPPLH
Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku
mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku

kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 99 ayat (2) UUPPLH
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 99 ayat (1)
mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan
paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Pasal 99 ayat (3) UUPPLH
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 99 ayat (1)
mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda
paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak
Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah).
Pasal 119 UUPPLH:
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap
badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib
berupa:
a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana
b. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan
c. perbaikan akibat tindak pidana

d. pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
e. penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.
UJI SYARAT
Pasal 1 ayat (1) UU PPLH menyatakan lingkungan hidup adalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahkluk hidup termasuk
manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Oleh
karena itu anggapan bahwa manusia adalah mahkluk yang paling berkuasa
adalah tidak benar. Faktor penentu keberlangsungan kehidupan kita tidaklah di
tangan kita, sehingga kehidupan kita sangat rentan (vulnerable).
Namun manusia merupakan makhluk hidup yang paling besar
tanggunjawabnya untuk menjaga keberlangsungan tersebut. Kasus kebakaran
hutan dan lahan adalah bukti bahwa manusia merupakan aktor paling utama
menyumbang kerusakan bagi alam yang mengancam keberlangsungan
kehidupan.
Meningkatnya kebutuhan akibat meningkatnya jumlah populasi manusia
akan berdampak kepada upaya untuk memiliki secara pribadi khususnya
terhadap menyangkut kebutuhan masyarakat banyak. Penerbitan izin terhadap
pengelolaan dan pemanfaatan hutan dan lahan merupakan sebuah langkah
ekonomis dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat banyak yang
dilaksanakan oleh korporasi.
Namun dalam proses pengelolaan dan pemanfaatan hutan tersebut
mulai dari tahap praperizinan, saat izin telah diterbitkan dan setelah masa
berlakuknya izin habis diberikan batasan-batasan yang jelas. Batasan-batasan
tersebut diberikan melalui peraturan perundan-undangan yang berlaku agar
meminimalisir segala bentuk ancaman dan risiko terhadap pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup demi terjaganya keberlangsungan kehidupan dan
ekosistem.
Kasus kebakaran hutan jati seluas 4 Ha terjadi di pinggir Jalan PurwodadiSolo KM 16, Desa/Kecamatan Geyer, Grobogan, Pada Senin 28 Agustus 2017.
Kebakaran hutan dalam kasus ini diduga disebabkan oleh putung rokok atau
sampah yang ada di sekitar lokasidiatas tidak banyak merugikan warga sekitar
karena kebakaran tersebut tidak mematikan pohon jati yang ada di petak
tersebut. Kerawanan kebakaran hutan di musim kemarau pada hutan jati
memang sering terjadi. Juga, tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini. Dan
kejadian ini bisa dibuat untuk jadi perhatian serius tentang lingkungan yang
ada disekitar.

KESIMPULAN
Banyak terjadi kebakaran hutan di Indonesia. Bahkan kebakaran hutan
yang terjadi di tahun ini sangat parah dan berdampak dampai ke negaranegara tetangga yang berada dekat dengan indonesia. Kebakaran hutan bisa
disebabkan oleh ulah manusia ataupun karena faktor alam itu sendiri. Tetapi
kebanyakan adalah karena faktor manusia mulai dari penebangan secara liar,
penebangan tanpa penanaman kembali dan penggundulan lahan untuk
pembangunan yang disebakan oleh pemerintah maupun perseorangan

mengatasnamakan perusahaaan. Hal ini perlu diminimalisir agar manusia
tidak melakukan hal-hal yang dapat menyebabkan kebakaran hutan dan
mengakibatkan kerugian yang besar.
Kebakaran hutan sangat merugikan, bukan hanya bagi manusia tetapi
juga bagi alam dan lingkungan sekitar hutan. Adapun kerugian atau dampak
yang disebabkan oleh kebakaran hutan yaitu menurunnya populasi flora dan
fauna karena banyak flora dan fauna yang ikut terbakar dan kehilangan tempat
tinggal saat terjadi kebakaran, bukan hanya flora dan fauna saja tetapi
masyarakat juga kekurangan oksigen yang bersih akibat kebakaran tersebut,
terlebih lagi banyak kendaraan bermotor juga yang menyebabkan oksigen itu
semakin sedikit. Hal ini juga dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit
juga dapat mengakibatkan kecelakaan saat berkendara akibat kabut asap
akibat kebakaran tersebut.
Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa kerusakan dan
kebakaran hutan tersebut disebabkan oleh ulah manusia. Putung rokok atau
sampah yang sengaja dibuang oleh masyarakat setempat sehingga dapat
menyebabkan kebakaran tersebut. Banyaknya pengendara yang melintas
diperkirakan memicu dampak negatif berupa pembuangan putung rokok
disembarang tempat. Putung rokok secara tak sengaja dibuang dan terbawa
oleh angin sampai ke dahan-dahan yang kering yang mengakibatkan
kebakaran. Memang tidak ada unsur kesengajaan dalam hal ini, tetapi
dampaknya dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat sekitar. Selain itu,
keberadaan sampah rumah tangga yang ada disekitar lokasi dan dibuang oleh
masyarakat sekitar yang ada di lokasi kebakaran ikut menyumbang terjadinya
kebakaran, meski disana telah dipasangi plang berisi larangan membuang
sampah, sampah-sampah tersebut mudah terbakar karena bahan yang terbuat
dari sampah-sampah tersebut mudah terbakar.
Di sisi lain upaya pencegahan dan pengendalian yang dilakukan selama
ini masih belum memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu perlu
perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait dengan kesejahteraan
masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan. Upaya pencegahan yang
paling mendasar adalah dengan memahami penyebab terjadinya kebakaran
hutan di Indonesia.
Meskipun Indonesia memiliki banyak sekali peraturan yang melarang
pembakaran hutan, pada kenyataannya yang terjadi di lapangan penegakan
hukum peraturan tersebut masih sangat lemah. Sebagai contoh, dapat dilihat
pada Putusan Pengadilan Negeri Bengkalis Nomor 574/Pid.Sus/2014/PN.Bls
tanggal 22 Januari 2015 yang putusannya menghukum tergugat dengan
hukuman ringan dan Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor
24/Pdt.G/2015/PN.Plg dimana Hakim memutus bebas tergugat atas dalil bahwa
lahan yang terbakar tidak mengalami kerusakan, masih subur dan bisa
ditanami dengan pohon lagi.
Sehingga penegakan hukum dilapangan harus lebih diperkuat,
pemerintah harusnya menegaskan undang-undang khusus mengenai tindak
pidana pembakaran hutan dan lahan sehingga dapat menjadi upaya preventif
maupun represif dalam penanggulangan masalah kebakaran hutan dan lahan.
Dikarenakan peraturan yang ada dirasa kurang efektif dalam menanggulangi
masalah pembakaran hutan dan lahan. Dan juga Pemerintah harus melibatkan
peran serta masyarakat demi meningkatkan pengawasan terhadap
pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

DAFTAR PUSTAKA
Arefianto, Harry Agung. Penerapan Sanksi Administrasi Pencemaran
Lingkungan Hidup Akibat Kegiatan Industri. Unnes Law Journal. Volume 4 No 1.
Majid, Kusnoto Alvin. 2008. Pencegahan dan Penanganan Kebakaran
Hutan. Semarang :
Aneka Ilmu.
Purbowaseso, Bambang. 2004. Pengendalian Kebakaran Hutan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Rasyid, Fachmi. 2014. Permasalahan dan Dampak Kebakaran Hutan.
Jurnal Lingkar Widyaiswara. Volume 1, No 4.
Sakdiyah, Salamatus. 2003. Perlindungan Hutan Dari Kebakaran Di
Indonesia. Jurnal Ilmiah. Volume 2, No. 1.
Supriadi. 2008. Hukum Lingkungan Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika

Dokumen yang terkait

PENGARUH PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP REPUTASI PT.TELKOM KANDATEL MALANG (Studi Pada Kelompok Tani di Desa Sisir-Batu tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Telkom Kandatel Malang)

3 44 50

Pengaruh Penggunaan Media Komik Terhadap Hasil Belajar Ipa Pada Konsep Kondisi Lingkungan Terhadap Kesehatan (Penelitian Quasi Eksperimen Di Sekolah Dasar Negeri Sirnagalih 04 Bogor)

1 45 279

Perbedaan Berpikir Kreatif Siswa yang Diajar dengan Model Pembelajaran PBL dan STM Pada Konsep Perubahan Lingkungan dan Daur Ulang Limbah

1 30 322

Hubungan antara Faktor Lingkungan dan Faktor Sosial Ekonomi dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Bulan Agustus 2010

2 21 84

Pola Komunikasi Mahasiswa Asal Sumatera Utara Suku Batak Karo (Studi Deskriptif Pola Komunikasi Mahasiswa Asal Sumatera Utara yang Melakukan Studi di Universitas Komputer Indonesia dalam Berinteraksi dengan Lingkungan Kampusnya)

0 17 77

Evaluasi Tingkat Kerusakan Jalan Sebagai Dasar Penentuan Perbaikan Jalan Menggunakan Metode Pavement Condition Index (PCI)

0 10 1

Tinjauan Atas Prosedur Penyusunan Laporan Keuangan Dengan Menggunakan Aplikasi Sakpa Pada Instansi Pusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan Bandung

0 11 1

Sistem Informasi Pengajuan Layanan Kerusakan Dan Permintaan Barang Baru Di PT. Pupuk Kujang

2 49 1

Gaya Hidup Wanita "Single Perent" Di Kota Bandung Dalam Lingkungan Kerjanya (Studi Deskriptif Mengenai Gaya Hidup Wanita Single Parent Dalam Lingkungan Kerjanya Di Kota Bandung)

1 25 105

Asas Tanggung Jawab Negara Sebagai Dasar Pelaksanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

0 19 17