PROPOSAL TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA MO

PROPOSAL TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA MODEL GEDUNG TIDAK BERATURAN

5 LANTAI DI WILAYAH BARLINGMASCAKEB PADA KONDISI TANAH SEDANG AKIBAT BEBAN GEMPA

SNI 03-1726-2002 DAN SNI 03-1726-2012

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik

Jurusan/Program Studi Teknik Sipil

Disusun Oleh : Dodi Rahmawan H1D012002

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS TEKNIK JURUSAN/PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL PURWOKERTO 2015

LEMBAR PENGESAHAN

Proposal Tugas Akhir dengan judul: ANALISIS KINERJA MODEL GEDUNG TIDAK BERATURAN

5 LANTAI DI WILAYAH BARLINGMASCAKEB PADA KONDISI TANAH SEDANG AKIBAT BEBAN GEMPA SNI 03-1726-2002 DAN SNI 03-1726-2012

PERFORMANCE ANALYSIS OF 5 STORY IRREGULAR BUILDING

MODEL IN BARLINGMASCAKEB REGION SUPPORTED

MEDIUM SOIL UNDER THE SEISMIC LOAD OF

SNI 03-1726-2002 AND SNI 03-1726-2012

Disusun oleh : Dodi Rahmawan

NIM: H1D012002 Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan/Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Jenderal Soedirman

Diterima dan disetujui

Pada tanggal : ………………..

Pembimbing I Pembimbing II

Yanuar Haryanto, S.T., M.Eng. Gathot Heri Sudibyo, S.T., M.T. NIP. 19810117 200501 1 001

NIP. 19720222 200003 1 001

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi dan bertambahnya jumlah penduduk yang semakin pesat pada saat ini mengakibatkan kebutuhan akan hotel, apartemen, perkantoran dan pusat perbelanjaan semakin meningkat. Masyarakat dan penanam modal kemudian berlomba-lomba membangun rumah, hotel apartemen serta pusat perbelanjaan. Bangunan-bangunan tersebut membutuhkan lahan yang luas, sedangkan lahan yang tersedia sudah sedikit. Salah satu cara memanfaatkan lahan secara optimal adalah dengan pembangunan secara vertikal. Hal ini dapat terwujud dengan pembangunan gedung bertingkat.

Dalam perancangan gedung bertingkat banyak faktor yang harus diperhatikan seperti fungsi gedung, keamanan dan kenyamanan pengguna, selain itu faktor ekonomis juga harus diperhatikan. Keamanan merupakan faktor utama yang harus diperhatikan dalam perencanaan suatu gedung bertingkat tinggi. Desain dan pendetailan komponen-komponen struktur tersebut pada umumnya dirancang untuk menahan gaya vertikal gravitasi (beban mati dan hidup), gaya horizontal angin dan gaya gempa.

Gaya gempa berpengaruh besar terhadap perencanaan struktur gedung. Wilayah Indonesia yang menempati posisi ketiga dunia dari 153 negara yang memiliki potensi bahaya gempa. Hal ini disebabkan Indonesia merupakan tempat bertemunya tiga lempeng besar dunia yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Interaksi antara ketiga lempeng inilah yang menyebabkan Indonesia memiliki aktivitas kegunungapian dan kegempaan yang tinggi (Sadisun, 2008). Peta wilayah rawan bencana gempa bumi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1. Beberapa kasus gempa bumi besar yang terjadi di Indonesia antara lain di wilayah Aceh berkekuatan 9,0 SR (26 Agustus 2004), Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 5,9 SR (27 Mei 2006), Bengkulu sebesar 7,9SR (12 September 2007), Papua sebesar 7,6 SR (3 Januari 2009), Mentawai sebesar 7,2

(26 Oktober 2010), dan di sepanjang Pulau Sumatera yang berskala 8,6 SR (11 April 2012), Kebumen 6,5 SR (8 Januari2014).

Gambar 1.1 Peta wilayah rawan bencana gempa bumi Indonesia (Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2009)

Negara Indonesia dengan 6o LU - 11o LS dan 95o BT - 141o BT. Dengan pertemuan tiga lempengan besar di dasarnya. Oleh karena itu, Indoensia merupakan wilayah yang dilalui oleh cincin api ( r ing of fir e ), sehingga sangat berpeluang sekali terjadi gempa.

Gambar 1.2 Ring Of Fire Pasific (Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2009)

Berdasarkan peta hazard gempa Indonesia 2010, wilayah Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, dan Kebumen seperti yang dilingkari dalam Gambar

1.3 merupakan termasuk wilayah yang memiliki nilai percepatan gempa 0,2 detik (Ss) batuan dasar sebesar 0,7, sedangkan Cilacap memiliki nilai sebesar 0,6. Untuk percepatan gempa 1 detik (S1) batuan dasar seperti yang diingkari pada Gambar 1.4 maka Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, dan Kebumen memiliki nilai 0,25, sedangkan Cilacap memiliki nilai 0,3.

Gambar 1.3 Peta respon spektra percepatan 0,2 detik Ss Barlingmascakeb Peta Hazard gempa Indonesia 2010

Gambar 1.4 Peta respon spektra percepatan 1 detik S1 Barlingmascakeb Peta Hazard gempa Indonesia 2010

Oleh karena itu, nilai - nilai yang dimiliki oleh wilayah Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen berdasarkan FEMA 310 masuk ke dalam klasifikasi gempa dengan tingkat resiko tinggi. Tingkat resiko gempa ditentukan oleh dua faktor utama yaitu besarnya tingkat ancaman (hazard) dan besarnya tingkat kerentanan (vulnerability) . Besarnya tingkat ancaman tidak dapat

dikurangi karena merupakan fenomena alam. Dengan demikian tingkat resiko gempa hanya dapat dikurangi dengan memperkecil tingkat kerentanan (Satyarno,2010). Sehubungan dengan ilmu Rekayasa Gempa, dewasa ini dikenal dengan istilah Performance Based Earthquake Engineering yang terdiri dari Performance Based Design dan Performance Based Evaluation . Bangunan yang telah berdiri akan dianalisis menggunakan evaluasi gempa berbasis kinerja (Performance Based Evaluation), sedangkan untuk perencanaan bangunan baru dilakukan dengan prinsip perencanaan gempa berbasis kinerja (Performance Based Design). Secara visual gedung dibagi menjadi 2 jenis, yaitu gedung yang beraturan dan tidak beraturan. Dalam penelitian terdahulu sudah banyak dilakukan penelitian untuk gedung yang beraturan, padahal dalam kenyataanya banyak gedung yang dibangun secara tidak beraturan karena dilihat dari segi estetika dan kondisi lahan yang ada. Ketidak beraturan sendiri terbagi menjadi 2 yaitu secara horizontal dan vertikal. Sebagian besar ketidakberaturan gedung adalah secara horizontal. Oleh karena itu, sangat diperlukan analisis kinerja gedung k h u s u s n ya yang berada di wilayah yang rawan gempa khususnya Barlimgmascakeb.

B. Rumusan Masalah

Peraturan gempa Indonesia yang baru, SNI-03-1726-2012 (Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung) menetapkan prosedur perhitungan geser dasar seismik (seismic ba se shea r ) yang berbeda sama sekali dengan peraturan gempa Indonesia yang sebelumnya. Adanya persyaratan geser dasar seismik minimum akan berdampak pada kinerja struktur gedung. Pada penelitian sebelumnya pernah dilakukan perbandingan kinerja model gedung beraturan di wilayah Barlingmascakeb pada kondisi tanah sedang yang memberikan hasil bahwa perubahan peraturan tidak memberi dampak bahaya yang signifikan bahkan cenderung aman. Secara umum telah terjadi penurunan gaya geser dasar dan simpangan tingkat pada semua analisis. Pada penelitian ini, akan dilakukan analisis yang sama seperti sebelumnya, tetapi dilakukan untuk model gedung yang tidak beraturan dengan model struktur gedung 5 lantai. Sehingga Peraturan gempa Indonesia yang baru, SNI-03-1726-2012 (Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung) menetapkan prosedur perhitungan geser dasar seismik (seismic ba se shea r ) yang berbeda sama sekali dengan peraturan gempa Indonesia yang sebelumnya. Adanya persyaratan geser dasar seismik minimum akan berdampak pada kinerja struktur gedung. Pada penelitian sebelumnya pernah dilakukan perbandingan kinerja model gedung beraturan di wilayah Barlingmascakeb pada kondisi tanah sedang yang memberikan hasil bahwa perubahan peraturan tidak memberi dampak bahaya yang signifikan bahkan cenderung aman. Secara umum telah terjadi penurunan gaya geser dasar dan simpangan tingkat pada semua analisis. Pada penelitian ini, akan dilakukan analisis yang sama seperti sebelumnya, tetapi dilakukan untuk model gedung yang tidak beraturan dengan model struktur gedung 5 lantai. Sehingga

Perubahan peraturan beban gempa dari SNI 03-1726-2002 menjadi SNI 03-1726-2012 bisa jadi menyebabkan terjadinya perubahan beban gempa terhadap kinerja suatu bangunan. Oleh karena itu, perlu diteliti lebih lanju t dalam penelitian ini, bagaimana kemudian pengaruh perubahan peraturan beban gempa tersebut.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui gaya geser dasar, simpangan, dan rasio simpangan model struktur gedung tidak beraturan 5 lantai di wilayah Barlingmascakeb pada kondisi tanah sedang akibat beban gempa SNI 03-1726-2002 dan SNI 03-1726-2012 berdasarkan analisis Statik Ekivalen,

2. Mengetahui gaya geser dasar, simpangan, dan rasio simpangan model struktur gedung tidak beraturan 5 lantai di wilayah Barlingmascakeb pada kondisi tanah sedang akibat beban gempa SNI 03-1726-2002 dan SNI 03-1726-2012 berdasarkan analisis Dinamik Respon,

3. Mengetahui defleksi maksimum, performance point, daktilitas dan kinerja model struktur gedung tidak beraturan 5 lantai di wilayah Barlingmascakeb pada kondisi tanah sedang akibat beban gempa SNI 03-1726-2002 dan SNI 03- 1726-2012 berdasarkan analisis Pushover.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai gambaran dan masukan kepada pihak yang berwenang mengenai evaluasi kinerja gedung. Evaluasi tersebut akan memberikan kejelasan bahwa gedung pada wilayah tertentu harus atau tidak harus dilakukan upaya mitigasi bencana gempa bumi. Upaya mitigasi perlu dilakukan untuk mengurangi jumlah kerusakan, kerugian, dan korban jiwa. Disamping hal tersebut, melalui serangkaian penelitian yang berkelanjutan Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai gambaran dan masukan kepada pihak yang berwenang mengenai evaluasi kinerja gedung. Evaluasi tersebut akan memberikan kejelasan bahwa gedung pada wilayah tertentu harus atau tidak harus dilakukan upaya mitigasi bencana gempa bumi. Upaya mitigasi perlu dilakukan untuk mengurangi jumlah kerusakan, kerugian, dan korban jiwa. Disamping hal tersebut, melalui serangkaian penelitian yang berkelanjutan

E. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini dilakukan pembatasan masalah agar pembahasan tidak meluas dan bisa terfokus pada pencapaian tujuan dari peneilitian ini. Adapun batasan masalah tersebut adalah sebagai berikut ini:

a. Analisis dilakukan untuk model struktur gedung di wilayah Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen,

b. Kelas situs tanah berdasarkan SNI 2002 dan 2012 ditetapkan sebagai kelas situs

D atau tanah sedang,

c. Peluang gempa sebesar 10% dalam 50 tahun atau kala ulang gempa 500 tahun- an,

d. Desain bangunan merupakan bangunan tingkat 5 lantai yang memiliki

ketidakberaturan arah horizontal yang didesain menggunakan material baja,

e. Analisis dilakukan dengan membuat model tanpa dinding di software SAP2000,

f. Asumsi gempa yang terjadi adalah arah horizontal X dan/atau Y.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

Arfiadi dan Satyarno (2013), melakukan penelitian tentang perbandingan spektra desain beberapa kota besar di Indonesia dalam SNI Gempa 2012 dan SNI Gempa 2002 meliputi 15 kota yaitu Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Surakarta, Denpasar, Medan, Banda Aceh, Padang, Makassar, Palu, Manado, Palembang, dan Jayapura. Dari hasil perbandingan tampak bahwa beberapa kota mengalami kenaikan nilai spektrum desain percepatannya, tetapi beberapa kota juga mengalami penurunan.

Kenaikan terbesar terjadi di kota Semarang dan Palu dengan kenaikan sebesar 2,18 kali pada kondisi tanah keras. Penurunan yang cukup signifikan terjadi untuk kota Denpasar yaitu sebesar 0,67 kali pada kondisi tanah lunak. Beberapa kota mengalami penurunan nilai spektra percepatan desain pada period pendek untuk semua kondisi tanah, baik tanah keras, sedang, dan lunak; yaitu untuk kota-kota Denpasar, Medan, Makassar, dan Palembang. Untuk kondisi tanah yang berbeda, suatu kota dapat mengalami kenaikan dan penurunan nilai spektra desainnya. Kota Jakarta, Yogyakarta, Surakarta, Banda Aceh, dan Padang, mengalami penurunan nilai spektra desain untuk kondisi tanah lunak saja.

Dari 15 kota yang diamati, urutan nilai nominal spektra percepatan desain pada perioda pendek untuk tanah keras terbesar terjadi pada kota Palu, Jayapura, Bandung, Banda Aceh, Padang dan Yogyakarta dengan nilai spektra percepatan desain pada perioda pendek masing-masing sebesar 1,308 g; 1 g; 0,983 g; 0,899 g; 0,896 g; dan 0,807 g yang akan terjadi pada kebanyakan gedung pada umumnya dengan jumlah lantai antara 2 sampai 8. Mengingat cukup besarnya kenaikan spektra percepatan desain pada beberapa kota besar ini, maka sangat perlu untuk segera dilakukan evaluasi keamanan bangunan- bangunan yang Dari 15 kota yang diamati, urutan nilai nominal spektra percepatan desain pada perioda pendek untuk tanah keras terbesar terjadi pada kota Palu, Jayapura, Bandung, Banda Aceh, Padang dan Yogyakarta dengan nilai spektra percepatan desain pada perioda pendek masing-masing sebesar 1,308 g; 1 g; 0,983 g; 0,899 g; 0,896 g; dan 0,807 g yang akan terjadi pada kebanyakan gedung pada umumnya dengan jumlah lantai antara 2 sampai 8. Mengingat cukup besarnya kenaikan spektra percepatan desain pada beberapa kota besar ini, maka sangat perlu untuk segera dilakukan evaluasi keamanan bangunan- bangunan yang

Faizah dan Widodo (2013), melakukan analisis gaya gempa rencana pada struktur bertingkat banyak dengan metode dinamik respon spektra. Analisis dilakukan pada model struktur 2D portal beton bertulang 12 tingkat 4 bentang dengan bantuan program SAP2000 dimana tinjauan dilakukan pada

23 lokasi di Indonesia yang memiliki klasifikasi situs yang berbeda-beda dengan kondisi tanah sedang. Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa gaya geser dasar (V) rata-rata mengalami peningkatan dari tahun 2002 ke 2012, kecuali pada tujuh kota yaitu Bandar Lampung, Palembang, Jakarta, Kupang, Banjarmasin, Samarinda dan Makasar. Dengan demikian, bangunan yang sudah terbangun sesuai SNI 0 3-1726-2002 pada t u j u h kota tersebut dapat dipastikan akan memenuhi persyaratan dari SNI 03-1726-2012. Lima kota mengalami peningkatan gaya gempa rencana dari tahun 2002 hingga 2012, dari yang tertinggi peningkatannya adalah Kota Semarang, Yogyakarta, Kendari, Banda Aceh dan Palu. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan status kegempan wilayah tersebut, sehingga beban gempa dalam perancangan bangunan sesuai SNI 03-1726-2012 menjadi lebih besar dibandingkan beban gempa dalam perancangan sesuai SNI 0 3 - 1726-2002. Adanya peningkatan gaya gempa rencana yang sangat tinggi dapat mengakibatkan bangunan yang dibangun mengikuti peraturan SNI 03-1726-2002 menjadi under designed .

Namun demikian, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui batas peningkatan beban gempa yang dapat mengakibatkan bangunan tidak memenuhi persyaratan SNI 03-1726-2012, sehingga dapat ditentukan tindakan yang tepat agar bangunan tetap memenuhi persyaratan code yang baru. Gaya gempa rencana tertinggi juga mengalami pergeseran, yaitu dari Kota Bengkulu pada tahun 2002 bergeser ke Kota Banda Aceh pada tahun 2012. Pergeseran ini dikarenakan pada tahun 2002 Kota Bengkulu termasuk dalam wilayah gempa 6 dan Kota Banda Aceh termasuk dalam wilayah gempa

4, tetpai pada tahun 2012 keadaan bergeser dimana parameter percepatan spektral disain Kota Banda Aceh lebih tinggi dibandingkan Kota Bengkulu.

Sehingga pada Kota Banda Aceh mengalami kenaikan mencapai 81%, sedangkan Kota Bengkulu hanya 16%. Hasil analisis ini menimbulkan pertanyaan lebih lanjut, apakah bangunan yang sudah berdiri di Kota Semarang, Yogyakarta, Kendari, Banda Aceh dan Palu, saat ini masih mampu menahan gaya gempa rencana sesuai SNI 03-1726-2012.

Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu dilakukan penelitian yang lebih seksama dan lebih lengkap seperti cakupan semua jenis tanah, variasi model struktur, implikasi respon struktur dan lain sebagainya. Apabila diketahui bangunan tidak mampu menahan gaya gempa rencana SNI 1726-2012 maka dapat dilakukan perkuatan struktur yang sesuai agar kekuatan bangunan memenuhi persyaratan SNI 03-1726-2012. Hasil penelitian Faizah dan Widodo (2013) disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Hasil analisis gaya geser dasar penelitian Faizah dan Widodo (2013)

Haryanto, dkk (2014) melakukan evaluasi kerentanan bangunan akibat pengaruh gempa untuk studi kasus gedung-gedung Fakultas Teknik Universitas Jenderal Soedirman dimana evaluasi dilakukan menggunakan metode Ra pid Visua l Scr eening dan evaluasi tingkat 1 berdasarkan FEMA 310. Evaluasi Haryanto, dkk (2014) melakukan evaluasi kerentanan bangunan akibat pengaruh gempa untuk studi kasus gedung-gedung Fakultas Teknik Universitas Jenderal Soedirman dimana evaluasi dilakukan menggunakan metode Ra pid Visua l Scr eening dan evaluasi tingkat 1 berdasarkan FEMA 310. Evaluasi

a. Gedung A

b. Gedung B

c. Gedung D

d. Gedung D

e. Gedung D

Gambar 2.1 Gedung jurusan teknik (A-E)

Gambar 2.2 Gedung jurusan MIPA

Gambar 2.3 Gedung jurusan perikanan dan kelautan

Hasil evaluasi menunjukkan Gedung A Jurusan Teknik, Gedung B Jurusan Teknik, Gedung C Jurusan Teknik, Gedung D Jurusan Teknik, Gedung Jurusan MIPA, dan Gedung Jurusan Perikanan dan Kelautan memiliki skor akhir Ra pid Visua l Scr eening yang lebih dari 2 sehingga tidak memerlukan analisis tahap

1. Gedung E Jurusan Teknik dievaluasi menggunakan Ra pid Visua l Screening dan evaluasi tahap 1 karena skor akhir dari gedung tersebut kurang dari 2. Terdapat pernyataan Not Complia nt (NC) pada pemeriksaan struktural dan

Nonstruktural Gedung E. Sehingga evaluasi detail yang lebih lanjut direkomendasikan untuk dilaksanakan pada gedung tersebut.

Desinta, dkk (2014), melakukan studi komparasi perencanaaan gedung tahan gempa dengan menggunakan SNI 0 3 - 1726-2002 dan SNI 0 3 - 1726-2012 agar mengetahui seberapa efektif dalam penggunaan standar tersebut pada perencanaan gedung tahan gempa, perbedaan beban gempa, perbedaan hasil analisis gempa statis linier dan dinamik linier. Proses analisis menggunakan model gedung 4 lantai untuk analisis gempa statis linier dan model gedung

10 lantai untuk analisis gempa dinamis linier dengan zona wilayah gempa adalah kota Malang dengan jenis tanah keras. Dari hasil analisis dan komparasi dapat disimpulkan beban gempa dipengaruhi oleh faktor respons gempa. Pada SNI 2012 memiliki faktor respons gempa dan kombinasi pembebanan lebih besar daripada SNI 2002. Hasil komparasi analisis gempa statis linier dengan menggunakan analisis statik ekivalen gaya geser nominal dan simpangan antar lantai SNI 2012 lebih besar daripada SNI 2002 yaitu 13,84 % dan 48,37%. Sedangkan hasil komparasi analisis gempa dinamis linier dengan menggunakan analisis respons ragam metode CQC gaya geser nominal dan simpangan antar lantai SNI 2012 lebih besar daripada SNI 2002 yaitu 48,56% dan 80,18%.

Asneindra, dkk (2014) melakukan analisis perbandingan kinerja struktur gedung tak beraturan akibat beban gempa SNI 03-1726-2002 dan SNI 03-1726- 2012 untuk studi kasus menara Dang Merdu Bank Riau Kepri. Analisis dilakukan untuk melihat perbandingan kinerja struktur yang dihasilkan akibat beban gempa SNI 03-1726-2002 dan SNI 03-1726-2012. Penentuan gaya Asneindra, dkk (2014) melakukan analisis perbandingan kinerja struktur gedung tak beraturan akibat beban gempa SNI 03-1726-2002 dan SNI 03-1726- 2012 untuk studi kasus menara Dang Merdu Bank Riau Kepri. Analisis dilakukan untuk melihat perbandingan kinerja struktur yang dihasilkan akibat beban gempa SNI 03-1726-2002 dan SNI 03-1726-2012. Penentuan gaya

Haryanto dan Sudibyo (2015), melakukan evaluasi kinerja struktur akibat pengaruh gempa terhadap Gedung D dan Gedung E Fakultas Teknik Universitas Jenderal Soedirman yang masing-masing berfungsi sebagai laboratorium dan ruang kuliah. Kajian yang dilakukan meliputi analisis statik linier, analisis dinamik linier, dan analisis beban dorong (pushover). Berdasarkan analisis statik linier diperoleh gaya geser dasar struktur untuk Gedung D sebesar 1909,65 KN dengan simpangan tingkat maksimum yang terjadi pada arah X sebesar 0,039 m dan arah Y sebesar 0,054 m sedangkan gaya geser dasar struktur untuk Gedung E diperoleh sebesar 1900,210 KN dengan simpangan tingkat maksimum yang terjadi pada arah X sebesar 0,036 m dan pada arah Y sebesar 0,046 m. Berdasarkan analisis dinamik linier diperoleh simpangan tingkat maksimum untuk Gedung D pada arah X sebesar 0,014 m dan arah Y sebesar 0,049 m sedangkan pada Gedung

E simpangan tingkat maksimum yang terjadi pada arah X sebesar 0,012 m dan arah Y sebesar 0,042 m. Berdasarkan analisis beban dorong (pushover) diperoleh story drift struktur sebesar 0,48% untuk gedung D dan 0,56% untuk Gedung E dimana nilai tersebut kurang dari 1% sehingga gedung D dan gedung E dapat dikategorikan memiliki taraf kinerja Immediate Occupancy .

Fuadi (2015), melakukan penelitian tentang perbandingan kinerja model struktur gedung beraturan di wilayah Barlingmascakeb akibat beban gempa SNI

03-1726-2002 dan SNI 03-1726-2012. Pemodelaan gedung yang dibuat untuk melihat perbandingan kinerja model adalah gedung perkantoran 5 lantai. Bahan bangunan terbuat dari Beton. Lokasi gedung berada di wilayah tanah sedang. Dengan 3 metode analisis, yaitu analisis statik ekivalen, dinamik respon, dan pushover maka akan diketahui perbandingan kinerja model struktur gedung akibat perubahan peraturan gempa tersebut. Penelitian ini menggunakan bantuan software SAP2000 V14. Hasil penelitian menunjukan bahwa perubahan peraturan tidak memberi dampak bahaya yang signifikan bahkan cenderung aman. Secara umum telah terjadi penurunan gaya geser dasar dan simpangan tingkat pada semua

analisis. Kinerja model struktur masih berada pada fase immediate occupancy (IO) yaitu tidak ada kerusakan struktur, komponen non struktural masih ada di tempat, bangunan tetap berfungsi tanpa adanya perbaikan.

B. Landasan Teori

1. Gempa Bumi

Struktur bumi terdiri atas kerak, selubung atas, selubung bawah, inti luar dan inti dalam seperti dapat dilihat pada Gambar 2.4. Berdasarkan penyusunnya lapisan bumi terbagi atas litosfer, astenosfer, dan mesosfer. Litosfer adalah lapisan paling luar bumi dan terdiri dari kerak bumi dan bagian atas selubung. Litosfer bersuhu dingin dan kaku. Di bawah litosfer terdapat astenosfer yang bersifat fluida karena hampir berada pada titik leburnya. Astenosfer mengalir akibat tekanan yang terjadi sepanjang waktu. Di bawah astenosfer terdapat lapisan mesosfer yang lebih kaku dibandingkan astenosfer namun lebih kaku dibandingkan dengan litosfer. Mesosfer terdiri dari sebagian besar selubung hingga inti bumi. (Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana. Geologi, 2009)

Menurut teori tektonik lempeng, permukaan bumi ini terbagi atas kurang lebih 20 pecahan besar yang disebut lempeng. Daerah tempat bertemunya lempeng disebut batas lempeng. Pada batas lempeng kita dapat mengetahui cara lempeng-lempeng bergerak. Terdapat tiga gerakan lempeng yaitu gerak saling menjauh, gerak saling menumbuk, dan gerak saling menyamping. Gerakan lempeng dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.4 Struktur bumi Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2009

Gambar 2.5 Lempeng pada struktur bumi Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2009

Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menjelaskan bahwa gempa bumi merupakan peristiwa berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif aktivitas gunung api atau runtuhan batuan. Kekuatan gempa bumi akibat aktivitas gunung api dan runtuhan batuan Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menjelaskan bahwa gempa bumi merupakan peristiwa berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif aktivitas gunung api atau runtuhan batuan. Kekuatan gempa bumi akibat aktivitas gunung api dan runtuhan batuan

Lempeng samudera yang rapat massanya lebih besar ketika bertumbukan dengan lempeng benua di zona tumbukan (subduksi) akan menyusup ke bawah. Gerakan lempeng itu akan mengalami perlambatan akibat gesekan dari selubung bumi. Perlambatan gerak menyebabkan penumpukan energi di zona subduksi dan zona patahan. Akibatnya di zona-zona tersebut terjadi tekanan, tarikan, dan geseran. Pada saat batas elastisitas lempeng terlampaui maka patahan batuan terjadi dan diikuti pelepasan energi secara tiba-tiba. Proses ini menimbulkan getaran ke segala arah yang disebut gelombang gempa bumi. Proses terjadinya gempa dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Gesekan lempeng pada struktur bumi

Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2009 Lempeng-lempeng di bumi terus bergerak di atas lapisan astenosfer. Peta

arah pergerakan lempeng dapat dilihat pada Gambar 17. Kepulauan Indonesia berada dalam pertemuan sejumlah lempeng tektonik besar (Gambar 17) sepanjang batas lempeng tektonik di Australia dengan Asia, lempeng Asia dengan Pasifik dari timur hingga barat Sumatera sampai selatan

Jawa, Nusa Tenggara, serta Banda. Kemudian interaksi lempeng India- Australia, Eurasia dan Pasifik yang bertemu di Banda serta pertemuan lempeng Pasifik-Asia di Sulawesi dan Halmahera. (Sukhyar, 2009)

Gambar 2.7 Peta arah pergerakan lempeng Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2009

Gambar 2.8 Indonesia pada pertemuan tiga lempeng Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2009

Adapaun beberapa dampak gempa bumi yang pernah terjadi di wilayah Indonesia adalah sebagai berikut:

Gambar 2.9 Dampak gempa bumi pada struktur jalan

Gambar 2.10 Dampak gempa bumi pada struktur bangunan

Gambar 2.11 Dampak gempa bumi pada struktur jembatan

2. Analisis Statik Ekivalen

a. SNI 03-1726-2002

Berdasarkan SNI 03-1726-2002 prosedur analisis statik linier harus berdasarkan sebagai berikut :

1) Geser dasar seismic

V= C I Wt R .......................................................................Persamaan 2.1

Dimana : C1 = koefisien respon seismic yang ditentukan oleh persamaan

I = faktor keutamaan gedung W = berat seismic efekttif R = faktor reduksi gempa

2) Distribusi vertical gaya gempa Wi Zi

Fi = � v ∑ ............................................................ Persamaan 2.2

Wi Zi Dimana : W i = berat lantai tingkat ke-i Z i = ketinggian lantai tingkat ke-i

V = gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur

Apabila rasio antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0,1 V harus dianggap sebagai beban horisontal terpusat yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat paling atas, sedangkan 0,9 V sisanya harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi bebanbeban gempa nominal statik ekivalen.

3) Waktu getar alami fundamental

∑ � �= T = 6. √ � Wi Zi v ................................................ Persamaan 2.3

g ∑ �=

Wi Zi

Dimana :

g = percepatan gravitasi

b. SNI 03-1726-2012

Berdasarkan SNI 03-1726-2002 prosedur analisis statik linier harus berdasarkan sebagai berikut :

1) Geser dasar seismik V= C s x W ........................................................................ Persamaan 2.4

Dimana :

C s = koefisien respon seismik yang ditentukan oleh persamaan. W = berat seismik efekttif.

2) Koefisien respon seismik

D = ................................................................. Persamaan 2.5

Ie

Dimana : S DS = parameter percepatan sprektum respon desain dalam rentang perioda pendek, R

= faktor modifikasi respon, Ie = faktor keutamaan gempa.

Nilai Cs yang dihitung berdasarkan persamaan tidak perlu melebihi persamaan berikut:

C S = D ................................................................. Persamaan 2.6

Ie

Cs harus tidak kurang dari :

C S = 0,044S DS I e > 0,01 ..............................................Persamaan 2.7

3) Distribusi vertikal gaya gempa

V ................................................................. Persamaan 2.8 Dimana :

F x = C vx

C vx =

k ∑ ....................................................... Persamaan 2.9

C vx = faktor distribusi vertikal.

V = gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur,

dinyatakan dalam kilonewton (kN).

W i dan w x = bagian berat seismik efektif total struktur (W) yang ditempatkan atau dikenakan pada tingkat i atau x.

H i dan h x = tinggi dari dasar sampai tingkat i atau tingkat x, dinyatakan

dalam meter (m).

K = eksponen yang terkait dengan perioda struktur (untuk struktur yang mempunyai perioda sebesar 0,5 detik atau kurang maka nilai k = 1, untuk struktur yang mempunyai perioda sebesar 2,5 detik atau lebih maka nilai k = 2, untuk struktur yang mempunyai perioda antara 0,5 dan 2,5 detik maka k harus sebesar 2 atau harus ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2.

Adapaun kombinasi pembebanaan menggunakan perturan gempa SNI 03- 1726-2002 dan SNI 03-1726-2012 yang disesuaikan dengan SNI 03-2847- 2002. Adapun kombinasi pembebanan yang digunakan sebagai berikut ini :

U 1 = 1,4D U 2 = 1,2D + 1,6L U 3 = 1,2D + 1,0L ± 1,0Ex ± 0,3Ey U 4 = 1,2D + 1,0L ± 0,3Ex ± 1,0Ey

Dalam hal ini, D adalah beban mati, L adalah beban hidup dan E adalah beban gempa. Khusus pada pembebanan gempa, untuk menyimulasikan arah pembebanan gempa rencana yang sembarang terhadap struktur gedung maka dalam pemodelan SAP 2000 pengaruh pembebanan gempa pada arah utama yang efektif 100% dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama, tetapi dengan efektifitas hanya 30%. Selanjutnya analisis dilakukan secara otomatis dengan program SAP 2000. Hasil yang diperoleh pada analisis ini adalah beban gempa nominal statik ekivalen, simpangan, dan rasio simpangan.

Tabel 2.2 Kategori risiko bangunan dan non gedung untuk beban gempa

Jenis Pemanfaatan

Kategori

Gedung dan non gedung yang memiliki resiko rendah

terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk,

tapi tidak dibatasi untuk:

I -Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan

- Fasilitas sementara -Gudang penyimpanan -Rumah jaga dan struktur kecil lainnya Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam

kategori resiko I, III, IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk: -Perumahan

-Rumah toko dan rumah kantor

-Pasar

II

-Gedung perkantoran

-Gedung apartemen/ rumah susun -Pusat perbelanjaan/ mall -Bangunan industry -Fasilitas manufaktur -Pabrik

Gedung dan non gedung yang memiliki resiko tinggi

terhadapjiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk,

tapi tidak dibatasi untuk: -Bioskop

-Gedung pertemuan

-Stadion

-Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat

III

darurat

-Fasilitas penitipan anak -Penjara -Bangunan untuk orang jompo Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori IV,

yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan masal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasul, tapi tidak dibatasi

-Pusat pembangkit listrik biasa

-Fasilitas penanganan air -Fasilitas penanganan limbah III

-Pusat telekomunikasi

Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:

-Bangunan-Bangunan monumental -Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan -Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki

fasilitas bedah dan unit gawat darurat -Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta

garasi kendaraan darurat -Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan

tempat perlindungan darurat lainnya -Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat

-Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat -Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki

penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah, atau struktur pendukung air atau material atau peralatanpemadam kebakaran) yang diisyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat

-Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk kedalam kategori resiko

IV Sumber : SNI 03-1726-2012

Tabel 2.3 Faktor keutamaan gempa (SNI 1726 2012)

Kategori Resiko

Faktor Keutamaan Gempa I e

I atau II

1 III

1,25

IV 1,5

IV

Tabel 2.4 Faktor R, Cd, dan Ώ 0 untuk sistem penahan gaya gempa

Faktor Faktor Sistem penahan gaya seismic

Koefisien

modifikasi kuat lebih pembesaran

respon R

sistem Ώ 0 defleksi C d

C. Sistem rangka pemikul momen

1. Rangka baja pemikul momen

8 3 5,5 khusus

2. Rangka batang baja pemikul

7 3 5,5 momen khusus

3. Ragka baja pemikul momen

3 4 menengah

4. Rangka baja pemikul momen

3 3 biasa

5. Rangka beton bertulang

8 3 5,5 pemikul momen khusus

6. Rangka beton bertulang

5 3 4,5 pemikul momen menengah

7. Rangka beton bertulang

3 3 2,5 pemikul momen biasa

8. Rangka baja dan beton

8 3 5,5 komposit pemikul momen khusus

9. Rangka baja dan beton komposit pemikul momen

5 3 4,5 menengah

10. Rangka baja dan beton komposit terkekang parsial

6 3 5,5 pemikul momen

11. Rangka baja dan beton

3 3 2,5 komposit pemikul momen biasa

12. Rangka baja canai dingin pemikul momen khusus dengan

3 3,5 pembautan

Sumber : SNI 03-1726-2012

3. Analisis Dinamik Respon

a. SNI 03-1726-2002

Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 wilayah gempa seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.15, di mana wilayah gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan wilayah gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian wilayah gempa ini, didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan perioda ulang 500 tahun, yang nilai rata-ratanya untuk setiap wilayah gempa ditetapkan dalam Gambar

2.12 dan percepatan puncak muka tanah A o tersebut untuk masing-masing wilayah gempa dan untuk masing-masing jenis tanah ditetapkan dalam Tabel

2.5.

Tabel 2.5 Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka

Percepatan Percepatan puncak muka tanah A 0 ('g') Wilayah

puncak Gempa

Tanah batuan dasar

Tanah Tanah Tanah

('g')

Keras Sedang Lunak

Khusus

1 0.03 0.03 0.04 0.08

2 0.10 0.12 0.15 0.23 Diperlukan evaluasi

3 0.15 0.18 0.22 0.30 khusus di

4 0.20 0.24 0.28 0.34

setiap lokasi

5 0.25 0.29 0.33 0.36

6 0.30 0.33 0.36 0.36

Sumber : SNI 03-1726-2002 Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah

A o untuk Wilayah Gempa 1 yang ditetapkan dalam Gambar 2.12 dan Tabel 2. 5 ditetapkan juga sebagai percepatan minimum yang harus diperhitungkan dalam perencanaan struktur gedung un tuk menjamin kekekaran ( r obustness ) minimum dari struktur gedung tersebut.

Dalam gambar 1 tersebut C adalah Faktor Respons Gempa dinyatakan dalam percepatan gravitasi dan T adalah waktu getar alami struktur gedung dinyatakan dalam detik. Untuk T = 0 nila i C tersebut menjadi sama dengan

A o , di mana A o merupakan percepatan puncak muka tanah.

Gambar 2.12 Wilayah Gempa Indonesia dengan perioda ulang 500 tahun (SNI 2002)

Mengingat pada kisaran waktu getar alami pendek 0 < T < 0,2 detik terdapat ketidak-pastian, baik dalam karakteristik gerakan tanah maupun dalam tingkat daktilitas strukturnya, Faktor Respons Gempa C menurut Spektrum Respons Gempa, dalam kisaran waktu getar alami pendek tersebut, nilainya tidak diambil kurang dari nilai maksimumnya untuk jenis tanah yang bersangkutan.

Dengan menetapkan percepatan respons maksimum A m sebesar

A m = 2,5 A o ............................................................. Persammaan 2.10 Untuk waktu getar alami sudut T c sebesar 0,5 detik, 0,6 detik dan 1,0 detik untuk jenis tanah berturut-turut Tanah Keras, Tanah Sedang dan Tanah Lunak, maka dengan memperhatikan Pasal 4.7.4 dan Pasal 4.7.5, Faktor Respons Gempa C ditentukan oleh persamaan -persamaan sebagai berikut :

- untuk T < T c :

C=A m ............................................................. Persammaan 2.11

- untuk T > T c :

C= T A r ............................................................. Persammaan 2.12 Dimana, A r =A m T c ............................................ Persammaan 2.13 Dalam Tabel 2.6, nilai-nilai A m dan A r dicantumkan untuk masing-masing wilayah gempa dan masing-masing jenis tanah. Tabel 2.6 Spektrum respons gempa rencana

Jenis Tanah

Wilayah

Tanah Keras Gempa

Tanah Lunak

Tanah Sedang

Tc = 0.5 detik

Tc = 0.6 detik

Tc = 1.0 detik

F 0.83 0.42 0.90 0.54 0.95 0.95 Sumber : SNI 03-1726-2002

Gambar 2.13 Respon Spektrum Gempa Rencana SNI 03-1726-2002 Gambar 2.13 Respon Spektrum Gempa Rencana SNI 03-1726-2002

Menurut SNI 1726 2012 sprektum respon desain harus dikembangkan dengan mengacu pada Gambar 8 dan mengikuti ketentuan di bawah:

a. Untuk perioda yang lebih kecil dari T 0 , sprektum respon percepatan desain, S a diambil dari persamaaan berikut; S a =

S DS , + ,6 ) .................................................. Persamaan 2.14

b. Untuk perioda yang lebih besar dari atau sama dengan T 0 dan lebih kecil dari atau sama dengan T S , sprektum respon percepatan desain, S a , sama dengan S DS.

c. Untuk perioda lebih besar dari Ts, sprektum respon percepatan desain diambil berdasarkan persamaan;

D ......................................................................... Persamaan 2.15

Gambar 2.14 Respon sprektum desain (SNI 1726 2012)

Dimana; T 0 = 0,2 D .......................................................................... Persamaan 2.16

D = ............................................................................... Persamaan 2.17

D S DS = S MS ............................................................................. Persamaan 2.18

S D1 = S M1 ........................................................................ Persamaan 2.19 S MS = F a xS S ...................................................................... Persamaan 2.20

S M1 = F v xS 1 ........................................................................Persamaan 2.21

Keterangan: S DS = parameter respon sprektal percepatan desain pada perioda pendek.

S D1 = parameter respon sprektal percepatan desain pada perioda 1 detik. T

= perioda getar fundamental struktur, yang didapatkan dari

permodelan matematik atau dari rumus pendekatan.

Ss = parameter respon sprektal percepatan gempa M CER terpetakan untuk perioda pendek. S 1 = parameter respon sprektal percepatan gempa M CER terpetakan untuk perioda 1,0 detik.

F a = koefisien situs untuk periode pendek.

F v = koefisien situs untuk periode panjang.

Tabel 2.7 Klasifikasi kelas situs tanah (SNI 1726 2012)

� S (meter/

Kelas Situs

� atau �̅ sh � u detik) (Kpa)

SA (batuan Keras)

N/A N/A SB (batuan)

N/A N/A SC (tanah keras, sangat padat

750 - 1500

>50 >100 dan batuan lunak

350 - 750

SD (tanah sedang)

<15 <50 Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karakteristik

SE (tanah lunak)

sebagai berikut :

1. Indeks plastisitas, PI > 20

2. Kadar air, w > 40 %

3. Kuat geser niralir � u < 25 kPa Setiap profil lapisan tanah yang memiliki

salah satu atau lebih dari karakteristik berikut: -Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh

SF (tanah khusus, yang akibat beban gempa seperti mudah membutuhkan investigasi

likuifikasi, lempung sangat sensitif, tanah geoteknik spesifik dan analisis tersementasi lemah respon spesifik situs yang

-Lempung sangat organik dan/atau gambut ( mengikuti 6.10.1)

ketebala H>3m) Lempung berplastisitas sangat tingggi ( Ketebalan H>7,5 m dengan indeks plastisitasPI>75)

Tabel 2.8 Koefisien periode pendek, Fa (SNI 1726 2012)

Parameter respon sprektal percepatan gempa (MCE R ) Kelas situs

terpetakan pada perioda pendek, T = 0,2 detik, S S S s < 0,25

S s = 1,0 S s > 1,25 SA

S s = 0,5

S s = 0,75

0,8 0,8 SB

1,0 1,0 SC

1,0 1,0 SD

1,1 1,0 SE

0,9 0,9 SF b SS

Tabel 2.9 Koefisien periode 1.0 detik, Fv (SNI 1726 2012)

Parameter respon sprektal percepatan gempa (MCE R ) Kelas situs

terpetakan pada perioda 1 detik, S 1

4. Analisis Pushover Analisis push over merupakan analisis static nonlinier untuk mengetahui taraf kinerja struktur. Terdapat parameter yang me mpengaruhi pada analisis ini, yaitu:

a. Distribusi beban lateral

Dalam analisis statik nonlinier beban lateral harus diterapkan pada model matematik dan proposional dengan distribusi gaya inersia pada setiap lantai diafragma. Untuk analisis, FEMA 356 mensyaratkan penggunaan sedikitnya dua pola distribusi vertikal dari beban lateral. Salah satu pola dapat dipilih dari setiap 2 kelompok pola berikut ini:

1) Pola modal

a. Distribusi vertikal yang proporsional dengan nilai Cvs. Distribusi ini hanya jika lebih dari 75% dari total massa yang berpartisipasi dalam mode pertama pada arah yang ditinjau,

b. Distribusi vertikal yang proporsional dengan bentuk mode pertama dalam arah yang ditinjau. Penggunaan distribusi ini berlaku hanya bila lebih dari 75% dari total massa yang berpartisipasi dalam mode ini,

c. Distribusi vertical yang proposional dengan distribusi gaya geser tingkat yang dihitung dengan kombinasi respon modal dari analisis respon spectrum, termasuk mode yang cukup untuk mencakup sedikitnya 90% dari total massa bangunan, dan menggunakan spectrum gerakan tanah c. Distribusi vertical yang proposional dengan distribusi gaya geser tingkat yang dihitung dengan kombinasi respon modal dari analisis respon spectrum, termasuk mode yang cukup untuk mencakup sedikitnya 90% dari total massa bangunan, dan menggunakan spectrum gerakan tanah

2) Pola kedua

a. Distribusi seragam terdiri dari gaya lateral pada setiap lantai yang proporsional dengan total massa dari setiap lantai,

b. Distribusi beban adaptive , yang termodifikasi dari distribusi beban awal dengan menggunakan suatu prosedur yang meninjau property struktur yang telah leleh.

b. Waktu getar alami efektif

Menurut FEMA 310, untuk jumlah lantai dibawah 12 dengan bahan baja

maupun beton waktu getar alami efektif Te ditentukan dengan persamaan:

T=, N ......................................................................... Persamaan 2.22 Dimana : T = Waktu getar alami elastic (dalam detik) pada arah yang ditinjau N = Kekakuan lateral elastic bangunan pada arah yang ditinjau

c. Penentuan sendi plastis

Sendi plastis adalah kondisi ujung-ujung pada suatu elemen struktur mengalami perubahan kondisi, yang semula kaku menjadi sendi ( pinned ) dikarenakan material penyusunnya mengalami kondisi plastis. Menurut Dewabroto (2006) yang melakukan analisis kegempaan dengan bantuan SAP 2000, panjang rela tive sendi plastis pada posisi 0 menyatakan posisi awal dari panjang bersih balok, sedangkan posisi 1 menyatakan posisi akhir dari panjang bersih balok. Kedua ini terletak dimuka kolom. Sama halnya dengan kolom, posisi 0 menyatakan posisi awal dari panjang bersih kolom. Kedua posisi ini terletak pada tepi muka balok. Untuk meng- input sendi-plastis pada balok dan kolom perlu di urutkan masing-masing dengan bentang yang sama. Pada perencanaan ini terbagi menjadi tiga, yaitu balok 4m, balok 5 m, balok 5,5 m, dan kolom 4 m. pemisahan tersebut disebabkan oleh nilai inputan untuk relative distance yang harus memenuhi persamaan 2.23

......................................................................... Persamaan 2.23 �

Dimana:

h = tinggi dimensi propertis balok atau kolom L = panjang bentang balok atau kolom

d. Target perpindahan

Evaluasi level kinerja struktur didasarkan pada gaya dan deformasi yang terjadi pada saat perpindahan pada titik kontrol sama dengantarget perpindahan titik control ini diletakan pada pusat massa lateral atap dan model struktur. Titik control ini kemudian dievaluasi terhadap beban lateral yang ditetapkan. Target perpindahan dapat dihitung dengan beberapa metode antara lain, Metode Spektrum Kapasitas (ATC 40, 1996). Pada saat dilakukan analisis target perpindahan ini diperbesar sampai minimal 150% untuk mendapatkan perilaku bangunan pada saat melebihi kondisi rencananya.

Dari tabulasi hierarki tersebut dapat pula diketahui nilai daktilitas struktur. Daktilitas struktur didapat dengan membandingkan nilai displacement ultimate ( u) dengan displacement yield ( y) struktur, seperti yang telah ditetapkan dalam metode pengambilan nilai daktilitas. Formulasi nilai daktilitas struktur adalah sebagai berikut.

Daktilitas struktur = ……………..…………………....Persamaan 2.24

δy

Kemudian, hasil akhir dari analisis pushover adalah menentukan level kinerja stuktur ( structural performance levels ) ditentukan melalui kriteria rasio simpangan struktur ( story-drift ratio ) yang diperoleh pada saat titik kinerja tercapai. Rasio simpangan struktur dihitung berdasarkan elevasi. Level kinerja struktur dihitung dengan menggunakan persamaan 2.24

Story drift ratio =

....................................................... Persamaan 2.25

le a

Dimana: Dt

= Displacement titik kontrol Elevasi = Elevasi titik control = Displacement titik kontrol Elevasi = Elevasi titik control

Menurut Dewabroto (2006), Analisa metode spektrum kapasitas merupakan metoda utama ATC 40, meskipun dimaksudkan untuk konstruksi beton bertulang, tetapi ternyata banyak juga diaplikasikan pada konstruksi lain. Dalam Metoda Spektrum Kapasitas proses dimulai dengan menghasilkan kurva hubungan gaya-perpindahan yang memperhitungkan kondisi inelastis struktur. Proses tersebut sama dengan Metode Koefisien Perpindahan, kecuali bahwa hasilnya diplot-kan dalam format ADRS ( acceleration displa cement response spectrum ). Format tersebut adalah konversi sederhana dari kurva hubungan gaya geser dasar dengan perpindahan lateral titik kontrol dengan menggunakan properti dinamis sistem dan hasilnya disebut sebagai kurva kapasitas struktur. Gerakan tanah gempa juga dikonversi ke format ADRS. Hal itu menyebabkan kurva kapasitas dapat di- plot -kan pada sumbu yang sama sebagai gaya gempa perlu. Pada format tersebut waktu getar ditunjukkan sebagai garis radial dari titik pus at sumbu. Waktu getar ekivalen, Te, dianggap sebagai secant waktu getar tepat diman a gerakan tanah gempa perlu yang direduksi karena adanya efek redaman ekival en bertemu pada kurva kapasitas Karena waktu getar ekivalen dan redaman merupakan fungsi dari perpindahan maka penyelesaian untuk mendapatkan perpindahan inelastik maksimum (titik kinerja) adalah bersifat iteratif, diilustrasikan pada Gambar 2.15. ATC-40 menetapkan batas redaman ekivalen untuk mengantisipasi adanya penurunan kekuatan dan kekakuan yang bersifat gradual.

Gambar 2.15 Batas redaman ekivalen Metode ini secara khusus telah di- built -in dalam program SAP 2000. Proses konversi kurva pushover ke format ADRS dan kurva respon spektrum yang direduksi dikerjakan otomatis dalam program. Berdasarkan ATC-40, structural drift ratio pada saat titik kinerja tercapai, digunakan sebagai penentuan level kinerja dari struktur, disajikan pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10 Batasan rasio drift atap menurut ATC-40

Sumber : Applied Technology Council, Seismic Evaluation and Retrofit Of

Concrete Buildings,Report ATC-40,(Redwood City:ATC,1996),Table 8-4,p.8-19

Keterangan : IO (Imediate Occupancy) = Tidak terdapat kerusakan struktural. Komponen non struktural masih ada di tempat, bangunan tetap berfungsi tanpa perbaikan. LS (Life Safety) = Terjadi kerusakan struktural tapi tidak runtuh, komponen non struktural tidak berfungsi, masih bisa digunakan setelah dilakukan perbaikan.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Model Struktur Gedung