Solusi Islam Terhadap Praktek Monopoli

Solusi Islam Terhadap Monopoli
Menurut M. Umer Chapra untuk mengurangi pemusatan kekayaan atau praktek
monopoli dengan melakukan pengembangan kepemilikan dan desentralisasi
pembuatan keputusan yang tampak lebih sesuai dengan martabat, kebebasan dan
inisiatif yang dikaitkan dengan konsep kekhalifaan. Pengembangan ini harus
diwujudkan baik di desa maupun di kota, dan dalam pertanian, industri dan
perdagangan.1
1. Land Reforms
Di kawasan pedesaan negara-negara Muslim, di mana mayoritas penduduk
hidup, sejumlah kecil tuan tanah berada di tempat lain (absentee landlords)
menguasai bidang tanah yang luas dan demikian juga sejumlah kecil lintah
darat memiliki kekuasaan memonopoli atas akses terhadap keuangan. Para
tuan tanah dan lintah darat ini telah menjadi pusat konsentrasi kekuasaan
dan bertindak sebagai tuan besar bagi sejumlah besar masyarakat petani,
baik yang tidak punya tanah atau hanya punya sedikit, sero/saham yang
tidak ekonomis. Mereka menikmati kekuasaan yang besar sekali atas semua
institusi pemerintahan setempat, termasuk polisi dan hakim, semuanya
menjadi pelayan dari keinginan dan perilaku para tuan tanah dan lintah
darat itu.2
a. Ukuran pemilikan tanah
Mengizinkan berlangsungnya pemusatan (kekayaan) akan terus

menerus menghalangi terwujudnya tujuan untuk menghapuskan
kemiskinan dan mendistribusikan kekayaan yang adil. Dengan
demikian, perlu memecah kombinasi kekuatan monopolidan monopsoni
dari para tuan tanah dengan mengenakan batas-batas yang wajar
mengenai ukuran maksimum pemilikan tanah oleh satu keluarga.3
Karenanya, sejumlah ilmuan terkemuka, termasuk Imam Hasan alBanna dan Maulana Abdul A’la Maududi, mendukung pembatasan

1M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Surabaya: Risalah Gusti, 1999), hlm.
281.
2M. Umer Chapra, Ibid, hlm. 281.
3M. Umer Chapra, Ibid, hlm. 282.

1

semacam demikian untuk mengembalikan suatu neraca yang adil dalam
pemilikan dan untuk melindungi kepentingan sosial.4
b. Masa sewa
Mayoritas ahli fiqh membolehkan baik tanam bagi hasil maupun sewa
untuk masa tertentu, ini sesuai dengan dibolehkannya mudharabah dan
sewa dalam syariah.5

Walaupun demikian, sejumlah ahli fiqh merasa bahwa sekalipun sewa
untuk waktu tertentu dibolehkan , ini hukumnya makruh (tidak
dianjurkan).6 Bagi mereka tanam bagi hasil itu dibolehkan karena,
dengan ketentuan tuan tanah dan penyewa akan membagi hasil
sebagaimana juga resiko tanam, ini adalah wajar sekali untuk mereka
berdua, ia berbeda dengan sewa untuk masa waktu tertentu, yang
menjamin untuk tuan tanah perolehan yang pasti meskipun penyewa
boleh jadi dapat hasil atau tidak. Untuk lebih adil, para ahli fiqh yang
membolehkan sewa untuk waktu tertentu itu, mereka telah berusaha
menjamin keadilan kepada penyewa dengan meletakkan sejumlah
persyaratan validitas kontrak sewa tanah.7
2. Pengembangan perusahaan-perusahaan kecil dan mikro
Boleh jadi tidak ada yang secara mendasar salah dalam perusahaanperusahaan besar bila mereka lebih efisien dan tidak menyebabkan
pemusatan kekayaan dan kekuasaan, kelihatannya dalam mengambil suatu
kebijakan umum yang menghambat perusahaan-perusahaan besar kecuali
tidak dapat dihindari, dan mendorong pengembangan perusahaanperusahaan kecil dan mikro, sebanyak mungkin akan lebih kondusif untuk
mewujudkan maqashid. Ini akan memiliki sejumlah keuntungan di samping
juga mengurangi pemusatan kekayaan dan kekuasaan. Ini akan lebih
kondusif untuk kesehatan sosial, sebab pemilikan perusahaan cenderung
menambah rasa kemerdekaan, martabat dan harga diri pemiliknya. Ini akan

4M. Umer Chapra, Ibid, hlm. 283-284. Dikutip dari Imam Hasan al-Banna, Majmu’ah
Rasa’il al-Imam asy-Syahid Hasan al-Banna (1989), hlm. 266. Dan Maududi, Mas’alah
Milkiyyat-e-Zamin (1969), hlm. 111.
5M. Umer Chapra, Ibid, hlm. 285.
6M. Umer Chapra, Ibid, hlm. 285. Dikutip dari Abbadi (1974-75), vol. 2, hlm. 127, dan
Ibnu Taimiyah (1967), hlm. 30.
7M. Umer Chapra, Ibid, hlm. 285-286.

2

mendorong pemilik itu untuk melakukan inovasi dan bekerja lebih keras
untuk kesuksesan perusahaan mereka. Ini akan meciptakan suatu
lingkungan yang lebih sehat untuk persaingan dan dengan demikian
menyumbang untuk efisiensi yang lebih besar.8
Pemilikan dan kontrol perusahaan yang lebih luas
Karena pengembangan perusahaan-perusahaan kecil dan mikro bisa jadi
tidak mungkin untuk semua aktivitas ekonomi, barangkali lebih disukai
memilih bentuk perseroan dari organisasi-organisasi bisnis untuk
perusahaan yang lebih besar dimana diperlukan. Ini memiliki potensi untuk
memberikan sumbangan yang berarti kearah pengembangbiakan pemilikan.

Namun, perseroan sebagaimana yang di barat adalah menjadi sumber
utama dari pemusatan kekayaan dan kekuasaan.9
Karena itu, perseroan barat tidak memberikan suatu model untuk negaranegara muslim. Ini harus direformasi dengan benar untuk mengurangi
pemusatan kekuasaan. Penghapusan bunga dan ekspansi ekuiti yang berarti
dalam struktur modal dari perseroan sesuai dengan nilai-nilai islam, tidak
hanya akan menurunkan pengaruh keluarga-keluarga kaya, tetapi juga
mengarahkan pada suatu pemilikan saham perseroan yang lebih luas dan
suatu distribusi kekuasaan yang lebih adil. Ini boleh jadi tidak cukup, sebab
kebanyakan pemilik saham tidak berpartisipasi dalam pertemuanpertemuan direksi. Dengan begitu reformasi-reformasi lainboleh jadi juga
diperlukan untuk mengurangi kekuasaan yang berlebihan ditangan para
direktur.10
3. Pengaktifan sistem zakat dan Pewarisan.
Langkah-langkah untuk mengurangi kesenjangan pendapatan dan kekayaan
akan lebih sukses bila semua itu diperkuat lebih lanjut dengan pengaktifan
sistem islam mengenai zakat dan pewarisan.11
a. Zakat: Program kemandirian sosial
Islam telah memasukan dalam struktur keyakinannya suatu peraturan
untuk kemandirian sosial, dimana setiap orang memberikan sumbangan
8M. Umer Chapra, Ibid, hlm. 289-290.
9M. Umer Chapra, Ibid, hlm. 290. Dikutip dari C. Wright Mills, The Power Elite (1959),

hlm. 117.
10M. Umer Chapra, Ibid, hlm. 290-291.
11M. Umer Chapra, Ibid, hlm. 291.

3

sesuai dengan kemampuannya, untuk memenuhi visinya mengenai
suatu persaudaraan di mana setiap orang memiliki martabat dan
perhatian dengan keberadaanya sebagai khalifah tuhan dan sebagai
anggora umat.jika, meskipun ada kewajiban ini, ada kemiskinan
berdampingan dengan kemewahan, masyarakat itu tidak berhak disebut
sebagai muslim sejati.12
Salah satu cara untuk mengerjakan kewajiban ini, yang dituntut islam
dari kaum muslim, adalah melalui institusi zakat yang merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari keimanan. Zakat adalah suatu tanda
yang jelas dan tegas dari kehendak tuhan untuk menjamin bahwa tidak
seorang pun menderita kekurangan sarana untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya akan barang dan jasa.13
Karenanya ini merupakan perwujudan keuangan dari komitmen sosioekonomi yang penting dari umat islam untuk memenuhi kebutuhan
semua orang, tanpa meletakkan seluruh beban keatas perbendaharaan

publik yang dengan tidak disadari telah dilakukan oleh sosialisme dan
negara sejahtera yang sekular itu.14
b. Warisan
Islam telah melembagakan sistem pewarisan unik yang dirancang untuk
mewujudkan suatu distribusi kekayaan yang lebih adil. Ketentuanketentuan pewarisan ini telah ditetapkan syariah berdasarkan tujuantujuan sosio-ekonominya. Tidak seorangpun dapat memberikan wasiat
melebihi sepertiga hartanya. Harta sepertiga ini harus digunakan untuk
tujuan-tujuan derma atau untuk orang-orang yang tidak termasuk ahli
waris (kecuali kalau ahli waris lain setuju).15
Dengan kata lain, ada tujuan di balik skema pewarisan yang ditetapkan
islam --- untuk mewujudkan suatu distribusi yang memiliki sumber yang
luas dari harta si mati. Jika nilai-nilai islam diterapkan dan sistem

12M. Umer Chapra, Ibid, hlm. 291.
13M. Umer Chapra, Ibid, hlm. 292.
14M. Umer Chapra, Ibid, hlm. 292.
15M. Umer Chapra, Ibid, hlm. 297-298.

4

pewarisan dilaksanakan dengan efektif, distribusi kekayaan dalam

masyarakat muslim pasti akan adil dan terus demikian.16
4. Restrukturisasi sistem keuangan
Sistem keuangan berdasarkan bunga yang telah dipinjam oleh negaranegara muslim dari negara-negara kapitalis adalah salah satu sumber utama
dari pemusatan kekayaan dan kekuasaan.17 Karena itu, bahkan penerapan
seluruh acuan kebajikan yang diusulkan dalam bab ini boleh jadi tidak
berhasil mewujudkan, dan kemudian mempertahankan, pengembangan
yang dikehendaki dari perusahaan-perusahaan kecil dan mikro, atau tidak
dapat mengurangi ketidak adilan ekonomi, melainkan seluruh sistem
keuangan ini direstrukturisasi menurut ajaran-ajaran islam.18
5. Al-Hisbah: Instituti Pengawas Pasar
Menurut Rafiq Yunus al-Mishiri, hisbah adalah petugas yang bertugas
mengawasi pasar serta tingkah laku masyarakat. Dalam kamus al-hadi ila
lughah al-Arab, hisbah adalah tugas yang dilakukan oleh negara untuk
memastikan bahwa rakyat melakukan perintah dan menjauhi larangan syara
berkaitan dengan takaran dan timbangan yang benar dan mengawasi
jalannya jual beli untuk menghilangkan tipuan dan sejenisnya.19
Setidaknya ada tiga poin yang penting mengenai hisbah, yaitu: a) Hisbah
adalah institusi atau lembaga yang secara khusus dibentuk oleh pemerintah;
b) Tugas utama hisbah adalah amr ma’ruf nahy munkar; c) Tugas khusus
hisbah adalah mengawasi berbagai kegiatan ekonomi di pasar, menjaga

mekanisme pasar supaya berjalan normal, dan tidak terdistorsi serta
melakukan tindakan korektif ketika terjadi distorsi pasar.20
Fungsi Ekonomi al-Hisbah21
a. Memastikan tercukupnya kebutuhan pokok.
b. Pengawasan terhadap industri.
c. Pengawasan terhadap jasa.
16M. Umer Chapra, Ibid, hlm. 298. Dikutip dari Abu Zahra, Ahkam at-Tarikat wa alMawarits (1963) dan M. Anas Zarqa, Islamic Distributive Schemes dalam Munawar Iqbal (1986),
hlm. 179-80.
17M. Umer Chapra, Ibid, hlm. 298. Dikutip dari M. Umer Chapra, Towards a Just
Monetary System (1985), hlm. 110 dan 140.
18M. Umer Chapra, Ibid, hlm. 298-299.
19Dr. Rozalinda, M. Ag., Ekonomi Islam Teori dan Aplikasinya Pada Aktivitas Ekonomi,
(Jakarta: PT Grafindo Persada, 2014), hlm. 176.
20Dr. Rozalinda, M. Ag., Ibid, hlm. 176.
21Dr. Rozalinda, M. Ag., Ibid, hlm. 180-181.

5

d. Pengawasan atas perdagangan.


6