Komodifikasi esetetika tubuh perempuan d (1)

KOMODIFIKASI ESTETIKA TUBUH PEREMPUAN DALAM IKLAN
Ditinjau dari Perspektif Komodifikasi Estetika Theodor Adorno
Disusun Sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah Teori Kritis
Habiibati Bestari

Abstrak
Aesthetic is not only about beautiful or visually pleasure. Aesthetic is about what being
important and valuables, thus the meaning of aesthetic in every object will be different for
everyone. Adorno says that aesthetic is something that express freedom and reflection of the
self. Aesthetic is something that would refract and being refracted. In the world of cultural
industry nowadays, aesthetic is strart to be a comodity and comodified as a trade goods. It
sets standard for aesthetic in order to fulfill market’s taste. The body aesthetic of women is
one kind of aesthetic that being comodified. The market set standard on a perfect image of
body for the women. This, makes women trying to fulfill the standard and life in stereotype
of that standard.

Keywords: Aesthetic, Commodification, Women’s body, Standard, Stereotype

Pendahuluan
Seni, estetika, dan budaya telah menjadi barang yang diperjualbelikan, menjadi komoditi,
dan memasuki industri. Estetika, bukan lagi menjadi barang bebas yang mampu

merefleksikan pemikiran pelakunya, namun telah menjadi komoditas yang terstandar,
memasuki industri budaya (Adorno, 1997). Estetika dalam berbagai bentuk, telah
terkomodifikasi melalui caranya masing-masing. Studi Adorno mendalami permasalahan
komodifikasi musik pada zamannya. Estetika lain yang telah lama dikomodifikasi dan akan
menjadi bahan utama dalam pembahasan ini adalah estetika tubuh perempuan.
Perempuan, sebagaimana yang seringkali ditegaskan oleh aktivis feminis, adalah
masyarakat sosial yang seringkali diobjektifikasi, dijadikan sasaran dalam berbagai bentuk.
Penggunaan tubuh perempuan dalam iklan merupakan salah satu bentuk komodifikasi
terhadap estetika tubuh perempuan, dan objektifikasi terhadap perempuan secara keseluruhan.

Komodifikasi Estetika Tubuh Perempuan dalam Iklan – Habiibati Bestari | 1

Komodifikasi ini merupakan salah satu bentuk komodifikasi estetika yang mendasari
pemikiran Adorno.
Pembahasan ini lebih lanjut akan memaparkan mengenai komodifikasi estetika tubuh
perempuan dan akibatnya dalam masyarakat sosial serta perempuan itu sendiri. Pembahasan
akan didasarkan pada tinjauan pustaka dengan studi kasus pada iklan-iklan tertentu sebagai
bahan pendukung.

Estetika

Dalam konteks studi komunikasi, estetika dapat didefinisikan sebagai usaha untuk
memahami kebahagiaan orang-orang dalam berbagai bentuk komunikasi tertentu
(Ensiklopedi Komunikasi Internasional, 2008). Studi estetika pada akhirnya akan
menghadapi dua pertanyaan besar, apa yang orang-orang suka atau tidak suka ketika
menghadapi suatu kebahagiaan dan kenapa .
Menurut Feagin dan Maynard, estetika bukanlah melulu mengenai hal-hal yang indah,
menyenangkan dilihat mata, dan selalu bersangkutan dengan seni rupa. Estetika pada
dasarnya adalah segala hal yang dianggap penting dan bernilai bagi orang-orang yang
menciptakannya dan yang menikmatinya (Feagin dan Maynard, 1997). Karena itulah, estetika
yang hakiki menurut Feagin dan Maynard bukan hanya terletak pada karya seni. Namun
sesungguhnya, estetika dapat ditemukan dalam semua hal dan tidak semua orang akan
menemukan estetika yang sama. Karena setiap orang memiliki nilai dan penilaian yang
berbeda satu sama lain, maka penilaian terhadap apa yang penting dan apa yang bernilai akan
berbeda pada setiap orang. Estetika ini pulalah yang dimaksudkan oleh Adorno dalam
kajiannya mengenai teori estetika.

Perempuan
Secara epistemologis, kata perempuan berasal dari kata empu yang merupakan gelar
kehormatan atau orang ahli. Karena itulah, aktivis feminis di Indonesia lebih senang
menggunakan diksi ini untuk menyebut female dibandingkan dengan diksi wanita.

Penyebutan perempuan merujuk pada ekstistensi diri dan keberadaan diri yang diakui.

Komodifikasi Estetika Tubuh Perempuan dalam Iklan – Habiibati Bestari | 2

Sementara wanita dianggap hanya mencerminkan profesi, tanpa otoritas lebih terhadap
dirinya sendiri.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perempuan diterjemahkan sebagai orang (manusia)
yg mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui; wanita .

Definisi perempuan terbatas pada ciri fisiknya dan bukan pada peran sosialnya. Sementara
menurut Giddens, perempuan adalah individu dengan ciri fisik tertentu, memiliki orientasi
seksual yang jelas, dan juga sadar akan peranan-peranan sosial yang harus diembannya sesuai
dengan kondisi sosial masyarakatnya (Giddens, 2009).

Estetika Tubuh Perempuan
Estetika tubuh pada dasarnya merupakan penjara yang menjebak pikiran manusia dalam
bentuk tubuh yang telah terlempar kepadanya sedari awal (Foucault, 1978). Kesadaran
manusia akan selalu memaksa manusia melakukan represi dalam memahami tubuhnya.
Represi ini menjadikan tubuh hanya sebagai objek pengawasan. Tubuh bukan lagi hak
individu, melainkan milik sosial yang berujung pada pengekangan terhadap kebebasan

manusia menggunakan tubuhnya.
Basoeki Abdullah pernah menyatakan bahwa perempuan itu lebih cocok dilukis daripada
sebagai pelukis (Saras Dewi, 2012). Hal ini menegaskan bahwa sesungguhnya, perempuan—

terutama tubuhnya—dianggap sebagai simbol yang utuh dari keindahan. Tubuh perempuan
adalah keindahan, perempuan itu sendiri adalah keindahan. Hal ini terwujud dalam banyak
catatan sejarah estetika yang menjadikan perempuan sebagai objeknya. Lukisan Monalisa
yang terkenal, dewi kecantikan dalam mitologi Romawi dan Yunani, bahkan propaganda
perang Amerika Serikat. Keindahan adalah kewajiban bagi setiap perempuan, seperti yang
ditegaskan Saras Dewi dalam tulisannya, Tubuh Perempuan; Suatu Resistensi terhadap
Metanarasi berikut ini:
Rekognisi keindahan semacam ini, meski terlihat indah serta memikat diatas
kanvas, namun sesungguhnya menyiratkan bentuk represi yang subtil. Bahwa
tubuh perempuan selalu diburu konsep kecantikannya, tubuhnya

selalu

kontroversial. Apa yang indah juga apa yang buruk dalam perempuan memang
tidak ditentukan ditangannya, ada standar metanaratif, bahwa perempuan


Komodifikasi Estetika Tubuh Perempuan dalam Iklan – Habiibati Bestari | 3

berharga karena ia indah dan rapuh, bukan karena ia perempuan yang memiliki
berbagai partikularitas diluar dari apa yang nampak dipermukaan kulitnya.
Di dalam realitas patriarki, keindahan dan kecantikan adalah terminologi yang
diasosiasikan dengan perempuan. Perempuan dituntut untuk menjadi indah,
meski keindahan itu harus ia lalui dengan kesengsaraan. Menjadi indah tidak lagi
aksiden bagi si perempuan, tetapi menjadi indah adalah totalitas dari
eksistensinya. Sosok indah, mengharuskannya bersikap benar, santun, pantas,
dalam bertutur dan bersikap. Dalam pengertian ini, tubuh menjadi penjara
senyap bagi perempuan, tubuhnya sudah dikonstruksikan, memanipulasi apa yang
harus ia katakan dan pikirkan. (Saras Dewi, 2012)

Komodifikasi
Dalam pemikirannya mengenai seni modern, Adorno menemukan dua poin refleksi bagi
perkembangan seni, apakah seni dapat bertahan pada dunia kapitalis akhir dan apakah seni
dapat berkontribusi terhadap transformasi dunia. Adorno menyatakan bahwa memasuki masa
imperialisme, seni akan masuk dalam industri budaya. Seni akan berkembang namun dalam
batasan-batasa standar tertentu. Seni akan dimaknai sebagi barang yang harus dijual dan
menghasilkan profit, bukan lagi sevagai sarana refleksi dan ekspresi diri. Inilah yang

dinamakan dengan komodifikasi.
Komodifikasi merupakan perilaku memperjualbelikan barang-barang sebagai cara mencari
keuntungan. Komoditas pada dasarnya merupakan benda niaga—benda yang diperjualbelikan.
Maka komodifikasi merupakan suatu kegiatan memperjualbelikan barang atau jasa yang pada
dasarnya bukanlah barang niaga.

Iklan
Iklan merupakan segala bentuk pembayaran dari komunikasi nonpersonal tentang
organisasi, produk tertentu, pelayanan, atau ide oleh pihak sponsor (Alexander dalam
Ensiklopedi Komunikasi Internasional, 2008).

Komodifikasi Estetika Tubuh Perempuan dalam Iklan – Habiibati Bestari | 4

Periklanan telah mulai berjalan sejak 2000 tahun lalu ketika seorang Romawi
mengiklankan kereta pertempuran. Agensi periklanan juga telah tumbuh semenjak abad
kedelapan belas.
Iklan adalah pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat
melalui suatu media. Usaha untuk membujuk orang agar sukarela menghasilkan pola perilaku
(seperti pembelian produk) dengan menghadirkan pesan terbuka yang disponsori, biasanya
disampaikan melalui televisi secara berkala atau pada media massa lainnya (Gerintya, 2013).

Dalam iklan seharusnya terdapat sebuah brand yang dikomunikasikan oleh pengiklan dalam
perspektif konsumen (Hakim dalam Gerintya, 2013). Karena itulah, iklan, hari-hari ini harus
menggunakan pencitraan yang tepat dengan sasaran audiens yang telah tersegmentasi.
Branding suatu produk, ide, maupun jasa merupakan suatu syarat mutlak sebelum

memasarkan komoditas tersebut. Maka dari itu, pencitraan dan branding dari produk
dibangun melalui iklan. Satu produk bahkan dapat memiliki lebih dari satu citra yang
diwujudkan melalui lebih dari satu iklan.
Dalam industri televisi, iklan merupakan sumber pemasukan finansial terbesar yang dapat
diperoleh oleh televisi. Maka tidak akan heran bila televisi di Indonesia pada akhirnya
memberikan ruang dan waktu yang berlebih bagi iklan. Repetisi iklan dalam televisi, radio,
dan media massa lain bukan lagi menjadi hal yang dipertanyakan oleh masyarakat media.

Standardisasi
Standardisasi adalah proses terukurnya sesuatu. Penerapan garis standar, berarti
memberikan batasan-batasan yang jelas sehingga dapat memberikan pengukuran yang jelas
akan sesuatu. Standar dapat memudahkan evaluasi maupun penyalinan karya. Akan tetapi di
lain pihak, penerapan standar dapat menghalangi kebebasan berekspresi dan refleksi dari
pelaku karya.
Terciptanya suatu standar secara tidak langsung berarti memaksa karya seni dan estetika

mengikuti aturan tertentu. Standar yang ditetapkan merupakan suara sebagian masyarakat
sosial. Hal ini berarti bahwa standar mulanya ditetapkan sebagai akibat dari terjadinya
komodifikasi. Namun yang juga terjadi adalah standar yang telah tercipta akan mengantarkan
menuju komodifikasi yang semakin seragam.

Komodifikasi Estetika Tubuh Perempuan dalam Iklan – Habiibati Bestari | 5

Objektifikasi
Frederickson dan Roberts dalam jurnalnya yang berjudul Objectification Theory
menyatakan bahwa tubuh perempuan adalah untuk dilihat, dievaluasi, dan selalu berpotensi
untuk diobjektifikasi. (Frederickson dan Roberts, 1997).
Always present in context of sexualized gazing is the potential for sexual

objectification. Sexual objectification occurs whenever a woman’s body, body
parts, or sexual functions are separated out from her person, reduced to the status
of mere instruments, or regarded as if they were capable of representing her. In
other words, when objectificatified, women treated as bodies —and in particular,
as bodies that exist for the use and pleasure of others. (Fredericson dan Roberts,

1997)

Sejarah perempuan selama ini merupakan sejarah objektifikasi. Perempuan, yang hidup
terhegemoni dalam dunia patriarki menjadi budak yang terjebak dalam wujudnya sendiri.
Perempaun kin tak lebih hanya menjadi objek yang memusakan banyak pihak—pihak-pihak
yang menilai perempuan hanya berdasarkan bentuk fisiknya semata. Hal ini ditegaskan oleh
Berberick dalam jurnalnya;
The representation of women in the media has always been exploitative. It has,
throughout the years, reduced women to being nothing more than objects to be won,
prizes to be shown off, and playthings to be abused. It has also created a definition of
beauty that women compare themself to. Also, men compare the women in their lives to
what they see on television screens, in magazines, and on billboards. Both the self and
society has suffered because of the objectification, sexism, exploitation and assessment.

In 2010, following a set of three studies that “examined the associations among sexist
beliefs, objectification of others, media exposure and three distinct beauty ideals and

practices,” researcher Viren Swami and collegues, found that sexism exists where
beautyideals and practices are rigidly consumed and followed (Berberick, 2010)

Pembahasan


Komodifikasi Estetika Tubuh Perempuan dalam Iklan – Habiibati Bestari | 6

Perempuan merupakan anggota masyarakat sosial yang memiliki peranan tertentu. Akan
tetapi, keterlemparan perempuan ke dalam wujud dan bentuk fisiknya serta psikologi bawaan
gennya yang cenderung mudah mengalah dan emosional mengakibatkan perempuan menjadi
anggota masyarakat yang terhegemoni. Perempuan terhegemoni dalam dunia laki-laki, dalam
dunia patriarkis yang selalu bisa memverbalkan emosinya sementara perempuan tidak.
Perempuan dengan bentuk fisiknya, dengan figur-figur wajahnya yang lembut dianggap
sebagai lambang keindahan yang sesugguhnya. Perempuan menyimpan tubuh yang indah
sebagai konsekuensi peran sosial yang harus ia terima sejak lahir. Foucault megatakan bahwa
perempuan pada dasarnya terpenjara dalam tubuhnya sendiri (Foucault, 1978).
Namun, bahkan dalam kondisi sebagai objek akan estetika tubuhnya sendiri, setiap
perempuan memiliki ciri yang berbeda-beda dan tidak dapat disamakan satu sama lain. Cara
untuk menunjukkan kefemininan beragam. Wanita di pegunungan Himalaya berbadan besar
dan gemuk karena semakin gemuk wanita disana akan semakin dihormati. Hal ini terjadi
karena kegemukan seorang perempuan akan dianggap sebagai kemampuan suaminya untuk
memberikan nafkah (Lips, 2003). Sementara suku Dayak mengukur kecantikan berdasarkan
panjang telinga perempuan.
Kecantikan, keindahan tubuh yang dimiliki oleh perempuan, dengan konsep ini,
seharusnya tidak dapat disamaratakan karena setiap daerah pada dasarnya memiliki tradisi

yang berbeda. Tubuh perempuan, pada dasarnya merupakan estetika yang tidak terikat bentuk,
tidak memiliki ukuran karena letak estetika sesungguhnya berada dalam persepsi setiap
individu.
Sementara itu iklan, merupakan sebuah media yang repetitif dan sarat akan pesan
tersembunyi. Satu iklan dapat ditayangkan lima kali dalam satu segmen acara yang akan
menyebabkan iklan ini meninggalkan efek mendalam pada diri audiens. Penanaman nilai
melalui iklan merupakan sarana yang sangat mudah dilakukan karena stigma bahwa audiens
biasanya mengabaikan iklan. Efek ini, yang biasa disebut dengan third person effect 1, yang
membawa audiens mudah sekali terjebak pada agenda-agenda setting dan stereotyping yang
dibawa oleh iklan.

1

Suatu fenomena dimana seseorang merasa cukup mendapatkan literasi media dan merasa tidak akan
terpapar efek media. Yang terjadi justru adalah orang ini tidak akan sadar bahwa dia telah terpapar efek media
sama banyaknya dengan orang lain.

Komodifikasi Estetika Tubuh Perempuan dalam Iklan – Habiibati Bestari | 7

Iklan pada dasarnya adalah suatu produk komersil. Produksi iklan menandai bahwa
sesuatu sedang ditawarkan kepada audiens melalui iklan. Namun, sebagian besar audiens
media mainstream (televisi, radio, dan koran) tidak pernah sadar bahwa yang sedang
ditawarkan oleh iklan bukan hanya produk yang diperjualbelikan, namun juga segala unsur
yang terdapat dalam iklan itu sendiri, salah satunya adalah pemeran utama perempuan dalam
iklan. Perempuan dalam iklan dapat dikategorisasikan menjadi lima kategori yaitu;
1. Netral
2. Kekeluargaan/kerumahtanggan
3. Karir
4. Wanita sebagai objek keindahan
5. Wanita sebagai objek seks (Wortzel dan Friesbie dalam Gerintya, 2013)
Banyak iklan di Indonesia menggunakan perempuan sebagai objek keindahannya. Akan
tetapi apabila kita perhatikan iklan-iklan yang dijajakan hari-hari ini memiliki banyak
kekurangan dalam memandang permpuan sebagai objek keindahan:

Gambar 1.1 Iklan Garnier

Gambar 1.2 Iklan WRP

Gambar 1.3 Iklan UC 1000 vitamin C

Gambar 1.4 Iklan Pantene

Komodifikasi Estetika Tubuh Perempuan dalam Iklan – Habiibati Bestari | 8

Dalam keempat contoh iklan diatas, dapat dilihat bahwa terdapat persamaan ciri bintang
iklan. Bintang iklan yang dipilih merupakan bintang iklan dengan badan yang ramping/kecil.
Bintang iklan tersebut dipilih untuk merepresentasikan kecantikan dan keindahan tubuh
perempuan. Akan tetapi hal yang kerap tidak disadari adalah bahwa estetika bukanlah sesuatu
yang sama bagi setiap orang. Estetika direpresentasikan secara berbeda oleh orang-orang.
Dalam Dialecticof Enlightment, Adorno menegaskan bahwa manusia telah memasuki masa
industrialisasi budaya, dimana manusia telah lebih mementingkan nilai jual dibandingkan
kebebasan berekspresi dan refleksi sebagai bentuk kesadaran kritis manusia. Industri budaya
ini menyebabkan terjadinya perubahan karakter dalam seni, yang tidak lagi dipandang
sebagai high culture melainkan sebagai low culture karena nilai artistik yang direduksi
menjadi nilai komerisil (Horkheimer dan Adorno, 2002). Maka dari itu kenyataan adanya
pemilihan bintang iklan yang setipe memperkuat teori Adorno bahwa terdapat standardisasi
dalam setiap estetika yang dikomodifikasikan.
Estetika tubuh perempuan, dalam konteks seni, merupakan hal yang seharusnya tidak
sama artinya bagis setiap orang. Namun memasuki industriaisasi budaya menyebabkan
terciptanya standar, memaksa masyarakat dunia berpikir bahwa perempuan yang cantik
adalah yang ditampilkan dalam televisi, baik melalui film maupun iklan.
Dari empat contoh iklan sebelumnya, ciri fisik yang sama berupa badan ramping, rambut
panjang, dan kulit yang bersih menjadikan garis standar terbentang pada kualifikasi tersebut
untuk menjadikan tubuh perempuan dikatakan indah.
Standardisasi ini menjadi lingkaran setan yang akan terus berkejaran dengan kenyataan
bahwa tubuh perempuan menjadi komodifikasi. Foucault pernah menyebutkan bahwa tubuh
sesungguhnya hanyalah penjara bagi pemikiran yang bebas. Karenanya, tubuh dapat menjadi
indah karena pemikiran kita dan juga sebaliknya. Komodifikasi estetika tubuh perempuan
menunjukkan bahwa tubuh perempuan dipandang tak lebih hanya sebagai barang bernilai
komersil saja. Dengan standar yang telah tercipta, maka komodifikasi akan terus berlaku.
Dan dengan komodifikasi yang berjalan, standar-standar baru akan terus tercipta. Hal ini akan
terjadi terus menerus bagai menebak telur dan ayam yang lebih dulu muncul.
Perempuan merupakan bagian dari masyarakat modern, yang dalam bukunya disebut
sebagai neraka oleh Adorno. Perempuan akan merasa terasing dengan tubuhnya sendiri. Pada

Komodifikasi Estetika Tubuh Perempuan dalam Iklan – Habiibati Bestari | 9

akhirnya perempuan hanya akan merasa terjebak dengan bentuk fisiknya. Kemampuannya
untuk menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui—yang memang adalah kodrat. Karena
ingin kabur dari keterasingan ini, perempuan merasa aman ketika terciptalah standar dalam
estetika tubuhnya. Perempuan yang awalnya merasa terjebak dengan kondisi tubuhnyamerasa
mendapatkan tujuan baru dengan adanya standardisasi tubuh ini. Pada akhirnya, komodifikasi
yubuh perempuan menciptakan standardisasi dan berujung pada tumbuhnya stereotype
mengenai keindahan tubuh perempuan.
Stereotip adalah hal yang kerap menimpa masyarakat minoritas dalam struktur sosial.
Dalam dunia patriarki ini, perempuan merupakan minoritas. Perempuan diletakkan di bawah
laki-laki dalam stratifikasi gender dan karenanya perempuan didera banyak kejahatan.
Objektifikasi perempuan adalah salah satu kejahatan yang paling sering terjadi.
Digunakannya perempuan sebagai objek dalam segala tindakan sosial, dan tidak
diperhitungkan sebagai subjek adalah hal yang biasa menimpa perempuan. Stereotip tertentu
juga bermunculan. Perempuan yang telah hidup dalam hegemoni laki-laki telah memiliki
banyak stereotip, mulai dari peran domestik perempuan, cara bertingkah yang sebenarnya dan
pembatasan-pembatasan lain yang mengatasnamakan norma dan agama.
Adanya komodifikasi atas estetika tubuh menyebabkan munculnya stereotip bahwa tubuh
perempuan yang indah adalah perempuan yang sesuai dengan standar. Standar ini terpeta
melalui frekuensi munculnya perempuan-perempuan dalam iklan pada media mainstream.
Pada akhirnya, estetika yang berupa kebebasan berpikir dan refleksi diri berubah menjadi
barang niaga yang diperjualbelikan, diarahkan, terpeta standarnya, dan standar ini yang
mengukuhkan stereotip bahkan membentuk stereotip—terutama menyangkut estetika tubuh
perempuan dalam masyarakat.

Kesimpulan
Estetika bukan sekadar mengenai keindahan, kecantikan, dan kebahagiaan yang
bersangkutan dengan visual. Estetika adalah segala hal yang penting dan bernilai bagi setiap
orang. Maka dari itu, estetik bagi setiap orang akan berbeda. Dan setiap orang akan menilai
estetik dengan berbeda-beda pula. Estetika tubuh perempuan kini telah terkomodifikasi dalam
iklan. Hal ini terjadi karena tubuh perempuan yang digunakan dalam iklan memiliki ciri yang
sama. Ini membuat tubuh perempuan menjadi terstandandardisasi sesuai dengan citra yang

Komodifikasi Estetika Tubuh Perempuan dalam Iklan – Habiibati Bestari | 10

ditampilkan dalam iklan. Komodifikasi ini akan menimbulkan stereotip yang mengukuhkan
hegomoni laki-laki atas perempuan.

Daftar Pustaka
Adorno, T. (1997). Aesthetic Theory. New York: MPG Books.
Berberick, S. N. (2010). The Objectification of Women in Mass Media. The New York
Sociologist Vol. 5 , 1-15.
Dewi, S. (2012, Januari 23). Post Saras Dewi. Dipetik Juni 11, 2014, dari Saras Dewi
Blog:
http://sarasdewi.blog.com/2012/01/23/tubuh-perempuan-suatu-resistensiterhadap-metanarasi/
Donsbach, W. (2008). The International Encyclopedia of Communication. Singapore:
C.O.S. Printers.
Feagin, S., & Maynard, P. (1997). Aesthetics. Berlin: Oxford university Press.
Foucault, M. (1978). The History of Sexuality Volume 1: An Introduction. New York:
Patheon Book.
Fredickson, B., & Roberts, T.-A. (1997). Objectification Theory. Psychology of Women
Quarterly , 173-206.
Gerintya, S. (2013, Juni 27). Post Eka Wenats. Dipetik Juni 6, 2014, dari Eka Wenats
Blog:
http://www.scribd.com/fullscreen/150325252?access_key=key2fwlneryp4kpn2d7yskz&allow_share=true&escape=false&view_mode=scroll
Giddens, A. (2009). Sociology. Cambridge: Polity Press.
Horkheimer, M., & Adorno, T. (2002). Dialectic of Enlightment. California: Stanford
university Press.
Lips, H. M. (2003). A New Psychology of Women. New York: Ken King.
Macionis, J. J. (2008). Sociology. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Rush, F. (2004). The Cambridge Companion to Critical Theory. Cambridge: Cambridge
University Press.
Seppa, A. (2003). The Aesthetic Subject. Helsinki: Helsinki University Printing House.
Wahyuningsih, S. (t.thn.). Efek Komodifikasi Perempuan dalam Iklan: Perspektif
Psikologi Komunikasi.

Komodifikasi Estetika Tubuh Perempuan dalam Iklan – Habiibati Bestari | 11