makalah kode etik jaksa beserta kasus da

Disposisi Kasus

KASUS PELANGGARAN KODE ETIK JAKSA TERKAIT
KASUS PENYUAPAN
BATAM.TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung masih mendalami dugaan
pelanggaran etik yang dilakukan jaksanya, Farizal. Ia dijerat Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) sebagai tersangka dugaan penerimaan suap untuk mengurus perkara Direktur Utama
CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto yang diadili di Pengadilan Negeri Padang.
Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan Kejaksaan Agung telah memeriksa sejumlah pihak
terkait dugaan pelanggaran etik ini. Mereka yang diperiksa antara lain Asisten Kepala
Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, Asisten Pidana Khusus, Asisten Pidana Umum di Kejati
Sumbar, rekan sesama jaksa dalam tim Farizal, dan juga Farizal sendiri.
Dari pemeriksaan itu, ditemukan sejumlah fakta yang mengindikasikan bahwa Farizal
memang melanggar etik. Berdasarkan keterangan yang diambil dari pejabat Kejati Sumbar
dan pengakuan Farizal, hasilnya menyerupai dengan apa yang dituduhkan KPK kepadanya.
Tak pernah ikut sidang Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Muhammad Rum
mengatakan, ada indikasi sejumlah penyimpangan perilaku Farizal. Pertama, Farizal tidak
pernah sekalipun mengikuti sidang perkara di mana Sutanto menjadi terdakwa. Padahal, ia
merupakan jaksa penuntut umum dalam kasus terkait distribusi gula yang diimpor tanpa
Standar Nasional Indonesia (SNI) itu.
Farizal juga disebut tidak informatif kepada sesama anggota tim jaksa penuntut umum

dalam kasus itu, sehingga mereka berjalan tanpa koordinasi dengan Farizal. Selain itu, Farizal
juga membantu Sutanto dalam menyusun eksepsi.
Perbuatan tersebut dianggap melampaui kewenangannya sebagai jaksa penuntut
umum karena semestinya yang menyusun eksepsi adalah terdakwa bersama penasihat hukum.
Farizal diduga menerima suap sebesar Rp 440 juta dari Sutanto untuk membantu perkara
pidana yang disidangkan di Pengadilan Negeri Padang. Kejanggalan sudah dirasakan
sebelum perkara Sutanto disidangkan. Sejak di tingkat penyidikan hingga persidangan,
Sutanto hanya menjadi tahanan kota oleh Kejaksaan Tinggi Sumbar. Ia tidak diamankan di
balik jeruji besi oleh kepolisian di Padang. Rum mengatakan, kewenangan penetapan
seseorang bisa menjadi tahanan kota oleh Kejati Sumbar.

1

Tak hanya itu, berdasarkan pengakuan salah satu pihak yang diperiksa Jamwas, terungkap
bahwa jaksa penuntut umum tidak mencermati berkas perkara di tingkat penyidikan untuk
dilimpahkan ke persidangan.
"Berkas tersebut P21 dengan tidak memperhatikan atau kurang teliti apakah memenuhi syarat
formil atau materil," kata Rum.(Kompas.com/Ambaranie Nadia Kemala Movanita)
Sumber : BATAM.TRIBUNNEWS.COM


1
1

Tribunnews,Batam.”Pelanggaran Kode Etik Jaksa Farizal terkait Kasus Pengusaha yang Suap Irman
Gusman”.(http://batam.tribunnews.com/2016/09/22/ini-dia-pelanggaran-kode-etik-jaksa-farizalterkait-kasus-pengusaha-yang-suap-irman-gusman Diakses 26 Mei 2017)

2

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Profesi hukum merupakan profesi yang keberadaannya berhubungan langsung dengan
kehidupan masyarakat umum. Pengemban profesi hukum haruslah orang yang dapat
dipercaya secara penuh, bahwa professional hukum tidak akan menyalahgunakan situasi yang
ada. Pengemban hukum haruslah dilakukan secara martabat, dan hatus mengerahkan segala
kemampuan pengetahuan dan keahlian yang ada padanya, sebab tugas profesi hukum adalah
tugas kemasyarakatan yang langsung berhubungan dengan nilai-nilai dasar yang merupakan
perwujudan martabat manusia, dan oleh karena itu pulalah pelayanan hukum memerlukan
pengawasan dari masyarakat.2
Bahwa etika profesi sebagai sikap hidup, yang mana berupa kesediaan untuk memberikan

pelayanan professional di bidang hukum terhadap masyarakat dengan keterlibatan penuh dan
keahlian sebagai pelayan masyarakat yang membutuhkan pelayanan hukum dengan disertai
refleksi yang seksama.3 Disini menunjukan betapa eratnya hubungan antara etika dengan
profesi hukum, sebab dengan etika inilah para professional hukum dapat melaksanakan tugas
(pengabdian) profesinya dengan baik untuk menciptakan penghormatan terhadap martabat
manusia yang pad akhirnya akan melahirkan keadilan ditengah masyarakat.
Ajaran moral/etika dan hukum pada dasarnya tidak mungkin terpisahkan, karena hukum
tanpa moral/etika akan mengakibatkan subyek-subyek hukum kehilangan karakter
humanisnya.
Demi terjaminnya keseimbangan dan keserasian antara kewibawaan pemerintah di satu
pihak dan di pihak lainnya kepentingan masyarakat dalam tata susunan negara hukum, maka
mutlak diperlukan kejaksaan yang mampui berperan, baik sebagai bagian eksekutif maupun
sebagai unsur yudikatif. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa senantiasa
bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan,
kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup
dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya.
2

Abintoro prakoso, 2015, Etika Profesi Hukum Telaah Historis, Filosofis dan Teoritis Kode Etik Notaris,
Advokat, Polisi, Jaksa dan Hakim, LaksBang Justitia, Surabaya, hlm. 115.

3
Suhwardi K. Lubis, 2012, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 6.

3

Profesi jaksa adalah sebuah profesi yang sangat penting dalam penegakan hukum
peradilan, dalam mentapkan posisi dan peranan kejaksaan, disamping adanya peraturan
perundang-undangan yang mendasari dirii dari wewenangnya, dirasakan pula perlunya
memiliki suatu doktrin demi mendorong serta menjamin terlaksananya secara mantap darma
baktinya kejaksaan yang akan menjiwai sikap dan perialku warganya dalam meraih cita-cita
luhurnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah dalam kasus diatas jaksa telah melanggar kode etik profesi jaksa maupun
peraturan perundang-undangan yang berlaku?
2.

Sanksi apa yang pantas diberikan kepada Jaksa tersebut dan Bagaimana cara
pencegahannya agar tidak terjadi lagi penyalahgunaan profesi hukum?

BAB II

4

PEMBAHASAN

A. Tinjauan pustaka
 Pengertian Kode Etik Jaksa
Sebagai pelengkapan dari pembinaan dan etika profesi sebagai jaksa berdasarkan
Keputusan Jaksa Agung Nomor: Kep/074/j.a.7/1978 tanggal 17 Juli 1978 disahkan Panji
Adhyaksa. Panji ini merupakan perangkat kejaksaan, lambang kebanggaan korps, lambang
cita-cita kejaksaan dan pengikat jiwa korps kejaksaan. Pada panji tersebut terdapat lambang
korps kejaksaan.
Kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi yang lain. Mengandung nilai-nilai
luhur dan ideal sebagai pedoman berperilaku dalam satu profesi. Yang apabila nantinya dapat
dijalankan sesuai dengan tujuan akan melahirkan jaksa-jaksa yang memang mempunyai
kualitas moral yang baik dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kehidupan peradilan di
Negara kita akan mengarah pada keberhasilan.
Sebagai komponen kekuasaan eksekutif di bidang penegak hukum, adalah tepat jika
setelah kurun waktu tersebut, kejaksaan kembali merenungkan keberadaan institusinya,
sehingga dari perenungan ini, diharapkan dapat muncul kejaksaan yang berparadigma baru
yang tercermin dalam sikap, pikiran dan perasaan, sehingga kejaksaan tetap mengenal jati

dirinya dalam memenuhi panggilan tugasnya sebagai wakil negara sekaligus wali masyarakat
dalam bidang penegakan hukum.
Dalam rangka mewujudkan jaksa yang memiliki integritas kepribadian serta disiplin
tinggi guna melaksanakan tugas penegakan hukum dalam rangka mewujudkan keadilan dan
kebenaran, maka dikeluarkanlah kode prilaku jaksa sebagaimana tertuang dalam
PERATURAN

JAKSA

AGUNG

REPUBLIK

INDONESIA

NOMOR

PER–014/A/JA/11/2012 TENTANG KODE PERILAKU JAKSA Dalam kode perilaku jaksa
antara lain disebut:


5

Kewajiban jaksa kepada Negara pasal 3 dan 4:
a) setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b) bertindak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, mengindahkan
norma agama, kesopanan, kesusilaan yang hidup dalam masyarakat dan menjunjung
tinggi hak asasi manusia; dan
c) melaporkan dengan segera kepada pimpinannya apabila mengetahui hal yang dapat
membahayakan atau merugikan negara.
Pasal 4
Kewajiban Jaksa kepada Institusi:
a) menerapkan Doktrin Tri Krama Adhyaksa dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya;
b) menjunjung tinggi sumpah dan/atau janji jabatan Jaksa;
c) menjalankan tugas sesuai dengan visi dan misi Kejaksaan Republik Indonesia;
d) melaksanakan tugas sesuai peraturan kedinasan dan jenjang kewenangan;
e) menampilkan sikap kepemimpinan melalui ketauladanan, keadilan, ketulusan dan
kewibawaan; dan
f) mengembangkan semangat kebersamaan dan soliditas serta saling memotivasi untuk

meningkatkan kinerja dengan menghormati hak dan kewajibannya.
Kewajiban Jaksa kepada Profesi Jaksa pasal 5:
a. menjunjung tinggi kehormatan dan martabat profesi dalam melaksanakan

tugas dan kewenangannya dengan integritas, profesional, mandiri, jujur dan
adil;
b. mengundurkan diri dari penanganan perkara apabila mempunyai kepentingan

pribadi atau keluarga;
c. mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan peraturan kedinasan;
d. meningkatkan ilmu pengetahuan, keahlian, dan teknologi, serta mengikuti

perkembangan hukum yang relevan dalam lingkup nasional dan internasional;

6

e. menjaga ketidakberpihakan dan objektifitas saat memberikan petunjuk kepada

Penyidik;
f.


menyimpan

dan

memegang

rahasia

profesi,

terutama

terhadap

tersangka/terdakwa yang masih anak-anak dan korban tindak pidana
kesusilaan kecuali penyampaian informasi kepada media, tersangka/keluarga,
korban/keluarga, dan penasihat hukum sesuai dengan peraturan perundangundangan.
g. memastikan terdakwa, saksi dan korban mendapatkan informasi dan jaminan


atas haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan hak asasi
manusia; dan h. memberikan bantuan hukum, pertimbangan hukum, pelayanan
hukum, penegakan hukum atau tindakan hukum lain secara profesional, adil,
efektif, efisien, konsisten, transparan dan menghindari terjadinya benturan
kepentingan dengan tugas bidang lain. untuk meningkatkan kinerja dengan
menghormati hak dan kewajibannya.
Larangan (Pasal 7)
1. Dalam melaksanakan tugas Profesi Jaksa dilarang:
a. memberikan atau menjanjikan sesuatu yang dapat memberika keuntungan

pribadi secara langsung maupun tidak langsung bagi diri sendiri maupun orang
lain dengan menggunakan nama atau cara apapun;
b. meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan dalam bentuk

apapun dari siapapun yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung;
c. menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, atau

finansial secara langsung maupun tidak langsung;
d. melakukan permufakatan secara melawan hukum dengan para pihak yang


terkait dalam penanganan perkara;
e. memberikan perintah yang bertentangan dengan norma hukum yang berlaku;
f.

merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara;

g. menggunakan kewenangannya untuk melakukan penekanan secara fisik

dan/atau psikis; dan

7

h. menggunakan barang bukti dan alat bukti yang patut diduga telah direkayasa

atau diubah atau dipercaya telah didapatkan melalui cara-cara yang melanggar
hukum;
2. Jaksa wajib melarang keluarganya meminta dan/atau menerima hadiah atau
keuntungan dalam bentuk apapun dari siapapun yang memiliki kepentingan baik
langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan tugas Profesi Jaksa.
 Sanksi
Jaksa yang melanggar akan diberikan sanksi yang sesuai dengan pasal 12, 13, 14 yaitu:
Pasal 12
1. Jaksa wajib menghormati dan mematuhi Kode Perilaku Jaksa.
2. Setiap pimpinan unit kerja wajib berupaya untuk memastikan agar Jaksa di dalam
lingkungannya mematuhi Kode Perilaku Jaksa.
3. Jaksa yang terbukti melakukan pelanggaran dijatuhkan tindakan administratif.
4. Tindakan adminstratif tidak mengesampingkan ketentuan pidana dan hukuman
disiplin berdasarkan peraturan disiplin pegawai negeri sipil apabila atas perbuatan
tersebut terdapat ketentuan yang dilanggar.
Pasal 13
1. Tindakan administratif terdiri dari:
a. pembebasan dari tugas-tugas Jaksa, paling singkat 3 (tiga) bulan dan
paling lama (1) satu tahun; dan/atau
b. pengalihtugasan pada satuan kerja yang lain, paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 2 (dua) tahun.
2. Apabila selama menjalani tindakan administratif diterbitkan Surat Keterangan
Kepegawaian

(Clearance

Kepegawaian)

maka

dicantumkan

tindakan

administratif tersebut.
3. Setelah selesai menjalani tindakan administratif, Jaksa yang bersangkutan dapat
dialihtugaskan kembali ketempat semula atau kesatuan kerja lain yang setingkat
dengan satuan kerja sebelum dialihtugaskan.

8

Pasal 14
Keputusan pembebasan dari tugas-tugas Jaksa dan Keputusan pengalihtugasan pada
satuan kerja lain terhadap Jaksa diterbitkan oleh pejabat yang berwenang melakukan
tindakan administratif.

 Pengertian Lambang kejaksaan

Setiap lembaga pemerintahan pastilah memiliki lambang/logo yang merupakan
gambaran dari visi maupun misi mereka. Kejaksaan memiliki sebuah logo yang bernama
Satya Adhi Wicaksana. Logo/lambang dari kejaksaan itu sendiri terdiri dari beberapa unsurunsur yang memiliki makna didalamnya, yaitu :
1.

Bintang bersudut tiga
Bintang adalah salah satu benda alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang
tinggi letaknya dan memancarkan cahaya abadi. Sedangkan jumlah tiga buah
merupakan pantulan dari Trapsila Adhyaksa sebagai landasan kejiwaan warga
Adyaksa yang harus dihayati dan diamalkan.

2.

Pedang
Senjata pedang melambangkan kebenaran, senjata untuk membasmi
kemungkaran/kebathilan dan kejahatan.

9

3.

Timbangan
Timbangan adalah lambang keadilan, keadilan yang diperoleh melalui
keseimbangan antara suratan dan siratan rasa. Artinya setiap warga Kejaksaan harus
berlaku adil dan memandang sama semua terdakwa di dalam kasus yang ia tangani,
tidak sepantasnya jaksa memandang terdakwa didalam kasus yang sedang
ditanganinya berdasarkan latar belakangnya. Baik orang kaya atau miskin, orang yang
berasal dari golongan atas atau dari golongan bawah, semuanya memiliki kedudukann
yang sama didepan hukum.

4.

Padi dan kapas
Padi dan kapas melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran yang menjadi
dambaan masyarakat
Seorang Jaksa juga seharusnya mengamalkan Tri Karma Adhyaksa didalam menjalankan

tugasnya. Tri Karma Adhyaksa sendiri memiliki arti sebagai berikut :
1) Satya : seorang jaksa harus memiliki kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap pribadi, keluarga maupun kepada sesama
manusia. Hal ini diartikan juga jujur terhadap tugas , artinya bahwa setiap warga
kejaksaan apapun pangkat dan jabatannya, wajib menjalankan tugas yang dibebankan
kepadanya dengan baik dan tidak berkhianat. Kesemua hal tersebut mencerminkan
sikap berpegang teguh kepada kebenaran dan keadilan yang membuktikan dirinya
jauh hal-hal yang dapat membuat ia gagal dalam melaksanakan tugas.
2) Adhy : kesempurnaan dalam bertugas yang berunsur utama pemilikan rasa tanggung
jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa, keluarga dan sesama manusia. Hal ini berarti
bahwa setiap warga kejaksaan dalam melakukan semua perbuatan, baik di dalam
maupun di luar dinas, selalu dilandasi dengan alasan-alasan yang benar, sehingga
perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan.
3) Wicaksana :seorang jaksa haruslah bijaksana dalam bertutur kata dan tingkah laku,
khususnya dalam penerapan kekuasaan dan kewenangan. Hal ini berarti bahwa setiap
10

warga kejaksaan dalam menunaikan tugas dharma bhaktinya, disamping harus cakap,
mampu dan terampil harus pula membuktikan dirinya sebagai petugas yang matang
dan dewasa dengan tanpa mengorbankan prinsip dan ketegasan, dapat bertinda
bijaksana.

B. Analisis
Penyalahgunaan profesi hukum dapat terjadi karena persaingan yang melanda individu
profesional hukum atau karena tidak adanya disiplin diri. Dalam profesi hukum sering terjadi
pertentangan antara 2 (dua) kepentingan yang bersebrangan, yaitu cita-cita etika yang tinggi
di satu sisi, sedang praktek hukum berada pada posisi yang jauh dengan cita-cita tersebut.
Dalam kasus diatas jelas telah terjadi pelanggran kode etik profesi jaksa dimana jaksa
farizal diduga menerima suap sebesar Rp 440 juta untuk tidak menahan Xaveriandy Sutanto.
Selain itu ia juga tidak melakukan tugas dan kewajibannya sebagai jaksa dengan semestinya
dimana ia Farizal tidak pernah sekalipun mengikuti sidang perkara di mana Sutanto menjadi
terdakwa. Padahal, ia merupakan jaksa penuntut umum dalam kasus terkait distribusi gula
yang diimpor tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) itu.
Farizal juga disebut tidak informatif kepada sesama anggota tim jaksa penuntut umum
dalam kasus itu, sehingga mereka berjalan tanpa koordinasi dengan Farizal. Selain itu, Farizal
juga membantu Sutanto dalam menyusun eksepsi atas surat dakwaan agar mendapatkan
hukuman yang ringan. Perbuatan tersebut dianggap melampaui kewenangannya sebagai jaksa
penuntut umum karena semestinya yang menyusun eksepsi adalah terdakwa bersama
penasihat hukum. Perbuatan tersebut dinilai telah melanggar tugasnya sebagaimana telah
diatur dalam :
 Pasal 10 ayat (2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi
sebagai berikut:
“Saya

bersumpah/berjanji:

bahwa saya akan setia kepada dan mempertahankan negara kesatuan Republik
Indonesia, serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melaksanakan peraturan
perundang-

undangan

yang

berlaku

bagi

negara

Republik

Indonesia.
11

bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi dan akan menegakkan hukum, kebenaran
dan keadilan, serta senantiasa menjalankan tugas dan wewenang dalam jabatan saya
ini dengan sungguh- sungguh, saksama, obyektif, jujur, berani, profesional, adil,
tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu
dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung
jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Esa, masyarakat, bangsa, dan negara.
bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau
dipengaruhi oleh campur tangan siapa pun juga dan saya akan tetap teguh
melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan undang-undang kepada
saya.
bahwa saya dengan sungguh-sungguh, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau
tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak
memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapa pun juga.
bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini,
tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga
suatu janji atau pemberian“.
-

Pasal 11 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia karena telah melakukan rangkap jabatan sebagai penasihat hukum
terdakwa.

Selain itu, perbuatan Faizal juga melanggar pasal 7 (B) PERATURAN JAKSA AGUNG
REPUBLIK

INDONESIA

NOMOR

PER–014/A/JA/11/2012

TENTANG

KODE

PERILAKU JAKSA, dimana seorang jaksa tidak boleh menerima hadiah/keuntungan dalam
bentuk apapun dari pihak yang berwenang maupun pihak yang tidak berwenang. Perbuatan
Faizal sendiri bertentangan dengan makna timbangan yang terdapat didalam lambang
Kejaksaan. Seorang jaksa seharusnya memandang sama semua terdakwa, baik itu pejabat
ataupun orang biasa sekalipun karena semua orang memiliki kedudukan yang sama dimata
hukum.
Faizal juga tidak mengamalkan Tri Karma Adhyaksa. Perbuatannya jelas-jelas
bertentangan dengan satya. Artinya dalam menjalankan tugasnya Faizal tidak berpegang
teguh kepada keadilan serta kebenaran, sehingga dirinya mudah terpengaruh oleh hal-hal
yang dapat membuat ia gagal dalam menjalankan tugas.
12

Profesionalisme seorang jaksa sungguh sangat penting dan mendasar, sebab sebagaimana
disebutkan di atas, bahwa antara lain di tangannyalah hukum menjadi hidup, dan karena
kekuatan atau otoritas. Mungkin bagi orang yang berpikiran normatif, ungkapan ini agak
berlebihan. Akan tetapi, secara sosiologis hal ini tidak dapat dimungkiri kebenarannya,
bahkan beberapa pakar sosiologi hukum sering menyebutkan bahwa hukum itu tidak lain
adalah perilaku pejabat-pejabat hukum.
Agar keahlian yang dimiliki seorang jaksa tidak menjadi tumpul, maka kemampuan
yang sudah dimilikinya seyogianya harus selalu diasah, melalui proses pembelajaran ini
hendaknya ditafsirkan secara luas, di mana seorang jaksa dapat belajar melalui pendidikanpendidikan formal atau informal, maupun pada pengalaman-pengalaman sendiri. Karena
hukum yang menjadi lahan pekerjaan jaksa merupakan sistem yang rasional, maka keahlian
yang dimiliki olehnya melalui pembelajaran tersebut, harus bersifat rasional pula. Sikap
ilmiah melakukan pekerjaan ditandai dengan kesediaan memperguanakan metodologi modern
yang demikian, diharapkan dapat mengurangi sejauh mungkin sifat subjektif seorang jaksa
terhadap perkara-perkara yang harus ditanganinya.
Dalam dunia kejaksaan di Indonesia terdapat lima norma kode etik profesi jaksa,
yaitu:
a. Bersedia untuk menerima kebenaran dari siapapun, menjaga diri, berani, bertanggung

jawab dan dapat menjadi teladan di lingkungannya.
b. Mengamalkan dan melaksanakan pancasila serta secara aktif dan kreaatif dalam

pembangunan hukum untuk mewujudkan masyarakat adil.
c. Bersikap adil dalam memberikan pelayanan kepada para pencari keadilan.
d. Berbudi luhur serta berwatak mulia, setia, jujur, arif dan bijaksana dalam diri, berkata

dan bertingkah laku.
e. Mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara daripada kepentingan pribadi atau

golongan.

C. Sanksi yang Pantas Diberikan
Faizal telah terbukti melakukan tindak penyuapan, dan dapat dikenai sanksi
administratif.

Apabila kita

melihat

PERATURAN

JAKSA

AGUNG REPUBLIK

INDONESIA NOMOR PER-014/A/JA/11/2012 pasal 13 ayat (1) yang berisi :
a) pembebasan dari tugas-tugas Jaksa, paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama (1)
satu tahun; dan/atau
13

b) pengalihtugasan pada satuan kerja yang lain, paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 2 (dua) tahun.
Dan sanksi administratif yang tepat untuk dijatuhkan kepada Faizal adalah
pembebasan dari tugas-tugas jaksa, paling singkat 3 bulan dan paling lama 1 tahun. Lalu
bagaimana jika setelah dikenai sanksi administratif, jaksa melakukan suatu pelanggaran kode
etik yang sama ? jawabannya bisa kita lihat didalam pasal 27 ayat (2) intinya mengatakan,
bahwa apabila seorang jaksa yang telah terbukti melakukan suatu pelanggaran kode etik
kemudian melakukan pelanggaran kode etik yang sama, maka dapat dijatuhi sanksi
administratif yang lebih berat.

D. Pencegahan Agar Tidak Terjadinya Penyalahgunaan Profesi Hukum
Dengan semakin maraknya kasus pelanggaran kode etik kejaksaan, Komisi Kejaksaan
harus berani menindak tegas para jaksa yang terbukti melanggar Kode Etik Jaksa.
Sebenarnya pencegahan pelanggaran Kode Etik Jaksa ini bisa dibagi menjadi dua, yaitu
secara preventif dan represif.
Secara Preventif yaitu dengan cara memberikan pendidikan karakter kepada seluruh
warga Kejaksaan mengenai pentingnya kode etik jaksa dalam menjalankan tugasnya, tidak
hanya dibekali Technical Aspect (Pertanggung jawaban secara ilmiah) tetapi juga Ethical
Aspect (Pertanggung jawaban lahirian), karena seorang Penegak Hukum haruslah mempunyai
dua aspe penting tersebut. Hal itu perlu dilakukan agar semua warga kejaksaan tetap
berpegang kepada kode etik jaksa ketika ia bertugas. Kemudian secara represif yaitu Komisi
Kejaksaan harus aktif dalam menindak Jaksa-Jaksa yang terbukti melanggar kode etik,
berilah mereka hukuman yang setimpal dengan apa yang telah mereka perbuat. Dengan dua
cara tersebut diharapkan bahwa kedepannya Warga Kejaksaan tidak lagi melakukan
pelanggaran kode etik

14

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kasus di atas merupakan salah satu contoh perilaku profesi hukum atau dalam hal ini
yang kelompok kami bahas adalah jaksa, sebagai mana yang telah dibacakan tadi dalam
kasus tersebut jaksa telah menggunakan kekuatan nya untuk melakukan tindakan yang tidak
terpuji. Jaksa tersebut menggunakan kewenangan nya untuk menguntungkan diri nya sendiri
dan orang lain, yang mana telah melanggar kode etik jaksa. Padahal jelas-jelas dalam kode
etik jaksa pasal 10 ayat 2, dimana jaksa telah bersumpah untuk setia kepada Negara dengan
cara menjunjung tinggi dan menegakkan hukum yang ada di Indonesia. Itu sangat
disayangkan ketika ada jaksa yang melanggar kode etik yang seharusnya dia tahu sebagai
orang hukum bahwa hukum dibuat untuk dipatuhi bukan untuk dilanggar.
Faizal telah terbukti melakukan tindak penyuapan, dan dapat dikenai sanksi
administratif, Dan sanksi administratif yang tepat untuk dijatuhkan kepada Faizal adalah
pembebasan dari tugas-tugas jaksa, paling singkat 3 bulan dan paling lama 1 tahun. tinggal
sekarang bagaimana agar kasus diatas tersebut tidak sampai terulang kembali yang akan
mencoreng nama hukum dan membuat masyarakat semakin tidak percaya terhadap hukum
yang ada di Indonesia. Salah satu bentuk sebagai pencegahan agar kasus ini tidak terulang
adalah dengan memberikan sebuah pendidikan karakter yang lebih baik dari yang
sebelumnya dan mengadakan pelatihan atau semacam seminar bagi jaksa-jaksa muda agar
tindakan diatas tidak dilakukan oleh jaksa-jaksa lainnya, serta diharapkan agar Komisi
Kejaksaan bertindak lebih tegas dalam menangani Jaksa – Jaksa yang terbukti melakukan
pelanggaran kode etik.

15

B. SARAN
Profesionalisme seorang jaksa sungguh sangat penting dan mendasar, sebab sebagaimana
disebutkan di atas, bahwa antara lain di tangannyalah hukum menjadi hidup, dan diharapkan
agar jaksa yang memiliki integritas kepribadian serta disiplin tinggi guna melaksanakan tugas
penegakan hukum dalam rangka mewujudkan keadilan dan kebenaran.

DAFTAR PUSTAKA

Abintoro prakoso, 2015, Etika Profesi Hukum Telaah Historis, Filosofis dan Teoritis Kode
Etik Notaris, Advokat, Polisi, Jaksa dan Hakim, Surabaya LaksBang Justitia.
REPUBLIK

INDONESIA.

2012.

PERATURAN

JAKSA

AGUNG

NOMOR

PER–014/A/JA/11/2012 TENTANG KODE PERILAKU JAKSA
Suhwardi K. Lubis, 2012, Etika Profesi Hukum, Jakart, Sinar Grafika.
Tribunnews,Batam.2016.Pelanggaran Kode Etik Jaksa Farizal terkait Kasus
Pengusaha yang Suap Irman Gusman. Diambil dari:
http://batam.tribunnews.com/2016/09/22/ini-dia-pelanggaran-kode-etikjaksa-farizal-terkait-kasus-pengusaha-yang-suap-irman-gusman (26 Mei
2017)

16