Munculnya dan MNLF di Filipina

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berbicara masuknya islam ke Filipina masih banyak yang simpang siur.
Karena menurut catatan sejarah masih di sangkut pautkan kepada masuknya islam ke
Nusantara dan Melayu. Islam diperkenalkan di Selatan Filipina (Kepulauan Sulu)
pada awal abad ke-10 M. para pedagang Arab telah sampai ke kawasan ini yang
sebelumnya mereka berdagang dengan Brunei (Broneo). Pada tahun 977 M, Brunei
telah mengirimkan seorang duta yang beragama Islam ke Cina. Duta tersebut oleh
orang Cina disebut Pu Ali (Abu Ali). Setelah mengenal Brunei mereka pun sampai ke
Filipina Selatan.
Selanjutnya mengenai istilah, radikalisme, fundamentalisme, dan terorisme.
Ketiga istilah tersebut konon merupakan efek dari benturan dunia barat dengan dunia
timur, apalagi setelah keruntuhan Uni Soviet pada tahun 1990 an. Selanjutnya
berbicara Asia Tenggara juga memiliki beberapa basis gerakan radikal. Seperti:
MNLF (Moro National Liberal Federation), MLIF (moro liberation Islamic
federation) Abbu Sayyaf, Jamaah Islamiyah atau yang dikenalnya dengan JI dan lainlainnya. Semua gerakkan tersebut dimotori oleh orang-orang atau kelompok Islam
yang mempunyai pemikiran politik dan ideologi berbeda dengan negara kesatuanya.
Salah satu contoh

yang menjadi perbincangan yang sangat serius adalah


gerakan radikal yang sangat ditakuti oleh dunia barat berasal dari Filipina Selatan,
yakni MNLF, MILF dan Abbu Sayyaf. Kemuculan gerakan Islam radikal ini
mempunyai sejarah tersendiri tentunya. Menurut Theodorson.1 Gerakan radikal ini
adalah gerakan sosial, sebab gerakan sosial untuk kebanyakan orang yang terlibat
bersifat informal atau tidak langsung. Dimana gerakan sosial tersebut muncul akibat
ketidakpuasan terhadap segelintir perubahan sosial, sebab perubahan sosial tersebut
tidak membawa pengaruh yang baik bagi sekelompok atau kelompok-kelompok
radikal itu muncul. Dari ketiga gerakan tersebut, sangat menarik perhatian dari
kawasan Regional, Nasional dan Internasional.
MNLF sendiri muncul dari ketidak puasan dari sebagian masyarakat yang
mempunyai pengaruh cukup signifikan didalamnnya. Hal ini dilihat dari sebagian
pendapat yang ditulis oleh para peneliti, bahwa MNLF muncul untuk melawan rezim
1

M. Zaki Mubarok, Ganealogi Islam Radikal Di Indonesia, Gerakan
Pemikiran Dan Prospek Demokrasi. (Jakarta: LP3S, 2007), hlm. 51

1


Marcos dan penjajahan Barat Spayol dan Amerika pada saat itu yang sedang berkuasa
dengan ketidak adilan. Disisi lain juga ingin melindungi nasib orang-orang islam
pribumi yang terdikriminasi.
Pembatasan dan Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas maka penuli hanya akan memfokuskan
pembahasan pada sejarah munculnya MNLF di Filipina. Dari situ juga penulis
merumuskan kedalam beberapa pertanyaan, sebagai berikut :
1. Sejarah munculnya MNLF?
2. Apa yang melatar belakangi munculnya MNLF?
3. Bagaimana perkembangannya?
Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif-analisis dengan
pola penulisan deduktif-induktif atau umum-khusus dan sosio-History, dimana dalam
penulisannya penulis akan mengeksplorasi buku-buku yang berkaitan dengan judul
ini, dan melalui Library Research penulis akan menyusun dengan mencari sumbersumber yang berkaitan, disini penulis tentu menggunakan empat tahapan dalam
metode penelitian yang menjadi syarat dalam penelitian.
a.

Mencari dan menemukan sumber (Heuristik),


untuk pencarian sumber data,

pertama tentu saja yang dicari adalah sumber primer, dalam hal ini adalah bukubuku yang dikarang sendiri oleh peneliti Filipina, data-data yang berada di
kedutaan Filipina di Indonesia, di tambah dengan data-data sumber sekunder
yang berada di perpustakaan-perpustakaan UIN dan perpustakaan yang lainnya.
b.

Mengolah sumber (kritik sumber: intern dan ekstern), untuk mengetahui
otentisitas dan keabsahan sumber, maka perlu diadakan kritik sumber. Dari segi
intern apakah isi sumber bisa dipercaya, apakah terdapat perbedaan atau tidak
setelah dibandingkan dengan sumber-sumber yang lain.

c.

Mengolah data (seleksi dan interpretasi) setelah dilakukan kritik terhadap sumber
data, penukis memilih sumber data mana saja yang bisa dijadikan referensi
seteleh sebelumnya penulis tentu memahami isi sumber data. Dari kritik dan
seleleksi data tersebut penulis akan memperoleh pemamahaman baru dan
menemukan korelasi antara judul dan sumber-sumber data.
Penulisan (historiografi). Tahap terakhir dari metode peneletian ini adalah


historiografi atau penulisan hasil penelitian itu. Pemahaman yang diperoleh penulis
2

dari kritik sumber dan interpretasi dituangkan dalam bentuk tulisan. Dalam penelitian
ini penulis menggunakan metode deskriptif-analisis dengan pola penulisan deduktifinduktif atau umum-khusus.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dan kegunaan penelitian ini untuk menambah
wawasan intelektual serta informasi pengetahuan tentang kemunculan gerakan MNLF
dan keberadaannya di Filipina. Disisi lainnya juga dapat menambah informasi bagi
pembaca tentang gambaran umum tentang MNLF, dan menambah daftar koleksi
referensi bacaan tentang gerakan seperti MNLF di Filipina.
Kajian Teoritis
Michael Brown membahas tentang Nationalism and Ethnic Conflict dalam
pandangannya mengidentifikasikan diantaranya ada 2 faktor yang mengakibatkan
terjadinya kekerasan akibat konflik yaitu faktor struktural yang menekankan pada
weak states, keamanan dalam negeri dan etnisitas suatu wilayah. Kaitannya dengan
masalah konflik Filipina adalah etnisitas suatu wilayah dimana wilayah Mindanao
merupakan diduduki oleh penduduk asli yang mempunyai budaya ketimuran
sedangkan Filipina bagian utara membawa pada budaya barat. Kedua, faktor politik.

Biasanya faktor politik sebagai pemicu ketegangan antar etnis. Terjadinya ketegangan
etnis terkait dengan sistem politik, ideologi politik yang berlaku, dinamika politik
antar kelompok dan juga perilaku elit. Dalam menanggapi perilaku elit, bangsa Moro
sering sekali membuat pemberontakan karena kalangan elit yang tidak memihak
kepada kepentingan bangsa Moro.2
Teori identitas berasumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas terancam
yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan dimasa lalu yang tidak
diselesaikan. Sasaran yang ingin dicapai melalui teori ini adalah melalui fasilitasi
lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik mereka diharapkan
dapat mengidentifikasikan ancaman-ancaman dan ketakutan yang mereka rasakan
masing-masing dan untuk membangun empati dan rekonsiliasi diantara mereka; dan
meraih kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhan identitas pokok semua pihak.3
Peace making adalah proses pencapaian perdamaian yang dilakukan untuk
menghentikan kekerasan konflik yang ditandai dengan adanya gencatan senjata atau
2

Nasrullah. Dendam Konfik Poso periode 1998-2001. Jakarta: PT.Gramedia
Pustaka Utama. 2009. hlm. 41
3
Simon Fisher,dkk. Mengelola Konfik: Keterampilan dan Strategi Untuk

Bertindak. The British Council Indonesia. Jakarta. 2001. hlm. 8

3

perjanjian perdamaian.Fokus utamanya adalah mencapai kesepakatan untuk
menghentikan peperangan. Sedangkan tujuan utamanya adalah untuk menghentikan
pertikaian atau peperangan yang telah terjadi selanjutnya penderitaan rakyat dan
kerusakan lingkungan, bangunan dan infrastruktur dapat dihentikan. Peristiwa yang
terjadi selama ini, konflik Mindanao hanya berkutat diranah peace making tidak
adanya perubahan ketahap proses damai selanjutnya akibat dari sering terjadinya
pelanggaran yang dilakukan setelah disepakatinya agreement.
BAB II
PEMBAHASAN
Gambaran Umum Filipina
Filipina adalah negeri kepulauan yang terdiri dari 7.109 pulau tropis dengan
total luas wilayah 29.629.000 hektar dan terdiri dari berbagai ragam etnis, bahasa dan
agama. Meskipun lebih dikenal sebagai sebuah negara yang mayoritas penduduknya
menganut Katholik, wilayah Filipina sekarang ini meliputi juga beberapa kawasan
yang berpenduduk muslim. Menurut catatan sensus resmi Filipina tahun 2001, jumlah
penduduk muslim di negara yang beribukota Manila ini adalah 5 % dari seluruh

penduduk Filipina, yakni sekitar 4 juta jiwa dari jumlah total populasi 82.841.518.
juta penduduk.
Sementara itu berbagai sumber lainnya menyebutkan, pada tahun (2003) 267
setidaknya terdapat kurang lebih 7 juta penduduk muslim, artinya mencapai 10 % dari
total penduduk Filipina. Jumlah tersebut di atas cukup menjadikan komunitas muslim
sebagai kelompok minoritas, baik dari segi budaya maupun politik, di tengah-tengah
bangsa Filipina yang mayoritas beragama Katholik. Setidaknya terdapat 12 kelompok
etnolinguistik dalam masyarakat Islam Filipina, yaitu: Manguindanao, Maranao,
Iranun, Tausug, Samal, Yakan, Jama Mapun, Palawani, Molbog, Kalagan, Kolibugan
dan Sangil. Mayoritas dari mereka bertempat tinggal di kawasan Filipina Selatan,
khususnya Pulau Mindanao dan Kepulauan Sulu. 4 Meskipun menyandang status
minoritas, dalam konteks Filipina, masyarakat Islam adalah komunitas terbesar kedua
setelah masyarakat Katholik. Posisi seperti itu membuat komunitas muslim sangat
penting bagi perkembangan sosial dan politik Filipina.
Masyarakat Islam di Filipina juga seringkali disebut bangsa Moro. Menurut
catatan sejarahnya, istilah Moro merujuk kepada kata Moor, Moriscor atau Muslim.
4

Azyumardi Azra, (Pemimpin Redaksi), Ensiklopedi Islam dalam Dinamika
Asia Tenggam , jilid 3, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005), him. 44


4

Kata Moor berasal dari istilah Latin Mauri, sebuah istilah yang seringkali digunakan
orangorang Romawi Kuno untuk menyebut penduduk wilayahAljazair Barat dan
Maroko. Ketika Bangsa Spanyol tiba di wilayah Filipina dan menemukan sebuah
bangsa yang memiliki agama dan adat istiadat seperti orang-orang Moor di Spanyol
Andalusia, maka mereka mulai menyebut orang-orang Islam Filipina dengan istilah
Moro. Istilah moro digunakan untuk menamakan penduduk pribumi Filipina yang
beragama Islam. Sedangkan istilah India merupakan sebutan bagi kaum pribumi
Filipina yang menjadi Kristen. Sedangkan kaum yang menyembah berhala dan
berdiam di pedalaman dan gummg-gunung disebut infieles. Istilah Filipino biasanya
dikenakan bagi orang Spanyol yang lahir di Filipina, untuk membedakan dengan
peninsulares, yaitu orang-orang Spanyol yang lahir di Spanyol Eropa.5
Masuknya Islam dan Kolonialisme Barat
Sejarah mencatat Islam masuk ke Filipina tidak lama setelah Islam
berkembang di dunia Melayu. Islam sudah berkembang di beberapa kepulauan,
khususnya Sulu di Filipina Selatan, setidaknya pada perempat terakhir abad ke-13. Ini
berarti, bagi kawasan Filipina, kedatangan Islam jauh lebih awal daripada kedatangan
kolonial Barat, khususnya bangsa Spanyol. Islam menyebar ke Filipina melalui Sulu

pada abad ke-14 oleh para dai yang datang dari kepulauan Indonesia. Sebenarnya
pada abad ke-13 sudah banyak pedagang muslim yang menetap di Sulu karena letak
geografisnya strategis. Filipina menjadi salah satu jalur perdagangan internasional
(yang membentang dari Laut Merah hingga Laut Cina) dan dikuasai oleh para
pedagang muslim.
Penyebaran Islam berkembang pesat hingga awal abad ke-16 di Filipina. Pada
masa ini penyebaran Islam telah mencapai Kepulauan Mindanao, Kepulauan Visayas,
bahkan sampai ke Pulau Luzon.6 Pedagang-pedagang Muslim diketahui telah
mengunjungi Kalimantan pada abad ke- 10, dan beberapa diantaranya menetap di
Sulu, pada awal abad ke-13. Pada masa itu pedagangpedagang Islam sering singgah di
Kepulauan Filipina, dalam perjalanannya menuju Cina. Pada abad selanjutnya, para
pendakwah Islam (mahdumin) dari kepulauan Indonesia yang beredekatan, tiba di
Sulu, dalam usaha penyebaran agama. Mahdumin ini, niscaya dipengaruhi oleh

5

6

Cesar Adib Majul, Dinamika Islam Filipina, (Jakarta: LP3S, 1991), him. 10
Mulder, Niels, Waama Publik Asia Tenggam, (Yogyakarta: Kanisius, 2005), him.


240-245

5

sufisme, yang mengajarkan unsur-unsur dasar Islam dan mendirikan masjidmasjid
sederhana.7
Mayoritas orang-orang Moro tinggal di bagian Barat dan tengah pulau
Mindanao dan pulau Sulu. Mereka dikelompokkan ke dalam dua belas kelompok suku
bahasa, yang utama adalah Maranao, Manguindanao, Tausug, Samal dan Yakan.
Bertani dan menangkap ikan adalah mata pencaharian utama mereka.Beberapa
kelompok dikenal dengan industri rumah tangga, seperti kerajinan dari kuningan dan
anyaman serta aktifitas perdagangan. Wilayah mereka praktis tidak memiliki basisbasis industri.8
Pada tahun 928 H/1521 M, secara mendadak Spanyol menyerbu kepulauankepulauan Filipina. Selama masa yang hampir 4 abad ini, telah terjadi upaya
penjauhan ajaran Islam dari generasi kaum muslimin secara berturut-turut lewat jalan
peperangan yang menghancurkan kaum muslimin dan memaksa mereka untuk
memeluk agama Nasrani dengan ancaman kekerasan. Sekalipun demikian, mereka
tidak juga mampu mengalahkan pemerintahan-pemerintahan Muslim, sehingga disana
masih tersisa beberapa pemerintahan. Spanyol belum berhasil sepenuhnya menguasai
Filipina ini, khususnya kepulauan Mindanao dan Sulu.9

Perkembangan Islam di Filipina terhambat oleh kolonialisme Spanyol.
Kolonialisme Spanyol yang membawa semangat glory, gospel and gold berusaha kuat
untuk mengubah agama masyarakat Filipina menjadi pengikut katolik. Serta
menerapkan sistem politik divide and rule (pecah belah dan kuasai), dan mission sacre
(misi suci untuk kristenisasi) terhadap orang Islam. Pada 1578, terjadi perang antara
kaum muslim dengan Spanyol yang juga melibatkan orang Filipina Utara yang telah
menjadi Kristen.10
Wilayah Manguindanao dan Sulu di Filipina selatan tidak pernah ditundukkan
oleh Spanyol, namun dianggap sebagai bagian dari koloninya. Terbukti dalam Traktat
Paris pada tahun 1898 yang mengalihkan kekuasaan Filipina kepada Amerika Serikat
dan selanjutnya Amerika menguasai Filipina, Amerika Serikat kemudian menguasai
kepulauan Filipina pada tahun 1317 H/1899 M. maka timbullah perlawanan
7

Cesar Adib Majul, Dinaniika Islam Filipina, (Jakarta: LP3S, 1991), him. 8
John L Eposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Jilid II, (Bandung:
Mizan, 2001), him. 65
9
Ahmad al-Usairy,Sejarah Islam; Sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad
XX,(Jakarta : Akbar Media Eka Sarana, 2003) hal.
10
Prof Dr. Taufk Abdullah,Ensiklopedi Tematis Dunia Islam; Asia Tenggara,
(Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002) hal. 476
8

6

menentangnya dan berlangsung hingga tahun 1339 H/1920 M.11 Amerika Serikat
mewarisi kawasan terutama di wilayah utara Filipina yang berpusat di Manila, Luzon.
Sementara wilayah selatan Filipina yang membentang di Kepulauan Mindanao dan
seluruh pulau Sulu yang tidak pernah terjamah oleh usaha kristenisasi Spanyol, berada
dibawah kekuasaan militer Spanyol dengan cara membangun benteng pertahanan
yang kuat di seluruh penjuru hunian penduduk. Namun, control atas masyarakat
sedemikian lemah sehingga mudah diruntuhkan seiring dengan jatuhnya Teluk Manila
oleh Amerika Serikat. Sungguhpun demikian, Amerika Serikat tidak mengelola
daerah Selatan ini hingga 1902.12
Pada masa pemerintahan kolonialisme Amerika Serikat, masyarakat Islam
yang masih tradisional tidak mau bekerja sama dengan Amerika maupun masyarakat
Filipina lainnya yang katolik. Usaha pembaratan atau pemodernan administrasi juga
gagal pada masyarakat Islam di Selatan. Amerika lebih mudah bekerja sama dengan
mayarakat katolik.
Konsentrasi kebijakan Amerika Serikat memang tidak tertuju pada konversi
agama penduduk, tetapi pada usaha mem-Barat-kan umat Islam sehingga mampu
memerintah dirinya sendiri, setara dengan orang Kristen Filipina. Amerika Serikat
mengirimkan para pejabat sipil Kristen ke kawasan Islam yang dikuasai oleh
penguasa muslim untuk memperkenalkan cara baru pengelolaan pemerintahan dan
merangsang komunitas muslim untuk dapat bekerja sama dengan proyek negara.
Program ini tidak hanya ditujukan untuk kolonialisme Amerika Serikat untuk
melakukan transformasi dalam kehidupan kaum muslim di kawasan selatan, namun
yang lebih penting meredakan permusuhan Islam-Kristen yang telah berjalan lama.
Sebagai bagian dari proyek ini, colonial Amerika Serikat juga menganjurkan dan
mengirim ribuan orang Kristen dari utara untuk menetap di Mindanao.13
BAB III
PERKEMBANGAN MNLF DI FILIPINA
Munculnya MNLF di Filipina
11

Ahmad al-Usairy,Sejarah Islam; Sejak Zaman Nabi Adama hingga Abad

XX
12

Prof Dr. Taufk Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam; Asia
Tenggara, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002. hlm. 336
13
Prof Dr. Taufk Abdullah,Ensiklopedi Tematis Dunia Islam; Asia Tenggara,
Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002. hlm. 337

7

Ketika Amerika Serikat memberikan kemerdekaan kepada rakyat Filipina
pada tahun 1947, Islam manguindanao dan Sulu itu juga termasuk didalamnya.
Dengan kata lain, kedua wilayah ini menjadi bagian dari negara Filipina, meskipun
diprotes keras oleh pemimpin dan rakyat muslim di kawasan itu. Sebelum penyerahan
kemerdekaan itu, Sultan Sulu mengirimkan surat kepada Kongres dan Presiden
Amerika Serikat bahwa kepulauan Mindanao khususnya Kesultanan Sulu menolak
untuk menjadi bagian dari negara Filipina yang merdeka.
Mereka ingin tetap menjadi bagian dari negara Amerika Serikat dan tidak ikut
bergabung dengan negara Filipina. Namun protes itu tidak digubris oleh Amerika
Serikat dank arena itu muslim Moro di kepulauan Mindanao tetap menjadi bagian dari
negara Filipina. Penyerahan kedaulatan kesultanan Sulu oleh Spanyol ke penjajah
Amerika Serikat yang dianggap illegal dan surat permintaan Sultan Sulu kepada
Presiden dan Kongres Amerika Serikat untuk tidak bergabung dengan negara Filipina
merdeka, itu menjadi tonggak sejarah bagi gerakan separatism di kepulauan
Mindanao: bahwa bangsa moro sejak awal tidak bersedia menjadi bagian dari negara
Filipina.
Akibat berbagai kekecewaan dan sakit hati masyarakat Islam terhadap
perlakuan yang tidak adil sejak masa kolonialisme Spanyol, Amerika, dan berlanjut
pada masa pemerintahan Filipina mendorong munculnya organisasi-organisasi yang
menuntut kemerdekaan bagi wilayah Selatan Filipina. Lahirnya MIM (Mindanao
Independence Movement) dan MNLF (Moro National Liberation Front) adalah upaya
untuk

meraih

kemerdekaan

bagi

wilayah

masyarakat

Muslim,

Sehingga,

menimbulkan ketegangan antara penduduk minoritas muslim Moro dengan para
pendatang pada pemberontakan bangsa Moro tahun 1960-1970. tahun 1972, Nur
Misuari sebagai pemimpin MNLF bersama pendukungnya mendeklarasikan rencana
mendirikan Republik bangsa Moro melalui Moro National Liberation Front(MNLF)
yang memiliki tujuan untuk mencapai kebebasan penuh kepada bangsa Moro dan
merdeka dari penjajahan Filipina. Di pihak lain, upaya dari penguasa Filipina masa
kini juga tidak terlalu serius untuk memberikan kesempatan yang sama kepada
masyarakat Islam dalam memperoleh kesempatan baik dalam pemerintahan,
kemiliteran, dan pendidikan.

8

Kemunculan gerakan Saparatis juga dapat kita simak dari penjelasan
bebereapa tokoh. Menurut Jhon L Eposito dari hasil karyanya yang berjudul
Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, memberikan tambahan informasi kepada
kita bahwa kemunculan pergerakan MNLF ini dilatarbelakangi oleh tiga faktor,
diantaranya adalah:14
1. Untuk melindungi kepentingan dan identitas budaya Moro (Muslim Filipina).
2. Tanggapan terhadap manifestasi historis dan minoritas Muslim di Filipina.
3. Percepatan program integrasi dan pembangunan nasional selama tahun 1950-an
sampai 1960-an.
Percepatan program ini dari susut pandang gerakan MNLF adalah bahwa cara
yang dilakukan oleh pihak pemerintah sangatlah tidak masuk akal dan mengandung
unsur untuk mempengaruhi orang-orang Muslim yang berada di Filipina Selatan
terutama pulau-pulau yang berpenghuni Muslim. Tidak masuk akalnya atau ada
sebuah hal yang terselubungnya adalah kebijakan pemerintahan Marcos dengan
mengadakan perpindahan penduduk dari masyarakat Filipina Utara. Filipina Utara
memang sangatlah terkenal atau identik mayoritas Kristen Katholiknya. Lalu hal
tersebut tentunya menimbulkan rasa kekhawatiran orang-orang Non Muslim tersebut
akan mempengaruhi akidah serta pola tingkah laku kebarat-baratan sehingga identitas
tradisi, kebudayaan serta peradaban Islam di Filipina Selatan akan tersisih atau hilang.
Maka dari itulah latar belakang MNLF sangat menghargai tradisi dan kebudayaan
Islamnya.
Kemudian dari Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Asia Tenggara, latar
belakang kemunculan MNLF adalah:15
1. Hilangnya struktur aspek Islam di kepulauan Mindanao, Basilan, Sulu. Seperti
halnya: sistem kepepimpinan yang dahulu diatur oleh seorang datuk diganti
atau dihilangkan sejak zaman masa Sultan Jamalul Kiram III Maret 1915, pada
saat itu beliau mengundurkan diri mejadi datuk. Contoh keduanya adalah
dihilingkannya sistem hukum syariah atau hukum Islam yang dahulu sudah
berkembang sebelum kedatangan kolonial pada abad ke- 15 M.
2. Pencaplokan tanah milik warga Muslim yang dilakukan oleh pihak pemerintah
Ferdinan Marcos pada tahun 1965. Hal tersebut tentunya menghilangkan rasa
14

Jhon L Eposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, jilid I, Bandung:
Mizan, 2001, hlm. 81.
15
Taufk Abdullah (ed.), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Asia Tenggara,
jilid kelima, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve), Hlm. 480.

9

kemerdekaan yang dirampas begitu saja. Apalagi kita sudah mengetahui
bahwa mata pencaharian penduduk pribumi Muslim di Filipina Selatan adalah
sebagai petani dan nelayan.
3. Menurut Abhoud Lingga salah satu tokoh MNLF yang berpengaruh
mengatakan, ‘sulitnya atau minimnya jalan perdamaian antara penduduk lokal
Muslim dan pihak pemerintah Marcos.’ Mungkin saja latarbelakangnya
berdirinya MNLF disini untuk menjembatani aspirasi politik dan hak-hak
masyarakat Muslim di Filipina Selatan. Sebab tanpa gerakan ini amat sulit
untuk pencapaian pemufakatan perdamaian.
4. Terdiskriminasinya hak berpolitik Muslim dan keikutsertaanya dalam
berpartisipasi ke negara. Alasan lainnya adalah kasus politik tanah yang sangat
merugikan kepentingan umat Islam dan pergolakan proses asimilasi di Filipina
juga makin meningkatnya kesadaran bangsa moro sebagai umat, sebuah
konsep tentang komunitas religious.
Jadi faktor-faktor latar belakang berdirinya gerakan MNLF dari beberapa
sumber yang telah di rangkum menjadi satu padu adalah pertama faktor agama, dalam
faktor petama ini adalah merupakan salah satu aspek terpenting sebab langsung ke
aqidah umat Muslim. Sebab pada rezim Marcos sudah melakukan kebijakan yang
menginginkan Islam di Filipina tidak boleh berkembang baik tradisi, kebudayaan dan
peradaban Islamnya. Contoh lainya adalah dihilangkannya hukum syariah.nFaktor
kedua adalah dari segi aspek politik, terdiskriminasinya masyarakat Muslim atau
golongan elite Muslim dalam percaturan politik regional. Apalagi pihak pemerintah
tidak perhatian jarang perhatian dengan masalah yang dihadapi oleh para umat
Muslim di Filipina Selatan.
Faktor kesukuan atau Ashabiyah dan keagamaan, hal ini sama dengan yang
diungkapkan pada bukunya dale F. Eickelmen dan james piscatori, ekspresi politik
Muslim, bahwa MNLF menekankan kewajiban untuk berpartisipasi baik dalam Jihad
Islam maupun bangsa (identitas yang mengacu pada nenek moyang asal-usul
seseorang).16 Faktor ini jugalah menurut cendikiawan Muslim yang bernama Ibnu
Kaldun dalam bukunya Muqqadimah, bahwa faktor kesukuan amatlah penting dalam
menunjukan identitas kebersamaan jati diri serta kuat ikatanya untuk mencapai tujuan
dan cita-cita bersama yakni disini MNLF ingin mendirikan negara Islam terlepas dari
16

Dale F. Eickelman dkk, Ekspresi Politik Muslim, cetakan I, (Bandung: Mizan,
1998), Hlm. 125

10

pemerintahan atau negara Filipina. Kemudian nantinya dari hasil melakukan kegitan
sparatisnya tersebut maka akan terjalinlah atau terbentuknya sebuah negara Islam dari
pergerakan Islam (MNLF) itu sendiri. Sebab tujuan dari berdirinya MNLF ini adalah
untuk mendirikan negara Islam.
Perkembangan MNLF
Perkembangan MNLF tak luput lepas dari masa kemerdekaan Filipina itu
sendiri. Dimana pada masa lalunya masih membekas luka penjajahan dari Spanyol
dan Amerika yang menyebabkan merasa tersisih dari orang Filipina yang sebagian
besar agama Katholik. Muslimin Filipina yang lebih dikenal dengan orang moro,
secara agama, politik, maupun ekonomi tertinggal oleh rekan sebangsanya. Maka dari
itulah para suku Moro atau orang-orang Muslim bersatu padu dengan mendirikan
gerakan militant Moro yang diawali dengan lahirnya MIM (Mindanao Independence
Movement) pada tahun 1968 yang diprakarsai oleh Datuk Udtog Matulam. 17 Mim ini
menghendaki kemerdekaan di 13 provinsi Mindanao dan pulau-pulau sekitarnya.
Diantara tahun 1969 dan 1970, ada 90 pemuda dilatih di perbatasan Malaysia dan
Muangthai.
Mengapa gerakan MNLF dikatakan sebagai gerakan radikal dikarenakan
perlawananya yang memakai cara kekerasan dalam konteks perlawanan terhadap
pemerintah era Ferdinan Marcos serta menggunakan persenjataan berat (senjata api)
yang diperoleh dari kemungkinan besar dari negara Muslim lainnya. Seperti halnya;
pada zaman Soeharto atau Orde Baru juga pernah membantu menyusuplai senjata
untuk membantu perlawanan para gerakan tersebut. Bisa kita bayangkan alasan
mengapa Soeharto membantu gerakan radikal tersebut mungkin saja juga
menggulingkan ferdinan marcos, sebab marcos juga merupakan sahabat dari Ir
Soekarno yang terkenal dengan kerja sama MAPHILINDOnya. Bahwa kita juga telah
mengetahui bahwa dalam dunia politik jika salah satunya telah berkuasa maka temanteman yang menjadi lawan politiknya pun juga harus dihilangkan dengan cara apapun.
Alasan lainya adalah mengapa MNLF disebut sebagai gerakan radikal juga
akibat atau pengaruh tantangan global atau ketakutkan pihak barat terhadap Islam.
Sebab Islam merupakan suatu agama yang besar pengaruhnya terkait dengan
pandangan politiknya. Seperti masih ada yang mempunyai konsep Anti Imperialism.
Sehingga pihak barat susah untuk mengusai daerah tersebut dari berbagai aspek
17

Apipuddin, Islam Di Asia Tenggara, cetakan pertama, (Jakarta: PT Akbar Media

Sarana, 2008), hlm. 112.

11

tentunya demi kekuasaanya. Kemudian yang terakhir adanya ‘stempel’ cap radikal di
MNLF bisa juga dikarenakan pemikiran-pemikiran Syekh Quttub. Sebab dalam
pemikiranya sangatlah ekstrim terhadap barat. Maka dari cara kegiatan aksi yang
dilakukan MNLF bersifat ekstrim.
Dalam dinamika konflik Mindanao telah terjadi pergantian 5 regim besar,
yang ada kecenderungan regim satu dengan regim lainnya mengembangkan kebijakan
yang relatif berbeda. Namun yang tak bisa dihindari bahwa regim di Filipina
senantiasa diidentikkan dengan konsep “Filipino” yang senantiasa dekat dengan
makna Katolik. Sehingga tak bisa dihindari bahwa setiap regim di Filipina difahami
oleh masyarakat Mindanao sebagai cerminan Katolik. Regim Marcos yang berkuasa
semenjak 1970 cenderung menerapkan kebijakan represif kepada setiap bentuk
perlawanan masyarakat Mindanao kepada pemerintah, baik yang dilakukan oleh
kelompok Mindanao muslim ataupun kelompok komunis. Kebijakan represif ini
tercerminkan dalam kebijakan Martial Law, sebuah kebijakan yang memberikan
ruang yang besar bagi tentara Filipina dan penduduk Katolik melakukan tindakan
kekerasan kepada komunitas muslim.
Meskipun demikian, pada akhirnya regim Marcos pada tahun 1976 juga mulai
menunjukkan sikap akomodatifnya terhadap gerakan perlawanan Moro. Sikap
akomodatif regim Marcos tidak bisa dilepaskan dari tekanan masyarakat internasional
dan dunia Islam terhadap kebijakan represifnya. Regim Aquino yang menggantikan
regim Marcos di 1992 cenderung mengembangkan kebijakan akomodatif terhadap
kelompok perlawanan Mindanao daripada kebijakan represif. Pilihan kebijakan ini
tidak bisa dilepaskan dari spectrum politik di Filipina dan dukungan internasional
untuk menyelesaikan konflik Mindanao di meja perundingan. Langkah-langkah yang
dilakukan Aquino adalah dengan melakukan pertemuan informal dan formal dengan
elit-elit MNLF dan beberapa Negara Timur tengah sebagai fasilitator negosiasi.
Sedangkan regim Fidel Ramos sebagai penerus regim Aquino cenderung
untuk meneruskan gaya kepemimpinan Aquino untuk bersikap akomodatif terhadap
kelompok perlawanan di Mindanao. Sebagai mantan wakil presiden pada regim
Aquino, Ramos telah merintis jalan perdamaian dengan kelompok perlawanan. Sikap
pro peace regim Ramos, membuat MNLF yang sebelumnya memilih sikap
konfrontatif pasca Tripoli Agreement 1976, mulai menunjukkan sikap akomodatif dan
menerima tawaran negosiasi dalam konteks Final Peace Agreement 1996. Berbeda
dengan regim Aquino dan Ramos yang cenderung mengembangkan kebijakan
12

akomodatif atau all-out peaces terhadap kelompok perlawanan Moro, regim Estrada
cenderung memilih kebijakan represif (all-out wars). Kebijakan Estrada keras Estrada
melakukan penyerangan langsung dan menghancurkan camp-camp serta markas
MILF, Abu Sayyaf dan MNLF yang dianggap sebagai kelompok teroris yang harus
ditumpas. Sikap represif Estrada cenderung juga dilanjutkan oleh Arroyo dalam
menyelesaikan konflik Mindanao, untuk mendukung kebijakan tersebut regim Arroyo
melakukan mengembangkan kembali kebijakan kerjasama militer dengan Amerika
Serikat terutama kerjasama perang terhadap jaringan terorisme internasional.
Perjanjian Damai
Sejak tahun 1970-an militer Filipina masuk kewilayah Mindanao yang
didominasi oleh penduduk muslim, target mereka adalah menyerang markas-markas
MNLF (sekarang MILF karena MNLF telah melakukan kesepakatan perjanjian
damai) yang sampai saat ini terus berlangsung. Sejak itu pula menimbulkan terjadinya
eskalasi konflik diantara pemerintah dan MNLF setelah terjadinya pembunuhan
massal terhadap 24 orang penduduk Sulu yang dikenal dengan Jabidah Massacre, ini
merupakan bentuk eskalasi konflik yang pertama pada tahun 1968, akan tetapi hal ini
dapat diselesaikan sehingga terjadi de-eskalasi karena tujuan genocide tersebut tidak
terbukti. Selanjutnya, proses negosiasi terjadi pada tahun 1975 presiden Marcos
melakukan gencatan senjata antara pemerintah dengan MNLF untuk memulai
membicarakan perdamaian dengan MNLF. Hal ini diakibatkan oleh embargo minyak
oleh negara-negara arab yang tergabung dalam organisasi pengeksor minyak terhadap
negara-negara pendukung Israel, negara Filipina merupakan salah satu pendukungnya.
Pada bulan desember 1976 pemerintah Filipina dan MNLF menandatangani
perjanjian Tripoli yang merupakan hasil dari pendekatan perdamaian tersebut.
Muamar Qaddafi presiden Libya sebagai mediator permasalahan ini, akan tetapi
perjanjian Tripoli tidak efektif dan beberapa tahun kemudian terjadi konflik kembali
menimbulkan eskalasi konflik yang kedua kalinya. Sehingga, pada saat ini pula terjadi
perpecahan MNLF yang terbagi menjadi dua. Penyebabnya, karena MNLF dan MILF
keduanya memiliki pandangan yang berbeda terhadap pemerintahan Filipina. MNLF
bersifat tidak menjadi gerakan separatis dari Filipina sedangkan MILF merupakan
gerakan separatis bangsa Moro yang ingin menentuakan nasibnya sendiri dengan
mendirikan negara republik islam. Peristiwa ini merupakan akibat dari kegagalan
perjanjian Tripoli. Selama setelah perjanjian Tripoli yang terjadi adalah bargaining

13

antara pemerintah dan MNLF dalam hal pemberian otonomi yang disepakati dalam
perjanjian tersebut.
Tahun 1986, presiden Aquino yang menggantikan presiden Marcos melakukan
pertemuan dengan Nur Misuari (pimpinan MNLF) untuk membicarakan rencana
perdamaian sebagai langkah awal negosiasi penyelesaian sengketa/konflik. Menurut
penulis ini merupakan langkah yang baik untuk menjalin hubungan perdamaian antara
pemerintah dengan MNLF. Akan tetapi, hal ini membuat kemarahan MILF yang tidak
diikutsertakan. Alhasil, setelah 10 tahun kemudian dibentuk "Final Peace Agreement".
Dimediasi oleh OKI dan MWL namun pemerintah Filipina cenderung melakukan
negosiasinya dimulai dengan MNLF.
Tahun 1996, dibawah pimpinan Fidel Ramos memang sudah terbentuk FPA
yang disepakati oleh MNLF dengan pemerintah Filipina. Kondisi ini dalam tahapan
proses damai disebut dengan tahapan peacemaking seperti halnya setelah perjanjian
Tripoli. Dalam kondisi peacemaking fokus antara keduanya pada kesepakatan untuk
penghentian peperangan diantara kedua pihak, dengan agreement tersebut berarti
konflik itu harus dihentikan dan ada tanggung jawab bersama untuk menjaga
perjanjian tersebut baik dari pemerintah maupun MNLF. Sehingga, apabila
perdamaian sudah terwujud maka perdamaian tersebut harus dijaga, ini akan
berlangsung ketahap perdamaian selanjutnya.

BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Masuknya islam ke Filipina masih menimbulkan banyak penafsiran, selain
dari terbatasnya catatan sejarah yang menjelaskan masuknya islam ke Filipina dan
masuknya islam ke Nusantara dan Melayu masih dijadikan patokan islam di Filipina.
Perkembangan sial di Filipina menhadapi berbagai macam lika-liku banyak
14

perpecahan yang timbul dari perkembangan islam di Filipina, seperti MNLF, MILF
dan lain-lain, yang timbul ketika kolonialisme barat mulai masuk dan berkembang di
Filipina.
Selain itu organisasi sering contra dengan kebijakan pemerintah di Filipina
sehingga menibulkan konflik yang berkepanjangan. MNLF sendiri muncul dari
ketidak puasan masyarakat islam yang merasa terdiskriminasi. Begitupun pemerintah
yang melakukan banyak cara untuk melakukan perjanjian damai dengan organisasi
tersebut namun belum menumukan ujung dari perdamaian kedua belah pihak yang
bertikai. Meskipun pada masa pemerintahan F Ramos sudah dilakukan perdamain
namun belum ada yang bisa menjaga perjanjian perdamain sepenuhnya dari belah
pihak sehingga berlanjut ke perjanjian berikutnya. Sampai kepada Marcos dan
presiden Aqueno tetap saja konflik ini belum menemukan titik akhir.
Kritik dan Saran
Dari awal hingga akhir jika dicermati dalam tulisan ini, penulis kira banyak
terdapa kesalahan yang cukup fatal. Sehingga akan mengurangi sisi ilmiahnya.
Kesalah yang serasa fatal diantaranya, cara penulisan, baik dari susunan kalimat yang
kadang semberautan atau sangat tidak beraturan, juga akan ditemuakan adanya
penulisan yang terkadang salah ketik dan sebagainya. Ada kesalahan yang juga seperti
konsep yang kurang tepat dan kadang ngelantur sehingga tidak diketahui arah tulisan
ini.
Sehingga dari berbagai kesalahan yang banyak terdapat dalam tulisan ini,
penulis sangat terbuka dari berbagai masukan yang sifatnya membangun. Sebab kami
sadar bahwa tidak ada seseorang yang sempurna. Kertikan yang keras yang sifat nya
membangungn juga kami harapkan. Hal ini untuk mencgah berbagai kesalahan dalam
membuat karya ilmiah kedepannya. Atas semua perhatiannya kami ucapkan banyak
terimakasih.

Daftar Pustaka
M. Zaki Mubarok, Ganealogi Islam Radikal Di Indonesia, Gerakan
Pemikiran Dan Prospek Demokrasi. Jakarta: LP3S. 2007

15

Azyumardi Azra, (Pemimpin Redaksi), Ensiklopedi Islam dalam Dinamika
Asia Tenggam , jilid 3, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005
Cesar Adib Majul, Dinamika Islam Filipina, Jakarta: LP3S, 1991, hlm. 10
Mulder, Niels, Waama Publik Asia Tenggam, Yogyakarta: Kanisius, 2005.
Cesar Adib Majul, Dinaniika Islam Filipina, Jakarta: LP3S, 1991
John L Eposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Jilid II, Bandung:
Mizan, 2001
Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam; Sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad XX,
Jakarta : Akbar Media Eka Sarana, 2003
Prof Dr. Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam; Asia Tenggara,
Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002
Ahmad al-Usairy,Sejarah Islam; Sejak Zaman Nabi Adama hingga Abad XX
Jhon L Eposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, jilid I, Bandung:
Mizan, 2001
Dale F. Eickelman dkk, Ekspresi Politik Muslim, cetakan I, Bandung: Mizan,
1998
Apipuddin, Islam Di Asia Tenggara, cetakan pertama, Jakarta: PT Akbar
Media Sarana, 2008
Nasrullah. Dendam Konflik Poso periode 1998-2001. Jakarta: PT.Gramedia
Pustaka Utama. 2009
Simon Fisher,dkk. Mengelola Konflik: Keterampilan dan Strategi Untuk
Bertindak. The British Council Indonesia. Jakarta. 2001

16

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24