BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Kemandirian 1. Pengertian kemandirian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Perilaku Mandiri Melalui Metode Bermain Peran Siswa Kelompok A di TK Dharma Wanita Desa Sanggrahan Kecamata

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Perilaku Kemandirian
1. Pengertian kemandirian
Menurut Bacharuddin Mustafa (2008: 75) kemandirian adalah
kemampuan untuk mengambil pilihan dan menerima konsekwensi yang
menyertainya. Kemandirian pada anak-anak diwujudkan ketika mereka
menggunakan pikirannya sendiri dalam mengambil berbagai keputusan; dari
memilih perlengkapan belajar yang ingin digunakannya, sampai hal-hal yang
relatif lebih rumit dan menyertakan konsekwensi-konsekwensi tertentu yang
lebih serius.
Kemandirian bukanlah kemampuan yang dibawa anak sejak lahir,
melainkan hasil dari proses belajar. Kastawijaya dan Kuswanto (2000: 1)
mengemukakan bahwa kemandirian anak harus dibina sejak anak masih bayi
dengan penanaman disiplin yang konsisten sehingga kemandirian yang
dimiliki dapat berkembang secara utuh.
Kemandirian adalah suatu sifat yang memungkinkan manusia
bertindak bebas, melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri
atas dorongan diri sendiri, mengejar prestasi penuh ketekunan serta keinginan
untuk mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain, mampu bertindak

kreatif, dan penuh inisiatif, mampu mengatasi masalah yang dihadapi, mampu
mengendalikan tindakan-tindakannya, mampu mempengaruhi lingkungannya,
mempunyai rasa percaya terhadap kemampuan diri sendiri, menghargai
keadaan dirinya dan memperoleh kepuasan dari usahanya. (Masrun dikutip
Dewi. 2005)
Berdasarkan

uraian

tersebut

maka

dapat

disimpulkan

bahwa

kemandirian anak adalah suatu perilaku yang aktivitasnya diarahkan pada diri

sendiri, melakukan sesuatu atas dorongan kebutuhan diri sendiri, berkeinginan
untuk mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain, kreatif dan inisiatif,
mampu mengatasi maslah yang dihadapi, mempunyai rasa percaya terhadap
kemampuan diri sendiri dan memperoleh kepuasan.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian anak
Menurut Masrun

(dalam Dewi,

2005)

terdapat

faktor

yang

mempengaruhi kemandirian terdiri dari dua faktor, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Masuk dalam faktor internal antara lain: usia, jenis kelamin,

konsep diri, dan intelegensi
1.

Usia
Individu pada masa anak-anak akan lebih tergantung pada orang tua,
tetapi ketergantungan itu lambat laun akan berkurang sesuai dengan
bertambahnya usia.

2. Jenis kelamin
Perbedaan sifat yang dimiliki oleh pria dan wanita , hal ini disebabkan
oleh perlakuan yang berbeda diantara keduanya. Anak laki-laki lebih
diberikan kesempatan untuk berdiri sendiri dan menanggung resiko, serta
dituntut untuk lebih inisiatif dan originalitas dari pada anak perempuan.
3. Konsep diri
Konsep diri mendukung adanya perasaan kompeten pada individu untuk
menentukan langkah yang diambil. Lebih lanjut dikatakan bahwa
bagaimana individu tersebut memandang dan menilai keseluruhan dirinya,
akan menentukan sejauh mana perilakunya. Individu yang memandang
dan menilai dirinya mampu, akan cenderung memiliki kemandirian.
Sebaliknya mereka yang memandang dan menilai dirinya kurang, akan

cenderung menggantungkan dirinya pada orang lain.
4. Intelegensi
Intelegensi merupakan keseluruhan kemampuan anak untuk berpikir dan
bertindak secara terarah, mengolah dan menguasai lingkungan secara
efektif.

Masuk dalam faktor eksternal antara lain Pendidikan dan keluarga
1. Pendidikan
Suatu usaha untuk mempengaruhi perkembangan pendirian kehidupan
anak, baik itu sikap, tingkah laku, dan perbuatannya sehingga terbentuk
proses pendirian hidup atau pandangan hidup atau cita-cita yang dapat
dipertanggung jawabkan jika dipandang dari segi pendidikan.

2. Keluarga
Keluarga terutama orangtua mempunyai peranan yang sangat besar
dalam meletakkan dasar-dasar kepribadian seorang anak, demikian
pula dalam pembentukan kemandirian dalam diri anak.
Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian seorang anak
antara lain: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
mencangkup usia, jenis kelamin, konsep diri, dan intelegensi. Faktor

eksternal mencangkup pendidikan dan keluarga.

3.Aspek-aspek kemandirian
Masrun (1986) mengemukakan lima aspek dalam kemandirian anak,
antara lain:
a. Bebas yang bertanggung jawab, ditunjukkan dengan adanya ciri-ciri
yaitu tindakan yang dilakukan atas kehendak sendiri, bukan karena
orang lain, dan tidak bergantung pada orang lain.
b. Progresif dan ulet, ditunjukkan dengan adanya ciri-ciri yaitu usaha
untuk mengerjakan prestasi, penuh ketekunan, merencanakan serta
mewujudkan harapan-harapannya.
c. Inisiatif, ditunjukkan dengan ciri-ciri yaitu kemampuan untuk berpikir
dan bertindak secara original, kreatif dan penuh inisiatif
d. Pengendalian diri, ditunjukkan dengan ciri-ciri yaitu adanya perasaan
mampu untuk mengatasi masalah yang dihadapi, mampu dan mengenal
diri sendiri.
e. Kemantapan diri, ditunjukkan dengan ciri-ciri yaitu merasa percaya
pada kemampuan diri sendiri, dapat menerima dan memperoleh
kepuasan dari usaha sendiri.


4. Indikator Sosialisasi dan Kemandirian Anak Usia 4 sampai 5
Tahun Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tahun 2010 adalah sebagai berikut
1. Anak dapat mencuci dan mengeringkan tangan sebelum dan setelah
makan
2. Anak dapat mengenakan celana panjang, kemeja, baju, kaos kaki
tanpa di bantu

3.

Anak bereaksi dengan tenang dan tidak rewel (tanpa menangis atau
menggelayut) pada saat di tinggal orang tua.

B. Metode Bermain Peran
1. Pengertian Metode Bermain Peran
Menurut Batterhaim dalam Elizabeth B Hurlock (1988:15) menyatakan
bermain peran adalah bermain aktif dimana anak-anak melalui perilaku
dan sifat percaya diri yang tinggi, berhubungan dengan materi/situasi
seolah-olah itu atribut yang lain ketimbang yang sebenarnya.
Menurut Wina Sanjaya (2006: 161), bermain peran adalah metode

pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk
mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau
kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa yang akan datang.
Menurut Santosa (1995:2) Metode mengajar bermain peran merujuk
pada dimensi pribadi dan dimensi sosial kependidikan. Ditinjau dari
dimensi pribadi, diupayakan untuk membantu anak didik menemukan
makna dari lingkungannya yang bermanfaat dan dapat memecahkan
problem yang tengah dihadapi dengan bantuan kelompok sebayanya (peer
group). Sedangkan ditinjau dari dimensi sosial, metode ini memberi
kesempatan kepada anak didik untuk berkerjasama dalam menganalisis
situasi – situasi sosial terutama hubungan antara pribadi mereka.
2. Manfaat Bermain Peran
Menurut Bredekamp copple (1997:5) manfaat bermain peran di antaranya
adalah :
a)Bermain peran membantu anak membangun konsep dan pengetahuan
melalui rasa percaya diri anak dengan orang lain, misalnya pengetahuan
tentang sekolah yang dibangun anak melalui informasi yang berbicara atau
mengobrol dengan orang lain ( termasuk teman sebayanya).
b) Bermain peran membantu anak mengembangkan kemampuan
mengorganisasi dan menyelesaikan masalah. Anak– anak yang bermain

“dokter – dokteran” harus perfikir dimana ruang dokter, apa yang
dipergunakan sebagai stetoskop. Anak juga berfikir tugas dokter
bagaimana

dan karakteristik dokter yang diperankan bagaimana.
c)Bermain peran membantu anak mengembangkan kemampuan berfikir
abstrak misalnya ketika anak bermain peran telepon – teleponan, anak
belajar memahami perspektif orang lain, serta cara memecahkan
masalahnya.
d) Bermain peran meningkatkan rasa percaya diri
anak, perkembangan rasa percaya diri anak yang terdapat dalam bermain
peran diantaranya: 1) rasa percaya diri, yaitu percaya diri dalam
mengambil keputusan saat bermain sama temannya dan memecahkan
masalah; 2) kerja sama, yaitu percaya diri dalam mengerjakan tugas, saling
membantu sama temannya.

3. Tujuan Penggunaan Metode Bermain Peran
Metode bermain peran mempunyai tujuan yang hendak dicapai dalam
kegiatan pembelajaran. Menurut Hamzah B. Uno (2010: 26), bermain
peran mempunyai tujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri

(jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan
kelompok. Hal ini mempunyai arti bahwa melalui kegiatan bermain peran
siswa dapat belajar menggunakan konsep peran, menyadari perannya,
serta melatih perilaku sesuai peranan individu yang berbeda-beda.
Hamzah B. Uno (2010: 26) juga menambahkan sebagai berikut.
Proses bermain peran dapat memberikan contoh kehidupan perilaku
manusia yang berguna bagi siswa untuk: (1) menggali perasaannya, (2)
memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap,
nilai, dan persepsinya, (3) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam
memecahkan masalah, (4) mendalami mata pelajaran dengan berbagai
macam cara

4. Langkah-langkah Bermain Peran
Metode bermain peran dilakukan bertahap dengan langkah-langkah
yang tersusun secara sistematis. Berikut ini merupakan langkah-langkah
dalam bermain peran yaitu: 1). memanaskan suasana kelompok, 2).
memilih partisipan, 3). mengatur setting tempat kejadian, 4). menyiapkan

peneliti, 5). pemeranan, 6). diskusi dan evaluasi, 7). memerankan kembali,
8). berdiskusi dan mengevaluasi, serta 9). saling berbagi dan

mengembangkan pengalaman (Achmad Fawaid & Ateilla Mirza, 2011:
332).
Menurut Hamzah B. Uno (2010: 26) langkah bermain peran yaitu:
1) Pemanasan (warming up)
2) Memilih partisipan
3) Menyiapkan pengamat (observer)
4) Menata panggung
5) Menyiapkan peran
6) Diskusi dan evaluasi
7) Memainkan peran ulang
8) Diskusi dan evaluasi kedua
9) Berbagi pengalaman dan kesimpulan

5. Jenis-Jenis Bermain Peran
Menurut Hamalik (2006:97) Adapun jenis-jenis bermain peran
diantaranya.
a). Bermain Peran Mikro
Dalam bermain peran mikro anak memainkan alat tertentu untuk
dimainkan, seperti boneka, boneka tangan, mobil-mobilan atau binatang
dari plastik. Pada tahap ini anak sudah mengembangkan kemampuan rasa

percaya diri. Bermain peran mikro anak mempunyai minat pada
personifikasi, karena mereka masih senang berbicara dengan benda mati
dan biasanya mereka menciptakan percakapan sendiri.
b). Bermain Peran Makro
Bermain peran makro merupakan cara bermain peran dimana anak
secara langsung menjadi seseorang yang mereka inginkan seperti ayah,
ibu, tante, polisi, pilot, dokter, petani dan berbagai macam peran lainnya.
Meskipun anak-anak masih menggunakan setting atau keadaan lingkungan
disekitarnya, pada tahap permain peran makro anak sudah mampu
berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik, anak juga dilatih untuk
bekerjasama dan terlibat dalam percakapan yang terarah. Ketika anak
sudah mampu bermain peran makro, berarti anak sudah menunjuukkan

kemampuan kognitif yang cukup baik karena bermain peran makro
membutuhkan banyak sekali keterampilan baik.

6. Kelebihan Bermain Peran
Metode

bermain

peran

mempunyai

beberapa

kelebihan

atau

keuntungan. Keuntungan bermain peran tergantung kepada kegiatan
terutama analisis sebagai tindak lanjutnya, dan juga bergantung kepada
persepsi siswa tentang bermain peran yang menyerupai situasi keadaan
yang nyata (Mulyani Sumantri & Johar Permana, 1998/1999: 67).
Menurut Kiranawati (2007), kelebihan metode bermain peran sebagai
berikut.
a. Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan
untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.
b. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
c. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan
dalam situasi dan waktu yang berbeda.
d. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan
pada waktu melakukan permainan.
e. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi
anak.

C. Kerangka Berfikir
Kemandirian sangat penting diajarkan pada anak usia dini. Melatih
kemandirian pada anak mulai diajarkan di Taman Kanak-kanak. Namun
pada kenyataannya kemandirian siswa TK belum optimal. Gejala-gejala
yang tampak misalnya, masih adanya ketergantungan siswa pada orang
tua dan guru pada saat pembelajaran, dan kurangnya kepercayaan diri
siswa di sekolah.
Metode

bermain

peran

merupakan

sebuah

metode

yang

memungkinkan siswa berperan atau memainkan peranan dalam suatu
situasi atau masalah tertentu. Dalam perananya siswa dapat mengerti,
memahami, dan ikut merasakan permasalahan yang dimainkan. Siswa
dapat melatih bagaimana menyelesaikan masalah tersebut melalui

pendalaman peran, dan dapat mengerti situasi maupun kondisi dirinya
dalam situasi kelompok. Melalui metode bermain peran dalam penelitian
ini, siswa kelompok A TK Dharma Wanita Sanggrahan berlatih
mengoptimalkan perilaku mandiri serta tidak bergantung pada guru dan
orang tua di dalam kelas. Melalui metode bermain peran, siswa
kelompok A berlatih untuk mandiri, melatih kepercayaan diri dengan
tugas dan peran masing-masing yang diperankan oleh anak.

D. Penelitian yang Relevan
Berdasarkan hasil penelitian memperkuat keinginan peneliti untuk
untuk menggunakan metode bermain peran sebagai solusi meningkatkan
kemandirian siswa, antara lain adalah penelitian yang dilakukan oleh
Sundari tahun 2012 pada siswa kelompok B di TK Pertiwi 03 Tambak
Mojosongo Boyolali dengan judul Peningkatan Rasa Percaya Diri
Melalui Bermain Peran pada Anak Kelompok B di TK Pertiwi 03
Tambak Mojosongo Boyolali, menunjukkan bahwa penggunaan metode
bermain peran dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa. Berdasarkan
hasil kegiatan pemebelajaran yang dilakukan sebanyak 3 siklus dapat
diketahui bahwa melalui metode bermain peran dapat meningkatkan
kepercayaan diri siswa. Dalam setiap siklusnya ketuntasan hasil belajar
siswa mengalami peningkatan yaitu siklus I mencapai (52%), siklus II
mencapai (74%) dan siklus III mencapai (84%).
Penelitian yang dilakukan oleh Isnani tahun 2013 pada pada siswa
kelas V Sekolah Dasar Negeri 2 Wates Kulon Progo dengan judul
Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Metode Bermain Peran
Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 2 Wates Kulon Progo.
Peningkatan ditunjukkan dengan hasil nilai keterampilan berbicara
siswa. Peningkatan yang terjadi yaitu, (1) rata-rata nilai pratindakan
siswa sebesar 59,2 dengan persentase ketuntasan sebesar 14%, (2) ratarata nilai evaluasi siklus I sebesar 77,0 dengan persentase ketuntasan
sebesar 51%, (3) rata-rata nilai evaluasi siklus II sebesar 81,5 dengan
persentase ketuntasan 88%.
Penelitian yang dilakukan oleh Atik Yuliyani tahun 2014 pada siswa
kelompok A kelas Firdaus RA Perwanida Grabag Magelang dengan

judul Upaya Meningkatkan Kemandirian Anak dengan Metode Bermain
Kelompok Pada Siswa Kelompok A Kelas Firdaus RA Perwanida
Grabag Magelang.

Penelitian yang dilakukan oleh Desi Retno Sari tahun 2013 pada
siswa di TK Pertiwi Karanganyar dengan judul Pengaruh Pembelajaran
Bermain Peran Terhadap Rasa Percaya Diri Pada Anak Di TK Pertiwi
Karanganyar 2 Plupuh Sragen. Penelitian ditunjukkan dengan hasil
peningkatan yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan
signifikan dari pembelajaran bermain peran terhadap rasa percaya diri
pada anak kelompok B di TK Pertiwi Karanganyar 2. Terbukti dari
hasiluji t yang memperoleh nilai thitung>ttabel yaitu 14,642 > 2,080
diterima pada taraf signifikansi 5%. Artinya terdapat perbedaan rasa
percaya diri anak sebelum dan sesudah pembelajaran bermain peran.
Berdasarkan hasil penelitian dari beberapa peneliti diatas, dapat
disimpulkan bahwa metode pemebelajaran bermain peran atau role
playing

dapat

digunakan

sebagai

salah

meningkatkan perilaku kemandirian siswa.

satu

alternatif

untuk