6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Kerjasama Antar Siswa dan Hasil Belajar Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together Siswa Kelas 4 SD Negeri

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Berikut ini akan dijelaskan beberapa landasan teori tentang hakikat
Matematika, model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads
Together), kerjasama, hasil belajar, dan penelitian tindakan kelas.
2.1.1

Hakikat Matematika

2.1.1.1 Matematika dan Pembelajarannya
Matematika adalah sebagai struktur pelajaran abstrak dan saling berkaitan.
Matematika juga merupakan baris ekspresi bagi kebanyakan rumus- rumus ilmiah.
Hal- hal yang tidak diketahui ini dapat dicari menggunakan matematika. Sebagai
pengetahuan, matematika mempunyai ciri- ciri khusus antara lain abstrak,
deduktif, konsisten, hierarkis, dan logis. Menurut Soedjadi (2000), yaitu
matematika memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola
pikir yang dedukatif. (Heruman 2008 : 1)
Menurut Ruseffendi (1993), matematika adalah bahasa simbol; ilmu
deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola
keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak

didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya
ke dalil. Dalam matematika, setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami siswa
perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam memori
siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya. Untuk
keperluan inilah, maka diperlukan adanya pembelajaran melalui perbuatan dan
pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja, karena hal ini
akan mudah dilupakan siswa. Pepatah Cina mengatakan, “Saya mendengar maka
saya lupa, saya melihat maka saya tahu, saya berbuat maka saya mengerti”.
Hudoyo (Aisyah, 2007: 1) berpendapat bahwa matematika berkenaan
dengan ide (gagasan – gagasan), aturan – aturan, hubungan-hubungan yang diatur
secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep – konsep abstrak.
Pada pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman
belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Sedangkan

6

7

menurut Susanto (2013: 185) matematika merupakan salah satu bidang studi yang
ada pada jenjang pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai pada jenjang

perguruan tinggi, bahkam mata pelajaran ini juga diajarkan di taman kanak- kanak
(TK) secara informal. Hal ini menunjukkan pentingnya matematika dalam bidang
pendidikan dan dalam kehidupan sehari- hari.
Mata pelajaran matematika adalah salah satu mata pelajaran di sekolah
yang merupakan mata pelajaran dasar di SD selain mata pelajaran lain.
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar dalam kehidupan sehari- hari yang
berguna untuk memahami dasar – dasar ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berkembang dewasa ini. (Depdikbud 1994).
Pembelajaran matematika ditingkat SD, Diharapkan terjadi reinvention
(penemuan kembali). Penemuan kembali

adalah penemuan suatu cara

penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas. Walaupun penemuan
tersebut sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang telah mengetahui
sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan sesuatu hal yang
baru. Bruner (Heruman 2008 : 4) mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran
matematika, siswa harus menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang
diperlukannya.


‘Menemukan’

disini

terutama

adalah

‘menemukan

lagi’

(discovery), atau dapat juga menemukan yang sama sekali baru (invention). Oleh
karena itu, kepada siswa materi disajikan bukan dalam bentuk akhir dan tidak
diberitahukan cara penyelesaiannya. Dalam pembelajaran ini, guru harus lebih
banyak berperan sebagai pembimbing dibandingkan sebagai pemberi tahu.
Sepintas konsep matematika yang diberikan pada siswa sekolah dasar
(SD) sangatlah sederhana dan mudah, tetapi sebenarnya materi matematika SD
memuat konsep-konsep yang mendasar dan penting serta tidak boleh dipandang
gampang. Diperlukan kecermatan dalam menyajikan konsep-konsep tersebut, agar

siswa mampu memahaminya secara benar, sebab kesan dan pandangan yang
diterima siswa terhadap suatu konsep di sekolah dasar dapat terus terbawa pada
masa-masa selanjutnya (Antonius Cahya Prihandoko, 2006 : 1).
Konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi tiga
kelompok besar, yaitu penanaman konsep dasar (penanaman konsep), pemahaman

8

konsep, dan pembinaan ketrampilan. Memang, tujuan akhir pembelajaran
matematika di SD ini yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai
konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi untuk menuju tahap
keterampilan tersebut harus memulai langkah-langkah benar yang sesuai dengan
kemampuan dan lingkungan siswa. Berikut ini adalah pemaparan pembelajaran
yang ditekankan pada konsep-konsep matematika.
1.

Penanaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep), yaitu pembelajaran suatu
konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep
tersebut. Kita dapat mengetahui konsep ini dari isi kurikulum, yang dicirikan
dengan kata “mengenal”. Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan

jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang
konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan
pembelajaran konsep dasar ini, media atau alat peraga diharapkan dapat
digunakan untuk membantu pola piker siswa.

2.

Pemahaman konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep,
yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika.
Pemahaman konsep terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan
kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan.
Sedangkan kedua, pembelajaran pemahaman konsep dilakukan pada
pertemuan berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari pemahaman
konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman konsep dianggap sudah
disampaikan pada

pertemuan sebelumnya,

di


semester atau kelas

sebelumnya.
3.

Pembinaan Keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman
konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan keterampilan
bertujuan agar siswa lebih terampil dalm menggunakan berbagai konsep
matematika.

Seperti

halnya

pada

pemahaman

konsep,


pembinaan

keterampilan juga terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan
dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan
kedua, pembelajaran pembinaan keterampilan dilakukan pada pertemuan
yang berbeda, tapi masih merupakan lanjutan dari penanaman dan

9

pemahaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman dan pemahaman
konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di
semester atau kelas sebelumnya.
2.1.2

Model Pembelajaran Kooperatif

2.1.2.1 Definisi Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang
berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif berasal dari kata
“kooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan

saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau tim. Menurut
Johnson (Isjoni 2010 : 15) pembelajaran kooperatif mengandung pengertian
bekerja sama demi mencapai tujuan bersama.
Menurut Davison & Kroll (dalam Asma, 2006:11) pembelajaran
kooperatif adalah kegiatan yang berlangsung di lingkungan belajar berbentuk
kelompok kecil, sehingga siswa dapat saling berbagi ide dan bekerja secara
kolaboratif untuk menyelesaikan tugas akademik mereka. Sedangkan Slavin
(2009) berpendapat, pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran
dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok – kelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya 4 - 6 orang dengan struktur kelompok heterogen..
Model pembelajaran kooperatif, tidak hanya unggul dalam membantu
siswa memahami kosep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman.
Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran
sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi
yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model
pembelajaran yang menekankan interaksi antar individu untuk terlibat aktif dalam
pembelajaran dan bekerjasama dalam menyelesaikan suatu permasalahan secara
berkelompok.


10

2.1.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Jarolelimek & Parker (Isjoni, 2011:24) mengungkapkan tentang kelebihan
dan kelemahan pembelajaran kooperatif. Kelebihan dari pembelajaran kooperatif
antra lain : a) saling ketergantungan positif, b) adanya pengakuan dalam merespon
perbedaan individu, c) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas,
d) suasana kelas yang rileks dan menyenangkan, e) terjalinnya hubungan yang
hangat dan bersahabat antara siswa dengan gurunya, dan f) memiliki banyak
kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.
Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu
faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu
sebagai berikut: 1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang,
disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu. 2) agar
proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas,
alat dan biaya yang cukup memadai. 3) selama kegiatan diskusi kelompok
berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas
sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, dan 4)
saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan

siswa yang lain menjadi pasif.
Pembelajaran kooperatif dapat membuat kemajuan besar para siswa kearah
pengembangan sikap, nilai, dan tingkah laku yang memungkinkan mereka dapat
berpartisipasi dalam komunitas mereka dengan cara-cara yang sesuai dengan
tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai karena tujuan utama pembelajaran
kooperatif adalah untuk memperoleh pengetahuan dari sesama temannya.
Pengetahuan itu tidak lagi diperoleh dari gurunya. Seorang teman haruslah
memberikan kesempatan kepada teman yang lain untuk mengemukakan
pendapatnya dengan cara menghargai pendapat orang lain, saling mengoreksi
kesalahan, dan saling membetulkan sama lainnya.

11

2.1.2.3 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Terdapat 6 langkah utama atau tahapan dalam pembelajaran kooperatif,
seperti tampak pada tabel berikut (Ibrahim dkk. 2000:10)

Tabel 1
Langkah – Langkah Pembelajaran Kooperatif
Fase


Tingkah laku Guru

Fase 1
Menyampaikan

tujuan

memotivasi siswa

dan Guru

menyampaikan

semua

tujuan pelajaran yang ingin
dicapai pada pelajaran tersebut
dan memotivasi siswa belajar.

Fase 2
Menyajikan informasi

Guru menyampaikan informasi
kepada

siswa

dengan

jalan

demonstrasi atau dengan bahan
bacaan.
Fase 3
Mengorganisasikan

siswa

ke Guru menjelaskan kepada siswa

dalam kelompok – kelompok bagaimana caranya membentuk
belajar

kelompok
membeantu

belajar

dan

setiap kelompok

agar melakukan transisi secara
efisien.
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja Guru membimbing kelompok –
dan belajar

kelompok belajar pada saat
mereka mengerjakan tugas –
tugas mereka.

12

Fase 5
Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang

materi

yang

telah

dipelajari atau masing – masing
kelompok

mempresentasikan

hasil kerjanya.
Fase 6
Memberikan penghargaan

Guru mencari cara – cara untuk
menghargai,

baik

upaya

maupun hasil belajar individu
dan kelompok.

2.1.3

Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together)
NHT (Numbered Heads Together) atau banyak disebut pula dengan

penomoran, berpikir bersama, atau kepala bernomor merupakan salah satu inovasi
dalam pembelajaran kooperatif. NHT (Numbered Head Together) pertama kali
dikembangkan oleh Spenser Kagan tahun 1993 untuk melibatkan lebih banyak
siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek
pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Menurut Hamdani (2010:89) menjelaskan bahwa “Numbered Heads
Together adalah metode belajar dengan cara setiap siswa diberi nomor dan dibuat
suatu kelompok, kemudian secara acak, guru memanggil nomor dari siswa”.
Menurut Lie(2004: 59) “Numbered Heads Together

adalah pembelajaran

kooperatif yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan
ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat”. Menurut Slavin
(dalam Miftahul Huda, 2011: 130)“Numbered Heads Together adalah suatu
model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam
mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang
akhirnya dipresentasikan di depan kelas”.
Model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) ini secara tidak
langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan

13

cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif
dalam pembelajaran, sehingga peran seorang guru sangat diperlukan, sebagai
pengawas dan fasilitator. Guru tidak hanya membiarkan siswanya mengerjakan
sendiri namun juga harus membimbing jalannya diskusi. Agar tujuan
pembelajarannya dapat tercapai.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Numbered Heads Together
adalah suatu pembelajaran dimana setiap siswa diberikan nomor. Dalam hal ini
siswa saling memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan
ide-ide

dan

mempertimbangkan

jawaban

yang

paling

tepat.

Untuk

mempertanggung jawabkan hasil diskusinya siswa mempresentasikan hasil
diskusinya sesuai dengan nomor yang dipanggil oleh guru.
2.1.3.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads
Together
Langkah-langkah pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)
menurut Hamdani (2010: 90) adalah sebagai berikut:
a. Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap
kelompok mendapat nomor,
b. Guru memberikan tugas dan tiap-tiap kelompok disuruh untuk
mengerjakannya,
c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan
bahwa setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya,
d. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan siswa yang
nomornya dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka,
e. Siswa lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru
menunjuk nomor lain,
f. Kesimpulan.
Dari uraian di atas dijelaskan bahwa Numbered Heads Together (NHT)
adalah pembelajaran yang dilakukan dengan membentuk siswa dalam satu kelas
menjadi beberapa kelompok. Setiap anggota dalam kelompok diberikan nomor.
Siswa diberikan tugas untuk diselesaikan bersama anggota kelompoknya.

14

Kemudian

guru

memanggil

nomor

dari

siswa

secara

acak

untuk

mempresentasikan hasil diskusinya.
2.1.3.2 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
(Numbered Heads Together)
Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)
memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut (Hamdani, 2010: 90):

a. Kelebihan
1) Setiap siswa menjadi siap semua,
2) Siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh,
3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
b. Kelemahan
1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, akan dipanggil lagi oleh
guru,
2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
Adapun sintak pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) adalah
sebagai berikut:
Tabel 2
Sintak pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT)
Fase
Fase

Keterangan
1

: Menyampaikan

Penyampaian

materi

Materi

jelas.

Kegiatan Guru

Kegiatan Siswa

Guru

Siswa

dengan menyampaikan

dan

Penomoran

: Siswa

di

dalam Guru

satu kelas di bagi nomor
menjadi

dari

buku teks jika ada penjelasan
di

dukung dari

dengan alat peraga.
2

penjelasan

materi yang sesuai guru dan bertanya
dengan

Fase

menyimak

guru

yang

kurang jelas.

memberikan Siswa

bergabung

kepada dengan

beberapa setiap siswa dalam kelompoknya.

15

kelompok.

kelompok.

Setiap Kemudian masing-

kelompok

terdiri masing

siswa

dari 4-5 orang. Jadi, menerima
setiap

kelompok yang

nomor
diberikan

diberikan nomor 1 oleh guru.
sampai 4 atau 1
sampai 5.
Fase

3

: Memberikan

Pemberian

diskusi

Tugas

siswa.

soal Guru

memberikan Siswa

menerima

kepada tugas kepada siswa. tugas dari guru dan
Guru

meminta mengatur langkah-

siswa mengerjakan langkah
tugas

tersebut dapat

secara

bersama- menyelesaikan

sama

dengan tugas

kelompoknya.
Fase

4

Bekerjasama

: Berdiskusi

untuk

secara

bersama-sama.

dan Guru membimbing Siswa

menyatukan

dan

saling

memberikan bekerjasama

dan

pikiran agar dapat arahan pada siswa mengeluarkan
menyelesaikan
tugas

secara kesulitan

bersama-sama
dengan baik.

yang

masih ide/pikiran

yang

dalam dimilikinya

mengerjakan tugas.

sehingga

dapat

memecahkan
masalah

yang

terdapat pada soal
yang

diberikan

oleh guru. Setiap
kelompok
meyakinkan
anggota
timnya

tiap
dalam
agar

16

mengetahui
jawaban timnya.
Fase

5

Menjawab

: Salah satu siswa Guru
menjawab

memanggil Siswa

dengan

siswa dengan nomor nomor yang sesuai

pertanyaan

yang tertentu

merupakan

hasil menjawab

menjawab

kelompok pertanyaan

atau pertanyaan

diskusi

untuk mencoba

untuk

untuk seluruh siswa mempresentasikan

seluruh

siswa

dalam kelas.

dalam

kelas.

Sedangkan

siswa

hasil diskusinya.

dari kelompok lain
boleh bertanya atau
menyatakan
pendapatnya
kepada siswa yang
menjawab
pertanyaan.
Fase 6:
Memberikan
Penghargaan/

Memberikan
penguatan
yang

Guru

memberikan Menerima

positif penguatan
bertujuan berupa

untuk menghargai acungan

positif penguatan
pujian, dari

positif

guru

dan

jempol, berkomitmen

Penguatan

kinerja siswa dan atau tepuk tangan untuk belajar lebih

Positif

meningkatkan

terhadap

hasil baik

lagi

agar

motivasi siswa agar pembelajaran yang memperoleh hasil
belajar lebih baik diperoleh
lagi

pada kelompok.

pembelajaran

kelompok

selanjutnya

sudah
dengan

yang
Baik lagi.
yang
berhasil
baik

maupun yang belum

lebih

baik

17

berhasil. Bagi yang
sudah berhasil maka
sebisa

mungkin

mempertahankan
prestasi
kelompoknya,
sedangkan

untuk

yang belum berhasil
agar termotivasi lagi
untuk bekerja lebih
baik

lagi

dari

sebelumnya.
Menyimpulkan

Fase 7:
Memberikan
kesimpulan

materi

Guru

mengajak Siswa

pada siswa

untuk guru

pembelajaran yang menyimpulkan
telah dilakukan.

bersama

menyimpulkan

materi yang telah materi yang telah
dipelajari.

dipelajari.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, pertama-tama yang dilakukan
oleh guru adalah menyampaikan materi kepada siswa. Dalam penyampaian materi
juga dapat menggunakan alat peraga agar siswa lebih paham tentang materi yang
dijelaskan. Setelah guru selesai menyampaikan materi, siswa dalam satu kelas
dibentuk menjadi beberapa kelompok. Guru memberikan nomor pada masingmasing anggota kelompok. Kemudian guru memberikan soal kepada siswa dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk membahas bersama kelompoknya.
Siswa

diminta

untuk

bekerjasama

dan

saling bertukar

pikiran

untuk

menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru. Guru memanggil siswa dengan
nomor tertentu, dan siswa dengan nomor yang sesuai mencoba menjawab
pertanyaan sedangkan siswa dari kelompok yang lain boleh bertanya atau
memberikan pendapat kepada siswa yang menjawab pertanyaan. Kelompok yang

18

sudah menjawab dengan benar atau belum benar tetap diberi penguatan positif
agar mereka tetap terpacu untuk belajar lebih baik lagi. Bagi kelompok yang
sudah baik maka sebisa mungkin mempertahankan prestasinya, dan kelompok
yang belum maksimal harus bekerja lebih keras lagi agar mencapai hasil yang
optimal. Setelah semua siswa melaporkan hasil diskusinya maka siswa bersama
guru menyimpulkan materi atau hasil yang didapat dari materi yang telah
dipelajari.
Dalam hal ini Numbered Heads Together (NHT) baik untuk diterapkan
dalam kegiatan pembelajaran karena berbagai kemampuan siswa akan terbentuk.
Mulai dari bekerjasama untuk menyelesaikan masalah, saling bertukar pikiran,
saling memberi motivasi, dan saling menghargai pendapat orang lain. Selain
bertanggung jawab untuk kelompok, siswa juga harus bertanggung jawab untuk
diri sendiri melalui nomor yang diberikan kepadanya. Setiap anggota dalam
kelompok harus mengetahui jawaban timnya. Sehingga jika sewaktu-waktu guru
memanggil siswa dengan nomor tertentu maka siswa yang nomornya sesuai akan
siap untuk menjawab. Namun untuk melakukan pembelajaran ini, guru harus
mampu mengenali sedikit banyak karakteristik dan level kemampuan siswasiswanya. Guru juga harus menyediakan waktu khusus untuk mengetahui
kemajuan setiap siswanya dengan mengevaluasi mereka secara individual setelah
bekerja kelompok. Dalam hal ini guru harus menyadari bahwa sebenarnya hasil
atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa, bukan hanya
berdasarkan pada hasil kerja kelompok.
2.1.4

Kerjasama
Manusia

sebagai

makhluk

sosial,

tidak

mungkin

terpisah

dari

kelompoknya. Setiap orang pasti membutuhkan bantuan orang lain untuk dapat
memenuhi kebutuhannya. Mereka bekerjasama untuk dapat mencapai suatu tujuan
bersama. Kerjasama juga dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Sahertian (Hamdani, 2010: 133), “prinsip
kerjasama mengandung suatu pengertian bahwa apa yang dilakukan dalam
kegiatan supervisi sharing of idea, sharing of experience, memberi support,
mendorong, menstimulasi siswa sehingga mereka merasa tumbuh bersama”.

19

Kerjasama dalam proses pembelajaran disebut juga dengan belajar bersama.
Dalam kerjasama terdapat kegiatan saling berbagi ide, berbagi pengalaman,
memberi dukungan, dan saling mendorong diantara siswa sehingga mereka dapat
mengembangkan kemampuan secara bersama-sama. Dalam proses pembelajaran,
setiap individu saling bekerjasama untuk membangun pemahaman dan
pengetahuan bersama. Para siswa yang bekerja bersama-sama secara kooperatif
diharapkan bisa menjelaskan apa yang sudah mereka pelajari kepada teman-teman
satu kelompoknya, saling berpartisipasi dan memberikan konstribusi satu sama
lain, mendengarkan dan menghargai pendapat dari orang lain. Warsono (2012:
163) menjelaskan bahwa “kerja sama sebagai nilai karakter. Prinsip ini maknanya
adalah kerja sama tidak hanya sebagai cara untuk belajar, namun kerja sama juga
menjadi bagian dari isi pembelajaran. Kerja sama sebagai nilai menegaskan
perlunya ketergantungan positif”. Menurut Johnson (2010: 28), “kerjasama adalah
upaya umum manusia yang secara simultan mempengaruhi berbagai macam
keluaran instruksional. Keluaran-keluaran ini dapat digolongkan menjadi tiga
kategori utama, yaitu: usaha untuk mencapai, hubungan interpersonal positif, dan
kompetensi sosial”. Berikut ini adalah penjelasan tentang ketiga kategori tersebut:
a. Usaha untuk mencapai
Usaha bersama untuk mencapai tujuan bersama mendorong
tumbuhnya rasa harga diri yang lebih tinggi, rasa kemampuan
diri, kontrol pribadi, dan rasa percaya diri. Demikian juga, jika
seorang individu lebih sehat secara psikologis, maka semakin
baik kemampuan mereka untuk bekerja sama dengan orang lain
untuk mencapai tujuan bersama.
b. Hubungan interpersonal positif
Hubungan yang positif tercermin dari interdependensi positif
(ketergantungan positif). Interdependensi positif akan dapat
terstruktur dengan baik apabila setiap anggota kelompok
memandang bahwa mereka terhubung satu sama lain, sehingga
seseorang tidak akan berhasil kecuali jika semua orang berhasil.
Kepedulian pribadi setiap siswa terhadap pencapaian siswa lain
akan membuat mereka bisa saling berbagi sumber daya, saling
membantu dan mendukung usaha satu sama lain untuk belajar.

20

c. Kompetensi sosial
Bekerja kooperatif bersama teman sebaya atau sekelas dan
menghargai kerjasama akan membangun kompetensi-kompetensi
sosial yang lebih baik dan rasa harga diri yang lebih tinggi
daripada harus bersaing dengan teman sekelas atau bekerja
sendiri-sendiri.
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa kerjasama adalah suatu kegiatan
yang dilakukan secara bersama-sama untuk mempermudah dalam pencapaian
suatu tujuan bersama. Siswa bekerja sama untuk menyelesaikan tugas dalam suatu
kelompok kecil, saling membantu satu sama lain dan menjelaskan apa yang sudah
dipelajari kepada teman-teman satu kelompoknya. Siswa saling berpartisipasi
untuk memberikan pendapatnya, saling membantu temannya yang kesulitan, mau
mendengarkan dan merespon pendapat dari temannya, dan mempunyai prinsip
bahwa pekerjaan yang dilakukan akan dapat terselesaikan jika dilakukan secara
bersama-sama sehingga akan tumbuh ketergantungan positif diantara siswa.
Kerjasama mempengaruhi beberapa keluaran yang dikategorikan menjadi tiga
kategori utama, yaitu: usaha untuk mencapai, hubungan interpersonal positif, dan
kompetensi sosial. Usaha untuk mencapai maksudnya adalah kegiatan untuk
melakukan sesuatu agar dapat mencapai tujuan yang hendak diraih. Dalam hal ini
siswa saling berusaha dan berkontribusi satu sama lain untuk menyelesaikan tugas
dari guru. Siswa dapat dikatakan berhasil jika siswa mampu mengerjakan tugas
sampai selesai dengan tepat waktu dan hasil yang diperoleh juga baik. Hubungan
interpersonal positif dapat diartikan sebagai hubungan ketergantungan yang
positif. Siswa dikatakan berhasil jika semua siswa dalam kelompoknya juga
berhasil. Kepedulian siswa terhadap siswa yang lain mendorong siswa untuk
saling berbagi, saling membantu, saling mendorong agar tujuan yang diinginkan
dapat tercapai. Kompetensi sosial adalah kemampuan siswa dalam kelompok
dalam memutuskan sesuatu yang berguna untuk menentukan tindakan apa yang
akan diambil agar tugas yang dikerjakan dapat terselesaikan dengan baik. Siswa
dapat menentukan langkah apa yang akan digunakan untuk dapat menyelesaikan
tugas. Siswa yang bertanggung jawab adalah siswa yang selalu berada dalam
kelompok untuk selalu berpartisipasi agar tugas dapat terselesaikan.

21

Berdasarkan ketiga kategori tersebut, peneliti menyusun indikator
keterampilan kooperatif, yaitu: usaha untuk mencapai indikatornya adalah
melaksanakan tugas yang diberikan dan menyelesaikan tugas tepat waktu,
Hubungan interpersonal indikatornya adalah kepedulian terhadap kesulitan
sesama anggota kelompok dan menghargai pendapat orang lain, kompetensi sosial
indikatornya adalah memberikan ide atau pendapat dalam kelompok dan berada
dalam kelompok.
Indikator-indokator keterampilan kooperatif yang sudah dijelaskan diatas
akan digunakan sebagai patokan atau alat ukur bagi guru untuk mengukur
kerjasama siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Untuk membuat lembar observasi kerjasama, peneliti terlebih dahulu
menyusun kisi-kisi. Kisi-kisi disusun berdasarkan kategori kerjasama yang
dikemukakan oleh Johnson (2010: 28), yaitu: usaha untuk mencapai, hubungan
interpersonal positif, dan kompetensi sosial. Berdasarkan ketiga kategori tersebut,
peneliti menjabarkannya menjadi 6 indikator keterampilan kooperatif. Dalam
melakukan pengukuran kerjasama siswa, observasi kerjasama mencakup 6 item
pernyataan. Setiap item pernyataan menggunakan rating scale, karena dengan
skala ini data yang diperoleh berupa angka. Jawaban dapat dibuat skor 1,2,3,4.
Adapun kisi-kisi instrumen kerjasama adalah sebagai berikut:

22

Tabel 3
Kisi-Kisi Instrumen Observasi Kerjasama
Kategori
Indikator

No.
1.

2.

3.

Usaha untuk
mencapai

Mengerjakan tugas yang diberikan

Hubungan
interpersonal
positif

Kepedulian terhadap kesulitan sesama
anggota kelompok

Kompetensi
sosial

Menyelesaikan tugas tepat waktu

Menghargai pendapat teman
Memberikan ide atau pendapat dalam
kelompok
Berada dalam kelompok
Jumlah

Catatan: Skor diisi dengan angka 1, 2, 3, dan 4 dengan kriteria sebagai berikut:
1. Mengerjakan tugas yang diberikan
(1) Tidak mengerjakan tugas yang diberikan
(2) Kadang-kadang mengerjakan tugas yang diberikan
(3) Melaksanakan tugas tetapi kurang bertanggungjawab karena hanya
menyalin pekerjaan teman
(4) Selalu melaksanakan tugas dengan penuh tanggungjawab
2. Menyelesaikan tugas tepat waktu
(1) Tidak menyelesaikan tugas dan tidak tepat waktu
(2) Menyelesaikan tugas tapi tidak tepat waktu
(3) Menyelesaikan tugas tepat waktu tetapi masih terdapat jawaban yang
salah
(4) Menyelesaikan tugas tepat waktu dengan benar
3. Kepedulian terhadap kesulitan sesama anggota kelompok
(1) Tidak peduli dengan kesulitan sesama anggota kelompok
(2) Peduli tapi tidak mebantu menyelesaikannya

23

(3) Peduli dan membantu menyelesaikannya tetapi salah atau kurang tepat
(4) Peduli dan membantu menyelesaikannya dengan benar
4. Menghargai pendapat teman
(1) Tidak memperhatikan dan tidak merespon pendapat teman
(2) Memperhatikan tapi tidak merespon pendapat teman
(3) Memperhatikan dan kadang-kadang merespon pendapat teman
(4) Memperhatikan dan selalu merespon pendapat teman
5. Memberikan ide atau pendapat dalam kelompok
(1) Sibuk sendiri dan tidak mengeluarkan pendapat
(2) Memperhatikan tetapi tidak mengeluarkan pendapat
(3) Kadang-kadang mengeluarkan pendapat
(4) Aktif mangeluarkan pendapat
6. Berada dalam kelompok
(1) Kadang-kadang berada dalam kelompok dan tidak ikut berpartisipasi
(2) Berada dalam kelompok tapi tidak ikut berpartisipasi
(3) Berada dalam kelompok tapi kadang-kadang berpartisipasi
(4) Berada dalam kelompok dan selalu ikut berpartisipasi

Untuk mengetahui skor kerjasama setiap siswa dalam kerja kelompok,
maka digunakan rumus sebagai berikut:
Nilai kerjasama siswa =

𝛴 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑠𝑎𝑚𝑎 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎
𝛴 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎𝑎𝑛

𝐷𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖−𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ

Kategori kerjasama diperoleh melalui =
=
=

24−6

18
3

=6

3

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖

24

Sehingga diperoleh:
Skor 6 - 11 = kerjasama rendah
Skor 12 - 17 = kerjasama sedang
Skor 18 - 24 = kerjasama tinggi
2.1.5 Hasil belajar
2.1.5.1 Definisi Hasil belajar
Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang
membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil menunjuk pada suatu
perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan
berubahnya input secara fungsional sedangkan belajar dilakukan untuk
mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan
perilaku disebabkan karena siswa mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang
diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan
pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek
kognitif, afektif maupun psikomotorik (Purwanto, 2011:44-47).
Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai peserta didik
(Sudjana,

2013:3).

Hasil

belajar

merupakan

bagian

terpenting

dalam

pembelajaran. Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasilhasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini menandakan
bahwa objek yang dinilai adalah hasil belajar siswa (Depdiknas:2003). Hasil
belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah
mengalami aktivitas belajar. Menurut Hamalik (2013:155) hasil belajar adalah
sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada siswa yang dapat di amati dan di
ukur bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat di
artikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik
sebelumnya yang tidak tahu menjadi tahu. Hasil belajar yang diperoleh peserta
didik adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh peserta didik.
Semakin tinggi proses belajar yang dilakukan oleh peserta didik, harus semakin
tinggi hasil belajar yang diperoleh peserta didik.

25

Anni (2004:4) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan
perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar.
Sedangkan hasil belajar menurut Sudjana (2013:22) adalah kemampuan yang
dimiliki

siswa

setelah

ia

menerima

pengalaman

belajarnya.

Gagne

mengungkapkan ada lima kategori hasil belajar, yakni : informasi verbal,
kecakapan intelektul, strategi kognitif, sikap dan keterampilan. Sementara Bloom
mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang merupakan kemampuan seseorang
yang harus dicapai dan merupakan hasil belajar yaitu : kognitif, afektif dan
psikomotorik (Sudjana, 2013:22). Pendapat Slameto (2003: 2), belajar merupakan
suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamnanya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang hasil belajar di atas, dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan atau hasil yang diperoleh
siswa setelah mengalami dan atau menerima pengalaman dalam proses
pembelajaran hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif
maupun psikomotorik umumnya ditunjukkan dengan nilai test atau nilai yang
diberikan oleh guru.
Dalam penelitian ini, hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar
kognitif yang dapat diketahui hasilnya dengan tes tertulis setelah proses
pembelajaran selesai.
2.1.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran
tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Sugihartono
(2007 :76-77) mengemukakan faktor-faktor hasil belajar sebagai berikut :
1. Faktor internal, adalah faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar.
Faktor internal ini meliputi kecerdasan, bakat, minat dan motivasi. Kecerdasan
merupakan faktor terpenting dalam proses belajar siswa. Siswa dengan tingkat
inteligensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang siswa mempunyai
tingkat inteligensi rendah (Slameto, 2003:56). Slavin (2009) mendefinisikan
bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar.

26

Purwanto (2011:28) mengatakan bahwa bakat dalam hal ini lebih dekat
pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti kecakapan, yaitu mengenai
kesanggupan-kesanggupan tertentu.
Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan
yang besar terhadap sesuat. Menurut Winkel (1996:24) minat adalah
kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang
atau hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu.untuk
membangkitkan minat belajar diantaranya dengan membuat materi yang akan
dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan baik dari bentuk buku ,
materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa mengeksplore apa
yang dipelajari. Nasution (2010:73) menyatakan motivasi adalah segala daya
yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Sedangkan menurut
Sadirman (2004:77) motivasi adalah menggerakkan siswa untuk melakukan
sesuatu atau ingin melakukan sesuatu. Motivasi juga diartikan sebagai
pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah
perilaku seseorang.
2. Faktor eksternal, adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal ini
meliputi pengalaman-pengalaman, keadaan keluarga, sekolah, lingkungan
sekitar dan sebagainya. Hasbullah (2009:46) berpendapat bahwa keluarga
merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluargalah
anak pertama kali mendapat pendidikan dan bimbingan. Lingkungan
masyarakat juga dapat menimbulkan kesukaran belajar anak, terutama anakanak sebayanya. Apabila anak-anak yang sebayanya adalah anak yang rajin,
maka anak akan terangsang untuk mengikuti jejak mereka. Sebaliknya jika
anak-anak yag sebayanya adalah anak yang kurang rajin, maka anakpun juga
akan terpengaruh (Sardiman, 2004:80). Guru juga dituntut untuk dapat
menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan memiliki tingkah laku
yang tepat dalam mengajar.
Menurut Slameto (2003: 54), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor
intern dan ekstern.

27

1. Faktor interen meliputi faktor jasmani antara lain faktor kesehatan dan cacat
tubuh, yang kedua faktor psikologis yang terdiri dari intelegensi, perhatian,
minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan. Faktor yang terakhir yaitu
faktor kelelahan. Kelelahan yang dimaksud disini yaitu kelelahan jasmani dan
kelelahan rohani.
2. Faktor ekstern meliputi faktor keluarga dan faktor sekolah. Faktor keluarga
disini yaitu seluruh keadaan di dalam rumah siswa, sedangkan faktor sekolah
yaitu segala sesuatu yang ada di lingkungan sekolah.
2.1.6 Penelitian Tindakan Kelas
2.1.6.1 Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas terdiri atas tiga kata yaitu, penelitian, tindakan
dan kelas. Dikarenakan ada tiga kata yang membentuk pengertian tesebut maka
ada tiga pula pengertian yang dapat kita jelaskan.
Penelitian adalah suatu kegiatan mengamati objek dan mencari suatu
permasalahan dengan menerapkan dan menggunakan urutan, metode atau aturan –
aturan metodologi, guna untuk memperoleh suatu informasi dan data yang
relevan.(Arikunto,dkk,2008:2)
“penelitian adalah semua kegiatan pencarian, penyelidikan dan percobaan
secara ilmiah dalam suatu bidang tertentu untuk mendapatkan fakta – fakta atau
prinsip – prinsip baru yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian baru dan
menaikkan tingkat ilmu dan teknologi”. (Hadi dan Haryono,1998:39)
Penelitian adalah suatu suatu proses yang disusun secara sistematis untuk
yang dilakukan dengan berpedoman pada ,metode – metode ilmiah yang ada.
(Emzir,2012: 3)
Tindakan adalah suatu kegiatan yang sengaja di lakukan untuk
menyelesaikan suatu persoalan ataupun permasalahan. (Arikunto,dkk,2008:3)
Tindakan adalah perbuatan yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu
masalah dan tahap ini termasuk dalam rangkaian siklus kegiatan.(Aqib,2009:12)
Kelas adalah sekelompok siswa yang belajar di waktu yang sama, terdapat
aktivitas pembelajaran didalammnya, dan siswa menerima materi pelajaran oleh
guru yang sama. (Arikunto,2008:4)

28

Dalam melaksanakan penelitian harus melalui beberapa prosedur atau
langkah – langkah dalam melakukan penelitian, begitupun penelitian tindakan
kelas terdapat beberapa prosedur yang terdiri atas beberapa kegiatan pokok, yaitu
planning, acting, observing dan reflecting. Kegiatan di atas merupakan awal
siklus kegiatan dalam memecahkan masalah. Apabila pada kegiatan awal ini,
siklus tidak menunjukkan perubahan kearah yang lebih baik, maka kegiatan
penelitian dilanjutkan pada siklus lanjutan sampai peneliti dapat mendapatkan
hasil yang terbaik. (Arikunto,dkk,2008:117)
Penelitian tindakan adalah bentuk pemeriksaan dan penelusuran yang
dilakukan seorang guru pada suatu kelas dalam proses pembeelajaran yang
bersifat partisipatif (keikutsertaan, peran serta atau keterlibatan dengan keadaan
lahiriahnya), kolaboratif (kerjasama, interaksi dan kompromis beberapa elemen
yang terkait) dan spiral (perencanaan, pengambilan dan pengumpulan data).
(Arikunto,dkk,2008:104)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tindakan kelas merupakan suatu
bentuk dari penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan
tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktik-praktik
pembelajaran yang dilakukan bersama dikelas secara profesional.
2.1.6.2 Tujuan Penelitian Tindakan Kelas
Tujuan dilakukannya penelitian tindakan kelas adalah untuk :
1) peningkatan dan perbaikan praktek pembelajaran yang seharusnya dilakukan
oleh guru.
2) perbaikan dan peningkatan layanan professional guru dalam menangani proses
belajar mengajar.
3) terwujudnya proses

latihan dalam jabatan

selama

proses

penelitian

berlangsung.
Penelitian tindakan kelas merupakan salah satu upaya guru atau praktisi
dalam bentuk berbagai kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki dan atau
meningkatkan mutu pembelajaran di kelas. Penelitian tindakan kelas merupakan
kegitatan langsung yang berhubungan dengan tugas guru di lapangan. Dengan

29

melakukan penelitian tindakan kelas seorang guru bisa menggambarkan manfaat
penelitian bagi guru itu sendiri atau guru yang lain.
Kebiasaan seorang guru untuk melaksanakan penilitian tindakan kelas
dapat mencerminkan bahwa guru tersebut mampu mengadakan inovasi dan
mengembangkan program pembelajaran.
Adapun mengenai tujuan akhir penelitian tindakan kelas adalah untuk
meningkatkan (1) kualitas praktik pembelajaran di sekolah, (2) relevansi
pendidikan, (3) mutu hasil pendidikan, dan (4) efisiensi pengelolaan pendidikan.
Suyanto (Aqip 2009: 52).
2.1.6.3 Prosedur Penelitian Tindakan Kelas
“Daur ulang dalam penelitian tindakan kelas diawali dengan kegiatan
planning

(perencanaan tindakan), acting (penerapan tindakan), observing

(mengobservasi dan mengevaluasi proses dan hasil tindakan), dan reflecting
(melakukan refleksi)”. (Arikunto,dkk,2008:104)
Hubungan antara keempat kegiatan diatas tersebut menunjukkan sebuah
siklus atau sistem daur ulang yaitu bahwa penelitian tindakan dilaksanakan bukan
hanya sekali melainkan berulang – ulang sampai peneliti merasa puas, dan hal
inilah yang merupakan ciri khas dari penelitian tindakan kelas.(Arikunto,2008:92)
Dalam melaksanakan penelitian harus melalui beberapa prosedur atau
langkah – langkah dalam melakukan penelitian, begitupun penelitian tindakan
kelas terdapat beberapa prosedur yang terdiri atas beberapa kegiatan pokok, yaitu
planning, acting, observing dan reflecting. Kegiatan di atas merupakan awal
siklus kegiatan dalam memecahkan masalah. Apabila pada kegiatan awal ini,
siklus tidak menunjukkan perubahan kearah yang lebih baik, maka kegiatan
penelitian dilanjutkan pada siklus lanjutan sampai peneliti dapat mendapatkan
hasil yang terbaik. (Arikunto,dkk,2008:117)
2.1.6.4 Desain Penelitian
Desain penelitian yang dipergunakan berbentuk siklus yang mengacu pada
model kemmis dan Mc Taggrat. Siklus ini tidak hanya berlangsung satu kali,
tetapi beberapa kali hingga tercapai tujuan yang diharapkan. Rencana penelitian
tindakan kelas ini, terdiri dari 3 siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan

30

perubahan yang ingin dicapai, seperti apa yang telah didesain dalam faktor yang
diselidiki.
Desain yang dipergunakan dalam penelitian tindakan kelas ini berbentuk
spiral atau siklus diambil dari Kemis dan MC Taggart yang terlihat pada gambar
berikut ini.

Gambar 1
Skema Rencana Tindakan Model Spiral dari Kemmis dan Taggrat
Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari tiga tahap pada satu siklus, apabila
dalam tindakan kelas ini ditemukan kekurangan dan tidak terciptanya target yang
telah ditentukan, maka ini ditemukan dan tidak tercapainya target yang telah
ditentukan, maka diadakan perbaikan pada perencanaan dan pelaksanaan siklus
berikutnya.
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model spiral Kemmis
dan Mc Taggart dengan melalui beberapa siklus tindakan dan terdiri dari empat
komponen yaitu :
a. Perencanaan yaitu rencana tindakan apa yang akan dilakukan untuk
memperbaiki, meningkatkan atau perubahan perilaku dan sikap sebagai solusi.
Pada tahap perencanaan dilakukan dengan menyusun perencanaan tindakan
berdasarkan identifikasi masalah pada obeservasi awal sebelum penelitian
dilaksanakan. Rencana tindakan ini mencakup semua langkah tindakan secara
rinci pada tahap ini segala keperluan pelaksanaan peneliti tindakan kelas
dipersiapkan mulai dari bahan ajar, rencana pembelajaran, metode dan strategi

31

pembelajaran, pendekatan yang akan digunakan, subjek penelitian serta teknik
dan instrumen observasi disesuaikan dengan rencana.
b. Pelaksanaan tindakan yaitu apa yang dilakukan oleh guru atau peneliti sebagai
upaya perbaikan, peningkatan atau perubahan yang diinginkan. Pelaksanaan
tindakan disesuaikan dengan rencana yang telah dibuat sebelumya.
Pelaksanaan tindakan merupakan proses kegiatan pembelajaran kelas sebagai
realisasi dari teori dan strategi belajar mengajar yang telah disiapkan serta
mengacu pada kurikulum yang berlaku, dan hasil yang diperoleh diharapkan
dapat meningkatkan kerjasama peneliti dengan subjek penelitian sehingga
dapat memberikan refleksi dan evaluasi terhadap apa yang terjadi di kelas.
c. Observasi yaitu mengamati atas hasil atau dampak dari tindakan yang
dilaksanakan atau dikenakan terhadap siswa. Tahap observasi merupakan
kegiatan pengamatan langsung terhadap pelaksanaan tindakan yang dilakukan
dalam PTK. Tujuan pokok observasi adalah untuk mengetahui ada-tidaknya
perubahan yang terjadi dengan adanya pelaksanaan tindakan yang sedang
berlangsung.
d. Refleksi yaitu peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas hasil
atau dampak dari tindakan dari berbagai kriteria. Berdasarhan hasil refleksi ini,
peneliti bersama-sama guru dapat melakukan revisi perbaikan terhadap rencana
awal. Melalui refleksi, guru akan dapat menetapkan apa yang telah dicapai,
serta apa yang belum dicapai, serta apa yang perlu diperbaiki lagi dalam
pembelajaran berikutnya. Oleh karena itu hasil dari tindakan perlu dikaji,
dilihat dan direnungkan, baik itu dari segi proses pembelajaran antara guru dan
siswa, metode, alat peraga maupun evaluasi.
2.1.7 Hubungan Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together
dengan Hasil Belajar
Dalam pembelajaran matematika, guru berusaha untuk menciptakan iklim
pembelajaran yang mempermudah siswa dalam mempelajari materi matematika.
Dalam pembelajaran siswa tidak hanya mendengar dan mencatat tapi juga berbuat
dan berpikir kritis. Pembelajaran yang membosankan akan membuat siswa malas
untuk belajar matematika. Karena kebanyakan siswa menganggap matematika

32

adalah pelajaran yang sulit. Oleh karena itu, inilah tugas guru untuk dapat
menciptakan program pembelajaran yang menarik sehingga siswa mau dan
senang untuk belajar matematika. Pembelajaran yang menarik dapat dilakukan
dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT). Menurut Miftahul Huda (2011: 203) “tujuan dari NHT adalah
memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi gagasan dan
mempertimbangkan jawaban yang tepat. Selain untuk meningkatkan kerjasama
siswa, NHT juga bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan
kelas”. Numbered Heads Together (NHT) adalah kegiatan belajar berkelompok
dimana setiap anggota dalam kelompok mendapatkan penomoran. Pertama-tama
guru menjelaskan materi pelajaran kepada siswa. Ketika menjelaskan materi, guru
dapat menggunakan alat peraga sebagai benda konkret untuk memperjelas
pemahaman siswa. Kemudian siswa dalam satu kelas dibagi menjadi beberapa
kelompok. Setiap anggota dalam kelompok diberi nomor. Guru memberikan tugas
berupa soal atau pertanyaan untuk semua kelompok. Siswa diberikan kesempatan
untuk menyelesaikan soal dengan berdiskusi dan bekerjasama dengan anggota
kelompok. Melalui kegiatan diskusi dan kerjasama tersebut dapat melatih
kemampuan siswa untuk berani mengeluarkan ide-ide atau pendapat yang
dimilikinya, saling menghargai pendapat dari anggota lain, saling membantu
anggota lain yang mengalami kesulitan, dan membangun hubungan positif antar
sesama

anggota

kelompok.

Setelah

siswa

selesai

mengerjakan

tugas

kelompoknya, guru memanggil siswa dengan nomor tertentu. Siswa dalam setiap
kelompok yang nomornya sesuai mencoba menjawab pertanyaan sedangkan siswa
lain diberi kesempatan untuk bertanya atau memberikan pendapat kepada siswa
yang menjawab pertanyaan. Guru mengulangi kegiatan tersebut sampai semua
siswa mendapat giliran.
Melalui pembelajaran ini siswa akan lebih mudah dalam memahami
materi. Hal ini dikarenakan siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya.
Sehingga siswa yang kurang mampu dapat bertanya kepada siswa yang mampu,
dan siswa yang mampu dapat menjelaskan kepada siswa lain yang belum paham

33

tentang materi yang sedang dipelajari. Karena kemampuan siswa dalam
memahami materi lebih mudah, maka hasil belajar siswa juga akan meningkat.
Namun yang perlu diperhatikan dalam melakukan pembelajaran ini adalah
harus adanya persiapan yang matang dari guru. Kurang mampunya guru dalam
mengatur jalannya diskusi akan membuat suasana kelas menjadi tidak kondusif
karena banyak siswa yang gaduh. Oleh karena itu, guru harus membuat strategi
yang tepat dalam mengatur jalannya diskusi agar tetap tertib dan terlaksana
dengan baik.
2.2

Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Andhika Imam Kartomo (2012). Penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT berbantuan LKS untuk meningkatkan kerjasama dan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran matematika kelas V di SD Negeri Candiroto
Kecamatan Candiroto Kabupaten Temanggung Tahun 2011/2012. Dalam
penilitian ini terbukti bahwa kerjasama dan hasil belajar siswa meningkat setelah
menerapkan pembelajaran kooperatif tipe NHT. Peningkatan tersebut dapat dilihat
dari rata-rata nilai siswa yang meningkat mulai dari pra siklus, siklus I, dan siklus
II. Pada kondisi pra siklus rata-rata kerjasama 66,33 dan terdapat 11 siswa tuntas
dari 25 siswa kemudian siklus I dengan rata-rata kerjasama 75,22 dan terdapat 19
siswa tuntas dari 25 siswa dan siklus II dengan rata-rata kerjasama 80,78 dan 25
siswa tuntas. Sedangkan pada kondisi pra siklus rata-rata hasil belajar 62 dan
terdapat 11 siswa tuntas dari 25 siswa kemudian siklus I dengan rata-rata hasil
belajar 72 dan terdapat 19 siswa tuntas dari 25 siswa. Siklus II dengan rata-rata
hasil belajar 85 dan 25 siswa tuntas.
Christina Sumarti (2012). Meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa
tentang materi menaksir dan membulatkan operasi hitung melalui model
pembelajaran kooperatif tipe NHT bagi siswa kelas IV SD Kepohkencono 01.
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dengan pembelajaran kooperatif tipe
NHT siswa lebih aktif dalam pembelajaran, yang terlihat dari interaksi siswa
dalam berdiskusi, mempresentasikan hasil diskusi, serta merespon jawaban
temannya. Keaktifan siswa pada siklus I hanya mencapai 79%, belum mencapai

34

indikator keberhasilan

80%. Namun pada siklus II, keaktifan siswa telah

mencapai indikator keberhasilan yaitu sebesar 91%. Selain peningkatan keaktifan,
terjadi peningkatan juga pada hasil belajar siswa, yaitu 63% pada siklus I menjadi
89% pada siklus II. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa
pada mata pelajaran matematika setelah menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andhika Imam Kartomo
dan Christina Sumarti telah menunjukkan keberhasilannya dalam menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Peneliti
memilih tiga penelitian itu karena relevan dengan peneliti

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24