LITERATURE REVIEW APRESIASI SASTRA INDON

LITERATURE REVIEW
APRESIASI SASTRA INDONESIA
Pembelajaran
(Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, PKN) di SD
Implementasi Nilai-Nilai Pancasila di Kelas Awal dalam Rangka
Pembentukan Karakter Siswa Yang Pancasilais dengan Apresiasi
Sastra
Disusun untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Apresiasi bahasa
dan Sastra Indonesia

Galih Priyadi
1815163478

Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
2018

Abstrak
Pembukaan UUD 1945 terdapat tujuan negara pada alinea keempat yakni
mencerdaskan kehidupan bangsa, namun pada praktiknya pendidikan yang ada saat

ini hanya membuat siswa pintar namun tidak cerdas, sekedar mengetahui tanpa
menerapkannya, inilah yang menjadi latar belakang penulis untuk membahas
mengenai implementasi nilai-nilai pancasila di kelas awal, literatur riview ini
menggunakan metode deskripsi yang berarti penulis membaca berbagai sumber
sebagai bahan acuan lalu penulis mereproduksi ulang sesuai dengan
pemahamannya. Tulisan ini bertujuan agar calon pendidik mulai menerapkan
pembelajaran yang bersifat Doing bukan Knowing karena saat ini Indonesia sedang
dilanda oleh kemerosotan Moral yang sangat menghawatirkan. Pada tulisan ini akan
membahas mengenai ; Landasan Pendidikan Anak, Sekolah Knowing vs sekolah
Doing, Pendidikan Karakter, Implementasi Karakter Pancasilais serta Desain
Pembelajarannya.
Kata Kunci : Pendidikan, Karakter, Indirect Learning, Pancasila

Abstract
The preamble of the 1945 Constitution has the purpose of the state in the fourth
paragraph of the intellectual life of the nation, but in practice the existing education
today only makes students smart but not smart, just knowing without applying it,
this is the background of the author to discuss the implementation of values in
Pancasila Initial class, this riview literature uses a description method which
means the author reads various sources as a reference then the author reproduces

in accordance with his understanding. This paper aims for prospective educators
to begin implementing learning that is Doing not Knowing because currently
Indonesia is being hit by a very worrisome Moral slump. In this paper will discuss
about; Child Education Foundation, Knowing School vs. Doing School, Character
Education, Pancasila Character Implementation and Learning Design.
Keywords: Education, Character, Indirect Learning, Pancasila

Pendahuluan
Pendidikan ialah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala
lingkungan dan sepanjang hidup serta pendidikan dapat diartikan sebagai
pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal
menurut Mudyahardjo, 2001:6, hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran PPKn
dimana sekolah knowing berfokus pada pembentukan karakter siswa serta
menjadikan lulusan yang life long learner.
Dalam kurikulum 2013 PPKn memiliki kewajiban ekstra dimana hanya pada
mata pelajaran inilah pemerintah mempercayakan KI 1 dan KI 2 yang mana
berorientasi pada sikap spiritual maupun sosial. PPKn erat kaitannya dengan
Pancasila

sebagai


ideologi

Negara

Republik

Indonesia,

namun

dalam

implementasinya Pancasila hanya sebagai bahan hafalan, terutama pada kelas awal.
Pada taksonomi Bloom yang sudah direvisi oleh Anderson menghafal hanya berada
pada tahapan Kognitif 1 ( C1) Remember. Sangat jauh dari yang diharapkan dari
kurikulum 2013 yakni anak dapat berfikir tingkat tinggi (HOTS) jika hal ini
dibiarkan maka pendidikan Indonesia akan terus terpuruk dengan berbagai
kemerosotan moral dan karakter yang sedang marak terjadi saat ini.
Dalam implementasinya nilai-nilai Pancasila tidak lepas dari Apresiasi Sastra

terutama pada Bahasa sebagai pengantar untuk pembentukan karakter dan moral,
sastra sendiri adalah karya seni yang bermedia bahasa sebagai sarana untuk
mengajar dan memberi petunjuk , oleh karena itu bertujuan untuk menyampaikan
suatu ajaran. Dari definisi sastra sendiri dapat kita simpulkan bahwa sastra memiliki
peran penting terhadap pembentukan karakter. Pada bab pembahasan akan di ulas
lebih dalam mengenai Implementasi Nilai-Nilai Pancasila di Kelas Awal dalam
Rangka Pembentukan Karakter Siswa Yang Pancasilais dengan Apresiasi Sastra
serta kesimpulan dan pendapat penulis di akhir pembahasan.

Pembahasan

A. Landasan Pendidikan Anak
Pengertian landasan pendidikan secara leksikal atau bahasa secara garis besar
adalah tumpuan atau asumsi-asumsi yang menjadi dasar titik acuan dalam dunia
pendidikan, landasan pendidikan sendiri terbagi menjadi 3 jenis yakni landasan
secara teoritis, Yuridis dan landasan Empiris.
Landasan pendidikan secara teoritis adalah asumsi-asumsi ahli maupun pendidik
itu sendiri, landasan pendidikan ini sangat sarat dengan berbagai bidang ilmu
filsafat, seperti misalnya filosofis pedagogik yaitu landasan pendidik yang
berdasarkan dari mind set pendidik, bagaimana ia memandang pendidikan,

kurikulum, tujuan pendidikan dan konten dari pendidikan itu sendiri. Konsep
Naturalisme Romantik ( Jean Jacques Rousseau 1712-1778) dalam nevelnya yang
berjudul Emile (1762). Rousseau memiliki pandangan bahwa “segala sesuatu yang
berasal dari sang pencipta adalah baik, tetapi segala sesuatu menjadi rusak karena
tangan manusia” hal ini menjelaskan bahwa pendidikan memiliki peran yang sangat
penting dalam pembentukan karakter baik ataupun buruk dan pendidikan karakter
ini haruslah natural yakni dengan proses eksplorasi dan diskoveri, bukan
pembelajaran yang sifatnya pengajaran langsung (metode ceramah)
Landasan Yuridis adalah dasar hukum mengenai pendidikan, khususnya di
Indonesia pendidikan menjad hal yang Concern hal ini dibuktikan dengan tujuan
pendidikan terdapat pada pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat. Selain itu
banyak undang-undang yang membahas mengenai pendidikan salah satunya adalah
Permendikbud No.22/2016 pada poin 11 san 12 yang berbunyi :
11. pembelajaran yang berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat
12. pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa
saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas
dari permendikbud diatas sesuai dengan gagasan Rousseau bahwa pendidikan
adalah proses eksplorasi dan diskoveri anak, sehingga pendidikan karakter menjadi
hal yang sangat krusial.


Lamdasan Empiris adalah landasan yang memiliki dasar berbagai kebutuhan
anak mulai dari kebutuhan dasar sampai kepada kebutuhan lanjut seperti yang
tertera pada piramida kebutuhan Maslow seperti gambar dibawah ini :

Sedangkan pada penelitian Erikson mengungkapkan bahwa perlakuan terhadap
anak memilik efek jangka panjang, jika seorang anak mendapatkan perlakuan yang
baik dan dipenuhi seluruh hirarki kebutuhan seperti pada gambar di atas,
menyebabkan anak berkembang menjadi orang yang mampu mempercayai orang
lain dan berkembang menjadi pribadi yang baik, dan sebaliknya jika anak
diperlakukan dengan tidak baik dan tidak dipenuhi hirarki kebutuhannya,
perkembangan anak menjadi buruk (menyimpang/nakal) dan cenderung lambat.

B. Sekolah Knowing vs Doing
Sekolah merupakan sebuah instansi yang berperan penting terhadap pendidikan
terutama pada pendidikan anak sekolah tingkat awal, namun pada praktiknya
banyak sekali pembelajaran lebih ditekankan pada Cognitive 1 yakni hanya sekedar
menghafal, mengetahui dan mengingat. Mayoritas sekolah di Indonesia berfokus
pada sekolah Knowing yang hanya membuat siswa tau tanpa melakukannya.
Sebagai study Case Andi mengetahui bahwa membuang sampah dan menyebrang
jalan tidak boleh sembarangan, namun Andi tetap melakukan pelanggaran tersebut

karena sudah menjadi sebuah kebiasaan (karakter) walaupun ia mengetahui bahwa
yang ia lakukan adalah salah.
Berbeda dengan sekolah Doing yang berfokus terhadap perilaku, pembelajaran
lebih ditekankan pada Cognitive 3 yakni mengaplikasikan atau menerapkan
pengetahuan yang ia miliki ke dalam kehidupan sehari-hari, masih sangat sedikit
sekolah yang menerapkan sekolah Doing padahal manfaatnya begitu besar seperti
pada study Case seorang pria eropa sedang berkunjung ke Indonesia ia diajak oleh

kenalannya keliling kota jakarta, ketika ingin menyebrang ia selalu mencari Zebra
Cross padahal tidak semua penyebrangan jalan dilengkapi oleh Zebra Cross ia
bahkan tidak terpengaruh oleh orang - orang disekitarnya yang menyebrang
sembarangan, hal ini disebabkan karena kebiasaan menyebrang jalan di Zebra
Cross sudah menjadi karakter yang akan dibawa kemana pun ia pergi.
Dari kedua study case di atas dapat kita simpulkan bahwa sekolah Doing lebih
unggul dibandingkan dengan sekolah Knowing hal ini juga diperkuat oleh berbagai
teori seperti teori sebelumnya mengenai Hirarki Kebutuhan oleh Maslow serta
konsep pendidikan yang digagas oleh UNESCO (Empat Pilar Pendidikan) yakni ;
Lerning To Know, Learning To do, Learning To Be and Learning to live together.

C. Pendidikan Karakter

Seorang filsuf Yunani bernama Aristoteles mendefinisikan karakter yang baik
sebagai kehidupan dengan melakukan tindakan-tindakan yang benar sehubungan
dengan diri seseorang dan orang lain. Karakter erat kaitannya dengan nilai-nilai
moral, dimana moral bersinergi dengan berbagai pihak seperti pola asuh orang tua,
lingkungan sekitar serta sekolah.
Pendidikan karakter adalah pembelajaran Indirect learning (pembelajaran tidak
langsung) dan terbentuk dari sebuah pola berulang yang akan menjadi sebuah
kebiasaan, sehingga sekolah Doing selalu menjadi paradigma sekolah berkarakter,
di dalam pancasila terdapat nilai-nilai moral / butir – butir pancasila yang
seharusnya menjadi hal yang utama untuk menumbuhkan nilai-nilai tersebut pada
anak SD kelas awal. Namun maraknya globalisasi dan sosial media membuat iklim
moral di Indonesia sangat mudah terpuruk dikarenakan sekelompok oknum yang
memviralkan berbagai konten negatif dan berulang, sehingga anak dibawah umur
(siswa sd kelas awal) yang cendurung belum memiliki dan ditanamkan filter baik,
buruk mudah terkontaminasi yang berakibat kemerosotan moral yang sedang saat
ini marak terjadi.
Kemerosotan moral saat ini dapat dicegah apabila pihak-pihak seperti orang tua,
lingkungan serta sekolah bersinergi menumbuhkan nilai-nilai pancasilais seperti
rasa saling menghormati, tanggung jawab, kejujuran, toleransi serta sikap peduli


sedini mungkin kepada siswa kelas awal, yang tentunya penanaman ini bersifat
Indirect Learning.

D. Implementasi Karakter Pancasilais
Karakter Pancasilais secara sempit dapat diartikan sebagai karakter yang
memiliki serta menganut penuh ideologi negara, namun secara luas karakter
Pancasilais adalah penerapan dari hal-hal yang utopis namun masih rasional.
Karakter pancasilais ini dapat menjadi sebuah identitas karakter manusia indonesia
dimata dunia.
Implemntasi nilai-nilai tersebut tentu kembali lagi harus adanya sinergi dari
berbagai pihak, namun dilihat dari pandangan seorang pendidik, implementasi
karakter pancasilais harus dengan metode deskoveri serta kontruktivistik, yang
artinya anak dipandu untuk melihat contoh baik dan melakukan kebiasan baik yang
menjadi sebuah pola hidup di semua tempat, baik lingkungan keluarga, rumah
maupun sekolah, kebiasaan ini tidak pernah ditinggalkan, seperti sikap saling
menghormati, dilingkungan keluarga dapat dibiasakan sebelum berangkat ke
sekolah anak berpamitan dengan mencium tangan kedua orang tuanya, dan tidak
lupa memberikan salam baik di rumah maupun di sekitar lingkunganya saat
bertemu dengan orang yang lebih dewasa. Pembiasaan ini harus diperkuat di
sekolah dengan mengkoreksi berbagai penyimpangan yang mungkin saja anak

melihat atau menirunya. Peran guru sangat penting dalam memberikan contoh
salam yang baik, mulai dari caranya sampai kepada siapa saja kita harus melakukan
hal tersebut.
pada pembelajaran dikelas, sebelumnya guru harus menguasai dan memahami
butir-butir pancasila yang lebih luas tidak hanya terbatas pada kelima sila yang ada,
namun lebih kepada penjabaran sila-sila dari pancasila seperti penjabaran sila
pertama ; Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama anatra
pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan
Yang Maha Esa (Toleransi Beragama). Sila kedua ; Mengembangkan sikap saling
mencintai sesama manusia, mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa
selira, Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain, Menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan, Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, Berani

membela kebenaran dan keadilan dan masih banyak lagi penjabaran dari sila-sila
pancasila.

E. Desain Pembelajaran
Pembelajaran pada siswa kelas awal adalah tematik terpadu yakni pembelajaran
yang sifatnya Holistik, yang artinya perpindahan antara mata pelajaran sangat tipis
dan tidak terasa oleh siswa, khususnya ppkn yang pembelajarannya indirect

learning sangat bergantung pada apresiasi sastra sebagai sarana berkomunikasi, di
dalam komunikasi tersebut guru harus membiasakan menggunakan bahasa yang
baik dan benar supaya ditiru oleh anak. Metode pembelajaran yang digunakan pun
berbeda, dimana pembelajaran haruslah berbasis pada aktivitas, misalnya saat ingin
mengajarkan anak sikap bergotong royong, dan bertanggung jawab, anak belajar
melalui perbuatan, misalnya secara bersama-sama mindahkan/merapihkan ruang
kelas.
Desain pembelajarannya pun harus atraktif dan menyenangkan serta tidak
terbatas dalam artian jika dalam proses pembelajaran terjadi sebuah kejadian guru
dapat dengan fleksibel menjadikannya sebuah pembelajaran, misalnya sedang
berebut untuk melihat objek yang dibawa guru, guru dapat mengatur dan meminta
siswa untuk antri jika hal ini dibiasakan maka budaya antri akan tertanam di dalam
memori anak sehingga akan menjadi sebuah karakter.
Secara garis besar desan pembelajaran untuk mengimplementasikan nilai-nilai
pancasila pada anak adalah dengan sebuah aktivitas dan pembiasaan pendekatan
dan metode pengajaranan yang diambil pun fleksibel karena pembelajaran ini
bersifat Indirect Learning walaupun metode yang paling efektif adalah metode
deskoveri dan kontruktifistik, namun peran paling penting dari desain pembelajaran
pendidikan adalah kreativitas dan perilaku guru sebagai contoh yang baik bagi
anak.

F. Kesimpulan
Implementasi Nilai-Nilai Pancasila di Kelas Awal dalam Rangka Pembentukan
Karakter Siswa Yang Pancasilais dengan Apresiasi Sastra adalah sesuatu yang
sangat penting dan sifatnya urgensi bagi Indonesia, hal ini dikarenakan
kemerosotan moral yang sudah tidak dapat dibendung lagi akibat dari arus
globalisasi dan maraknya sosial mendia yang berkonten negatif serta lunturnya
nilai-nilai pancasilais yang ada dimasyarakat.
Guru memiliki peran utama serta pihak-pihal keluarga maupun lingkungan harus
bersinergi dalam menciptakan iklim yang baik untuk anak bisa berkembang
menjadi perilaku yang baik, desain pembelajarannya pun harus berbasis aktifitas
dan anak bukan hanya diberikan pengetahuan tapi lebih kepada Soft skill dalam
mencari dan menggunakan pengetahuan yang ia miliki, hal ini dikarenakan sesuai
dengan amanat permendikbud No.22/2016 pada poin 11 dan 12 yang pada intinya
bahwa belajar bisa dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja.
Pendidikan karakter juga sangat penting mengingat tentang 4 pilar pendidikan
yang digagas oleh UNESCO supaya peradaban manusia khususnya lebih maju lagi
dan berkembang menjadi negara yang berkarakter baik.

Referensi (Bahan Bacaan)

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._FISIKA/IKA_MUSTIKA_SA
RI/EVALUASI_PENDIDIKAN/Taxonomi_Anderson.pdf diakses pada tanggal 29
April 2018 Pukul 21.10
Amri, Sofan. 2013. “Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar dan Menengah
Dalam Teori, Konsep dan Analisis”. Jakarta : PT. Prestasi Pustakaraya”
Madyawati, Lilis. 2016. “ Strategi Pengembangan Bahasa pada Anak”. Jakarta :
Prenadamedia Group.
Tillman Diane. 2004. “ Living Value Activity for Children Age 8 – 14”. Jakarta :
PT Grasindo.
Susanto, Ahmad. 2013. “ Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar”.
Jakarta : Prenadamedia Group.
Pitamic, Maja. 2013. “ Teach Me To Do It Myself”. Jakarta : Pustaka Pelajar
Hong, Clarice. 2003. “Teaching Children Responsbility & Discipline” Malaysia :
TC Publishing SDN BHD.
Salam, Burhanuddin. 1988. “Filsafat Pancasilaisme”. Jakarta : PT Rineka Cipta
Badar, Ibnu Trianto. 2011. “Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik Bagi
Anak Usia Dini TK/RA & Anak Usia Kelas Awal SD/MI Implementasi Kurikulum
2013”. Jakarta : Prenadamedia Group.
Lickona, Thomas. 2012. “Educating For Character : How Our School Can Teach
Respect an Responbility”. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Zulela. 2013. “ Pembelajaran Bahasa Indonesia Apresiasi Sastra Sastra di Sekolah
Dasar “. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Lubis Efridani, dkk. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Unit
Pelaksanaan Teknis Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Jakarta.
Levin James, James F. Nolan. 1996. Principles Of Classroom Management
Second Edition. Boston, London, Toronto, Sydney, Tokyo, Singapore: Allyn
and Bacon.
Abdurrahman Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
http://repositori.perpustakaan.kemdikbud.go.id/4790/2/Permendikbud_Tahun2016
_Nomor022_Lampiran.pdf diakses pada tanggal 29 April 2018 Pukul 21.23

http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare/article/download/918/760/ diakses
pada tanggal 30 April 2018 pukul 19.14
http://oaji.net/articles/2015/745-1422814281.pdf diakses pada tanggal 30 April
2018 pukul 20.07
https://www.kompasiana.com/sutiono/emotional-intelligence-antara-sekolahknowing-vs-sekolah-being_559bc5cab37e61b110970213 diakses pada tanggal 30
April 2018 pukul 21.11
https://m.timesindonesia.co.id/read/154347/20170816/001959/pramuka-dan-4pilar-pendidikan-menurut-unesco/ diakses pada tanggal 30 April 2018 Pukul 21.23
den Brok, P., Fisher, D., & Koul, R. (2005). The importance of teacher interpersonal
behaviour for secondary science students’ attitudes in Kashmir. Journal of
Classroom Interaction, 40, 5-19.
Frymier, A. B., & Houser, M. L. (2000). The teacher-student relationship as an
interpersonal relationship. Communication Education, 49 (3), 207-219.
Sulhan, Najib. 2011. Panduan Praktis Pengembangan Karakter dan Budaya Bangsa.
Surabaya: Jaring Pena.
Prayitno dan Manullang Belferik. 2011. Pendidikan Karakter dalam Pembangunan
Bangsa. Jakarta: Grasind
Najib, Sulhan. 2010. Pendidikan Berbasis Karakter.Surabaya: Jape Press Media
Utama (Jawa Pos Grup).
Mulyana, Rahmat. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung; Alfabeta.
Latif, Abdul. 2007. Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. Bandung: Refika
Aditama.
Amin, Maswardi Muhammad. 2011. Pendidikan Karakter Anak Bangsa. Jakarta:
Badouse Media.
http://bphn.go.id/data/documents/butir-butir_pancasila_1.doc diakses pada tanggal
1 Mei 2018 pukul 06.11
journals.itb.ac.id/index.php/jpwk/article/download/4156/2239 diakses pada
tanggal 1 Mei 2018 pukul 06.25
journal.stainkudus.ac.id/index.php/komunikasi/article/viewFile/431/455
tanggal 1 Mei 2018 pukul 06.53