Makalah fiqh zakat tentang zakat anak ya

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Zakat adalah suatu kewajiban yang dibebankan kepada umat Islam, yang wajib
ditunaikan manakala telah mencapai nisabnya. Kewajiban membayar zakat tersurat secara
tegas baik dalam al-Qur’an maupun melalui sunnah rasul.

Zakat manakala dikelola

dengan cara yang baik dan professional akan membawa dampak yang sangat baik bagi
kehidupan ummat, baik dalam kehidupan bermasyarakat, sosial, agama dan dalam
bernegara. Zakat dapat menstabilkan ekonomi masyarakat dari kalangan bawah hingga
kalangan atas, sehingga dengan adanya zakat umat Islam sedikit banyak dapat
menghilangkan jarak antara si miskin dengan sikaya.
Dalam Islam harta yang wajib dizakati banyak ragamnya seperti zakat mal
(harta),zakat fitrah, zakat hasil pertanian berupa zakat biji-bijian dan buah-buahan, zakat
binatang ternak, zakat uang dan barang tambang,seperti emas dan perak.Dewasa ini
seiring dengan perkembangannya, kajian seputar zakat mengalami perkembangan yang
mengesankan seperti zakat profesi, zakat gaji PNS dan gaji Dokter. Dibeberapa Instansi
pemerintah yang dipelapori oleh Kementerian agama zakat profesi sudah diwajibkan
kepada setiap profesi (PNS) yaitu sebesar 2,5 % dari hasil penghasilannya.

Disamping itu diakhir-akhir ini timbul pula kajian terhadap kewajiban zakat bagi
anak –anak yatim yang

telah ditinggalkan oleh orang tuanya, yang orang tuanya

meninggalkan harta yang cukup banyak sehingga timbullah kajian apakah harta anak-anak
tersebut wajib dizakati, ataukah harta tersebut tidak wajib dizakati lantaran mereka masih
kecil yang belum dibebani beban . hukum. Karena masalah ini cukup penting dan banyak
mengundang pertanyaan, maka dalam makalah ini penulis akan membahas bagaimana
status hukum harta anak yatim yang ditinggalkan oleh orang tuanya ditinjau sudut
pandang hukum Islam.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat di rumuskan beberapa pertanyaan yaitu
sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan zakat?
2. Apakah hukum dari zakat?
3. Apakah syarat-syarat wajib zakat mal (harta)?

4. Apakah pengertian harta anak yatim ?
5. Apa dan bagaimana kedudukan harta anak yatim?

6. Apakah pendapat ulama tentang zakat harta anak yatim?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari zakat.
2. Mengetahui Apakah hukum dari zakat.
3. Mengetahui Apa saja syarat-syarat wajib zakat mal (harta).
4. Mengetahui pengertian zakat harta anak yatim.
5. Mengetahui kedudukan zakat harta anak yatim.
6. Mengetahui pendapat ulama tentang zakat harta anak yatim.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Zakat
Ditinjau dari segi bahasa kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari kata ‫ذكا‬
yang berartitumbuh, berkah, berkembang atau bertambah, dan biasa juga berarti suci atau
bersih.1
Secara terminology zakat adalah :
‫اخراج ما ل مخصو ص الشخص مخصو ص بشروط مخصو صة‬
Artinya : “ mengeluarkan / memberikan hak milik harta tertentu kepada orang yang
berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula2
Dalam pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang

pengelolaan zakat disebutkan bahwa :“Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh
seorang muslim atau badan usaha (Muzakki) untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya (Mustahiq) sesuai dengan syariat ajaran Islam”.
Berdasarkan depenisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa zakat adalah
mengeluarkan sebahagian harta tertentu yang telah mencapai ketentuannya, yang
diberikan kepada orang yang berhak menerimanya,

dengan maksud untuk dapat

mensucikan menumbuhkembangkan harta yang dimiliki sesuai dengan ketentuan syara’
B. Hukum Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi
tegaknya syariat Islam. Hukum zakat dalam al-Qur’an sangat tegas sebanding dengan
tegasnya perintah melaksanakan sholat, puasa dan haji. Karena itu hukum zakat adalah
wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu.. Diantara
dasar hukum zakat dalam al-Qur’an adalah :
َ‫َوأَقِي ُموا الص َّلةَ َو َءاتُوا ال ّز َكاةَ َوأَ ِطيعُوا ال ّرسُو َل لَ َعلّ ُك ْم تُرْ َح ُمون‬
Artinya : Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Rasul,
supaya kamu diberi rahmat”. (QS An-Nur 56).3
ّ ‫ص َلتَكَ َس َك ٌن لَهُ ْم َو‬

‫اُ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬
َ ‫ص ّل َعلَ ْي ِه ْم إِ ّن‬
َ ‫ص َدقَةً تُطَهّ ُرهُ ْم َوتُ َز ّكي ِه ْم بِهَا َو‬
َ ‫ُخ ْذ ِم ْن أَ ْم َوالِ ِه ْم‬
1 Ibnu Manzur, Lisan al-Arab, Bairut :Dar Shadir, 1999, Jilid 14, Cet ke-1 hal.358
2 Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘alaa Mazahib al-Arba’ah, Bairut : Dar al-Fikr, th, h.590
3Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya, Jakarta : PT.Sygma, h.357

Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
bersihkan dan sucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya dosa kamu itu
(menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui” (QS At-Taubah 103).4

C. Syarat-syarat Wajib Zakat Mal (harta)
1. Islam
Bagi orang yang berzakat wajib beragama Islam. Dan zakat itu adalah tidak wajib bagi
orang kafir asli, dan adapun orang murtad, maka menurut pendapat yang shahih,
bahwa harta bendanya di berhentikan (dibekukan dahulu), maka jika ia kembali ke
agama Islam (seperti sedia kala), maka wajib baginya mengeluarkan zakat, dan jika
tidak kembali lagi islam ,maka tidak wajib zakat.

2.

Baligh dan berakal
Anak kecil dan orang gila tidak diwajibkan membayar zakat, tetapi dibayarkan oleh
wali yang menanggungnya. Begitu juga dengan anak yatim yang masih kecil.5

3.

Merdeka
Zakat itu tidak wajib bagi budak. Dan adapun budak muba’ah (budak yang separuh
dirinya sudah merdeka), maka wajib baginya mengeluarkan zakat pada harta benda
yang dia miliki, sebab sebagian dirinya merdeka.

4. Milik Penuh (Milik Sempurna)
Harta yang dizakati tersebut berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan
dapat diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan melalui proses
pemilikan yang dibenarkan menurut syariat Islam, seperti : usaha, warisan, pemberian
negara atau orang lain melaui cara-cara yang sah.
5. Sudah mencapai 1 nishab
Harta yang dikenakan zakat tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan

ketetapan syara'. sedangkan harta yang tidak sampai nishabnya terbebas dari
Zakat.Nishab adalah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh syar’i
(agama) untuk menjadi pedoman menentukan kewajiban mengeluarkan zakat bagi
yang memilikinya, jika telah sampai ukuran tersebut. Orang yang memiliki harta dan
telah mencapai nishab atau lebih, diwajibkan mengeluarkan zakat.

4 Ibid., h.20
5Thahir, Ahmad Hamid Thahir, Fiqih Sunnah. Surakarta : Ziyad Books.2008, Hal: 113

E. Zakat Harta Anak Yatim
1. Pengertian Anak yatim
Kata al-yatim diambil dari kata,-

‫ يتمممايتميتم‬- yaitu anak yang kematian bapak

sebelum baligh.
Adapun secara terminologis adalah seorang anak yang belum baligh yang ditinggal
wafat oleh orang tuanya. Pengertian ini juga dijelaskan oleh Abu Mahmud bin Ahmad
didalam kitan Tuhfah yatim yaitu :
‫هو من مات عنه أبوه دون الحلم‬

Artinya : anak yatim adalah anak yang ditinggal mati orang tuanya sebelum baligh.
Dengan demikian seseorang dikatakan yatim bila:
1. Ditinggal wafat ayahnya, adapun anak yang ditinggal wafat ibu atau

lainnya

tidaklah dikatakan yatim, begitu juga anak yang ditinggalkan karena perceraian suami
isteri
2. Ditinggal wafat ayahnya ketika masih dibawah usia baligh atau dewasa dengan
demikian bila ditinggal wafat ayahnya sesudah baligh tidaklah dapat dikatakan yatim.
F. Pengertian Harta Anak Yatim
Harta adalah sesuatu yang bermanfaat yang sangat dibutuhkan oleh manusia.
6

Konsep harta menurut Al-Zarkasy dalam buku Mata Uang Islami adalah apa yang

dimanfaatkan,

yakni


untuk dimanfaatkan,

yaitu

berupa

benda

dan

manfaat.

Sedangkan menurut jumhur ulama harta adalah setiap sesuatu yang bernilai di
antara
oleh

manusia

dan diwajibkan


perusaknya

untuk

mengganti,

dan

dibolehkan

syariat memanfaatkannya pada waktu lapang dan tidak darurat. Dengan

demikian, sesuatu yang tidak ada nilainya di antara manusia tidak termasuk harta.
Sedangkan anak yatim adalah : sesuatu yang bermanfaat yang dimiliki oleh
orang yang tidak mempunyai orang tua (bapak) yang merawat dan melindunginya.
G. Kedudukan Harta Anak Yatim
Allah memberikan kesempatan kepada manusia untuk memiliki harta baik
atau

sedikit


dan

tidak

boleh

sewenang-wenang

banyak

dalam menggunakan

(memfungsikan) hartanya itu. Kebebasan untuk memiliki dan memanfaatkan hartanya
adalah sebatas yang dibenarkan syara'. Manusia harus bisa menjaga dan memanfaatkan
6Ahmad Hasan, Mata Uang Islami, Telah Komprehensif, Sistem Keuangan Islami, Jakarta; PT
Raja Grafindo Persada, 2005, hlm. 98

hartanya yang telah diberikan Allah kepadanya dengan sebaik-baiknya. Apalagi
kalau harta itu adalah harta anak yatim maka harus dijaga dan dipelihara dengan baik.

Harta anak yatim adalah harta yang diwariskan oleh orang tuanya, oleh karena itu Islam
memberikan perhatian khusus terhadap perlindungan terhadap mereka dan harta mereka.
Kedudukan harta anak yatim tidak jauh berbeda dengan kedudukan harta
dalam Islam. Harta anak yatim juga sangat penting dalam kehidupan bagi anak
yatim. Harta anak yatim itu bisa membawadampak

yang buruk,apalagi jika wali yang

memeliharanya tidak menjalankan sesuai dengan syari'at Islam.7 Allah swt berfirman :
‫إِ ّن الّ ِذينَ يَأْ ُكلُونَ أَ ْم َوا َل ْاليَتَا َمى ظُ ْل ًما إِنّ َما يَأْ ُكلُونَ فِي بُطُونِ ِه ْم نَارًا َو َسيَصْ لَوْ نَ َس ِعيرًا‬
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara
zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk
kedalam api yang menyala-nyala.
Walaupun harta itu melimpah ruah, hendaklah jangan digunakan tidak pada
tempatnya. Seperti membelanjakannya secara berlebihan dan menelantarkannya tidak
bermanfaat. Allah menganjurkan kita agar bersikap lunak terhadap anak yatim, dan juga
kita dianjurkan agar memeliharanya dan berbuat

baik kepadanya. Harta anak yatim

merupakan kepunyaan dia sendiri dimana tak seorang pun diizinkan untuk mengambilnya
atau menghabiskannya tanpa ada manfaatnya.
H. Pendapat Ulama Tentang Zakat Harta Anak Yatim
Dikalangan para ulama fiqih terdapat perbedaan pendapat terhadap harta anak yatim.
Sebagian mereka berkata bahwa harta anak kecil dan orang gila tidak wajib dikeluarkan
zakatnya,karena memang keduanya tidak mukallaf. Sementara sebagian ulama lainnya
berpendapat bahwasanya harta anak yatim

dan orang yang gila wajib dikeluarkan

zakatnya, karena zakat adalah hak harta maka tidak melihat siapa yang memiliki harta itu.
1. Golongan yang pertama mengatakan bahwasanya harta anak yatim itu tidak wajib zakat
baik secara mutlak atau sebagian harta saja. Pendapat Abu Hanifah bahwasanya harta
anak yatim itu tidak wajib zakat kecuali pada tanaman dan buah-buahan.
Diriwayatkan dari Abu Ja’far al Baqir dan Sya’bi bahwasanya mereka berkata :
‫ليس في مال اليتيم زكاة‬
Artinya : Tidak ada pada harta anak yatim itu zakat.
Dalil-dalil pendapat pertama yaitu Abu Hanifah yang mengatakan bahwa harta
7Muhammad Saami, Harta dan Kedudukannya dalam Islam, Amar Press, 1990, hlm. 66

anak yatim itu tidak wajib zakat :
a. Allah SWT .telah berfirman di dalam surah At-taubah ayat 103 yang berbunyi :
‫ص َدقَةً تُطَهّ ُرهُ ْم َوتُ َز ّكي ِه ْم بِهَا‬
َ ‫ُخ ْذ ِم ْن أَ ْم َوالِ ِه ْم‬
Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa zakat itu diambil dari orang kaya yang
hikmahnya demi memsucikannya dari kotoran-kotoran dosa.Sedangkan anak yatim
yang masih kecil belum mempunyai dosa.Jadi apa yang harus dibersihkan dari diri
anak yatim dengan zakat itu.Hal ini menunjukkan bahwa anak yatim tidak wajib
zakat.Rasulullah saw. bersabda yang artinya : Diangkat qalam (tidak ditulis dosa)
dari tiga orang, dari orang gila hingga dia sembuh, orang tidur hingga dia bangun,
dan dari anak kecil sehingga dia berakal.
Dari hadis tersebut menerangkan bahwasanya pena ( hukum taklif ) tidak
berlaku bagi tiga orang yaitu: orang yang tidur sampai ia bangun,dari anak kecil
sampai ia dewasa dan dari orang gila sampai ia waras.Dari sini dapat dipahami
bahwa harta anak yatim tidak wajib zakat.Hal ini dikarenakan zakat itu adalah
bagian dari hukum taklifi.Sedangkan anak yatim tidak termasuk dari orang yang
kena hukum taklifi.
b. Zakat itu ialah ibadah seperti halnya sholat,dan ibadah memerlukan niat. Sedangkan
niat tidak sah bagi anak-anak.Jadi dari sini anak-anak tidak wajib zakat.
2. Golongan yang kedua mengatakan bahwasanya harta anak yatim itu wajib zakat mutlak
seluruh harta. Pendapat ini telah dikemukakan oleh Malik, Syafi’I dan Ahmad.
Dalil-dalil pendapat kedua yaitu Malik,Syafi’I dan Ahmad yang mengatakan
bahwa harta anak yatim itu wajib zakat :
Adanya dalil aam (umum) yang menunjukkan wajib zakat bagi orang kaya baik
dia dewasa atau anak-anak yaitu yang berbunyi :
‫ص َدقَةً تُطَهّ ُرهُ ْم َوتُ َز ّكي ِه ْم بِهَا‬
َ ‫ُخ ْذ ِم ْن أَ ْم َوالِ ِه ْم‬
Dari ayat ini Ibnu Hazm mengomentari bahwasanya ayat ini berbentuk umum
sehingga mencakup semua baik dia orang berakal atau orang gila ataupun dia dewasa
atau anak-anak.Karena mereka semuanya memerlukan kepada penyucian dan
pembersihan dari Allah swt,dan karena mereka orang-orang yang beriman8
Dari sini dapat dipahami bahwa nabi memerintahkan pengasuh-pengasuh anak
yatim atau wakilnya agar berbuat sesuatu yang mengembangkan kekayaan anak yatim
dengan meniagakan dan memperlabakannya dan jangan membiarkannya jadi habis dan
8Ibnu Hazm, Al Muhalla, Bairut Lebanon, Darul Fikri, 2000, juz 5 hal 201.

hancur dengan mendiamkannya dan menyedekahkannya.Kecuali menyedekahkannya
atas sekedar kewajibannya saja.
Pendapat jumhur ini adalah pendapat yang paling rajih (kuat) dan lebih utama
untuk diikuti. Selain karena dalil yang lebih kuat, juga yang paling banyak
mendatangkan kemashlahatan bagi orang-orang fakir, melindungi harta dari intaian
orang-orang yag membutuhkan, membersihkan jiwa, melatih akhlaq dan semangat
berkorban untuk agama.
Ada beberapa dalil alasan yang dikemukakan oleh Jumhur ulama yang
menunjukkan wajibnya zakat pada harta anak kecil:
Pertama : firman Allah Ta’ala:
ّ ‫ص َلتَكَ َس َك ٌن لَهُ ْم َو‬
‫اُ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬
َ ‫ص ّل َعلَ ْي ِه ْم إِ ّن‬
َ ‫ص َدقَةً تُطَهّ ُرهُ ْم َوتُ َز ّكي ِه ْم بِهَا َو‬
َ ‫ُخ ْذ ِم ْن أَ ْم َوالِ ِه ْم‬
Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
bersihkan dan sucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya dosa kamu
itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui” (QS At-Taubah 103)
firman Allah SWT pula:
ّ ‫َوالّ ِذينَ فِي أَ ْم َوالِ ِه ْم َح‬
‫ُوم‬
ِ ‫ق َم ْعلُو ٌم لِلسّائِ ِل َو ْال َمحْ ر‬
Artinya : Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi
orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak
mau meminta)” (QS. Al Ma’arij: 24-25).
Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa Allah SWT memberikan harta kepada
hamba-hamba-Nya, dan memerintahkan untuk mengeluarkannya yang menjadi hak
bagi faqir miskin, hal itu dimaksudkan untuk mensucikan dan membersihkan harta
tersebut. Karena itu hukum mengeluarkan zakat tersebut adalah wajib, berdasarkan
perintah yang terkandung dalam ayat tersebut.
Kedua : Hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dengan sanad dari Abu
Bakar RA: “Inilah kewajiban zakat yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW atas
kaum muslimin.” Kata-kata “al Muslimin” adalah kata-kata umum, mencakup orang
yang telah dewasa maupun yang belum, yang berakal maupun yang tidak, sementara itu
ada suatu prinsip: Wa al-Ashlu baqa’ al-am ‘ala ‘umumihi ma lam yarid dalilun ‘an alSyari’ bi takhshishihi, artinya: “Kata-kata umum tetap umum, selagi tidak ada dalil dari
syari’ yang mentakhsishnya.”

Ad-Daruquthni dalam Sunannya , telah mengeluarkan dari Abdullah bin Umar
RA, secara marfu’ sampai kepada Nabi SAW, bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa
menjadi

wali

seorang

anak

yatim

yang

berharta,

maka

hendaklah

ia

memperdagangkannya bagi si yatim itu, dan jangan membiarkannya sampai termakan
oleh zakat.” Anak yatim adalah anak yang belum baligh telah ditinggal mati ayahnya.
Demikian pula Imam Asy-Syafi’i Rahimahullahu Ta’ala telah meriwayatkan
dalam al-Umm, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Perdagangkanlah harta anak-anak
yatim, sehingga tidak dimusnahkan atau dihabiskan oleh zakat.” Kesimpulan dari
kedua hadits di atas menunjukkan bahwa apabila harta tidak diperdagangkan maka ia
akan habis dan musnah karena zakat, dan hal itu karena mesti dikeluarkan zakatnya
terus-terusan, sementara harta itu tidak dikembangkan. Dan mengeluarkan zakat dari
harta anak kecil itu tak mungkin diperbolehkan, kalau bukan karena wajib. Sebab,
walinya pun tidak boleh menyedekahkan harta anak kecil itu. Dengan demikian berarti
menunjukkan wajibnya zakat pada harta anam yatim.
Hadis Rasulullah SAW kepada Mu’adz tatkala beliau mengutusnya ke
Yaman, “Beritahukanlah kepada mereka, bahwasannya Allah mewajibkan zakat harta
mereka yang diambil dari orang kaya dan diberikan kepada orang fakir di antara
mereka.” (HR . Muttafaq alaihi). Dalam hadits tadi dijelaskan bahwa zakat diambil dari
orang kaya tanpa memandang apakah dia sudah dewasa atau masih kanak-kanak.
Ketiga : Atsar yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Muwaththa’nya
beliau meriwayatkan dari Umar RA, dia berkata: “Perdagangkanlah harta anak-anak
yatim, niscaya ia tidak termakan oleh zakat.” Sedang Imam Asy-Syafi’i dalam alUmmnya juga meriwayatkan dari Umar, bahwa dia berkata kepada seseorang:
“Sesungguhnya pada kita ada harta anak yatim yang cepat benar habis oleh zakat.”
Kesimpulan dari kedua atsar ini pun sama dengan kesimpulan hadits tersebut di atas,
bahkan ini didukung pula oleh apa yang telah diriwayatkan oleh Malik dari Abdur
Rahman al-Qasim, dari ayahnya, dia berkata: “Aisyah ra pernah menjadi waliku
bersama seorang saudaraku sebagai dua anak yatim dalam asuhannya, dia
mengeluarkan zakat dari harta kami.
Keempat : Qiyas kepada Zakat Fitrah, karena ijma’ menetapkan wajibnya
Zakat Fitrah atas anak-anak kecil dan orang-orang gila. Jadi, anak-anak dan gila tidak
menghalangi wajibnya zakat Fitrah dari badan anak kecil dan orang gila, maka patut
pula bila hal itu tidak menjadi penghalang bagi zakat harta masing-masing, manakala
telah terpenuhi padanya syarat-syarat wajibnya zakat.

Kelima : Tujuan zakat adalah untuk menutupi kebutuhan para fakir dan
membersihkan harta, dengan mengambil sebagian dari harta itu yang menjadi hak
orang-orang yang patut menerimanya, tanpa memandang sifat pemiliknya, asal dia
seorang muslim yang tunduk kepada peraturan Islam secara umum. Dengan demikian,
kaitan zakat ialah dengan harta anak kecil maupun orang gila itu, bukan dengan
orangnya, apalagi bila diingat bahwa harta mereka bisa saja berkenaan dengan hutang.
Jadi, zakat pun sama dengan hutang, dengan alasan, masing-masing merupakan
kewajiban yang berkenaan dengan harta.
Keenam: Zakat bukanlah ibadat badaniyah semata-mata sehingga harus
diterapkan padanya syarat-syarat taklif, atau kewajibannya terpengaruh dengan
kurangnya kepatutan si mukallaf, tetapi merupakan ibadat yang lebih cenderung kepada
soal harta, di samping merupakan pemelihara bagi salah satu segi keseimbangan
ekonomi, dan evaluasi menyeluruh bagi kecukupan. Oleh sebab itu semua pemilik
harta harus sama ketundukannya kepada peraturan ini.
Prof. DR. Wahbah Zuhaili berkata: “Pendapat ini (zakat atas harta anak kecil)
lebih tepat karena padanya terdapat kemaslahatan bagi orang-orang fakir dalam
memenuhi kebutuhan mereka disamping mensucikan jiwa dan melatihnya untuk
berakhlak dermawan dan empati dengan orang lain.

Syeikh Sayyid Sabik juga

menjelaskan dalam kitabnya Fiqh al-Sunnah bahwa zakat diwajibkan kepada setiap
muslim yang merdeka (laki-laki atau perempuan; dewasa atau kanak-kanak) dan
memiliki harta yang melebihi nishab.9
Sebab perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan para ulama antara wajib
zakat bagi anak yatim atau tidak adalah berbedanya mereka dalam memahami konteks
zakat itu sendiri.Apakah zakat itu merupakan bagian dari ibadah seperti ibadah sholat
dan ibadah puasa ataukah zakat itu merupakan hak wajib bagi orang kaya yang
dikeluarkan untuk para fakir miskin. Maka ada yang berpendapat zakat itu adalah
ibadah,dan ibadah memerlukan niat dan syarat ibadah adalah balig maka dari sini anak
yatim tidak wajib zakat. Sementara pendapat yang lain mengatakan bahwasanya harta
anak yatim itu adalah hak wajib yang dikeluarkan jika dia kaya.

9Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Dar al-Kutub al-Araby, Bairut Lebanon, 1/240

BAB III
KESIMPULAN
Anak yatim adalah anak yang belum baligh yang ditinggal mati oleh orang tuanya.
Dengan demikian seseorang dikatakan yatim bila ditinggal wafat ayahnya, Adapun anak
yang ditinggalwafat ibu atau

lainnya tidaklah dikatakan yatim, begitu juga anak yang

ditinggalkan karena perceraian suami isteri.

Harta anak yatim adalah : sesuatu yang

bermanfaat yang dimiliki oleh orang anak yang tidak mempunyai orang tua yang
merawat dan melindunginya.
Dikalangan para ulama fiqih terdapat perbedaan pendapat terhadap harta anak yatim.
Sebagian mereka berkata bahwa harta anak yatim tidak wajib dikeluarkan zakatnya, karena
memang keduanya tidak mukallaf. Sementara sebagian ulama lainnya berkata bahwa harta
anak yatim wajib dikeluarkan zakatnya , karena zakat adalah hak harta maka tidak melihat
siapa yang memiliki harta itu.
Sebab perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan para ulama antara wajib zakat bagi
anak yatim atau tidak adalah berbedanya mereka dalam memahami konteks zakat itu
sendiri.Apakah zakat itu merupakan bagian dari ibadah seperti ibadah sholat dan ibadah
puasa ataukah zakat itu merupakan hak wajib bagi orang kaya yang dikeluarkan untuk para
fakir miskin. Maka ada yang berpendapat zakat itu adalah ibadah,dan ibadah memerlukan
niat dan syarat ibadah adalah balig maka dari sini anak yatim tidak wajib zakat. Sementara
pendapat yang lain mengatakan bahwasanya harta anak yatim itu adalah hak wajib yang
dikeluarkan jika dia kaya, tidak pandang apakah baligh atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Jaziri, Abdurrahman, al-Fiqh ‘alaa Mazahib al-Arba’ah, Bairut : Dar al-Fikr
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya, Jakarta : PT.Sygma
Hasan, Ahmad, Mata Uang Islami, Telah Komprehensif, Sistem Keuangan Islami,
Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2005
Muhammad Saami, Harta dan Kedudukannya dalam Islam, Amar Press, 1990
Thahir, Ahmad Hamid Thahir, Fiqih Sunnah. Surakarta : Ziyad Books.2008