Kendala Pengembangan Pariwisata Alternat docx

Kendala Dalam Pengembangan Pariwisata Alternatif di Indonesia
Data BPS (2008) wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil di antara
Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km² dan
luas perairannya 3.257.483 km². sumber daya alam Indonesia berupa minyak bumi,
timah, gas alam, nikel, kayu, bauksit, tanah subur, batu bara, emas, dan perak dengan
pembagian

lahan

terdiri

dari

tanah pertanian sebesar

10%, perkebunan

sebesar

7%, padang rumput sebesar 7%, hutan dan daerah berhutan sebesar 62%, dan lainnya
sebesar 14% dengan lahan irigasi seluas 45.970 km. Dengan kekayaan alam yang begitu

berlimpah serta beragamnya suku dan budaya di Indonesia menjadi potensi yang cocok
untuk pengambangan pariwisata.
Potensi pengambangan pariwisata sangat terkait dengan lingkungan hidup dan
sumberdaya. Menurut Fandeli (1995: 48-49), sumberdaya pariwisata adalah unsur fisik
lingkungan yang statis seperti: hutan, air, lahan, margasatwa, tempat-tempat untuk
bermain, berenang dan lain-lain. Karena itu pariwisata sangat terkait dengan keadaan
lingkungan dan sumberdaya. Ditambahkan pula bahwa Indonesia yang memiliki
keragaman sumberdaya yang tersebar pada ribuan pulau, dengan lautannya yang sangat
luas memiliki potensi yang baik untuk kegiatan pariwisata.
Pariwisata alternatif menurut Wisnawa (2009). adalah secara mengkhusus
menawarkan sekumpulan pelayanan hospitality (keramahtamahan) dan fitur-fitur yang
diberikan kepada wisatawan oleh masyarakat perseorangan, keluarga atau komunitas
lokal. Pariwisata kerakyatan merupakana konsep pariwisata alternatif sebagai antisipasi
terhadap pariwisata konvesional. Pariwisata alternative (alternative tourism) mempunyai
pengertian ganda, di satu sisi dianggap sebagai salah satu bentuk kepariwisataan yang
ditimbulkan sebagai reaksi terhadap dampak-dampak negative dari pengembangan
pariwisata konvesional. Di sisi lain dianggap sebagai bentuk kepariwisataan yang
berbeda dari pariwisata konvesional untuk menunjang kelestarian lingkungan (Kodyat,
1997).
Pariwisata alternatif mempunyai konsep yaitu pariwisata berbasis kerakyatan

yang karakteristik idealnya yaitu: (1) skala usaha yang dikembangkan adalah skala kecil,
sehingga lebih mudah dijangkau oleh masyarakat menengah ke bawah dalam

pengusahaannya. (2) pelaku adalah masyarakat menengah ke bawah atau biasannya
didominasi oleh masyarakat lokal (local owned and managed). (3) input yang digunakan,
baik sewaktu konstruksi maupun operasional berasal dari daerah setempat atau komponen
impornya kecil. (4) aktifitas berantai (spin of activity) yang ditimbulakn sangat banyak,
baik secara individu maupun kelembagaan akan semakin besar yang konsekuensinya
memberikan manfaat langsung bagi masyarakat lokal dan besar. (5) berbasiskan
kebudayaan lokal karena pelakunnya adalah masyarakat lokal. (6) ramah lingkungan,
karena terkait dengan tidak adanya kontroversi lahan secara besar-besaran, serta tidak
adanya pengubahan bentang alam yang berarti. (7) tidak beragam, karena bercirikan
keunikan daerah setempat. (8) menyebar di berbagai daerah. Pitana (2002).
Di Indonesia sendiri, banyak daerah-daerah yang sangat berpotensi untuk
pengembangan pariwisata yang berkonsep alternatif seperti Lombok dan Nusa Tenggara
Timur, Papua dan masih banyak lagi. Akan tetapi ada beberapa kendala yang
menghambat dalam pengembangan pariwisata alternatif di Indonesia sehingga membuat
pengembangan tersebut hanya wacana semata, berikut ini beberapa kendala dalam
pengembangan pariwisata alternatif di Indonesia antara lain:
1. Sumber Daya Manusia (SDM).

Sumber Daya Manusia dalam bidang pariwisata di Indonesia yang dinyatakan
oleh The Travel & Tourism Competitive Index, Indikator Sumber Daya Manusia
pariwisata Indonesia menduduki peringkat ke 42 dari 133 negara. keunggulan
Indonesia terletak pada indikator daya saing harga (Price Competitiveness) yang
berada pada peringkat ke 3 dan prioritas terhadap industri pariwisata di peringkat 10
(WEF, 2009). Pariwisata alternatif berkonsep pariwisata kerakyatan, dan yang terjadi
saat ini adalah rendahnya sumber daya manusia, terutama tenaga kerja terampil dan
profesional di bidang pariwisata, kendala ini yang seringkali muncul terutama di
pariwisata perdesaaan maupun daya tarik wisata yang baru dibangun. Sumber daya
manusia merupakan komponen utama dan penentu, terutama dalam menjalan
pekerjaan pada jajaran frontlinters, yakni mereka yang bertugas memberikan
pelayanan langsung kapada para wisatwan.

2. Rendahnya Kesadaran Masyarakat
Rendanya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengembangan pariwisata
merupakan kendala. Sebab banyak rencana pengembangan yang gagal karena kurang
mendapat dukungan dari masyarakat akibat rendahnya kesadaran tersebut.
3. Aksessibilitas
Masalah akses merupakan masalah yang banyak ditemukan di beberapa daya tarik
wisata di Indonesia khususnya pariwisata yang berkonsep alternatif. Ini karena masih

mahalnya biaya transportasi udara di Indonesia sehingga membuat wisatawan urung
melakukan wisata ke temapt-tempat yang cukup jauh.
4. Keamanan
Masih maraknya aksi pencurian dan perampokan di suatu daya tarik wisata,
berakibat pada kurang terjaminnya keamanan bagi para wisatawan. Ini menjadi
perhatian tersendiri bagi para pemangku kepentingan (stakeholder) seperti pemerintah
maupun swasta untuk lebih berperan aktif dalam menjaga kemanan suatu destinasi
pariwisata
Demikian beberapa kendala dalam pengembangan pariwisata alternatif di
Indonesia, tren wisatawan dunia ke depan akan lebih menyukai jenis wisata yang
berkonsep alternatif seperti wisata alam dan wisata budaya yang unik. Indonesia memiliki
keunggulan dalam dua hal tersebut. Namun keunggulan tersebut masih membutuhkan
peran dari pemerintah maupun masyarakat dalam mingkatkan Sumber daya manusia
yang lebih berkompeten, meningkatkan kesadaran masyarakat akan wisata, akses yang
lebih mudah, dan keamanan yang terus terjaga dengan baik, sehingga dalam
pengembangan suatu daya tarik wisata dapat berjalan dengan efektif.

Pengertian Pariwisata Alternatif Menurut Beberapa Ahli
Pariwisata alternatif merupakan suatu bentuk kegiatan kepariwisataan yang tidak
merusak lingkungan, berpihak pada ekologis dan menghindari dampak negatif dari

pembangunan pariwisata berskala besar yang dijalankan pada suatu area yang tidak
terlalu cepat pembangunannya. (Koslowski dan Travis: 1985).
Selain itu pariwisata alternatif adalah kegiatan kepariwisataan yang memiliki gagasan
yang mengandung arti sebagai suatu pembangunan yang berskala kecil atau juga sebagai
suatu kegiatan kepariwisataan yang disuguhkan kepada wisatawan, dimana segala
aktivitasnya turut melibatkan masyarakat. (Saglio: 1979 dan Gonsalves: 1984).
Pariwisata alternative adalah suatu bentuk pariwisata yang mengutamakan nilai-nilai
alam, sosial dan nilai-nilai masyarakat serta memungkinkan masyarakat lokal dan
wisatawan menikmati interaksi yang positif dan bermanfaat serta menikmati pengalaman
secara bersama-sama (Eddington & Smith, 1992:3)
Chiang Mai (1984) “Alternative Tourism is a process which promotes a just form of
travel between members of different communities. It seeks to achieve mutual
understanding, solidarity and equality among participants.”

Budiarti (2005:21) menjelaskan bahwa pariwisata alternative adalah pariwisata yang
muncul guna meminimalisir dampak negative dari perkembangan pariwisata missal yang
terjadi hingga saat ini. Dampak negative dari pariwisata masal atau pariwisata berskala
besar

adalah


ancaman

terhadap

kelestarian

budaya

dimana

budaya

lebih

dikomersialisasikan dibandingkan dijaga keaslian dan kelestariannya.

Pengertian pariwisata alternative Menurut Dernoi (1988:253), Initially defined
alternative tourism by accommodation in alternative tourism the client receives
accommodation directly in, or the home of, the host with, eventually, other services and

facilities affered there.

Menurut Wisnawa (2009).

Secara sederhana, pariwisata alternative adalah secara

mengkhusus menawarkan sekumpulan pelayanan hospitality (keramahtamahan) dan fiturfitur yang diberikan kepada wisatawan oleh masyarakat perseorangan, keluarga atau
komunitas lokal.
Middleton (1998) (dalam Smith, 2001), menyebutkan bahwa pariwisata alternatif
merupakan suatu bentuk produk pariwisata yang mepertimbangkan bahkan menuntut
lebih akrab lingkungan dan tidak merusak budaya.
Archer dan Cooper (1993), menyebutkan bahwa pariwisata alternatif merupakan suatu
pergerakan yang memiliki jalan keluar untuk “mengobati sakit” dari pariwisata massal
(Mass Tourism).
Smith (1992: 50-51), “certain kinds of tourism are called alternative because they are
not “exploitative” of local people”

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Indonesia (2008). Beberapa Indikator Penting Mengenai
Indonesia (PDF) (dalam Bahasa Indonesia). Siaran pers.

Budiarti, S.H. 2005. Pengelolaan Pengembangan Ekowisata di Kawasan Hutan Mangrove
Benoa Bali. Tesis. Udayana University
Cooper, R.G. (1993). Winning at New Products. 2 ed. Reading, MA: Perseus Books.
Eadington, William R. and Smith, Valene L. 1992. Tourism Alternatives Potentials and
Problems in the Development of Tourism. England: Wiley & Sons Ltd.
Fandeli, Chafid. 1995. Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Yogyakarta :
Penerbit Liberty.
Pitana, I Gede. 2002. Kebijakan dan Strategi Pemerintah Daerah Bali dalam
Pembangunan Pariwisata. Pada Seminar Nasional Pariwisata Bali the Last or the
Lost Paradiseî. Pembangunan Pariwisata yang Berkelanjutan. Denpasar:
Universitas Udayana.
Smith,VL 1992. Boracy Philipines:A Case Study in “Alternative Toursm.In Tourism
Alternative:Potensial and Problems in The development of Toursm of Toursm.ed
by V.L Smith and W.R Eaddington pp 135- 157 John Wiley & Sons
Chicester,New York,Brisbane Toronto,Singapore.
Taya, La. 2012. Potensi dan Kendala Pengembangan Pariwisata. Artikel Ilmu
Komunikasi.
URL:
http://komunikasipembangunan.blogspot.com/2012/06/potensi-dan-kendala-pengembangan.html
Wisnawa, Bayu, Made I. 2009. Alternative Tourism. (diakses 10 Maret 2015). URL:

http://madebayu.blogspot.com/2009/06/alternative-tourism.html