Perencanaan stategis Pariwisata Bukit Parangendog

FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Laporan Tugas Mata Kuliah Perencanaan Pariwisata
Perencanaan Pengembangan Kawasan Bukit Parangendog Sebagai Pendukung Wisata
Minat Khusus

disusun oleh:
Kelompok 8
1. RL. Adepa Imarna (11/318574/SA/16095)
2. Abdurrahman Milzam I.A. (11/320201/SA/16209)
3. Hanggara Hendrayana (11/318475/SA/16008)
4. Raditya Yogatama (11/319972/SA/16185)
5. Lini Widya Khoirunisa (11/318489/SA/16022)

PROGRAM STUDI PARIWISATA
2014

0

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
1.2 Masalah Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3
1.3 Tujuan Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
1.4 Lokus dan Fokus Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .4
1.5 Metode Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
1.5.1 Tipe Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
1.5.2 Sumber Data. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .4
1.6 Landasan Teori. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .5
1.6.1 Teori Perencanaan kawasan wisata. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .5
1.6.2 Teori Wisata Minat Khusus. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
1.6.3 Teori Sport Tourism Destination. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .7
II. Pembahasan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .7
2.1 Temuan data. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
2.2 Analisis Data. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..9
2.3 Hasil Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
2.3.1 Tahapan Pengembangan Kawasan Bukit Parangendog
berdasarkan teori TALC. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
2.3.2 Tahapan Pengembangan Kawasan Bukit Parangendog

berdasarkan Teori elemen Pariwisata 4A . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .15
2.4 Analisis Strategi Pengembangan Kawasan Bukit Parangendog . . . . . . . . . . . . . . . 15
2.5 Rekomendasi Pengembangan Kawasan Bukit Parangendog . . . . . . . . . . . . . . . . . .21
III.Penutup . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .26
3.1 Kesimpulan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26
3.2 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .27
1

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pariwisata hingga saat ini masih merupakan alternatif dalam memberikan
sumbangan dalam meningkatkan perekonomian daerah. Bagi daerah yang memiliki potensi
wisata andalan akan selalu memperhartikan dalam perencanaan dan pengembangannya.
Demikian pula pada Daerah Istimewa Yogyakarta yang hingga saat ini masih merupakan
salah satu destinasi wisata favorit bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki berbagai jenis wisata yang ditawarkan, baik
wisata budaya, arsitektur, kuliner, belanja, alam serta minat khusus. Yogyakarta disamping
dikenal sebagai sebutan kota perjuangan, pusat kebudayaan dan pusat pendidikan juga
dikenal dengan kekayaan potensi pesona alam dan budayanya sampai sekarang dan masih

tetap merupakan daerah tujuan wisata yang terkenal di Indonesia dan Mancanegara. Dengan
kesungguhan untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan yang berkelanjutan, maka
keberadaan kemegahan candi Prambanan dan Ratu Boko, Keraton Kasultanan Yogyakarta
Hadiningrat, Kota Tua Kota Gedhe, Makam Raja-raja Mataram Kota Gedhe, museum, dan
adat-istiadat serta kesenian tradisionalnya dll, sampai sekarang masih terjaga/lestari. Begitu
juga dengan potensi keindahan alam daerah Yogyakarta yang tidak kalah mempesona, seperti
kawasan Kaliurang dan gunung Merapi, puncak Suroloyo/bukit Menoreh, gunung Gambar,
pegunungan Karst, Gumuk Pasir, Desa Wisata, maupun keindahan pantai selatan (pantai
Kukup, Baron, Krakal, Kukup, Siung, Parangtritis, Ngrenehan, Sundak, Sadeng dll) (Dinpar
DIY, 2012: xii). Salah satu destinasi wisata yang hingga saat ini menjadi favorit wisatawan
yakni kawasan Parangtritis.
Kawasan Parangtritis memiliki banyak potensi dan komponen wisata, diantaranya
yaitu; pemandangan alam laut dan pantai, gumuk pasir di seitar pantai, nilai mitos dan
kepercayaan masyarakat lokal yang masih sangat kental, bukit karst, serta atraksi di sekitar
pantainya. Kawasan Parangtritis terdiri dari beberapa objek wista yaitu Pantai Parangtritis,
Pantai Depok, Cepuri Watu Gilang, Pantai Parangendog, Makam Syeikh Bela Belu, Makam
Syeikh Maulana Maghribi, Monumen Pangsar Sudirman, Parangtritis Park, Pemandian
Parangwedang, Kolam Renang Parangtritis, Serta Gumuk Pasir dan Laboratorium
Geospasial. (Dinpar Kabupaten Bantul, 2007).
Parangendog merupakan salah satu bagian dari kawasan Parangtritis. Pada RTOW

kawasan Parangtritis tahun 2012, parangendog yang menjadi fokus pengembangan oleh
pemerintah yaitu hanya pada wilayah pantainya saja. Pantai Parangendog diproyeksikan oleh
pemerintah sebagai wisata buatan yang terdiri dari area permainan anak-anak. Sedangkan
kawasan Parangendog memiliki 2 bagian inti objek wisata yaitu kawasan pantai dan bukit.
2

Pada kawasan bukit parangendog, terdapat potensi wisata minat khusus yang hingga
saat ini telah berjalan meskipun belum adanya perhatian pemerintah untuk melakukan
pengembangan. Kegiatan wisata minat khusus yang hingga saat ini telah berjalan mayoritas
merupakan jenis wisata olahraga dan petualangan (sport and adventure tourism) yaitu panjat
tebing, paralayang, gantole dan sepeda gunung.
1.2 Masalah Penelitian
1) Apakah yang dapat diidentifikasikan sebagai faktor kekuatan dan faktor kelemahan
utama, baik faktor internal maupun faktor eksternal, yang berpengaruh terhadap
pengembangan Kawasan Bukit Parangendog jika dijadikan sebagai objek dan daya
tarik wisata minat khusus?
2) Sudah sejauh manakah tahapan pengembangan Kawasan Bukit Parangendog
berdasarkan teori Tourism Area Life Cycle (TALC) ?
3) Bagaimanakah strategi kebijakan yang tepat dalam pengembangan Kawasan Bukit
Parangendog mengacu pada analisis faktor internal dan eksternal serta elemenelemen pariwisata 4A (Attraction, Amenity, Accessibility, Anchelary Service) yang

ada di dalamnya?
4) Bagaimanakah perencanaan yang tepat pada pengembangan infrastruktur kawasan
bukit parangendog sebagai pendukung kegiatan wisata minat khusus?
1.3 Tujuan Penelitian
1) Menganalisis faktor-faktor yang berkaitan dengan pengembangan Kawasan Bukit
Parangendog jika dijadikan sebagai objek dan daya tarik wisata minat khusus, baik
dari faktor internal maupun faktor eksternal berupa kekuatan (strength), kelemahan
(weakness), kesempatan (opportunity) maupun ancaman (threat).
2) Menganalisa sejauh mana tahapan pengembangan Kawasan Bukit Parangendog
berdasarkan teori Tourism Area Life Cycle (TALC)
3) Merumuskan strategi kebijakan pengembangan Kawasan Bukit Parangendog
mengacu pada analisis faktor internal dan eksternal serta elemen-elemen pariwisata
4 A (Attraction, Amenity, Accessibility, Anchelary Service) yang ada di dalamnya.
4) Memberikan rekomendasi perencanaan pengembangan infrastruktur kawasan bukit
parangendog sebagai pendukung kegiatan wisata mina khusus.
1.4 Lokus dan Fokus Penelitian
- Lokasi Penelitian ini dilakukan di bukit Parangendog yang termasuk pada bagian
-

kawasan Parangendog, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY, Indonesia.

Fokus penelitian ini yaitu pada perencanaan infrastruktur berdasarkan konsep
destinasi oleh Cooper (1995) berupa amenity, accessibility dan anchelary service
sebagai pendukung atraksi wisata minat khusus yang sudah ada.

3

1.5 Metode Penelitian
1.5.1 Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode observasi, yaitu peneliti menggunakan cara
mengumpulkan data dengan jalan melakukan pengamatan dan pencatatan dengan
sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki (Sutino Hadi, 1989 : 36) di
Kawasan Bukit Parangendog, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul Yogyakarta.
Instrumen kunci dalam penelitian ini adalah Peneliti sebagai alat penelitian, artinya
peneliti sebagai alat utama pengumpul data dengan metode pengumpulan data berdasarkan
observasi yaitu teknik yang menuntut adanya pengamatan dari si peneliti baik secara
langsung ataupun tidak langsung terhadap obyek penelitiannya (Umar, 2000: 51).
1.5.2 Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data Primer.
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya dan baru pertama

kalinya diolah. Data primer ini ini meliputi data tanggapan responden terhadap
kondisi Kawasan Bukit Parangendog terkini. Metode yang digunakan untuk
mendapatkan data primer adalah melalui observasi ke lapangan untuk mengadakan
wawancara kepada responden yakni penjual di warung sekaligus salah satu pengelola
di Kawasan Bukit Parangendog.
2. Data Sekunder.
Data sekunder adalah data yang telah diolah oleh pihak lain di luar penelitian ini,
yaitu data yang telah diolah oleh instansi terkait dengan penelitian, seperti Data
Statistik Kawasan Parangtritis, RTOW Kawasan Parangtritis, dan RIPPDA Kabupaten
Bantul. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data sekunder adalah metode
dokumentasi, yaitu dengan mempelajari dokumen dari instansi tersebut di atas.
1.6 Landasan Teori
1.6.1 Teori Perencanaan Kawasan Wisata
Perencanaan merupakan suatu proses pengambilan keputusan tentang hari depan
yang dikehendaki. Perencanaan adalah suatu usaha untuk memikirkan masa depan (citacita) secara rasional dan sistematik dengan cara memanfaatkan sumber daya yang ada
serta memperhatikan kendala (constrain) dan keterbatasan (limitation) seefisien dan
seefektif mungkin (Paturusi, 2008).
Ada beberapa pendekatan perencanaan pariwisata (Paturusi, 2008), antara lain:
Pendekatan berkesinambungan, Inkremental, dan fleksibel. Pendekatan ini didasari
kebijakan dan rencana pemerintah, baik di tingkat nasional maupun di tingkat regional.

Perencanaan pariwisata dilihat dari proses berkesinambungan yang perlu di evaluasi
4

berdasar pemantauan dan umpan balik dalam kerangka pencapaian tujuan dan kebijakan
pengembangan pariwisata.
Kegiatan perencanaan pengembangan Kawasan Bukit Parangendog merupakan
kegiatan yang bersifat lintas sektoral yang berdampak terhadap masyarakat dan
lingkungan hidup. Beberapa peraturan perundang-undngan yang perlu sebagai bahan
pertimbangan antara lain adalah;
- UU No.10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, pasal 1
Ayat 5. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan,
dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil
buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
Ayat 6. Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah
kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif
yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas
pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan
melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
Pasal 8
(1) Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan

kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan
nasional, rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi, dan rencana induk
pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota.
(2) Pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
-

bagian integral dari rencana pembangunan jangka panjang nasional.
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang; digunakan sebagai

acuan penataan ruang pasal 1
Ayat 13. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang
dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata
ruang.
Ayat 20. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.
1.6.2 Teori Wisata Minat Khusus
Para wisatawan penghobi wisata minat khusus menikmati kegiatan-kegiatan yang
berhubungan langsung dengan alam, keindahan alam daerah konservasi, kenikmatan
melihat fauna di habitat alaminya, menjelajahi, menemukan dan belajar, mengatasi
hambatan dan merasakan kesenangan mengatasinya. Selanjutnya mereka ingin
menemukan betapa mudahnya cara membaca peta, navigasi sungai dan belajar teknik

memanjat, menyelam, berkuda, kano, mengemudi ternak, pengepakan dan membawa
ransel.

5

Beberapa Kategori wisata minat khusus dijelaskan dalam 80 TURIZAM | Volume
15, Issue 2, 77-89 (2011) diantaranya :
a) Adventure tourism
b) Rural Tourism;
c) Cultural tourism;
d) Religious tourism;
e) Ecotourism;
f) Culinary tourism;
g) Wildlife tourism;
h) Heritage tourism;
i) Medical tourism.
Menurut kamus industry perjalanan, adventure tourism adalah “perjalanan
rekreasi yang dilakukan dalam jarak jauh untuk menemukan destinasi wisata yang
eksotis dengan tujuan untuk melakukan eksplorasi atau melakukan kegiatan yang
keras”. Program dan kegiatan dengan implikasi tantangan, ekspedisi penuh kejutan,

yang melibatkan perjalanan berani dan tak terduga. Climbing, caving, safari jeep
adalah contoh dari adventure tourism.

1.6.3 Teori Sport Tourism Destination
Gammon and Robinson (1997) mengatakan bahwa Sport tourism is
Individuals and/or groups of people who actively of passively participate in
competitive or recreational sport while travelling. Sport is the prime motivation to
travel, although the touristic element may reinforce the overall experience.
Gibson (1997) juga mengatakan bahwa sport tourism includes travel away
from one’s primary residence to participate in a sport activity for recreation or
competition, travel to observe sport at the grassroots or elite level, and travel to visit
a sport attraction such as a sport hall of fame or a water park.
Standeven & De Knop (1999) mengungkapkan, Sport (olahraga) adalah “The
whole range of competitive and non competitive active pursuits that involve skill,
strategy and/or chance in which human beings engage, at their own level, simply for
enjoyment and training or to raise their performance to levels of publicly acclaimed
excellence.”
Standeven dan de Knop (1999, hal 58) memperlakukan olahraga dan
pariwisata sebagai cultural experience, “sport as a cultural experience of physical
activity; tourism as a cultural experience of place” dari hal ini mereka berpendpat

6

bahwa sifat alami olahraga yang mana “pengalaman dari aktivitas fisik sangat
berkaitan dengan tempat dimana pengalaman itu dilakukan”.
Di mana tingkat wisatawan menemukan tempat yang menarik sangat
dipengaruhi oleh lingkungan fisik, termasuk lansekap dan iklim ((Krippendorf 1986)
dalam Hinch dan Higham 2004). Terbukti dengan banyak olahraga terkait erat dengan
fisik dari tujuan.
2

PEMBAHASAN
2.1 Temuan Data
Parangendog merupakan sebuah tempat di kecamatan Kretek, Bantul, Daerah
Istimewa Yogyakarta (25 kilometer sebelah selatan Kota Yogyakarta). Parangendog
adalah bagian dari kawasan wisata Parangtritis yang terletak di sudut paling ujung.
Parangendog merupakan sebuah bukit yang menjulang tinggi dengan berbagai potensi
wisata di dalamnya yang dapat dikembangkan. Beberapa potensi wisata di bukit
Parangendog termasuk potensi wisata yang berbeda dengan potensi wisata di daerahdaerah lain.
Potensi wisata yang pertama adalah wisata minat khusus yaitu wisata
olahraga. Wisata olahraga di Yogyakarta belum dikembangkan oleh pemerintah
maupun pihak swasta. Wisata olahraga memang bukanlah wisata yang familiar di
Yogyakarta tidak seperti wisata alam maupun wisata budaya yang melekat pada
daerah ini. Namun dengan melihat potensi yang ada wisata olahraga bisa
dikembangkan menjadi sebuah wisata alternatif di wilayah Yogyakarta.
Wisata olahraga yang cocok dikembangkan di bukit Parangendog adalah
paralayang dan gantole. Terletak di sebuah perbukitan, Parangendog merupakan
tempat yang cocok untuk menerbangkan paralayang dan gantole. Di Yogyakarta,
Parangendog merupakan salah satu tempat terbaik untuk bermain paralayang dan
gantole. Angin untuk menerbangkan paralayang dan gantole berhembus sangat baik di
bukit Parangendog. Namun untuk menerbangkan paralayang dan gantole tidak setiap
saat bisa dilakukan. Waktu terbaik untuk menerbangkan paralayang dan gantole
adalah ketika angin musim barat.
Beberapa fasilitas penunjang untuk melakukan kegiatan ini sudah dibangun
walaupun bisa dikatakan seadanya. Di tempat ini sudah terdapat spot lepas landas
untuk paralayang dan gantole yang dibangun atas inisiatif sebuah kelompok pecinta
paralayang yaitu AangSky Paragliding Jogja. Untuk menuju lokasi lepas landas harus
menaiki cukup banyak anak tangga yang berkelok-kelok. Beberapa anak tangga sudah
dibangun dengan beton dan beberapa anak tangga masih dibuat dengan tanah. Lokasi
7

untuk lepas landas ini cukup luas sehingga aman untuk pilot-pilot yang akan
menerbangkan paralayang dan gantole.
Potensi wisata olahraga lain yang dapat dikembangkan adalah panjat tebing.
Kontur dari Parangendog yang berbukit-bukit menjadikan tempat ini sebagai tempat
favorit untuk melakukan panjat tebing. Terdapat 3 spot panjat tebing di Parangendog
dengan berbagai ketinggian. Ketinggian tebing tebing berkisar 25 sampai 50 meter
dengan tingkat kesulitan yang bervariasi dari mudah sampai sulit. Dengan berbagai
ketinggian dan tingkat kesulitan yang variatif menjadi sebuah kelebihan tempat ini.
Berbagai kalangan dapat memanjat tebing baik pemula hingga profesional sesuai
dengan tingkat ketinggian dan kesulitan tebing ini. Untuk saat ini pemanjat tebing di
bukit Parangendog rata-rata adalah komunitas-komunitas pecinta alam baik di tingkat
pelajar, mahasiswa maupun umum.
Keindahan alam dan pantai menjadi background ketika melakukan panjat
tebing di Parangendog. Pemanjat tebing disuguhi birunya air laut ketika melakukan
panjat tebing di tebing bagian selatan. Sedangkan dibagian lain pemanjat tebing
mendapatkan view berupa pemandangan alam khas perbukitan. Kondisi geografis
yang indah menjadi sebuah nilai plus bagi panjat tebing di Parangendog.
Selain wisata olahraga terdapat potensi wisata yang dapat dikembangkan yaitu
sunset spot. Spot sunset terletak satu lokasi dengan lepas landas paralayang dan
gantole sehingga untuk mencapai lokasi ini memang sulit karena harus menaiki
banyak anak tangga. Di tempat ini pengunjung dapat menikmati keindahan matahari
yang terbenam di sore hari. Matahari seakan-akan tenggelam ke laut secara perlahan –
lahan ketika sore hari.
Penikmat sunset di Parangendog terhitung cukup banyak. Rata-rata
pengunjungnya adalah anak-anak muda dan wisatawan asing. Anak-anak muda yang
menikmati sunset biasanya datang bersama pasangannya sambil membawa makanan
dan minuman. Satu hal yang cukup disayangkan adalah sampah bekas tidak dibuang
pada tempatnya. Kesadaran tentang kesehatan lingkungan cukup rendah selain tidak
adanya tempat sampah yang menjadi faktor penyebab banyaknya sampah disini.
Wisatawan asing yang datang untuk menikmati sunset biasanya datang dibawa oleh
travel agent yang ada di Jogja. Menikmati sunset di Parangendog adalah salah satu
paket wisata yang ada di dalam travel agent tersebut.
2.2 Analisis Data

8

Penelitian ini akan menggunakan metode analisis SWOT sebagai cara merumuskan
strategi kebijakan perencanaan kawasan Bukit Parangendog. Analisis SWOT yaitu data yang
diperoleh melalui observasi ke lokasi penelitian kemudian dianalisa dan dikaji dengan cara
menganalisis faktor lingkungan internal (kekuatan, kelemahan), dan faktor lingkungan
eksternal (peluang, ancaman) yang ada, atau dengan menggunakan analisis SWOT, selain
daripada itu juga analisis tersebut digunakan untuk mengetahui peluang usaha yang dapat
digali di kawasan bukit parangendog. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (stengths), dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan
dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats) (Rangkuti, 2006: 18) .

Diagram SWOT dapat dilihat pada gambar di bawah, yaitu :

Peluang
Mendukung Strategi

Mendukung strategi

“Turn Around”

“Agresif”

Kelemahan

Kekuatan

Internal
Mendukung Strategi

Internal
Mendukung strategi

“Difensif”

“diversivikasi”
Ancaman

Gambar 5. Diagram Cartesius Analisis SWOT
Sumber: Rangkuti (2006:19)

Keterangan gambar :
o Kuadran 1:
Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki
peluang dan kekuatan, sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi
yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan
pertumbuhan yang agresif (Grouth oriented strategy).
o Kuadran 2 :
9

Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan
dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi
usaha (produk/pasar).
o Kuadran 3 :
Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, akan tetapi dilain pihak
menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Strategi yang harus diterapkan
adalah meminimalkan masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut
peluang pasar yang lebih baik.
o Kuadran 4 :
Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut
menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
Analisa SWOT dapat menghasilkan 4 (empat) kemungkinan strategi alternatif (Freddy
Rangkuti, 2006; hal 18-21), yaitu :


Strategi Strength-Opportunities (SO). Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran
perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan
memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.



Strategi Weaknesses-Opportunities (WO), strategi ini diterapkan berdasarkan
pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.



Strategi Strength-Threats (ST), ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan
yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.



Strategi Weaknesses-Threats (WT), strategi ini didasarkan pada kegiatan yang
bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta
menghindari ancaman.

Adapun matrik alternatif strategi berdasarkan analisis SWOT tersebut dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 1. Matriks SWOT
INTERNAL

Kekuatan

(Stengths) Kelemahan (Weaknesses)

Tentukan 5 – 10 faktor Tentukan 5 – 10 faktor
EKSTERNAL
kekuatan
Peluang (Opportunities) Strategi SO

kelemahan
Strategi WO
10

Tentukan 5 – 10 faktor Ciptakan
peluang.

menggunakan
untuk

Ancaman

strategi

yang Ciptakan strategi yang me-

kekuatan minimalkan

memanfaatkan untuk

peluang
(Threats) Strategi ST

Tentukan 5 – 10 faktor Ciptakan
ancaman

kelemahan
memanfaatkan

peluang.
Strategi WT
strategi

menggunakan

yang Ciptakan strategi yang me-

kekuatan minimalkan kelemahan dan

untuk mengatasi ancaman.
Sumber : Rangkuti (2006:19)

menghindari ancaman.

2.3 Hasil Penelitian
Pembahasan ini menguraikan hasil penelitian yang dilakukan dalam rangka pemilihan
strategi kebijakan pengembangan yang paling tepat bagi Kawasan Bukit Parangendog,
dengan menggunakan pendekatan teori Tourism Area Life Cycle (TALC) menurut Butler,
teori elemen pariwisata 4A menurut Cooper serta menggunakan metode analisis SWOT.
Analisis SWOT digunakan untuk menganalisis terhadap faktor internal dan eksternal
Kawasan Bukit Parangendog, sehingga pada akhirnya didapatkan faktor kekuatan, faktor
kelemahan, faktor peluang, dan faktor ancaman. Dari analisis tersebut, didapatkan beberapa
alternatif strategi yang dapat digunakan dalam upaya pengembangan Kawasan Bukit
Parangendog.
Setelah didapatkan beberapa alternatif strategi berdasarkan pendekatan-pendekatan
tersebut, maka dapat ditentukan rekomendasi pengembangan yang tepat berdasarkan kriteria
yang ditetapkan. Penentuan rekomendasi ini perlu dilakukan karena untuk melakukan seluruh
strategi yang telah diperoleh melalui analisis SWOT akan membutuhkan sumber daya yang
tepat, dan tidak semuanya bisa diakomodir oleh pihak pemangku kebijakan (stakeholder)
terkait.
2.3.1 Tahapan Pengembangan Kawasan Bukit Parangendog berdasarkan teori Tourist
Area Life Cycle (TALC)
Siklus hidup pariwisata pada umumnya mengacu pada konsep TLC (Butler’s 80, Tourist
Area Lifecycle)

11

Sumber : Tourism Area Life Cycles hypothetical (diadapsi dari Miller dan Gallucci, 2004)

Tahap 1. Penemuan (Exploration)Potensi pariwisata berada pada tahapan identifikasi
dan menunjukkan destinasi memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi daya tarik atau
destinasi wisata karena didukung oleh keindahan alam yang masih alami, daya tarik wisata
alamiah masih sangat asli, pada sisi lainnya telah ada kunjungan wisatawan dalam jumlah
kecil dan mereka masih leluasa dapat bertemu dan berkomunikasi serta berinteraksi
dengan penduduk local. Karakteristik ini cukup untuk dijadikan alasan pengembangan
sebuah kawasan menjadi sebuah destinasi atau daya tarik wisata.
Tahap 2. Pelibatan (Involvement)
Pada tahap pelibatan, masyarakat lokal mengambil inisiatif dengan menyediakan berbagai
pelayanan jasa untuk para wisatawan yang mulai menunjukkan tanda-tanda peningkatan
dalam beberapa periode. Kontak dengan penduduk lokal tetap tinggi dan beberapa dari
mereka mulai menyesuaikan pola sosialnya untuk mengakomodasi perubahan kondisi
ekonomi akibat keberadaan wisatawan. Masyarakat dan pemerintah lokal sudah mulai
melakukan sosialiasi atau periklanan dalam skala terbatas
Tahap 3. Pengembangan (Development)
Pada tahapan ini, telah terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar dan pemerintah
sudah berani mengundang investor nasional atau internatsional untuk menanamkan modal
di kawasan wisata yang akan dikembangkan. Perusahaan asing (MNC) Multinational
company telah beroperasi dan cenderung mengantikan perusahan local yang telah ada,
12

artinya usaha kecil yang dikelola oleh penduduk local mulai tersisih hal ini terjadi karena
adanya tuntutan wisatawan global yang mengharapkan standar mutu yang lebih baik.
Organisasi pariwisata mulai terbentuk dan menjalankan fungsinya khususnya fungsi
promotif yang dilakukan bersama-sama dengan pemerintah sehingga investor asing mulai
tertarik dan memilih destinasi yang ada sebagai tujuan investasinya.
Tahap. 4 Konsolidasi (consolidation)
Pada tahap ini, sektor pariwisata menunjukkan dominasi dalam struktur ekonomi pada
suatu kawasan dan ada kecenderungan dominasi jaringan international semakin kuat
memegang peranannya pada kawasan wisataw atau destinasi tersebut. Kunjungan
wisatawan masih menunjukkan peningkatan yang cukup positif namun telah terjadi
persaingan harga diantara perusahaan sejenis pada industri pariwisata pada kawasan
tersebut. Peranan pemerintah local mulai semakin berkurang sehingga diperlukan
konsolidasi untuk melakukan re-organisasional, dan balancing peran dan tugas antara
sector pemerintah dan swasta.
Tahap. 5 Stagnasi (Stagnation)
Pada tahapan ini, angka kunjungan tertinggi telah tercapai dan beberapa periode
menunjukkan angka yang cenderung stagnan. Walaupun angka kunjungan masih relative
tinggi namun destinasi sebenarnya tidak menarik lagi bagi wisatawan. Wisatawan yang
masih datang adalah mereka yang termasuk repeater guest atau mereka yang tergolong
wisatawan yang loyal dengan berbagai alasan. Program-program promosi dilakukan
dengan sangat intensif namun usaha untuk mendatangkan wisatawan atau pelanggan baru
sangat sulit terjadi. Pengelolaan destinasi melampui daya dukung sehingga terjadi hal-hal
negative tentang destinasi seperti kerusakan lingkungan, maraknya tindakan kriminal,
persaingan harga yang tidak sehat pada industry pariwisata, dan telah terjadi degradasi
budaya masyarakat lokal.
Tahap. 6 Penurunan atau Peremajaan (Decline/Rejuvenation)
Setelah terjadi Stagnasi, ada dua kemungkinan bisa terjadi pada kelangsungan sebuah
destinasi. Jika tidak dilakukan usaha-usaha keluar dari tahap stagnasi, besar kemungkinan
destinasi ditinggalkan oleh wisatawan dan mereka akan memilih destinasi lainnya yang
dianggap lebih menarik. Destinasi hanya dikunjungi oleh wisatawan domestik saja itupun
hanya ramai pada akhir pekan dan hari liburan saja. Banyak fasilitas wisata berubah fungsi
13

menjadi fasilitas selain pariwisata. Jika Ingin Melanjutkan pariwisata?, perlu dilakukan
pertimbangan dengan mengubah pemanfaatan destinasi, mencoba menyasar pasar baru,
mereposisi attraksi wisata ke bentuk lainnya yang lebih menarik. Jika Manajemen
Destinasi memiliki modal yang cukup atau ada pihak swasta yang tertarik untuk
melakukan penyehatan seperti membangun atraksi man-made, usaha seperti itu dapat
dilakukan, namun semua usaha belum menjamin terjadinya peremajaan.
Dilihat dari penjelasan diatas, saat ini kawasan bukit parangendog sudah memasuki
tahapan Pelibatan (Involvement) hal itu bisa dilihat dari keadaan di kawasan bukit
parangendog yang penduduk lokalnya sudah menawarkan fasilitas kepada pengunjung.
Fasilitas yang ditawarkan adalah adanya warung yang menjual makanan dan minuman dan
tempat parkir yang luas. Karena terbatasnya fasilitas, kontak antara wisatawan dengan
penduduk lokal pun tetap tinggi. Keberadaan kawasan bukit parangendog ini juga dapat
dilihat dari belum adanya investor yang menanamkan modalnya guna membangun
berbagai fasilitas pariwisata.
2.3.2 Tahapan Pengembangan Kawasan Bukit Parangendog berdasarkan Teori elemen
Pariwisata 4A
Cooper dkk. (1995) mengemukakan bahwasanya terdapat empat komponen (4A)
penting yang harus dimiliki oleh sebuah destinasi wisata, yaitu attraction, accesibility,
amenity, dan ancellary. Namun kondisi yang ditemukan pada bukit Parangendog adalah
sebagai berikut;
1. Attraction, daya tarik utama yang sudah ada dan berkembang dibukit Parangdoedog
adalah sunset spot, wall climbing, dan olah raga yang memanfaatkan angin seperti
gantole dan paralayang.
2. Accesibility, untuk tingkat kemudahan terjangkaunya tempat dari para wisatawan
sangatlah sulit karena jalan yang harus ditempuh terlalu curam dan terlebih lagi tidak
ada angkutan umum untuk menuju tempat ini.
3. Amenity, sebenarnya sudah dibangun beberapa fasilitas pendukung untuk kelancaran
berwisata namun kondisinya sudah sangat rusak dan terbengkalai sehingga
menimbulkan kesan kumuh.
4. Ancillary, ketidakadaan sebuah organisasi kelembagaan dan sumber daya manusia
yang memadai menjadikan tempat ini semakin tidak terkelola dengan baik.
Bisa ditarik kesimpulan disini bahwa aspek 4A pada bukit parangendog belum sepenuhnya
terpenuhi. Baru satu komponen saja yang terpenuhi yaitu adanya attraction. Masih ada
14

beberapa komponen yang harus kita penuhi dalam melakukan perencanaan agar bukit
Parangendog layak untuk dijadikan sebuah destinasi wisata yang mengutamakan wisata minat
khusus.
2.4 Analisis Strategi Pengembangan Kawasan Bukit Parangendog
Analisis SWOT dilakukan pada faktor lingkungan internal dan faktor lingkungan
eksternal, yang secara langsung dapat mempengaruhi usaha di kawasan Bukit Parangendog,
faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor Internal
a. Kekuatan (Strengths), yaitu faktor-faktor yang berpengaruh pada perencanaan
pembangunan di bukit Parangendog, seperti :


keindahan alam (landscape), adalah salah satu potensi yang dimiliki oleh bukit
Parangendog. Yang memiliki keindahan pemandangan perbukitan yang hijau dan
Pantai Parangtritis dan birunya Samudra Hindia.



letak yang strategis, letaknya yang masih satu daerah dengan Pantai Parangtritis
menjadikan mudah untuk dijangkau oleh wisatawan.



sunset spot yang indah, pemandangan pada saat matahari tengelam yang berwarna
keemasan menjadi daya tarik khusus DTW.



cocok untuk olah raga ekstrim (gantole dan wall climbing), letaknya yang berada
diperbukitan menjadikan bukit ini cocok untuk melaksanakan kegiatan olahraga yang
memanfaatkan angin, selain itu topografinya yang curam menciptakan banyak tebing
yang cocok untuk melakukan panjat tebing, selain itu juga masih banyak olahragaolahraga yg lainnya seperti mountain bike, hiking, camping, dan lain-lain.

b. Kelemahan (Weaknesses), yaitu faktor-faktor yang dianggap sebagai kelemahan dari
peluang usaha di Bukit Parangendog, seperti :


Aksesibilitas kurang bagus, belum adanya transportasi yang menjangkau objek
tersebut merupakan salah satu kendala selain akses jalan yang curam dikarenakan
kontur jalan yang tidak dibuat berkelok-kelok.



Kualitas SDM belum memadai, walaupun daerahnya dekat dengan kawasan wisata
yang lainnya namun sumber daya manusia yang tersedia pada daerah ini sangatlah
langka, jadi harus diberi pelatihan khusus agar menjadi sadar akan adanya pariwisata.
15



Pengawasan kawasan belum intensif, dengan kualitas SDM yang rendah serta tidak
adanya sebuah kelembagaan khusus yang menanganninya, sehingga kawasan pun
tidak terkelola dengan baik dan akhirnya terbengkalai.



Promosi belum efektif, promosi bahwasanya bukit parangedog yang bisa dijadikan
sebagai tempat wisata olahraga ekstrimpun tidaklah gencar, masih mengunakan
sarana mulut-kemulut, kebanyakan dari para petualang yang mengshare pengalaman
mereka ketika mencoba ganasnya perbukitan parangedog.



Fasilitas yang rusak, karena tidak adanya kegiatan maintanance yang berkala maka
beberapa fasilitas yang ada menjadi rusak dan terbengkalai.



Ketidakadaannya listrik dan air bersih, kondisinya yang berada di pucuk bukit dan
daerahnya yang berkapur menjadikan akses listrik dan pasokan air bersihpun menjadi
susuah didapat.



Atraksi olahraga angin yang tidak bisa dilakukan setiap saat, olah raga angin ini hanya
bisa dilakukan 3 bulan saja pada saat angin barat berhembus.

2. Faktor Eksternal.
a. Peluang (Opportunities), yaitu faktor-faktor yang berpengaruh pada perencanaan
pembangunan di bukit Parangendog, seperti :


Mendorong minat investor, dengan masih banyaknya lahan yang kosong ditambah
lagi sudah banyaknya wisatawan yang datan ke bukit ini menjadikan Parangendog
sebagai lahan bisnis yang benar-benar mengiurkan.



Mendorong peningkatan pangsa pasar, dengan diberikannya sebuah tempat/sarana
yang representatif maka akan meningkatkan pula pangsa pasar dari para penikmat
olah raga ini.



Meningkatnya jumlah pe-ngunjung, dengan semakin banyaknya wisatawan yang
datang pantai Parangtritis diharapkan pula hal itu tertulah ke bukit Parangedog.



Peningkatan ekonomi wilayah, pada saat kegiatan ekonomi sudah berjalan lancar
dikawasan bukit ini diharapkan pula dampaknya dapat menigkatkan ekonomi
masyarakat, dan daerah tentunya.



Dukungan terhadap konservasi kawasan, beberapa kawasan akan dijadikan sebagai
kawasan konservasi agar wajah dari perbukitan parangtritis dan parangedog tentunya

16

masih terlihat hijau. Selain itu juga untuk menyeimbangkan ekosistem terhadap
adanya pembangunan yang dilakukan.


Dapat digelar event-event tertentu, pembuatan event-event tertentu disini selain dalam
rangka promosi juga untuk memanfaatkan potensi yang ada. Karena kita tahu sendiri
hal seperti ini masih jarang/langka di Indonesia.

b. Ancaman (Threats), yaitu faktor-faktor yang berpengaruh pada perencanaan pembangunan
di bukit Parangendog, seperti :


Masuknya budaya asing / luar, jelas disini dengan masuknya para wisatawan yang
berasal dari berbagai macam daerah asal pastilah membawa kebudayaan yang
tentunya berbeda dengan budaya lokal, dan apabila kita tidak bisa memilahnya maka
akan terjadi degradasi budaya.



Adanya produk sejenis yang lebih unggul, untuk mengantisipasi kalah bersaingnya
dengan produk yang lain maka kita harus menjada kualitas dan terus ber inovasi agar
wisatawan tidak pindah kelain hati.



Ancaman bencana alam, bencana alam bisa terjadi tanpa kita sadari namun kita bisa
meminimalisir adanya bencana tersebut dengan melakukan simulasi dan membangun
bangunan yang anti gempa, karena pada dasarnya bancana yang mungkin terjadi
adalah tsunami dan gempa bumi.



Ancaman perambahan kawasan hijau, dengan dibebaskanya investor untuk masuk dan
berinvestasi dikhawatirkan mereka akan melakukan kegiatannya semau mereka
sendiri tidak merulut pada peraturan yang sudah disepakati.



Mass tourism, adanya sebuah mass tourism dikhawatirkan akan menganggu
keseinbangan ekosistem yang ada di bukit Parangendog melalui segala macam yang
ditimbulakan oleh wisatawan (negative).

Kemudian untuk menentukan langkah selanjutnya maka dibuatlah sebuah strategi
pengembangan bukit Parangedog dengan menggunakan analisis SWOT dan menentukan
program pengembangannya.
Strategi pembangunan pariwisata yang ada pada bukit Parangedog pada intinya, adalah
untuk memfasilitasi wisatawan yang datang untuk menikmati wisata minat khusus seperti
melihat sunset, wall climbing, dan olah raga yang memanfaatkan angin agar lebih
17

rpresentatif. Selain itu dalam pembangunan yang dilakukan juga mengedepankan aspek
keberlanjutan lingkungan demi keseinbangan yang tercipta di objek wisata tersebut. Dan dari
hasil analisa SWOT menghasilkan 4 kemungkinan strategi alternatif seperti tertera pada tabel
di bawah ini ;

Strengths

INTERNAL
FACTOR

Weaknesses

1.

keindahan alam(lanscape)

1.

Aksesibilitas kurang bagus

2.

letak yang strategis

2.

Kualitas SDM belum memadai.

3.

sunset spot yang indah

3.

Pengawasan kawasan belum

4.

cocok untuk olah raga ekstrim
(gantole dan wall climbing)

intensif.
4.

Promosi belum efektif.

5.

Fasilitas yang rusak.

6.

Ketidakadaannya listrik dan air
bersih.

EKSTERNAL

7.

bisa dilakukan setiap saat.

FACTOR
Opportunities
1.

Mendorong minat investor.

2.

Mendorong peningkatan pangsa
pasar.

3.
4.

Peningkatan ekonomi wilayah.

5.

Dukungan terhadap konservasi
kawasan.

6.

Strengths-Opportunities

Weeknesses-Opportunities







Meningkatnya jumlah pengunjung.

Pengembangan atraksi wisata




Masuknya budaya asing / luar.

2.

Adanya produk sejenis yang

untuk

Keutuhan potensi alam yang

toko souvenir, dll.


Pembangunan fasilitas baru untuk

Peningkatan ekonomi

menunjang kelancaran kegiatan

masyarakat.

wisata.

Meningkatnya komunitas-



(gantole club, panjat tebing club)

Pembentukan

organisasi

dan

pemberdayaaan SDM.


Memberikan

alternatif

atraksi

wisata.

gantole,dsb.
1.

investasi

sector/kegiatan olah raga atau

komunitas wisata minat khusus

tertentu seperti festifal

Menawarkan

minat khusus.
terjaga.

Dapat digelar event-event

Threats

Atraksi olahraga angin yang tidak

Strengths-Threats

Weeknesses-Threats





Selektifitas pengaruh globalisasi.

Menjalin kerjasama dengan pihak
terkait untuk pembangunan

18

lebih unggul.
3.

Ancaman bencana alam.

4.

Ancaman perambahan kawasan




hijau.
5.

Meningkatkan inovasi dalam

kepariwisataan yang aman

pengemasan produk.

nyaman berkelanjutan dan lestari.

Melakukan latihan simulasi
bencana.

Mass tourism.





Memberikan pembinaan kepada
pengusaha maupun masyarakat.

Pengaturan zoning pada suatu
wilayah.

1. Strategi SO (Strength and Opportunities), yaitu strategi yang mengoptimalkan
kekuatan (strength) untuk memanfaatkan peluang (opportunities), ialah :
a. Pengembangan wisata minat khusus, setelah kita tahu beberapa potensi yang
ada pada bukit Parangedog kita berusaha untuk meningkatkan hal tersebut dan
mengemas wisata itu semenarik mungkin dengan tujuan menarik banyak
wisatawan.
b. Keutuhan potensi alam yang terjaga, dalam setiap pengembangan yang
nantinya akan digunakan diharapkan bersahabat dengan lingkungan sekitar,
sehingga tidak merusak keseimbangan alam.
c. Peningkatan ekonomi masyarakat, diharapkan dengan semakin banyaknya
aktifitas ekonomi yang terjadi ditempat ini semakin meningkat pula kondisi
ekonomi masyarakat sekitar, sehingga terwujud kesejahteraan yang makmur.
d. Meningkatnya komunitas-komunitas wisata minat khusus, semakin banyak
bermunculan komunitas-komunitas seperti panjat tebing club, gantole club,
mountain bike club, dsb. Dan itulah yang menjadi sasaran utama kita dalam
rangka pengembangan bukit ini.
2. Strategi WO (Weaknesses and Opportunities), yaitu strategi yang meminimalkan
kelemahan (weaknesses) untuk memanfaatkan peluang (opportunities), ialah :

a. Menawarkan investasi dalam berbagai bidang, para pengusaha bisa
menanamkan modal mereka diberbagai sektor demi mendukung atraksi wisata
yang telah ada, namun semua itu ada batas-batasannya, semua itu bertujuan
agar tidak semena-mena dalam melakukan kegiatannya.
b. Pembangunan fasilitas baru untuk menunjang kelancaran kegiatan wisata,
demi kelancaran kegiatan pariwisata di bukit Parangedog maka harus
dibangun kembali beberapa fasilitas yang rusak agar lebih representatif bagi
wisatawan.
c. Pembentukan organisasi dan pemberdayaaan SDM, hal ini sangatlah penting
ketika tempat tersebut membutuhkan sebuah pengelolaan/manajemen yang

19

lebih profesional agar semua terorganisir dengan baik dan juga DTW dapat
terrawat.
3. Strategi ST (Strength and Threats), yaitu strategi yang menggunakan kekuatan (strength)
untuk mengatasi ancaman (threats), ialah :

a. Selektifitas pengaruh globalisasi, harus ada filter khusus pada masyarakat agar
kebudayaan asli tidak hilang karena adanya kebudayaan asing yang masuk
dibawa oleh wisatawan luar.
b. Meningkatkan inovasi dalam pengemasan produk, dalam persaingan industri
pariwisata haruslah ada sebuah inovasi agar tidak kalah dengan objek serupa
yang lain.
c. Melakukan latihan simulasi bencana, karena wilayah bantul masih
digolongkan menjadi daerah rawan bencana, maka dari itu harus dilakukan
simulasi bencana agar bisa lebih waspada dan tidak panik pada saat terjadi
bencana.
d. Pengaturan zoning pada suatu wilayah, akan dibuat zona-zona tertentu semisal
zona kawasan hijau berarti tidak boleh ada kegiatan pembangunan sedikitpun
berbeda dengan zona pembangunan, diharapkan dengan adanya zoning ini
akan membatasi kegiatan supaya tidak sembarangan.
e. Memberikan alternatif atraksi wisata, karena atraksi wisata yang berbau
dengan olahraga angin hanya bisa dilakukan selama 3bulan saja maka harus
ada hal lain yang perlu dikembangkan untuk mengisi kekosongan dari salah
satu atraksi tersebut, seperti camping, sunset spot, dan mountain bike.
4. Strategi WT (Weaknesses and Threats), yaitu strategi yang meminimalkan kelemahan
(weaknesses) dan menghindari ancaman (threats), ialah :
a. Menjalin kerjasama dengan pihak terkait untuk pembangunan, menjalin
hubungan dengan para stekholder untuk memajukan bukit parangedog baik
pemerintah maupun pihak swasta agar saling terorganisasi dan bisa menjapai
tujuan secara bersama-sama.
b. Memberikan pembinaan kepada pengusaha maupun masyarakat, pemberian
bekal bagi masyarakat agar kualitas SDM yang ada semakin menigkat dan
kepada pengusaha supaya tidah semena-mena dalam melakukan usahanya,
dengan begitu kawasan bukit Parangedokpun pasti akan maju.
2.5 Rekomendasi Pengembangan Kawasan Bukit Parangendog

20

Berdasarkan temuan yang ada jika dimasukkan ke dalam teori Tourism Area Life
Cycle (Miller and Gallucci, 2004; dalam Pitana,2009), maka dapat disimpulkan bahwa
kawasan wisata ini masih sedang dalam tahapan involvement. Potensi wisata yang terlihat
masih belum optimal dalam pengelolaannya ini terjadi karena beberapa faktor, diantaranya
adalah tidak adanya sarana dan prasarana pendukung yang dimiliki oleh objek wisata ini.
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka rekomendasi dari kami untuk pengelola tentang hal
yang harus dilakukan dalam jangka pendek terfokus pada penambahan amenitas dan
perbaikan aksesibilitas.
Menurut Cooper (1995:81), terdapat 4 (empat) komponen yang harus dimiliki oleh
sebuah daya Tarik wisata, yaitu: 1) Atraksi (attractions), seperti wisata minat khusus ataupun
alam yang menarik. 2) Aksesibilitas (accessibilities) 3) Amenitas atau fasilitas (amenities) 4)
Ancillary (Kelembagaan dan sumber daya Manusia Pendukung Kepariwisataan). Berdasarkan
teori tersebut, bukit parangendog saat ini memiliki satu komponen penting yaitu atraksi
wisata dengan paralayang, wall climbing, dan sunset spot yang ada. Kami membagi
rekomendasi yang ada saat ini menjadi jangka pendek dan jangka panjang dengan
pertimbangan hal paling mendasar yang harus dilakukan dalam membangun sebuah objek
wisata.

Gambar 2. Rekomendasi Perencanaan Tata ruang dan Pembangunan Kawasan Bukit
Parangendog berdasarkan Konsep Perencanaan Destinasi oleh Gunn, (1988)
1. Jangka Pendek
21

Perencanaan pengembangan Bukit Parangendog jangka pendek terdiri dari perbaikan
amenitas dan aksesbilitas,kemudian

akan direkomendasikan kepada pemerintah daerah

Kabupaten Bantul yang bekerja sama dengan investor melalui dinas-dinas terkait seperti
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perijinan, Dinas
Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, serta Dinas Sumber Daya Air.
1.1.

Amenitas
Kelengkapan prasarana dan sarana adalah faktor penunjang perkembangan pariwisata
yang secara langsung akan berpengaruh terhadap pola pencaran arus wisatawan
menuju DTW dan selanjutnya menuju objek wisata (Suwardjoko. 2007:99).
 Revitalisasi Toilet
Keberadaan toilet yang layak menjadi sebuah elemen penting penunjang sebuah
objek wisata. Sebuah bangunan toilet yang usang tidak akan memberi kesan dan
pengalaman yang baik terhadap wisatawan yang telah berkunjung. Hal inilah
yang menjadi dasar dari revitalisasi toilet yang telah ada untuk menjadi toilet
yang lebih baik. Kami akan membangun toilet dengan tema sport tourism, tema
tersebut dituangkan dalam tembok toilet yang akan dilukis dengan berbagai jenis
sport tourism agar pengunjung yang menggunakan toilet akan bertambah


wawasannya mengenai sport tourism.
Listrik (Pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Angin Dan Panel Surya)
Ketersediaan listrik sebagai penunjang dari segala kegiatan wisata di sini adalah
hal penting yang harus diperhatikan oleh pengelola. Kekuatan angin serta sinar
matahari yang dimiliki dapat menjadi strategi perencanaan yang baik, yaitu
merubah weakness menjadi strength, dengan menjadikan angin yang menyulitkan
pembangunan dianggap sebagai kekurangan dan merubahnya menjadi kekuatan
yaitu sumber listrik. Dengan memanfaatkan angin dan sinar matahari ini akan



mendukung strategi pembangunan yang berbasis keberlanjutan lingkungan.
Pengadaan Pagar Pembatas
Prasarana fisik lain yang sangat dibutuhkan untuk menjadi syarat pengembangan
objek wisata adalah keamanan. Pengadaan pagar pembatas dirasa sangat
diperlukan untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan pada wisatawan. Kontur
geografis objek wisata yang berada di perbukitan dan adanya jurang yang sangat
berbahaya jika terjatuh dari jurang tersebut menjadi dasar dari rekomendasi ini.



Pagar pembatas dibutuhkan disekitar gardu pandang serta akses menuju lokasi.
Pengadaan Mushola
Kebudayaan Indonesia yang sangat membutuhkan tempat ibadah dalam berbagai
kondisi menjadi dasar dari rekomendasi ini. Wisatawan domestik yang menjadi
22

target sasaran pengunjung juga menjadikan keberadaan mushola ini sangat
penting. Keberadaan mushola ini menjadi penunjang yang penting jika melihat di
banyak tempat wisata lain juga membangun fasilitas mushola sebagai penunjang


kebutuhan dari objek wisata yang ada.
Pelebaran Tempat Parkir
Berdasarkan temuan yang ada, tempat parkir yang ada saat ini kondisinya masih
jauh dari cukup. Kondisi tempat parkir saat ini hanya berupa tanah kosong tanpa
ada penjagaan yang baik. Dengan melakukan perbaikan serta pelebaran tempat
parkir maka nantinya tempat parkir yang baru dapat menampung lebih banyak



kendaraan baik roda empat ataupun roda dua dengan lebih baik.
Pengadaan Gardu Pandang
Sunset spot yang menjadi daya tarik utama saat tidak adanya atraksi wisata minat
khusus yang ada harus didukung dengan penambahan beberapa fasilitas seperti
gardu pandang. Pengadaan gardu pandang ini dapat menambah sensasi
pengalaman menyaksikan sunset yang lebih dikenang. Pengadaan gardu pandang



juga dapat dimaksimalkan untuk melihat lembah perbukitan yang indah.
Pembangunan Tourist Information
Wisatawan yang datang saat ini masih kurang mendapatkan informasi yang baik
terhadap bukit parangendog. Untuk memberikan informasi-informasi tentang
obyek wisata maupun kebutuhan-kebutuhan wisatawan diperlukan pembangunan
tourist information. Pembangunan tourist information yang digunakan untuk
banyak hal, seperti kantor pengelola ataupun loket karcis untuk menikmati



faslilitas atau atraksi wisata yang ada.
Pembangunan Toko Souvenir
Mengacu pada salah satu unsur pariwisata yaitu something to buy maka
pembangunan toko souvenir menjadi salah satu rekomendasi pembangunan.
Selain itu budaya masyarakat Indonesia yang gemar membeli oleh-oleh menjadi
factor kuat pembangunan toko souvenir. Toko souvenir ini nantinya menjual



souvenir-souvenir khas Parangendog.
Perbaikan Kondisi Warung
Keberadaan warung dirasa sangat penting untuk wisatawan dan juga masyarakat
selaku pedagang itu sendiri. Melihat kondisi warung yang ada saat ini tidak pada
kondisi yang layak karena sudah termakan usia, maka perlu diadakan perbaikan
kondisi warung itu sendiri, baik dari arsitektur design, kebersihan warung serta



menu yang ditawarkan.
Pengadaan Taman

23

Kurangnya kegatan yang bisa dilakukan di bukit parangendog menjadikan
beberapa wisatawan kurang berminat untuk berkunjung. Dengan menambahkan
fasilitas taman maka wisatawan dapat melakukan beberapa hal menyenangkan
dengan keluargan atau pasangan berkunjungnya. Pengadaan tama