Bias Riba Dalam Perbankan Syariah

MAKALAH
BIAS RIBA DALAM PERBANKAN SYARI’AH
Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah :
FILSAFAT ILMU

Disusun Oleh :
BAMBANG SURYA NINGRAT
( 92214096 / XVIII / A )

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
2015

KATA PENGANTAR
Assalammu‟allaikum Wr. Wb.
Puji

syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

karuniaNya-lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul : ”BIAS

RIBA DALAM PERBANKAN SYARIAH”.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah filsafat
ilmu pada Universitas Muhammadiyah Palembang Program Pasca Sarjana
Program Studi Manajemen. Di dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari
masih banyak kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik
yang sifatnya

membangun

untuk

menyempurnakan

makalah

ini.

Atas

terselesaikannya penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih

kepada dosen pengampu mata kuliah filsafat ilmu Bapak Dr. Ir. Kgs. A. Roni,
MT, Bapak Dr. Ir. H. Mustofa Marlibatubara, MP, dan Bapak Dr. Drs. H. Ardiyan
Saptawan, M.Si yang telah memberikan materi perkuliahan serta arahannya pada
kami selama ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan atas semua bantuan
yang telah diberikan dengan tulus dan ikhlas, serta harapan penulis semoga
makalah ini berguna bagi kita semua. Amin..
Billahitaufiqwalhidayah,
Wassalammu‟allaikum Wr. Wb.
Palembang,

Agustus 2015

"Penulis"
2

DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

BAB I ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
A. Latar Belakang ............................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 5
C. Batasan Masalah ............................................................................................. 5
BAB II ..................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 6
A. Pengertian Riba .............................................................................................. 6
B. Larangan Riba Dalam Ekonomi Islam ........................................................... 7
C. Bias Riba Dalam Perbankan Syari‟ah .......................................................... 10
BAB III ................................................................................................................. 12
KESIMPULAN ..................................................................................................... 12
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 14

3

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama bertahun-tahun, para ekonom banyak memperdebatkan dampak

agama pada suatu kinerja perekonomian. Pertanyaan yang signifikan atas
fenomena tersebut adalah apakah ekonomi harus dicampuradukkan dengan
agama. Ketika membahas peran agama dalam perekonomian, orang harus
membedakan perekonomian sebagai ilmu dari sistem perekonomian. Suatu sistem
perekonomian merupakan suatu pemikiran yang berdasarkan suatu ideologi,
sedangkan ilmu perekonomian merupakan ilmu yang menangani penciptaan
kekayaan.
Perbankan dan keuangan islam telah dipahami sebagai perbankan dan
keuangan yang sesuai dengan etos dan sistem nilai islam. Oleh sebab itu, ia diatur,
di samping oleh peraturan-peraturan pemerintah yang baik dan manajemen resiko,
oleh prinsip-prinsip yang ditentukan oleh Syariah Islam. Pada sekitar tahun 1980an, istilah “perbankan bebas bunga” digunakan untuk mendeskripsikan suatu
sistem alternatif dari sistem konvensional yang berbasis bunga. Akan tetapi,
istilah “perbankan bebas bunga” adalah konsep yang sempit, hanya mencakup
beberapa instrumen perbankan atau kegiatan operasional yang menghindari
bunga. Perbankan Islami, dalam istilah yang lebih umum, diharapkan tidak hanya
menghindari transaksi-transaksi yang berbasis bunga, tetapi juga menghindari
Gharar, yang juga dilarang dalam syari‟ah Islam, dan praktik-praktik lain yang

4


tidak beretika serta berpartisipasi dalam mencapai sasaran dan tujuan suatu
perekonomian islami.
Sifat Dasar bisnis di atas menendai filosofi dan karakteristik dan disiplin
ilmu yang memulai berkembang di dunia keuangan tersebut. Dalam hal ini kita
akan membahas filosofi keuangan islami yang didasarkan pada larangan riba dan
kebolehan untuk berdagang seperti yang diabadikan dalam Kitab Suci Al-Qur‟an
surat ke-2 ayat ke-257 “Padahal Allah telah menghalalkan (keuntungan dari) jual
beli dan mengharamkan riba.”
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Riba
2. Larangan Riba Dalam Ekonomi Islam
3. Bias Riba Dalam Perbankan Syari‟ah
C. Batasan Masalah
Adapun pembahasan di dalam makalah ini ialah sebatas ekonomi islam
yang lebih spesifik membahas tentang pengertian riba, larangan riba, serta bias
riba dalam perbankan syari‟ah, tanpa dipengaruhi oleh sistem ekonomi lainnya.

5

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Riba
Di dalam aktifitas kehidupan umat muslim dewasa ini, agar setiap muslim
terhindar dari riba, pemenuhan akan kebutuhan hendaknya memperhatikan konsep
syari‟ah. Adapun ekonomi islam yang berbasis syari‟ah adalah menekankan pada
aspek keadilan, keseimbangan, serta kesewajaran.
Huda (2014:13) menterjemahkan kata riba dalam bahasa inggris dengan
unsury yang mengandung dua dimensi pengertian, yaitu (1) tindakan atau praktik
peminjaman uang dengan tingkat suku bunga yang berlebihan dan tidak sesuai
dengan hukum dan (2) suku bunga dengan rate yang tinggi.
Al-jaza‟iri (2008:627) mengatakan riba yaitu menambah sejumlah harta
yang sifatnya khusus. riba ada dua macam, yaitu: riba fadhl dan nasi‟ah. Riba
fadhl adalah menjual satu jenis barang/makanan yang mengandung unsur riba di
dalamnya dengan jenis yang sama dengan melebihkan jumlah/takarannya.
Sedangakan riba nasi‟ah adalah seseorang memiliki piutang pada orang lain yang
ditangguhkan, ketika telah jatuh tempo dibayar dengan tambahan atau berlipatlipat.
Allah telah menegaskan dalam firman-Nya yang artinya “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat-lipat ganda” (Ali
Imran:3:130).


6

Dari pengertian di atas, dapat kita katakan bahwa Riba adalah suatu
piutang dengan memberikan tambahan atas pembayarannya yaitu berupa bunga.
B. Larangan Riba Dalam Ekonomi Islam
Beberapa ayat dalam Kitab Suci Al-qur‟an dengan jelas mengharamkan
riba. Walaupun diantanya yang diturunkan di mekkah hanya mengindikasikan
ketidak senangan terhadap riba, pelanggaran yang tegas ditetapkan oleh Islam
pada waktu sebelum peristiwa perang „Uhud pada tahun 3 H. Larangan final dan
yang diulang datang pada tahun 10 H, atau sekitar dua minggu sebelum wafatnya
Nabi Muahammad saw. Dalam Kitab Suci Al-qur‟an ayat-ayat mengenai riba
berdasarkan pada waktu pewahyuannya adalah seperti sebagai berikut:
1. Surat Ar-Rum, ayat 39
2. Surat An-Nisa, ayat 161
3. Surat Ali-Imran, ayat 130-132
4. Surat Al-Baqarah, 275-281
Banyak Hadits Nabi Muhammad saw menyinggungkan beragam aspek atas riba,
seperti larangannya, besarnya dosa, dan bentuknya. Untuk mempersingkat, kita
hanya akan mengungkapkan sebagian haditsnya untuk memperoleh implikasi dan
peraturan yang berkaitan dengan transaksi-transaksi pada zaman sekarang. Hadits

Nabi Muhammad saw sejalan dengan ayat-ayat dalam Kitab Suci Al-qur‟an,
menegaskan kembali pengharaman riba:

7

1. Dari Jabir ra: “Nabi Muhammad saw mengutuk penerima dan pembayar bunga,
orang yang mencatatnya, dan saksi mata dari transaksi tersebut dengan
mengatakan „Mereka semua sama (dalam dosa)‟.”
2. Dari Anas ibn Malik ra: “Nabi Muhammad saw bersabda: „ketika salah satu
diantara kalian memberikan pinjaman dan yang meminjam menawarkan
makanan janganlah kamu memakannya; dan jika yang meminjanjam
menawarkan tumpangan pada hewannya, janganlah kamu menaikinya, kecuali
mereka sebelumnya sudah terbiasa dengan saling bertukar bantuan.
3. Zaid B. Aslam meriwayatkan bahwa bunga pada zaman berhala kiranya dalam
bentuk: “Ketika seseorang berhutang uang kepada orang lain untuk satu
periode tertentu dan periodenya telah habis, maka yang memberikan pinjaman
akan meminta: „Anda bayar jumlah keseluruhannya atau bayar lebih‟. Jika
pihak

yang


memijam

membayar

keseluruhan

jumlah

pinjamannya,

permasalahan selesai sudah, jika tidak, pihak yang memberikan pinjaman akan
menaikan jumlah pinjaman dan memperpanjang periode pembayaran lagi.
4. Nabi Muhammad saw mengumumkan pengharaman riba secara tegas pada saat
pelaksnaan ibadah Haji-nya yang terakhir dan banyak dihadiri para sahabat.
Nabi bersabda: “Semua bentuk riba telah dihapuskan; pokok harta sudah tentu
menjadi milik kalian sebagaimana mestinya; kamu tidak berbat zalim
(merugikan) dan tidak dizalimi

(dirugikan). Allah telah menyampaikan


firman-Nya yang melarang riba secara total. Aku mulai dari semua jumlah riba
yang harus dibayar orang-orang kepada pamanku, Abbas, dan menyatakan

8

semua jumlah tesebut dihapus.” Beliau yang mewakili pamannya kemudian
menghapus seluruh jumlah riba yang akan jatuh tempo pada pokok
pinjamannyadari semua debiturnya.
5. Rasulullah saw bersabda: “Emas hendaknya dbayar dengan emas,perak dengan
perak, gandum dengan gandum, terigu dengan terigu, kurma dengan kurma dan
garam dengan garam sejenis, seimbang, dan secara langsung; jika
komoditasnya berbeda, kalian dapat menjualnya semau kalian, asakan
pertukarannya dilakukan secara langsung.”
6. Bilal ra pernah mendatangi Rasulullah saw sambil membawa kurma yang
berkualitas baik. Nabi saw kemudian menanyakan asal usul kurma tersebut.
Bilal menjelaskan bahwa ia menukarkan dua kali lebih banyak buah kurma
yang berkualitas lebih rendah dengan kurma yng berkualitas lebih baik
tersebut. Rasulullah saw kemudian bersabda: “Inilah yang disebut riba yang
diharamkan, jangan lakukan hal ini. Sebaliknya, juallah jenis kurma yang

pertama duludan gunakanlah penghasilannya untuk membeli yang lain.”
7. Seseorang yang ditugasi oleh Nabi Muhammad saw untuk mengumpulkan
Zakat/Ushr dari khibar membawakannya buah kurma yang berkualitas sangat
baik. Kepadanya Nabi Muhammad saw bertanya apakah semuakurma dari
Khaibar memiliki kualitas sama. Orang tersebut menjawab bahwa tidak semua
kurma dari Khibar memiliki kualitas sama dan menambahkan bahwa dia
menukarkan satu Sha‟ dari jenis kurma ini untuk dua atau tiga Sha‟ (dari jenis
yang lain). Nabi Muhammad saw bersabda; “Janganlah engkau lakukan hal ini.

9

Juallah (buah kurma yang berkualitas rendah terlebih dahulu) untuk beberapa
dirham dan kemudian gunakanlah dirham-dirham tersebut untuk membeli
kurma yang berkualitas lebih baik. (ketika kurma dipertukarkan dengan kurma
juga) seharusnya memiliki berat serupa.
Berdasarkan referensi-referensi yang berasal dari Kitab Suci Al-qur‟an dan
Sunah, kita dapat memmperoleh beberapa kesimpulan mengenai besarnya dosa
riba, bentuk-bentuk, dan konotasinya. Pertama, keterlibatan dalam transaksi yang
berbasiskan riba staraf dengan sedang berperang melawan Allah SWT dan RasulNya, yang bahkan tiada orang yang berfikir untuk itu. Bukan hanya pihak yang
memberikan pinjaman, tetapi pihak yang meminjam, dan karena pihak-pihak lain
yang terlibat ikut mendapatkan dosa karena membayar bunga atau karena
membantu bisnis yang berbasiskan bunga. Jika orang-orang miskin terpaksa
meminjam dengan buga untuk memenuhi kebutuhan makanan pokoknya, masih
ada kemungkinan mendapatkan izin secara terbatas untuk meminjam dengan
bunga. Akan tetapi, jika seseorang memanfaatkan pinjaman berbasis bunga untuk
konsumsi kemewahan atau untuk pengembangan bisnisnya, ia patut dihukum
menurut ajaran-ajaran tersebut.
C. Bias Riba Dalam Perbankan Syari’ah
Hukum islam dalam fungsinya sebagai peraturan tidak mengakui
transaksi-transaksi yang memiliki faktor dan/atau objek yang haram. Untuk
maksud tersebut, syari‟ah telah mengidentifikasikan beberapa elemen yang harus
dihindari dalam transaksi perniagaan atau bisnis. Dalam hal ini, pengharaman atas
riba adalah faktor yang paling strategis yang mendefinisikan kontrak (akad) yang
10

tidak sah dan berlaku serta menentukan kesemua batasan yag seharusnya tidak
dilanggar.
Sangatlah penting bagi kita sejak awal membahas bahwa tidak terdapat
perbedaan pendapat diantara umat muslim mengenai pengharaman riba dan bahwa
semua mazhab muslim berpendapat keterlibatan dalam transaksi yang
mengandung riba adalah dosa besar. Hal ini dikarenakan sumber utama syari‟ah,
yaitu Al-qur‟an dan Sunah, benar-benar mengutuk riba. Akan tetapi, ada
perbedaan terkait dengan makna dari riba atau apa saja yang merupakan riba yang
seharusnya dihindari untuk kesesuaian aktifitas-aktifitas perekonomian.
Ada beberapa mitos dan banyak kesimpangsiuran dan bahkan diantara
umat muslim, ketika kelompok muslim liberal menganggap bahwa bunga
komersial bukanlah riba seperti yang dilarang oleh islam, masih banyak
dikalangan umat muslim yang meyakini bahwa semua pengembalian yang yang
telah ditetapkan di awal atas semua jenis transaksi adalah riba dan oleh karenanya
dilarang. Banyak orang komunitas bisnis menganggap perbankan islami
seharusnya menerapkan konsep uang tanpa biaya. Beberapa ekonom dan pembuat
kebijakan meyakini bahwa margin keuntungan pada penjualan kredit oleh bankbank islami menyerupai riba.
Mitos-mitos tersebut harus dihilangkan, khususnya diantara tiga pemangku
kepentingan, yaitu para ulama, akademisi, dan bankir. jika mereka memahami dan
mendidik para masyarakat yang sesuai dengan hal ini, masyarakat secara umum
akan memiliki keyakinan kuat mengenai konsep dan cara kerja sistem yang baru.

11

BAB III
KESIMPULAN
1. Dari pengertian urain yang dikemukakan para tokoh, dapat kita katakan bahwa
Riba adalah suatu piutang dengan memberikan tambahan atas pembayarannya
yaitu berupa bunga.
2. Berdasarkan referensi-referensi yang berasal dari Kitab Suci Al-qur‟an dan
Sunah, kita dapat memperoleh beberapa kesimpulan mengenai besarnya dosa
riba, bentuk-bentuk, dan konotasinya. Pertama, keterlibatan dalam transaksi
yang berbasiskan riba staraf dengan sedang berperang melawan Allah SWT
dan Rasul-Nya, yang bahkan tiada orang yang berfikir untuk itu. Bukan hanya
pihak yang memberikan pinjaman, tetapi pihak yang meminjam, dan karena
pihak-pihak lain yang terlibat ikut mendapatkan dosa karena membayar bunga
atau karena membantu bisnis yang berbasiskan bunga. Jika orang-orang miskin
terpaksa meminjam dengan buga untuk memenuhi kebutuhan makanan
pokoknya, masih ada kemungkinan mendapatkan izin secara terbatas untuk
meminjam dengan bunga. Akan tetapi, jika seseorang memanfaatkan pinjaman
berbasis bunga untuk konsumsi kemewahan atau untuk pengembangan
bisnisnya, ia patut dihukum menurut ajaran-ajaran tersebut.
3. Ada beberapa mitos dan banyak kesimpangsiuran dan bahkan diantara umat
muslim, ketika kelompok muslim liberal menganggap bahwa bunga komersial
bukanlah riba seperti yang dilarang oleh islam, masih banyak dikalangan umat
muslim yang meyakini bahwa semua pengembalian yang yang telah ditetapkan
di awal atas semua jenis transaksi adalah riba dan oleh karenanya dilarang.

12

Banyak orang komunitas bisnis menganggap perbankan islami seharusnya
menerapkan konsep uang tanpa biaya. Beberapa ekonom dan pembuat
kebijakan meyakini bahwa margin keuntungan pada penjualan kredit oleh
bank-bank islami menyerupai riba.
Mitos-mitos tersebut harus dihilangkan, khususnya diantara tiga pemangku
kepentingan, yaitu para ulama, akademisi, dan bankir. jika mereka memahami
dan mendidik para masyarakat yang sesuai dengan hal ini, masyarakat secara
umum akan memiliki keyakinan kuat mengenai konsep dan cara kerja sistem
yang baru.

13

Daftar Pustaka
Ayub, Muhammad, 2007. Understanding Islamic Finance A-Z Keuangan
Syari‟ah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Al-jaza‟iri, Abu Bakar Jabir, 2014. Minhajul Muslim Pedoman Hidup Ideal
Seorang Muslim. Surakarta: Insan Kamil.
Al-Arif, M. Nur Rianto dan Dr. Euis Amalia, 2010. Teori Mikroekonomi Suatu
Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Huda, Nurul et al, 2014. Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.

14