Korelasi antara Ekspresi Endothelial Nit

METODE UNILATERAL URETERAL OBSTRUCTION (UUO) SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Disusun Oleh: VITO CAMBODIAWAN

11/312650/KU/14386

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2014

KORELASI ANTARA EKSPRESI ENDOTHELIAL NITRIC OXIDE SYNTHASE (eNOS) TERHADAP FIBROSIS PERIVASKULER DAN INTERSTISIAL PADA MODEL FIBROSIS GINJAL DI MENCIT (Mus musculus)DENGAN METODE UNILATERAL URETERAL OBSTRUCTION (UUO)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Disusun Oleh: VITO CAMBODIAWAN

11/312650/KU/14386

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2014

ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

KORELASI ANTARA EKSPRESI ENDOTHELIAL NITRIC OXIDE SYNTHASE (eNOS) TERHADAP FIBROSIS PERIVASKULER DAN INTERSTISIAL PADA MODEL FIBROSIS GINJAL DI MENCIT (Mus musculus)DENGAN METODE UNILATERAL URETERAL OBSTRUCTION (UUO)

Diajukan oleh: VITO CAMBODIAWAN 11/312650/KU/14386

Telah disetujui untuk diuji pada tanggal

7 November 2014

Pembimbing Materi, Pembimbing Metodologi,

dr. Nur Arfian, Ph. D dr. Santosa Budiharjo, M. Kes, PA(K) NIP: 1120110064

NIP: 19630309 19803 1 002

Dosen Penguji,

dr. Dyah Samti Mayasari, Ph. D NIU: 1120120156

iii

HALAMAN PERNYATAAN SKRIPSI

KORELASI ANTARA EKSPRESI eNDOTHELIAL NITRIC OXIDE SYNTHASE (ENOS) TERHADAP FIBROSIS PERIVASKULER DAN INTERSTISIAL PADA MODEL FIBROSIS GINJAL DI MENCIT (Mus musculus)DENGAN METODE UNILATERAL URETERAL OBSTRUCTION (UUO)

Oleh: VITO CAMBODIAWAN

11/312650/KU/14386

Adalah karya tulis hasil pekerjaan saya dan bukan merupakan jiplakan dari karya orang lain. Segala muatan yang bersumber dari penelitian lain yang saya gunakan sebagai acuan sepanjang pengetahuan saya telah ditulis sesuai tata cara dan etika penulisan karya tulis ilmiah. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak benar, maka hal ini menjadi tanggung jawab saya sebagai penulis.

Yogyakarta, 15 Oktober 2014 Penulis

VITO CAMBODIAWAN 11/312650/KU/14386

iv

Kata Pengantar

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala bentuk puji dan syukur penulis curahkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala

karena berkat rahmat dan ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul “Korelasi

Ekspresi eNOS terhadap Fibrosis Perivaskular dan Interstisial pada Model Gagal Ginjal di Mencit (Mus musculus) dengan Metode Unilateral Ureteral Obstruction (UUO) ” dengan paripurna tanpa adanya kendala yang berarti.

Dalam proses penelitian hingga penyusunan tugas akhir ini, penulis merasa banyak sekali mendapatkan bantuan yang berharga dari berbagai pihak sehingga proses keseluruhan dapat berlangsung lancar tanpa adanya kendala yang bermakna. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. dr. Nur Arfian, Ph. D selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan pembinaan dengan sabar dan ilmu-ilmu yang bermanfaat, semenjak awal penelitian hingga titik akhir penulisan tugas akhir ini.

2. dr. Santosa Budiharjo, M. Kes, PA(K) selaku dosen pembimbing metodologi penelitian yang telah 2. dr. Santosa Budiharjo, M. Kes, PA(K) selaku dosen pembimbing metodologi penelitian yang telah

3. dr. Dyah Samti Mayasari, Ph. D selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang begitu berharga dan membuat penulis berpikir lebih kritis tentang permasalahan yang dihadapi pada penelitian yang dilakukan.

4. Ayah dan Ibu, Juwondo dan Emy Kipwati, kedua orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan dan bimbingan

5. Teman-teman kelompok tugas akhir: Muhammad Gractya Nurfiantoro, Fahmi Zahwan Khinana, dan Rofiuddin Ali yang telah menjadi sahabat-sahabat yang luar biasa dan telah memberikan dukungan serta kerja sama yang hebat sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan denga paripurna.

6. Bapak Mulyono dari bagian Anatomi, Embriologi, dan Antropologi FK UGM yang telah membantu penulis dan tim peneliti dalam hal teknis-teknis penelitian sehingga penelitian dapat dilaksanakan dengan lancar dan terkendali.

7. Ucapan terima kasih secara khusus penulis sampaikan kepada teman-teman tutorial tahun pertama: Nurkholis Bramantyo, Syahru Agung Setiawan, Felix Gunawan, Githa Rizky, Dwi Astuti Dharma Putri, Agatha Tyas, Amanda Puteri, Stacy Gabriella, dan Habella Carissa; teman-teman tutorial

Muhammad Gractya Nurfiantoro, Fahmi Zahwan Khinana, Wegig Setiaji, Rachmanita Yudelia Sjarif, Diah Dinar Utari, Annisa Rahmawati, Dinisa Diah Winari, Kirantri Larasati, dan Avie Avievah; teman-teman tutorial tahun ketiga: Zulfikar Ihyauddin, Adi Ariffianto, Muhammad Abror Rizani, Christiana Dita Natalia, Nadhira Nur Ratri, Elvi Aprillia Karamoy, David Tirawati Fadhillah, Nisryna, dan Anggraeni Ayu Rengganis yang telah banyak membentuk penulis selama proses studi dan telah menjadi sahabat- sahabat yang istimewa di hati penulis.

tahun

kedua:

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah memberikan kontribusi kepada penulis baik pada tahap penelitian maupun penyusunan tugas akhir yang tidak dapat penulis tuliskan satu Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah memberikan kontribusi kepada penulis baik pada tahap penelitian maupun penyusunan tugas akhir yang tidak dapat penulis tuliskan satu

Penulis

IV.2.1.1. Uji Persebaran Data pada Kelompok Fibrosis Perivaskuler ........... 49

IV.2.1.2. Uji Persebaran Data pada Kelompok Fibrosis Interstisial ........... 50

IV.2.1.3. Uji Persebaran Data pada Kelompok Ekspresi eNOS/GAPDH ............. 50

IV.2.2. Uji Komparasi Nilai Rerata ............ 51

IV.2.2.1. Uji Komparasi Rasio Fibrosis Perivaskuler di kelompok SO, U7 dan U14 ......................... 51

Fraksi Area Fibrosis Interstisial di Kelompok SO, U7, dan U14 ................. 51

IV.2.2.2. Uji

Komparasi

IV.2.2.3. Uji Komparasi Ekspresi eNOS/GAPDH di Kelompok SO dan U14 .......... 51

IV.2.3. Uji Korelasi ......................... 52

Fibrosis Perivaskuler terhadap Ekspresi eNOS/GAPDH ...................... 52

IV.2.3.1. Uji

Korelasi

Fibrosis Interstisial terhadap Ekspresi eNOS/GAPDH ...................... 52

IV.2.3.2. Uji

Korelasi

Fibrosis Interstisial terhadap Fibrosis Perivaskuler .................... 53

IV.2.3.3. Uji

Korelasi

IV.3. Diskusi ................................... 54 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan ................................ 62

V.2. Saran ..................................... 62 Daftar Pustaka .................................... 63 Lampiran .......................................... 66

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Vaskularisasi dan Letak Anatomis Ginjal .. 7 Gambar 2.2 Segmen Ginjal ............................ 8 Gambar 2.3 Vaskularisasi Intra Parenkimal ........... 9 Gambar 2.4 Sistem Pelvicocalices .................... 11 Gambar 2.5 Nefron .................................. 12 Gambar 2.6 Proses Pembentukan Urin di Ginjal ....... 14 Gambar 2.7 Proses Biomolekuler Fibrosis Ginjal ..... 19 Gambar 2.8 Skema Efek Peningkatan Kadar Angiotensin

II terhadap Akumulasi Komponen Matriks Ekstraseluler ........................... 20

Gambar 2.9 Pembentukan Myofibroblast ............... 22 Gambar 2.10 Transisi Mesenkimal dari Sel Asalnya ... 23 Gambar 2.11 Pembentukan Myofibroblast dari Perisit . 24 Gambar 4.1 Hasil Pengecatan Sirius Red pada

Jaringan Ginjal ........................ 43 Gambar 4.2 Proses Pengolahan Gambar pada Pengukuran

Fraksi Area Fibrosis Interstisial ....... 44 Gambar 4.3 Proses Pengolahan Gambar pada Pengukuran

Rasio Fibrosis Perivaskuler ............ 45 Gambar 4.4 Ekspresi eNOS dan GAPDH ................. 46 Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Ekspresi eNOS/GAPDH

antara Kelompok SO dengan UUO 14 Hari ... 46 Gambar 4.6 Grafik Perbandingan Mean Rasio Fibrosis

Perivaskuler ................................ 48 Gambar 4.7 Grafik Perbandingan Fraksi Area Fibrosis

Interstisial ............................ 48 Gambar 4.8 Grafik Perbandingan Ekspresi eNOS/GAPDH ..... 49

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ........................ 40 Tabel 4.1 Mean dan SE dari Fraksi Area Fibrosis

Interstisial, Rasio Fibrosis Perivaskuler dan Rasio Ekspresi eNOS/GAPDH ........... 47

Tabel 4.2 Hasil Tes Statistik Saphiro-Wilk untuk Uji Persebaran

Fibrosis Perivaskuler ............................ 49

Data

Kelompok

Tabel 4.3 Hasil Tes Statistik Saphiro-Wilk untuk Uji Persebaran

Fibrosis Interstisial ............................ 50

Data

Kelompok

Tabel 4.4 Hasil Tes Statistik Saphiro-Wilk untuk Uji Persebaran Data Ekspresi eNOS/GAPDH ..... 50

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Protokol RT-PCR ....................... 66 Lampiran 2 Protokol Elektroforesis ............... 67 Lampiran 3 Protokol Perhitungan

Fraksi Area Fibrosis Interstisial ................. 69

Lampiran 4 Protokol Perhitungan Rasio Fibrosis Perivaskuler .......................... 70

Lampiran 5 Protokol Pewarnaan Sirius Red ......... 71 Lampiran 6 Hasil Analisis Statistik dengan Stata

tentang Uji Persebaran Data, Uji Korelasi dan Uji Komparasi Nilai Rerata ........ 72

Lampiran 7 Lembar Ethical Clearance .............. 75

xiv

INTISARI

Korelasi Antara Ekspresi Endothelial Nitric Oxide Synthase (eNOS) terhadap Fibrosis Perivaskuler dan Interstisial pada Model Gagal Ginjal di Mencit (Mus musculus)dengan Metode Unilateral Ureter Obstruction (UUO)

Vito Cambodiawan 1 , Nur Arfian 2 , Santosa Budiharjo 2

Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

1 Mahasiswa Strata 1 Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

2 Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Latar Belakang: insidensi gagal ginjal meningkat seiring waktu, menurut beberapa studi epidemiologi terakhir. Fibrosis ginjal merupakan kondisi akhir dari penyakit ginjal kronis. Kondisi ini

adanya aktivasi myofibroblast yang mengakibatkan fibrosis interstisial dan perivaskular. Endothelial Nitric Oxide Synthase (eNOS) merupakan suatu enzim dengan efek utama sebagai vasodilator yang mempunyai fungsi proteksi pada penyakit ginjal kronis.

memiliki karakteristik

Tujuan: penelitian ini bertujuan memeriksa pola ekspresi eNOS pada model fibrosis dan mencari korelasi antara ekspresinya dengan proses fibrosis ginjal

Metode: kami membuat model fibrosis ginjal pada mencit dengan latar belakang Swiss (3 bulan, 30-50 gr, n=16) menggunakan metode Unilateral Ureteral Obstruction (UUO). UUO dilakukan dengan meligasi ureter kiri melalui prosedur operasi baku dan mencit diterminasi pada hari ke-7 dan ke-14 paska ligasi. Kelompok Sham Operation (SO) berfungsi sebagai kontrol (operasi tanpa ligasi). Kami memeriksa ekspresi eNOS menggunakan cDNA dengan RT-PCR

Hasil: UUO menginduksi fibrosis interstisial dan perivaskular pada hari ke-7 dan ke-14 secara signifikan (p<0,05 vs SO). Hal ini diikuti dengan penurunan ekspresi eNOS (p<0,05 vs SO) pada hari ke-14. Terdapat korelasi negatif antara ekspresi eNOS

(p<0,05). Fibrosis interstisial

dan fibrosis

interstisial

terhadap fibrosis perivaskular (p<0,05)

berkorelasi

positif

Kesimpulan: peningkatan fibrosis interstisial mengakibatkan penurunan ekspresi eNOS. Peningkatan fibrosis perivaskular diikuti dengan peningkatan fibrosis interstisial pada model fibrosis ginjal.

Kata kunci: Fibrosis ginjal, gagal ginjal kronis, korelasi, fibrosis interstisial, fibrosis perivaskular, eNOS

xv

ABSTRACT

Correlation Between Expression of Endothelial Nitric Oxide Synthase (eNOS) for perivaskuler and Interstitial Fibrosis

in Renal Failure Model in Mice (Mus musculus) the method Unilateral Ureter Obstruction (UUO)

Vito Cambodiawan 1 , Nur Arfian 2 , Santosa Budiharjo 2

Faculty of Medicine, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

1 Undergraduate student of Faculty of Medicine Universitas Gadjah Mada

2 Lecturer in Faculty of Medicine Universitas Gadjah Mada

Background: The incidence of renal failure increased over time, according to several recent epidemiological studies. Renal fibrosis is the final condition of chronic kidney disease. This condition has a characteristic presence of myofibroblast activation resulting in interstitial and perivascular fibrosis. Endothelial Nitric Oxide Synthase (eNOS), an enzyme with the main effects as a vasodilator that has a protective function in chronic kidney disease.

Objective: This study aims to examine the pattern of eNOS expression in fibrosis models and look for correlations between the expression with the process of renal fibrosis

Methods: We made a model of renal fibrosis in mice with Swiss background (3 months old, 30-50 grams, n = 16) using the method Unilateral Ureteral Obstruction (UUO). UUO performed by ligating the left ureter through standard operating procedures and mice were terminated on day 7 and 14 post- ligation. Sham group Operation (SO) serves as a control (operation without ligation). We examined the expression of eNOS using cDNA by RT-PCR

Results: UUO induced interstitial and perivascular fibrosis at day 7 and 14 were significant (p <0.05 vs. SO). This was followed by a decrease in eNOS expression (p <0.05 vs. SO) on day 14. There is a negative correlation between the expression of eNOS and interstitial fibrosis (p <0.05). Interstitial fibrosis positively correlated to the perivascular fibrosis (p <0.05)

Conclusions: The increase in interstitial fibrosis resulted in decreased expression of eNOS. Increased perivascular fibrosis followed by an increase in interstitial fibrosis in

a model of renal fibrosis.

Keywords: renal fibrosis, chronic renal failure, correlation, interstitial fibrosis, perivascular fibrosis, eNOS

xvi

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Beberapa studi terakhir menyatakan bahwa insidensi dari penyakit gagal ginjal kronis meningkat seiring waktu. Studi terakhir di Amerika dan Spanyol menyebutkan bahwa insidensi gagal ginjal meningkat sebesar 11% dari tahun 1992 ke 2001 (Xue, et al., 2006).

Menurut laporan Indonesian Renal Registry, jumlah kasus gagal ginjal yang diterapi dengan hemodialisis mencapai 15.353 kasus pada tahun 2011. Persebaran umur untuk kasus ini cenderung merata di setiap golongan umur, dengan insidensi tertinggi pada golongan umur 45-54 tahun (27%). Data diagnosa etiologis menyatakan bahwa insidensi penyakit ginjal obstruktif adalah sebesar 8% dari keseluruhan diagnosis, urutan pertama ditempati oleh penyakit ginjal hipertensif dan kedua oleh nefropati diabetika (PERNEFRI, 2011).

Gagal ginjal kronis disebabkan oleh fibrosis ginjal yang ditandai dengan glomerulosklerosis dan fibrosis intertisial (Thomas, et al., 1994). Fibrosis ginjal juga ditandai dengan pembentukan dan aktivasi kumpulan sel yang disebut myofibroblast. Sel ini disebut sebagai Gagal ginjal kronis disebabkan oleh fibrosis ginjal yang ditandai dengan glomerulosklerosis dan fibrosis intertisial (Thomas, et al., 1994). Fibrosis ginjal juga ditandai dengan pembentukan dan aktivasi kumpulan sel yang disebut myofibroblast. Sel ini disebut sebagai

Endothelial Nitric Oxide Synthase (eNOS) merupakan suatu enzim yang menghasilkan nitric oxide (NO) dari senyawa dasar l-arginine yang merupakan suatu suatu asam amino. NO bekerja memediasi vasodilasi, inhibisi aktivasi platelet dan inhibisi adhesi leukosit. Penurunan eNOS berkaitan dengan iskemia ginjal dan cidera ginjal akut (Betz, et al., 2013). Pada proses penuaan, didapatkan penurunan ekspresi eNOS secara umum yang diikuti oleh penurunan fungsi ginjal (Thomas, Anderson, Gordon, Oyama, Shankland, & Johnson, 1994). Dapat disimpulkan bahwa ekspresi eNOS secara umum dapat digunakan untuk menggambarkan fungsi ginjal.

Mengingat sel-sel myofibroblast berasal dari sel- sel di area perivaskuler, ada kemungkinan bahwa proses patologis di area perivaskuler berkorelasi dengan fibrosis intertisial di parenkim ginjal dan juga dengan ekspresi eNOS, sebagai suatu penanda biomolekuler pada patogenesis gagal ginjal (Farris & Colvin, 2012).

I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan

masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat fibrosis interstisial dan perivaskular pada model fibrosis yang diinduksi pada mencit?

2. Bagaimanakah korelasi antara ekspresi eNOS terhadap fibrosis perivaskular dan interstisial?

3. Bagaimanakah korelasi antara fibrosis perivaskular terhadap fibrosis interstisial?

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

derajat fibrosis perivaskuler dan intertisial pada model fibrosis yang diinduksi oleh obstruksi ureter unilateral pada ginjal mencit.

2. Melakukan analisis korelasi antara ekspresi eNOS dengan fibrosis interstisial dan fibrosis perivaskuler.

3. Melakukan analisis korelasi antara proses fibrosis perivaskuler

proses fibrosis interstisial.

terhadap

I.4. Keaslian Penelitian Penelitian serupa pernah dilakukan di model kelinci dengan

kiri setinggi ureterovesical junction , hal ini dilakukan untuk mengetahui peran fibrosis interstisial pada model. Penelitian tersebut dilakukan karena obstruksi saluran kemih menjadi penyebab utama end-stage renal disease pada anak-anak dan apabila terjadi saat kehamilan mengakibatkan displasia ginjal, namun tidak ada korelasi antara ekspresi eNOS dan derajat kerusakan ginjal pada penelitian ini (Sharma, Mauer, Kim, & Michael, 1993).

area

ligasi

di ureter

Pengamatan pathogenesis gagal ginjal pada model fibrosis telah dilakukan pada penelitian lain, namun proses yang diteliti berkaitan dengan proses penuaan (Thomas, Anderson, Gordon, Oyama, Shankland, & Johnson, 1994). Dari penelitian ini didapatkan data bahwa pada pada model gagal ginjal terjadi kenaikan infiltrasi sel radang,

cidera vasa peritubular,

cidera

tubulointertisial,

densitas pengecatan imunologis dari eNOS. Korelasi antara derajat cidera tubulointertisial dengan eNOS tidak dibahas pada penelitian ini. Korelasi antara fibrosis perivaskuler terhadap fibrosis interstisial dan ekspresi eNOS belum banyak diteliti.

dan

penurunan

I.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang hubungan antara proses fibrosis pada model gagal ginjal yang diinduksi oleh obstruksi ureter unilateral dengan ekspresi eNOS. Penelitian ini juga diharapkan menjadi penelitian pembuka untuk munculnya suatu penelitian lain yang mengamati pola ekspresi eNOS pada pasien penyakit ginjal kronis di klinik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Tinjauan Pustaka

II.1.1. Teori Dasar Ginjal

II.1.1.1. Anatomi Ginjal

Ginjal adalah salah satu organ di dalam cavum abdomen . Pada orang yang masih hidup, ginjal berwarna merah kecoklatan. Dalam tubuh manusia, ginjal terletak di belakang peritoneum (oleh karena itu disebut organ retroperitoneal ), di samping columna vertebralis dan dikelilingi oleh jaringan adiposa. Batas atas ginjal manusia terletak setinggi vertebra thoracal ke-12, sedangkan batas bawahnya terletak setinggi vertebra lumbal ke-3. Ginjal bagian kanan cenderung lebih rendah akibat posisi hati di atas ginjal kanan. Dalam kondisi normal, manusia memiliki sepasang ginjal dengan ukuran panjang sekitar 11 cm, lebar 6 cm, dan dimensi anteroposterior sepanjang 3 cm (lihat gambar 2.1). Ginjal pria cenderung lebih berat (±150 gr) jika dibandingkan dengan ginjal wanita (±135 gr)

Ginjal mendapat vaskularisasi melalui a. renalis yang bercabang langsung dari aorta tepat di bawah a. mesenterica superior . A. renalis dextra lebih tinggi dan panjang dari a. renalis sinistra, berjalan di belakang dari vena cava inferior, v. renalis dextra, caput pancreas dan duodenum pars descenden. A. renalis sinistra berjalan di belakang v. renalis sinistra, caput pancreas dan v. lienalis. Sebelum memasuki hilum renalis , a. renalis memberikan beberapa cabang, ke arah supra-renal (a. suprarenalis inferior), ureter, jaringan perinefrik , capsula renalis, dan pelvis.

Gambar 2.1 Vaskularisasi dan Letak Anatomis Ginjal

(Moore, Dalley, & Agur, 2010)

Di hilum renalis, masing-masing a. renalis akan terbagi menjadi divisi superior dan inferior. Masing- Di hilum renalis, masing-masing a. renalis akan terbagi menjadi divisi superior dan inferior. Masing-

Gambar 2.2 Segmen Ginjal (Moore, Dalley, & Agur,

2010)

Ketika memasuki parenkim ginjal, a. renalis terbagi menjadi arteri yang lebih kecil lagi, yaitu: a. segmentalis,

interlobaris, arcuata, interlobouralis, arteriola aferen dan eferen glomerulus hingga mencapai plexus peritubular. Dari plexus ini muncul v. interlobularis yang berpasangan dengan a. interlobularis . Vena interlobularis akan berjalan hingga corticomedullary junction , menerima beberapa vasa rekta sebelum berakhir menjadi v. arcuata di mana vena ini akan bermuara ke v. interlobaris yang beranastomosis membentuk v. renalis (lihat gambar 2.3).

lobaris,

Gambar 2.3 Vaskularisasi Intra Parenkimal (Guyton

& Hall, 2010)

Vena renalis berjalan di anterior dari arteri renalis dan bermuara ke vena cava inferior. Vena renalis sinistra memiliki panjang 3 kali lebih panjang dibandingkan vena renalis dextra (masing-masing 7,5 cm dan 2,5 cm). Vena renalis sinistra berjalan dari hilum renalis , posterior dari vena lienalis dan corpus pancreatica lalu berjalan anterior dari aorta tepat di atas asal arteri mesenterica superior.

Vena gonadalis sinistra dan vena suprarenalis sinistra akan bermuara ke vena renalis sinistra. Vena renalis akan bermuara ke vena cava inferior. Vena renalis Vena gonadalis sinistra dan vena suprarenalis sinistra akan bermuara ke vena renalis sinistra. Vena renalis akan bermuara ke vena cava inferior. Vena renalis

Secara mikroskopis, struktur fungsional dari ginjal disebut sebagai nephron (lihat gambar 2.4). Berdasarkan karakteristik dan letaknya, nephron terdiri dari dua tipe, yaitu: nephron cortical dan nephron juxtamedullar. Nephron cortical memiliki loop of Henle yang lebih pendek dan tebal, sedangkan nephron juxtamedullar memiliki loop of Henle yang cenderung lebih panjang. Secara umum nephron terdiri atas corpusculum renalis yang berfungsi untuk memfiltrasi plasma.

Corpusculum renalis tersusun atas glomerulus dan capsula Bowman yang merupakan asal dari tubulus renalis. Dari capsula Bowman, tubulus renalis akan membentuk tubulus proksimalis , loop of Henle, tubulus distalis dan ductus colectivus yang akan bermuara ke papilla renalis melalui duct of Bellini , melubangi permukaannya membentuk seperti ayakan. Papilla renalis terletak di calyx minor yang akan bermuara ke calyx mayor lalu ke

pelvis renalis (sering disebut sebagai sistema pelvicocalices). Dinding pada sistema pelvicocalices (lihat gambar 2.5) memiliki serabut otot di bagian pelvis renalis (sering disebut sebagai sistema pelvicocalices). Dinding pada sistema pelvicocalices (lihat gambar 2.5) memiliki serabut otot di bagian

Gambar 2.4 Nefron (Guyton & Hall, 2010)

Ureter adalah tabung muskular yang berfungsi menghantarkan urin menuju pelvis melalui kontraksi peristaltik.

25-30 cm, berkesinambungan dengan pelvis renalis. Ureter menurun sedikit ke arah medial, anterior dari muskulus psoas mayor , membelok lateral lalu ke medial kemudian bermuara ke vesica urinaria. Diameter ureter sekitar 3 mm dengan tiga lokasi penyempitan, yaitu di ureteropelvico

Panjangnya

sekitar

junction , saat memasuki pelvis minor dan pada ureterovesico junction .

Gambar 2.5 Sistem Pelvicocalices (Guyton & Hall,

Di parenkim ginjal, banyak terdapat sel-sel interstisial yang ikut menyusun parenkim. Sel-sel ini terutama tersusun atas fibroblast, pericyte, makrofag serta sel epithelial tubulus kortikal mapun medullar. Selain itu terdapat sel-sel lain seperti sel juxtaglomerular dan macula densa yang berperan dalam menjaga kestabilan volume cairan intravaskuler melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron (Standring, et al., 2008).

II.1.1.2 Fisiologi Ginjal

Ginjal merupakan organ yang unik. Beratnya hanya 1/100 dari berat manusia namun mendapatkan 20% dari curah jantung total (Hall & Guyton, Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology , 2011). Hal ini dikarenakan fungsi dari organ ini yang bervariasi dan esensial. Fungsi yang paling umum diketahui adalah sebagai alat ekskresi zat- zat hasil metabolisme tubuh. Unit fungsional terkecil ginjal disusun oleh nefron yang bekerja secara makro membentuk fungsi-fungsi ginjal yang kita ketahui sekarang.

Fungsi-fungsi lain meliputi regulasi keseimbangan air dan elektrolit, regulasi osmolalitas cairan dan konsentrasi elektrolit, regulasi tekanan arterial, regulasi keseimbangan asam dan basa, endokrin, dan glukoneogenesis (Hall & Guyton, Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology , 2011) .

Urin di ginjal dibentuk melalui beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut antara lain: filtrasi, reabsorpsi, sekresi, dan ekskresi (lihat gambar 2.6). Dalam prosesnya, semua tahapan-tahapan ini sangat bergantung terhadap substrat yang akan dihantarkan ke urin. Namun pada prinsipnya, semua substrat pasti Urin di ginjal dibentuk melalui beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut antara lain: filtrasi, reabsorpsi, sekresi, dan ekskresi (lihat gambar 2.6). Dalam prosesnya, semua tahapan-tahapan ini sangat bergantung terhadap substrat yang akan dihantarkan ke urin. Namun pada prinsipnya, semua substrat pasti

Gambar 2.6 Proses Pembentukan Urin di Ginjal

(Guyton & Hall, 2010)

II.1.2. Pathogenesis Gagal Ginjal

Definisi dari gagal ginjal adalah ketidakmampuan ginjal untuk mengekskresi hasil-hasil metabolisme pada Definisi dari gagal ginjal adalah ketidakmampuan ginjal untuk mengekskresi hasil-hasil metabolisme pada

Dalam beberapa studi yang telah dilakukan, prosedur UUO menginduksi terjadinya fibrosis pada ginjal yang mengalami prosedur ini. Proses fibrosis interstisial yang progresif dan diikuti dengan reaksi inflamasi pada ginjal yang terobstruksi akan berujung pada kerusakan jaringan parenkim ginjal tersebut (Iwano, Plieth, Danoff, Xue, Okada, & Neilson, 2002).

Gagal ginjal dan penyakit ginjal kronik lainnya dikarakteristikkan oleh cidera tubulointerstisial yang berarti cidera pada parenkim ginjal meliputi area tubulus dan interstisial. Pada area interstisial dalam keadaan fisiologi didominasi oleh matriks ekstraseluler terutama tersusun atas kolagen, khusus di parenkim ginjal tersusun atas kolagen tipe I dan III yang berperan sebagai komponen struktural.

Pada cidera tubulointersisial terjadi akumulasi matriks ekstraseluler yang abnormal di area interstisial ginjal yang dikenal sebagai fibrosis interstisial (Farris & Colvin, 2012). Proses ini tentunya akan menggantikan parenkim ginjal normal menjadi jaringan fibrosis, sehingga akan terjadi penurunan luas area parenkim.

Pada area tubulus, akan terjadi atrofi tubulus yang dikarakteristikkan dengan tubulus-tubulus ginjal yang mengecil dengan sel-sel epithelial bersitoplasma pucat atau tubulus-tubulus yang mengalami dilatasi dengan pemipihan sel epithelial tubulus. Fibrosis interstisial erat kaitannya dengan atrofi tubulus, namun keduanya dapat terpisah seperti pada kasus insufisiensi arteri ginjal di mana terjadi atrofi tubulus yang hebat namun fibrosis interstisial terjadi minimal (Farris & Colvin, 2012).

Banyak teknik morfometri untuk menilai proses fibrosis pada ginjal, salah satu metode yang banyak digunakan

morphometry menggunakan pengecatan Sirius Red yang spesifik untuk kolagen tipe I dan III. Beberapa metode lain menggunakan pengecatan trichrome dan imunohistokimia untuk kolagen

adalah

computer-assisted computer-assisted

Ditinjau dari sisi biomolekuler dan selular, proses fibrosis renal sangatlah kompleks. Dari sisi molekular, suatu molekul sinyal yang disebut transforming growth factor - β (TGF-β1) disebut-sebut sebagai mediator sentral proses fibrosis renal. Hal ini dikarenakan ekspresi TGF-

β1 selalu meningkat pada kondisi penyakit ginjal kronis baik pada manusia maupun hewan. Dalam teorinya, senyawa ini merupakan suatu modulator utama yang paling berperan yang mengakibatkan berbagai sel di parenkim ginjal (sel epithel tubulus, fibroblast, dll) mengalami aktivasi dan mengarah ke suatu kondisi pro-fibrotik (kecenderungan

untuk terjadinya akumulasi matriks ekstraseluler). Bertindak sebagai mediator, tentunya TGF B1 membutuhkan suatu jalur sinyal hingga menghasilkan suatu fungsi. TGF-B1 beraksi melalui jalur Smad, jagged/notch & Crim1 dengan hasil akhir aktivasi fibroblast atau sel epithel tubulus yang menginisiasi proses fibrosis ginjal (Farris & Colvin, 2012).

Ada keterlibatan mekanisme imunologis di dalam proses molekular fibrosis renal. Toll-like receptor ikut Ada keterlibatan mekanisme imunologis di dalam proses molekular fibrosis renal. Toll-like receptor ikut

terjadinya cidera tubulointerstisial. TLR berperan melalui BAMBI (BMP and Activin Membrane Bound Inhibitor ) yang mengakibatkan terjadinya fibrosis interstisial. Inhibisi sistem komplemen juga terbukti memiliki properti anti-fibrotik, sehingga disinyalir bahwa komplemen juga terlibat dalam potensiasi proses fibrosis renal dengan mekanisme yang belum begitu jelas (Farris & Colvin, 2012).

di

dalam

Integrin A VB6 diekspresikan secara berlebih oleh sel-sel epithelial tubulus yang secara normal hanya pada kadar yang rendah saat terjadi pertumbuhan atau cidera pada tubulus. Molekul ini dapat diinduksi oleh TGF B1, berfungsi untuk meningkatkan proses fibrosis. Terjadi amplifikasi sinyal molekular pro-fibrotik (Farris & Colvin, 2012).

Platelet-Derived Growth Factor (PDGF) isomer C ternyata terbukti berperan pada proses fibrosis interstisial ini. PDGF-CC terbukti berperan dalam potensiasi tingkat proliferasi dari fibroblast dan infiltrasi leukosit (Farris & Colvin, 2012).

Jalur molekular lain yang juga berperan adalah jalur janus kinase/signal transducer and activator of transciprtion (JAK/STAT). Jalur ini memiliki peran dalam Jalur molekular lain yang juga berperan adalah jalur janus kinase/signal transducer and activator of transciprtion (JAK/STAT). Jalur ini memiliki peran dalam

Gambar 2.7 Proses Biomolekuler Fibrosis Ginjal

(Farris & Colvin, 2012)

Dari ginjal sendiri, peningkatan konsentrasi angiotensin II mampu meningkatkan ekspresi PDGF, kolagen tipe IV, dan TGF- β1 yang masing-masing berperan sebagai mediator pro-fibrotik, terutama TGF B1 sebagai mediator utama pada proses ini. Peningkatan ekspresi TGF- β1 mengakibatkan peningkatan aktivitas deposit kolagen dan penurunan degradasi dari matriks ekstra seluler baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga Dari ginjal sendiri, peningkatan konsentrasi angiotensin II mampu meningkatkan ekspresi PDGF, kolagen tipe IV, dan TGF- β1 yang masing-masing berperan sebagai mediator pro-fibrotik, terutama TGF B1 sebagai mediator utama pada proses ini. Peningkatan ekspresi TGF- β1 mengakibatkan peningkatan aktivitas deposit kolagen dan penurunan degradasi dari matriks ekstra seluler baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga

Gambar 2.8 Skema Efek Peningkatan Kadar Angiotensin II

terhadap Akumulasi Komponen Matriks Ekstraseluler

(Klahr & Morrissey, 2002)

Dari aspek seluler, proses fibrosis renal melibatkan banyak komponen seluler dari berbagai sistem, antara lain: sel T helper 2, fibrosit, sel epithel tubulus, limfosit, monosit, sel denditrik, sel mast, sel endothelial,

fibroblast dan myofibroblast (Farris & Colvin, 2012). Seperti yang sudah dibahas pada bab sebelumnya, sebagian besar area interstisial tersusun oleh fibroblast. Sama seperti di organ lain, sel-sel ini berperan dalam menghasilkan

sistem

kapiler, kapiler,

Ketika terjadi cidera (baik karena ischemia, obstruksi aliran urin, dan berbagai etiologi lainnya) fibroblast akan

transformasi menjadi myofibroblast setelah berikatan dengan membrana basalis tubulus yang terluka. Myofibroblast inilah yang secara aktif menghasilkan matriks ekstraseluler sehingga terjadi akumulasi matriks ekstraseluler atau dalam kata lain terjadi fibrosis. Dalam beberapa literatur, sel ini berperan sebagai modulator kunci perkembangan penyakit ginjal, karena secara aktif menghasilkan matriks ekstraseluler dan mediator-mediator pro-fibrotik seperti yang telah dibahas di atas (Farris & Colvin, 2012).

mengalami

Dari berbagai studi yang telah dilakukan, terbukti bahwa myofibroblast berasal dari fibroblast, sel perivaskuler, sel endothelial dan pericyte. Dalam studi in vivo, didapatkan fakta bahwa sel endothelial tidak berkontribusi menghasilkan myofibroblast. Melalui metode lineage analysis, pericyte juga terbukti menjadi nenek moyang dari myofibroblast, di mana pada mulanya sel ini tidak mengekspresikan smooth muscle actin, kemudian berubah mengekspresikan senyawa ini selama proses Dari berbagai studi yang telah dilakukan, terbukti bahwa myofibroblast berasal dari fibroblast, sel perivaskuler, sel endothelial dan pericyte. Dalam studi in vivo, didapatkan fakta bahwa sel endothelial tidak berkontribusi menghasilkan myofibroblast. Melalui metode lineage analysis, pericyte juga terbukti menjadi nenek moyang dari myofibroblast, di mana pada mulanya sel ini tidak mengekspresikan smooth muscle actin, kemudian berubah mengekspresikan senyawa ini selama proses

Gambar 2.9 Pembentukan Myofibroblast (Grgic, Duffield,

& Humphreys, 2012)

Transisi sel-sel epithelial dan endothelial ke bentuk sel mesenkimal ini sering disebut sebagai epithelial mesenchymal transition atau endothelial mesenchymal transition (lihat gambar 2.9).

Gambar 2.10 Transisi Mesenkimal dari Sel Asalnya

(Farris & Colvin, 2012)

Dalam keadaan normal, pericyte merupakan pelapis vasa-vasa berukuran mikroskopis yang memiliki hubungan langsung dengan endothelium. Kontak langsung ini berperan

integritas struktur mikrovaskualtur, menjaga tonus vaskular agar tidak kolaps, menghasilkan matriks, dan berfungsi sebagai sel progenitor ketika proses regenerasi diperlukan. Pada cidera kronis, sel ini akan terstimulasi untuk bermigrasi dan bertransformasi menjadi sel kontraktil

dalam

menjaga menjaga

Pericyte ini berasal dari sutu progenitor mesenkimal yang mengekspresikan FoxD1+, di mana sel-sel progenitor ini akan berdeferensiasi menjadi fibroblast perivaskuler dan pericyte (lihat gambar 2.11). Pada kondisi

sel-sel ini mengekspresikan alpha-smooth muscle actin yang merupakan karakteristik dari myofibroblast. Beberapa jalur sinyal telah didefinisikan pada proses ini, jalur-jalur tersebut antara lain: TGF B, CTGF, Hedgehog & PDGF (Humphreys, 2012).

Gambar 2.11 Pembentukan Myofibroblast dari Perisit (Humphreys, Targeting pericyte differentiation as a strategy to modulate kidney fibrosis in diabetic

nephropathy, 2012) nephropathy, 2012)

Dapat disimpulkan

bahwa

II.1.3 Sistem Nitric Oxide Synthase

II.1.3.1 Nitric Oxide Synthase

Nitric oxide (NO) merupakan suatu senyawa vasorelaksan yang terdapat di dalam berbagai organ di dalam tubuh manusia. NO berperan sebagai biological messenger dalam aktivitasnya, bisa secara autokrin maupun parakrin (Akyurek, et al., 1996).

Secara umum, NO berfungsi dalam pengaturan pertumbuhan vaskular dan tonusnya, memediasi interaksi antara leukosit dengan sel endothel, dan adhesi platelet (Akyurek, et al., 1996). Senyawa ini dibentuk dari suatu enzim yang disebut nitric oxide synthase (NOS).

Ada beberapa isoform dari enzim ini, antara lain neuronal NOS (nNOS), endothelial NOS (eNOS) dan inducible NOS (iNOS). NOS berperan mengkatalisis pembentukan nitric oxide (NO) dari l-arginine. Enzim ini menghasilkan NO melalui dua jalur, yaitu jalur l-

arginine dan non l-arginine. Jalur non l-arginine ini terutama disuplai dari makanan sehari-hari, karena memanfaatkan metabolisme nitrogen. Terdapat beberapa bentuk lain l-arginine yang justru menghambat pembentukan NO. Asymmetrical d-methyl L-arginine (ADMA) dan symmetrical d-methylarginine (SDMA) menghambat produksi NO karena bersifat sebagai inhibitor kompetitif pada enzim NOS terhadap l-arginine. Peningkatan kedua senyawa ini ditemukan pada kondisi cidera ginjal akut, secara spesifik pada kondisi pasca ischemic reperfusion injury (IRI) (Betz, et al., 2013).

Berbagai macam sel memiliki aktivitas NOS, dalam artian lain mampu menggunakan l-arginine untuk menghasilkan NO dengan hasil samping l-citrulline. Sel- sel ini antara lain adalah makrofag, neutrofil, dan sel endothel vasa yang mengalami aktivasi oleh berbagai mediator immunologis (TNF- α, TGF-β, interferon, IL-1β, LPS) dan juga sel otot polos vasa yang diaktivasi oleh berbagai macam sitokin atau c-AMP (Betz, et al., 2013).

II.1.3.2. Endothelial Nitric Oxide Synthase

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, sebagian besar mengatakan bahwa eNOS memiliki fungsi protektif pada ginjal dan sistem kardiovaskular. Secara

fisiologis, ekspresi eNOS pada ginjal terkonsentrasi di glomerulus, tubulus distalis, dan tubulus kolektivus (Sonmez , Narin, Akkus, & Turkmen, 2012). Kondisi awal obesitas pada tikus mengakibatkan penurunan aktivitas NO, hal ini memicu terjadinya perkembangan gagal ginjal. Pemberian L-arginine dan anti-oksidan mecegah perubahan ini lebih lanjut (Gamez-Mendez, et al., 2014). Pada penelitian lain, peningkatan aktivitas NOS (eNOS dan nNOS) di ginjal dan atrium kiri tikus yang diinduksi dengan berolahraga memberikan efek protektif bagi jantung dan ginjal pada cardiorenal syndrome (Ito, et al ., 2013).

Disfungsi endothel diasosiasikan dengan peningkatan resiko

dari sistem kardiovaskular dan ginjal. Hal ini karena terjadi penurunan aktivitas dari eNOS. Perlu diketahui bahwa eNOS memiliki peranan yang paling dominan dalam pembentukan NO pada mikro dan makrovaskulatur (Yuen, et al ., 2012). Penurunan eNOS akan mengakibatkan penurunan respon endothelium-dependent vasorelaxation terhadap asetilkolin. Penurunan NO juga mengakibatkan efek vasokonstriktor yang dimediasi oleh katekolamin, angiotensin II, dan endothelin I lebih dominan sehingga

morbiditas

dan

mortalitas

terjadi peningkatan tahanan vaskular perifer yang berujung kepada hipertensi dan berbagai penyakit sistem kardiovaskular. Selain itu, tidak adanya inhibisi faktor pertumbuhan pada pembuluh darah, yang merupakan fungsi NO, mengakibatkan terjadinya remodelling vaskular. (Savard, et al., 2012).

Penyebab penurunan produksi NO secara pasti masih belum diketahui, namun ada beberapa kondisi terkait yang mengakibatkan terjadinya penurunan produksi NO. Salah satu kondisi yang mengakibatkan penurunan produksi NO adalah kurangnya l-arginine dalam diet sehari-hari, karena l-arginine adalah substrat dasar dalam pembentukan NO.

penurunan kadar tetrahydrobiopterin (BH4) yang merupakan kofaktor kritikal bagi eNOS untuk berfungsi. Penurunan kofaktor ini mengakibatkan enzim eNOS tidak berfungsi secara optimal sehingga terjadi penurunan produksi NO. Namun, kadar berlebih dari kofaktor ini juga mengakibatkan terbentuknya anion superoksida yang justru mengganggu fungsi NO, sehingga NO tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya (Savard, et al., 2012).

Kondisi

lain

adalah

kronis, yang mengakibatkan penurunan NO adalah akumulasi anion superoksida yang menonaktifkan NO sehingga terjadi penurunan NO secara fungsional (Savard, et al., 2012). Mekanisme lainnya adalah peningkatan senyawa lain yang menghambat l-arginine untuk diproses oleh NOS. Senyawa ini merupakan analog l-arginine yang mengalami metilasi, yaitu asymmetric dimethyl l-arginine (ADMA) (Savard, et al ., 2012).

Pada kondisi

gagal

ginjal

II.2. Kerangka Teori

Prerenal:

Postrenal: Penurunan

Intrarenal:

Obstruksi volume

ium, vaskular

dan gangguan

Biomolekul er

Seluler dan

A VB6, PDGF

Peningkata

isomer C,

n ADMA &

Cidera

JAK/STAT,

Komponen Seluler

Interstisial

Sel T Helper 2,

Klasifika

fibrosit, limfosit,

si RIFLE

Gangguan

monosit, sel

Fungsi Myofibroblast

dendritik, sel mast,

Cidera

eNOS

sel endothelial,

Ginjal

sistem kapiler

Penurunan respon

inhibisi respon

fibroblast

pertumbuhan vasa

perivaskular, perisit, epithel

Penurunan

tubulus,

Fungsi Ginjal

EMT/EndMT

endothel

Fibrosis Perivaskular

Vascular

Remodelling

II.3. Kerangka Konsep

Obstruksi

Fibrosis Staini Ureter

Gagal

Interstisi ng Unilateral

Ginjal

al

Sirius Red: Proses

Durasi 7 Firbosis Fibros hari

Perivaskul is Durasi 14

hari Operasi

II.4. Hipothesis

Berdasarkan tinjauan pustaka, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, maka kami menyusun hipothesis penelitian sebagai berikut:

1. Fibrosis perivaskular berkorelasi positif terhadap fibrosis interstisial (semakin besar derajat fibrosis perivaskular, semakin besar pula derajat fibrosis interstisial yang terjadi).

2. Ekspresi eNOS berkorelasi negatif terhadap proses fibrosis ginjal (semakin rendah eskpresi eNOS, makan proses fibrosis yang terjadi akan semakin berat. Begitu pula sebaliknya).

BAB III METODE PENELITIAN

III.1. Rancangan Penelitian Desain penelitian ini termasuk ke dalam studi eksperimental, yaitu quasi-eksperimental pre-klinik yang melibatkan subyek mencit (Mus musculus) yang diberikan perlakuan obstruksi ureter unilateral untuk menghasilkan model gagal ginjal.

III.2. Materi Penelitian

III.2.1. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah 16 ekor mencit Swiss background , pejantan, usia 3-4 bulan dengan berat rata- rata antara 30-50 gr. Subyek akan dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan, yaitu: kelompok obstruksi ureter unilateral 14 hari (n=5), 7 hari (n=5) dan operasi Sham (n=5). Disediakan satu ekor mencit sebagai cadangan.

III.2.2. Jumlah Sampel Minimal

Perhitungan jumlah sampel minimal menggunakan pertidaksamaan Federer, yaitu:

(n-1)(t- 1) ≥ 15 (n-1)(3- 1) ≥

(n- 1) ≥ 7.5 n ≥ 9 (per kelompok perlakuan)

Dari hasil perhitungan di atas, setidaknya harus digunakan 16 ekor mencit dalam tiap kelompok perlakuan (total 48 mencit). Namun, dari komite etik melakukan pertimbangan tertentu dan memberikan rekomendasi agar tiap kelompok perlakuan menggunakan 5 sampel (5 ekor tikus), sehingga total yang digunakan pada penelitian ini adalah 15 ekor tikus.

III.2.3. Alat dan Bahan

1. Ether Ether merupakan salah satu anestesi untuk sacrifice mencit yang diakui. Ether dituangkan ke kapas hingga basah, lalu kapas diletakkan di atas sungkup dan tikus dimasukkan ke dalam sungkup hingga mati.

2. Alkohol Alkohol 70% digunakan sebagai disinfektan, baik oleh peneliti dan untuk alat-alat operasi yang hendak digunakan.

3. Agen anaesthesia (Somnopenthyl) Agen yang digunakan adalah somnopenthyl dengan pengenceran sebesar 10 kali. Dosis yang digunakan adalah 10 mg/kg berat badan

4. Spuit injeksi tuberculin Digunakan untuk menginjeksikan Somnopenthyl ke mencit

5. Perlatan bedah minor Berisi alat-alat bedah minor yang digunakan dalam operasi obstruksi ureter unilateral dan operasi Sham.

6. Benang jahit (silk/cat gut: 3/0)

7. Formalin 4% Formalin 4% diperoleh dari hasil pengenceran, digunakan untuk menyimpan preparat sebelum dikirim ke laboratium patologi anatomi

8. Pewarnaan IHC Nitric Oxide Synthase (eNOS)

9. Pewarnaan Sirius Red

III.3. Metode Penelitian

1. Operasi Unilateral Ureteral Obstruction (UUO)dan Sham pada mencit

Mencit dianestesi dengan phentobarbital sebelum masuk ke fase operasi. Setelah teranestesi penuh, regio flank kiri mencit (bagian lateral punggung) dibuka untuk mengakses ureter kiri (bagian posterior-inferior dari hilum renalis). Ureter kiri diligasi di dua tempat, kemudian dipotong di antaranya. Region flank ditutup dan mencit ditunggu sampai sadar. Pada grup operasi Sham (SO; n=5) dilakukan prosedur yang sama persis dengan UUO hanya ligasi ureter kiri ditiadakan. Ginjal akan diambil setelah 7 dan 14 hari pada kelompok UUO. Jadi akan terbentuk 2 kelompok UUO, yaitu: kelompok UUO 14 hari dan kelompok UUO 7 hari. Kelompok operasi Sham menjalani prosedur bedah serupa namun tidak dilakukan prosedur ligasi.

2. Pemeliharaan mencit Mencit-mencit yang telah dilakukan operasi diletakkan di dalam kandang dengan spesifikasi yang telah disetujui oleh komite etik FK UGM.

Spesifikasi ini meliputi: volume kandang, isi kandang dibandingkan dengan volume, tipe lantai kandang, luas lantai kandang, sarana memberi makan dan minuman, tipe makan dan minuman, kelembapan dan suhu udara di kandang. Dilakukan observasi berkala untuk mengamati apakah ada mencit yang meninggal atau mengalami infeksi luka operasi sekaligus memberi makan dan minum mencit.

3. Terminasi hewan coba untuk pengambilan ginjal (Sacrifice/Terminasi)

Terminasi dilakukan dengan metode ether chamber . Setelah meninggal, abdomen dibuka, diteruskan hingga membelah cavum thorax. Dilakukan irigasi jantung dengan mengalirkan NaCL 0.9% melalui ventrikel kiri jantung. Tekanan intra- kardiak dikurangi dengan cara merobek atrium kanan. Setelah itu, ditunggu hingga ginjal berwarna pucat. Ginjal diambil dengan cara memotong di daerah hilum renalis dan melakukan penyiangan ginjal terhadap lemak peri-renal. Ginjal dimasukkan ke dalam 2 micro tube dengan dan tanpa formalin 4% lalu diinkubasi selama 24 jam untuk pembuatan blok paraffin.

4. Preservasi jaringan Preservasi jaringan dilakukan dengan cara memasukkan specimen ginjal yang sudah diletakkan di dalam micro tube ke dalam mesin pendingin -80 0 C

5. Pewarnaan sirius Red Pewarnaan Sirius Red dilakukan pada preparat yang telah diolah di laboraturium Patologi Anatomi FK UGM sesuai dengan protokol yang terdapat pada lampiran. Pewarnaan ini bertujuan untuk membantu kuantifikasi

fibrosis pada jaringan.

histopatologis

6. Perhitungan/kuantifikasi histopatologis dan ekspresi eNOS

i. Fraksi area fibrosis intertisial Fraksi area fibrosis diukur berdasarkan luas daerah berwarna merah pada pewarnaan Sirius red (fibrosis positive area) dibandingkan dengan luas seluruh lapang pandang. Dilakukan 10-12 kali pengamatan pada tiap kelompok sampel dengan perbesaran total 400x sebagai standar prosedur kuantifikasi. Perhitungan dilakukan secara otomatis menggunakan peranti lunak Imagej.

ii. Skor fibrosis perivaskuler Skor fibrosis perivaskuler dinilai berdasarkan pewarnaan sirius red pada area perivaskuler. Dilakukan perbandingan antara fibrosis pada area perivaskuler dengan luas lumen dalam pembuluh darah. Dilakukan 10-12 kali pengamatan pada tiap kelompok sampel dengan perbesaran total 400x. Perhitungan dilakukan secara otomatis menggunakan peranti lunak Imagej.

iii. Ekspresi eNOS Pengukuran ekspresi eNOS dilakukan

menggunakan prosedur Reverse Transcription- Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Ekspresi GAPDH diperiksa untuk menormalisasi ekspresi eNOS. Kuantifikasi dilakukan melalui metode analisis densitometri dengan bantuan peranti lunak ImageJ.

III.4. Variabel Penelitian

III.4.1. Variabel Bebas

Model gagal ginjal mencit yang diinduksi dengan teknik UUO selama 7 dan 14 hari (U7 dan U14).

III.4.2. Variabel Terikat

1. Rasio fibrosis perivaskuler

2. Fraksi area fibrosis intertisial

3. Ekspresi eNOS/GAPDH

III.5. Metode Analisis Statistik

Analisis statisitik menggunakan Stata v12.0 IC dengan α=0.05; β=0.02. Langkah-langkah uji statistik

pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Melakukan uji persebaran memakai uji numerikal Saphiro-Wilk

2. Melakukan uji komparasi nilai rerata antar tiap kelompok perlakuan (SO, U7 & U14) dengan uji one- way ANOVA, Kruskal-Wallis dan unpaired t-test.

3. Melakukan uji korelasi antara proses fibrosis interstisial dengan perivaskular dan ekspresi eNOS dengan kedua proses fibrosis menggunakan uji

Pearson’s (untuk data dengan distribusi normal) Pearson’s (untuk data dengan distribusi normal)

III.6. Jadwal Penelitian

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian dengan Indikator Kerja

Kegiatan

Waktu

Indikator Kerja

Pelaksanaan

Persiapan:

Mendapatkan membeli semua

Bulan I - II

seluruh alat dan alat dan bahan

bahan Pengadaan mencit

Bulan I - II

Mendapatkan Swiss background mencit Swiss

umur 3-4 bulan background (n=30) Operasi ligasi

Operasi UUO dan ureter unilateral

Bulan II

Sham berhasil (UUO) 14 hari

dengan mencit pada ginjal kiri

masih hidup dan mencit dan

sehat operasi Sham Sacrifice seluruh Bulan II

Mendapat 30 mencit untuk

spesimen potong ginjal (15 pada spesimen potong ginjal (15 pada

Dokumen yang terkait

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

(Efektivitas Agonis GABA terhadap Penurunan Ekspresi Reseptor N-Methyl-D-Aspartate (NMDA) Subunit NR2B pada Mencit Neuropati dengan Metode Partial Sciatic Nerve Ligation (PSNL))

0 24 7

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Hubungan antara Kualitas Pelayanan Poli KIA/KB dengan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di 2 Puskesmas di Kabupaten Jember (The Correlation between Service Quality of Maternal and Child Healthcare/Family Planning Polyclinic and Degree of Maternal and Child H

0 18 6

Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajarkan melalui pendekatan kooperatif teknik: student team achievement divisions (STAD) dan teknik Group Investigation (GI)

0 36 221

Hubungan antara sikap karyawan terhadap penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan produktivitas karyawan PT Toyotetsu Corporation

4 20 131

Eskatologi : suatu perbandingan antara al-Gazali dan Ibn Rusyd

3 55 79

Hubungan antara Faktor Lingkungan dan Faktor Sosial Ekonomi dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Bulan Agustus 2010

2 21 84

Komunikasi antarpribadi antara guru dan murid dalam memotivasi belajar di Sekolah Dasar Annajah Jakarta

17 110 92

Perbandingan perilaku prososial antara orang yang telah melaksanakan ibadah haji dan yang belum pada Ibu-Ibu majelis ta'lim

0 22 126