PEMELIHARAAN DIRI: PESAN-PESAN ETIK RAJA ALI HAJI KEPADA PENGUASA

PEMELIHARAAN DIRI: PESAN-PESAN ETIK RAJA ALI HAJI KEPADA PENGUASA

Alimuddin Hassan Palawa

Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau alimuddin@uin-suska.ac.id

Abstrak: Raja Ali Haji meyebutkan bahwa penguasa dan pembesar kejaraan harus menjaga tiga unsur kedirian manusia, yaitu unsur al- jism (jasmani, raga atau fisik), al-nafs (nafsani, jiwa atau psikis), al- rū ḥ (rohani, sukma atau spirit). Ketiga unsur ini merupakan satu susunan kesatuan yang tidak dapat dipisah (integral) dan utuh (totalitas) dalam membentukan kedirian manusia. Pertama, dalam pemeliharan rohani Raja Ali Haji menyebutkan penyebab awal terjangkitnya “penyakit” rohani bagi manusia (baca: penguasa dan pembesar kerajaan ) dikarenakan “kedatangan beberapa bala’ dan susah atau anwū’ul balā’. Hebatnya lagi, setelah mengidentifikasi secara detail peneyebabnya, Raja Ali Haji juga memberikan solusi dalam mengeleminir, menanggulangi atau dalam mengobati penyakit rohani tersbut.Kedua, Pemeliharan jiwa manusia sedemikian penting, sehingga Raja Ali Haji mengung kap jiwa/hati sebagai “raja” bagi raga manusia. Artinya, kalau hati itu baik pula raganya, sebagaimana kalau raja itu baik akan di rasakan kebaikannya itu oleh masyarakat. Untuk itu, manusia harus senantiasa memelihara dirinya dengan cara menyucikan hatinya (tazkiyah al-Nafs). Dan pada gilirannya manusia yang sudah dan akan selalu menyucian diri akan melahirkan akhlak baik. Pemeliharan diri dikaitakan dengan akhlak yang baik disamakan dengan memeliharan/menjaga nama baik. Ketiga, dalam pemeliharan jasmani/indera-indera ragawi manusia: lidah, mata, telinga, tangan, alat kelamin, kaki dan h ati, Raja Ali Haji melakukan dua pendekatan: (i) pendekatan “indra batini” dan (ii) “indera zahiri”. Untuk pemeliharaan indra batini ia menekankan pendekatan sufistik, misilanya memelihara ketujuh anggota badan itu dari larangan- larangan agama. Untuk pemeliharaan indra zahiri adalah lewat olah raga, menjaga pola makan, waktu tidur yang cukup serta mengatur waktu dalam melakukan hubungan seksual.

Keyword: Raja Ali Haji, Penguasa, al-Jism, al-nafs, al- rū, Indera

PENDAHULUAN Mengingat, karena ini hanya sebatas Pada pembahasa ini akan diungkapkan “perspektif” maka term fiq ḥ al-siyāsah pun tidak

dipahami menjadi terjemahan langsung dari pemikiran politik Raja Ali Haji dalam perspektif “politik Islam” itu sendiri, sebagaimana dipahami

sufistik dengan istilah “ sūfi al-siyāsah”. “Penciptaan” (tepatnya penggunaan) term “ selama ini. Bahwa memperbincangkan politik sūfi al-

Islam sama dengan bicara fiq ḥ al-siyāsah secara siyāsah” yang tidak/belum popular ini meliputi. Artinya, term fiq ḥ al-siyāsah digunakan dimaksudkan sebagai sandingan dan sekaligus untuk memberikan legitimasi keterkaitan dua pembeda dalam meneroka perspektif pemikiran politik Islam lainnya, yaitu “falsafah al- disiplin itu: berbicara tantang pemikiran politik siyāsah” dan

ḥ al-siyāsah. Sekali lagi ditegaskan bahwa fiqḥ adalah berbicara tentang fiqh. Pemahaman yang al-siy

menyebutkan bahwa “bicara politik Islam sama āsah, “falsafah al-siyāsah” dan “sūfi al-siyāsah” dengan bicara fiq ḥ al-siyāsah secara meliputi” dipahami sebagai sebuah “perspektif” dalam adalah menjadi benar karena kebanyakan sarjana memahami pemikiran politik Islam. Selain ini, muslim modern kerap sekali, untuk tidak sebelumnya

mengatakan melulu, merujuk fiqh sebagai sumber menggunakan istilah “trend” dalam pengkajian utama, kalau bukan satu-satunya, dari pemikiran pemikiran politik Islam (islamic political thought), yaitu “justice trend” (trend hukum, “bureaucratic politik Islam.

trend Pada mulanya fiq ḥ al-siyāsah, menurut

” (trend birokrasi), “philosophic trend” (trend

adalah filosofis), “ethical trend” (trend etik). upaya “mengawinkan” dua bidang yang berbeda dalam

Sosial Budaya (e-ISSN 2407-1684 | p-ISSN 1979-2603)

Sosial Budaya, Volume 14, Nomor 01, Juni 2017, pp. 99 - 118

tradisi keilmuan Islam, yaitu fiq ḥ dan siyāsah. rohani. Di antara ketiganya paling ditekankan Namun, sebelum “perkawinan” keduanya telah oleh Raja Ali Haji untuk dijaga adalah menjaga membawa “cacat bawaan”, yaitu term fiq ḥ dan

jiwa (hati). Baginya, jiwa (hati) manusia siyāsah itu sendiri menyimpan contradiction in terms sedemikian penting, sehingga ia mengungkapnya (perkataan yang mengandung pertentangan). sebagai “raja” bagi raga manusia. Bahkan ketika Dengan demikian, keduanya memiliki hubungan mengulas tentang pemeliharan jasmani/indera- yang cukup problematik dan bahkan mungkin indera ragawi manusia: hati, lidah, mata, telinga, “ketegangan” ketika akan “dikawinkan” karena tangan, alat kelamin dan kaki, ia lebih fiq ḥ mempunyai citra dan aura sakral, sementara

menginginkan pemeliharaan bersifat “batini” siyāsah mempunyai kecenderungan kuat bersifat ketimbang “zahiri”. Untuk itu, Raja Ali Haji profan.

mengungkapkan sejumlah sikap dan sifat jelek Dalam kesarjanaan Islam klasik selain fiqh harus dijaga jangan sampai bersemayam dalam ada sumber lain yang seyogyanya dijadikan hati. Dan itu ia uraikan dengan panjang lebar di sumber dalam membincangkan pemikiran politik akhir Thamarāt al-Muhimmah dengan pendekatan, Islam, yaitu “teologi-filsafat”, dan sufisme Islam sekali lagi, sufistik dan ajaran moral-politik. (tasawuf) . Malah “teologi-filsafat” terlebih dahulu

A. Pemeliharaan Ruhani

membincangkan pemikiran politik Islam, Manusia pada dasarnya terdiri dari tiga ketimbang fiqh. Pemahaman semacam inilah yang unsur, yaitu unsur al- jism (jasmani, raga atau

digugat Luthfi Assyaukanie dengan menyatakan fisik), al-nafs (nafsani, jiwa atau psikis), al- rū ḥ bahwa “Fikih bukanlah satu-satunya warisan (rohani, sukma atau spirit). Ketiga unsur ini

kesarjanaan kaum muslim yang membicarakan pemikiran politik Islam.” Senada dengan ini, merupakan satu susunan kesatuan yang tidak

dapat dipisah (integral) dan utuh (totalitas) dalam menurut Syamsuddin, pemikiran politik Islam --

membentukan kedirian manusia. Akan tetapi, sebagai bagian integral dari sistem pemikiran secara umum dan sederhana (simplistis), demi Islam-- tidak dapat dipisahkan dari pemikiran mengikuti pemahaman masyarakat awam, Raja Ali Islam dalam berbagai aspeknya. Artinya, Haji hanya membangi manusia dalam dua unsur: pemikiran politik Islam banyak berasal dari “kalangan pemikir bidang-bidang lain, seperti rohani dan jasmani. Meskipun demikian, pada

bagian tertentu dalam penjelasannya, ia mengakui mutakallimun, fukaha, failusuf, dan bahkan dari

secara ekplisit pembagian tiga unsur manusia: kalangan kaum sufi. ” Syamsuddin melanjutkan bahwa “Hal ini membawa lahirnya,” sebagaimana ruhani, nafsani dan jasmani tersebut. Kebenaran

pernyataan ini terlihat ketika ia menganjurkan telah disebut sebelumnya, “beberapa trend dalam dengan tegas “tiada dapat tiada daripada raja-raja” pemikiran politik Islam.” agar memelihara ketiga unsur manusia, yaitu Pada awalnya, sebagaimana terdapat memelihara nyawa (rohani), nama (nafsani) dan dalam Thamarāt al-Muhimmah, Raja Ali Haji

badan (jasmanai).

mengungkapkan pemikiran dan teori politiknya Dalam memelihara diri, menurut Raja Ali

dalam perspektif politik-hukum ketatanegaraan Haji, seseorang terlebih dahulu harus mengetahui (fiq ḥ al-siyāsah). Meskipun demikian, dalam dirinya. Langkah awal untuk mengetahui diri

pemikirannya perspektif politik-hukum ini, Raja Ali Haji tetap “meyelinapkan” secara kental ajaran adalah dengan menyadari bahwa diri terdiri dari

“bentuk luar” yang disebut sebagai jasad, dan sufistik dan pesan-pesan etika/moral politik. “wujud dalam” yang disebut sebagai hati dan ruh.

Tambahan pula, pada bagian “Khatam” Bahkan lebih lanjut, pengetahuan tentang diri (penutup) dari Thamarāt al-Muhimmah yang justru

merupakan kunci pengetahuan tentang Tuhan. separoh dari bagian karyanya itu, Raja Ali Haji Dengan terilhami hadith yang sangat masyhur di mengungkapkan pemikiran politiknya dalam kalangan sufi: " Man ‘arafa nafsah faqad ‘arafa “bentuk” nasehat kepada penguasa dan Rabbah ” (siapa mengetahui diri, akan mengetahui pembesar kerajaan agar memelihara diri dengan Tuhan), Raja Ali Haji tuangkan konsep pendekatan ajaran-ajaran sufistik dan etika-politik. pengenalan diri tersebut dalam Gurindam Duabelas: Raja Ali Haji meyebutkan bahwa Barang siapa mengenal diri penguasa dan pembesar kejaraan harus menjaga Maka telah mengenal akan Tuhan yang Bahari. tiga unsur kedirian manusia: jasmani, nafsani,

Alimuddin Hassan Palawa : Pemeliharaan diri... Artinya,

masyarakat awam, karenanya, Raja Ali Haji (ke)diri(an) adalah kunci awal pengetahuan

pengetahuan

tentang

menyarankan agar tidak mempertanyakan tentang Tuhan. Pengenalan diri di sini,

dan membicarakannya, melainkan mengikuti menurut al- Ghazali (sosok ulama besar “yang

saja pengertian ruh yang telah dijelaskan para [kembali] menghidupkan agama [Islam]”

ulama terdahulu, seperti ungkapanya: lewat karya agungnya, I ḥyā ‘Ulūm al-Dīn)

“hendaklah mutala‘ah kitab-kitab ahl al-sufi”, menjadi rujukan dan panutan utama Raja Ali

terutama penjalasan Imam al-Ghazali, Haji dalam melahirkan karya-karnyanya),

sebagaimana termaktub dalam karya bukannya pengenalan diri secara “lahiri”,

monumentalnya, I ḥyā ‘Ulūm al-Dīn. tetapi lebih pada pengenalan diri secara

Pada bagian lain, Raja Ali Haji “batini”. Kalau pengenalan diri hanya

terkadang juga secara umum dan sederhana dimaknai secara lahiriah tidaklah banyak

mengategorikan ruh sama dengan al-aql, al- faedahnya, apalagi kalau sampai bermaksud

qalb, dan al-nafs, sebagaimana dilakukan al- ingin

Ghazali. Misalnya, ia menyebutkan bahwa pengenalan diri secara batiniahlah yang

ruh merupakan entitas yang juga mengatahui memungkin untuk dapat mengenal Tuhan,

hakekat segala sesuatu. Maka dalam sebagaimana diisyaratkan oleh doktrin sufi di

pemahamahan semacam ini, ruh sama atas. Pengenalan diri yang diinginkan Raja Ali

fungsinya dengan akal. Begitu pula, pada Haji sama dengan al-Ghazali, misalnya

bagian lain Raja Ali Haji mengartikan ruh dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan:

sama dengan al-qalb (hati) yang dapat siapakah anda (man anta), dari mana anda (min

merasakan kebahagiaan dan kesengsaraan. ayna anta), dan akan ke mana anda ( ilā ayna

Ruh, juga merupakan “alat” bagi jasmani anta).

(badan/raga) yang menjadi sumber

1. Pengertian Rohani

kehidupan dan mobilitas segala aktifitas manusia. Maka ketika ruh mengalami

Pengertian al- rūḥ secara sederhana,

berimplikasi pada kata Raja Ali Haji, sama dengan nyawa (atau kemudaratan seluruh badan. Karenanya, al- rūḥ dibahasakan menjadi “roh”) yang melihat arti penting eksistensi ruh, ia befungsi sebagai sumber kehidupan manusia.

kerusakan

akan

menyimpulkan bahwa memelihara ruh adalah Dengan kata lain, manusia itu hidup karena

ruhnya, “.... apabila batal tasyrifnya kepada wajib. Alasan Raja Ali Haji mengatakan bahwa memelihara ruh hukumnya wajib

badan itu matilah manusia itu. Dalam adalah “.... karena jika sakit segala yang pengertian semacam ini, ruh adalah “jisim tersebut itu membawa kepada membinasakan yang halus yang terus-menerus hid up.”

anggota yang zahir jua.” Dengan kata lain, ruh merupakan hakekat

manusia yang tidak rusak oleh kematian dan

2. Jenis dan Obat Penyakit Rohani

sekaligus sebagai penerima nikmat dan azab Raja Ali Haji menyatakan bahwa sebab di akhirat.

awal terjangkitnya “penyakit” rohani bagi manusia Ru ḥ dalam pengertian tersebut di (baca: penguasa dan pembesar kerajaan) atas, menurut Raja Ali Haji, tetap menjadi dikarenakan “kedatangan beberapa bala’ dan

rahasia Ilahi, sementara pemahaman manusia susah atau anwū’ul balā’. Adapun jenis-jenis anwā’ul tentang ruh sangatlah dangkal, sedikit dan balā’ diuraikan Raja Ali Haji dalam Thamarāt al- terbatas.

Dalam

mempertegas Muhimmah :

argumentasinya ini, Raja Ali Haji mengutip Pertama, pada rezeki yakni sebab firman Allah: “ yas’alūnaka ‘ani al-rūḥ quli al-

kepicikan rezeki yaitu hidup sebab papa; rūḥ min amri rabbī wa mā ūtītum min al-‘ilmi illā kedua, sebab kedatangan penyakit pada qalīlā (dan mereka bertanya kepadamu badan dan kepada tubuh; ketiga, sebab

bercerai dengan kekasih, sama ada kepada tentang roh. Katakanlah, roh itu termasuk

urusan Tuhan-ku, dan kamu tidaklah diberi manusia, seperti kematian anak-istri atau sanak keluarga, kaum kerabat dan sahabat

pengetahuan melainkan sedikit). Atas keterbatasan pemahaman tentang roh bagi

handai atau sebab bercerai dengan kekasih, sayang daripada pangkat dan kebesaran dan

Sosial Budaya, Volume 14, Nomor 01, Juni 2017, pp. 99 - 118

kemulian …; keempat, dengan sebab seperti ungkapnya: “hendaklah berbaik sangka kedatangan susah dari pada pihak yang kepada Allah Ta‘ala sebab hikmahnya tiada kita ditakutkan hilang nyawa atau mudharat ketahui.” Dalam menerima cobaan, di samping kepada badan yaitu kesusahan pada pihak mengupayakan penyembuhannya, hendaknya seteruan, seperti di dalam permusuhan dan dihadapi dengan ridh a, “tidak berkeluh kesah dan pergaduhan atau lainnya segala pekerjaan

mengadu kesana kemari,” bersikap penuh yang ditakuti; kelima, sebab kedatangan kesabaran serta tawakkal kepada Allah. dihina-hinakan manusia atau barang Mengingat, sembari Raja Ali Haji melandasi sebagainya segala pekerjaan yang jatuh seruannya dengan kandungan firman Allah,

dirinya yang jadi menyusahkan dia…. 1 “Allah mengasihi orang sabar dan meluaskan

3 Dari kutipan ini tampak jelas kemahiran orang tawakkal.” Dengan begitu, Allah akan Raja Ali Haji dalam mengurai secara rinci tentang memberikan balasan lebih baik, pahala besar bagi

jenis-jenis penyebab datangnya anwā’ul balā’ orang bersabar dan bertawakkal di dalam (kesedihan, kemalangan dan malapetaka) berupa menghadapi cabaan-Nya. Anugerah dan pahala kemiskinan dan kemelaratan; badan tidak sehat

bagi orang sabar dan tawakkal akan diperolah di dan penyakit menggerogoti; berpisah dan 4 akhirat kelak, dan juga di dunia ini, termasuk

ditinggal pergi orang dicintai atau hilangnya anugerah penghapusan dari dosa-dosa. pangkat dan kedudukan; permusuhan dan akibat

Kemudian, Raja Ali Haji menyebutkan fatal yang ditimbulkannya; kehinaan yang sejumlah nabi dengan kisahnya masing-masing menimpa diri disebabkan dari orang lain atau

yang seyogyanya diteladani prihal kesabaran, akibat perbutan sendiri.

ketabahan dan penyerahan diri meraka pada Allah Hebatnya lagi, setelah mengidentifikasi dalam menghadapi cobaan demi tugas secara detail, Raja Ali Haji juga memberikan menyempaikan misi kenabihan ( risālah al- solusi dalam mengeleminir, menanggulangi atau nubiwwah) dari Ilahi. Adapun nabi-nabi yang dalam mengobati penyakit rohani yang dimaksud, yaitu N abi Ya’qub;Nabi Ayyub, Nabi ditimbulkan oleh anwā’ul balā’. Adapun cara Musa, dan Nabi ‘Isa, serta Nabi Muhammad yang mengobati penyakit rohani ini, menurut Raja Ali telah mendapat anugerah “keuntungan” dan Haji , tidak dapat “dengan obat yang zahir, seperti keberhasilan dan pahala dari Allah berkat dipegang dan dijabat.” Kalimat terakhir ini dapat kesabaran dan ketabahan menghadapi cobaan diinterpretasi bahwa penyakit rohani tidak dapat dalam mengemban misi dan amanat dari Allah. disembuhkan dengan diagnosa dan resep (obat) Dalam menghadapi cobaan dan ujian dari Allah dokter. Akan tetapi, penyakit rohani itu hanya demi menegakkan kebenaran dan kebaikan, Raja dapat diobati secara psikis dengan cara zikir Ali Haji mengajurkan agar penguasa mencontoh kepada Allah, mendengarkan ayat-ayat al- Qur’an dan meneladani keridhaan, kesabaran dan dan Hadith serta “hendaklah sekedudukan ketawakkalan nabi-nabi tersebut. Dengan begitu, dengan orang yang berilmu dan orang-orang Allah akan memberikan balasan dan pahala yang

saleh”. 2 lebih baik dan banyak kepada penguasa, Lebih lanjut, Raja Ali Haji menyarankan sebagaimana Allah telah menganugerahkan

bagi orang tertimpa anwā’ul balā’ tersebut agar kepada nabi-nabi-Nya. berdoa memohon pertolongan Allah guna

B. Pemeliharaan Nafsani

mengobati penyakit roh tersebut setelah

1. Tazkiyah al-Nafs: Antara Rūḥ dan Jasd

menunaikan ritual-ritual keagamaan, khusunya Manusia adalah makhluk yang, menurut

setelah sembahyang tahajjut dan/atau hajat. Raja Ali Haji --sama dengan pendirian teolog Dalam menerima anwā’ al-balā’ yang menimpa Islam ( mutakallimīn) mengenai teori penciptaan--

tersebut, ia menganjurkan agar sesorang berbaik diciptakan dari ketiadaan (al- ījād min al-‘adam atau sangka, berpikir positif dan optimis kepada Allah,

Lihat, Raja Ali Haji, 3 Thamar āt al- Raja Ali Haji, Thamar āt al- Muhimmah, 42-43.

Muhimmah, 44.

Raja Ali Haji, 4 Thamar āt al- Raja Ali Haji, Thamar āt al- Muhimmah, 43.

Muhimmah, 44.

Alimuddin Hassan Palawa : Pemeliharaan diri...

creatio ex nihilo). 9 Ia me nyatakan, “.... “Manusia” bentuk rupa dan penampilannya, tetapi yaitu “makhluk” yang dijadikan Allah Subhanahu kemuliaan seseorang tergantung takwa dalam

wa Ta’ala daripada tiada kepada ada.” 6 Pandangan hatinya. Begitu pula, Allah menjadikan hati teolog ( mutakallimīn) tentang konsep penciptaan sebagai tumpuan untuk memberikan hukum

yang dianut oleh Raja Ali Haji (baca: teologi 10 kepada manusia yang tertanam dalam niatnya. Asy‘ariyah) ini bertentangan secara diameteral

Al-Qalb (hati) yang “terombang-ambing” dengan pandangan filosuf Muslim, khususnya tersebut berada di antara dua kutub yang masing- tentang keqadiman alam.

masing mempengaruhinya, yaitu kutub al-ruh Di antara ketiga unsur, yaitu: unsur rū ḥ, (rohani) dan kutub al-jasd (jasmani). Kalau al-qalb nafs dan jasd, unsur penciptaan kedirian manusia dengan dimensi jiwa natīqah (insāniyah) dekat atau yang paling “hakiki dan sejati” adalah al-nafs mengikuti pengaruh dan kehendak al- rū ḥ, (nafsani, jiwa atau psikis). Al-nafs pada diri kedirian manusia (nafs) akan menjadi baik, dan

manusia dalam kajian filosifis memiliki dua 11 terangkat derajat kemanusiaanya (a ḥ san takwīm). dimenasi, yaitu natīqah dan ba ḥ imiyah. Al-nafs Sebaliknya, kalau al-qalb (hati) dengan dimensi

dengan dua demensinya itu berada dan sekaligus jiwa ba ḥ imiyah (ḥ iwāniyah) dekat, terus-menerus “terombang ambing” antara dua pengaruh dan mengikuti pengaruh dan kehendak negatif al-jasm dorongan baik (positif) dari al- Rū ḥ (rohani, (raga), kedirian manusia (nafs) akan menjadi buruk sukma atau spirit); dan pengaruh dan dorongan dan terjatuh derajat kemanusiaannya (asfala

buruk (negatif) dari al-jism (jasmani, raga atau 12 sāfilīn). fisik). Dalam pengertian ini, representasi

perwujudan al-nafs dalam diri manusia adalah al- qalb (arti harfiahnya “bolak-balik”). Al-Qalb (hati) adalah cerminan bagi perbuatan baik dan buruk

dan Rasul-Nya. Akan tetapi, sesiapa yang manusia: kalau baik hatinya baik pula manusianya;

hijrah karena wanita yang akan kalau rusak hatinya, rusak pula manusianya. 7 dinikahinya maka hijrahnya sesuai dengan

Karenanya, Allah menjadikan hati sebagai ukuran

apa yang diniatkan.

8 penilaian pada diri manusia, 9 bukannya pada Hadith Nabi saw.: “Inna All āh lā

yan

ẓuru ilā ṣūrikum wa amwālikum wa lā kin

5 Q.s. Maryam [ 19]: 67. yan ẓuru ilā qulūbikum wa a‘mālikum”.

6 Raja Ali Haji, Kitab Pengetahuan (“Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk Bahasa, 27.

tubuhmu dan juga bukan hartamu, tetapi Allah

7 Hadith Nabi Muhammad saw.: melihat hatimu dan amal perbuatanmu.”) (HR. “Inna f ī al-jasd muḍqah idhā ṣaluhat ṣaluhat al-

Muslim melalui Abu Hurayrah).

jasd kulluh wa idh ā fasadat fasadat al-jasd kulluh Firman Allah: “Allah tidak al ā wa hiya al-qalb.” (“Sesungguhnya di dalam

menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tubuh manusia itu ada segumpal daging, apabila ia

tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah baik, maka baiklah seluruh tubuh itu, tetapi

menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang apabila ia rusak, maka akan rusak pula seluruh

disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. Dan tubuh itu. Segumpal daging tersebut adalah hati.”)

Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (Hadith riwayat dari al-Nu’man ibn Basyir.

(Q.s. al-Baqarah [3]: 225). Hadith riwayat Bukhari dan Muslim 11 Firman Allah: “Sesungguhnya Kami

[ Muttafaq ‘Alayh]). telah menciptakan manusia dalam bentuk yang

8 Hadith Nabi saw yang sangat sebaik-baiknya.” (Q.s. al- Ṭīn [95]: 4). masyhur tentang niat, terdapat pada 12 Firman Allah: “Kemudian Kami

urutan pertama dalam kitab hadis al- kembalikan dia ke tempat yang serendah- ‘Arba īn, adalah: “Innamā a‘māl bi al-niyah”

rendahnya (neraka).” (Q.s. al-T īn [95]: 4-5. (“ Sesungguhnya amal itu tergantung niat”). Di

Bahkan manusia semacam ini kalau terus- akhir hadis ini Rasul Allah menandaskan

menjatuhkan derajat bahwa sesiapa yang hijrah kerena Allah

menurus

s āfilīn), pada dan Raasul-nya maka hijrahnya bagi Allah

kemanusiaannya( asfala

gilirannya, ia bisa sama seperti binatang 104

Sosial Budaya, Volume 14, Nomor 01, Juni 2017, pp. 99 - 118

Al-Qalb (hati) dengan dimensi natīqah Ghazali, ibarat cermin terbalik yang “menolak” ( insāniyah) yang mengikuti pengaruh dan cahaya, dan itu adalah hati orang kafir. kehendak al- rū ḥ inilah yang menjadi locus (tempat

Dalam menuju dan meraih kembali bersemayamnya) Nur Ilahi (Cahaya Tuhan), puncak kesempurnaan diri yang sudah terperosok sehingga hati manusia itu menjadi nūrāni (hati ke lembah kenistaan dan kehinaan, manusia yang bersifat cahaya [terang]). Hati nurani mutlak melakukan tazkiyyah al-nafs (penyucian semacam ini dapat mengenal yang benar dan diri). Sedemikian penting penyucian diri itu, salah (nilai logis), baik dan jahat (nilai etis) dan sehingga menjadi salah satu tugas penting dan indah dan jelek (nilai estetis). Bahkan hati utama dari kenabian ( risālah al-nubuwwah). Manusia semacam ini, menurut al-Ghazali, ibarat cermin sebagai pribadi juga dituntut menyucikan dirinya

bisa menyikap yang tersembunyi. 13 Dalam kaitan lewat jihād al-nafs atau mujāhadah al-nafs, yaitu ini maka wajar kalau Rasul Allah saw. berpesan: mengerahkan

daya-upaya dan “istafti qalbak” (mintalah fatwa pada hatimu). kemampuan

segenap

mengendalikan, Sebaliknya, al-Qalb (hati) dengan dimensi jiwa menghilangkan dan menyucikan penyakit yang

untuk

ba ḥ imiyah (hiwāniyah) mengikuti pengaruh dan bersemayam dalam jiwa. Manusia yang kehendak negatif al-jasm (raga) inilah yang tidak menyucikan dirinya adalah demi untuk bisa lagi memancarkan Nur Ilahai (Cahaya (kebahagian) dirinya sendiri. Allah memberikan Tuhan), sehingga hatinya tidak lagi “nūrāni” jaminan bahwa sesunggunya orang yang (bersifat cahaya), tetapi hatinya berubah menjadi menyujikan diri akan merahi keberuntungan. “ ẓ ulmāni” (bersifat gelap).

Sebaliknya, seseorang yang (tetap) mengotori Manusia yang “kelam hatinya” ( ẓ ulmāni), dirinya berarti mengantarkan dirinya pada menurut Raja Ali Haji, tidak mampu mengenal kerugian. lagi benar dan salah (nilai logis), baik dan jahat

Dalam proses tazkiyyah al-nafs itu, (nilai etis) dan indah dan jelek (nilai estetis). 14 menurut Nurcholish Madjid, ada tiga jenjang

Pada tahap berikutnya, hati semacam ini perjuangan pribadi harus dilakukan. Pertama, memandang bahwa kesalahan (yang diperbuat) jenjang nafs al-am mārah bi al-su‘, yaitu berjuang sebagai kebenaran; kejahatan (yang dilakukan) mengalahkan dorongan “nafsu amarah bi al- su‘” sebagai kebaikan; dan kejelekan (yang dikerjakan) yang senantiasa menggugah dan mengarahkan sebagai keindahan. Hati manusia seperti ini benar- manusia sampai terprosok kejurang kejahatan dan benar telah buta, dan bahkan pada gilirannya hati lembah kemaksiatan. Kedua, jenjang nafs al- mereka dibutakan oleh Allah. Pada akhirnya, laww āmah, yaitu membangun kesadaran disertai manusia seperti ini lupa kepada Allah penyesalan akan kejahatan diri, “ nafsu lawwāmah”. dikarenakan oleh hawa nafs atau syaitan. Dan Allah Ketiga, jenjang nafs al-mu ṭ ma‘innah, yaitu pun akan membuat mereka lupa pada diri mereka menggapai kebahagian surgawi pada kehidupan sendiri. Hati semacam ini, meminjam istilah al- akhirat dengan jiwa damai dan tenang dalam

keadaan rā ḍ iyah marḍ iyyah antara dirinya dengan Allah.

bahkan bisa lebih sesat dari binatang ( ka al-

2. Esesnsi Eksistensi Manusia: Labora

an‘ ām bal hum aḍl). Q.s. al-A‘raf [6]: 179.

Ergo Sum

Al-Ghazali mengatakan bahwa: Manusia yang sudah dan akan selalu “.... yang lebih menakjubkan lagi, hatinya

menyucian diri akan melahirkan berakhlak memiliki jendela yang terbuka ke arah

baik (etika dalam makna universal). Dalam dunia ruh yang tidak kasat mata; kadang-

doktirn Islam perbaikan akhlak menjadi kadang bisa ia dapatkan isyarat tentang

alasan utama misi keberadaan manusia pada kebenaran masa depan. Hatinya ibarat

umumnya, dan keberadaan nabi-nabi, dan cermin yang memantulkan segala sesuatu

Nabi Muhammad saw. pada khususnya. yang tergambar di lawh al-mahf ūz....” Lihat,

Karenanya, esensi eksistensi manusia diukur, al-Ghazali, Kimia Ruhani untuk Kebahagian

dalam pandangan Islam, sangat tergantung Abadi (Jakarta: Serambi, 2007), 18.

dari akhlaknya yang dimanifestasikan dalam

14 Raja Ali Haji, Kitab Pengetahuan amal-amal saleh. Rasul Allah saw. Bahasa, 193.

menyatakan bahwa kebanyakan manusia

Alimuddin Hassan Palawa : Pemeliharaan diri... masuk surga karena taqwa dan akhlak baik

Dalama pada itu, kalau seseorang (al- taqwā wa ḥusn al-khulūq). Menurut

berbuat baik berarti ia berbuat baik bagi Nurcholish Madjid, Islam tidak terlalu

dirinya sendiri, dan kalau berbuat jahat menekankan prinsip “cogito ergo sum” (aku

berarti ia telah berbuat jahat bagi dirinya berpikir, maka aku ada), sebagimana dianut 19 sendiri. Seseorang yang mengerjakan amal

oleh filosuf rasionalis, Rene Descartes [bapak baik akan mendapat sebutan/nama terpuji filosuf modern Barat]. 15 Begitu pula, konsep

(pahala) dan pada gilirannya memperoleh Islam tentang manusia tidak sama dengan,

imbalan yang baik pula. Sebaliknya, seorang misalnya pernyataan Andre Gide [intelektual

beramal jahat akan mendapat sebutan/nama Prancis, 1869-1 951], “Saya merasa, maka saya

terhina (dosa) dan pada gilirannya mendapat ada”; dan ungkapan Albert Camus 20 balasan yang jelek pula. Manusia memiliki

[intelektual Prancis, 1913- 1960], “Saya kebebasan untuk memilih dua jalan yang memberontak, maka saya ada.”

telah ditentukan Allah: “ Wa hadaynāhu al- Konsep Islam tentang esensi

najdayn ” (Dan Kami telah kepadanya dua eksistensi manusia adalah menganut prinsip 21 jalan). Artinya, manusia sendirilah yang

“labora ergo sum” (Saya beramal, maka saya menentukan: kalau berbuat baik ia akan ada). Artinya, dalam Islam esensi, ukuran dan

dipuja; atau kalau berbuat jahat ia akan bentuk keberadaan (mode of existence)

dihina. Dalam “Syair Nasehat” yang menjadi seseorang lebih ditentukan oleh amal-

“epilog” dalam Thamarāt al-Muhimmah, Raja perbuatannya. 16 Jadi bukan yang lainnya,

Ali Haji menyebutkan bahasa puitis: semisal ilmu (meskipun amal yang akan

Jalan kehidupan ditunjukkan dilakukan meniscayakan adanya ilmu

Berkebun berladang disukakan sebelumnya), dan bukan pula iman

Berbuat baik dipujakan (meskipun amal dan ilmu meniscayakan

Berbuat jahat dihinakan. landasan keimanan sebelumnya). Artinya,

Untuk itu, dalam menjaga/memelihara kendatipun dalam Islam antara amal, ilmu nama baik, menurut Raja Ali Haji, sama dan iman tidak dapat dipisahkan, tetapi amal pentingnya memelihara dan perpegang teguh tetap menjadi “ukuran real” keberadaan pada agama. Dengan kata lain, orang yang manusia di dunia ini. Kalau iman dan ilmu memegang teguh agama berarti orang saja tidak menjadi “ukuran real” keberadaan bersangkutan telah mengukir nama baiknya. manusia, apalagi kalau wajah dan harta. Nabi Sebaliknya, orang yang tidak berpegang pada Muhammad saw. menegaskan: “ Inna Allah lā

agama, maka tidak memiliki nama baik. Dalam yan ẓuru ilā ṣuwarikum wa amwālikum wa lakin Gurindam Duabelas Raja Ali Haji menuturkan yan ẓuru ilā qulūbikum wa a‘mālikum” dengan indahnya: (Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk

Barangsiapa tiada memegang agama luarmu dan bukan pula hartamu, tetapi Allah

sekali-kali tiada boleh dibilang nama. melihat hatimu dan amal perbuatanmu). 17 Dalam pandangan Raja Ali Haji

Esensi eksistensi semacam ini ditegaskan memelihara agama dan nama (baik) sangat dalam ajaran Islam bahwa manusia hanya penting dan utama. Walau kita dalam kemiskinan mendapatkan sesuatu yang diusahakan. Pada dan menjadi rakyat biasa, menurut pengakuan bagian lain, Allah berfirman: “Sesungguhnya

Raja Ali Haji, tidak masalah, asalkan kita mampu kamu hanya diberi belasan menurut apa yang memelihara agama dan nama (baik). Sebaliknya,

kamu kerjakan.” 18 kalau kita tidak bisa memelihara kedua itu maka tidak ada gunanya kita berumur panjang, dan

karenanya, ia tandaskan, kita sama saja dengan

15 binatang:

Lihat, Nurcholish Madjid, Islam, Doktrin dan Peradaban, 418.

19 Q.s. al-Isra’[17]: 7; al-J āthiyah [45]: dan Peradaban, 418.

16 Nurcholish Madjid, Islam, Doktrin

H.R. Muslim dari Abu Hurairah. 20 Q.s. Fu

21 ṣṣilat [41]: 46. Q.s. al-Ta ḥrīm [66]: 7.

Q.s. al-Balad [90]: 10. 106

Sosial Budaya, Volume 14, Nomor 01, Juni 2017, pp. 99 - 118

Syahdan yang kita pegang selama 2 ini, mazmūmah) bagi seorang penguasa adalah sebutan biaralah kita jadi orang miskin atau jadi zalim, bodoh, lalai, dan penakut. Dan di antara

orang kecil asal jangan kita cacat kepada keempat sifat tercela ini yang, menurut Raja Ali agama dan nama. Karena apabila orang 2 Haji, paling hina dan keji disandang oleh seorang

tiada memelihara yang dua perkara itu, tiada 24 penguasa adalah sebutan zalim. Menurut Raja guna panjang umur di dunia karena sama Ali Haji kata “zalim” secara etimolgi (lughawi)

juga dengan binatang.” 22 bera ti “kelam” (gelap-gulita). Kata ini berasal dari Umur panjang tiada artinya, demikian kata “ẓalima, yaẓlimu, ẓulam (fahu) ẓ ālimun, yaitu

ungkap Raja Ali Haji, kalau tanpa menorehkan isim masdar. Sedangkan pengertian zalim secara nama baik lewat prestasi dan amal saleh. Dengan terminologi ( istilāḥ) dan syara’, menurutnya melakukan amal saleh yang bermamfaat bagi adalah: “… dengan makna aniaya, yaitu sesama manusia, maka sepeninggalannya (setelah melakukan atas orang bukan dengan sebenarnya, wafat) ia akan dikenang oleh orang lain karena sama ada pada hukuman atau kelakukan yang (jasa) nama baiknya, seperti kata pribahasa menyalahi al- Qur’an dan Hadith dan Ijma’; sama manusia mati meninggalkan nama. Sebaliknya, ada pada nyawa dan badan orang atau pada harta manusia yang tidak melakukan amal saleh dan

benda orang atau pada kemaluan orang. 25 ” tidak memelihara nama baiknya, menurut Raja Ali

Kemudian, Raja Ali Haji menjelaskan Haji berdasarkan kutipan di atas, kedudukannya makna zalim dengan membagi dua, yaitu zalim

sama dengan binatang. Bahkan dalam kondisi pada diri sendiri dan zalam pada orang lain: tertentu, ketika manusia tidak mempergunakan

“Syahdan adalah pekerajaan zalim itu ada potensi yang dimiliki, seperti panca indera, akal

dua bahagian: pertama, menzalimi dirinya; dan hati, al- Qur’an memandangnya “balhum aḍal

kedua, mezalimi orang lain. Adapun ” (bahkan lebih sesat), jauh lebih rendah dan hina

menzalimi dirinya, seperti mengerjakan ia daripada binatang. Manusia yang lalai semacam

akan pekerjaan yang membawa mudharat ini menjadi menghuni utama neraka jahannam.

kepada akalnya atau kepada badannya, Bukankah

seperti dikerjakannya dengan dirinya (dibutuhkan) orang karena sesuatu yang

binatang

“dikenang”

berbuat maksiat atau melelahkan dirinya bermanfaat dan berguna pada binatang untuk

dengan permainan yang sia-sia atau makan keperluan manusia, seperti kulit untuk harimau

minum ia yang memberi mudharat kepada dan gading untuk gajah, sebagaimana ungkapan

akal dan badannya atau mensia-siakan pribahasa: “harimau mati meninggalkan belang” atau

umurnya dengan tiada mengerjakan yang “gajah mati meninggalkan gading”. Harimau

kebajikan, itulah menzalimi dirinya. Adapun diperlukan orang karena kulit belangnya yang

menzalimi orang lainnya, maka yaitu bermanfaat; dan gajah dibutuhkan orang sebab

terlebih maklum seperti yang telah gadingnya yang berguna. Lalu, kalau manusia 26 disebutkan pada makna zalim itu. ”

seyogyanya dikenang oleh sesamanya lantaran jasa Pada jenis kezaliman yang disebut baik atau amal salehnya. Karenanya, manusia yang pertama, Raja Ali Haji memberikan uraian relatif paling baik yang paling bermamfaat bagi manusia panjang dengan serangkai contoh-contoh. (khayr al- nās yanfa‘u li al-nās).

Penjelasan itu dirasanya penting karena Oleh sebab itu, apabila seorang penguasa pemahaman masyarakat awam tentang zalim ingin mendapat predikat baik (nama baik), terhadap diri sendiri masih kurang “maklum”. menurut Raja Ali Haji, hendaknya menunjukkan Untuk itu, ia menjelaskan segala perbuatan yang

sikap-sikap yang baik dan melakukan perbuatan- dapat menimbulkan kemudaratan pada tubuh, perbuatan yang terpuji selaras dengan tuntunan akal dan melakukan kemaksiatan adalah bagian

agama. 23 Menurutnya, sejelek-jelek sebutan ( asmā’

al-sayyi ’ah) atau seburuk-buruk akhlak (akhlāq al-

24 Raja Ali Haji, Thamar āt al-

Muhimmah, 49.

Putten dan Al-Azhar, 25 Di Dalam Raja Ali Haji, Thamar āt al- Berkekalan Persahabatan, 43.

Muhimmah, 49-50.

Raja Ali Haji, 26 Thamar āt al- Raja Ali Haji, Thamar āt al- Muhimmah, 47.

Muhimmah, 50.

Alimuddin Hassan Palawa : Pemeliharaan diri... dari perbuatan zalim terhadap diri sendiri. 29 Raja Ali Haji, adalah sifat adil. Karenanya,

Berbeda dengan zalim terhadap orang lain, Raja seperti telah disebutkan sebelumnya, ia Ali Haji berpendapat bahwa masyarakat “terlebih menjadikan sifat “adil” sebagai salah satu syarat maklum seperti yang telah disebutkan pada utama dan penting bagi pengangkatan penguasa, makna zalim itu. ”

sebagaimana telah disebutkan pada bagian Pada galibnya, kezaliman pada diri sendiri terdahulu. dilakukan oleh setiap orang baik rakyat maupun penguasa; dan kezaliman pada orang lain secara

spesifik dilakukan oleh penguasa atas rakyat. C. Pemeliharaan Jasmani

Agaknya, kezaliman yang disebut terakhir ini lebih Dalam pemikiran politik Raja Ali Haji, berbahaya karena menimpa orang lain (jadi sebagaimana telah disebutkan di awal, bahwa korban kezaliman); dan sekaligus menjadi sulit salah satu syarat seorang untuk menjadi penguasa untuk mencegahnya karena yang melakukan adalah keharusan mempunyai integritas indera kezaliaman itu adalah orang yang mimiliki bersifat fisik atau kesempurnaan anggota tubuh otoritas. Karenanya, Rasul Allah saw. ( akmāl al-jism). Adapun anggota tubuh yang memerintahkan, sepertinya tidak peduli siapapun dimaksud oleh Raja Ali Haji adalah mata, telinga, orangnya, agar seorang muslim menolong lidah, tangan, alat biologis (kelamin), dan kaki saudaranya baik yang menzalimi maupun yang serta hati dalam pengertian fisik. Akan tetapi,

dizalimi. 27 Perintah Rasul Allah ini merupakan pada kenyataan setelah seseorang menjadi bagian dari penghormatan terhadap harkat dan penguasa Raja Ali Haji memaknai integritas

martabat manusia sebagai makhluk yang tidak 30 indera bersifat batini (rohani). Ia boleh menindas dan tidak boleh pula ditindas. 28 mengindentifikasi anggota tubuh ini, sebagaimana Sebaliknya, sebaik-baik sebutan ( 31 asmā’ al- ia dapatkan dari kitab-kitab Imam al-Ghazal, ḥusnā) atau semulia-mulia akhlak (akhlāq al- sebagai “anggota yang tujuh” yang berkaitan ma ḥmūdah) bagi penguasa adalah adil, cerdas, rajin dengan balasan dan hukuman yang akan dan berani. Di antara keempat itu yang paling diperoleh dalam kehidupan eskatologis: surga dan mulia dan terpuji bagi seorang penguasa, menurut neraka. Artinya, kalau ketujuh anggota tubuh itu

dipelihara dengan baik di dunia, maka manusia

27 Hadith Nabi: “Q akan selamat di akhirat. āla Rasūl Allāh ṣallallāhu ‘alaih wa sallam: “Unẓur akhāka Dalam Kitab Pengetahuan Bahasa, Raja Ali ẓāliman aw maẓlūman.” Faqāla rajl: “Yā, Rasūl Haji menyebutkan dengan merujuk kepada karya

ulama, khususnya karya Imam al-Ghazali: All āh. Anẓurhu malūman, fakayfa anẓarhu

“Syahdan tersebut di dalam beberapa kitab Imam ẓāliman?” Faqāla: “tamna‘hu ‘an al-ẓālim,

Hujjatul Islam Ghazali dan lainnya, barangsiapa fakadh ālika naẓruka iyyāhu.” “Rasulullah

yang memelihara anggota tubuh yang tujuh, maka bersabda: “tolonglah saudaramu yang (berbuat)

tertutuplah pintu neraka yang tujuh pula, yakni zalim dan dizalimi”. Maka seorang lelaki

tiadalah ia masuk dari salah satu dari pada neraka bertanya, “Ya, Rasulullah, Saya dapat 32 yang tujuh itu adanya.” Selanjutnya, Raja Ali

menolongnya jika ia dizalimi. Akan tetapi, Haji menambahkan “.… Maka barang siapa bagaimana saya menolong seseorang yang

bersungguh-sungguh memeliharkan dia maka berbuat zalim?” Rasulullah menjawab: “Kamu harus mencegahnya dari perbuatan zalim, dengan demikian kamu telah menolongnya.”

(Hadis dari Anas diriwayatkan Bukhari Raja Ali Haji, Thamar āt al-

dan Muslim). Hadith-hadith ini dikutip

Muhimmah, 49.

dari Muhammad Asad, 30 The Principles of State Raja Ali Haji, Kitab Pengetahuan and Government in Islam (Kuala Lumpur:

Bahasa, 78-79

Islamic Book Trust, 2001), 33. 31 Lihat, al-Ghazali, Bid āyah al-

28 Firman Allah: “…. Kamu tidak boleh

Hid āyah, 64.

menindas, dan tidak boleh pula ditindas.” (Q.s. 32 Raja Ali Haji, Kitab Pengetahuan al-Baqarah [2]: 279).

Bahasa, 78.

Sosial Budaya, Volume 14, Nomor 01, Juni 2017, pp. 99 - 118

terbukalah pula pintu surga yang tujuh adaya pendekatan ini, sepertinya, ia lebih menekankan intaha.” 33 makna integritas inderawi pada pengertian

Pernyataan Raja Ali Haji tentang “tujuh ”batini” ketimbang pada pengetian ”lahiri”. anggota tubuh” dikaitkan dengan kehidupan Pernyatan terakhir ini dilegitimasi oleh solusi yang akhirat, khususnya dengan tujuh pintu di neraka, ditawarkanya dalam pemeliharan dan pengobatan seperti dikutip di atas, nyata sekali diambil dari, anggota tubuh tersebut. Pada akhirnya, ia sebagaimana diungkapnya senditi : “.... tersebut di menawarkan dua pendekatan yang solutif, yaitu dalam beberapa kitab Hujjah al-Islam Imam al- pendekatan indera-batini dan pendekatan indera-

G 34 hazali...,” khususnya I ḥyā ‘Ulūm al-Dīn, dan lahir akan diungkapkan berikut ini. Bidāyah al-Hidāyah. 35 Begitu pula, Raja Ali Haji

1. Pendekatan Indera-Batini

mendasarkan pernyataan bahwa hubungan antara Sebelum memelihara jasmani terlebih tujuh anggota badan dan tujuh pintu neraka pada dahulu seseorang harus mengenal dirinya.

firman Allah: “(Neraka) Jahannam itu mempunyai Pengenalan pada diri di sini maksudkan, menurut tujuh pintu. Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk al-Ghazali,

telah diungkap golongan yang tertentu dari mereka .” sebelumnya, bukanlah pengenalan diri dalam

sebagimana

dengan makna “lahiri”, tetapi lebih pada pengenalan diri kehidupan di dunia ini, bagi menusia secara

Sementara

itu, kaitannya

secara “batini”. 37 Dengan begitu, pemeliharan umum, apalagi bagi penguasa khususnya, jasmani lewat pendekatan indera-batini ini lebih kesempuranaan fisik senantiasa menjadi penting berorientasi dan sekaligus terilhami oleh ajaran-

untuk diperhatikan dan dipelihara. Kalau pada ajaran sufistik (tasawuf) yang bersumber dari al- sebagian dari tujuh anggota tubuh manusia itu Qur’an dan Hadith Nabi, sebagaimana sakit, ungkap Raja Ali Haji , akan “memutuskan

36 ungkapnya: “Dan hendakalah peliharakan dia beberapa pekerjaan”. Karenanya kesehatan fisik, daripada segala kejahatan hati seperti yang

seperti mata (penglihatan), telinga (pendengaran) tersebut di dalam beberapa kitab karangan ulama dan kesempurnaan fisik lainnya, seperti tangan yang besar-besar, istimewa pula di dalam al- dan kaki menjadi sangat penting dan bahkan,

Qur’an dan di dalam Hadith.” 38 sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,

Pemeliharan jasmani (anggota tubuh) dijadikan sebagai salah satu persyaratan bagi lewat pendekatan ini tidak dimaksudkan

pengangkatan seorang penguasa. Artinya, kalau pemeliharan secara fisik (ragawi), tetapi seseorang penguasa tidak memiliki kesempurnaan pemeliharan yang bersifat psikis (kejiwaan). fisik secara lahiri, misalnya buta --dalam konsepsi Berikut ini akan dijelaskan tentang pemeliharan pemikiran politiknya yang sangat ideal, seperti jasmani dalam pendekatan indera-batini dalam pemikiran politik sunni pada umumnya-- Raja Ali pandangan Raja Ali Haji dalam berbagai karyanya Haji menyatakan bahwa orang semacam itu tidak yang diawali oleh Gurindam Duabelas dan dapat diterima sebagai penguasa.

kemudian dipertegas dan dielaborasi secara Raja Ali

memang sangat kalaboratif dalam karyanya yang lain, yaitu Kitab mementingkan integritas inderawi yang harus pengetahuan Bahasa dan Thamarāt al-Muhimmah dimiliki oleh seorang penguasa. Dalam memaknai serta Syair Siti Sianah. integritas inderawi itu, ia melihatnya dalam dua pendekatan, yaitu pendekatan “indera batini” dan

Haji

1.1. Memelihara Mata

pendekatan “ind era lahiri. Dari kedua Raja Ali Haji menempatkan mata pada urutan pertama dari anggota rubuh manusia yang terlebih dahulu harus dijaga/dipelihara agar

33 Raja Ali Haji, Kitab Pengetahuan terhindar dari berbagai keinginan negatif. Mata Bahasa, 79.

adalah “pintu” pertama masuknya hasrat dan

keinginan negatif. Sehingga, tidak berlebihan Raja Ali Haji, kalau ada ungkapan “dari mana datangnya hasrat,

34 Kitab Pengetahuan

Bahasa, 78.

35 Lihat, al-Ghazali, Bid āyah al-

Ḥidāyah, 64. 37 Lihat, al-Ghazali, Kimia Kebahagian,

Raja Ali Haji, 38 Thamar āt al- Raja Ali Haji, Kitab Pengetahuan Muhimmah, 44

Bahasa, 79.

Alimuddin Hassan Palawa : Pemeliharaan diri... dari mata turun ke hati”. Kalau mata selalu dinikahinya. Kalau terlanjur dicukupkan hanya

jelalatan maka hasrat menjadi sulit untuk dengan pandangan pertama, terlarang mengikuti dibendung. Karenanya, dalam pemeliharaan mata 42 pandangan berikutnya. Kedua, diharamkan

prilaku jahat yang Apabila terpelihara mata

diungkapkannya dalam Gurindam Duabelas: 39 seseorang

melihat

menghantarkan pada kemaksiatan, seperti Sedikit cita-cita.

berbantahan dan bertikai adu fisik, dan Pengertian memelihara mata di sini bukan memandang perbuatan yang dilarang agama, dimaksudkan pemeliharaan mata secara fisik- seperti berjudi dan menyabung ayam; dan Ketiga, lahiri, misalnya menjaga dari sakit mata dan diharamkan seseorang memandang sesama kebutaan. Akan tetapi, pemeliharaan mata lebih manusia dengan pandangan hina sebagai secara indera-batini, misalnya menjaga pandangan cerminan dari sifat sombong. mata dari perkara dilarang agama. Dan “sedikit

1.2. Memelihara Telinga

cita- cita” dimaksudkan Raja Ali Haji lebih

penciptaan manusia bermakna pada hasrat, keinginan dan cenderung disempurnkan, Allah meniupkan (sebagian) Ruh- beragan-agan panjang yang kerapkali berkaitan Nya, dan lalu dianugrahkan pendengaran, dengan hawa nafsu negatif manusia. Andaikata penglihatan hati nurani (daya pengertian), tetapi mata tidak terpelihara maka manusia tidak pernah

Setelah

sedikit sekali manusia bersyukur. 43 Wujud berpuas diri, tidak mensyukuri nikmat yang

mensyukuri angurah Allah itu, misalnya dianugrahkan Allah, bahkan pada gilirannya

40 pendengaran di antaranya memelihara agar memandang remeh nikmat Allat tersebut. terhindar dari mendengarkan perkataan-perkataan

Ungkapan puitis Raja Ali Haji dalam buruk dan tercela. Dalam Gurindam Duabelas, Raja Gurindam Duabelas di atas dielaborasi lebih lanjut Ali Haji bertutur dengan indahnya:

dalam Kitab Pengetahuan Bahasa: Adapun “mata” hendaklah dipeliharakan Apabila terpelihara kuping

Khabar yang jahat tiada damping. 44 dia daripada melihat barang yang

diharamkan Allah Ta’ala pada syarak seperti Ungkapan Raja Ali Haji dalam bentuk puisi ini dipertegas dalam bentuk prosa dalam

melihat perempuan yang diharamkan

Kitab Pengetahaun Bahasa:

melihat akan dia. Dan melihat orang berjudi

“telinga” hendaklah dan menyabung dan barang sebagianya dari dipeliharakan daripada mendengarkan pada pekerajaan yang ditegahkan syarak. daripada segala perkataan yang mungkar Demikian lagi melihat manusia dengan tilik seperti mendengar orang mengumpat- pandang menghinakan dia, jika sungguh umpat, karena orang yang mendengar hina bangsanya daripada kita sekalipun

Adapun

bersekutu dengan orang yang berkata-kata adanya. jua adanya. Demikian lagi mendengar Dari kutipan di atas terdapat tiga point daripada segala bunyian yang ditegahkan penting yang, menurut Raja Ali Haji, dengan jelas

syarak adanya.” 45

dinyatakan bahwa

memandangnya. Pertama, diharamkan bagi

seorang seorang lelaki memandang wanita yang

Sabda Rasul Allas saw.: “Jangan Anda

bukan muhrimnya, kecuali memang akan menyusuli pandangan dengan pandangan, untuk Anda

hanya yang pertama, sedang yang kedua bukan untuk Anda.” (HR. Tirmidzi)

Raja Ali Haji, Gurindam Dua Belalas, Q.s. al-Sajadah [32]: 9. Lihat,

2. Abdullah Yusuf Ali, adalah langkah

40 Dalam kaitannya ini, Rasul Allah mengajarkan,

pertama menuju berbagai kejahatan. Lihat,

“un ẓ urū ilā ma huwa asfala minkum wa la tanẓ urū ilā man huwa

Abdullah Yusuf Ali, The Holy Qur’an, Texs

fawqakum fahua ajdar alla tasdar ū ni‘mat Allāh ‘alykum.”

Translation and Commentary, terj. Ali Audah

(Lihatlah terhadap orang-orang yang ada di bawahmu, dan jangalah melihat orang-orang yang ada di atasmu.

(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), 1066.

Dengan demikian, kamu tidak akan menganggap enteng

Raja Ali Haji, Gurindam Dua Belalas,

nikmat [yang dianugerahkan] kepadamu). 2.

Raja Ali Haji, 45 Kitab Pengetahuan Raja Ali Haji, Kitab Pengetahuan Bahasa, 78.

Bahasa, 78.

Sosial Budaya, Volume 14, Nomor 01, Juni 2017, pp. 99 - 118

Dari pernyataan di atas nyata sekali kalau 47 mengatakan sesuatu yang mustahil terjadi. Raja Ali Haji meminta kepada penguasa dan Pepatah Melayu lama mengajarkan: “Mulutmu

pembesar kerajaan serta masyarakat pada adalah harimaumu” yang setiap saat mengintai umumnya untuk memelihara telinga (baca: akan menerkam. pendengaran), sekurang-kurangnya, terhadap dua

Atas dasar ini, Ali Haji menganjurkan perkara. Pertama, untuk tidak mendengarkan manusia pada umumnya dan raja serta pembesar segala perkataan yang dilarang agama, seperti kerajaan pada khususnya agar senantiasa mengumpat ( ghībah), menghina dan memaki, dan memelihara lidah dalam berbicara. Kalau lidah perkataan tidak senonoh dari orang lain. Kalau tidak dipelihara dengan baik akan mendatangkan tetap didengarkan segala perkara yang dilarang kemudaratan bagi seseorang. Sebaliknya, kalau agama itu, menurut Raja Ali Haji, orang lidah terpelihara dengan baik akan memperoleh bersangkutan telah menjadi bagian dari orang manfaat besar, sebagaimana diungkapkannya yang mengatakan itu. Dan ia tentu juga mendapat dalam Gurindam Duabelas: “bagian” dosa, seperti dosa orang yang

Apabila terpelihara lidah mengatakan itu. 48 Niscaya dapat dari padanya faedah.