77 ANALISIS PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT GMIM KALOORAN AMURANG
ANALISIS PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI INSTALASI
GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT GMIM KALOORAN AMURANGI Wayan Arya Perdana Putra*, A. Joy M. Rattu**, Jantje Pongoh*
- *Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
ABSTRAK
Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang
berhak diperoleh setiap warga dan merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan
minimum. Dengan semakin meningkatnya kunjungan pasien gawat darurat ke Instalasi Gawat
Darurat (IGD) dirasakan perlu untuk menerapkan standar pelayanan minimal di IGD. Menurut
Permenkes no. 129 tahun 2008 SPM di IGD terdiri dari 9 Indikator. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif yang dilaksanakan Rumah Sakit Umum GMIM Kalooran Amurang bulan Februari
2017 – Aprill 2017. Informan penelitian ini berjumlah 8 orang dengan teknik pemeriksaan melalui
wawancara mendalam, observasi lapangan, dan telaah dokumen. Hasil penelitian untuk
penanganan life saving anak dan dewasa sudah 100%. Jam buka Pelayanan Gawat Darurat 1x 24
jam dan 7 hari seminggu. Pemberi pelayanan kegawatdaruratan yang memiliki sertifikat hanya
40%. Belum ada tim penangulangan bencana. Waktu tanggap dokter di IGD 5 menit 16 detik.
Kepuasan pelanggan IGD 74%. Kematian pasien yang kurang < 24 jam sekitar 4,5/1000 pasien.
Tidak ada uang muka dalam pelayanan di IGD. Sebagai kesimpulan Pelaksanaan SPM di IGD
Rumah Sakit Umum GMIM Kalooran Amurang masih belum maksimal dikarenakan masih ada
beberapa indikator yang belum mencapai standar. Indikator yang belum sesuai dengan SPM
adalah: 1) Pemberi Pelayanan Gawat Darurat yang bersertifikat; 2) Tim penanggulangan bencana;
3) Respon Time dokter di IGD; 4) Kematian Pasien < 24 jam. Indikator yang sudah sesuai standar
antara lain: 1) Penanganan life saving anak dan dewasa: 2) Jam buka Pelayanan Gawat Darurat:
3) Kepuasan Pelanggan: dan 4) tidak ada uang muka dalam pelayanan IGD.
Kata Kunci : Standar Pelayanan Minimal ABSTRACT
Minimum Service Standards is a provision on the type and quality of basic services entitled to each
citizen and a technical specification of minimum service benchmarks. With the increasing of
emergency patient visit to Emergency Department (ED), it is necessary to apply minimum service
standard in emergency department. According to Permenkes No. 129 of 2008, minimum service
standards in ED consists of 9 indicators. This research used qualitative method which implemented
at GMIM Kalooran General Hospital Amurang in February 2017 - April 2017. Informant in this
research amounted to 8 people with technique of examination through several activities, among
others by deep interview, field observation, and document review. The results of research for
handling life saving of children and adults is 100%. Emergency Department open for 1x 24 hours
and 7 days a week. Emergency care providers that have certificates are only 40% of all ED
personnel. There are no disaster management teams yet. Doctor ’s response time in ER is 5 minutes16 seconds. ED customer satisfaction is about 74%. Patient deaths less than 24 hours were about
4.5 / 1000 patients. There is no down payment in service at ED. As the conclusion of Implementation
of Minimum Service Standards at GMIM Kalooran General Hospital Amurang not maximal yet
because there are still some indicators that have not reached the standard. Indicators that are not
in compliance with the minimum service standards are: 1) Emergency Service Provider that is
certified; 2) Disaster response team; 3) Doctor’s response time at ED; 4) Patient's death less than
24 hours. Standardized Indicators include: 1) Handling of child and adult life savings: 2) Opening
hours of Emergency Service: 3) Customer Satisfaction: and 4) no down payment in ED services.Keywords : Minimum Service Standards
PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan hak asasi manusia oleh karena itu, setiap kegiatan dan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanankan berdasarkan prinsip non diskriminatif, partisipatif, perlindungan dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia.
Rumah sakit mempunyai fungsi sebagai penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) rumah sakit. Indikator SPM adalah tolak ukur untuk prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuh didalarn pencapaian suatu SPM tertentu berupa masukan, proses, hasil dan atau manfaat pelayanan. Saat ini tren Kunjungan di
IGD sedang meningkat (Cowling et al, 2013). Oleh karena itu diperlukan peningkatan pelayanan Gawat Darurat.
Hasil penelitian dari Rahayu (2016) di RS Harjono Ponorogo didapatkan hasil 6 indikator yang sesuai standar dan 2 indikator yang tidak sesuai standar. Indikator yang tidak sesuai standar adalah tenaga kesehatan yang bersertifikat ACLS/BTLS/ATLS/PPGD yang masih berlaku dan indikator kepuasan pasien.
Penelitian Purnomo (2016) di RSU Habibullah Grobogan. menemukan ada 6 indikator tidak sesuai standar yaitu belum mampu menangani life saving anak dan dewasa 100%, pemberi pelayanan di Unit Gawat Darurat yang bersertifikat hanya 67%, waktu tanggap di UGD melebihi 5 menit, tidak tersedia tim penanggulangan bencana, dan kepuasan pasien dibawah standar.
Penelitian Supriyanto, dkk (2014) tentang analisa faktor-faktor penyebab tidak lengkapnya laporan standar pelayanan minimal (SPM) rumah sakit di Rumah Sakit Muhammadiyah Ahmad Dahlan Kota Kediri, menunjukkan bahwa kelengkapan laporan standar pelayanan minimal rumah sakit tidak berjalan dengan baik dikarenakan pergantian tim mutu, tidak lengkapnya anggota sehingga menyebabkan tidak berjalannya program peningkatan mutu berkelanjutan dengan pencapaian SPM.
Dari studi awal di rumah sakit Kalooran Amurang didapatkan bahwa kunjungan pasien di IGD cenderung menurun dari bulan juli – desember 2015. Selain itu angka kematian pasien < 24 jam yang cukup tinggi. Untuk itu RS Kalooran sebagai RS terbesar di Kabupaten Minahasa Selatan perlu meningkatkan kualitas pelayanannya.
Menurut Sundari (2014) yang di pakai luas untuk mengukur kualitas pelayanan di rumah sakit adalah dengan menggunakan Standar pelayanan minimal (SPM) rumah sakit. Di IGD sendiri terdapat sembilan standar pelayanan minimal dengan masing- masing indikatornya. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin menganalisis pelaksanaan standar pelayanan minimal di rumah sakit GMIM Kalooran Kalooran Amurang.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang pelaksanaan standar pelayanan minimal Instalasi Gawat Darurat menurut permenkes No. 129 tahun 2008 di RSU GMIM Kalooran Amurang.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Kemampuan Menangani Lifesaving Anak Dan Dewasa
Berdasarkan dari hasil wawancara terhadap semua informan didapatkan bahwa pengetahuan responden mengenai life saving hampir sama. Life saving sendiri merupakan adalah upaya penyelamatan jiwa manusia dengan urutan Airway, Breathing, Circulation.
Kegawatdaruratan secara umum dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dinilai sebagai ketergantungan seseorang dalam menerima tindakan medis atau evaluasi tindakan operasi dengan segera. Berdasarkan definisi tersebut dalam melakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan memiliki prinsip awal dalam mengevaluasi, melaksanakan, dan menyediakan terapi pada pasien-pasien dengan kegawatdaruratan. Penatalaksanaan awal diberikan untuk mempertahankan hidup, mencegah kondisi menjadi lebih buruk dan meningkatkan pemulihan (Risaamdani, 2012).
Rumah Sakit Kalooran saat ini bertipa C dan berdasarkan Kepmenkes No. 856 tahun 2009 tentang standar IGD, pelayanan IGD untuk RS tipe C adalah pelayanan level 2. Hasil pengamatan peneliti IGD Rumah sakit Kalooran sudah diterapkan sistem triase. Namun dalam pelaksanaannya masih belum maksimal. Hal ini dikarenakan masih minimnya peralatan dan fasilitas penunjang yang tersedia. Dari hasil observasi lapangan, walaupun dalam pelaksanaannya masih banyak kendala tapi setiap pasien yang masuk di IGD RS Kalooran yang kondisinya parah dan mengancam nyawa selalu diberikan upaya life saving.
2. Jam Buka Pelayanan Gawat Darurat. Jam buka pelayanan IGD di Rumah Sakit Umum GMIM Kalooran Amurang adalah 1 x 24 jam. IGD buka selama 7 hari dalam seminggu. Dalam sehari jadwal petugas jaga dibagi dalam 3 shift. Shift pertama dari jam 08.00 sampai jam
14.00. Shift kedua dari jam 14.00 sampai jam 20.00. Shift ketiga dari jam 20.00 sampai jam 08.00 besoknya. Rumah Sakit berkewajiban melaksanakan pelayanan kegawat-daruratan selama 24 jam (Anonimous, 2012).
3. Pemberi Pelayanan Gawat Darurat
Yang Bersertifikat Yang Masih Berlaku (BLS/PPGD/GELS/ALS). Dari hasil wawancara yang dilakukan hampir semua informan mengatakan bahwa belum semua petugas di IGD memiliki sertifikat kegawatdaruratan yang masih berlaku. Padahal menurut PMK 129 tahun 2008 mensyaratkan bahwa semua pemberi pelayanan kegawatdaruratan harus memiliki sertifikat kegawatdaruratan yang masih berlaku (BLS/PPGD/GELS/ALS). Berdasarkan telaah dokumen hanya 40% petugas IGD yang memiliki sertifikat kegawatdaruratan. Penelitian dari Rahayu (2016) di RS Harjono Ponorogo hanya 87, 71% petugas di IGD yang memiliki sertifikat yang masih berlaku. Sedangkan dari Purnomo (2014) meneliti di RS Habibulah dari 12 perawat yang bekerja di IGD hanya 8 orang yang memiliki sertifikat. Dari hasil wawancara, masih banyaknya para petugas yang belum memiliki sertifikat kegawatdaruratan dikarenakan kendala dari RS untuk mengirimkan semua petugasnya mengikuti pelatihan serta kurangnya inisiatif dari petugas IGD untuk mengikuti pelatihan sendiri dikarenakan biaya yang mahal, waktu dan faktor kemalasan. Walaupun begitu RS Kalooran sering melakukan pelatihan internal karyawannya (inhouse training) bekerja sama dengan para dokter spesialis yang bekerja di rumah sakit.
4. Ketersediaan Tim Penanggulangan Bencana
Saat ini Rumah Sakit Kalooran belum memiliki tim penaggulangan bencana. Dari hasil wawancara dengan para informan, hampir semua informan mengatakan bahwa belum ada tim penanggulangan bencana. Namun Direktur RS mengatakan bahwa sudah disepakati jika terjadi bencana maka yang bertanggung jawab memberi komando adalah dokter jaga IGD yang saat itu jaga sampai Direktur tiba di Rumah Sakit.
Bencana (disaster) pada dasarnya merupakan suatu kejadian dimana terdapat korban manusia, kerusakan materi, kebutuhan yang melebihi sumber daya lokal, dan terganggunya mekanisme kehidupan sehari-hari. Setiap Rumah Sakit diwajibkan memiliki struktur organisasi Tim penanganan bencana rumah sakit yang dibentuk dan ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit (Anonimous, 2009).
Di Gawat Darurat Waktu tanggap pelayanan dokter adalah kecepatan waktu ini dihitung sejak pasien datang sampai bertemu/mendapat pelayanan dokter. Waktu tanggap pelayanan dokter di IGD Rumah Sakit Kalooran masih belum ideal. Dari Observasi lapangan yang dilakukan didapati waktu tanggap dokter IGD Kalooran masih belum ideal yaitu > 5 menit (5menit 16 detik). Padahal waktu tanggap ideal yang disarankan oleh pemerintah adalah kurang dari 5 menit (Anonimous, 2008). Dari hasil wawancara dengan informan, alur penerimaan pasien sudah di IGD sudah cukup baik. Karena pasien setelah turun dari kendaraan langsung di jemput perawat dan perawat melakukan
assesment gawat darurat. Jika pasien
dalam kondisi gawat darurat maka perawat segera berkolaborasi dengan dokter untuk mengatasi kondisi kegawatdaruratan tersebut. dari observasi dilapangan lamanya waktu tanggap dokter dikarenakan jumlah pasien yang banyak dan waktu kedatangan yang tidak menentu. Ada saat-saat tertentu dimana pasien tidak ada sama sekali dan ada saat-saat tertentu dimana pasien datang sangat banyak.
Kurangnya jumlah tenaga medis juga mempengaruhi respon time ini. Penelitian dari Al-aufa (2013) menyatakan lambatnya pelayanan yang diberikan dari petugas IGD kepada pasien disebabkan minimnya jumlah petugas kesehatan yang bertugas di IGD. Selain itu juga yang banyak dikeluhkan oleh dokter adalah banyaknya pasien yang bukan gawat darurat yang datang ke Instalasi gawat darurat yang mengakibatkan respon time dokter menjadi agak lama.
5. Waktu Tanggap Pelayanan Dokter
Selain faktor petugas kesehatan faktor lainnya juga yang berperan adalah ketersediaan sarana penunjang. Penelitian dari Sabriyanti (2012) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara ketersediaan petugas triase dengan waktu tanggap pelayanan di IGD bedah dan juga antara ketersediaan stretcherter dengan waktu tanggap IGD. Aspek pelayanan kualitatif dan kuantitatif di IGD tidak dapat dipisahkan dan memiliki hubungan dengan waktu tanggap di
IGD (Risamdani, 2015).
6. Kepuasan Pelanggan Semua informan setuju bahwa tingkat kepuasan pasien di IGD RSU
GMIM kalooran masih dalam rentang yang baik. Walaupun terkadang masih terdapat beberapa kekurangan yang di keluhkan baik pasien maupun keluarga pasien.
Kepuasan pelanggan adalah pernyataan tentang persepsi pelanggan terhadap pelayanan yang di berikan baik oleh pasien maupun keluarga (anonimous, 2008). Faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien diantaranya adalah bukti fisik (tangibles), kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance) dan perhatian (emphaty) (Hatibie, 2015).
Di rumah Sakit Kalooran alat untuk mengukur kepuasan pelanggan dengan menggunakan kuisioner. Kuisioner tentang kepuasan pelanggan ini di sebarkan secara periodik setiap bulan di seluruh ruangan rumah sakit dan dianalisis secara periodik setiap 3 bulan. Kepuasan pelanggan bulan Juni- September 2016 berada dikisaran 68% dan pada bulan Oktober
- – Desember 2016 naik menjadi sekitar 72%. Untuk data bulan Januari – Maret 2017 masih belum diolah.
Peneliti menggunakan kuisioner dari penelitian sebelumnya dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan. Dari data yang penulis dapatkan tingkat kepuasan pelanggan RS Kalooran Amurang berada dikisaran 74%. Hal ini berada diatas indikator yang ditetapkan pemerintah yaitu >70%.
Rumah Sakit Kalooran sendiri selalu berupaya meningkatkan tingkat kepuasan dengan cara melakukan survey kepuasan pasien secara berkala.membentuk tim
handling complain , menempatkan papan
pengumuman contact person yang bisa dihubungi jika terjadi masalah serta menempatkan kotak saran pada setiap ruangan.
7. Kematian Pasien < 24 jam Kematian pasien < 24 jam di RS Kalooran berdasarkan data yang ada masih cukup tinggi. Dari hasil telaah dokumen direkam medik didapatkan kematian pasien < 24 jam perseribu pasien berkisar 4,5 kematian perseribu pasien. Hal ini masih jauh diatas standar pelayanan minimal IGD yaitu 2 perseribu pasien. Dari hasil wawancara dengan semua informan didapati bahwa para petugas sudah melakukan berbagai upaya untuk mencegah kematian pasien. Cara- cara yang dilakukan antara lain memperkuat kolaborasi antar tenaga medis yang ada melaksanakan penatalaksanaan yang menyeluruh. Penelitian purnomo (2016) di Rumah sakit Habibulah Kudus pasien yang meninggal <24 jam berkisar 3 per seribu pasien. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya angka kematian di IGD rumah sakit adalah faktor pre-
hospital , sumberdaya manusia, kinerja
monitoring komite mutu dan belum optimalnya SPO pengelolaan emergency sebagai determinan keterlambatan penanganan yang dapat meningkatkan risiko kematian (Limantara 2015).
Kendala yang kerap dihadapai oleh para petugas medis tersebut adalah kurangnya peralatan, bahan dan obat- obatan dalam melakukan upaya life saving. Tidak Ada Pasien Yang Membayar Uang Muka.
Dari hasil wawancara, semua informan mengatakan bahwa rumah sakit umum GMIM Kalooran tidak pernah memungut uang muka untuk pelayanan pasien di IGD. jadi setiap pasien yang datang akan dilayani terlebih dahulu.
Hal ini sesuai dengan peraturan pemerintah dalam hal ini Kepmenkes no.856 tahun 2009 tentang standar Instalasi Gawat Darurat yang menyatakan bahwa rumah sakit tidak boleh meminta uang muka saat menangani kasus gawat darurat.
KESIMPULAN 1.
Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum (RSU) GMIM Kalooran Amurang masih belum maksimal dikarenakan masih ada beberapa indikator yang belum mencapai standar.
2. Pelaksanaan penanganan life saving kasus gawat darurat baik anak maupun dewasa di IGD RSU GMIM
Kalooran Amurang sudah sesuai SPM yaitu 100%.
3. Jam buka pelayanan di IGD RSU GMIM Kalooran Amurang 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Hal ini sudah sesuai standar pelayanan Minimal.
4. Pemberi Pelayanan Gawat Darurat di
IGD RSU GMIM Kalooran Amurang belum sesuai SPM karena hanya 40% yang memiliki sertifikat.
5. Saat ini RSU GMIM Kalooran Amurang belum memiliki tim penanggulangan bencana. Padahal SPM mensyaratkan minimal terdapat 1 tim penanggulangan bencana.
Namum sudah ada kebijakan dari pimpinan mengenai penaggungjawab jika terjadi bencana adalah dokter jaga IGD yang bertugas saat bencana terjadi sampai direktur datang ke Rumah Sakit.
6. Waktu Tanggap dokter di IGD RSU GMIM Kalooran Amurang 5 menit 16 detik. Hal ini belum sesuai dengan standar pelayanan minimal yaitu 5 menit.
7. Kepuasan Pelanggan di IGD RSU GMIM Kalooran Amurang sudah diatas standar SPM. Dari hasil kuisioner didapati data kepuasan pasien berkisar 74%.
8. Jumlah pasien meninggal < 24 jam masih melebihi standar SPM (<2/1000 pasien). Dari data rumah
DAFTAR PUSTAKA
_________. 2009 a . Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Al-aufa, B.2013. Gambaran Kualitas dan Kinerja berdasarkan Indeks
Access to Primary Care and Visits to Emergency Departments in England: A Cross Sectional, Population-Based Study . Plos One 8.(6): 1-6.
Wachter, and M. J. Harris. 2013.
Jakarta. Cowling, E. T., E. V. Cecil, M. A. Soljak, J. T Lee, C. Millett, A. Majeed, R. M.
__________. 2008 a . Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
_________. 2009 b . Pedoman Perencanaan Penyiagaan Bencana Bagi Rumah Sakit. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
sakit didapati rata-rata 4,5/1000 pasien meninggal periode akhir november 2016 sampai Mei 2017.
9. Pelayanan gawat darurat di IGD RSU GMIM Kalooran Amurang tidak pernah meminta uang muka kepada pasien.
5. Perlu ditingkatkan efektifitas dan kemampuan menyelamatkan pasien agar angka kematian dapat diturunkan.
4. Segera dibentuk tim penanggulangan bencana.
3. Perlu dicari solusi untuk mempersingkat waktu tunggu pasien.
2. Tenaga yang bekerja di bagian IGD yang belum memiliki sertifikat segera dikirim untuk mengikuti pelatihan kegawatdaruratan. Selain itu petugas di IGD yang yang memiliki sertifikat agar tidak di rolling ke bagian lain.
Perlu ditingkatkan pelayanan dan kemampuan petugas IGD agar mampu menangani kasus life saving. selain itu juga perlu direncanakan mengenai penambahan fasilitas dan peralatan penunjang serta obat- obatanyang ada untuk menunjang upaya life saving.
SARAN 1.
Anonimous. 2012. Pedoman Penyelengaraan Pelayanan Rumah Sakit. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan. Jakarta. Kepuasan Masyarakat Pada Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Kota Tanggerang Selatan Tahun 2013. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah.. Jakarta.
Diakses dari
Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Permata Bunda Tahun 2014. Tesis. Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. Denpasar. Supriyanto, E., T. Hariyanti dan E. L.
Pelayanan Kesehatan Di RSUP Sanglah Denpasar Dari Perspektif Pelanggan Internal dan Eksternal.
1 Di Instalasi Gawat Darurat Bedah Dan Non Bedah di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Hasannudin. Makassar. Sundari, M.N.D. 2014. Kualitas
Gaus. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Respon Time
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah. Ponorogo. Sabriyanti, W. N. I., A. A. Islam dan S.
Rahayu, T.P. 2016. Gambaran Standar Pelayanan Minimal Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Dr. Harjono Ponorogo. Karya Tulis Ilmiah.
Risamdani, R. 2015. Hubungan Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat Dengan Waktu Tanggap (Respon Time) Keperawatan Di
Tanggal 1 juni 2017. Hatibie, T. W. B. 2015. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kepuasan
Pelayanan Gawat Darurat Di RSU Habibullah Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Tahun 2014. The 3rd University Research Colloquium 2016.
Jurnal Kedokteran Brawijaya. 28(2):200-205. Purnomo, M. 2016. Pencapaian Standar
Roosalina. 2015. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingginya Angka Kematian di IGD Rumah Sakit.
Limantara, R. Herjunianto dan A.
Tesis. Program Pasca Sarjana. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Pasien di Instalasi Rawat Jalan Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Widayanti. 2014. Analisis Faktor- faktor Penyebab Tidak Lengkapnya Laporan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Muhammadiyah Ahmad Dahlan Kota Kediri. Jurnal Kedokteran Brawijaya 28(1):36-40.