BAB I PENDAHULUAN - Implementasi Prinsip-prinsip Good Governance dalam Pemberian Pelayanan Sertifikat Benih di Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam setiap perumusan kebijakan apakah menyangkut program maupun

  kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau implementasi. Betapa pun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi maka tidak akan banyak berarti. Implementasi kebijakan bukanlah sekedar sangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, iya menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan (Grindle dan Wahab, 1990:59). Oleh sebab itu, tidak berlebihan jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara perumusan kebijakan dengan implementasi kebijakan dalam arti walaupun perumusan dilakukan dengan sempurna namun apabila proses implementasi tidak bekerja sesuai persyaratan, maka kebijakan yang semula baik akan menjadi jelek begitu pula sebaliknya. Dalam kaitan ini, seperti dikemukakan wahab (1990:51), menyatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan jauh lebih penting daripada pembuatan kebijaksanaan. Kebijaksanaaan hanya sekedar impian atau rencana bagus yang tersimpan dalam arsip kalau tidak mampu diimplementasikan.

  Salah satu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah adalah memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat yang membutuhkan. Gagasan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyaraka terus mengalami perubahan baik dari sisi paradigma maupun format pelayanan seiring dengan meningkatnya permintaan masyarakat dan perkembangan di dalam pemerintahan itu sendiri. Tetapi, perubahan yang terus dilakukan sampai saat ini belum memuaskan dalam arti posisi negara, masyarakat dan pemerintah belum menguntungkan pihak masyarakat, sebagai pihak yang lemah dalam kerangka pelayanan.

  Oleh karena itu, diperlukan semacam pembaruan makna, bahwa pemerintah dibentuk bukan untuk melayani dirinya sendiri tetapi untuk melayani masyarakat. Sepertihalnya, Balai Besar Perbenihan dan Proteksi tanaman perkebunan sebagai sebuah instansi pemerintahan di Indonesia, yang berusaha memberikan pelayanan teknik kegiatan pengawasan mutu termasuk kesehatan benih, dan peredaran benih perkebunan dan juga melakukan pemberian pelayanan sertifikasi kepada penangkar yang membutuhkan sertifikat untuk kelayakan benihnya.

  Pelayanan yang berkualitas akan dapat memahami kebutuhan dan tuntutan dari pelanggan (penangkar), serta memuaskan para pelanggan sehingga dapat berdampak positif terhadap keloyalan para pelanggan (penangkar). Faktor kepuasan pelanggan menjadi faktor utama yang dapat meningkatkan predikat atau kualitas Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan.

  Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman merupakan instansi pemerintahan yang begerak di bidang jasa, sehingga kinerja badan tersebut diukur pada aspek non finansial, seperti perilaku karyawan, kemampuan karyawan dan kepuasan pelanggan. BBP2TP harus mengetahui keinginan dari penangkar serta masalah yang dihadapi penangkar. Selanjutnya melakukan tindakan lanjut dengan meningkatkan mutu pelayanan kepada penagkar, sehingga tercipta kepuasan antara kedua belah pihak.

  BBP2TP mempunyai peranan penting dalam penerbitan sertifikat bibit. Oleh karena itu, dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kepada penangkar diperlukan biaya dan perangkat sarana dan prasarana yang cukup. Sumber dana yang selama ini dipergunakan berasal dari anggaran pemerintah dan sudah cukup memadai.

  BBP2TP medan merupakan unit pelaksanaan teknis Direktorat Jendral Perkebunan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jendral Perkebunan, pembinaan teknis bidang perbenihan dilaksanakan oleh Direktur Perbenihan dan Sarana Produksi, dan bidang proteksi dilaksanakan oleh Direktur Perlindungan Perkebunan. BBP2TP mempunyai tugas melaksanakan pengawasan, pengembangan dan pengujian mutu benih, dan analisis teknis dan pengembangan proteksi tanaman perkebunan, serta pemberian bimbingan teknis penerapan sistem manajemen mutu dan laboratorium. Sejalan dengan meningkatnya pembangunan perkebunan yang mengakibatkan kebutuhan akan benih juga semakin meningkat pula. Namun dilihat dari sisi penggunaan Benih bermutu dan bersertifikat belum berjalan sebagaimana yang diharapkan, hal ini dikarenakan antara lain masih kurangnya pemahaman,tingginya harga benih, keterampilan dan faktor sosial- budaya petani dalam penggunaaan benih bermutu. Namun disisi lain suplai/ pasokan benih dari sumber benih yang ada didalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan yang diperlukan. Hal ini dikarenakan kurangnya produksi dan produktivitas yang dihasilkan. Dengan adanya BBP2TP diharapkan agar benih yang beredar di masyarakat merupakan benih yang terbaik yang sudah melalui sertifikasi tanaman sehingga sudah teruji kualitasnya.

  Banyak faktor yang menyebabkan masyarakat mau memanfaatkan produk barang/jasa suatu lembaga, misalnya : pelayanan yang memuaskan seperti prosedur untuk memperoleh sertifikat tanaman yang berkualitas yang sangat sederhana dan cepat serta tidak membutuhkan berbagai jenis persyaratan. Namun, dalam pelayanan umum yang diberikan BBP2TP masih belum dapat sepenuhnya dirasakan masyarakat luas.

  BBP2TP sebagai pusat pelayanan sertifikat benih diharapkan mampu memberikan pelayanan sertifikat benih yang memuaskan kepada masyarakat yang membutuhkan dengan memanfaatkan fasilitasnya. Untuk itu, pengorganisasian dari BBP2TP sangatlah diperlukan. Dalam pengorganisasian BBP2TP dan juga pemberian pelayanan sertifikat benih hendaknya pihak terkait mampu menerapkan prinsip-prinsip good governance. yang dimaksud adalah merupakan proses

  Good governance penyelenggaran kekuasaan negara dalam menyediakan public goods and services.

  Good governance yang efektif menuntut adanya koordinasi yang baik dan integritas, professional, serta etos kerja dan moral yang tinggi.

  Dalam pemberian pelayanan sertifikat benih kepada penangkar,pihak BBP2TP hendaknya mampu menerapkan prinsip-prinsip good governance. Hal ini bertujuan agar tugas dan fungsi BBP2TP sebagai pemberi layanan sertifikat benih berjalan lancar. Dengan memperaktekan prinsip-prinsip good governance seperti efesien, efektif, berkeadilan, transparansi, dan akuntabilitas tinggi diharapkan pelayanan sertifikat benih pada BBP2TP kualitasnya akan semakin meningkat.

  Dari berbagai masalah pelayanan sertifikat benih yang ada, penulis ingin melihat implementasi prinsip-prinsip good governance dalam pemberian pelayanan sertifikat di Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan.

  I.2 Perumusan Masalah

  Bedasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimana implementasi prinsip-prinsip

  good governance dalam pemberian pelayanan sertifikat benih di Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan.”

  I.3 Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui implementasi prinsip-prinsip good governance dalam pemberian pelayanan sertifikat benih di di Balai Besar Perbenihan dan

  Proteksi Tanaman Perkebunan Medan.

2. Untuk mngetahui masalah-masalah yang timbul dalam implementasi prinsip-prinsip good governance.

I.4 Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

  1. Secara Subjektif, sebagai suatu sarana melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori dan aplikasinya yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.

  2. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik secara umum dan Ilmu Administrasi Negara secara khusus dalam menambah bahan kajian perbandingan bagi yang menggunakannya.

  Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan, penelitian ini diharapkan dapat mampu memberikan sumbangsih pemikiran, informasi dan saran.

3. Secara Praktis, bagi Balai

I.5 Kerangka Teori

  Menurut Kerlinger (sugiono, 2004:41) teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi,dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antar variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.

  Oleh sebab itu, untuk memudahkan penulis dalam penyusunan penelitian ini, maka dibutuhkan suatu landasan berpikir yang dijadikan pedoman untuk menjelaskan masalah yang disorot. Dengan demikian yang menjadi kerangka teori dalam penelitian adalah :

  I.5.1 Implementasi

  I.5.1.1 Pengertian Implementasi Kebijakan

  Menurut Pressman dan Wildavsky (Tangklisan 2003: 17), implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemapuan untuk menghubungkan dalam hubungan kasual antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya.

  Implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan.

  Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi keputusan menurut tangklisan (2008:18) adalah :

  1. Penafsiran : merupakan kegiatan yang menerjemahkan makna program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.

  2. Organisasi : merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program ke dalam tujuan kebijakan.

  3. Penerapan : yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah dan lain-lain.

  Dalam setiap perumusan kebijakan apakah menyangkut program maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau implementasi. Betapa pun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi maka tidak akan banyak berarti. Implemntasi kebijakan bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, iya menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan (Grindle dalam Wahab, 1990:59). Oleh sebab itu, tidak berlebihan jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan. Ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara perumusan kebijakan dengan implementasi kebijakan dalam arti walaupun perumusan dilakukan dengan sempurna namun apabila proses implementasi tidak bekerja sesuai persyaratan, maka kebijakan yang semula baik akan menjadi jelek begitu pula sebaliknya. Dalam kaitan ini, seperti dikemukakan ole wahab (1990:51), menyatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan jauh lebih penting daripada pembuatan kebijaksanaan. Kebijaksanaan hanya sekedar impian atau rencana bagus yang tersimpan dalam arsip kalau tidak mampu di implementasikan.

  Van Master dan Van Horn (Wahab, 1990:51), merumuskan proses implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut : “tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah/swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dan digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”. Sedangkan dalam Cheema dan Rondinelli (Wibawa,1994:19), implementasi adalah sebagai berikut : “Dalam pengertian luas, implementasi maksudnya adalah pelaksanaan dan melakukan suatu program kebijaksanaan dan dijelaskan bahwa satu proses interaksi diantara merancang dan menentukan seseorang yang diinginkan”.

  Selanjutnya Jones (Hesel Nogi,2002:23) menyebutkan apakah implementasi program efektif atau tidak, maka standar penilaian yang dapat dipakai adalah sebagai berikut :

  1. Organisasi

  Maksudnya di sini adalah bahwa organisasi/instansi Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan yang selanjutnya organisasi tersebut harus memiliki struktur organisasi, adanya sumber daya manusia sebagai tenaga pelaksana perlengkapan atau alat-alat kerja serta di dukung dengan perangkat hukum yang jelas. Struktur organisasi yang kompleks, struktur ditetapkan sejak semula dengan desain dari berbagai komponen atau subsistem yang ada tersebut.

  Sumber daya manusia yang berkualitas berkaitan dengan kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Pegawai dalam hal ini adalah petugas-petugas yang terlibat dalam pelaksanaan pemberian sertifikat benih. Agar tugas-tugas dapat dilaksanakan secara efektif maka setiap unsur dituntun memiliki kemampuan yang memadai dengan bidang tugasnya.

  2. Interprestasi

  Maksudnya disini adalah agar implementasi dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan atau ketentuan yang berlaku, harus dapat dilihat apakah pelaksanaannya telah sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Hal tersebut dapat dilihat dari : a.

  Sesuai dengan peraturan, berarti setiap pelaksanaan kebijakan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku.

  b.

  Sesuai dengan petunjuk pelaksanaan, berarti pelaksanaan dari peraturan sudah dijabarkan cara pelaksanaannya pada kebijakan yang bersifat administratif, sehingga memudahkan pelaksana dalam melakukan aktivitas pelaksanaan program. c.

  Sesuai dengan petunjuk teknis, berarti kebijaksanaan yang sudah dirumuskan bentuk petunjuk pelaksana dirancang lagi secara teknis agar memudahkan dalam operasionalisasi program. Petunjuk teknis ini bersifat strategis lapangan agar dapat berjalan efisien dan efektif,rasional dan realistis.

3. Penerapan

  Maksud penerapan disini yaitu peraturan kebijakan yang berupa petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis telah berjalan sesuai dengan ketentuan dimana untuk dapat menilai ini harus pula dilengkapi dengan adanya prosedur kerja yang jelas, program kerja serta jadwal kegiatan disiplin. Hal ini dapat dilihat dari : a.

  Program kerja yang sudah ada memiliki prosedur kerja agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi tumpang tindih, sehingga tidak bertentangan antara inti kegiatan yang terdapat didalamnya.

  b.

  Program kerja harus sudah terprogram dan terencana dengan baik, sehingga tujuan program dapat direalisasikan dengan efektif.

  c.

  Jadwal kegiatan disiplin berarti program yang sudah ada harus dijadwalkan kapan dimulai dan kapan diakhirinya agar mudah dalam melakukan evaluasi. Dalam hal ini diperlukan adanya tanggal pelaksanaan dan rampungnya sebuah program yang sudah ditentukan sebelumnya.

  Bedasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Dalam membuat kebijakan pemerintah harus memikirkan terlebih dahulu apakah kebijakan yang akan dilaksanakan berjalan baik atau buruk. Dimana pelaksana kebijakan harus melakukan kegiatan dalam implementasi, dan membuat standar penilaian yang pada akhirnya implementasi akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.

I.5.1.2 Proses Implementasi Kebijakan

  Implementasi sebuah kebijakan secara konseptual bisa dikatakan sebagai sebuah proses pengumpulan sumber daya (alam, manusia maupun biaya) dan diikuti dengan penentuan tindakan-tindakan yang harus diambil untuk mencapai tujuan kebijakan. Rangkaian tindakan yang diambil tersebut merupakan bentuk tranformasi rumusan-rumusan yang diputuskan dalam kebijakan menjadi pola- pola operasional yang pada akhirnya akan menimbulkan perubahan sebagaimana diamanatkan dalam kebijakan yang telah diambil sebelumnya. Hakikat utama implementasi adalah pemahaman atas apa yang harus dilakukan setelah sebuah kebijakan diputuskan. (http://hyukurniawan.wordpress.com/2010/02/06/konsep- implementasi-kebijakan-publik/)

  Untuk dapat mengkaji dengan baik suatu implementasi kebijakan publik perlu diketahui variabel atau faktor penentunya. Van Meter dan Van Horn dalam winarno (2007:155) mengemukakan delapan variabel penting yang tercakup dalam suatu proses implementasi, yaitu :

1. Ukuran-Ukuran Dasar dan Tujuan Kebijakan

  Variabel ini didasarkan pada kepentingan utama terhadap faktor-faktor yang menentukan kinerja kebijakan. Identifikasi indikator-indikator kinerja merupakan tahap penting dalam analisis implementasi kebijakan. Indikator- indikator kinerja ini menilai sejauh mana ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan telah direalisasikan, yang kemudian dapat digunakan dalam mengurai tujuan-tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh.

  2. Sumber-Sumber Kebijakan Sumber-sumber kebijakan layak mendapat perhatian karena menunjang keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber-sumber yang dimaksud mencakup dana atau perangsang (incentive) lain yang mendorong dan mempelancar implementasi yang efektif. Dalam beberapa kasus, besar kecilnya dana akan menjadi faktor yang menetukan keberhasilan implementasi kebijakan.

  3. Komunikasi Antar Organisasi dan Kegiatan-Kegiatan Pelaksanaan Implementasi akan berjalan efektif bila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan dipahami oleh individu yang bertanggung jawab dalam kinerja kebijakan. Oleh karena itu, sangat penting untuk memberi perhatian yang besar pada ketepatan komunikasi antar pelaksana kebijakan, dan konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan-tujuan yang dikomunikasikan dengan berbagai sumber informasi.

  4. Karakteristik Badan-Badan Pelaksana Dalam melihat karakteristik badan-badan pelaksana, pembahasan ini tidak bisa lepas dari stuktur birokrasi. Struktur birokrasi diartikan sebagai karakteristik, norma dan pola-pola hubungan dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan, baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dengan menjalankan kebijakan.

  5. Kondisi Ekonomi, Sosial dan Politik

  Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, partisipasi publik yang ada di lingkungan serta lingkungan yang mendukung keberhasilan ataupun menolak implementasi kebijakan.

  6. Kecenderungan Pelaksanaan Arah kecenderungan pelaksanaan terhadap ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan merupakan suatu hal yang sangat penting. Penerimaan terhadap ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan yang diterima secara luas oleh pelaksana kebijakan yang diterima secara luas oleh pelaksana kebijakan akan menjadi pendorong keberhasilan bagi implementasi kebijakan.

  7. Kaitan Antara Komponen-Komponen Model Komponen yang dimaksud disini ukuran-ukuran dasar dan tujuan, komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaannya, karakteristik dari badan pelaksana dan kecenderungan para pelaksana yang semuanya saling berkaitan dalam mengimplementasikan kebijakan.

  8. Masalah Kapasitas Kapasitas merupakan salah satu faktor yang berpengaruh bagi implementasi kebijakan. Hal ini menyangkut staf yang terlatih dan banyaknya pekerjaan yang dikerjakan, sumber-sumber keuangan dan hambatan-hambatan waktu yang bisa menjadikan implementasi kebijakan tidak berjalan dengan baik.

  Selain kedelapan variabel penting yang dikemukakan Van Meter dan Van Horn tersebut, George C. Edwards III juga mengemukakan empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan.

  (http:/mulyono.staff.uns.ac.id./2009/05/28/model-implementasi-kebijakan-george- edward-iii/) keempat variabel tersebut adalah:

  1. Komunikasi Proses penyampaian informasi baik antar pegawai maupun komunikasi pegawai dengan masyarakat yang dapat dilakukan melalui sosialisasi program.

  2. Sumber Daya Sumber daya yang dimaksud mencakup sumber daya manusia yang memadai di bidang administrasi, ketersediaan informasi maupun fasilitas-fasilitas pendukung seperti perangkat teknologi informasi, perlengkapan kantor, serta sumber dana yang mencukupi untuk pelaksaan program.

  3. Disposisi atau Sikap Disposisi atau sikap disini maksudnya adalah keinginan dan sikap dari berbagai pihak untuk mendukung suatu kebijakan. Hal ini meliputi penyempurnaan pelayanan dan adanya komitmen dari seluruh aparat pemerintah dalam memberikan pelayanan prima serta adanya keinginan kuat dari masyarakat untuk terus melakukan perbaikan.

  4. Struktur organisasi Yaitu tatanan organisasi yang mengatur pedoman kerja dan penjabaran wilayah tanggung jawab setiap aparatur pelaksana kebijakan.

  Dari uraian diatas penulis ingin menambahkan variabel yang menetukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan yaitu, isi kebijakan. Isi kebijakan mencakup kepentingan kelompok sasaran, jenis manfaat yang diterima,

  perubahan yang dinginkan, ketepatan program, yang didukung dengan sumber daya yang memadai. Jadi, variabel yang menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan yaitu : Komunikasi, Sumber daya, Disposisi atau sikap, Sruktur organisasi dan Isi kebijakan.

I.5.2 Good Governance

  Arti good dalam istilah good governance mengandung dua pengertian : pertama, nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat dalam pencapaian tujuan kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Bedasarkan pengertian tersebut, kepemerintahan yang baik berorientasi pada dua hal yaitu : 1.

  Orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional 2. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien melakukan upaya pencapaian tujuan nasional.

  (Suhady 2005:49) Dari segi fungsional, aspek governance dapat ditinjau dari apakah pemerintah telah berfungsi secara efektif dan efesien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan, atau justru sebaliknya dimana pemerintah tidak berfungsi secara efektif dan terjadi efesiensi. Governance menurut defenisi dari

  World Bank adalah “the way state power is used in managing economic and social resources for development and society” . Sementara UNDP

  mendefinisikannya sebagai “the exercise of political, economic, and . Bedasarkan

  administrative authority to manage a nation’s affair at all levels”

  defenisi terakhir, governance mempunyai tiga kaki, yaitu : 1.

  Economic governance meliputi proses pembuatan keputusan yang memfasilitasi terhadap equity, poverty, dan quality of live.

2. Poloitical governance adalah proses keputusan untuk formulasi kebijakan 3.

  Administrative governance adalah sistem implementasi proses kebijakan.

  (Sedarmayanti 2003:4-5) Oleh karena itu, institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu state

  (negara atau pemerintah), private sector (sektor swasta), dan society (masyarakat) yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing. State berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, private menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan society berperan positif

  sector

  dalam interaksi sosial, ekonomi, politik, termasuk mengajak kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial, dan politik.

  Dalam Sistem Administrasi Indonesia, penerapan Good Governance seperti dalam pengertian yang dikembangkan oleh UNDP. Berdasarkan dokumen kebijakan UNDP dalam “Tata Pemerintahan Menunjang Pembangunan Manusia Berkelanjutan”. Januari 1997, yang dikutip Buletin iformasi Proggram Kemitraan untuk Pembaharuan Tata Pemerintahan di Indonesia (Partnership for governance

  Reform in Indonesia), 2000, disebutkan : Tata pemerintahan adalah penggunaan

  wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan Negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat

  .

  mengutarakan kepentingan mereka UNDP merekomendasikan beberapa karakteristik Governance, yaitu : legitimasi politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan partisipasi, akuntabilitas birokratis dan keuangan (financial), manajemen sektor publik yang efisien, kebebasan informasi dan ekspresi, system yudisial yang adail dan dapat dipercaya. Tetapi UNDP kurang menekankan pada asumsi superioritas majemuk, multi-partai, system orientasi pemilihan umum, dan pemahaman bahwa perbedaan bentuk kewenangan politik dapat dikombinasikan dengan prinsip efisiensi dan akuntabilitas dengan cara-cara yang berbeda. Hal-hal tersebut juga berkaitan terhadap argumentasi mengenai nila-nilai kebudayaan yang relatif; system penyelenggaraan pemerintahan yang mungkin bervariasi mengenai respon terhadap perbedaan kumpulan nilai-nilai ekonomi, politik, dan hubungan sosial, ata dalam hal-hal seperti : partisipasi, individualitas, serta perintah dan kewenangan. UNDP menganggap bahwa Good Governance dapat diukur dan dibangun dari indikator-indikator yang komplek dan masing-masing

  .

  menunjukkan tujuannya Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 merumuskan pengertian kepemerintahan yang baik yaitu keperintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalisme, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efesiensi, efektivitas, supermasi hukum, dan dapat diterima oleh sluruh masyarakat.

I.5.2.1 Prinsip-Prinsip Good Governance

  Berdasarkan pengertian Good Governance oleh Mardiasmo dan Bank Dunia yang disebutkan diatas dan sejalan dengan tuntutan reformasi yang berkaitan dengan aparatur Negara termasuk daerah adalah perlunya mewujudkan administrasi Negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas, dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan maka menuntut penggunaan konsep Good Governance sebagai kepemerintahan yang baik, relevan dan berhubungan satu dengan yang lainnya. Ide dasarnya sebagaimana disebutkan Tingkilisan (2005:116) adalah bahwa Negara merupakan institusi yang legal formal dan konstitusional yang menyelenggarakan pemerintahan dengan fungsi sebagai regulator maupun sebagai Agent of Change.

  

Good Governance awalnya digunakan dalam dunia usaha (corporate) dan

  adanya desakan untuk menyusun sebuah konsep dalam menciptakan pengendalian yang melekat pada korporasi dan manajemen professionalnya, maka ditetapkan

  Good Corporate Governance. Sehingga dikenal prinsip-prinsip utama dalam Governance korporat adalah: transparansi, akuntabilitas, fairness, responsibilitas,

  dan responsivitas. (Nugroho,2004:216) Transparansi merupakan keterbukaan, yakni adanya sebuah system yang memungkinkan terselenggaranya komunikasi internal dan eksternal dari korporasi. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban secara bertingkat keatas, dari organisasi manajemen paling bawah hingga dewan direksi, dan dari dewan direksi kepada dewan komisaris. Akuntabilitas secara luas diberikan oleh dewn komisaris kepada masyarakat. Sedangkan akuntabilitas secara sempit dapat diartikan secara

  financial . Fairness agak sulit diterjemahkan karena menyangkut keadilan dalam

  konteksmoral. Fairness lebih menyangkut moralitas dari organisasi bisnis dalam menjalankan hubungan bisnisnya, baik secara internal maupun eksternal.

  Responsibilitas adalah pertanggungjawaban korporat secara kebijakan. Dalam konteks ini, penilaian pertanggungjawaban lebih mengacu kepada etika korporat, termasuk dalam hal etika professional dan etika manajerial. Sementara itu komite governansi korporat di Negara-negara maju menjabarkan prinsip governansi korporat menjadi lima kategori, yaitu: (1) hak pemeganng saham, (2) perlakuan yang fair bagi semua pemegang saham, (3) peranan konstituen dalam governansi korporat, (4) pengungkapan dan transparansi dan (5) tanggungjawab komisaris dan direksi.

  Prinsip-prinsip Good Governance diatas cenderung kepada dunia usaha, sedangkkan bagi suatu organisasi public bahkan dalam skala Negara prinsip- prinsip tersebut lebih luas menurut UNDP melalui LAN yang dikutip Tingkilisan (2005:115) menyebutkan bahwa adanya hubungan sinergis konstruktif di antara Negara, sektor swasta atau privat dan masyarakat yang disusun dalam sembilan pokok karakteristik Good Governance, yaitu:

  1. Partisipasi (Participation)

  Setiap warga Negara mempunyai suara dalam formulasi keputusan, baik secara langsung maupun intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara secara berpartisipasi secara konstruktif

  2. Penerapan Hukum (Fairness).

  Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama ukum untuk hak azasi manusia.

  3. Transparansi (Transparency)

  Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang mambutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor.

  4. Responsivitas (Responsiveness)

  Lembaga-lembaga dan proses-proses kelembagaan harus mencoba untuk melayani setipa stakeholders.

  5. Orientasi (Consensus Oreintation)

  Good Governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.

  6. Keadilan (Equity)

  Semua warga Negara, baik laki-laki mapuin permpuan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan ataupun menjaga kesejahteraan mereka dan terlibat di dalam pemerintahan.

  7. Efektivitas (Effectivness)

  Proses-proses dan lembaga-lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin.

  8. Akuntabilitas (Acoountability)

  Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat sipil (civil society) bertanggungjawab kepada publik dan lembaga- lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.

  9. Strategi visi (Strategic vision)

  Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh kedepan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.

  Prinsip-prinsip diatas merupakan suatu karakteristik yang harus dippenuhi dalam hal pelaksanaan good governance yang berkaitan dengan kontrol dan pengendalian, yakni pengendalian suatu pemerintahan yang baik agar cara dan penggunaan cara sungguh-sugguh mencapai hasil yang dikehendaki stakeholders.

  Penerapan Good Governance kepada pemerintah adalah ibarat masyarakat memastikan mandat, wewenanang, hak dan kewajibannya telah dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Disini dapat dilihat bahwa arah kedepan dari Good Governance adalah membangun the professional government, bukan dalam arti pemerintah yang dikelola para teknokrat, namun oleh siapa saja yang mempunyai kualifikasi professional, yaitu mereka yang mempunyai ilmu dan pengetahuan yang mampu mentransfer ilmu dan pengetahuan menjadi skill dandalam melaksanakannya berlandaskan etika dan moralitas yang tinggi.

  Berkaitan dengan pemerintah yang dikelola siapa saja yang mempunyai kualifikasi professional mengarajh kepada kinerja SDM yang ada dalam organisasi publik sehingga dalam peyelenggaraan good governance didasarkan pada kinerja organisasi publik, yakni responsivitas (Responsiveness), responsibilitas (Responsibility), dan akuntabilitas (Accountability).

  Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan public sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. (Tingkilisan, 2005:117)

  Berdasarkan pernyataan tingkilisan diatas maka disebutkan bahwa responsivitas mengacu pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan yang diberikan oleh organisasi publik dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat yang diprogramkan dan dijalankan oleh organisasi publik , maka kinerja organisasi tersebut akan semakin baik. Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator Good Governance karena responsivitas scara langsung menggambarkan kemampuan suatu organisai public dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutaa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang sangat rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayanan dan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan kegagagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik. Organisasi yang memiliki tingkat responsivitas yang rendah dengan sendirinya juga akan memiliki kinerja yang rendah.

  Responsibilitas menjelaskan sejauh mana pelaksanaan kegiatan organisasi public itu dilakukan sesuai dengan yang implicit atau eksplisit. Semakin kegiatan organisasi public itu dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinspi administrasi dan peraturan serta kebijaknsanaan organisasi, maka kinerjanya akan dinilai semakin baik.

  Sedangkan akuntabilitas mengacu pada seberapa besar pejabat politik dan kegiatan organisasi public tunduk pada pejabat polotik yang dipilih oleh rakyat.

  Asumsinnya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, maka dengan sendirinya akan selalu mempresentasikan kepentingan rakyat.

  Dalam konteks ini kinerja organisai public dinilai baik apabila sepenuhnya atau setidaknya sebagian besar kegiatannya didasarkan pada upaya-upaya untuk memenuhi harapan dan keinginan para wakil rakyat. Semakin banyak tindak lanjut organisasi atas harapan dan aspirasi pejabat politik, maka kinerja organisasi tersebut akan semakin baik.

  Konsep akuntabilitas public dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi public atau pemerintah seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran eksternal juga seperti nilai- nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi public memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang di dalam masyarakat.

I.5.3 Pengertian Pelayanan

  Manusia adalah makhluk social, tidak dapat hidup sendiri, melainkan hidup dalam kelompok masyarakat. Kelompok masyarakat mempercayakan kepentingannya kepada sekelompok orang yang disebut pemerintah. Kepentingan manusia lahir dari kebutuhan masing-masing individu manusia. Kebutuhan bersama ini disebut kebutuhan masyarakat, kebutuhan umum, yang menjadi kepentingan umum. Menurut Moenir(1995), kepentingan umum adalah suatu bentuk kepentingan yang menyangkut orang banyak atau masyarakat, tidak bertentangan dengan norma dan aturan, yang kepentingan tersebut bersumber pada kebutuhan (hajat) orang banyak/masyarakat.

  Masyarakat menyerahkan kepercayaan untuk mengurusi kepentingan bersamanya kepada pemerintah. Pemerintah menjalankan tugasnya melayani kepentingan untuk yang dipercayakan kepadanya.

  Secara etimologi pelayanan berasal dari bahasa inggris “to serve” yang berarti melayani. Sedangkan menurut kamus Oxford Advance, service dijelaskan sebagai department branch of public work yang berarti pelayanan adalah salah satu bagian dari tugas-tugas pemerintahan di mana dalam hal ini dilaksanakan oleh aparat pemerintahan. Menurut Albrecht (Sedarmayanti, 2000 : 19), pelayanan adalah,

  “a total organizational approach that makes quality of service as perceived by the customer, the number one driving force for the operation of business” suatu pendekatan organisasi total yang menjadi kualitas pelayanan yang diterima pengguna jasa, sebagai kekuatan penggerak utama dalam pengoperasian bisnis.

  Secara sederhana, menurut Moenir (1995 : 17) pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang berlangsung. Proses di sini mengarah pada kegiatan manajemen dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.

  Pelayanan pada masyarakat adalah kegiatan dari orang yang dilakukan untuk mengamalkan dan mengabdikan diri pada masyarakat. (Westra 1980:273) Menurut Syahrir (1991:156) ada lima unsur yang menentukan kualitas sebuah pelayanan yaitu :

1. Pelayanan yang sama dan merata (equilible service) 2.

  Pelayanan yang diberikan tepat pada waktunya (timely service) 3. Pelayanan yang diberikan untuk memenuhi jumlah barang dan jasa

  (ample service) 4. Pelayanan harus merupakan pelayanan yang berkesinambungan

  (continiuous service) 5. Pelayanan yang selalu berusaha meningkatkan kualitas dan penampilannya

  (progressive services)

  I.5.3.1 Pelayanan Publik

  I.5.3.1.1 Pengertian Pelayanan Publik

  Menurut Syarir (sedarmayanti 200), pelayanan publik adalah jenis bidang usaha yang dikelola oleh pemerintah dan ditujukan untuk melayani kepentingan masyarakat dan mempunyai fungsi dan tanpa berorientasu aspek keuntungan.

  Dapat dikatakan pelayanan umum adalah usaha yang dilakukan kelompok atau seseorang atau birokrasi untuk memberikan bantuan dan kemudian kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

  Sementara Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, Pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan dalam rangka pengaturan, pembinaan, bimbingan, penyediaan fasilitas, jasa dan lainnya yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah sebagai upaya pemenuhan kebutuhan kepada masyarakat sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

  Arti lain dari pelayanan publik adalah pelayanan yang dilakukan oleh birokrasi lembaga lain yang tidak termasuk badan usaha swasta, yang tidak berorientasi pada laba atau profit. Pelayanan pada masyarakat (umum) yang selanjutnya disebut pelayanan umum, lahir untuk kepentingan masyarakat (umum).

  Seperti telah disebutkan di awal, kepentingan umum dapat dianggap sebagai apa yang dipilih banyak orang apabila mereka melihat dengan jelas, memikirkannya secara rasional dan bertindak dengan tidak hanya memperhatikan kepentingan sendiri tetapi orang lain juga.

  Pelayanan umum yang diselenggarakan pemerintah Indonesia mengikuti standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Suatu pelayanan umum diselenggarakan oleh pemerintah harus mengikuti sendi-sendi pelayanan umum

  KepMenpan no. 81 tahun 1993 tetang Pedoman

  yang ditetapkan oleh Menpan, yaitu :(

  Tata Laksana Palayanan Umum) 1.

  Kesederhanaan, dalam arti prosedur/tata cara pelayanan umum diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dialksanakan.

  2. kejelasan dan kepastian, dalam arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai : a.

  Prosedur/tata cara umum, baik teknis maupun administratif b.

  Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan umum c.

  Rincian biaya/tariff pelayanan umum dan tata cara pembayarannya d.

  Jadwal waktu penyelesaian pelayanan umum e. Hak dan kewajiban baik pemberi maupun penerima pelayanan umum berdasarkan bukti-bukti penerimaan permohonan atau kelengkapan sebagai alat untuk memastikan pemrosesan pelayanan umum.

  3. Keamanan, dalam arti proses serta hasil pelayanan umum dapat memberikan keamanan dan kenyamanan serta dapat memberikan kepastian hukum.

  4. keterbukaan, dalam arti prosedur/tata cara, persyaratan, satuan kerja/pejabat, biaya tarif, dan hal-hal yang berkaitan dengan proses pelayanan umum wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat baik diminta maupun tidak diminta.

I.5.3.1.2 Jenis Pelayanan Publik

    Menurut Undang-undang No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,

  pelayanan publik dikelompokkan dalam beberapa jenis yang didasarkan pada ciri- ciri dan sifat-sifat kegiatan dalam proses pelayanan serta produk pelayanan yang dihasilkan. Jenis-jenis pelayanan itu adalah sebagai berikut : 1.

  Pelayanan Administratif, yaitu jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan pencatatan, penelitian, pengambilan keputusan, dokumentasi dan kegiatan tata usaha lainnya yang secara keseluruhan menghasilkan produk akhir berupa dokumen, misalnya sertifikat, ijin-ijin, rekomendasi, keterangan tertulis, pembayaran pajak dan lain-lainnya. Contoh jenis pelayanan ini adalah pelayanan sertifikat tanah, surat keterangan tanah, pelayanan IMB, pelayanan administrasi kependudukan (KTPakta kelahiran/ kematian).

  2. Pelayanan Barang, yaitu jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan penyediaan dan atau pengolahan bahan berwujud fisik termasuk distribusi dan penyampaiannya kepada konsumen langsung sebagai unit atau sebagai individual dalam satu sistem. Secara keseluruhan kegiatan tersebut menghasilkan produk akhir berwujud benda (berwujud fisik) atau yang dianggap benda yang memberikan nilai tambah secara langsung bagi penerimanya. Contoh jenis pelayanan ini adalah pelayanan listrik, pelayanan air bersih, pelayanan telepon.

3. Pelayanan Jasa, yaitu jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa penyediaan sarana dan prasarana serta penunjangnya.

  Pengoperasiannya berdasarkan suatu sistem pengoperasian tertentu dan pasti, produk akhirnya berupa jasa yang mendatangkan manfaat bagi penerimanya secara langsung dan habis terpakai dalam jangka waktu tertentu. Contoh jenis pelayanan ini adalah pelayanan angkutan darat, laut dan udara, pelayanan kesehatan, pelayanan perbankan, pelayanan pos dan pelayanan pemadaman kebakaran.

  Pelayanan publik sebagaimana disebutkan tadi diberikan kepada masyarakat manakala memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan itu biasanya berbentuk dokumen-dokumen, formulir-formulir, biaya. Pelayanan publik di Indonesia sebagian besar dilakukan melalui mekanisme tatap muka langsung.

  Operasionalisasi pelayanan publik pada umumnya dilaksanakan oleh jajaran birokrasi paling depan yang berhadapan langsung dengan masyarakat.

  Jumlah jajaran unit pelayanan ini dipastikan cukup banyak dan tersebar di berbagai lokasi. Dalam hal ini standarisasi pelayanan menjadi aspek penting agar pelayanan di satu tempat dengan tempat layanan lainnya tidak terlalu berbeda.

I.5.4 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan Dalam Memberikan Pelayanan Sertifikat Benih

  BBP2TP medan merupakan penggabungan dari Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Sumatera Utara (BPTP) dan Balai Pengawasan dan pengujian Mutu Benih (BP2MB) Sumatera Utara yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertanian tanggal 6 Februari 2008 Nomor 9/Permentan/OT.140/2/2008.

  BBP2TP berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perkebunan, pembinaan teknis bidang perbenihan dilaksanakan oleh Direktur Perbenihan dan Sarana Produksi, dan bidang proteksi dilaksanakan oleh Direktur Perlindungan Perkebunan.

  Menurut Menteri Pertanian Republik Indonesia, BBP2TP mempunyai tugas yaitu, melaksanakan pengawasan, pengembangan pengujian mutu benih, dan analisis teknis dan pengembangan proteksi tanaman perkebunan, serta pemberian bimbingan teknis penerapan sistem manajemen mutu dan laboratorium.

  Fungsi dari BBP2TP medan adalah sebagai berikut :

   pengawasan pelestarian plasma nutfah tingkat nasional;

   pelaksanaan pengujian mutu benih perkebunan introduksi, eks impor, dan yang akan di ekspor, serta rekayasa genetika;

   pelaksanaan pengujian adaptasi (observasi) benih perkebunan dalam rangka pelepasan varietas;

   pelaksanaan penilaian pengujian manfaat dan kelayakan benih perkebunan dalam rangka penarikan varietas;

   pelaksanaan pengujian mutu dan sertifikasi benih perkebunan dalam rangka pemberian sertifikat layak edar;

   pelaksanaan pemantauan benih perkebunan yang beredar lintas provinsi;

   pelaksanaan pengembangan teknik dan metode pengujian mutu benih perkebunan dan uji acuan (referee test);

   pelaksanaan identifikasi organisme pengganggu tumbuhan (OPT) perkebunan;

   pelaksanaan analisis data serangan dan perkembangan situasi OPT serta faktor yang mempengaruhi;

   pelaksanaan analisis data gangguan usaha perkebunan dan dampak anomali iklim serta faktor yang mempengaruhi;

   pengembangan teknik surveillance OPT penting;

   pelaksanaan pengembangan metode pengamatan, model peramalan, taksasi kehilangan hasil, dan teknik pengendalian OPT perkebunan;

   pelaksanaan eksplorasi dan inventarisasi musuh alami OPT perkebunan;

   pelaksanaan pengembangan teknologi perbanyakan, penilaian kualitas, dan pelepasan agens hayati OPT perkebunan;

   pelaksanaan pengawasan dan evaluasi agens hayati OPT perkebunan;

   pelaksanaan pengembangan teknologi proteksi perkebunan yang berorientasi pada implementasi pengendalian hama terpadu;

   pelaksanaan pengujian dan analisis residu pestisida;

   pemberian pelayanan teknik kegiatan perbenihan dan proteksi tanaman perkebunan;

   pengelolaan data dan informasi kegiatan perbenihan dan proteksi tanaman perkebunan. (Peraturan Menteri Pertanian No.9 Tahun 2008) Pelayanan yang diberikan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan adalah dalam bentuk memberikan sertifikat benih, yang artinya adalah memberikan keterangan tentang pemenuhan/telah memenuhi persyaratan mutu yang diberikan oleh lembaga sertifikasi kepada kelompok benih ynag disertifikasi atas permintaan produsen benih. Untuk mendapatkan sertifikat benih para penangkar (produsen benih) harus mengikuti rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap benih yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi (BBP2TP) melalui pemeriksaan lapangan, pengujian laboratorium dan pengawasan serta memenuhi persyaratan untuk diedarkan. (Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39 Tahun 2006)

  Selama ini masih banyak penolakan produk ekspor perkebunan Indonesia di pasar Internasional sebagai akibat kurang memenuhi persyaratan Sanitary and

  Phytosanitary (SPS). Juga penerapan berbagai standar mutu oleh beberapa negara

Dokumen yang terkait

Penerapan Prinsip-prinsip Good Governance dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Publik di Kantor Camat Medan Perjuangan ).

10 91 81

Analisis Faktor - Faktor yang Berhubungan Dengan Kinerja pada Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Tanaman Perkebunan Medan

0 88 133

Implementasi Prinsip-prinsip Good Governance dalam Pemberian Pelayanan Sertifikat Benih di Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan

0 31 113

Pengaruh Good Governance Terhadap Kualitas Pelayanan Publik Pada Kantor Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Balai Metrologi Medan

6 43 77

BAB I PENDAHULUAN - Implementasi Pelayanan Promotif dan Preventif di Puskesmas Tapian Dolok Kabupaten Simalungun Tahun 2015

1 2 10

BAB I PENDAHULUAN - Pentingnya Kualitas Pelayanan dalam Meningkatkan Kepuasan Masyarakat di Badan Pelayanan Perijinan terpadu Medan

0 1 6

BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Bentuk Penelitian - Penerapan Prinsip-prinsip Good Governance dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Publik di Kantor Camat Medan Perjuangan ).

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Penerapan Prinsip-prinsip Good Governance dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Publik di Kantor Camat Medan Perjuangan ).

0 0 26

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Peramalan Nilai Ekspor dan Impor Semua Tanaman di Balai Besar Karantina Pertanian Belawan

0 3 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Penerapan Prinsip – Prinsip Good Governance Terhadap Efektivitas Kerja Pegawai di Kantor Camat Medan Helvetia

0 0 7